Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi

ERGONOMI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN
DI KAPAL PANCING LAYUR
DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI

GILANG BAYU REKSA PRATAMA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ergonomi dalam
Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu,
Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2014

Gilang Bayu Reksa Pratama
NIM C44090030

ABSTRAK
GILANG BAYU REKSA PRATAMA. Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan
Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Dibimbing oleh
BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan VITA RUMANTI KURNIAWATI.
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal penangkap ikan yang ada
di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dengan layur sebagai hasil
tangkapan utamanya yang memiliki nilai produksi yang tinggi. Banyak anak buah
kapal pancing layur yang cukup sering absen melaut dikarenakan merasa lemas
dan mengalami pegal atau sakit di beberapa bagian tubuh. Hal ini diduga terjadi
karena postur tubuh ABK yang salah saat beraktivitas di atas kapal, luasan area
kerja dan fasilitas di atas kapal yang kurang menunjang kenyamanan, ataupun
ketidakseimbangan energi ABK. Berangkat dari hal tersebut, penelitian terkait
ergonomi berikut ilmu-ilmu turunannya yakni biomekanika, antropometri, dan
keseimbangan energi diharapkan mampu merancang sistem kerja pada kapal
pancing layur yang lebih baik. Tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk

menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi penangkapan ikan
berlangsung, menganalisis data antropometri ABK pancing layur untuk
menentukan luasan area dan ukuran fasilitas di atas kapal yang ideal, menganalisis
hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi ABK pancing layur. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan analisis
data deskriptif. Hasil analisis postur menunjukkan da sekitar 45 % dari 22 postur
ABK pancing layur yang masih perlu diperbaiki selama operasi penangkapan ikan
berlangsung. Berdasarkan data antropometri tubuh ABK, diperoleh ukuran ideal
dari tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm; tinggi meja 59,7 cm; lebar meja
minimum 33,14 cm; dan jarak meja dari tempat duduk –11,7 cm. Penilaian
terhadap keseimbangan energi menunjukkan bahwa hanya 10 % ABK pancing
layur yang tercukupi kebutuhan energinya secara sempurna.
Kata kunci: antropometri, biomekanika, ergonomi, kapal pancing layur,
keseimbangan energi

ABSTRACT
GILANG BAYU REKSA PRATAMA. Ergonomics in the Activities of Fishing in
Hairtail Fishing Vessel at Palabuhanratu Fishing Ports, Sukabumi. Supervised by
BUDHI HASCARYO ISKANDAR and VITA RUMANTI KURNIAWATI.
Hairtail fishing vessel is one of the fishing vessels in Palabuhanratu fishing

port with hairtail as the main catches that have high production values. Many
fishermen are often absent because they feel tired and experience aches and pain
in several parts of their body. Presumably, it is because incorrect posture when
fishermen move on vessel, uncomfortable working area and facilities on vessel, or
fishermen’s energy imbanlance. Furthermore this research is related to
ergonomics and also its derivatives such as biomechanics, anthropometry, and
energy balance are expected to design better system on hairtail fishing vessels.
The purpose of this research were to analyze hairtail fishermen’s posture when
fishing operations occur, to analyze anthropometric data from hairtail fishermen
to determine the ideal size of are and facilities on vessel, and also to analyze the
correlation between energy intake and energy needs of hairtail fishermen. The
method used in this research was a case study method with descriptive data
analysis. Posture analayzis showed that there were still about 45 % of 22 hairtail
fishermen’s postures which need to be improved. Based on the fishermen’s body
anthropometric data, it was found that the right size of seat height was 39,42 cm;
table height was 59,7 cm; the minimum widht of table was 33,14 cm; the distance
of table from the set was -11,7 cm. Energy balance assesment showed that only 10
% of fishermen of hairtail fishing vessel who met their energy needs.
Keywords: anthropometry, biomechanics, ergonomics, hairtail fishing vessel,
energy balance


ERGONOMI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN
DI KAPAL PANCING LAYUR
DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI

GILANG BAYU REKSA PRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing

Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi
Nama
: Gilang Bayu Reksa Pratama
NIM
: C44090030
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi
Pembimbing I

Vita Rumanti Kurniawati SPi MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan MSc
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah
Ergonomi, dengan judul Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal
Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi..
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi
dan Vita Rumanti Kurniawati SPi MT selaku pembimbing, serta Prof Dr Ir
Mulyono S. Baskoro selaku komisi pendidikan dan Dr Ir Mohammad Imron MSi
selaku dosen penguji atas semua saran dan masukannya. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Harun selaku pemilik kapal yang
juga telah memberikan penulis kesempatan untuk tinggal di rumahnya selama
masa penelitian, serta kepada para ABK-ABK pancing layur PPN Palabuhanratu.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Zulfa, Mbak Fina,
Umay, Luhur, Samsul, Fikar, Hari, Kemal, Idham, Jikem, Gema, Adli, Gusti,
Salman, Tesa, Dhani, dan Iduy atas segala kesediaannya membantu, menemani
dan mendukung selama masa pembuatan skripsi. Tak lupa ungkapan terima kasih
paling spesial disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala

doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Gilang Bayu Reksa Pratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu, Tempat, dan Peralatan Penelitian
Analisis Data
Biomekanika
Antropometri

Keseimbangan energi
Tahapan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Gambaran kapal pancing layur
Aktivitas yang terjadi di atas kapal pancing layur
Biomekanika ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu dalam Bekerja
Aktivitas dan postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja
Penilaian tabel OWAS terhadap postur tubuh ABK dalam bekerja
Antropometri pada Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Area kerja kapal pancing layur
Tempat pemasangan umpan yang ideal untuk kapal pancing layur
Keseimbangan Energi ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Kebutuhan energi ABK pancing layur
Kesesuaian energi ABK pancing layur
Dampak ketidakseimbangan energi dan upaya pencegahannya
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1
1
2
2
2
3
3
4
5
6
6
6
6

7
8
8
12
13
13
13
15
15
16
17
18
18
18
18
20
30

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6

Metode pengumpulan data
Tabel OWAS dan cara membacanya
Kategori status gizi berdasarkan IMT
Spesifikasi kapal pancing layur di PPN Palabuhanratu pada umumnya
Penilaian postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja
Ukuran fasilitas di area pemasangan umpan yang ideal

2
3
5
7
12
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Flowchart tahapan penelitian
Kapal pancing layur tampak atas (non skala)
Kapal pancing layur tampak samping (non skala)
Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengecekan kapal
Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengemudian kapal
Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat pemasangan umpan
Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat aktivitas setting
Ilustrasi postur tubuh ABK2 saat aktivitas hauling
Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan
Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan yang ideal
Grafik sebaran IMT 30 sampel ABK
Grafik kebutuhan energi 30 sampel ABK
Grafik jumlah 30 ABK dengan status kesesuaian energinya

