Optimasi Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de Man) Di Lepas Pantai Cilacap

74

OPTIMASI PENANGKAPAN UDANG JERBUNG
(Penaeus Merguiensis de Man) di LEPAS PANTAI CILACAP

OLEH :
CATUR PRAMONO ADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

75

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Penangkapan Udang Jerbung
(Penaeus Merguiensis de Man) di Lepas Pantai Cilacap : Kasus Kabupaten Cilacap adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2007

Catur Pramono Adi
NIM. 251030341

76
ABSTRAK

CATUR PRAMONO ADI. Optimasi Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de
Man) di Lepas Pantai Cilacap. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan SETIA HADI.
Penelitian ini bertujuan menyusun pola pemanfaatan untuk mengoptimumkan pemanfaatan
sumberdaya udang jerbung di lepas pantai Cilacap secara berkelanjutan. Penelitian ini
dilaksanakan di perairan Cilacap pada pebruari sampai maret 2005 dan Oktober sampai
November 2005.
Evaluasi potensi sumberdaya udang jerbung menggunakan model surplus produksi
berdasarkan pertimbangan bio-ekonomi yang dapat mempengaruhi kebijakan mengenai
penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan Model Schaefer

dengan persamaan regresi linear untuk mendapatkan hasil yang maksimum dari penangkapan
udang secara biologis dan menggunakan Model Gordon-Schaefer untuk mendapatkan hasil yang
maksimum dari pena ngkapan udang secara ekonomis.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat upaya penangkapan udang optimum (E msy) adalah
13.205 trip per tahun dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara lestari pada maksimum
penangkapan (h msy) 1291,8 ton per tahun. Sedangkan secara ekonomi upaya penangkapan (E
mey) udang jerbung mencapai 12.351 trip dengan produksi maksimum (h mey) 1286,4 ton.
Sedangkan total penerimaan 44 milyar rupiah dan total biaya (cost) 6,5 milyar rupiah sehingga
akan didapat keuntungan sebesar 37,6 milyar rupiah. Keuntungan aktual tahun 2005 mencapai
14,5 milyar rupiah.
Hasil tangkapan udang jerbung tahun 2005 sebesar 1 271 ton mendekati nilai h mey
sedangkan upaya penangkapan (effort) aktualnya sebesar 65.790 trip diatas nilai E mey sehingga
usaha penangkapan udang jerbung dengan alat tangkap trammel net tidak efisien untuk
dilakukan. Pemanfaatan sumberdaya udang jerbung berdasarkan analisis hasil udang jerbung per
satuan upaya penangkapan di lepas pantai Cilacap sudah padat tangkap dan perlu dikurangi upaya
penangkapan yang ada. Pemanfaatan sumberdaya udang jerbung berdasarkan analisis biologi
udang yang tertangkap mendekati padat tangkap, sehingga tidak dikeluarkan ijin penangkapan
baru untuk alat tangkap trammel net dan diikuti dengan pemantauan lebih intensif di lapangan.
Jika hasil pemantauan tersebut sudah padat tangkap maka digunakan analisis hasi udang per
satuan upaya dengan jumlah penangkapan di perairan tersebut dengan pe ngaturan pemanfaatan

menggunakan batas terkecil yaitu MSY dan f optimum udang jerbung.
Untuk mengendalikan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian udang jerbung di
perairan tersebut disarankan kepada PEMDA Cilacap untuk menerbitkan Surat Keputusan
mengenai pengaturan jumlah upaya penangkapan, pengaturan sistem bagi hasil tangkapan dalam
wadah koperasi dan kegiatan pengawasan pemanfaatan di lapangan.

77
ABSTRACK

CATUR PRAMONO ADI. Optimazion of White Shrimps (Penaeus merguiensis) Catch at
Cilacap Off-Shore. Under the direction of MENNOFATRIA BOER, and SETIA HADI.
The objective of the study is to know the optimize the use of white shrimps resources based
on bio-economic perspective for the policyb of sustainable use of the resouces. The study use
Schaefer model to find the maximum level of sustainable yield (MSY) with the linear regression
and bio-economic model of Gordon-Schaefer to find the maximum level of ecconomic yield
(MEY).
Effort level of maximum sustainable yield of white shrimps is 13.205 trip in a year and the
harvest of maximum sustainable yield 1 291,8 ton in a year. In effort level of economical yield of
white shrimps exist 12,351 trip with the harvest of maximum economical yield 1286,4 ton.
Demand total exist 44 billion IDR with total cost of production exist 6,5 billion IDR. Therefore

the result of the provite exist 37,5 billion IDR. Total of actual approximately provite during 2005
exist 14,5 billion IDR.
Based on the result data, actual approximately harvest of white shr imps 2005 exist 1271
ton, but its above the harvest of maximum economical yield . On the other hand the actual reffort
exist until 65790 trip, but its also near the level of harvest of maximum economical yield , that is
way using both the tramel net is not efficient. By comparing the effort of white shrimps catch
along 1999 – 2000 with the effort of maximum level of sustainable yield and maximum level of
ecconomic yield, it showed that the range of effort in those year has been increased based on bio economical perspective. The fishermen still get the provite from the white shrimps catch, but
their value has decreased.

78

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

79
OPTIMASI PENANGKAPAN UDANG JERBUNG

(Penaeus Merguiensis de Man) DI LEPAS PANTAI CILACAP

CATUR PRAMONO ADI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Managemen Sumber Daya Perairan

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

80
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 24 maret 1971 dari ayah SE. Pramono dan
ibu Suwarti. Penulis adalah putra ke empat dari lima bersaudara. Pada Tahun 1984 penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Kabupaten Cilacap.

