Keragaan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat

KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG
DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI
JAWA BARAT

FAHRUL ROZI

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keragaan Unit
Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat adalah
benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Fahrul Rozi
NIM C44080024

ABSTRAK
FAHRUL ROZI. Keragaan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN
Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh JULIA EKA ASTARINI
dan WAWAN OKTARIZA.
Bagan apung merupakan alat tangkap terbanyak kedua setelah kincang pada
tahun 2011. Jumlah alat tangkap bagan apung yang beroperasi di PPN
Palabuhanratu sebanyak 23% dari total unit alat tangkap. Pada tahun 2007 – 2010
terjadi penurunan jumlah alat tangkap sebesar 4%/tahun. Pada tahun 2011 terjadi
kenaikan kembali sebesar 12%. Hal ini terjadi karena tingkat efisiensi serta
efektivitas unit penangkapan bagan lebih tinggi dibandingkan alat tangkap
lainnya. Melalui perubahan jumlah alat tangkap tersebut dapat dilihat keragaan
unit penangkapan bagan apung dari aspek komposisi hasil tangkapan dan analisis
finansial. Komposisi hasil tangkapan bagan apung tergolong fluktuatif dan
berbeda, baik dengan menggunakan kapal maupun tanpa kapal. Dilihat dari aspek

analisis usaha, penjualan hasil tangkapan menunjukkan keuntungan rata-rata
nelayan pemilik bagan apung dengan kapal adalah Rp 22.444.017,00/tahun dan
tanpa kapal adalah Rp 18.928.250,00/tahun. Keuntungan rata-rata nelayan pemilik
bagan apung dengan kapal memperoleh pendapatan dari penyewaan kapal sebesar
Rp 120.910.444  /tahun. Berdasarkan nilai R/C dan ROI yang diperoleh
menunjukkan usaha penangkapan bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal
masih layak dilaksanakan. Jika pendapatan hanya berasal dari penyewaan kapal,
maka usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal tidak layak dilaksanakan
karena R/C sebesar 0,61 (R/C < 1). Payback period pada bagan apung dengan
kapal selama 6,99 tahun dan tanpa kapal selama 0,98 tahun. Analisis investasi
menunjukkan bahwa usaha nelayan pemilik bagan apung dengan kapal layak
untuk dilaksanakan karena NPV sebesar Rp 8.187.023,00/tahun dengan nilai Net
B/C > 1dan IRR > dari suku bunga yang ditetapkan sebesar 13 %.
Kata kunci: Analisis investasi, analisis usaha, bagan apung, komposisi
Palabuhanratu

ABSTRACT
FAHRUL ROZI. The performance of BaganApung in PPN Palabuhanratu,
Sukabumi, West Java. Supervised by JULIA EKA ASTARINI and WAWAN
OKTARIZA.

In 2011, bagan apung was the second largest fishing gear after kincang. It made
up 23% of total fishing gears in Palabuhanratu. From 2007 to 2010, the number of
the gear has decreased by 4%/year, how ever in 2011., it increased 12%. It was
because the efficiency and the effectiveness of bagan apung was higher as
compared to other gears. The change of the gear numbers, showed the
performance of bagan apung fishing unit from catches composition and financial
analysis. The catches composition of bagan apung was fluctuative and different,
either for those which use fishing vessels or not. Based on effort analysis, the
catches selling showed that the average profit for fishermen who own bagan
apung with fishing vessel was Rp 22.441.017,00/year, for while for fishermen
who own bagan apung without fishing vessel was Rp 18.928.250,00/year. The
fishermen who own bagan apung with fishing vessels earned money from vessels
renting about Rp 120.910.444/year. Based on R/C and ROI value, it can be seen
that both types of bagan apung were feasible business. If the income was only
from vessel renting, the business of bagan apung with fishing vessel was no
longer feasible since its R/C is about 0,61 (R/C 1 and IRR > 1 from interest rate at 13%.
Keywords: Investment analysis, business analysis bagan apung, catch composition
Palabuhanratu
 


KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN BAGAN APUNG
DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI
JAWA BARAT

FAHRUL ROZI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama

NIM
Program Studi

: Keragaan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN
Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat
: Fahrul Rozi
: C44080024
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si
Pembimbing I

Ir. Wawan Oktariza, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.

Ketua Departemen

Tanggal lulus :

 

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan Allah subhanahu wa ta’ala yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan
Juni 2012 ini adalah keragaan alat tangkap, dengan judul Keragaan Unit
Penangkapan Bagan apung di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu
dan memberikan masukan terutama kepada :
1. Ibu Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Ir.Wawan Oktariza, M.Si selaku dosen pembimbing II atas bimbingannya;
2. Ibu Dr. Ir Tri Wiji Nurani, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan saran;
3. Ibu Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, MT selaku komisi pendidikan yang telah
memberi masukan dan saran;

4. PPN Palabuhanratu, Kang Wahyu dan teman-teman nelayan bagan apung
yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas waktu dan ceritanya selama
penulis melakukan penelitian;
5. Ibunda Yuldaweti yang tercinta yang selalu mendengarkan keluh kesah
ananda, Ayahanda yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi,
adik-adikku tercinta Desi Rezki Amelia, Rahmat Rezki Firdaus, Indah Irma
Suryani dan Rafli Ramdhani yang selalu menghibur dengan candaannya
melalui telpon seluler dari Bukittinggi;
6. Oktavianto yang menemani penelitian hingga selesai, Iqbal yang menemani
melaut bersama nelayan bagan apung, Bayu dan Jenal atas persahabatannya
selama ini, April PSP 47 yang memberikan semangat dan pembelajaran yang
sangat berharga selama ini, Bang Nizar MSP 37 selaku murobi atas
bimbingan rohaninya beserta teman-teman mentoring MSP 45 Fauzi, Tafrani,
Haryanto, Adit, Pardi, Aang, Iman, Robin dan Bagas. Memel atas bantuan
koreksiannya dan teman-teman PSP 45 yang selalu memberikan keceriaan
dan semangat tersendiri bagi penulis dan untuk teman-teman PSP yang tidak
bisa disebutkan satu persatu seluruhnya terima kasih banyak atas
persahabatan dan pertemanannya;
7. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu per satu;

Tiada satupun yang sempurna di dunia ini. Atas segala kekurangan yang ada,
penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Fahrul Rozi

 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat

1
2
2

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh
Metode Analisis Data
Analisis Teknik
Produktivitas

Analisis Finansial
Analisis Sensitivitas

2
3
3
3
4
4
4
4
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu
Deskripsi Unit Penangkapan Bagan Apung
Nelayan
Kapal
Alat Tangkap
Daerah dan Musim Penangkapan

