Pelestarian Ekosistem Mangrove Pada Daerah Perlindungan Laut Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE
PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO
KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN
PROVINSI SULAWESI UTARA

JOSHIAN NICOLAS WILLIAM SCHADUW

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

ii

ABSTRACT
JOSHIAN N.W. SCHADUW, Mangrove Ecosystem Continuation in Marine Protected
Area, Blongko Village. Sinonsayang District. South Minahasa. North Sulawesi.
Supervised by M. F. RAHARDJO and ISDRADJAD SETYOBUDIANDI
Mangrove ecosystem in Blongko village has many functions for coastal area.
This research aim to describe about potential and existing condition of mangrove
ecosystem and also to give directive policy strategic for conservation mangrove

ecosystem in this area.This research use primary and secondary data. Primer data
gathering done by sampling, field observation, quistioner, and open interview ended and
in-depth interview in the research area. Secondary data gathering by unravel various
literature, and related institution. In determination of policy strategic directive it uses an
sustainable development indicator mangrove ecosystem resources seen threat, factor, and
constraint causing degradation mangrove ecosystem. Passing this analysis got three
strategy of continuation of mangrove ecosystem, that is : increase of human resources
quality, protection and continuation of mangrove ecosystem, and low and institution
reinforcement. This strategy expected can depress degradation in mangrove ecosystem.

RINGKASAN
JOSHIAN N. W. SCHADUW, Pelestarian Ekosistem Mangrove Pada Daerah
Perlindungan Laut Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa
Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Dibimbing oleh M. F. RAHARDJO dan
ISDRADJAD SETYOBUDIANDI.
Sumberdaya pesisir dan lautan di Desa Blongko memiliki potensi yang besar
untuk dikembangkan. Sumberdaya ini mendukung kawasan yang ada disekitarnya
dan mempunyai peran yang besar terhadap kelangsungan hidup biota di kawasan
pesisir. Degradasi kawasan mangrove desa ini disebabkan oleh kegiatan
antropogenik yang mengeksploitasi ekosistem mangrove tanpa memperhitungkan

daya dukung kawasan mangrove itu sendiri.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi dan potensi yang ada
pada ekosistem mangrove Desa Blongko serta menciptakan strategi pelestarian
ekosistem mangrove. Pentingnya mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi
tujuan penelitian tadi adalah untuk memberikan masukan terhadap pemerintah
selaku pembuat kebijakan dalam pelestarian ekosistem mangrove yang lestari dan
berkelanjutan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – September 2007 pada daerah
perlindungan laut Desa Blongko. Penelitian ini menggunakan data primer dan
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan, data ini meliputi kondisi biofisik ekosistem
mangrove serta wawancara langsung dan mendalam dengan masyarakat tentang
pengelolaan ekosistem mangrove saat ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai
pustaka dan laporan penelitian beberapa instansi yang terkait. Data ini akan
digunakan dalam menentukan strategi pengelolaan sumberdaya pesisir khususnya
pelestarian ekosistem mangrove Desa Blongko.
Strategi yang dapat digunakan untuk upaya pelestarian ekosistem mangrove
adalah pengembangan sumberdaya manusia, perlindungan dan pelestarian
sumberdaya alam, serta penegakan hukum dan kelembagaan di Desa Blongko.
Penjabaran strategi ini meliputi peningkatan pemahaman masyarakat terhadap

ekosistem mangrove dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian, revisi
peraturan daerah perlindungan laut, pengembangan teknologi ramah lingkungan
dalam pemanfaatan sumberdaya, pengembangan wisata bahari, penataan ruang
kawasan pesisir Desa Blongko, pengembangan usaha alternatif di sektor
perkebunan dan perikanan, pelibatan pihak swasta dalam pengembangan potensi
desa, evaluasi dan pengawasan terhadap program pelestarian mangrove, dan
rehabilitasi kawasan mangrove Desa Blongko. Strategi ini diharapkan mampu
meminimalkan ancaman terhadap ekosistem mangrove serta kendala-kendala
dalam pelestarian ekosistem mangrove.

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.

2.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pelestarian
Ekosistem

Mangrove

Pada

Daerah

Perlindungan


Laut

Desa

Blongko

Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara
adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2008

Joshian N. W. Schaduw
C251060151

iii


PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE
PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO
KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN
PROVINSI SULAWESI UTARA

Oleh :
JOSHIAN NICOLAS WILLIAM SCHADUW

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2008


Judul Tesis

Nama
NIM

: Pelestarian Ekosistem Mangrove Pada Daerah
Perlindungan Laut Desa Blongko Kecamatan
Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan
Provinsi Sulawesi Utara
: Joshian Nicolas William Schaduw
: C251060151

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M.F Rahardjo, DEA
Ketua

Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc
Anggota


Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Tanggal Ujian : 14 Mei 2008

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Lulus :

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 4 Agustus 1984 di Manado Provinsi Sulawesi

Utara. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara dengan Ayah
Jonathan Schaduw, S.Pd dan Ibu Meilanie Tan.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah Dasar di SD Katolik XIV St.
Paulus Manado pada tahun 1996, kemudian melanjutkan studi ke SLTP Katolik
Pax Christi Manado dan selesai pada tahun 1999. Tahun 2002 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Manado. Pada
tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi
(UNSRAT) Manado, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan
Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Program Studi Ilmu Kelautan dengan
bidang minat Geomorfologi Pantai dan Hidro-Oseanografi (MORPHO). Selama
mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten mata kuliah olahraga air pada
tahun 2003 – 2005. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana strata satu dalam
waktu tiga tahun enam bulan dan lulus dengan predikat cum laude. Tahun 2006
penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan (SPL).