Pendidikan lanjutan pertama dan lanjutan atas berturut-turut penulis selesaikan tahun 1987 di
SMP Negeri 3 Cilacap dan tahun 1990 di SMA Negeri I Cilacap. Pendidikan Diploma tiga
penulis tempuh di Jurusan Permes inan Perikanan pada Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta
(1990 – 1993), kemudian penulis bertugas sebagai KKM di Kapal Timina 02 milik Singapura
selama 2 tahun. Pada tahun 1996 diberi kesempatan menjadi Chief Engineer di kapal KM.
Genpuku Maru no.86 milik pemerintah jepang selama 3 tahun. Kemudian pada tahun 1997
penulis mendapat kesempatan meneruskan program Strata satu pada Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
atas biaya dari PT. Windika Utama, tempat penulis bertugas sebagai Manager Mekanik dan
Elektrik.
Di saat terjadi krisis moneter penulis beralih untuk masuk sebagai pegawai negeri sipil
yang di tempatkan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Yogyakarta sebagai Penyuluh
Perikanan. Kemudian sejak tahun 2000 penulis dialih tugaskan ke Departemen Kelautan dan
Perikanan di Jakarta sebagai Protokol Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sejak bulan Desember 2003 penulis diterima pada program Master (S2) Sekolah Pasca
Sarjana IPB pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan yang dibiayai oleh program beasiswa Pusdiklat Aparatur Departemen
Kelautan dan Perikanan untuk 2 tahun.
Penulis menikah dengan Septiani Puji Rahayu pada tahun 1999 di Semarang dan
dikaruniai tiga orang anak perempuan, yaitu Nadia Ainun Luthfiadi (15 Januari 2000), Nabila

Azzahra Luthfiadi (21 Desember 2004) dan Zaskia Khansa Salviadi yang dilahirkan pada 25
Februari 2006.

81
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Maret 2005 ini ialah overfishing udang jerbung, dengan judul Optimasi Penangkapan
Udang Jerbung ( Penaeus Merguensis de Man) di Lepas Pantai Cilacap.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Dr. Ir.
Setia Hadi, MS selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS yang telah
banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bupati
Cilacap, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Cilacap, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan
Jawa Tengah, Kepala Biro Pusat Statistik Cilacap, Kepala Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan
Perikanan Samudera Cilacap, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, anak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2007


Catur Pramono Adi

82

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ..................................................................................................

i

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ii

DAFTAR TABEL......................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................


vi

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................

vii

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................

1

Perumusan Masalah ............................................................................

3

Tujuan Penelitian................................................................................


5

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................

6

Daur Hidup, Reproduksi dan Habitat Udang Jerbung ........................

6

Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Populasi Udang Jerbung .....

8

Parameter Populasi Udang Jerbung ....................................................

9

Penyebaran dan Musim Penangkapan Udang Jerbung.......................


10

Optimasi Sumberdaya Perikanan Udang Jerbung ..............................

10

Pengelo laan Sumberdaya Udang Jerbung ..........................................

14

Pembangunan Perikanan Berkelanjutan.............................................

18

METODE PENELITIAN ..........................................................................

24

Kerangka Pemikiran ...........................................................................

24

Hipotesa ..............................................................................................

25

Ruang Lingkup Penelitian...................................................................

25

Manfaat Penelitian..............................................................................

25

Keadaan Umum Lokasi dan Waktu Penelitian...................................

26

Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data .......................

26

Standarisasi Effort ..............................................................................

27

Musim Penangkapan Udang Jerbung .................................................

28

83
Metode Analisa Degradasi..................................................................

29

Pendugaan Potensi Lestari dan Tingkat Pemanfaatan........................

30

Metode Analisis Bio-Ekonomi ..........................................................

30

Implikasi Kebijakan Ekonomi ..................................................................... 31
Diagram Alir Proses Penelitia n ..........................................................

32

HASIL.........................................................................................................

34

Keadaan Umum Daerah Penelitian ....................................................

34

Kondisi Sosial- Ekonomi Masyarakat ................................................

35

Perkembangan Rumah Tangga Perikanan/RTP .................................

35

Struktur Sosial Nelayan Tangkap di Cilacap .....................................

35

Keadaan Umum Perikanan Udang Jerbung .......................................

36

Harga dan Biaya per Unit Upaya Penangkapan Udang Jerbung .......

37

Standarisasi Alat Tangkap Udang Jerbung ........................................

38

Perkembangan Perikanan Udang Jerbung di Cilacap ........................

39

Hasil Tangkapan Per Unit Upaya Penangkapan Udang Jerbung........

41

Musim Penangkapan Udang Jerbung di Cilacap ...............................

42

Estimasi Produksi Lestari ..................................................................

43

Analisa Laju Degradasi Udang Jerbung di Cilacap ...........................

45

Pendugaan Parameter Bio-ekonomi....................................................

46

PEMBAHASAN ........................................................................................

48

Implikasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Udang Jerbung ........

56

Struktur Sosial dan Pola Hubungan Masyarakat Cilacap ..................

63

KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................

66

Kesimpulan.........................................................................................

66

Saran ..................................................................................................

67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

68

84

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Perbandingan MEY dan MSY dengan Variabel E, h, ? .........................

31

2. Standarisasi Effort Alat Tangkap Udang Jerbung tahun 1991-2005
di Cilacap ...............................................................................................
3. Nilai MSY, MEY dan Aktual tahun 2005 di Cilacap.............................

39
47

85

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Udang
Jerbung yang di Daratkan di TPI Cilacap Secara Berkelanjutan..........

24

2. Diagram Alir Proses Penelitian Optimasi Pemanfaatan
Sumberdaya Udang Jerbung .................................................................

33

3. Peta Daerah Penelitian Penangakapan Udang Jerbung di Cilacap ........

34

4. Interaksi Sosial Pada Struktur Masyarakat Nelayan di Cilacap ............

36

5. Produksi aktual udang jerbung (ton) Tramel Net Pasif
Tahun 1991- 2005 di Cilacap ................................................................

40

6. Produksi Aktual Udang Jerbung (ton) Tramel Net Aktif
Tahun 1991- 2005 di Cilacap ................................................................

40

7. Upaya Penangkapan (E) Udang Jerbung Dengan
Alat Tangkap Tramel Net Tahun 1991-2005........................................

41

8. CPUE Udang Jerbung Periode Tahun 1991-2005
dengan Alat Tangkap Tramel Net Pasif di Lepas Pantai Cilacap..........

41

9. CPUE Udang Jerbung Periode Tahun 1991-2005
dengan Alat Tangkap Tramel Net Aktif di Lepas Pantai Cilacap ..........

42

10. Indeks Musim Penangkapan (IMP) Udang Jerbung
Tahun 1991-2005 di Cilacap .................................................................

42

11. CPUE Terhadap Upaya Penangkapan (E) Udang Jerbung
Tahun 1991-2005 di Cilacap .................................................................
12. Hasil Lestari (MSY) Terhadap Upaya Penangkapan (E)
Udang Jerbung Tahun 1991-2005 di Cilacap ........................................
13. Koefisien Degradasi Sumberdaya Udang Jerbung di Cilacap...............