Metode Pengoperasian Bagan Apung
Hasil Tangkapan Bagan Apung
Produktivitas
Analisis Finansial
Analisis Usaha
Analisis Kriteria Investasi

7
8
9
9
10
12
13
14
15
16
16
23

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

34

 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis data, teknik pengambilan, dan sumber data penelitian
Perkembangan jumlah kapal, alat tangkap, nelayan, volume produksi
dan nilai produksi bagan apung di PPN Palabuhanratu tahun 2007 - 2011
Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu
Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di PPN Palabuhanratu
Jenis dan jumlah hasil tangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu
per tahun
Rata – rata produktivitas bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal
Rata – rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik
bagan apung dengan kapal
Rata – rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik
bagan apung tanpa kapal
Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung dengan
kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu
Rata-rata penerimaan per tahun nelayan pemilik bagan apung tanpa
kapal dari hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu
Rata-rata total pendapatan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal
dan tanpa kapal/tahun
Analisis usaha penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal
dan tanpa kapal
Cash flow unit penangkapan bagan apung dengan kapal

3
8
9
10
15
16
17
18
19
20
21
22
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu
Alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu
Daerah pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu

10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

 

Cash flow unit penangkapan bagan apung dengan kapal
Cash flow menggunakan harga solar non subsidi sebesar Rp 8.800
selama umur proyek
Perhitungan upah nelayan buruh dan nahkoda
Perhitungan biaya sewa kapal untuk nelayan yang tidak memiliki
kapal
Keuntungan pemilik dari biaya sewa kapal
Dokumentasi

29
31
33
33
33
34

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagan merupakan alat tangkap yang berasal dari Sulawesi Selatan dan
Tenggara dan pertama kali diperkenalkan oleh nelayan Bugis – Makasar sekitar
tahun 1950-an. Selanjutnya dalam waktu relatif singkat alat tangkap ini sudah
dikenal di seluruh Indonesia. Perkembangan bagan yang begitu pesat di perairan
Indonesia merupakan indikasi bahwa unit penangkapan bagan memiliki
karakteristik yang sesuai dengan masing-masing daerah di mana bagan
dioperasikan (Sudirman 2003).
Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok
jaring angkat (liftnet). Ada beberapa jenis bagan di Indonesia, diantaranya bagan
tancap, bagan rakit, bagan perahu dan bagan apung. Salah satu wilayah yang
mengoperasikan bagan yaitu PPN Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu merupakan
salah satu pelabuhan perikanan yang berada di Jawa Barat yang menjadi basis
perikanan tangkap bagi nelayan di Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya. Total
produksi hasil tangkapan yang terdata di PPN Palabuhanratu pada tahun 2011
sebesar 8.624.239 kg dengan nilai produksi Rp 134.311.563.002,00 yang
merupakan total nilai produksi terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya di
wilayah Sukabumi.
Unit penangkapan ikan yang dioperasikan oleh nelayan di PPN
Palabuhanratu memiliki keanekaragaman. Keberagaman alat tangkap tersebut
sesuai dengan jenis ikan yang menjadi target penangkapan, daerah penangkapan
dan teknologi penangkapan ikan. Alat tangkap ikan yang terdapat di
Palabuhanratu secara umum masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari
teknologi dalam metode penangkapannya dan karakteristik (dimensi dan desain)
alat tangkap tersebut (Tadjuddah 2009).
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang menggunakan alat bantu
lampu. Nelayan Palabuhanratu menggunakan bagan sebagai alat tangkap untuk
menangkap ikan. Dalam proses penangkapan ikan dengan bagan, atraktor cahaya
yang digunakan bertujuan mengumpulkan ikan yang mempunyai fototaksis
positif. Ikan yang bersifat fototaksis positif akan berkumpul di daerah cahaya
lampu sehingga memudahkan nelayan dalam melakukan upaya penangkapan
(Hasan 2008).
Jenis bagan yang dioperasikan di PPN Palabuhanratu yaitu bagan apung.
Bagan apung merupakan alat tangkap terbanyak kedua setelah kincang pada tahun
2011. Jumlah alat tangkap bagan apung yang beroperasi di PPN Palabuhanratu
sebanyak 270 unit atau 23% dari total 1162 unit alat tangkap, namun alat tangkap
ini cenderung mengalami penurunan dari tahun 2007-2010 sebesar 4%/tahun dan
kembali meningkat pada tahun 2011 sebesar 12% (PPN Palabuhanratu 2011).
Perubahan jumlah alat tangkap bagan apung dapat mempengaruhi jumlah
produksi hasil tangkapan yang dapat berimbas pada pengembangan usaha unit
penangkapan bagan apung. Penurunan jumlah alat tangkap bagan apung sebesar
4%/tahun pada tahun 2007-2010 mengakibatkan jumlah produksi hasil tangkapan
bagan apung juga mengalami penurunan rata-rata sebesar 15,70%/tahun.

2

Produksi hasil tangkapan bagan apung kembali meningkat pada tahun 2011
sebesar 276.431 kg atau sebesar 8,78% (PPN Palabuhanratu 2011).
Meningkatnya jumlah bagan apung pada tahun 2011 sebesar 12% diiringi
dengan meningkatnya jumlah produksi hasil tangkapan sebesar 8,78% yang
disebabkan karena tingkat efisiensi dan efektivitas unit penangkapan bagan lebih
tinggi bila dibandingkan alat tangkap lainnya. Tingginya efisiensi unit
penangkapan bagan disebabkan karena bagan tidak memerlukan bahan bakar
minyak (BBM) dalam jumlah besar untuk melakukan operasi penangkapan. Selain
itu, metode pengoperasian unit penangkapan bagan tidak rumit dan mudah
diterima oleh nelayan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamsuddin (2008)
bahwa penyesuaian alat tangkap terhadap kondisi perairan sangat mempengaruhi
hasil tangkapan, artinya upaya nelayan untuk mengoptimalkan hasil tangkapan
sangat dipengaruhi oleh sumber dana, fasilitas dan kemampuan nelayan untuk
mengoptimalkan alat tangkap tersebut.
Penurunan jumlah alat tangkap bagan apung yang cukup signifikan pada
tahun 2007-2010 dan kembali meningkat pada tahun 2011 karena banyaknya
nelayan pemilik yang berinvestasi mendorong penulis untuk mengetahui keragaan
unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu berdasarkan komposisi
hasil tangkapan dan aspek finansial.