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul

Pelestarian Ekosistem Mangrove Pada Daerah Perlindungan Laut Desa Blongko
Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara
dapat diselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA dan Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku
komisi pembimbing atas semua perhatian baik waktu, tenaga, ataupun pikiran
dalam memberikan arahan dan semangat untuk menyelesaikan tulisan ini
dengan baik.
2. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kecamatan Sinonsayang dan
Desa Blongko, Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara, Kepala
Laboratoriun Geomorfologi Pantai dan Hidro-Oseanografi FPIK Manado, dan
Kepala Perpustakaan FPIK UNSRAT Manado yang telah membantu dalam
kegiatan penelitian dan menyediakan infomasi pendukung dalam penyusunan
tesis ini.
3. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan FPIK IPB, Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, serta seluruh staf pengajar dan administrasi
yang telah memberikan pelayanan yang baik selama ini.
4. Keluarga besar Schaduw-Tan dan Keluarga besar Padolo-Schaduw atas

kesempatan, motivasi, dan doa selama mengikuti studi.
5. Teman-teman yang telah membantu, Zulkifli, Erick, Benny, Rio, Dini, Livi,
Alis, dan Lani serta semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
6. Pak Ancu, Pak Rakhman, Pak Sirajudin, Pak Kholik, Kak Yulius, Kak Yona,
Kak Edi, Adit, Prama, Nurul, Dwince, dan Pingkan yang selalu ada untuk
memberikan yang terbaik dalam hidupku, serta semua teman-teman SPL
untuk arti persahabatan yang baik selama studi.
Bogor, Mei 2008
Penulis

2

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................v
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 3
Kerangka Pemikiran....................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................6
Pengertian Ekosistem Mangrove.................................................................... 6
Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove..................................................... 8
Pengelolaan Ekosistem Mangrove ................................................................. 8
Karakteristik Masyarakat Pesisir ................................................................ 11
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
Berbasis Masyarakat .................................................................................... 12
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................14
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 14
Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 16
Analisis Data ................................................................................................ 19
Penentuan Strategi Pelestarian Ekosistem Mangrove .................................. 23
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................25
Gambaran Umum Desa Blongko ................................................................. 25
Kondisi Ekosistem Mangrove Desa Blongko .............................................. 40
Pelestarian Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat............................... 49
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................73
Kesimpulan .................................................................................................. 73
Saran............................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................75
LAMPIRAN...........................................................................................................79

3

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Posisi Geografis Masing-masing Stasiun..........................................................14
2. Model Tabel Indikator Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Ekosistem
Mangrove ........................................................................................................ 24
3. Penggunaan Lahan Daratan di Desa Blongko ..................................................28
4. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ......................................30
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ...........................................31
6. Keadaan Rumah Penduduk Desa Blongko .......................................................32
7. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Blongko.............................................34
8. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama ..................................................35
9. Jenis-Jenis Ikan Karang Yang Berasosiasi Dengan Terumbu Karang..............38
10. Alat Tangkap, Jenis Ikan Target, dan Hasil Tangkapan ..................................39
11. Jenis-Jenis Fauna Pada Ekosistem Mangrove Desa Blongko..........................40
12. Jumlah Individu Mangrove Pada Masing-masing Jenis ..................................42
13. Kerapatan Dan Kerapatan Relatif Jenis Mangrove..........................................44
14. Frekuensi dan Frekuensi Relatif Jenis Mangrove............................................45
15. Penutupan dan Penutupan Relatif Jenis Mangrove..........................................46
16. Indeks Nilai Penting Masing-masing Tingkatan dan Jenis..............................47
17. Karakteristik Responden ..................................................................................50
18. Partisipasi Masyarakat dan Tingkat Pemahaman Terhadap Ekosistem
Mangrove ........................................................................................................ 54
19.Indikator Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Ekosistem Mangrove.... 66

iii

4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pikir Pelestarian Ekosistem Mangrove................................................5
2. Peta Lokasi Penelitian DPL Desa Blongko .......................................................15
3. Skema Penempatan Petak Contoh .....................................................................19
4. Perkembangan Jumlah Penduduk Desa Blongko ..............................................30

iv

5

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kondisi Fisik dan Kimiawi Ekosistem Mangrove ............................................79
2. Foto-Foto Lokasi Penelitian..............................................................................80

v

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove,
yang

mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan

hamparan rawanya dapat menyaring dan menetralkan senyawa kimiawi beracun
tertentu sebelum terdedah ke perairan bebas. Di sisi lain, hutan mangrove dapat
menjadi bangunan alami yang meredam gempuran ombak yang mengikis pantai.
Hutan mangrove juga menjadi tempat hidup berbagai jenis makhluk hidup serta
daerah asuhan bagi jenis-jenis ikan tertentu dari asosiasi habitat sekitarnya seperti
padang lamun dan terumbu karang. Namun pada kenyataannya hampir setengah
dari ekosistem mangrove telah ditebang atau dikonversi menjadi tambak ikan dan
udang, dalam dua dasawarsa terakhir ini pemanfaatan telah mengabaikan fungsi
ekologis penting dari mangrove (English et al, 1994).
Desa Blongko merupakan desa percontohan bagi program perlindungan
pesisir dan laut berbasis masyarakat. Desa ini memiliki daerah perlindungan laut
(DPL) yang luasnya sekitar 12 Ha, sedangkan luas keseluruhan dari ekosistem
mangrove di Desa Blongko sekitar 15 Ha. Tujuan pengadaan daerah perlindungan
laut adalah meningkatkan produksi perikanan di sekitar daerah perlindungan laut
sekaligus melindungi keanekaragaman makhluk hidup dan terumbu karang di
dalam daerah perlindungan laut. Upaya ini dalam jangka panjang dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang menjaga dan mengelola daerah
perlindungan laut tersebut.
Sadar akan arti peningkatan produksi perikanan dan pentingnya
melindungi keanekaragaman sumberdaya bagi generasi mendatang, pemerintah
dan masyarakat Desa Blongko bekerjasama dengan Proyek Pesisir merancang
pembuatan daerah perlindungan laut di Desa Blongko. Berbagai dukungan dalam
pembuatan aturan dan konsep daerah perlindungan datang mulai dari pemerintah
pusat dan daerah, juga perguruan tinggi sehingga pada tanggal 26 Agustus 1998 di
ruang pertemuan Balai Desa telah disepakati aturan dan lokasi daerah
perlindungan laut. Lewat daerah perlindungan laut berbasis masyarakat ini
masyarakat Desa Blongko diharapkan lebih berperan aktif untuk bertanggung

