Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit Di Provinsi Jambi.
PENERAPAN PEREMAJAAN KELAPA SAWIT
DI PROVINSI JAMBI
SHINTA ANGGREANY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Shinta Anggreany
NIM I351130071
RINGKASAN
SHINTA ANGGREANY. Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi.
Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan DWI SADONO.
Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program
revitalisasi perkebunan dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi
tanaman perkebunan. Peremajaan merupakan upaya untuk mempertahankan
eksistensi, produksi dan produktivitas serta solusi untuk mengatasi permasalahan
tanaman kelapa sawit yang telah memasuki masa tidak produktif (di atas 25
tahun). Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi merupakan tempat
pertama kali dilakukannya peremajaan di Provinsi Jambi dan sebagian besar
petani eks Transmigran menghadapi permasalahan dalam peremajaan kebun
kelapa sawitnya. Tahun 2011 dikembangkan sebuah inovasi peremajaan berupa
program demplot peremajaan dan petani diharapkan mau menerapkan sistem
peremajaan tumpang sari yang dianjurkan oleh pemerintah, agar petani tidak
kehilangan mata pencahariannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat persepsi petani terhadap
penerapan peremajaan kelapa sawit, menganalisis hubungan antara faktor internal
dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan
penerapan peremajaan kelapa sawit, menganalisis hubungan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di
Provinsi Jambi.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan unit analisis yaitu
individu dan dilaksanakan di Desa Marga Mulya dan Desa Mekar Sari,
Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 83 orang dan merupakan petani yang telah melaksanakan
peremajaan kelapa sawit dan merupakan petani eks Transmigran. Metode analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif dan korelasional.
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk menganalisis persepsi terhadap
penerapan peremajaan, tingkat partisipasi dan korelasi rank Spearman digunakan
untuk menganalisis hubungan antara peubah independent dengan dependent.
Peremajaan kelapa sawit dipersepsikan oleh petani cukup menguntungkan
dan cukup mudah diamati hasilnya, namun sulit untuk diterapkan, tidak sesuai
dengan kebutuhan petani dan kurang dapat dicoba dalam skala kecil. Penerapan
peremajaan kelapa sawit pada aspek teknik budidaya termasuk dalam kategori
sedang dimana sebagian besar petani melakukan dan menerapkan sistem
peremajaan, namun tidak menerapkan secara keseluruhan teknik budidaya sesuai
dengan yang dicontohkan pada demplot peremajaan. Mayoritas petani melakukan
peremajaan dengan sistem sisip. Pada aspek pencatatan dan pengaturan keuangan
termasuk dalam kategori rendah karena petani tidak melakukan pencatatan dan
pengaturan keuangan dengan baik. Petani tidak terbiasa melakukan pencatatan
dan pengaturan keuangan yang tidak dianggap penting bagi petani. Faktor internal
yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa
sawit yaitu pada umur dengan keuntungan relatif, jumlah tanggungan keluarga
dengan tingkat triabilitas, motivasi berusahatani dengan tingkat kompleksitas dan
motivasi berusahatani dengan tingkat triabilitas. Faktor eksternal yang
berhubungan dengan persepsi terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit adalah
tingkat ketersediaan sarana produksi dengan tingkat triabilitas, frekuensi kegiatan
penyuluhan dengan tingkat kompatibilitas, frekuensi kegiatan penyuluhan dengan
tingkat triabilitas, tingkat akses informasi dengan tingkat triabilitas dan dampak
perkebunan besar dengan tingkat triabilitas. Faktor internal dan eksternal
berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit (teknik budidaya serta
pencatatan dan pengaturan keuangan) adalah pada aspek frekuensi kegiatan
penyuluhan dengan aspek teknik budidaya. Faktor internal yang tidak
berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit adalah umur, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan motivasi berusahatani.