6
8
8
10
10
11
11
11
13
15
16
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Salah satu postur tubuh yang dilakukan ABK pancing layur
Pengukuran tinggi badan salah satu ABK pancing layur
Kondisi salah satu kapal pancing layur yang dijadikan sampel
Data antropometri 10 sampel kapal pancing layur
Ukuran dimensi tubuh, umur, dan berat badan 30 sampel ABK pancing
layur
Status dan kebutuhan gizi 30 sampel ABK pancing layur
Kebutuhan protein 30 sampel ABK pancing layur
Kebutuhan lemak 30 sampel ABK pancing layur
Kebutuhan karbohidrat 30 sampel ABK pancing layur
Konsumsi 30 sampel ABK pancing layur

20
20
20
21
22
23
24
25
26
27

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ergonomi adalah suatu keilmuan yang sistematis memanfaatkan informasi
mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja dengan efektif, efisien, aman,
dan nyaman (Wignjosoebroto, 1995). Ilmu ergonomi bisa ditempatkan dimanapun
termasuk di dunia perikanan. Dunia perikanan sendiri memiliki ruang lingkup
yang luas mulai dari penangkapan, pembudidayaan, pengolahan sampai dengan
pemasaran. Dibandingkan bidang lainnya, aktivitas penangkapan memiliki risiko
paling besar, terutama pada aktivitas yang terkonsentrasi di atas kapal. Sejauh ini,
penelitian tentang ergonomi di bidang penangkapan ikan belum banyak dilakukan.
Penelitian yang sudah ada terkait kenyamanan kerja pun hanya sebatas
subjektivitas dari nelayan, seperti yang pernah dilakukan oleh Kurniawati et al
(2013).
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal tradisional penangkap ikan
yang ada di PPN Palabuhanratu. Lamatta et al (2012) menerangkan bahwa jumlah
rata-rata kapal pancing layur di PPN Palabuhanratu tahun 2012 ada 165 unit, lebih
banyak dibandingkan kapal motor tempel lainnya seperti kapal payang (50 unit)
dan kapal jaring klitik (44 unit). Sementara itu sasaran tangkapan utamanya pun,
yakni layur dinilai sebagai ikan yang memiliki nilai produksi yang tinggi, yakni
sebesar Rp. 3.420.044.700,-. Hal ini membuat layur menjadi salah satu ikan
dominan di PPN Palabuhanratu bersama tuna, cakalang dan layang.
Menurut Wignjosoebroto (1995), produktivitas merupakan perbandingan
output per input kerja yang berkaitan erat dengan sistem produksi. Banyak ABK
yang sering absen melaut dikarenakan merasa lemas dan mengalami pegal atau
sakit pada tubuhnya. Hal ini diduga terjadi karena postur tubuh ABK yang salah
saat beraktivitas di atas kapal, luasan area kerja dan fasilitas di atas kapal yang
kurang menunjang kenyamanan, ataupun ketidakseimbangan energi ABK
Ilmu ergonomi memiliki banyak bidang kajian antara lain biomekanika,
antropometri, keseimbangan energi, penginderaan, dan display (Sulistyadi, 2003).
Penelitian lebih lanjut terkait penginderaan dan display tidak dapat dilakukan
mengingat keterbatasan dari kapal yang dijadikan objek penelitian yakni kapal
pancing layur. Berangkat dari hal tersebut, penelitian terkait ergonomi berikut
ilmu-ilmu turunannya yakni biomekanika (perbaikan gerakan kerja), antropometri
(perancangan ulang area kerja), dan keseimbangan energi diharapkan mampu
merancang sistem kerja pada kapal pancing layur yang lebih baik sehingga kerja
menjadi lebih produktif guna mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain ialah untuk:
1. Menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi penangkapan
ikan berlangsung;
2. Menganalisis data antropometri ABK pancing layur untuk menentukan luasan
area dan ukuran fasilitas di atas kapal yang ideal; dan

2
3. Menganalisis hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi ABK pancing
layur.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perikanan
tangkap terkait ergonomi pada aktivitas kerja nelayan;
2. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kapal, pembuat kapal, dan nelayan; dan
3. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya di bidang ergonomi khususnya
dalam lingkup perikanan tangkap.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode studi kasus
dengan analisis data deskriptif. Data primer yang dikumpulkan yakni meliputi
konsumsi, umur, ukuran dimensi beberapa anggota tubuh 30 sampel nelayan di
PPN Palabuhanratu, ukuran area kerja di atas 10 sampel kapal, dan aktivitas yang
terjadi di atas 3 kapal pancing layur yang berbeda. Metode pengumpulan data
yang digunakan ialah wawancara, pengukuran, dan observasi (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Metode pengumpulan data
Metode
pengumpulan data
Observasi

Pengukuran

Wawancara

Data yang dikumpulkan

Kegunaan

Aktivitas yang terjadi di atas 3 kapal
pancing layur yang berbeda berikut
postur-postur tubuh ABK di kapal tersebut
Ukuran dimensi tubuh 30 sampel nelayan
kapal pancing layur meliputi tinggi betis
dalam (TBD), panjang paha dalam (PPD),
tinggi bahu posisi duduk (TBPD), tebal
paha (TP), panjang lengan-siku (PLS),
panjang siku (PS), jangkauan tangan (JT),
tinggi badan (TB), dan berat badan (BB),
juga ukuran area kerja di atas kapal

Sebagai bahan analisis bidang
kajian biomekanika (postur
tubuh ABK)
Sebagai bahan analisis bidang
kajian antropometri (ukuran
fasilitas di atas kapal)

Umur dan konsumsi energi 30 sampel
nelayan kapal pancing layur

Sebagai bahan analisis bidang
kajian keseimbangan energi
(kebutuhan dan asupan energi)

Waktu, Tempat, dan Peralatan Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 sampai dengan bulan
Januari 2014 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain adalah meteran, timbangan berat badan, dan alat tulis.

3
Analisis Data
Biomekanika
Biomekanika adalah pengukuran terhadap kekuatan manusia pada berbagai
kondisi untuk menentukan kondisi optimal dalam bekerja (Sulistyadi et al, 2003).
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa OVAKO work analysis system merupakan
prosedur kualitas postur yang mudah digunakan (lihat Tabel 2). Postur tubuh
dianalisis dan dinilai untuk diklasifikasikan. Metode OWAS ini memberikan
informasi penilaian postur tubuh pada saat bekerja sehingga dapat dilakukan
evaluasi dini atas risiko kecelakaan tubuh. Penilaian diberikan pada beberapa
bagian, yaitu punggung, lengan, kaki, beban kerja, dan fasa kerja. Selanjutnya
penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur
tubuh yang berisiko terhadap kecelakaan atau kelelahan anggota tubuh.
Tabel 2 Tabel OWAS dan cara membacanya
Nilai indeks dari postur tubuh kerja yang dilakukan berdasar
nilai punggung, lengan, kaki, dan beban kerja yang ditentukan