44
44
45

14. Analisis Perbandingan Antara Produksi Aktual dan
Laju Degradasi Udang Jerbung di Cilacap ............................................

45

15. MSY, TR, TC dan ? Penangkapan Udang Jerbung
Tahun 1991-2005 di Cilacap .................................................................

55

86

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Proporsi Produksi (PP) Penangkapan Udang Jerbung Terhadap Total
Produksi Tramel Net Aktif dan Pasif Tahun 2005 di Cilacap..............

74

2. Jumlah Perahu/Kapal Penangkap Ikan Menurut Ukuran
Tahun 2005 di Cilacap ...........................................................................
3. Jumlah Unit Alat Tangkap Ikan Tahun 1991-2005 di Cilapcap ............

75
76

4. Jumlah Kapal, Tingkat Upaya dan Produksi Udang Jerbung
Tahun 1991-2005 di Cilacap .................................................................

77

5. Biaya Operasional Dengan Alat Tangkap Tramel Net Aktif
Tahun 2005 di Cilacap ...........................................................................
6. Biaya Operasional Dengan Alat Tangkap Tramel Net Pasif
Tahun 2005 di Cilacap ...........................................................................
7. Regresi Linier Penangkapan Udang Jerbung tahun
1991-2005 di Cilacap .............................................................................
8. Analisis Degradasi Udang Jerbung Tahun 1991-2005 di Cilacap .........
9. Indeks Musim Penangkapan (IMP) Udang Jerbung
Tahun 1991-2005 di Cilacap ................................................................

78
79
80
81
82

87
ABSTRAK

CATUR PRAMONO ADI. Optimasi Penangkapan Udang Jerbung (Penaeus Merguiensis de
Man) di Lepas Pantai Cilacap. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan SETIA HADI.
Penelitian ini bertujuan menyusun pola pemanfaatan untuk mengoptimumkan pemanfaatan
sumberdaya udang jerbung di lepas pantai Cilacap secara berkelanjutan. Penelitian ini
dilaksanakan di perairan Cilacap pada pebruari sampai maret 2005 dan Oktober sampai
November 2005.
Evaluasi potensi sumberdaya udang jerbung menggunakan model surplus produksi
berdasarkan pertimbangan bio-ekonomi yang dapat mempengaruhi kebijakan mengenai
penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan Model Schaefer
dengan persamaan regresi linear untuk mendapatkan hasil yang maksimum dari penangkapan
udang secara biologis dan menggunakan Model Gordon-Schaefer untuk mendapatkan hasil yang
maksimum dari penangkapan udang secara ekonomis.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat upaya penangkapan udang optimum (Emsy) adalah
13.205 trip per tahun dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara lestari pada maksimum
penangkapan (hmsy) 1291,8 ton per tahun. Sedangkan secara ekonomi upaya penangkapan
(Emey) udang jerbung mencapai 12.351 trip dengan produksi maksimum (hmey) 1286,4 ton.
Sedangkan total penerimaan 44 milyar rupiah dan total biaya (cost) 6,5 milyar rupiah sehingga
akan didapat keuntungan sebesar 37,6 milyar rupiah. Keuntungan aktual tahun 2005 mencapai
14,5 milyar rupiah.
Hasil tangkapan udang jerbung tahun 2005 sebesar 1 271 ton mendekati nilai hmey
sedangkan upaya penangkapan (effort) aktualnya sebesar 65.790 trip diatas nilai Emey sehingga
usaha penangkapan udang jerbung dengan alat tangkap tramel net tidak efisien untuk dilakukan.
Pemanfaatan sumberdaya udang jerbung berdasarkan analisis hasil udang jerbung per satuan
upaya penangkapan di lepas pantai Cilacap sudah padat tangkap dan perlu dikurangi upaya
penangkapan yang ada. Pemanfaatan sumberdaya udang jerbung berdasarkan analisis biologi
udang yang tertangkap mendekati padat tangkap, sehingga tidak dikeluarkan ijin penangkapan
baru untuk alat tangkap trammel net dan diikuti dengan pemantauan lebih intensif di lapangan.
Jika hasil pemantauan tersebut sudah padat tangkap maka digunakan analisis hasi udang per
satuan upaya dengan jumlah penangkapan di perairan tersebut dengan peengaturan pemanfaatan
menggunakan batas yang kecil yaitu MSY dan f optimum udang jerbung.
Untuk mengendalikan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian udang jerbung di
perairan tersebut disarankan kepada PEMDA Cilacap untuk menerbitkan Surat Keputusan
mengenai pengaturan jumlah upaya penangkapan, pengaturan sistem bagi hasil tangkapan dalam
wadah koperasi dan kegiatan pengawasan pemanfaatan di lapangan.

88
ABSTRACT

CATUR PRAMONO ADI. Optimazion of White Shrimps (Penaeus merguiensis) Catch at
Cilacap Off-Shore. Under the direction of MENNOFATRIA BOER, and SETIA HADI.
The objective of the study is to know the optimize the use of white shrimps resources based
on bio-economic perspective for the policyb of sustainable use of the resouces. The study use
Schaefer model to find the maximum level of sustainable yield (MSY) with the linear regression
and bio-economic model of Gordon-Schaefer to find the maximum level of ecconomic yield
(MEY).
Effort level of maximum sustainable yield of white shrimps is 13.205 trip in a year and the
harvest of maximum sustainable yield 1 291,8 ton in a year. In effort level of economical yield of
white shrimps exist 12,351 trip with the harvest of maximum economical yield 1286,4 ton.
Demand total exist 44 billion IDR with total cost of production exist 6,5 billion IDR. Therefore
the result of the provite exist 37,5 billion IDR. Total of actual approximately provite during 2005
exist 14,5 billion IDR.
Based on the result data, actual approximately harvest of white shrimps 2005 exist 1271
ton, but its above the harvest of maximum economical yield . On the other hand the actual reffort
exist until 65790 trip, but its also near the level of harvest of maximum economical yield , that is
way using both the tramel net is not efficient. By comparing the effort of white shrimps catch
along 1999 – 2000 with the effort of maximum level of sustainable yield and maximum level of
ecconomic yield, it showed that the range of effort in those year has been increased based on bio economical perspective. The fishermen still get the provite from the white shrimps catch, but
their value has decreased.