2

jawab dalam melestarikan sumberdaya pesisir yang secara langsung berpengaruh
pada kehidupan mereka sehari-hari.
Perumusan Masalah
Mangrove sejak dulu telah dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Blongko
untuk berbagai kepentingan. Selain untuk bahan bangunan, juga digunakan
sebagai kayu bakar untuk kegiatan konsumsi rumah tangga. Sekitar tahun 19621965 masyarakat memanfaatkan bakau sebagai bahan pengawet tali dan kayu
bakar untuk pembakaran karang dalam pembuatan kapur rumah pengganti semen
dan cat. Kerusakan bakau ini semakin besar pada tahun 1972. Pada waktu itu
pengambilan kayu bakau digunakan sebagai kayu bakar untuk pembakaran karang
dan aspal; sedangkan pada saat bersamaan juga dilakukan pengambilan karang
oleh proyek jalan yang menggunakan alat besar, yang juga turut merusak pohonpohon bakau (Kasmidi et al, 1999b). Pembuangan sampah dan pengambilan biota
pada ekosistem mangrove yang bersifat destruktif juga mengakibatkan
menurunnya kondisi mangrove dari tahun ke tahun.
Dampak kegiatan ini adalah terkurasnya hutan bakau di sekitar Teluk
Blongko hal ini mengakibatkan abrasi pantai. Selain itu kerusakan bakau juga
ditandai dengan habisnya pohon bakau yang tua dan yang tersisa adalah pohon
bakau yang masih muda, sehingga pada saat musim ombak besar (musim angin
barat dan angin selatan), air laut dengan mudahnya menerpa masuk sampai ke
permukiman penduduk seperti yang terlihat di lokasi muara sungai (Kasmidi et al,
1999a).
Ekosistem mangrove pada desa ini kembali terpelihara dengan baik ketika
ada program pembuatan daerah perlindungan laut yang melibatkan pemerintah
dan masyarakat. Akan tetapi setelah tahun 2005 dengan berakhirnya Proyek
Pesisir di daerah ini, terlihat adanya indikasi kerusakan ekosistem mangrove. Hal
ini dikarenakan masyarakat kembali melakukan kegiatan yang bersifat destruktif
seperti menebang pohon mangrove untuk keperluan sehari-hari, ketidaksabaran
dan ketidakpuasan sebagian masyarakat dalam menunggu manfaat dari DPL dan
perbedaan pemahaman masyarakat tentang DPL.
Melihat akan permasalahan yang terjadi pada DPL Blongko setelah kurang
diperhatikan oleh pemerintah, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk

3

mengetahui potensi sumberdaya ekosistem mangrove di Desa Blongko dan
keterlibatan masyarakat dalam pengelelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan
dengan karakteristik masyarakat, agar dapat menghasilkan suatu strategi yang
baik dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem mangrove. Berdasarkan latar
belakang yang ada maka dengan penelitian ini diharapkan dapat menjawab
beberapa pertanyaan dari variabel yang nantinya akan diperoleh di lapangan
seperti :
1. Bagaimana kondisi ekosistem mangrove di Desa Blongko ?
2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove ?
3. Apakah strategi pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Blongko masih
relevan untuk digunakan atau perlu adanya strategi tambahan atau strategi
baru dalam mengelola ekosistem mangrove?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan kondisi dan
potensi ekosistem mangrove Desa Blongko serta mengidentifikasi faktor-faktor
yang memengaruhi kondisi dan potensi tersebut. Selain itu identifikasi juga
dilakukan terhadap faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat dan
peran pemerintah dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Identifikasi
terhadap hal-hal yang telah disebutkan tadi bertujuan untuk menciptakan suatu
strategi

pelestarian

ekosistem

mangrove

berbasiskan

masyarakat

yang

berkelanjutan di Desa Blongko.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang kondisi ekosistem mangrove Desa Blongko serta partisipasi masyarakat
dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Hal ini akan menjadi masukan
kepada pemerintah selaku pembuat kebijakaan dan pengambil keputusan, baik
dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pelestarian sumberdaya alam yang
berkelanjutan, khususnya terhadap sumberdaya yang ada pada ekosistem
mangrove di Desa Blongko.
Kerangka Pemikiran
Ekosistem mangrove yang ada di Desa Blongko memiliki potensi yang
sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar pesisir desa ini. Potensi-potensi ini