2

3

4

2

3

4

5

6

7

Kaki

Lengan

Punggung

1

1
1 2

1

1

1

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

2

2

1

1

1

1

1

1

2

1

1

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

2

2

1

1

1

1

1

1

3

1

1

1

1

1

1

1

1

2

2

2

3

2

2

3

1

1

1

1

1

1

1

2

2

3

2

2

3

2

2

3

3

3

3

3

3

3

2

2

2

2

3

3

2

2

2

3

2

2

3

2

3

3

3

4

4

3

4

4

3

3

4

2

3

4

3

3

3

4

2

2

3

3

3

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

2

3

4

1

1

1

1

1

1

1

1

1

3

3

3

3

4

4

4

1

1

1

1

1

1

2

2

2

3

1

1

1

1

1

4

4

4

4

4

4

4

3

3

3

1

1

1

3

2

2

3

1

1

1

2

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

1

1

1

1

2

3

3

2

2

3

2

2

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

2

3

4

2

3

3

4

2

3

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

2

3

4

3

4

4

4

2

3

4

3

3

4

4

4

4

4

4

4

4

4

4

2

3

4

3
1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3

Penilaian pada punggung digunakan nilai 1-4
1 = Tegak
2 = Membungkuk ke depan atau ke belakang
3 = Berputar dan bergerak ke samping
4 = Berputar dan bergerak atau membungkuk ke samping dan ke depan
Penilaian pada lengan digunakan nilai 1-3 untuk setiap komponen punggung
1 = Kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu
2 = Satu lengan berada di atas level ketinggian bahu
3 = Kedua lengan berada di atas level ketinggian bahu
Penilaian pada kaki digunakan nilai 1-7
1 = Duduk
2 = Berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus
3 = Berdiri dengan cara beban berada pada salah satu kaki
4 = Berdiri dengan kedua lutut sedikit tertekuk

Beban
Kerja

Nilai
indeks

4
5 = Berdiri dengan satu lutut sedikit tertekuk
6 = Jongkok dengan satu atau dua kaki
7 = Bergerak atau berpindah
Penilaian pada beban digunakan nilai 1-3 untuk setiap elemen penilaian kaki
1 = Beban sekitar 10 kg atau kurang
2 = Beban sekitar 10-20 kg
3 = Beban sekitar 20 kg atau lebih
Untuk analisa atau penilaian kondisi kerja digunakan nilai 1-4 pada setiap penilaian beban
1 = Tidak perlu dilakukan perbaikan
2 = Perlu dilakukan perbaikan
3 = Perbaikan perlu dilakukan secepat mungkin
4 = Perbaikan perlu dilakukan sekarang juga

Pada Tabel 2 diterangkan cara membaca tabel OWAS dimana kondisinya
punggung tegak (1), kedua lengan ketinggian bahu (1), kaki berdiri (1), dan tak
ada beban (1). Setelah diketahui kondisi postur saat beraktivitas, selanjutnya
dinilai sesuai dengan keterangan yang ada lalu disesuaikan dengan nilai indeks
yang ada di tabel OWAS. Pertama nilai punggung dan lengan ditarik garis lurus
ke samping kanan lalu untuk nilai kaki dan beban kerja ditarik garis lurus ke
bawah sampai bertemu di satu titik. Titik pertemuan antara nilai punggung, lengan,
kaki, dan beban kerja itulah yang jadi nilai indeks dari keseluruhan postur.
Antropometri
Antropomometri merupakan suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran
dimensi tubuh manusia yang secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan
ergonomis dalam interaksi manusia (Wignjosoebroto, 1995). Analisis data
antropometri umumnya menggunakan distribusi normal. Distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan harga rata-ratanya (mean) dan simpangan standardnya
(standard deviation, ơ x) dari data yang ada sehingga didapati persentil yang akan
menunjukan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di
bawah nilai tersebut (Wignjosoebroto,1995). Berikut rumus-rumus yang ada:
1. Tinggi tempat untuk duduk (TTD)
TTD (5-th ) = Rata-Rata TBD – 1,645 (ơ x)---------------------------------- (1)
TBD: tinggi betis dalam, ơ x: standar deviasi

2. Tinggi meja (TM)
TM = {TTD+[Rata-Rata TP + 1,645 (ơ x)]} + kelonggaran 10% -------- (2)
TTD: tinggi tempat untuk duduk, TP: tebal paha, ơ x: standar deviasi

3. Jangkauan tangan normal (JTN)
JTN2 = [PS 50-th] 2 – [{(TBPD 50-th + TTD) - TM} – PLS 50-th] 2 (3)----(3)
PS: panjang siku, TBPD: tinggi bahu dalam posisi duduk, TTD: tinggi tempat untuk duduk, TM:
tinggi meja, PLS: panjang lengan sampai siku

4. Jangkauan tangan maksimum (JTM)
JTM2 = [(JT 50-th) x 120%] 2 – [(TBPD 50-th + TTD) – TM] 2 (4)---- (4)
JT: jangkauan tangan ke depan sejajar bahu, TBPD: tinggi bahu dalam posisi duduk, TTD: tinggi
tempat untuk duduk, TM: tinggi meja

5. Lebar meja minimum (LM min)
LM min = (JTM-JTN) + kelonggaran 20% (5)------------------------------- (5)
JTM: jangkauan tangan maksimum, JTN: jangkauan tangan normal

6. Letak meja
LM
= PPD 50-th – JTN ---------------------------------------------------- (6)
PPD: panjang paha dalam, JTN: jangkauan tangan normal

5
Keseimbangan energi
Keseimbangan akan kebutuhan dan asupan energi perlu diperhatikan guna
menghindari kelelahan kerja. Kebutuhan energi yang diperlukan setiap orang
berbeda, tergantung pada faktor umur, jenis kelamin, berat, dan tinggi badan serta
berat ringannya aktivitas (Irianto, 2006). Berikut perhitungan kebutuhan energi:
1. Menghitung Status Gizi.
Cara penilaian status gizi dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT).
IMT = berat badan (Kg) / tinggi badan (m)2 ---------------------------------- (7)
Sumber: Devenport dalam Irianto (2006)

Selanjutnya, hasil perhitungan IMT dikonsultasikan dengan tabel berikut:
Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan IMT
Status gizi
Kurus
Normal
Obese
Rata-rata
Sumber: Irianto (2006)

Laki-laki
25.1
22.0

Perempuan
23.8
20.8

Bila berat badan kurang, maka kebutuhan energinya ditambah sebanyak 500
kkalori, sedangkan bila lebih dikurangi sebanyak 500 kkalori (Almatsier, 2010).
2. Menghitung Energi Aktivitas Fisik Harian (untuk kerja)
Faktor aktivitas fisik merupakan nilai koefisien yang digunakan untuk
menentukan energi aktivitas fisik. Faktor aktivitas fisik dari aktivitas ABK
pancing layur dikategorikan ke dalam aktivitas sedang yang koefisiennya adalah
1.8 seperti yang dilansir Irianto (2006). Basal metabolic rate (BMR) adalah energi
minimal untuk fungsi vital organ tubuh dalam keadaan istirahat. Specific dynamic
action (SDA) adalah banyaknya energi yang diperlukan untuk proses metabolisme
makanan. Berikut rumusnya:
Energi aktivitas fisik = faktor aktivitas fisik x (BMR+SDA) ---------------- (8)
Sumber: Irianto (2006); BMR: basal metabolic rate, SDA: specific dynamic action