Tujuan
1. Mengetahui keragaan unit penangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu
berdasarkan komposisi hasil tangkapan, musim dan daerah penangkapan ikan;
2. Mengetahui produktivitas alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu; dan
3. Menghitung kelayakan usaha unit penangkapan bagan apung di PPN
Palabuhanratu.

Manfaat
1. Memberikan informasi bagi nelayan mengenai keragaan unit penangkapan
bagan apung di PPN Palabuhanratu;
2. Memberikan informasi dan masukan bagi nelayan bagan apung mengenai
kelayakan unit penangkapan bagan apung; dan
3. Sebagai masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan perikanan laut di
Palabuhanratu.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 – 30 Juni 2012. Penelitian ini
dilakukan oleh penulis di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

3
 

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei yang
digunakan untuk menyurvei unit penangkapan bagan apung, pendapatan nelayan,
hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan untuk melihat keragaan alat
tangkap bagan itu sendiri. Menurut Nazir (1988), metode survei adalah suatu
metode dalam meneliti status sekelompok manusia, obyek, kondisi, sistem
pemikiran, atau peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari metode ini untuk
membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Kuesioner untuk pengumpulan data;
2. Alat tulis, alat pengukur (penggaris)/meteran; dan
3. Unit penangkapan bagan apung yang menjadi sampel penelitian.

Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh
Metode pengambilan contoh (sampling) unit penangkapan menggunakan
random sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan
yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi untuk menjadi sampel
(Cohran 1991). Metode random sampling dalam penelitian ini berdasarkan
pertimbangan yaitu terdapat unsur-unsur populasi yang telah lengkap. Banyak
sampel yang diambil di PPN Palabuhanratu melalui pengundian 30 nelayan bagan
apung dari 270 alat tangkap bagan apung. Sampel yang diambil terdiri dari 18
nelayan bagan apung yang memiliki kapal dan 12 nelayan pemilik bagan apung
yang tidak memiliki kapal. Jenis data yang diambil dalam penelitian ini disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan, dan sumber data penelitian
Jenis data
Data
Primer

Data
Sekunder

1. Aspek teknis, operasional,
dan finansial
2. Produksi dan berat hasil
tangkapan/trip
3. Nilai produksi hasil
tangkapan/trip
4. Deskripsi unit penangkapan
5. Daerah penangkapan ikan
6. Metode pengoperasian
7. Jenis dan ukuran hasil tangkapan
1. Jumlah nelayan bagan apung
2. Harga ikan per jenis ikan

Teknik
pengambilan
Wawancara dan
kuesioner
Wawancara dan
kuesioner
Wawancara dan
kuesioner
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Studi literatur
Studi literatur

Sumber data
Nelayan
Nelayan
Nelayan
Nelayan
Nelayan
Nelayan
Nelayan
PPN
Palabuhanratu
PPN
Palabuhanratu

4

Jenis data
3. Jenis hasil tangkapan
bagan apung
4. Sumberdaya ikan yang
menjadi target tangkapan

Teknik
pengambilan
Studi literatur
Studi literatur

Sumber data
PPN
Palabuhanratu
PPN
Palabuhanratu

Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah karena
analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah
dipahami dan diinterpretasikan (Nazir 1984). Data dan informasi yang terkumpul
lalu dianalisis berdasarkan analisis teknik dan kesejahteraan.
Analisis teknik
Pengkajian aspek teknis diperlukan untuk melihat hasil tangkapan unit
penangkapan bagan di sekitar perairan Palabuhanratu. Aspek teknik merupakan
aspek yang berhubungan dengan pengoperasian penangkapan ikan meliputi proses
produksi, karakteristik produksi, sistem usaha dan lokasi unit produksi (Nurani et
al. 1997) vide Mahardika (2008). Analisis teknik pada penelitian ini dilakukan
dengan menganalisis secara deskriptif tiap unit penangkapan bagan dan hasil
tangkapan.
Produktivitas
Pengukuran produktivitas alat tangkap bagan apung menurut Choliq dan
Sofyan (1994) meliputi produktivitas per alat tangkap, per orang, dan per trip
penangkapan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
¾ Produktivitas per unit per trip =

¾ Produktivitas/ABK/ trip =
¾ Produktivitas per trip =

(kg/unit/trip) ...... (1)

(kg/orang/trip) ............................ (2)
(kg/tri ) .......................... (3)

Analisis finansial
Analisis aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bisnis bertujuan
untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang
diharapkan. Perhitungan dilakukan dengan membandingkan antara pengeluaran
dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek
untuk membayar kembali proyek tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan
menilai apakah proyek dapat berkembang terus (Umar 2003).
Kelayakan suatu usaha menurut Kadariah et al. (1999) perlu dilakukan untuk
pengujian melalui analisis finansial. Analisis finansial digunakan untuk
menentukan kelayakan usaha yang dilihat dari sudut pandang badan-badan atau
orang-orang yang menanam modalnya serta yang berkepentingan langsung pada

5
 

suatu kegiatan usaha. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan
analisis kriteria investasi.
1. Analisis usaha
Analisis usaha menurut Soekartawi (2003) dimaksudkan untuk mengetahui
kekuatan pengelolaan secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan. Komponen
yang digunakan dalam analisis usaha adalah penerimaaan usaha, pengeluaran
usaha dan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha. Pendapatan (keuntungan)
adalah penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi biaya total (Total Cost =
TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga per satuan
sejumlah output tertentu. Biaya total adalah seluruh yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah output tertentu (Sugiarto et al. 2002).
1) Analisis pendapatan usaha
Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data
kuantitatif dengan rumus pendapatan (Soekartawi 2003), yaitu :
π = TR-TC ................................................... (4)
Keterangan:
π
: Keuntungan (Rupiah)
TR
: Total Penerimaan (Rupiah)
TC
: Total Biaya (Rupiah)
Kriteria analisis pendapatan usaha :
TR > TC
:Usaha mengalami keuntungan, sehingga usaha tersebut layak untuk
dilanjutkan.
TR < TC
:Usaha mengalami kerugian, sehingga usaha tersebut tidak layak untuk
dilanjutkan.
TR = TC
:Usaha impas, sehingga usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (pada
titik impasnya).

2) Analisis biaya imbangan penerimaan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang
diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu apakah cukup
menguntungkan atau tidak.
Secara matematis analisis biaya imbangan
dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 2003):
R/C =

.................................................. (5)

Keterangan:
TR
= Total Revenue atau Penerimaan total (Rupiah)
TC
= Total Cost atau Biaya Total (Rupiah)
Kriteria biaya imbangan penerimaan :
- R/C > 1, Usaha menguntungkan, sehingga layak untuk dilanjutkan;
- R/C = 1, Usaha impas;
- R/C < 1, Usaha rugi, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan.