4

mempunyai fungsi antara lain fungsi biologi, fisik, kimia, dan sosial ekonomi.
Dalam pemanfaatannya ekosistem mangrove banyak mendapat tekanan oleh
berbagai faktor, baik faktor dari luar ataupun dari dalam. Kegiatan antropogenik
yang memanfaatkan ekosistem mangrove merupakan tekanan terbesar yang
diberikan terhadap ekosistem ini. Ada dua jenis pemanfaatan ditinjau dari
keberlanjutan suatu sumberdaya, yaitu: pemanfaatan lestari dan tidak lestari.
Pemanfaatan lestari adalah pemanfaatan yang mempertimbangkan daya dukung
suatu lingkungan terhadap perubahan dan tekanan terhadap suatu ekosistem;
sedangkan yang tidak lestari adalah pemanfaatan yang cenderung bersifat
destruktif dan mengabaikan daya dukung lingkungan serta keseimbangan alam
pada suatu ekosistem.
Permasalahan di Desa Blongko yang mengakibatkan terjadinya kerusakan
terhadap ekosistem mangrove adalah masalah hukum dan kelembagaan serta
masalah sosial ekonomi. Berbagai upaya telah ditempuh demi mengurangi
kerusakan terhadap ekosistem mangrove, diantaranya adalah pembuatan daerah
perlindungan laut dengan tujuan untuk melestarikan sumberdaya pesisir yang ada
di Desa Blongko. Kurangnya pemahaman masyarakat tehadap ekosistem
mangrove, serta rendahnya partisipasi masyarakat membuat hal ini dirasakan
belum memberikan nilai lebih dalam pengelolaan kawasan pesisir Desa Blongko
khususnya terhadap ekosistem mangrove. Lemah peraturan desa dan masalah
sosial ekonomi seperti rendahnya tingkat pendapatan serta pendidikan, membuat
masyarakat tidak memiliki alternatif untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
selain mengeksploitasi kawasan mangrove. Untuk manyikapi hal ini tentunya
dibutuhkan suatu strategi pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir khususnya
terhadap ekosistem mangrove di Desa Blongko.
Setelah merumuskan masalah-masalah yang ada, maka kerangka
pemikiran untuk strategi pelestarian ekosistem secara sederhana ditampilkan pada
Gambar 1.

5

EKOSISTEM MANGROVE
DESA BLONGKO

POTENSI

SOSIAL - EKONOMI

LESTARI DAN
BERKELANJUTAN

• BIOLOGI
• FISIK
• KIMIA

PEMANFAATAN

TIDAK LESTARI

PERMASALAHAN

HUKUM DAN KELEMBAGAAN

EKOLOGI

SOSIAL – EKONOMI

DEGRADASI
EKOSISTEM MANGROVE

INDIKATOR
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN

ANALISIS STRATEGI
PELESTARIAN
EKOSISTEM MANGROVE

Gambar 1 Kerangka Pikir Pelestarian Ekosistem Mangrove

6

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Ekosistem Mangrove
Mangrove adalah tumbuhan yang hidup pada daerah pasang surut yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah yang memiliki substrat berlumpur dan dapat tahan terhadap perubahan
salinitas yang signifikan. Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika yang
khas tumbuh sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Hutan mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang
memiliki muara sungai yang besar dan delta yang aliran airnya mengandung
lumpur. Dilihat dari fungsi bagi ekosistem perairan, ekosistem mangrove
memberikan tempat untuk memijah dan membesarkan berbagai jenis ikan,
crustacea, dan spesies perairan lainnya (Nagelkerken dan Van Der Velde, 2004).
Komponen dasar rantai makanan di ekosistem mangrove adalah serasah
yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dan
sebagainya). Serasah mangrove yang jatuh ke perairan akan diurai oleh
mikroorganisma menjadi partikel-partikel detritus sebagai sumber makanan bagi
biota perairan yang memiliki perilaku makan dengan menyaring air laut. Serasah
daun diperkirakan memberikan kontribusi yang penting pada ekosistem
mangrove, tingginya produktifitas yang dihasilkan serasah daun yaitu sebanyak 78 ton/tahun/Ha. (Alongi, et al 2002 ; Holmer dan Olsen, 2002).
Mangrove merupakan formasi tumbuhan pantai yang khas di sepanjang
pantai tropis dan sub tropis yang terlindung. Formasi mangrove merupakan
perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut dan air
tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (silt) dari erosi daerah hulu
sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan
dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat
mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya
dirawat oleh pengaruh darat dan laut (FAO, 1994).
Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti
floristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorfologi, hidrologi, dan
drainase. Mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya
berlumpur, berlempung atau berpasir. Mangrove hidup pada daerah yang

7

tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang
pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi
hutan mangrove. Ekosistem mangrove terdapat pada daerah yang terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat dan air pada ekosistem ini
bersalinitas payau (2-22 PSU) hingga asin (hingga 38 PSU) (Bengen, 2002a).
Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua
kelompok yaitu :
1. Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini
tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove,
karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut
pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan lautan pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan/akuatik, yang terdiri atas dua tipe, yaitu tipe yang
hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang dan tipe yang
menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun
lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis avertebrata
lainnya.
Fauna yang hidup di ekosistem mangrove, terdiri atas berbagai kelompok,
yaitu: burung, mamalia, mollusca, crustacea, dan ikan. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian Gopal and Chauchan (2006), pada daerah mangrove di Sundarbans
India terdapat 8 spesies mamalia, 10 spesies reptilia dan 3 spesies burung yang
hidup dan berasosiasi dengan mangrove.
Dahuri (2003) mengatakan bahwa di Indonesia tercatat setidaknya 202
jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis
pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan satu jenis paku. Dari 202 jenis
tersebut, 43 jenis yang merupakan mangrove sejati (true mangrove). Vegetasi
mangrove dapat dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi utama, vegetasi pendukung,
dan vegetasi asosiasi. Di Pulau Bali dan Lombok ditemukan 17 spesies vegetasi
utama, 13 spesies vegetasi pendukung dan 19 spesies vegetasi mangrove asosiasi
(Kitamura et al. dalam Gunarto 2004).