BMR = 66 + [13.7 x berat badan(Kg)] + [5 x tinggi badan (m)]
-[6.8 x umur (tahun)] ---------------------------------------------------- (9)
Sumber: Benedict dalam Almatsier (2010); BMR: basal metabolic rate

SDA = 10 % BMR --------------------------------------------------------------- (10)
Sumber: Irianto (2006) : basal metabolic rate, SDA: specific dynamic action

3. Menentukan kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat
Cara menentukan kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat menurut WHO
ialah protein: 10 % - 15 % dari kebutuhan energi total, lemak : 10 % - 25 % dari
kebutuhan energi total, karbohidrat : 60 % - 75 % dari kebutuhan energi total.
Setelah diketahui kebutuhan energinya, lalu dicari jumlah energi yang
dikonsumsinya untuk selanjutnya diketahui kesesuaian energinya. Menurut Irianto
(2006), untuk menghitung kalori makanan, diperlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menghitung nilai kalori makanan, setiap 1 gram karbohidrat= 4 kalori, setiap 1
gram lemak= 9 kalori, dan setiap 1 gram protein= 4 kalori;
2. Menyesuaikan bahan makanan dengan ukuran rumah tangga (URT); dan
3. Menyesuaikan bahan makanan dengan daftar komposisi bahan makanan
(DKBM) yang memuat berbagai jenis makanan beserta kandungan zat gizinya.

6
Tahapan Penelitian
Penetapan tema
Ergonomi dalam aktivitas penangkapan ikan di kapal pancing layur

Penentuan tujuan
1.Menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi
penangkapan ikan berlangsung
2.Menganalisis data antropometri ABK pancing layur untuk
menentukan luasan area dan ukuran fasilitas di atas kapal yang ideal
3.Menganalisis hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi
ABK pancing layur

Metode pengumpulan data
Observasi

Pengukuran

Wawancara

Aktivitas nelayan
yang terjadi di atas 3
kapal pancing layur

Ukuran dimensi
tubuh 30 sampel
ABK pancing layur

Konsumsi energi
30 sampel ABKl
pancing layur

Pengolahan dan analisis data
Biomekanika

Antropometri

Keseimbangan energi

Mengobservasi aktivitas
kerja di atas kapal

Menggambarkan area
kerja di atas kapal

Menghitung
kebutuhan energi 30
sampel

Menyesuaikan gerakan
kerja dengan tabel OWAS

Membuat rancangan
area kerja yang ideal

Menghitung energi
konsumsi 30
sampel

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 1 Flowchart tahapan penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Gambaran kapal pancing layur
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal tradisional dengan mesin
tempel yang ada di PPN Palabuhanratu. Berikut spesifikasi kapal pancing layur
pada umumnya yang ditunjukkan pada Tabel 4:
Tabel 4 Spesifikasi kapal pancing penangkap ikan layur pada umumnya
Objek

Ukuran/jenis

Ukuran kapal
panjang (LOA)
lebar (Bmax)
tinggi geladak
Kelengkapan alat
Genset
Lampu
Mesin
alat tangkap
main line
branch line

tali pancing
Pancing
pelampung
buoy (pelampung tanda)

Keterangan

9 – 12 m
1.5 – 2 m
2m
Keperluan listrik
Keperluan penerangan
Yamaha 7 PK
Panjang: 1 km
Diameter: 4 mm
Panjang: 3 m
Diameter: 1mm
Jumlah: 500-700 buah
Tipe 04
Tipe 10
5 – 7 buah
2 buah

Aktivitas yang terjadi di atas kapal pancing layur
Aktivitas penangkapan biasanya dilakukan oleh 3 ABK dengan salah
satunya menjadi juru mudi (ABK1), dan 2 lainnya sebagai penawur (ABK2 dan
ABK3). Secara umum, aktivitas penangkapan ikan di kapal pancing layur terbagi
menjadi 4 proses yakni persiapan, setting, soaking, dan hauling.
Pada proses persiapan, ABK1 dan ABK2 memasang umpan sekaligus
mengecek kesiapan alat tangkap di bagian tengah kapal. Sementara itu ABK1
mengecek kesiapan kapal secara keseluruhan seperti memeriksa mesin, genset,
dan lampu. Proses persiapan ini berlangsung sekitar 3-4 jam. Saat persiapan
selesai, kapal mulai berangkat menuju fishing ground. Proses penentuan fishing
ground dilakukan secara manual berdasarkan insting seorang juru mudi.
Perjalanan menuju fishing ground biasanya memakan waktu sekitar 2-3 jam.
Setelah sampai di fishing ground, proses setting dimulai. ABK2 mulai
melepaskan alat tangkap dengan ABK1 tetap mengemudikan kapalnya dan setiap
100-150 branch line, ABK3 melemparkan pelampung yang diikat di main line
euntuk membuat alat tangkap tersebut stabil tak terlalu terganggu dengan ombak
dan gelombang laut. Dipasang juga buoy (pelampung tanda) di setiap ujung alat
tangkap sebagai penanda bahwa di tempat tersebut ada aktivitas penangkapan.

8
Selanjutnya adalah proses soaking yang mengharuskan ABK untuk
menunggu sekitar 2 jam untuk memastikan ikan sasaran tangkapannya memakan
umpan yang telah dipasang di alat tangkap. Pada proses ini, ABK biasanya
beristirahat sekaligus meregangkan otot-otot mereka.
Setelah 2 jam menunggu, dilanjutkan proses hauling. Saat proses hauling,
ABK2 menarik alat tangkap beserta hasil tangkapannya, ABK3 melepaskan hasil
tangkapan sekaligus kembali memasang umpan yang telah dimakan, dan ABK1
tetap mengemudikan kapalnya menuju tempat pertama dimana diletakannya buoy.
Setelah proses hauling selesai, ABK1 kembali mengemudikan kapalnya menuju
fishing ground baru. Proses yang sama berlangsung sampai sekitar 2 – 3 kali.
Gambar kapal pancing layur (non skala) dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Kapal pancing layur tampak atas (non skala)

Gambar 3 Kapal pancing layur tampak samping (non skala)
Biomekanika ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu dalam Bekerja
Berdasarkan metode OWAS yang ditunjukan pada Tabel 2, dapat diberikan
penilaian terhadap postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja. Penelitian
terkait biomekanika ini mengambil sampel dari aktivitas di 3 kapal yang berbeda
dengan masing-masing kapal memiliki 3 nelayan, yakni 1 sebagai juru mudi
(ABK1) dan 2 sebagai penawur alat (ABK2 dan ABK3). Kapal sampel tersebut
yakni, Cumi-cumi 1 (K1), Surya Jaya 1 (K2), dan Naga Sari 4 (K3).