89

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan konsumsi bahan pangan laut dunia yang tinggi, menjadikan laut sebagai orientasi
kegiatan skala besar. Perburuan pun berubah dari darat menuju laut. Pembangunan perikanan tangkap
dalam skala besar terus terjadi, guna memenuhi kebutuhan konsumsi bahan pangan dunia
mengakibatkan eksploitasi secara berlebihan terus terjadi. Di sisi lain rejim pemanfaatan sumberdaya
laut sebagai sumberdaya yang tak bertuan, menjadi jalan terjadinya pengurasan sumberdaya.
Eksploitasi yang tinggi dan tanpa batas, serta penggunaan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan, memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya dan ekosistem. Kondisi ini
menjadi penyebab utama terjadinya degradasi sumberdaya. Tercatat pada tahun 2000, produksi
udang dunia menurun. Selain faktor tekanan penangkapan yang tinggi, faktor pemanfaatan di daratan
seperti pencemaran dan buangan limbah berbahaya lainnya ke laut, turut menjadi penyebab
menurunnya kualitas sumberdaya.
Kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir serta padatnya aktivitas lalu lintas laut juga
menyumbang terjadinya degradasi sumberdaya pesisir dan lautan. Penurunan hasil tangkapan udang
dunia, merupakan dampak dari menurunnya stok udang. Aktivitas penangkapan di laut, daratan dan
pesisir, menjadi sangat penting untuk mengelola wilayah tersebut secara baik dan tepat, mengingat
sistem ekologi perairan yang sangat mendukung keberlanjutan sumberdaya tersebut. Stok udang
selain dipengaruhi oleh intensitas penangkapan (fishing pressure) dan daya dukung lingkungan
(carrying capacity) juga sangat bergantung pada produktivitas primer di wilayah pesisir, sebagai
suatu yang penting dalam rantai makanan (food chain), seperti spawning dan nursery ground.
Pengelolaan sumberdaya alam senantiasa diarahkan pada tiga dimensi utama pembangunan
yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Dari sisi ekologi sumberdaya diarahkan untuk mencapai aspek
keberlanjutan (sustainable ), sementara dari sisi ekonomi diarahkan untuk mencapa i sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (welfare) dan dari sisi sosial pengelolaan sumberdaya diarahkan pada aspek
pemerataan (equity). Begitu pula dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (udang jerbung) harus
tetap menjaga keberlanjutan sumberdaya (ketersedia n stok), dan berupaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat nelayan. Sumberdaya perikanan (udang jerbung) diharapkan menjadi
penggerak utama pembangunan nasional. Hal ini didukung oleh potensi fisik meliputi, 81.000 km2
panjang garis

pantai, kurang lebih 17.504 pulau, dengan luas laut sekitar 3,1 juta km2 (0,3 juta km2

perairan territorial; dan 2,8 juta km2 perairan nusantara). Indonesia juga diberi kewenangan
memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE) berdasarkan UNCLOS (United Nations Convention on

90
2

the Law of the See, 1982), seluas 2,7 juta km yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan
pengelolaan sumberdaya hayati dan non-hayati, penelitian dan yurisdiksi mendirikan instalasi atau
pulau buatan (Dahuri et al, 1996; Adrianto, 2006). Selain potensi fisik tersebut, didukung pula oleh
potensi hayati perairan yaitu terdiri 44 jenis/kelompok ikan ekonomis penting; 7 jenis/kelompok
krustase; 7 jenis/kelompok moluska; dan beberapa jenis/kelompok hewan laut lainnya. Dari potensi
fisik dan hayati tersebut, Indonesia memiliki potensi lestari sebesar 65 juta ton/tahun, terdiri dari
potensi perikanan budidaya sekitar 57,7 juta ton/tahun dan potensi perikanan tangkap sekitar 7,3 juta
ton/tahun meliputi; ikan pelagis besar 1,65 juta ton/tahun, ikan pelagis kecil 3,6 juta ton/tahun, ikan
demersal sebesar 1,36 juta ton/tahun, ikan karang sebesar 145 ribu ton/tahun, udang penaeid sebesar
94,8 ribu ton/tahun, lobster sebesar 4,8 ribu ton dan cumi-cumi sebesar 28,25 ribu ton/tahun serta 0,9
juta ton/tahun ikan air tawar (Dahuri, 2003).
Kegiatan pemanfaatan potensi perikanan udang jerbung di perairan Cilacap saat ini
mengalami penurunan. Dari data statistik perikanan diperoleh bahwa terjadi penurunan produksi
udang jerbung di wilayah perairan Cilacap yakni dari 885 ton pada tahun 1991 menurun menjadi
734,4 ton untuk tahun 2000 (Dinas Kelautan dan Perikanan Cilacap, 2004). Terjadinya penurunan
produksi udang jerbung secara umum di Cilacap, Diduga faktor penyebabnya adalah berkurangnya

luasan perairan akibat sedimentasi, kerusakan hutan mangrove, dan eksploitasi benur. Kondisi ini,
lambat laut diyakini akan menyebabkan terjadinya degradasi sumberdaya yang ditandai dengan
penurunan hasil tangkapan tidak terkecuali bagi sumberdaya udang jerbung.

Meningkatnya kebutuhan udang jerbung merangsang nelayan untuk eksploitasi
sumberdaya tersebut. Peningkatan intensitas penangkapan cenderung akan menurunkan
hasil tangkapan per satuan upaya.

Hal yang sama terjadi pada perolehan keuntungan

ekonomis per satuan upaya penangkapan, yaitu kecenderungan turunnya keuntungan
ekonomis per satuan upaya dengan meningkatnya intensitas penangkapan (Purnamaji
2003).
Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya udang jerbung perlu dikelola berdasarkan azas
keseimbangan dan kemampuan daya dukungnya. Evaluasi tentang eksploitasi sumber daya udang
jerbung di Cilacap dibutuhkan untuk bahan informasi dalam merancang strategi pengelolaan
sumber daya secara optimal dan berkelanjutan di masa yang akan datang.
Pada tingkat optimal diharapkan sumber daya dapat dimanfaatkan dalam waktu
relatif

tak

terbatas,

mendatangkan

keuntungan

ekonomi

meningkatkan kesejahteraan nelayan yang mengusahakannya.