8

Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Sistem perakaran dan tajuk yang rapat serta kokoh merupakan habitat
alami yang aman untuk spesies perairan berkembang biak, selain itu mangrove
berfungsi sebagai pelindung pantai, penstabilisasi, penyangga serta pencegah erosi
yang diakibatkan oleh arus, gelombang, dan angin bagi kelangsungan hidup
manusia dan mamalia di darat dan biota perairan di laut.
Selain mempunyai fungsi fisik pada daerah pesisir, mangrove juga
mempunyai fungsi kimiawi. Dua fungsi kimiawi ekosistem mangrove adalah
sebagai penyerap bahan pencemar dan sebagai sumber energi bagi lingkungan
perairan disekitarnya. Ketersediaan berbagai jenis makanan yang terdapat pada
ekosistem hutan mangrove telah menjadikannya sumber energi bagi berbagai
biota yang bernaung didalamnya.
Selain beberapa fungsi di atas, ekosistem mangrove juga memiliki fungsi
ekonomi. Bagi sebagian masyarakat pesisir mangrove dimanfaatkan sendiri
sebagai kayu bakar dan bahan bangunan atau dijual sebagai bahan baku industri.
Selain itu dengan berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, ekosistem
mangrove pada beberapa tahun belakangan ini telah dijadikan kawasan wisata dan
ada pula yang dikonversi menjadi tambak (Grasso, 1998).
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Tercatat sebanyak 200.000 ha mangrove di Indonesia mengalami
kerusakan setiap tahunnya. Melihat akan fungsi mangrove yang sangat strategis
dan makin meluasnya kerusakan yang terjadi maka upaya pelestarian mangrove
harus segera dilakukan dengan intensif. Pengelolaan ekosistem mangrove
merupakan suatu upaya untuk memelihara, melindungi, dan merehabilitasi agar
pemanfaatan terhadap ekosistem ini dapat berkelanjutan. Tujuan pengelolaan
ekosistem mangrove menurut Kenneth (1979), adalah mencapai manfaat yang
sebesar-besarnya dari hutan secara serbaguna dan lestari. Pada dasarnya,
pengelolaan hutan mangrove merupakan penerapan cara-cara pengurusan dan
pengusahaan hutan serta teknik kehutanan ke dalam usaha pemanfaatan
sumberdaya alam hutan tersebut.
Pengelolaan hutan mangrove harus memperhatikan keterkaitan dengan
ekosistem di sekitarnya sehingga tidak boleh berorientasi sempit (Barkey, 1990)

9

karena apabila terjadi kelebihan eksploitasi terhadap sumberdaya mangrove maka
hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan dalam ekosistem tersebut.
Pengelolaan

ekosistem

mangrove

yang

berkelanjutan

diharapkan

dapat

mempertahankan produktivitas ekosistem mangrove dan kawasan sekitarnya, agar
kelestarian ekosistem mangrove dapat diperoleh.
Kebijakan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir pada masa lalu lebih
berorientasikan pada peningkatan eksploitasi sumberdaya yang mengakibatkan
tekanan terhadap hutan mangrove melebihi daya dukungnya. Kebijakan tersebut
pada masa sekarang telah dirasakan dampaknya dengan timbulnya akumulasi
permasalahan ekonomi dan ekologi yang umumnya dapat terlihat dengan adanya
penurunan kualitas ekosistem pesisir. Di lain pihak, upaya rehabilitasi dan
konservasi ekosistem mangrove tidak mampu mengimbangi laju degradasinya.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya persepsi masyarakat bahwa kepemilikan
sumberdaya hutan mangrove seharusnya merupakan milik bersama (common
property) seolah-olah menjadi bukan milik siapapun (nobody property). Hal ini
terjadi karena masyarakat, terutama mereka yang tinggal di sekitar wilayah pesisir
yang diharapkan secara langsung dapat berperan dalam pengelolaan hutan merasa
terpinggirkan. Peningkatan eksploitasi pada ekosistem mangrove dapat dilihat
pada kasus yang terjadi di Kecamatan Muncar di kawasan Teluk Pangpang
Banyuwangi. Ekosistem mangrove pada daerah ini diorientasikan pada
peningkatan pembangunan ekonomi. Hal ini dilihat dari penebangan yang tidak
terkendali selama beberapa tahun terakhir (Nazili, 2004).
Pengelolaan dan pengembangan ekosistem mangrove untuk daerah pesisir
dapat dijumpai pada hampir seluruh kawasan pantai yang memiliki ekosistem
mangrove. Pada dasarnya terdapat tiga pilihan untuk pengelolaan dan
pengembangan mangrove: (1) Perlindungan ekosistem dalam bentuk aslinya; (2)
Pemanfaatan ekosistem untuk menghasilkan berbagai produk dan jasa yang
didasarkan pada prinsip kelestarian; (3) Pengubahan ekosistem alami untuk suatu
pemanfaatan tertentu.
Perlindungan terhadap hutan mangrove merupakan salah satu upaya
pengelolaan berkelanjutan terhadap ekosistem ini. Wujud nyata perlindungan
dimaksud dapat dilakukan melalui penetapan suatu kawasan konservasi sebagai