9
Aktivitas dan postur tubuh ABK saat bekerja
1. Aktivitas pengecekan kapal
Aktivitas pengecekan kapal dilakukan oleh ABK1. Aktivitas pengecekan
kapal memang mengharuskan kaki untuk bergerak atau berpindah, kedua tangan
berada di bawah level ketinggian bahu, dan biasanya tak ada beban yang dibawa.
Pada aktivitas tersebut, dari 3 sampel ABK1, kesemuanya terbiasa untuk
membungkuk (lihat Gambar 4). Kecenderungan nelayan untuk membungkuk
dikarenakan memang kebiasaan nelayan bergerak seperti itu. Ketiga ABK1 ini
perlu memperbaiki kebiasaannya saat aktivitas pengecekan kapal, dari yang
awalnya membungkuk menjadi tegak.
2. Aktivitas pengemudian kapal
Aktivitas pengemudian kapal dilakukan oleh ABK1. Berdasarkan observasi,
diketahui ABK1-K2 dan ABK1-K3 selalu duduk saat mengemudikan kapalnya.
Sementara itu, ABK1-K1 duduk dan berdiri secara bergantian (lihat gambar 5).
Hal ini berguna agar pinggang, paha, dan pantat tidak cepat mengalami kelelahan
saat bekerja. Hal ini didukung Sulistyadi et al (2003) yang menyatakan bahwa
sebaiknya pekerja diberikan kelonggaran untuk mengganti posisi kerjanya antara
duduk dan berdiri secara bergantian. Selain itu kaki ABK1-K1 yang sejajar lurus
dengan tulang pinggul dinilai ideal karena berguna menjaga tubuh dari tergelincir.
3. Aktivitas pemasangan umpan
Aktivitas pemasangan umpan dilakukan oleh ABK2 dan ABK3. Posisi meja
yang sejajar dengan tempat duduk memaksa ABK3-K1, ABK2-K2, dan ABK3K2 duduk membungkuk saat memasang umpan dan bahkan ABK2-K1 jongkok.
Berbeda dengan ABK2-K3 dan ABK3-K3 yang punggungnya cukup tegak karena
meja berada lebih tinggi dibanding tempat duduk. Namun beberapa kali harus
sedikit membungkuk karena meja yang agak jauh dari tempat duduk (lihat
Gambar 6). Astuti (2007) menjelaskan bahwa, postur tubuh membungkuk tidak
menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami nyeri pada bagian
punggung bagian bawah bila dilakukan secara berulang dan periode yang lama.
Berdasarkan hasil observasi, untuk mendapatkan postur tubuh optimal, keempat
ABK ini bukan hanya perlu merubah kebiasaan mereka, akan tetapi juga perlu
adanya perancangan ulang area kerja khususnya letak dan ukuran tempat duduk
dan meja agar bisa memenuhi kenyamanan ABK.
4. Aktivitas saat proses setting
Aktivitas setting alat dilakukan oleh ABK2 dan ABK3. Didapati bahwa
posisi tubuh ABK saat proses setting yakni duduk dengan membawa beban
kurang dari 10 kg, dan kedua lengan berada di bawah level ketinggian bahu.
Pembedanya hanyalah posisi punggung. Posisi punggung ABK3-K1 dan ABK2K2 saat aktivitas setting berada dalam keadaan membungkuk, sedangkan pada
ABK2-K1 keadaan punggung berputar dan bergerak ke samping. Berbeda halnya
dengan ABK3-K2, ABK2-K3, dan ABK3-K3 yang posisi punggungya tegak
(lihat Gambar 7). Kecenderungan ABK3-K1 dan ABK2-K2 membungkukan
punggung karena faktor kebiasaan yang membuatnya mengalami nyeri punggung
sehingga ABK tersebut perlu memperbaiki kebiasaannya.
5. Aktivitas saat proses hauling
Aktivitas hauling alat dilakukan oleh ABK2. Berdasarkan hasil observasi,
didapati bahwa posisi tubuh ABK saat proses hauling yakni berada dalam

10
keadaan duduk dan kedua lengan berada di bawah level ketinggian bahu. Pada
aktivitas ini punggung dipaksa menanggung beban karena beban yang ditarik
sekitar 10-20 kg. Hal ini membuat punggung ABK2-K2 berputar, bergerak, dan
membungkuk ke samping dan ke depan, sedangkan ABK2-K1 dan ABK2-K3
menggerakan punggungnya berputar dan bergerak ke samping sembari kedua
tangan tetap menarik alat tangkap (lihat Gambar 8).
Pada aktivitas hauling, diketahui bahwa terdapat 1 ABK yang perlu
memperbaiki postur tubuhnya, yakni ABK2-K2. Kebiasaan punggungnya
berputar, bergerak, dan membungkuk ke samping dan ke depan bisa menyebabkan
punggung terasa sakit. Saat aktivitas ini, ABK2 membawa beban sekitar 10-20 kg,
sehingga memang memaksa punggungnya untuk menanggung beban yang lebih
berat dari biasanya. Jadi postur tubuh yang paling optimal dalam aktivitas ini yang
perlu diikuti oleh ABK2-K2 ialah menggerakan punggungnya berputar dan
bergerak ke samping sembari kedua tangan tetap menarik alat tangkap seperti
yang dilakukan oleh ABK2-K1 dan ABK2-K3.

Gambar 4 Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengecekan kapal

ABK1-K1, ABK1-K2,ABK1-K3
ABK1-K1

Gambar 5 Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengemudian kapal

11

ABK2-K1, ABK3-K1, ABK2-K2

ABK2-K1

ABK2-K3, ABK3-K3

Gambar 6 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat memasang umpan

ABK3-K1 dan ABK2-K2

ABK2-K1

ABK3-K2, ABK2-K3, ABK3-K3

Gambar 7 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat aktivitas setting

ABK2-K2

ABK2-K1, ABK2-K3

Gambar 8 Ilustrasi postur tubuh ABK2 saat aktivitas hauling

12
Penilaian tabel OWAS terhadap postur tubuh ABK saat bekerja
Penilaian diberikan pada postur tubuh ABK mengacu pada tabel OWAS
(lihat Tabel 2). Selanjutnya digabungkan untuk melakukan perbaikan postur tubuh.
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa aktivitas di kapal 1 dan 2 masih perlu
diperbaiki. Postur yang perlu diperbaiki adalah saat aktivitas pengecekan alat,
pemasangan umpan, setting, dan hauling. Pada umumnya hampir sebagian besar
perbaikan saat beraktivitas difokuskan pada mengubah kebiasaan posisi tubuh dari
yang membungkuk menjadi tegak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
membiasakan diri. Sementara itu, khusus saat aktivitas pemasangan umpan, yang
membuat ABK membungkuk bukan hanya karena faktor kebiasaan, tetapi juga
karena faktor area kerja yang kurang menunjang, seperti tinggi tempat untuk
duduk (TTD), tinggi meja (TM), lebar meja minimum (LM min), dan letak meja
(LM).
Di sisi lain, aktivitas di kapal 3 tidak perlu banyak yang diperbaiki karena
posisi tubuh saat bekerja sudah cukup ideal. Akan tetapi tetap sedikit perlu ada
perbaikan, dalam hal ini perancangan ulang area kerja saat aktivitas pemasangan
umpan guna memenuhi kenyamanan dalam bekerja. Berikut hasil penilaiannya:
Tabel 5 Penilaian postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja
Kapal
K1