maksimum

dan

dapat

91
Perumusan Masalah
Kegiatan pemanfaatan udang jerbung di perairan Cilacap selama ini, masih bersifat common
property (milik bersama), dimana setiap nelayan berhak untuk melakukan kegiatan produksi sesuai
dengan kemampuan maksimal, sehingga menyebabkan terjadinya eksploitasi produksi tak terbatas,
dan akhirnya mengarah pada terkurasnya sumberdaya tersebut. Kegiatan penangkapan umumnya
dilakukan dengan sistem ladang berpindah, dimana ketika fishing ground mengalami penurunan stok
yang ditandai dengan menurunnya hasil tangkapan, selanjutnya nelayan akan mencari fishing ground
yang baru. Perubahan fishing ground akan berdampak terhadap perubahan jarak dan waktu tempuh.
Hal ini ditandai dengan perubahan trip penangkapan. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan biaya produksi, dan secara otomatis akan menurunkan tingkat keuntungan. Sebelumnya
kegiatan penangkapan udang jerbung dapat dilakukan dalam sehari per trip (one-day fishing), namun
akhir-akhir ini, kegiatan penangkapan harus dilakukan dalam 6-7 hari per trip. Sifat sumberdaya
common property dan unlimited access akan menyebabkan terjadinya unsustainable. Terjadinya
kegiatan eksploitasi sumberdaya secara tak terbatas menyebabkan terjadinya perubahan fishing
ground. Hal ini merupakan tanda tidak optimalnya pengelolaan sumberdaya. Kondisi yang tidak
optimal tersebut lebih disebabkan karena tidak adanya data tingkat tangkapan maksimum, dan tingkat
upaya maksimum. Penggunaan effort yang melebihi kapasitas dan atau kurang dari tingkat optimal
akan menyebabkan terjadinya inefisiensi dari sisi ekonomi, dan degradasi sumberdaya yang
mengarah kelangkaan sumberdaya pada sisi ekologi.
Di sisi lain, permintaan konsumsi udang jerbung, baik domestik maupun manca negara kian
meningkat. Hal ini ditandai dengan peningkatan volume produksi udang jerbung di Cilacap dalam
beberapa tahun terakhir. Pemenuhan akan permintaan pasar yang tinggi, dimulai dengan upaya
peningkatan effort penangkapan. Kondisi ini akan memberikan tekanan yang lebih tinggi terhadap
sumberdaya dan secara ekonomi akan menambah biaya penangkapan, meskipun dari sisi pendapatan
juga dapat mengalami peningkatan. Upaya lainnya untuk peningkatan produksi yang tinggi, juga
dapat ditempuh dengan penambahan unit armada tangkapan, namun hal ini akan mengarah pada
kegiatan padat tangkap. Kedua upaya peningkatan produksi tersebut di atas, pada suatu kondisi akan
mengarah pada pengurasan sumberdaya dan akan berakibat pada terjadinya scarcity rent.
Peningkatan produksi, juga dapat memicu terjadinya kegiatan penangkapan yang merusak
lingkungan (destructive fishing). sedimentasi, kerusakan hutan mangrove, dan eksploitasi benur ,
dengan sendirinya akan menurunkan kualitas sumberdaya dan lingkungan (degradasi). Peningkatan
produksi, dapat dicapai dengan baik dan sesuai tingkat permintaan, apabila optimasi sumberdaya
dapat diketahui lebih awal. Analisis pendugaan stok, sangat penting dilakukan untuk mengetahui

92
tingkat biomassa dan tangkapan maksimum lestari (MSY), sehingga upaya-upaya penangkapan dapat
dikelola dengan baik dan berkelanjutan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan pengelolaan
sumberdaya ikan merah secara berkelanjutan di perairan Cilacap sebagai berikut:
1. Apakah data statistik sumberdaya udang jerbung di Cilacap, seperti jumlah biomassa,
tingkat upaya dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) sudah ada ?
2. Apakah tingkat pemanfaatan sumberdaya udang jerbung di lepas pantai Cilacap dari sisi
biologi (MSY) maupun ekonomi (MEY) sudah optimal pemanfatannya ?
3. Apakah tingkat laju degradasi penangkapan udang jerbung di Cilacap sudah diketahui ?
4. Apakah pengelolaan sumberdaya udang jerbung di lepas pantai Cilacap sudah diatur oleh
PEMDA setempat ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui :
1.Jumlah biomassa, tingkat upaya, dan hasil tangkapan per unit upaya pemanfaatan
optimum sumberdaya udang jerbung di lepas pantai Cilacap.
2.Mengetahui tingkat optimum pemanfaatan sumber daya udang jerbung di Cilacap.
3.Mengetahui laju degradasi udang jerbung di lepas pantai Cilacap.
4.Merumuskan bentuk pengelolaan sumberdaya udang jerbung di Cilacap
secara berkelanjutan.

93

TINJAUAN PUSTAKA

Daur Hidup, Reproduksi dan Habitat Udang Jerbung
Udang jerbung termasuk jenis decapoda yang melepaskan telurnya ke laut secara
demersal segera setelah dibuahi, sedangkan jenis-jenis decapoda lainnya membawa telurnya
sampai menetas menjadi larva.
Daur hidup udang jerbung umumnya terbagi dua fase yaitu laut dan muara sungai (air
payau) terutama yang berhutan mangrove. Penaeus merguiensis memijah di laut pada kedalaman
20 – 40 m. Telur dilepaskan secara demersal dan setelah 24 jam menetas menjadi larva tingkat
pertama (naupilius). Selanjutnya, setelah 3-8 kali moulting berubah menjadi protozoa, mysis dan
pasca larva. Saat pasca larva merupakan tingkatan yang sudah mencapai daerah asuhan di
pantai dan mulai menuju daerah perairan. Larva bergerak dari daerah pemijahan di tengah laut
ke teluk-teluk dan muara sungai. Kemudian berubah menjadi yuwana, makan dan tumbuh di
daerah asuhan 3 - 4 bulan menjadi udang jerbung muda, lalu beruaya ke laut menjadi udang
jerbung dewasa kelamin (Tricahyo, 1995). Udang jerbung dewasa umumnya terdapat di perairan
pantai yang dangkal. Bila paparan benuanya cukup landai dapat mencapai jarak 150 km dari
pantai sampai kedalaman 15 – 35 meter.
Laju kematian larva sangat tinggi (lebih dari 70 % per minggu) (Dall et. al. 1990).
Umumnya larva bergerak secara planktonik ke arah pantai, muara sungai, teluk-teluk terutama
yang mempunyai hutan mangrove sebagai daerah asuhan udang jerbung, larva berkembang di
daerah ini dan hidup sebagai yuwana (juvenile) selama 2 - 3 bulan. Laju kematian pada fase
yuwana sekitar 10 – 25% per minggu (Dall et al, 1990). Udang jerbung bergerak dari daerah
asuhan ke arah laut yang lebih dalam, menjadi dewasa, kawin dan memijah. Waktu yang
diperlukan untuk menjadi dewasa/induk sekitar 8 - 20 bulan dengan laju kematian alami rata-rata
2 – 10 % per minggu (Dall et al, 1990). Udang jerbung termasuk heteroseksual yang bisa
dibedakan jenis kelaminnya. Udang jerbung jantan mempunyai alat kelamin yang disebut
petasma yang terdapat di antara pasangan kaki renang (pleopoda) pertama. Udang jerbung betina
mempunyai alat kelamin yang disebut thelycum terdapat di antara kaki jalan (periopoda) yang ke
lima. Tingkat kematangan gonad udang jerbung betina dibedakan menjadi lima (Motoh,1981),
yaitu :
1.