Faktor eksternal yang tidak berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit adalah ketersediaan sarana produksi, akses informasi dan dampak
perkebunan besar. Petani yang mengetahui banyak hal tentang peremajaan
tumpang sari justru tidak menerapkan sistem peremajaan tersebut, petani lebih
memilih sistem sisip yang dianggap paling sesuai dengan kondisi petani pada saat
ini. Persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit (tingkat keuntungan
relatif, tingkat kompleksitas, tingkat kompatibilitas, tingkat triabilitas dan tingkat
observabilitas) berhubungan tidak nyata dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit, baik pada aspek teknik budidaya maupun pencatatan dan pengaturan
keuangan.
Kata kunci: kelapa sawit, penerapan, peremajaan.
SUMMARY
SHINTA ANGGREANY. Application of Replanting in the Oil Palm Farm in
Jambi Province. Supervised by oleh PUDJI MULJONO and DWI SADONO.
Efforts to accelerate the development of smallholders in the farm
revitalization program is done through the expansion, application of replanting the
existence, production and productivity as well as solutions to overcome the
problems of palm trees that have entered a period of unproductive (over 25 years).
The Sungai Bahar Sub-district in Muaro Jambi District is the first place that did
application of replanting in Jambi Province which most of its former
transmigration farmers face problems in the implementation of replanting in the
oil palm farm. In 2011, a pilot project of a application of Replanting innovation
was developed. Farmers are expected to apply the application of replanting
conventional cropping system recommended by the government, so that farmers
do not lose their livelihoods.
This study aims analyze the level of the farmers innovation perception of oil
palm farm replanting, to analyze the relationship between internal and external
factor of farmers with farmers innovation perception and application of replanting
in the oil palm farm, to analyze the relationship between farmers innovation
perception with application of replanting in the oil palm farm in Jambi Province.
This study used a survey method with the analysis unit is the individual and
this study carried out in the villages of Marga Mulya and Mekar Sari in Sungai
Bahar sub district, Muaro Jambi district. The total sample of this research is 83
people who are farmers that have been carrying out rejuvenation of oil palm farm
and are a former of transmigration farmers. The analytical method used are
descriptive qualitative and correlation analysis. Descriptive statistical analysis was
conducted to analyze innovation perceptions of application of replanting.
Spearman rank correlation was used to analyze the relationship between
independents variables with the dependents.
The farmers perceptions on oil palm farm replanting are quite profitable,
however difficult to implement, does not correspond to the needs of the farmers,
less can be tried on a small scale and fairly easily observed. In the technical aspect
of oil palm farm replanting implementation most farmers carry out implement the
replanting system, however only a small proportion of farmers who implement
replanting system suggested by the government that according with the ‘demplot’.
The farmers do replanting with insertion system. In the aspect of arrangement and
expenses documentation, the farmers do not keep records and make financial
arrangements well because farmers are not used to do it and do not consider this to
be important for them. The farmers do not keep records and make financial
arrangements do not important for farmers. Internal factors related to the
implementation of the oil palm farm replanting are the age, number of dependents,
motivation of the level of relative advantage, compatibility level and the level of
triability. External factors related to the implementation of oil palm farm
replanting are the availability of production facilities with the triability level, the
frequency of extension activities with triability level and compatibility level, the
level of access to information with triability level and the impact of large estates
with triability level. Internal and eksternal factors realated to the implementation
of oil palm farm on the aspects of cultivation techniques, and documentations and
financial arrangement realated to the implementation of oil palm farm. The
implementation of oil palm farm on the aspects of cultivation techniques, and
documentations and financial arrangements are not related to the perception
innovation of farmers in the replanting of the relative profit stage level, the
complexity level, the compatibility level, the triability level and the observability
triabilitas. Most farmers apply the intercropping system at the timthe farmers the
replanting of oil palm farm.
Keywords: adoption, oil palm farm, replanting.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENERAPAN PEREMAJAAN KELAPA SAWIT
DI PROVINSI JAMBI
SHINTA ANGGREANY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Judul Tesis : Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi
Nama
: Shinta Anggreany
NIM
: I351130071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Ketua
Dr Ir Dwi Sadono, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 07 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Penerapan Peremajaan Kelapa
Sawit di Provinsi Jambi. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan pascasarjana (S2) Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Pembimbing tesis Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Dr Ir Dwi Sadono,
MSi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, serta
solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Dosen penguji luas komisi Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA dan Dr Ir Anna
Fatchiya, MSi sebagai perwakilan dari Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan IPB yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang
tesis untuk membuat tesis ini menjadi lebih baik.