3) Payback period (PP)
Payback period merupakan lama waktu yang dibutuhkan usaha untuk
menghasilkan arus kas yang cukup untuk membayar pengeluaran awal. Metode
payback period menurut Soekartawi (2003) secara sistematis dinyatakan dalam
rumus sebagai berikut :
Payback Period =

x 1 tahun ................... (6)

6

4) Analisis tingkat pengembalian investasi (Return of Investment Analysis)
Analisis Return of Investment Analysis (ROI) menurut Soekartawi (2003),
merupakan alat analisis usaha yang digunakan untuk mengetahui berapa persen
kemungkinan pengambilan keputusan dari investasi yang ditanamkan dengan
asumsi bahwa pendapatan setiap bulan atau tahun tetap. Persamaan yang
digunakan adalah :
x 100% ............................. (7)

ROI =

2. Analisis kriteria investasi
Analisis kriteria investasi merupakan indeks yang digunakan untuk mencari
suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu proyek. Kriteria investasi
menggunakan present value yang telah di discount dari arus-arus benefit dan
biaya selama umur proyek (Kadariah et al. 1999). Analisis kriteria investasi yang
digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan
Internal Rate of Return (IRR) menggunakan cash flow.
1) Net Present Value (NPV)
Net Present Value menurut Soekartawi (2003) merupakan selisih antara
present value dari benefit dan present value dari biaya. Penilaian kelayakan
investasi dengan menggunakan metode ini digunakan sebagai alat bantu dalam
penilaian ivestasi (Arifin 2007). Rumusnya adalah :

..................................... (8)
Keterangan:
NPV
: Net Present Value
Bt
: Benefit dari suatu proyek pada tahun ke-t
Ct
: Biaya dari suatu proyek pada tahun ke-t
i
: Tingkat suku bunga yang berlaku
t
: Periode investasi (t = 0,1,2,3,4,.......,n)
n
: Umur ekonomis proyek
Kriteria NPV :
- Jika NPV > 0, maka proyek diterima;
- Jika NPV = 0, maka proyek tersebut mengembalikan persis sebesar uang yang
ditanamkan ;
- Jika NPV < 0, maka proyek ditolak.

2) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return menurut Soekartawi (2003), diartikan sebagai
tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek asal setiap benefit
bersih yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali dalam tahun berikutnya
dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama yang diberi bunga selama sisa
proyek. Perhitungan IRR bertujuan untuk mengetahui persentase keuntungan dari
suatu proyek tiap tahunnya. Rumusnya yaitu :

 
...................... (10)

7
 
Keterangan:
IRR
= Internal Rate of Return
i (+)
= Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
i (-)
= Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV (+) = NPV bernilai positif
NPV (-) = NPV bernilai negatif
Kriteria IRR:
- Jika IRR
> tingkat suku bunga berlaku, maka usaha layak dilaksanakan;
- Jika IRR < tingkat suku bunga berlaku, maka usaha tidak layak dilaksanakan.

3) Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit-Cost Ratio menurut Soekartawi (2003) merupakan perbandingan
antara NPV total dari benefit bersih terhadap NPV total dari biaya bersih,
rumusnya yaitu :
.......... Bt – Ct > 0
.......... Ct – Bt < 0

............... (11)

Kriteria Net B/C :
- Jika Net B/C > 1, maka usaha layak dijalankan;
- Jika Net B/C < 1, maka usaha tidak layak dijalankan.

4) Cash flow
Cash flow merupakan arus manfaat bersih sebagai akibat dari pengurangan
biaya bersih selama tahun proyek yang digunakan dalam menentukan kriteria
investasi. Penyusunan cash flow menggunakan beberapa asumsi untuk membatasi
permasalahan yang ada. Pada perhitungan cash flow ini, cash flow unit
penangkapan bagan apung tanpa kapal tidak dihitung.
Analisis sensitivitas
Analisis sensitivitas menurut Kadariah et al. (1999) bertujuan untuk melihat
apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau
perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Ada tiga hal yang
perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas yaitu:
1. Terdapatnya cost overrun, umpamanya kenaikan dalam biaya konstruksi.
Biasanya pada proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar kembali;
2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum,
umpamanya penurunan harga hasil produksi; dan
3. Mundurnya waktu implementasi
Perubahan yang kemungkinan dapat mempengaruhi usaha penangkapan
dengan unit penangkapan bagan apung, yaitu harga bahan bakar minyak (BBM).
Kebutuhan solar nelayan palabuhanratu skala usaha mikro dan kecil merupakan
komponen yang sangat penting dalam menjalankan kegiatan penangkapannya. Hal
ini kerena komponen biaya BBM berkisar antara 40-60% dari seluruh biaya
operasional penangkapan ikan (Luhur 2012). Selain itu, BBM merupakan biaya
variabel yang cenderung mengalami kenaikan harga, sehingga komponen tersebut
dianggap peka terhadap kelayakan usaha penangkapan bagan apung.
Analisis sensitivitas menggunakan harga solar non subsidi per tahun yang
ditetapkan PT.Pertamina dengan harga Rp 8.800/liter untuk wilayah Jawa Barat.
Penggunaan solar non subsidi didasarkan pada ambang batas maksimal harga
solar karena harga solar non subsidi selalu diatas rata-rata harga solar subsidi.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Unit Penangkapan Bagan Apung di PPN Palabuhanratu
Pada alat tangkap bagan apung perkembangan unit penangkapan bagan
apung dapat mempengaruhi volume dan nilai produksi bagan apung. Pada Tabel 2
terlihat bahwa pada tahun 2007-2010 jumlah unit penangkapan bagan apung
mengalami penurunan yang juga diikuti penurunan volume produksi bagan apung.
Pada tahun 2011 jumlah unit penangkapan bagan mengalami kenaikan lagi,
sehingga volume produksi juga ikut meningkat. Jumlah kapal juga menurun pada
tahun 2007-2009 dan 2010-2011, tetapi tidak mempengaruhi volume produksi
hasil tangkapan karena kapal bagan apung tidak digunakan secara langsung untuk
operasi penangkapan, namun hanya digunakan sebagai alat untuk mengangkut
ABK dan hasil tangkapan.
Pada Tabel 2 juga terlihat bahwa pada tahun 2007-2008 juga dapat dilihat
jumlah nelayan bagan apung mengalami peningkatan, sedangkan 2008-2010
jumlah nelayan selalu menurun dan meningkat lagi pada tahun 2011. Namun
demikian, jumlah nelayan tersebut tidak mempengaruhi nilai produksi hasil
tangkapan bagan apung.
Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal, alat tangkap, nelayan, volume produksi dan
nilai produksi bagan apung di PPN Palabuhanratu tahun 2007-2011.
Tahun