10

suatu bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Bentuk
perlindungan seperti ini cukup efektif dilakukan dan membawa hasil yang baik.
Berkaitan dengan perlindungan ekosistem mangrove dengan penentuan
kawasan konservasi seperti diuraikan diatas, perlu dilakukan suatu zonasi
terhadap ekosistem mangrove dengan tujuan pengaturan berbagai bentuk
kepentingan terhadap ekosistem ini. Menurut Aksornkoae (1993), zonasi
mangrove merupakan salah satu langkah pertama untuk pengawasan dan
pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan. Menurut persetujuan
internasional terhadap zonasi mangrove terdapat tiga zona utama yaitu : zona
pemeliharaan, zona perlindungan, dan zona pengembangan.
Rehabilitasi merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan
dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih
stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekosistem
atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Pelestarian hutan
mangrove merupakan usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena
kegiatan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif dari segenap pihak yang
berada di sekitar kawasan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih
dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan kepada masyarakat yang sangat
rentan terhadap sumberdaya mangrove diberikan porsi yang lebih besar (Khazali,
2002).
Upaya penghutanan kembali daerah tepi sungai dan pantai telah dilakukan
oleh masyarakat Tongke-Tongke Sulawesi Selatan dengan melibatkan masyarakat
secara langsung, selain itu juga pengelolaan mangrove dilakukan dengan cara
mengembangkan daerah wisata seperti yang telah dilakukan pada daerah Cilacap,
Sukamandi, dan Cikiong (Jawa Barat). Keterlibatan masyarakat ini memberikan
hasil yang positif terhadap kelestarian ekosistem mangrove dan peningkatan
pendapatan masyarakat yang berada di sekitar ekosistem mangrove yang dikelola
(Gunarto, 2004).
Dalam kenyataannya, pertimbangan ekonomi dan ekologis tidak dapat
dipisahkan dalam mengevaluasi berbagai alternatif pengelolaan mangrove.
Pernyataan ini mencerminkan tumbuhnya apresiasi makna ekonomi ekosistem
mangrove. Karena itu konservasi dan pemanfaatan mangrove tergantung

11

sepenuhnya pada perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan
ekosistem mangrove yang ada. Usulan pengembangan dan kegiatan insidential
yang memengaruhi ekosistem mangrove hendaknya mencerminkan perencanaan
dan pengelolaan (Dahuri et al, 2004).
Karakteristik Masyarakat Pesisir
Karakteristik masyarakat pesisir terlebih khusus yang sering berinteraksi
dengan

ekosistem

mangrove

adalah

sasaran

dalam

menyusun

strategi

perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove. Kemampuan intelektual
(pemahaman dan pengetahuan), kepribadian, sikap, dan sebagainya adalah
karakteristik yang harus dipahami karena berhubungan dengan kondisi sasaran
pengelolaan.
Masyarakat pesisir khususnya nelayan dibedakan menjadi dua kelompok
berdasarkan jenis kegiatan yaitu nelayan penangkap ikan dan nelayan musiman.
Nelayan penangkap ikan adalah seorang yang pekerjaan utamanya di sektor
perikanan laut dan mengandalkan ketersediaan sumberdaya ikan di alam bebas,
sedangkan nelayan musiman adalah nelayan yang bekerja pada waktu musim
tenang dan pada waktu musim badai atau angin kencang maka nelayan ini beralih
profesi sebagai petani ataupun buruh bangunan.
Menurut Kusumastanto (2002), masyarakat pesisir memiliki karakteristik
tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di
bidang perikanan yang merupakan mata pencaharian utama. Karena usaha
perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, musim, dan pasar maka
karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
a. Ketergantungan pada kondisi lingkungan
b. Ketergantungan pada musim
c. Ketergantungan pada pasar
Pada masyarakat nelayan, umumnya terdapat tiga strata kelompok, yaitu
nelayan besar atau modern, nelayan tradisional, dan buruh nelayan. Adanya
kelompok, karakteristik, dan lapisan yang beragam membuat upaya pengelolaan
mangrove banyak mendapat tantangan. Studi yang dilakukan oleh Wantasen
(2002) di Desa Talise, Sulawesi Utara mengatakan bahwa karakteristik
masyarakat pesisir mempunyai pengaruh terhadap ekosistem mangrove. Tingkat

12

pendidikan serta pendapatan masyarakat yang rendah membuat kesadaran untuk
melestarikan ekosistem mangrove di desa ini kurang diperhatikan, padahal
ketergantungan masyarakat akan sumberdaya yang ada pada daerah pesisir ini
sangat tinggi terutama di bidang perikanan.
Ketergantungan pada kondisi lingkungan, musim, dan pasar pada
masyarakat yang tinggal di daerah pesisir terlihat nyata pada masyarakat Desa
Manado Tua Dua, Kota Manado. Desa ini berada di sebuah pulau yang jauh dari
pusat kota. Di desa ini strevisi masyarakat terlihat jelas karena adanya perbedaan
profesi, pendapatan, dan pendidikan. Nelayan yang ada di desa ini sangat
bergantung pada musim, apabila musim badai atau angin nelayan beralih profesi
sebagai buruh bangunan atau bertani. Tidak adanya pasar yang menampung hasil
tangkapan dari para nelayan membuat mereka harus menjual hasil tangkapan di
pusat kota (Schaduw, 2005).
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
Berbasis Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya wilayah pesisir yang
berbasiskan masyarakat adalah program pengelolaan yang dirasakan mampu
memotivasi masyarakat untuk turut melestarikan dan melindungi ekosistem
mangrove. Partisipasi masyarakat dapat

dibagi dalam tiga kelompok, yaitu

kelompok partisipasi sukarela (voluntary participation), partisipasi dengan
dorongan (induced participation), dan partisipasi dengan tekanan (forced
participation) (In Young Wang, 1981). Desa Talise adalah salah satu desa yang
memiliki DPL yang telah menerapkan partisipasi sukarela untuk melestarikan
ekosistem mangrove. Dengan bekal pemahaman tentang fungsi dan pentingnya
ekosistem mangrove diharapkan masyarakat dapat terus berpartisipasi dalam
menjaga ekosistem mangrove Desa Talise (Wantasen, 2004).
Strategi pelibatan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah
dengan menerapkan sistem intensif yang diharapkan dapat merangsang dan
memacu usaha-usaha kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove. Sistem intensif
tersebut diantaranya dilakukan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia
dan

peningkatan

peranserta

masyarakat

(Bengen,

2002b).