3. Camat Sungai Bahar Bapak Suwardiman, SPd, Kades Mekar Sari Makmur
Bapak Sigit Gunawan, Kades Marga Mulya Bapak Kartono, Kades Suka
Makmur Bapak Wakidi, Ketua Gapoktan Bapak Akmal dan Ketua KUD
Sumber Makmur Bapak Suharno yang telah memberikan data dan informasi
selama penelitian.
4. Kedua orang tua tercinta Bapak Syafriadi dan Ibu Syamsuirni, Adik
kebangganku Citra Syafriadi beserta seluruh keluarga besar, terimakasih atas
segala doa, semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya selama
ini.
5. Kekasih hatiku tercinta dr. Tomi Atmadirja yang senantiasa sabar, selalu
memberikan motivasi, perhatian, cinta dan kasih sayangnya selama ini.
6. Rekan seperjuangan Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB
angkatan 2013, kakak terbaik Tintin Prihatinigrum. Sahabat tercinta Siti, Nila,
Ike, Cici, Dedeh, Kak Riana, Aira, Tiara, Kak Shanti, Kak Kesa, Kak Nia,
Mbak Minas, Enik, Isni, Kak Ismi, Kak Herry, Bang Delki, Bang Darma, Bang
Inong, Pak Erik, Bang Muhib, Kak Mirza, Ari. Rekan diskusi yang
memberikan inspirasi Bang Malta, Pak Robinson, Mbak Indah dan Mbak Desi.
Semoga persaudaraan kita lestari.
7. Sahabat Wisma Maharlika, Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB), Forum
Wacana IPB, Gita Suara Pascasarjana (GSP), Himpunan Mahasiswa
Pascasarjana Asal Jambi (HMPAJ).
Bogor, Agustus 2015
Shinta Anggreany
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
4
4
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Persepsi
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Adopsi Inovasi
Sifat Inovasi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi
Inovasi dan Penerapan
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Hubungan Persepsi Inovasi dengan Penerapan
Komoditi Kelapa Sawit
Peremajaan Kelapa Sawit
Kerangka Berpikir
Hipotesis
5
5
7
7
11
12
3 METODE
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Definisi dan Batasan Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
25
25
25
25
26
27
31
33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografi dan Kependudukan di Dua Desa Penelitian
Perkembangan Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di
Kecamatan Sungai Bahar
Sistem Peremajaan yang Diterapkan Petani
Deskripsi Krakteristik Petani
33
33
13
13
16
19
20
21
23
24
35
36
38
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Persepsi Petani terhadap Inovasi Peremajaan Kelapa Sawit
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Internal dengan Persepsi Petani terhadap Inovasi
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Eksternal dengan Persepsi Petani terhadap Inovasi
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Internal dengan Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Eksternal dengan Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit
Korelasi antara Persepsi Inovasi Peremajaan Kelapa Sawit dengan
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
39
43
47
53
57
61
63
64
65
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
67
67
67
DAFTAR PUSTAKA
68
LAMPIRAN
74
RIWAYAT HIDUP
79
DAFTAR TABEL
1 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian
2 Jumlah data persentase dua desa penelitian menurut mata pencaharian
penduduk tahun 2013
3 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan karakteristik
internal petani
4 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan karakteristik
eksternal petani
5 Jumlah dan persentase persepsi petani terhadap inovasi peremajaan
kelapa sawit di Sungai Bahar
6 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan penerapan
peremajaan kelapa sawit
7 Jumlah dan persentase teknik budidaya pada sistem peremajaan
tumpang sari dan sistem peremajaan sisip
8 Jumlah dan persentase pencatatan dan pengaturan keuangan pada
sistem peremajaan tumpang sari dan sistem peremajaan sisip
9 Nilai koefisien korelasi antara faktor internal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
10 Nilai koefisien korelasi antara faktor eksternal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
11 Nilai koefisien korelasi antara faktor internal dengan penerapan
peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
12 Nilai koefisien korelasi antara faktor eksternal dengan penerapan
peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
13 Nilai koefisien korelasi antara persepsi petani terhadap inovasi
peremajaan kelapa sawit dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di
Sungai Bahar
26
35
37
43
49
53
54
56
58
61
63
64
65
DAFTAR GAMBAR
1 Proses terjadinya persepsi
2 Kerangka berfikir antar peubah yang berkaitan dengan persepsi dan
penerapan peremajaan kelapa sawit
7
24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data luas, produksi, produktivitas dan jumlah petani di Kabupaten
Muaro Jambi, tahun 2008-2012
2 Data luas, produksi, produktivitas dan jumlah petani di per-kecamatan
di Kabupaten Muaro Jambi, tahun 2008-2012
3 Sketsa Kecamatan Sungai Bahar
4 Dokumentasi Penelitian
74
74
75
76
1
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program
revitalisasi perkebunan dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi
tanaman perkebunan. Program revitalisasi perkebunan tersebut didukung oleh
kredit investasi dan subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah melalui
kerjasama dengan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra
pengembangan dalam pembangunan, pengolahan dan pemasaran hasil dari
perkebunan tersebut. Menurut Dirjen Perkebunan Tahun 2013 program revitalisasi
perkebunan kelapa sawit meliputi pemeliharaan seluas 173 000 Ha, penanaman
baru dan peremajaan seluas 101 400 Ha, baik itu kebun yang sifatnya Perkebunan
dengan Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), maupun perkebunan yang
dilaksanakan melalui kerja sama dengan masyarakat (plasma). Revitalisasi
perkebunan juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing pada komoditi
perkebunan dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan industri
hilir, sehingga mendukung perkembangan wilayah dan meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Peraturan Pemerintah yang mendukung Program Revitalisasi Perkebunan
yaitu, Peraturan Menteri Pertanian (PMP) Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006
tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan,
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.06/2006 tentang Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15
Februari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI)
untuk melaksanakan penelitian di bidang perkebunan mendukung revitalisasi
perkebunan di Indonesia, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan tentang
satuan biaya maksimum pembangunan kebun peserta program revitalisasi
perkebunan di lahan kering dan basah yang diterbitkan setiap tahun. Keputusan
Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 141/Kpts/LB.110/06/2010 tanggal 23 Juni
2010 tentang sistem penilaian fisik kebun kelapa sawit rakyat yang dikaitkan
dengan program revitalisasi perkebunan, Surat Menteri Keuangan Nomor S623/
MK.05/2010 tanggal 29 November 2010 perihal Perpanjangan Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Salah
satu komoditi program revitalisasi perkebunan adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit memiliki peranan potensial yang sangat strategis sebagai
sumber pendapatan masyarakat, mampu menyerap tenaga kerja baru, dengan
prospek pasar yang sangat baik dan layak untuk dikembangkan sebagai komoditi
ekspor. Pengembangan perkebunan rakyat melalui pola PIR pada awal tahun 80an
merupakan pendekatan dari pengembangan perkebunan kelapa sawit, maka
perkebunan kelapa sawit tidak hanya diusahakan sebagai perkebunan besar namun
diusahakan juga pada perkebunan rakyat (masyarakat).
Luas perkebunan rakyat pada komoditi kelapa sawit tahun 2010 mencapai
3 314 663 Ha, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 3 013 973 Ha
(Dirjen Perkebunan 2013). Seiring dengan peningkatan perkembangan kelapa
sawit, banyak kelapa sawit yang telah berumur di atas 25 tahun yang ditandai
2
dengan penurunan produktivitas menjadi sebesar 12 ton/Ha/Tahun sehingga perlu
dilakukan peremajaan agar bisa berproduksi secara normal kembali.
Luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi menurut data BPS tahun
2012 mencapai 532 293 Ha dengan tanaman belum menghasilkan mencapai
110 259 Ha (20.71 %), tanaman menghasikan 417 304 Ha (78.39%) dan jumlah
tanaman tua mencapai 4 730 Ha (0.88 %). Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas
lahan perkebunan yang cukup luas di antara kabupaten lainnya di Provinsi Jambi
(Lampiran 1). Kecamatan Sungai Bahar merupakan tempat penanaman kelapa
sawit pertama di Provinsi Jambi oleh sebab itu Kecamatan Sungai Bahar menjadi
contoh bagi petani eks Perkebunan Inti Rakyat (PIR-Trans) dan petani plasma
dalam melakukan peremajaan di seluruh Provinsi Jambi. Pengusahaan kelapa
sawit mulai diusahakan oleh Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN)
tahun 1983/1984 dengan Pola PIR di Sungai Bahar, Bunut, Sungai Merkanding
dan Tanjung Lebar. Selain itu terdapat pula kerjasama pemerintah dengan
perusahaan swasta dalam bentuk Inti Plasma dengan program transmigrasi dan
pada saat ini mulai memasuki usia tidak produktif.
Kecamatan Sungai Bahar merupakan kecamatan dengan areal kebun
kelapa sawit terluas yang ada di Kabupaten Muaro Jambi dan terus meningkat
setiap tahunnya. Hingga saat ini Kecamatan Sungai Bahar merupakan satusatunya kecamatan yang telah melakukan peremajaan di Provinsi Jambi.
Berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa dalam melakukan peremajaan
petani banyak mengalami kendala seperti terbatasnya modal, kemampuan secara
teknis dan pengetahuan lainnya. Menurunnya penghasilan petani di Sungai Bahar
membuat petani mulai menjual lahan perkebunannya dan membeli lahan baru,
berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada petani swadaya (petani di
luar eks transmigrasi). Mengingat usia kelapa sawit yang sudah memasuki masa
tidak produktif, maka peremajaan kelapa sawit perlu segera dilakukan oleh petani
di Kecamatan Sungai Bahar saat ini.
Peremajaan kelapa sawit seharusnya telah terlaksana secara keseluruhan,
namun hanya sebagian kecil petani yang sudah melakukannya. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan persepsi petani terhadap sesuatu, sehingga mempengaruhi
adopsi inovasinnya. Permasalahan yang dihadapi petani saat ini adalah
peremajaan yang merupakan suatu inovasi baru bagi petani, lahan perkebunaan
tergolong sempit, masa tunggu hasil dari pelaksanaan peremajaan hingga dapat
meghasilkan tergolong cukup lama dan ketakutan petani kehilangan mata
pencaharian apabila tanaman kelapa sawit yang dimilikinya diremajakan serta
keterbatasan modal yang dimiliki.
Pada awal tahun 2011 sebelum dilakukannya demplot peremajaan oleh
pemerintah beberapa orang petani telah melakukan peremajaan pada kebun
sawitnya secara mandiri dan menggunakan teknik tebang pilih/tebang sisip
dengan inisiatif dan modal sendiri. Hingga saat ini semakin banyak petani yang
melakukan peremajaan dengan sistem tersebut, namun masih ada petani yang
belum melakukan peremajaan hingga saat ini. Sistem yang digunakan dalam
demplot peremajaan adalah sistem peremajaan tumpang sari yang diperkenalkan
pada tahun 2011 yaitu salah satu sistem peremajaan dengan menumbang habis
tanaman yang tua, menggantinya dengan tanaman baru sera menanam tanaman
pangan dan palawija di antara tanaman baru untuk menambah pendapatan petani.
3
Persepsi yang merupakan cara pandang seseorang terhadap sesuatu dapat
mempengaruhi adopsi inovasi seseorang dalam kegiatan peremajaan kelapa sawit.