Belum matang (ovari tipis, bening, tidak berwarna)

2.

Kematangan awal (ovari membesar, bagian tengah dan depan berkembang)

94
3.

Kematangan lanjut (ovari berwarna hijau muda dan dapat dilihat melalui eksoskeleton,
bagian depan dan tengah berkembang penuh)

4.

Matang telur/kematangan akhir (ovari berwarna hijau tua, ova lebih besar dari tingkat
sebelumnya

5.

Sesudah bertelur (spent) (ovari lembek dan lebih kuat, ova sudah dilepaskan)
Stadium larva yang bersifat planktonik umumnya terdapat di perairan sepanjang pantai.

Stadium post larva penaeus umumnya menyukai perairan di sekitar muara sungai atau daerah
mangrove dengan substrat dasar perairan berlumpur. Stadium yuwana udang jerbung terdapat di
perairan estuaria atau perairan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut dengan substrat dasar
perairan berupa lumpur (Staples et al, 1985). Udang jerbung dewasa menyukai dasar perairan
lumpur berpasir berkedalaman 10 - 45 m (Staples et al, 1984).
Umumnya udang jerbung berkelompok di permukaan dasar perairan dalam jumlah besar.
Pemijahan udang jerbung terjadi pada malam hari (Motoh, 1981). Udang jerbung termasuk
omnivora dan lebih menyukai organisme yang sedang dalam proses pembusukan, sehingga
daerah yang terdapat proses pembusukan merupakan petunjuk kelimpahan udang jerbung. Udang
jerbung aktif pada siang hari, sehingga penangkapan udang jerbung sebaiknya dilakukan pada
siang hari (Motoh, 1981).
Sifat bergerombol udang jerbung dewasa ada hubungannya dengan masa perkawinan dan
pemijahan. Udang jerbung ini berkelompok pada malam dan siang hari yang terdapat di dekat
dasar perairan saat air tenang (antara air surut dan air pasang) atau bila arus lemah. Tingkah laku
udang jerbung termasuk golongan yang jarang membenamkan diri dalam lumpur dan selalu aktif
bergerak, terutama siang hari. Udang jerbung mencari makanan di atas atau di dalam sedimen
dasar perairan. Makanannya terdiri dari detritus, organisme-organisme demersal kecil dan bagian
dari tumbuhan air (Martosubroto, 1978).

Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Populasi Udang Jerbung
Pengelolaan kawasan pantai berupa konversi hutan mangrove menjadi tambak dan
permukiman sebaiknya diperkecil mengingat daerah ini merupakan daerah asuhan megalopa dan
yuwana udang jerbung (Motoh, 1981). Sebagian besar masa hidup udang jerbung pada perairan
yang dipengaruhi masa air sungai daerah delta, muara sungai dan perairan estuaria dengan dasar
berlumpur atau pasir bercampur lumpur serta berhutan mangrove (Garcia & Le Reste, 1981; Dall

95
et al, 1990). Umumnya, di perairan tersebut udang jerbung masih stadium post larva dan yuwana
dengan Kondisi lemah dan memerlukan tempat berlindung.
Perubahan lingkungan akibat aktifitas penduduk daerah hulu dan hilir sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup udang jerbung. Umumnya kedalaman perairan mempengaruhi
penyebaran udang jerbung menurut daur hidupnya. Udang dewasa menyukai perairan yang lebih
dalam. Post larva dan yuwana banyak tertangkap di perairan dangkal kedalaman 2 – 5 m, udang
jerbung muda pada kedalaman 5 – 10 m, dan udang jerbung dewasa/induk udang jerbung pada
kedalaman 10 – 40 m. Udang jerbung muda/yuwana mampu menyesuaikan diri pada salinitas 0 3 per mil, sedang udang jerbung dewasa pada salinitas 7 – 10 per mil (Dall, 1981). Secara umum,
udang jerbung dewasa hidup pada salinitas 27,5 – 35 per mil (Garcia & Le Reste, 1981; Motoh,
1981). Suhu perairan yang sesuai untuk kehidupan udang jerbung umumnya 21,5 – 31o C (Garcia
& Le Reste, 1981; Motoh, 1981). Hasil tangkapan udang jerbung lebih tinggi pada bulan gelap,
setengah pur nama dan setelah purnama penuh (Naamin, 1992). Umumnya, waktu hujan udang
jerbung berada agak ke tengah karena berubahnya salinitas sekitar pantai (Gunter & Edwards,
1969).
Predator merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap mortalitas alami. Hubungan
antara udang jerbung dan pemangsa sangat erat. Di daerah estuarin, ikan Scianidae dan Caranx
sp merupakan predator utama udang jerbung (Minello & Zimmerman, 1983 dalam Dall et al,
1990).

Parameter Populasi Udang Jerbung
Udang jerbung mempunyai koefisien laju pertumbuhan (K) yang cepat (Garcia & Le
Reste, 1981; Gulland, 1983). Pendugaan umur udang jerbung dapat diperoleh melalui analisis
pergeseran modus frekuensi panjang yang diperoleh secara periodik (Jones, 1981). Untuk
menjamin kelestarian sumber daya udang jerbung, sebaiknya penangkapan dilakukan pada umur
4 bulan sampai 2 tahun. Bila penangkapan dilakukan pada umur kurang dari 4 bulan maka akan
mempengaruhi kesinambungan daur hidupnya. Sedangkan bila lebih dari 2 tahun maka peluang
untuk mati secara alamiah semakin besar. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan ukuran mata
jaring yang optimal sehingga kesinambungan stok dapat terjamin.
Salah satu faktor kesinambungan populasi ditentukan oleh rekruitmen. Panjang udang
jerbung pada saat pertama kali tertangkap (berhubungan dengan besarnya mata jaring) akan
mempengaruhi hasil penambahan baru (Gulland, 1983). Musim penambahan baru udang jerbung
jerbung di perairan Cilacap berlangsung bulan maret dan agustus (Adisusilo, 1984).