Pengelolaan

sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat (PSWP-BM) bertujuan untuk

13

melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih aktif dalam perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. PSWP-BM dimulai dari suatu pemahaman
bahwa masyarakat memiliki kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidup mereka
sendiri dan mampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik. Yang dibutuhkan
tinggal dukungan untuk mengatur dan mendidik masyarakat dalam memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan bagi tercapainya kebutuhankebutuhan mereka (Kasmidi et al, 1999a). Keuntungan utama dari PSWP-BM
adalah keadilan dan efektivitas kesinambungannya (sustainability), sedangkan
kelemahannya terletak pada proses dan upaya pelibatan diri masyarakat yang
membutuhkan waktu cukup lama.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
berbasis masyarakat telah diterapkan pada beberapa DPL yang ada di Sulawesi
Utara termasuk DPL Desa Blongko. Keterbatasan dana dan kurangnya perhatian
dari pemerintah terutama dalam hal pemantauan dan evaluasi membuat beberapa
DPL di Sulawesi Utara mengalami kendala dalam memenuhi tujuan PSWP-BM.

14

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada ekosistem mangrove yang terdapat di Desa
Blongko, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi
Sulawesi Utara (Gambar 2). Letak posisi geografis Desa Blongko adalah
124o20’45”-124o21’15” BT dan 01o07’35”-01o09’00” LU. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli – September tahun 2007.
Ekosistem mangrove dan masyarakat yang ada di Desa Blongko adalah
objek penelitian ini. Pemilihan objek penelitian dilakukan sesuai dengan
kebutuhan data dan metode yang digunakan untuk menganalisisnya.
Pengamatan ekosistem mangrove di Desa Blongko menggunakan tiga
stasiun (Tabel 1). Setiap stasiun terdiri atas tiga garis berpetak sepanjang garis
pantai di Desa Blongko. Masing-masing jalur terdiri atas beberapa petak disesuai
dengankan dengan kondisi kawasan mangrove yang ada.
Tabel 1. Posisi Geografis Masing-masing Stasiun
Stasiun

Posisi Geografis

I

N 1º7’58,1” E 124º21’13,9”

II

N 1º8’13,8” E 124º21’19,3”

III

N 1º8’22,9” E 124º21’11,7”

Sumber : Data primer 2007
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap awal yang ditempuh
adalah survey pendahuluan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah
pengumpulan data sekunder lokasi penelitian dari studi pustaka mengenai Desa
Blongko dari beberapa pustaka yang ada. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi dari Desa Blongko, berupa profil desa dan data kawasan mangrove yang
ada. Kegiatan tahap awal ini dilakukan mulai dari bulan Februari – Juni 2007. Tahap
selanjutnya adalah pengambilan data primer di lokasi penelitian. Data primer yang
dikumpulkan adalah data vegetasi mangrove beserta kondisi biofisik dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan pada bulan Juli – September
2007. Tahap yang terakhir adalah tahap pengolahan data dan penulisan hasil
penelitian. Tahap ini dilakukan mulai dari bulan September – Desember 2007.

15

3

2

Stasiun
Pengamatan

1
Sumber : Peta Lingkungan Pantai Indonesia 1995

Sumber : Hasil Olahan dan Proyek Pesisir, 1999

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian DPL Desa Blongko

16

Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data vegetasi
mangrove, data hasil tangkapan, data fauna pada ekosistem mangrove, data
morfologi pantai, data fisik ekosistem mangrove, dan data keadaan sosial
ekonomi. Data primer diambil langsung pada saat penelitian melalui sampling,
observasi, kuisioner, dan wawancara terbuka/langsung dan secara mendalam di
lokasi penelitian. Data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait seperti
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Departemen
Kehutanan,

Departemen

Kelautan

dan

Perikanan,

BAPPEDA,

Birdlife,

pemerintah daerah baik tingkat desa sampai tingkat provinsi, dan sumber-sumber
lain yang mempunyai data berkaitan dengan kebutuhan penelitian ini.
Keadaan Sosial dan Ekonomi
Data sosial ekonomi dikumpulkan secara langsung dengan cara
wawancara yang berpedoman pada kuisioner. Sedangkan data jumlah penduduk,
mata pencaharian, dan tingkat pendidikan diperoleh dari kantor desa dan kantor
kecamatan setempat.
Responden dipilih sebagai unit penelitian dengan metode penarikan
contoh acak secara sengaja. Responden yang dipilih adalah masyarakat yang
sering berasosiasi dengan mangrove yang tinggal di pesisir Desa Blongko.
Responden yang diwawancarai berjumlah 100 orang yang terdiri atas aparat desa
dan kecamatan, pengelola DPL, dan masyarakat desa yang sering beraktivitas
pada ekosistem mangrove. Responden yang dipilih adalah responden berusia
dewasa atau yang berusia 17 tahun keatas. Hal ini dilakukan karena pada usia
dewasa seseorang dapat berpikir lebih jauh dalam memberikan jawaban ataupun
mengambil tindakan dan keputusan terhadap suatu permasalahan.
Data yang diperoleh dari wawancara adalah :
1. Karakteristik individu masyarakat berupa identitas responden (umur,
pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, dan tingkat pendidikan). Tingkat
pendidikan formal yang dimaksud adalah SD, SMP, SMA atau lainnya.
2. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan yang terutama dilakukan sehari-hari untuk
pemenuhan

kebutuhan

hidup,

sedangkan

pendapatan,

yaitu

jumlah

penghasilan per bulan yang diperoleh dari berbagai sumber mata pencaharian.