ABK
ABK1

Posisi Anggota Tubuh

Aktivitas

Keterangan

P

L

K

B

N

Pengecekan kapal

2

1

7

1

2

Perlu perbaikan

Pengemudian kapal

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

1

1

2

1

1

Tak perlu perbaikan

Pemasangan umpan

2

1

6

1

2

Perlu perbaikan

Setting alat

3

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Hauling alat

3

1

1

2

1

Tak perlu perbaikan

Pemasangan umpan

2

1

1

1

2

Perlu perbaikan

Setting alat

2

1

1

1

2

Perlu perbaikan

Pengecekan alat

2

1

7

1

2

Perlu perbaikan

Pengemudian kapal

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Pemasangan umpan

2

1

1

1

2

Perlu perbaikan

Setting alat

2

1

1

1

2

Perlu perbaikan

Hauling alat

4

1

1

2

3

Perlu perbaikan

Pemasangan umpan

2

1

1

1

2

Perlu perbaikan

Setting alat

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Pengecekan alat

2

1

7

1

2

Perlu perbaikan

Pengemudian kapal

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Pemasangan umpan

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Setting alat

1

1

1

1

1

Tak perlu perbaikan

Hauling alat

3

1

1

2

1

Tak perlu perbaikan

1
1
1
1
1
1
1
1
P: punggung, L: lengan, K: kaki, B: beban kerja, N: nilai indeks

1
1

Tak perlu perbaikan
Tak perlu perbaikan

ABK2

ABK3
K2

ABK1
ABK2

ABK3
K3

ABK1
ABK2

ABK3

Pemasangan umpan
Setting alat

13

Antropometri pada Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Kenyamanan menggunakan alat bergantung pada kesesuaian ukuran alat
dengan manusianya. Jika tidak sesuai, maka dalam jangka waktu tertentu akan
lelah, nyeri, pusing (Liliana, 2007). Data antropometri diperlukan agar rancangan
fasilitas kerja sesuai dengan orang yang akan menggunakannya.
Area kerja kapal pancing layur
Berdasarkan hasil pengukuran fasilitas kerja di tempat pemasangan umpan
pada 10 sampel kapal pancing layur, diketahui ada 3 tipe area kerja (lihat
Lampiran 4). Pada 3 tipe area seperti yang ditunjukkan Gambar 9, ketiganya
memiliki kesamaan yakni, posisi meja yang terlalu jauh dari tempat duduk ABK
yang membuat posisi duduk ABK menjadi agak jauh dari meja tempat memasang
umpan dengan rata-rata jarak 14,6 cm (tipe 1); 16 cm (tipe 2); dan 10 cm (tipe 3) .
Posisi seperti ini dikeluhkan ABK karena bisa membuat pantat dan paha terasa
lelah lebih cepat. Selain itu, lebar meja pendek dengan rata-rata 32,4 cm (tipe 1);
32 cm (tipe 2); 33 cm (tipe 3) sehingga usaha ABK saat memasang umpan kurang
maksimal.

33 cm
14.6 cm
41.9 cm

32.4 cm

16 cm
49 cm

Tipe 1

32 cm

10 cm

53 cm

41 cm
Tipe 2

Tipe 3

Gambar 9 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan
Tipe 1 menunjukkan bahwa tempat duduk dan meja berada sejajar dengan
rata-rata tinggi 41,9 cm sehingga memaksa punggung membungkuk. Sama halnya
dengan tipe 2, tambahan kekurangannya hanya tempat duduknya yang terlalu
tinggi (rata rata 49 cm) sehingga kaki tidak bisa berpijak. Hal ini menyebabkan
kaki terasa tidak nyaman. Berbeda halnya tipe 3, posisi meja yang lebih tinggi (53
cm) daripada tempat duduk (41 cm) membuat ABK tidak perlu terlalu
membungkuk bahkan cenderung tegak. Hanya sewaktu-waktu saja ABK pada tipe
3 ini membungkuk, yakni saat jangkauan maksimum tangan tidak cukup
menjangkau umpan di daerah meja yang terjauh. Bagaimanapun tetap perlu ada
perancangan ulang area kerja. Berangkat dari hasil pertimbangan tersebut, maka
perlu dicari ukuran yang ideal
Tempat pemasangan umpan yang ideal untuk kapal pancing layur

14
Berdasarkan hasil pengamatan serta pengukuran ukuran dimensi tubuh ABK
dan fasilitas kerja tempat pemasangan umpan pada 10 sampel kapal pancing layur
di PPN Palabuhanratu (lihat Lampiran 5), secara garis besar perlu dicari tinggi
tempat duduk, tinggi meja, lebar meja, dan letak meja yang sesuai.
1. Tinggi tempat duduk
Sulistyadi et al (2003) menjelaskan bahwa dalam merancang tinggi tempat
duduk digunakan persentil terkecil agar orang dengan kaki terpendek dapat duduk
dengan nyaman. Berdasarkan data antropometri, tinggi betis dalam dengan ratarata 44,63 cm dan standar deviasi sebesar 3,17 serta menggunakan presentil 5-th
diperoleh maksimal tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm.
2. Tinggi meja
Tinggi meja, tempat dimana ABK pancing layur menyusun umpan, perlu
diperhatikan untuk menghindari postur kerja yang salah saat memasang umpan.
Sebagai contoh jika meja terlalu pendek, maka punggung akan membungkuk.
Sebaliknya jika meja terlalu tinggi maka siku saat bekerja akan berada lebih tinggi
dari yang seharusnya sehingga tangan akan lebih cepat mengalami kelelahan
padahal sebagian besar aktivitas penangkapan ikan layur berpusat pada kegiatan
tangan. Berdasarkan data antropometri, tebal paha dengan rata-rata 12,3 cm dan
standar deviasi sebesar 1,56 serta menggunakan presentil 95-th ditambah tinggi
tempat duduk sebesar 39,41 cm dan kelonggaran 10 % diperoleh maksimal tinggi
meja sebesar 59,7 cm.
3. Lebar meja minimum
Ketika menentukan lebar meja, secara otomatis juga menentukan jangkauan
tangan normal dan jangkauan tangan maksimum. Jangkauan tangan normal adalah
daerah yang dapat dijangkau oleh tangan bagian bawah, dengan tangan bagian
atas menggantung pada posisi normal di samping badan, sedangkan jangkauan
tangan maksimum adalah daerah maksimum yang dapat dijangkau pada posisi
tangan memanjang dari bahu. Berdasarkan data antropometri, dengan rata-rata
panjang siku, tinggi bahu, panjang bahu sampai siku berturut-turut sebesar 38,47
cm; 64,1 cm; 34,53 cm dan tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm, serta tinggi
meja sebesar 59,7 cm diperoleh jangkauan tangan normal sebesar 37,33 cm.
Selanjutnya dicari jangkauan tangan maksimum dengan pengukuran
dimensi fungsional tubuh. Hal pokok dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh
adalah untuk mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya berkaitan erat dengan
gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
Terdapat prinsip estimasi dalam memperoleh data dimensi dinamik. Diketahui
bahwa jangkauan dinamik sama dengan 120% panjang tangan statik. Berdasarkan
data antropometri, dengan rata-rata panjang lengan, tinggi bahu, berturut-turut
sebesar 65,3 cm; 64,1 cm dan tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm, serta tinggi
meja sebesar 59,7 cm diperoleh jangkauan tangan maksimum sebesar 64,95 cm.
Setelah diketahui jangkauan tangan normal, jangkauan tangan maksimum,
dan penambahan 20 % untuk mempertimbangkan area tambahan, selanjutnya
akan didapati 33,14 cm sebagai lebar meja minimum.
4. Letak meja
Letak meja yang terlalu jauh dari tempat duduk seringkali dikeluhkan ABK
karena memaksanya untuk membungkuk ketika memasang umpan. Maka dari itu
perlu dicari letak meja ideal. Berdasarkan data antropometri, panjang paha dalam