96
Menurut Adisusilo (1984), udang jerbung jerbung di Cilacap mengalami pemijahan
sepanjang tahun dan mencapai puncaknya pada bulan Januari, April Agustus, dan November.
Sedangkan pemijahan terendah terjadi pada bulan Februari dan Oktober. Ukuran udang jerbung
pertama kali matang gonad masing -masing pada panjang kerapas 31,64 mm dan 39,57 mm,
sehingga pola penambahan baru udang jerbung di Cilacap terjadi sepanjang tahun dan puncaknya
pada bulan Maret dan Agustus. Laguna umumnya merupakan daerah tangkapan ukuran stadium
post larva dan yuwana atau udang jerbung muda, sedangkan di lepas pantai berukuran besar atau
dewasa (Garcia et al. dalam Naamin et al., 1992).
Musim pemijahan udang jerbung di Cilacap berlangsung sepanjang tahun dengan
puncaknya bulan Agustus, Nopember dan April (Adisusilo, 1984). Perbedaan terjadinya puncak
pemijahan kemungkinan dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti curah hujan, salinitas dan
suhu. Curah hujan yang rendah dan suhu yang tinggi akan meningkatkan perkembangan
kematangan gonad. Menurut Tuma dan Motoh (1981), diduga pertumbuhan udang jerbung di
Cilacap lebih cepat dibandingkan pada perairan Tanjung Karawang dan Teluk Bintuni (Papua).

Penyebaran dan Musim Penangkapan Udang Jerbung
Daerah penyebaran udang jerbung terdapat di sepanjang perairan pantai yang dangkal dan
terlindung berupa perairan estuaria, teluk-teluk yang biasanya terdapat hutan mangrove serta
perairan yang landai seperti laut jawa. Secara ekosistem penyebaran dibagi menjadi dua daerah,
yaitu daerah muara sungai/estuaria dan daerah lepas pantai. Udang jerbung daerah estuaria
umumnya berstadium post larva dan yuwana berukuran kecil, sedangkan di lepas pantai
berukuran besar/dewasa (Garcia & Le Reste, 1981). Puncak musim penangkapan udang jerbung
di perairan Cilacap berlangsung bulan September sampai Pebruari (Zalinge dan Naamin, 1975).
Alat tangkap udang jerbung yang bersifat aktif adalah pengoperasiannya dengan cara
ditarik kapal dengan daya tertentu atau dilingkarkan di perairan yang bertekstur dasar lebih rata,
terdiri dari lumpur atau lumpur berpasir yang banyak udang jerbungnya. Jenis alat tangkap yang
termasuk kategori ini adalah trawl, jaring trammel net, set net dan cantrang.
Pengoperasian trammel net yang ditarik perahu dengan sistem menghadang arah arus
akan memperoleh hasil tangkapan udang jerbung lebih baik (Wudianto, 1985 dan Barus et al,
1986). Umumnya kedalaman perairan saat operasi sekitar 5 – 20 m. Satu trip penangkapan alat
tangkap tramel net (5 –7) hari. Rata-rata pengoperasian alat 3 – 5 setting per hari. Faktor

97
keberhasilan penangkapan udang jerbung jerbung dengan trammel net adalah bahan, kontruksi
dan teknologi penangkapannya (Wudianto, 1985).
Optimasi Sumberdaya Perikanan Udang Jerbung
Sumberdaya udang jerbung merupakan salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
Namun dalam kontribusinya sebagai penyumbang devisa, ada hal yang harus kita perhatikan yakni
bagaimana cara agar sumberdaya udang jerbung yang dikelola dapat meningkatkan perekonomian
secara makro dan mikro, dimana bagi nelayan khususnya dapat meningkatkan pendapatan mereka,
sedang bagi negara dapat meningkatkan devisa, dengan tetap memperhatikan aspek-aspek
keberlanjutan sumberdaya tersebut. Secara implisit pernyataan tersebut mengandung dua makna,
yakni dari sisi ekonomi dan biologi. Dengan demikian, pemanfaatan optimal sumberdaya udang
jerbung, harus mengakomodasi kedua aspek tersebut. Oleh karenanya, pendekatan bioekonomi dalam
pengelolaan sumberdaya udang jerbung merupakan hal yang perlu dipahami oleh setiap pelaku yang
terlibat dalam pengelolaan sumberdaya udang jerbung. Pada awalnya, pengelolaan sumberdaya
banyak didasarkan pada factor biologi semata, dengan pendekatan yang disebut maximum sustainable
yield (tangkapan maksimum lestari). Inti pendekatan ini adalah bahwa setiap spesies udang jerbung
memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga
apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok udang jerbung akan tetap
mampu bertahan secara berkesinambungan (sustainable).
Para pakar biologi udang jerbung seperti yang dilaporkan Munro (1981) mencoba
menurunkan sustainable yield curve yang didasarkan pada keseimbangan populasi udang jerbung
atau biomassa udang jerbung. Populasi udang jerbung diasumsikan akan tumbuh karena terdapat
kelahiran dalam populasi itu (recruitment), adanya pertumbuhan udang jerbung dalam populasi
(growth), kemudian populasi udang jerbung tersebut dibatasi oleh kematian alami yang disebabkan
oleh predator dan keterbatasan lingkungan perairan. Menurut Zulham (2005), keterbatasan
lingkungan itu terjadi karena; (1). Persediaan makanan dalam perairan. Persediaan makanan yang ada
bukan hanya diperlukan oleh udang jerbung dalam perairan tetapi juga oleh organisme lain yang
terdapat dalam perairan tersebut; (2).Ketersedia an oksigen. Oksigen diperlukan bukan hanya oleh
udang jerbung yang ada dalam perairan tetapi berbagai organisme dalam kolom air juga memerlukan
oksigen. Kolom air memerlukan 18 oksigen untuk menetralisir pencemaran yang ada dalam perairan,
dalam ilmu ekologi disebut sebagai daya asimilasi; dan (3). Keterbatasan ruang karena ada kendala
fisik dan kimiawi yang implisit terdapat dalam kolom air, sehingga ikut membatasi ruang hidup
populasi udang jerbung. Apabila ketiga keterbatasan itu dianggap konstan, dan X didefinisikan
sebagai biomassa udang jerbung, t adalah waktu dan F(X) adalah fungsi yang menggambarkan