Jumlah
kapal
(unit)

Jumlah
bagan
apung (unit)

Jumlah
nelayan
(orang)

Volume
produksi
(kg)

Nilai produksi
(Rp)

2007
2008
2009
2010
2011

19
14
12
20
18

267
200
164
145
270

305
334
292
290
306

1.149.534
475.972
299.553
76.365
276.431

2.451.811.850
1.427.077.400
1.543.421.940
286.129.000
1.359.863.868

Harga rata-rata
hasil
tangkapan
(Rp/kg)
2.132,87
2.998,24
5.152,42
3.746,86
4.919,36

Deskripsi Unit Penangkapan Bagan Apung
Nelayan
Nelayan bagan yaitu orang yang mengoperasikan bagan, umumnya hanya
satu orang dalam satu bagan. Secara umum, ada dua kategori nelayan bagan,yaitu
nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik disebut sebagai juragan,
yaitu orang yang memiliki alat tangkap bagan. Nelayan buruh adalah nelayan
yang mengoperasikan bagan dengan sistem bagi hasil (Effendi 2002). Nelayan
bagan apung di Palabuhanratu terdiri dari nelayan pemilik bagan apung dengan
kapal, nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal dan nelayan buruh yang rata-rata
berpendidikan SD.
Nelayan pemilik bagan apung dengan kapal disini maksudnya adalah nelayan
yang memiliki bagan apung dan kapal angkut bagan apung. Nelayan pemilik
bagan apung tanpa kapal maksudnya adalah nelayan yang hanya memiliki bagan
apung dan tidak memiliki kapal angkut sendiri, akan tetapi menyewa secara
berlangganan kepada nelayan pemilik bagan apung dengan kapal. Nelayan

9
 

pemilik bagan apung tanpa kapal menyewa atau membayar upah kepada nelayan
pemilik bagan apung dengan kapal sebesar 30% dari nilai hasil tangkapan, namun
jika nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal tersebut tidak memperoleh hasil
tangkapan, maka tidak perlu membayar sewa kapal. Nelayan buruh maksudnya
adalah nelayan yang bekerja pada nelayan bagan apung yang memiliki kapal.
Nelayan buruh menuju fishing ground juga menggunakan kapal milik majikannya
dan membayar sewa kapal kepada nahkoda sebesar 30%, dimana 30% tersebut
merupakan pendapatan nahkoda, sedangkan majikannya tersebut dapat bagi hasil
dari nelayan buruh sebesar 50%. Nelayan pemilik di Palabuhanratu rata-rata
memiliki 1-2 bagan apung.
Nelayan bagan apung di Palabuhanratu sebagian besar adalah nelayan
sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk
melaut. Jika mulai musim barat, maka nelayan tidak melaut dan beralih ke
pekerjaan lain karena pada musim barat terdapat gelombang yang tinggi sehingga
mengganggu aktivitas nelayan untuk melaut. Sebagian besar nelayan bekerja di
bidang pertanian jika tidak melaut. Jika musim selatan sudah tiba maka nelayan
bagan apung mulai melakukan aktivitas penangkapan lagi. Nelayan bagan apung
di Palabuhanratu rata-rata melakukan penangkapan 25 trip/bulan. Bagan apung
dioperasikan oleh 1-2 orang nelayan. Rata-rata 1 alat tangkap bagan apung
dioperasikan oleh 1 orang nelayan, bila 1 bagan apung terdapat 2 orang, maka 1
orang lagi tidak memperoleh bagi hasil. Nelayan bagan apung mulai berkumpul di
darmaga pukul 15.00 WIB yang dicirikan dengan meninjing ember bekas kaleng
cat berisi perlengkapan melaut dan lampu.
Kapal
Kapal atau perahu yang digunakan pada alat tangkap bagan apung berfungsi
sebagai alat transportasi dari fishing base atau TPI ke fishing ground dan
sebaliknya (Effendi 2002). Berikut spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di
PPN Palabuhanratu yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu
Spesifikasi teknis

Ukuran/jumlah

1. Ukuran

6 GT

2. Panjang

10 m

3. Lebar

2,6 m

4. Tinggi

1,2 m

5. Bahan badan kapal

Kayu

6. Jenis mesin kapal

Yanmar

7. Kekuatan mesin kapal

33 HP

8. Rata-rata jumlah nelayan yang diangkut

8 orang

9. Rata-rata maksimum daya angkut hasil tangkapan

4 ton

Kapal yang mengangkut nelayan bagan apung sudah ditentukan kapalnya
masing-masing dan berlangganan, sehingga nelayan tidak perlu berebutan untuk
naik kapal menuju bagan apungnya. Kapal bagan apung juga berfungsi untuk
memindahkan alat tangkap bagan apung langganannya yang ingin memindahkan
alat tangkapnya ke daerah penangkapan lain.

10

Kapal pengangkut nelayan bagan apung terdiri dari 1 orang ABK dan 1
orang nahkoda kapal. Konstruksi bentuk kapal angkut bagan apung sangat
sederhana (Gambar 1) yang hanya terdiri dari palka yang berisi keranjangkeranjang nelayan bagan apung untuk menaruh hasil tangkapan dan ruang kemudi
kapal.

Gambar 1 Kapal angkut bagan apung di PPN Palabuhanratu
Alat tangkap
Bagan apung di Palabuhanratu dikenal dengan sebutan “Bagang”. Berikut
spesifikasi teknis alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu dapat dilihat
pada Tabel 4. Dari tabel juga dapat dilihat konstruksi alat tangkap bagan apung di
PPN Palabuhanratu pada Gambar 2.
Tabel 4 Spesifikasi teknis bagan apung yang beroperasi di Palabuhanratu
Spesifikasi teknis

Ukuran/jumlah

1. Jumlah bambu
2. Ukuran bambu (diameter)
a. Bambu betung
b. Bambu biasa
3. Ukuran bagan
4. Ukuran waring
5. Ukuran mata waring
6. Ukuran rumah bagan
7. Jumlah lampu
8. Daya lampu
9. Daya mesin genset

100 buah
10 cm
10 cm
5 cm
9mx9m
8mx8m
0,5 inci
3mx3m
6 - 8 buah
56 Watt
1000 Watt