15
dengan rata-rata 49,1 cm dan standar deviasi sebesar 2,47 dikurangi jangkauan
tangan normal sebesar 37,33 cm diperoleh maksimum letak meja sebesar 11,7 cm.
Setelah melalui proses proses pengamatan, pengukuran fasilitas,
penyesuaian dengan dimensi tubuh ABK, dan perhitungan dengan rumus yang
ada, akan diketahui ukuran ideal fasilitas kerja di area tempat pemasangan umpan
(lihat Tabel 6), selanjutnya bisa dilakukan perancangan ulang area dengan ukuran
fasilitas kerja yang ideal (lihat Gambar 10).
Tabel 6 Ukuran fasilitas di area pemasangan umpan yang ideal
Fasilitas

Ukuran rata-rata
pada tipe 1 (cm)

Ukuran rata-rata
pada tipe 2 (cm)

Ukuran rata-rata
pada tipe 3 (cm)

Ukuran
ideal (cm)

Tinggi tempat duduk
Tinggi meja
Lebar meja (minimum)
Letak meja-tempat duduk

41,9
41,9
32,4
+14,6

49
49
32
+ 16

41
53
33
+10

39,42
59,7
33,14
-11,7

Ukuran ideal hasil perhitungan dengan rumus-rumus terkait antropometri
dimensi tubuh ABK dinilai bisa diimplementasikan di kapal pancing layur yang
ada di PPN Palabuhanratu. Seperti tinggi meja ideal yakni 59,47 cm sekaligus
sebagai tinggi dek bisa diimplementasikan mengingat tinggi kapal pada umumnya
sekitar 1,5 – 2 m yang berarti masih menyisakan ruang sekitar 90,53 – 140,53 cm.

33.14 cm
59.7 cm
39.42 cm

11.7 cm

Gambar 10 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan yang ideal
Keseimbangan Energi ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas kerja yang menyebabkan
kelelahan kerja. Evaluasi keseimbangan energi dilakukan berdasarkan pengukuran
energi untuk kebutuhan fisik dan energi yang dikonsumsi selama beraktivitas
untuk selanjutnya bisa diketahui kesesuaian energinya (Irianto, 2006).
Kebutuhan energi ABK pancing layur
Sebelum mencari kebutuhan energi, terlebih dahulu mencari IMT sampel
untuk menentukan status gizinya. Berdasarkan hasil pengolahan dengan memakai
data tinggi dan berat badan 30 sampel ABK pancing layur di PPN Palabuhanratu

16
(lihat Lampiran 6), diperoleh sebaran IMT sampel tersebut (lihat Gambar 11).
Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat 1 ABK yang kurus dengan IMT sebesar
19,72 kkal; 1 ABK terklasifikasi obesitas dengan IMT sebesar 27,85; dan 28
lainnya terklasifikasi normal.
Setelah mendapatkan IMT ditambah dengan data tinggi dan berat badan
serta umur dari 30 sampel, maka bisa diketahui kebutuhan energi dari masingmasing sampel (lihat Gambar 12). Berdasarkan Gambar 12, diketahui bahwa
kebutuhan energi dari 30 sampel tidak jauh berbeda. Kebutuhan kalori terendah
adalah Didik, ABK3 dari kapal Cumi-cumi 3 dengan 2672,75 kkal, sedangkan
kebutuhan kalori tertinggi adalah Ayong, ABK3 dari kapal Naga Sari 4 dengan
3504,8 kkal.
obesitas
3,33%

kurus
3,33%

normal
93,33%

Kebutuhan kalori

Gambar 11 Grafik sebaran IMT 30 sampel ABK

4000
3000
2000
ABK 1
1000
ABK 2
0

ABK 3

Kapal

Gambar 12 Grafik kebutuhan energi 30 sampel ABK
Kesesuaian energi ABK pancing layur
Setelah mengetahui kebutuhan kalori, lalu dicari kebutuhan protein, lemak,
dan karbohidrat (lihat Lampiran 7, 8, dan 9), untuk selanjutnya disesuaikan
dengan energi yang dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan dengan
menggunakkan data konsumsi sampel selama 2 hari (lihat Lampiran 10), didapati
jumlah sampel dengan status kesesuaian energinya. Secara rata-rata terdapat
6,67% nelayan yang sama sekali tak tercukupi kebutuhan energinya; 26,67% yang
hanya tercukupi kebutuhan lemaknya; 6,67% yang hanya tercukupi kebutuhan

17
karbohidratnya; 50% yang tercukupi kebutuhan lemak dan karbohidratnya; serta
10% yang tercukupi kebutuhan protein, lemak, dan karbohidatnya (lihat Gambar
13). Gambar 13 memberikan informasi bahwa masih banyak sampel yang
kekurangan protein, lemak dan karbohidrat. Padahal dalam prosesnya untuk
kesehatan tubuh, manfaat dari 3 zat tersebut bagi tubuh sangat penting
Terpenuhi kebutuhan
protein, lemak, dan
karbohidrat; 10%

Hanya terpenuhi
kebutuhan lemak;
26,67%

Tak terpenuhi
kebutuhan protein,
lemak, dan
karbohidrat; 6,67%
Terpenuhi kebutuhan
lemak dan
karbohidrat; 50%