98
pertumbuhan alami populasi udang jerbung, Bila dXt/dt (1aju pertumbuhan biomass), f (Xt) (fungsi

pertumbuhan biomass ikan), Xt (ukuran kelimpahan biomass ikan), r (laju pertumbuhan
instrinsik), dan K (daya dukung alam (carrying capacity)), maka dinamika pertumbuhan populasi
udang jerbung tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

 Xt 
dXt/dt = Xt. r 1 − 
 K
Saat sumber daya udang jerbung dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan, terjadi
pengurangan kelimpahan (biomasa) populasi ikan. Perubahan tersebut merupakan selisih laju
pertumbuhan (biomasa) populasi dengan sejumlah biomasa yang ditangkap. Hubungan tersebut
menurut Schaefer (1954) in Boer dan Aziz (1995), menjadi :
dXt
= f (Xt) - ht
dt

ht = hasil tangkapan. Selanjutnya dinyatakan bahwa secara matematik hasil tangkapan dapat
dituliskan sebagai :
ht = q.Et.Xt
dengan q sebagai koefisien ketertangkapan (cachability) dan Et menunjukan upaya penangkapan
(effort). Persamaan terakhir ini dapat ditulis menjadi:
ht
= q Xt
Et

dan menunjukan hipotesis Schaefer yang menyatakan bahwa tangkapan per unit upaya (CPUE =
Catch Per Unit of Effort ) sebanding dengan kelimpahan stok Xt. Oleh karena Xt tidak dapat
diamati, maka pendekatan ini sangat penting dalam
pengkajian stok dengan asumsi dasar bahwa q dapat diduga serta pendekatan kesebandingan
antara CPUE dan Xt hanya berupa hipotesis sehingga hasilnya dapat berbias.
Tangkapan optimum dapat dihitung pada saat

dXt
= 0 atau disebut juga penyelesaian
dt

pada titik keseimbangan (equilibrium), yang berbentuk:

 q 2 KEt 
ht
= qK − 
 = a − bEt
Et
 r 

99
q 2K
Sedangkan a = qK dan b =
. Hubungan linier ini yang digunakan secara luas untuk
r

menghitung dugaan MSY melalui penentuan turunan pertama ht terhadap Et dalam rangka
menemukan solusi optimal, baik untuk upaya maupun produksi tangkapan. Turunan pertama ht
dan Et adalah:
ht = aEt − bEt 2

Sehingga diperoleh dugaan EMSY (upaya tangkap maksimal) dan hMSY (tangkapan yang
diperbolehkan) masing – masing adalah :

E

MSY

=

a
r
=
dan
2 b 2q

h MSY =

a 2 rK
=
4b 4

Nilai-nilai a dan b diduga melalui pendekatan metode kuadrat terkecil yang umum
digunakan pada penentuan dugaan koefisien, persamaan regresi linier sederhana.
Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Schaefer
hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan aspek biologi
(hMSY dan EMSY), sehingga belum mampu menetapkan tingkat pemanfaatan maksimum yang
lestari secara ekonomi (hMEY dan EMEY). Untuk menjawab permasalahan tersebut, Gordon
mengembangkan Model Schaefer dengan cara memasukan faktor harga per satuan hasil tangkap
dan biaya per satuan upaya pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai ”Model
Statik Gordon – Schaefer” (Seijo et al. 1998).
Dengan mengintroduksikan faktor biaya dan harga (aspek ekonomi) ke dalam Model
Schaefer, maka dapat diketahui pola hubungan antara penerimaan total (TR) dengan biaya
penangkapan total (TC) dari berbagai tingkat upaya yang digunakan dan berbagai tingkat hasil
yang dapat diperoleh, dapat dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui tingkat effort yang dapat
memberikan manfaat paling optimal tanpa mengancam kelestarian sumber dayanya.
Dalam ekonomi sumber daya perikanan, rente ekonomi diartikan sebagai nilai manfaat
bersih dari pemanfaatan sumber daya perikanan setelah seluruh komponen biaya diperhitungkan.
Model Statik Gordon - Schaefer dirumuskan dengan pendekatan ekonomi
memaksimumkan keuntungan dengan persamaan :
selanjutnya dengan mensubstitusikan persamaan ( ht = aEt − bEt 2 ) kedalam persamaan (π
= p.h - c.E), maka didapatkan persamaan :
π = (ap-c)E – bpE2

untuk

100
berdasarkan persamaan (π

= p.h - c.E), keuntungan maksimum atau Maximum Economic

Sustainable Yield (EMEY ) dicapai pada saat

E

MEY


= 0 , sehingga :
dE

 ap − c 
 ap − c   ap − c 
=
 dan, hMEY = a 
 − b

 2bp 
 2bp   2bp 

2

Secara umum dapat dikatakan bahwa keseluruhan model dasar optimisasi pengelolaan
sumberdaya perikanan (udang jerbung) yang dikemukakan di atas, tidak secara eksplisit
membahas depresiasi sumberdaya. Model- model dasar di atas melihat bahwa depresiasi terjadi
manakala input yang digunakan atau output yang dihasilkan terlalu berlebihan (model Gordon
dan Copes).
Pengelolaan Sumberdaya Udang Jerbung
Pengelolaan sumberdaya udang jerbung dihadapkan pada tantangan yang timbul karena
faktor-faktor

yang

menyangkut perkembangan penduduk, perkembangan sumberdaya dan

lingkungan, perkembangan teknologi dan ruang lingkup internasional. Menurut Undang-Undang
No.31 Tahun 2004 tentang perikanan, yang dimaksud dengan perikanan adalah “semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari
pra produksi, produksi pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem
bisnis perikanan. Pengelolaan sumberdaya udang jerbung dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berlangsung terus-menerus, baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya”. Penangkapan
udang jerbung didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh udang jerbung di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan
mengawetkannya. Ketersediaan stok udang jerbung yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain kelahiran, pertumbuhan, kematian, emigrasi dan imigrasi udang jerbung. Pertumbuhan pada
tingkat individu dapat dirumuskan sebag