10. Jenis tali pengikat antar bambu
11. Ukuran tali pengikat antar bambu

PE
0,6 - 1 inci

11
 

Gambar 2 Alat tangkap bagan apung di PPN Palabuhanratu
Bagan apung di Palabuhanratu mempunyai konstruksi yang hampir sama
dengan bagan tancap, perbedaannya adalah bagan apung dapat dipindah-pindah
(dioperasikan pada berbagai tempat) dengan ditarik menggunakan perahu. Bagan
apung dibuat dari rangkaian atau susunan bambu berbentuk segi empat, pada
bagian tengah dari bangunan bagan dipasang jaring yang ukurannya 1 meter lebih
kecil dari bangunan bagan.
Pada dasarnya alat tangkap bagan apung terdiri dari bambu, jaring yang
berbentuk persegi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu.
Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu yang melintang dan menyilang
dengan maksud untuk memperkuat berdirinya bagan. Pada bagian tengah
bangunan bagan apung terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat
istirahat dan tempat untuk melihat keberadaan ikan. Pada bagian atas bagan juga
terdapat roller yang berfungsi untuk menarik atau menurunakan jaring (waring)
saat setting. Pada bagian bawah bangunan bagan terdapat lampu.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Subani dan Barus (1989) alat tangkap
bagan apung terdiri dari bambu dan lampu, di atas bangunan bagan juga terdapat
roller (sejenis pemutar) dari bambu yang berfungsi untuk menarik jarring.
Umumnya alat tangkap ini berukuran 8 x 8 meter. Jaring yang digunakan adalah
jaring yang disebut dengan Waring dengan mata jaring 0.4 inch dengan posisi
terletak pada bagian bawah bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu
yang berbentuk segi empat.
Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada ke empat sisinya
yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada keempat sisi jaring diberi pemberat
yang berfungsi untuk menenggelamkan jaring dan memberikan posisi jaring yang

12

baik selama dalam air. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran
bangunan bagan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat beberapa perbedaan
dengan pernyataan Subani dan Barus (1989), hal itu terlihat dari ukuran jaring
(waring). Ukuran jaring (waring) alat tangkap bagan apung di Palabuhanratu
sebesar 0,5 inch dan ukuran bagan 9 x 9 meter.

Daerah dan Musim Penangkapan Ikan
Bagan apung yang dioperasikan oleh nelayan berada di sekitar Teluk
Palabuhanratu yang ditempuh dalam 2-3 jam perjalanan atau sekitar 25 mil laut
dari fishing base (PPN Palabuhanratu). Daerah pengoperasian bagan apung dapat
dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Daerah pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu
Pada penelitian ini alat tangkap bagan apung yang beroperasi di
Palabuhanratu dapat dipindah-pindahkan. Perpindahan bagan apung di PPN
Palabuhanratu tergantung dari bagan apung lainnya karena nelayan memindahkan
alat tangkapnya dengan melihat jumlah hasil tangkapan bagan apung lainnya.
Jika hasil tangkapan salah satu alat tangkap banyak, maka nelayan yang lainnya
mengikuti ke tempat nelayan yang memperoleh hasil tangkapan banyak tersebut.
Perpindahan dalam penempatan bagan apung ditarik oleh kapal angkut bagan
apung, tetapi pengoperasiannya masih tetap di sekitar Teluk Palabuhanratu. Alat
tangkap bagan apung dipindahkan oleh kapal langganannya. Sebelum bagan
apung dipindahkan, nelayan bagan apung menghubungi nelayan pemilik bagan
apung dengan kapal langganannya beberapa hari sebelumnya untuk memindahkan
alat tangkapnya. Alat tangkap bagan apung yang dipindahkan biasanya pada saat
pagi atau siang hari. Daerah penempatan bagan apung yang dipindahkan oleh
nelayan biasanya berdasarkan pada panjang jangkar yang dimiliki atau terletak
pada perairan dangkal atau di daerah teluk dengan kedalaman rata-rata sekitar 10
m.

13
 

Pengoperasian bagan apung dilakukan rata-rata sebanyak 25 trip/bulan
selama 4 bulan dalam 1 tahun, yaitu pada musim selatan (Juni-September). Pada
musim barat (Oktober – Mei) nelayan bagan apung tidak melakukan operasi
penangkapan ikan karena pengaruh gelombang. Alat tangkap bagan apung yang
tidak dioperasikan karena pengaruh musim tetap dibiarkan di daerah
penangkapan. Selama alat tangkap di daerah penangkapan dan nelayan tidak
melakukan operasi penangkapan, maka nelayan bagan apung hanya melakukan
pengecekan terhadap alat tangkapnya masing-masing. Pengecekan bagan apung di
laut oleh nelayan biasanya dilakukan 1 kali/2 minggu.

Metode Pengoperasian Bagan Apung
Metode pengoperasian bagan apung di Palabuhanratu yang dilakukan
penulis cenderung sama secara teknis dengan metode pengoperasian bagan apung
yang dilakukan oleh Zulkarnain (1997). Namun, terdapat beberapa perbedaan.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari lampu dan genset yang digunakan. Pada saat
penelitian dilaksanakan oleh penulis, nelayan bagan apung menggunakan lampu
neon masing-masing berkekuatan 56 watt dan mesin genset untuk menghidupkan
lampu sebesar 1000 watt. Pada penelitian Zulkarnain tahun 1997, lampu yang
digunakan masih lampu petromaks dan lampu celup bawah air dan generator.
Metode pengoperasian bagan apung di PPN Palabuhanrau terdiri dari 6 tahap,
yaitu :
1. Persiapan menuju fishing ground.
Sebelum melakukan operasi penangkapan, nelayan menyiapkan kebutuhan
perbekalan seperti air tawar, bahan makanan, solar, oli, lampu, genset dan
persiapan lainnya yang dianggap penting agar kegiatan operasi penangkapan ikan
dapat berjalan dengan lancar. Nelayan melakukan persiapan perbekalan
dirumahnya masing-masing selama 1 jam. Perbekalan yang telah dipersiapkan
dimasukkan ke dalam ember kaleng cat bekas. Nelayan membawa ember kaleng
cat yang telah lengkap dengan perbekalan ke dermaga sambil menunggu
pemberangkatan menuju fishing ground masing-masing sekitar pukul 15.00 WIB.
Perjalanan menuju fishing ground masing-masing + 2 – 3 jam.
2. Persiapan setting
Setelah sampai di fishing ground, nelayan melakukan persiapan + 1 jam
untuk pengisian bahan bakar pada genset, memasang lampu, memasang instalasi
listrik pada genset untuk menghidupkan lampu.
3. Setting
Sebelum hari gelap jaring diturunkan terlebih dahulu. Jaring diturunkan pada
pukul 18.00 WIB. Penurunan jaring dilakukan dengan mengulur tali pada roller
penarik dan menurunkan jaring pada kedalaman tertentu. Selanjutnya lampu
dinyalakan menggunakan mesin genset agar ikan berkumpul di sekitar lampu.
Jarak antara lampu dengan perairan 3 meter. Persiapan setting dilakukan selama +
1 jam.
4. Pengamatan keberadaan ikan
Selanjutnya nelayan melakukan pengamatan melalui rumah bagan untuk
melihat adanya tanda-tanda keberadaan ikan di sekitar bagan. Lamanya jaring di