Hanya terpenuhi
kebutuhan
karbohidrat; 6,67%

Gambar 13 Grafik jumlah sampel ABK dengan status kesesuaian energinya
Dampak ketidakseimbangan energi dan upaya pencegahannya
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa pembakaran dalam otot
dan peredaran darah. Produk sisa tersebut akan menghambat aktivitas sistem saraf
yang kekurangan oksigen sehingga mengakibatkan kelambatan kerja otot
(Sulistyadi et al, 2003). Lebih lanjut ia menyatakan bahwa faal kerja berhubungan
dengan pemakaian energi sebagai akibat aktivitas kerja. Energi diperoleh manusia
dari makanan melalui berbagai tahap metabolisme pada sistem pencenaan. Zat
yang mengandung energi disimpan dalam bentuk lemak dan glikogen.
Glikogen berasal dari asupan karbohidrat. Zat makanan diproses menjadi
glikogen yang mengalir melalui peredaran darah dalam sistem pencernaan
memakan waktu yang tidak sebentar, sehingga satu beban kerja tertentu dapat
habis sebelum metabolisme tubuh dapat memasoknya kembali. Inilah salah satu
sumber kelelahan fisik yaitu karena kehabisan tenaga. Hal ini dapat diatasi dengan
makan dan memberikan kesempatan untuk proses pembentukan energi baru guna
menggantikan glikogen yang habis pada otot tubuh (Sulistyadi et al, 2003)
Selain itu, menurut Soehardi (2004), kekurangan protein untuk jangka
waktu yang panjang pada orang dewasa bisa menyebabkan penyakit busung lapar,
sedangkan untuk jangka pendeknya adalah kurang efisiensi dalam bekerja, daya
konsentrasi berkurang, daya tahan terhadap penyakit berkurang, mudah merasa
lelah, dan anemia (kurang darah). Hal ini diperkuat dengan pendapat Lestari
(1999) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara
konsumsi energi dengan kelelahan merupakan hubungan negatif, artinya defisit
energi akan meningkatkan peluang untuk terjadinya kelelahan.
Hampir semua sampel ABK pancing layur di PPN Palabuhanratu
mengalami ketidakseimbangan energi, artinya asupan energi yang ada dinilai
kurang atau tak mencukupi kebutuhan energi yang seharusnya. Keterbatasan akan
dana untuk membeli bahan makanan dan ketidaktahuan nelayan akan
keseimbangan energi menjadi beberapa penyebab hal ini. Pencegahan terhadap
kelelahan ditujukan kepada upaya menekan faktor negatif pada kelelahan kerja
dan meningkatkan faktor positif (Maurits, 2010). Salah satu faktor negatif yang
perlu ditekan tersebut adalah defisit konsumsi energi yang perlu diupayakan

18
melalui usaha perbaikan gizi. Pemilik kapal sebaiknya lebih memperhatikan
kondisi para ABK, dengan memberikan lebih banyak uang makan sehingga ABK
dapat memenuhi konsumsi energi sesuai dengan kebutuhan energinya. Selain itu
perlu adanya sosialisasi akan hubungan antara konsumsi energi dengan kelelahan
dan dampaknya terhadap produktivitas kerja agar para ABK bisa lebih peduli
dengan asupan konsumsinya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis biomekanika dengan tabel OWAS, diketahui ada
sekitar 45 % dari 22 postur ABK pancing layur yang masih perlu diperbaiki
selama operasi penangkapan ikan berlangsung;
2. Semua sampel kapal belum memiliki area pemasangan umpan yang memenuhi
kenyamanan kerja ABK. Berdasarkan data antropometri tubuh ABK, diperoleh
ukuran ideal tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm; tinggi meja 59,7 cm; lebar
meja minimum 33,14 cm; dan jarak meja dari tempat duduk –11,7 cm; dan
3. Hanya 10 % ABK pancing layur yang tercukupi kebutuhan energinya secara
sempurna sedangkan 90 % lainnya mengalami ketidakseimbangan energi
karena asupan energi yang dikonsumsi yakni lemak, karbohidrat, dan protein
dinilai belum cukup memenuhi kebutuhan energi yang seharusnya.
Saran
1. ABK pancing layur di PPN Palabuhanratu seharusnya lebih peduli terhadap
kesehatan fisiknya sendiri dengan mengetahui postur tubuh yang benar dalam
menunjang aktivitasnya di atas kapal;
2. Pemilik kapal perlu lebih peduli terhadap kesehatan fisik para ABK.
Setidaknya perlu ada perancangan ulang area kerja yang kurang mendukung
aktivitas kerja ABK di atas kapal. Selain itu perlu ada sosialisasi terkait ukuran
fasilitas kerja di atas kapal yang ideal kepada pihak pembuat kapal dan pemilik
kapal; dan
3. Perlu ada sosialisasi terkait pentingnya keseimbangan energi dalam bekerja.
Selain itu, pihak pemilik kapal sebaiknya juga lebih memperhatikan kondisi
para ABK, dengan memberikan lebih banyak uang makan sehingga para ABK
dapat memenuhi konsumsi energi sesuai dengan angka kebutuhan energinya.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 1978. Panduan Diet Sehat. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Astuti, RD. 2007. Analisa pengaruh aktivitas kerja dan beban angkat terhadap
kelelahan muskoloskeletal
Irianto DP. 2006. Panduan Gizi Lengkap: Keluarga dan Olahragawan.
Yogyakarta (ID): C. V Andi Offset.

19
Kurniawati VR, BH Iskandar, MP Widhyasari. 2013. Aspek Ergonomi Aktivitas
Penangkapan Ikan Tuna pada Kapal Longline KM Satelit, di Muara Baru,
Jakarta Utara. Buletin PSP. ISSN 0251-286x. 21 (3): 321 - 334
Lamatta AR, ARE Putra, T Suherman, M Raphita. 2012. Buku Laporan Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2012. Sukabumi (ID): Pelabuhan
Perikanan Nusantara Palabuhanratu.
Lestari, RD. Hubungan antara Konsumsi Kalori dengan Kelelahan pada Tenaga
Kerja Wanita Konfeksi Pakaian di Desa Loram Wetan Kecamatan Jati
Kabupaten
Kudus.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php/action=4&idx=1024. Diakses 23
Februari 2014
Liliana Y, S Widagdo, A Abtokhi. 2007. Pertimbangan antropometri pada
pendisainan. Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir
Maurits, LS. 2011. Selintas tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta (ID): Amara
Books
Soehardi. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung
(ID): ITB.
Sulistyadi K, SL Susanti. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jakarta
(ID): Departemen Pendidikan Nasional.
Wignjoesobroto S. 1995. Ergonomi: Studi Gerak dan Waktu. Surabaya (ID):
Penerbit Guna Widya.
[UI DGKM] Universitas Indonesia, Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

20

21
Lampiran 1 Salah satu postur tubuh yang