17

3. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap sumberdaya ekosistem mangrove
yaitu mengenai pendapat atau pandangan responden tentang pemanfaatan
ekosistem mangrove dan partisipasi dalam mengelola ekosistem mangrove.
4. Pemanfaatan yang biasanya dilakukan pada ekosistem mangrove baik itu
berupa potensi biologi seperti pemanfaatan satwa dan fauna di ekosistem
mangrove ataupun potensi fisik ekosistem mangrove.
5. Manfaat yang dirasakan sebelum dan sesudah adanya DPL dan apakah ada
perubahan saat daerah ini masih dikelola Proyek Pesisir dengan kondisi saat
ini setelah proyek berakhir sehingga DPL dikelola sendiri oleh masyarakat
Desa Blongko.
6. Peranan pemerintah dalam pelestarian ekosistem mangrove melalui intensitas
frekuensi

kegiatan,

berupa

penyuluhan,

pembangunan

infrastruktur,

penanaman mangrove, dan pengawasan.
7. Partisipasi masyarakat dalam upaya untuk pelestarian sumberdaya pesisir
khususnya ekosistem mangrove merupakan bagian dari program pemerintah.
Bentuk partisipasi masyarakat ini adalah keikutsertaan masyarakat dalam
mengikuti kegiatan mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, dan pelatihan,
tahap pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi dan pengawasan, serta tingkat
partisipasi masyarakat atas inisiatif sendiri dalam upaya pelestarian ekosistem
mangrove.
Hasil Tangkapan Masyarakat
Data ini diperoleh dari data hasil pengamatan masyarakat Desa Blongko
yang merupakan salah satu program yang dicanangkan pada waktu pembuatan
DPL. Data ini mendeskripsikan tentang kondisi perikanan yang ada pada Desa
Blongko pada tahun 1998 dan tahun 2007. Data ini diperoleh dari pengelola DPL
yang mencatat tentang hasil tangkapan masyarakat pada awal pembentukan DPL.
Data hasil tangkapan pada tahun 2007, bersumber dari penangkapan pada saat
bulan mati.

18

Fauna Pada Ekosistem Mangrove
Data ini diperoleh dari beberapa tulisan di perpustakaan FPIK Universitas
Sam Ratulangi Manado. Data fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove
yang didapat dari hasil pengamatan langsung dicatat sebagai data tambahan pada
data yang sudah ada sebelumnya. Data ini diperlukan untuk mengetahui fauna dan
satwa apa saja yang menempati kawasan ekosistem mangrove sebagai habitatnya.
Geomorfologi Pantai dan dan Data Fisik Ekosistem Mangrove
Data morfologi pantai secara umum dapat dilihat pada Pelle (2002),
sedangkan data suhu, salinitas, dan pH air diukur langsung dilapangan dengan
menggunakan alat pengukur kualitas air (Horiba U-10). Pengukuran terhadap
garis pantai akibat abrasi dilakukan langsung pada beberapa titik pengamatan.
Data ini menggambarkan kondisi morfologi pantai Desa Blongko serta kondisi
fisik dan kimia perairan yang ada pada ekosistem mangrove.
Vegetasi Mangrove
Pengambilan data struktur komunitas vegetasi mangrove dilakukan pada
tiga stasiun yang berbeda pada ekosistem mangrove yang ada di Desa Blongko.
Setiap stasiun terdiri atas tiga garis transek yang diharapkan dapat mewakili
semua struktur komunitas mangrove yang ada di lokasi penelitian. Penetapan arah
garis transek dilakukan sesudah melakukan survei komunitas mangrove terlebih
dahulu.
Pada stasiun satu digunakan tiga lajur dengan sembilan petak. Masingmasing lajur terdiri atas tiga petak contoh. Pada stasiun dua yang kawasan
mangrovenya lebih luas dibandingkan stasiun satu, jumlah petak contoh yang
digunakan mencapai 15 petak yang tersebar pada tiga lajur. Pada stasiun tiga yang
kondisi kawasan mangrovenya terlebar diantara ketiga stasiun, maka jumlah petak
contoh di stasiun ini sebanyak 18 petak yang tersebar pada tiga lajur. Penetapan
jumlah petak disesuaikan dengan dengan kondisi kawasan mangrove masingmasing stasiun. Jumlah petak contoh keseluruhan adalah 42 petak, tersebar pada 9
lajur, dan tiga stasiun.
Pengambilan data mangrove dilakukan dengan menggunakan metode garis
berpetak. Transek tersebut ditarik tegak lurus garis pantai pada setiap stasiun. Pada
setiap transek, data diambil dengan menggunakan petak berukuran 10 x 10 m2

19

untuk kelompok pohon berdiameter >10 cm yang ditempatkan di sepanjang garis
transek. Kelompok kedua yaitu kelompok pancang adalah kelompok pohon
dengan diameter 2-10 cm diambil pada petak berukuran 5 x 5 m2 yang
ditempatkan pada petak kelompok pohon, dan kelompok yang ketiga adalah
kelompok semai berdiameter