14

perairan tergantung dari banyaknya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.
Biasanya lamanya jaring di perairan + 3 jam.
Setelah diperkirakan ikan banyak berkumpul di sekitar lampu, maka lampu
dimatikan satu persatu sehingga hanya satu lampu dibagian tengah bagan yang
hidup. Hal ini bertujuan agar ikan yang berkumpul terfokus pada satu cahaya
lampu saja.
5. Hauling
Setelah ikan terfokus pada satu cahaya lampu saja, maka langkah
selanjutnya mengangkat jaring bagan dengan memutar roller untuk menarik atau
mengangkat jaring ke permukaan. Roller diputar perlahan-lahan agar jaring yang
terangkat tidak terlalu menimbulkan bunyi yang keras karena bergesekan dengan
air yang akan menyebabkan gerakan air lebih cepat dan bergelombang sehingga
hal tersebut dapat mengejutkan ikan. Namun gerakan roller akan diputar secepat
mungkin saat jaring semakin semakin dekat ke permukaan air, sehingga ikan tidak
sempat meloloskan diri saat melihat keberadaan jaring. Roller terus diputar
sampai bingkai jaring menyentuh penyekat, kemudian bingkai jaring diikatkan
pada penyekat.
6. Brailing
Hasil tangkapan yang telah terkumpul dijaring disortir berdasarkan jenis
ikan dan ukuran ikan dan dikumpulkan dengan bantuan serok untuk dipindahkan
ke dalam keranjang-keranjang yang telah dipersiapkan. Keranjang yang yang
dipersiapkan oleh masing-masing nelayan bagan apung berjumlah 30
keranjang/bagan apung. Penyortiran ikan biasanya dibutuhkan waktu selama + 1
jam. Setelah penyortiran selesai maka melepaskan jaring yang telah diangkat
tersebut untuk diturunkan ke perairan dan dipersiapkan kembali untuk melakukan
setting selanjutnya. Pengangkatan jaring selama pengoperasian bagan apung
dilakukan sebanyak 3-4 kali/malam dan nelayan kembali menuju fishing base
pada pukul 04.00 WIB.

Hasil Tangkapan Bagan Apung
Hasil tangkapan bagan apung pada umumnya adalah jenis-jenis pelagis kecil
seperti ikan teri (Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), tembang (Sardinella
fimbriata), pepetek (Leiognathus sp), sotong (sepia sp), dan kembung
(Rastrelliger spp). Hasil tangkapan sampingan bagan apung antara lain layur
(Trichiurus savala) dan tongkol (Auxis thazard) (Subani dan Barus 1989).
Hasil tangkapan bagan apung di Palabuhanratu terdiri dari lisong (Auxis
rochei), layang deles (Decapterus spp), cumi-cumi (Loligo sp), kembung
(Rastrelliger spp), pepetek (Leiognatus sp), layur (Trichiurus savala), teri
(Stolephorus sp), tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan lainnya. Hasil
tangkapan oleh nelayan bagan apung di PPN Palabuhanratu hampir semuanya
dimanfaatkan oleh nelayan dan hanya sedikit yang tidak dimanfaatkan oleh
nelayan.
Hasil tangkapan yang tertangkap biasanya dimanfaatkan oleh nelayan dengan
dijual dan dikonsumsi sendiri. Secara keseluruhan hasil tangkapan nelayan bagan
apung di PPN Palabuhanratu sebagian besar dimanfaatkan oleh nelayan. Hasil
tangkapan utama yang dimanfaatkan mencapai 99,67% dan yang tidak

15
 

dimanfaatkan sebesar 0,33% dari total yang dijual dan dikonsumsi sendiri. Hasil
tangkapan sampingan yang dimanfaatkan sebesar 0,22% dari total hasil tangkapan
sampingan yang tertangkap (Yuda et al. 2012).
Komposisi hasil tangkapan antara nelayan pemilik bagan apung dengan
kapal dan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal memiliki komposisi hasil
tangkapan yang berbeda (Tabel 5).
Tabel 5 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bagan apung di PPN Palabuhanratu per
tahun
Jenis Ikan

Nama Ilmiah

1. Lisong
2. Layang deles
3. Cumi-cumi
4. Kembung
5. Pepetek
6. Layur
7. Teri
8. Tembang
9. Ikan lainnya

Auxis rochei
Decapterus spp.
Loligo sp.
Rastrelliger spp.
Leiognatus sp.
Trichiurus savala
Stolephorus sp.
Sardinella fimbriata
Jumlah

Jumlah hasil tangkapan nelayan pemilik bagan
apung
Dengan kapal
Tanpa kapal
Jumlah Persentase
Jumlah Persentase
   (kg)
(kg)
(%)
(%)
5.400
17,47
1.760
16,89
10.000
32,31
3.000
28,79
800
2,58
160
1,53
1.000
3,23
600
5,76
4.650
15,02
1.700
16,31
1.600
5,16
600
5,76
4.800
15.51
1.600
15,35
1.500
4,84
500
4,79
1.200
3,87
500
4,79
30.950

100

10.420

100

Pada Tabel 5 dapat dilihat jenis hasil tangkapan nelayan pemilik bagan
apung dengan kapal maupun tanpa kapal di PPN Palabuhanratu sama, tetapi
memiliki perbedaan jumlah atau persentase hasil tangkapan karena nelayan
pemilik bagan apung dengan kapal rata-rata memiliki 2 alat tangkap bagan apung.
Nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal rata-rata hanya memiliki 1 alat tangkap
bagan apung saja.
Pada Tabel 5 dapat juga dilihat jenis ikan yang dominan tertangkap untuk nelayan
pemilik bagan apung dengan kapal dalam penelitian ini yaitu ikan layang deles
(Decapterus spp) dengan jumlah hasil tangkapan sebesar 10.000 kg (32,31%).
Hasil tangkapan dominan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal yaitu layang
deles (Decapterus spp) sebesar 3.000 kg (28,79%). Hasil tangkapan yang paling
sedikit pada nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa kapal yaitu
cumi-cumi (Loligo sp) berturut-turut sebesar 800 kg (2,58%) dan 160 kg (1,53%).

Produktivitas
Produktivitas nelayan pemilik bagan apung dengan kapal maupun tanpa
kapal di PPN Palabuhanratu berbeda karena jumlah alat tangkap dan jumlah
produksi untuk masing-masing bagan apung berbeda. Jumlah alat tangkap yang
dioperasikan oleh nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebanyak 2 unit.
Jumlah alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan pemilik bagan apung tanpa
kapal sebanyak 1 unit.

16

Perbedaan jumlah unit alat tangkap yang dioperasikan tersebut dapat
berpengaruh kepada jumlah produksi hasil tangkapan. Jumlah produksi hasil
tangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar 30.950 kg. Jumlah
produksi hasil tangkapan nelayan pemilik bagan apung tanpa kapal sebesar 10.420
kg. Produktivitas alat tangkap bagan apung dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Rata - rata produktivitas bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal
Unit penangkapan
bagan apung

dengan kapal

tanpa kapal

Perhitungan

Produktivitas

Jumlah produksi/jumlah
unit alat tangkap

30.950 kg/18 unit

Jumlah produksi/nelayan

30.950 kg/36 orang

Jumlah produksi/trip
Jumlah produksi/jumlah
unit alat tangkap

30.950 kg/25 trip
10.420 kg/12 unit

868,33 kg/unit/trip

Jumlah produksi/nelayan

10.420 kg/12 orang

868,33 kg/orang/trip

Jumlah produksi/trip

10.420 kg/25 trip

416,8 kg/trip

1719,44 kg/unit/trip
859,72 kg/orang/trip
1.238 kg/trip

Pada Tabel 6 dapat dilihat rata – rata produktivitas bagan apung dengan
kapal cenderung lebih besar dibandingkan dengan produktivitas bagan apung
tanpa kapal. Hal itu karena jumlah produksi hasil tangkapan nelayan pemilik
bagan apung dengan kapal cenderung lebih besar. Produksi per nelayan bagan
apung dengan kapal sebesar 859,72 kg/orang/trip lebih kecil dibandingkan dengan
produktivitas produksi per nelayan bagan apung tanpa kapal sebesar 868,33
kg/unit/trip. Hal itu karena perbedaan jumlah nelayan pemilik bagan apung
dengan kapal sebanyak 2 orang lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik
bagan apung tanpa kapal sebanyak 1 orang yang digunakan sebagai pembagi pada
produktivitas nelayan.

Analisis Finansial
Analisis finansial alat tangkap bagan apung di Palabuhanratu dilihat dari
segi analisis usaha dan analisis investasi. Analisis finansial terdiri dari dua
perhitungan yaitu, perhitungan analisis finansial unit penangkapan bagan apung
dan unit penangkapan bagan apung tanpa kapal.
Analisis usaha
Analisis usaha dalam perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang akan dicapai pada periode atau waktu
tertentu (misalnya satu tahun). Dalam analisis usaha dilakukan analisis
keuntungan, imbangan penerimaan dan biaya, payback period dan ROI.
1. Keuntungan
Keuntungan dalam usaha penangkapan diperoleh dari penerimaan (TR
dikurangi dengan biaya total (TC).
1) Biaya
Biaya – biaya yang diperlukan untuk perhitungan analisis usaha dalam usaha
perikanan bagan apung dengan kapal dan tanpa kapal terdiri dari biaya investasi,
biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap,

17
 

tidak dipengaruhi oleh perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan keluaran
atau produk di dalam interval tertentu. Biaya variabel adalah biaya yang
jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi (Umar 2003).
(1) Biaya bagan apung dengan kapal
Total biaya investasi yang diperlukan nelayan pemilik bagan apung dengan
kapal dalam usaha penangkapan sebesar Rp 157.020.000,00, terdiri atas kapal,
mesin, bagan apung, genset, lampu dan keranjang (Tabel 7). Besarnya biaya
investasi merupakan nilai investasi rata-rata responden yang ditanamkan pada
usaha unit penangkapan bagan apung dengan kapal di PPN Palabuhanratu.
Tabel 7 Rata-rata nilai investasi, biaya tetap dan tidak tetap nelayan pemilik
bagan apung dengan kapal
Uraian

Satuan

Nilai (Rp)

A. Investasi
Kapal

1 unit (7 tahun)

100.000.000

Mesin

1 buah (3 tahun)

20.000.000

Bagan apung

2 unit (1 tahun)

30.000.000

Genset

2 buah (1 tahun)

5.000.000

Lampu

16 buah (1 tahun)

1.600.000

Keranjang

60 buah (1 tahun)

420.000

Total Investasi

157.020.000

B. Biaya tetap
1. Bagan apung

2 unit

30.000.000

2. Mesin listrik

2 buah

5.000.000

3. Lampu

16 buah

1.600.000

4. Keranjang

60 buah

5. Penyusutan kapal

1 unit

7.142.857

6. Penyusutan mesin

1 unit

5.000.000

7. Pemeliharaan bagan apung

2 unit

5.000.000

8. Pemeliharaan kapal

1 unit

5.000.000

9. Pemeliharaan mesin

1 unit

1.000.000

10. Pemeliharaan genset

2 unit

500.000

11. Biaya tambat

1 tahun

200.000

12. SIUP

1 tahun

50.000

Total biaya tetap (b)

420.000

60.912.857

C. Biaya tidak tetap
1. Solar 65 liter x 25 trip x Rp 4.500/liter x 4 bulan

1 tahun

29.250.000

2. Oli 2,75 liter x 25 trip x Rp 30.000/liter x 4 bulan

1 tahun

8.250.000

3. Konsumsi nelayan 2 org x 25 trip x Rp 25.000 x 4 bulan

1 tahun

5.000.000

4. Retribusi (5% dari total pendapatan)

1 tahun

11.011.250

5. Upah nelayan buruh (2 orang)

1 tahun

58.349.813

6. Upah nahkoda (2 orang)

1 tahun

25.007.063

Total biaya tidak tetap (c)

136.868.126

Total biaya (b + c)

197.780.983

18

Pada tabel 7 di atas dapat dilihat rata-rata biaya tetap dalam usaha
penangkapan nelayan pemilik bagan apung dengan kapal sebesar Rp
60.912.857,00/tahun, terdiri atas bagan apung, genset, lampu, keranjang,
penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan genset, penyusutan bagan
apung, penyusutan lampu, penyusutan keranjang, pemeliharaan kapal,
pemeliharaa