Hasil penelitian Achmad et al. (2012), menyatakan bahwa semakin mudah akses
informasi baik melalui penyuluhan maupun media masa maka akan semakin
memperluas persepsi petani tentang hutan, lingkungan dan ketersediaan air di
dalamnya. Dalam penelitian tersebut lebih menekankan bahwa persepsi juga
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti akses informasi, penyuluh dan lain-lain.
Terdapat keterkaitan yang sangat kuat antara persepsi peremajaan dan penerapan
peremajaan kelapa sawit, sama halnya kegiatan pembangunan maka diperlukan
persepsi serta pelaksanaan penerapan yang agar dapat mendukung kegiatan
tersebut. Fenomena di atas sangat urgent dan perlu diteliti agar terlihat jelas
bagaimana “Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi ”.
Perumusan Masalah
Persepsi secara tidak langsung akan mempengaruhi keputusan petani.
Namun, sebelum mempersepsikan sesuatu petani terlebih dahulu mendapatkan
rangsangan yang bisa berbentuk informasi seperti berasal dari media massa,
penyuluh pertanian maupun mengamati lingkungannya. Petani cenderung melihat
suatu komoditi berdasarkan nilai ekonomi yang mampu menghasilkan dalam
proses usahatani. Rangsangan lainnya dapat datang dari luar (eksternal) diri petani
dan datang dari dalam (internal) diri petani yang mempengaruhi persepsi petani.
Persepsi petani terhadap suatu masalah akan timbul setelah menafsirkan
apa yang terjadi dengan menggunakan pengetahuan yang terbentuk dari
pengalaman dan kemampuan berpikir petani. Petani biasanya menggunakan
pengalaman sebagai acuan dalam mempersepsikan sesuatu, sehingga bisa
menimbulkan berbagai macam persepsi terkait masalah di antara petani dengan
berbagai alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan. Kadang-kadang
persepsi yang dominan juga mampu mempengaruhi persepsi petani yang lainnya.
Persepsi petani terkait peremajaan kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan, nilai ekonomi usahataninya, dan kebutuhan akan hidup.
Mengingat usia kelapa sawit yang sudah memasuki masa tidak produktif
maka peremajaan kelapa sawit perlu segera dilakukan oleh petani di Kecamatan
Sungai Bahar. Pada saat ini seharusnya peremajaan telah terlaksana secara
keseluruhan dalam lingkup Kecamatan Sungai Bahar, namun hanya sebagian kecil
petani yang sudah melakukannya. Permasalahan lainnya yang dihadapi petani saat
ini adalah peremajaan merupakan suatu inovasi yang baru bagi petani, ketakutan
petani kehilangan mata pencahariannya apabila tanaman kelapa sawitnya yang
diremajaan, keterbatasan modal yang dimiliki dan berbagai permasalahan lainnya.
Penerapan peremajaan kelapa sawit dari berbagai aspek dapat melihat
sejauh mana petani mampu menerapkan peremajaan dengan baik. Penerapan
peremajaan kelapa sawit dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor internal
meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan,
motivasi berusahatani dan faktor eksternal meliputi: tingkat ketersediaan sarana
produksi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak
perkebunan besar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
4
(1) Bagaimana persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit dan
penerapan peremajaan kepala sawit?
(2) Sejauh mana hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan persepsi
petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit?
(3) Sejauh mana hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan
penerapan peremajaan kelapa sawit?
(4) Sejauh mana hubungan persepsi dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit?
Tujuan Penelitian
Persepsi dapat mempengaruhi penerapan peremajaan kepala sawit dalam
kegiatan pembangunan pertanian. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
(1) Menganalisis persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan penerapan
peremajaan kelapa sawit.
(2) Menganalisis hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan persepsi
peremajaan kelapa sawit.
(3) Menganalisis hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan
penerapan peremajaan kelapa sawit.
(4) Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan
dengan penerapan peremajaan kelapa sawit.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam meningkatkan
penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi. Manfaat yang didapat dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan
pengetahuan mengenai persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan
penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi.
(2) Manfaat praktis, diharapkan sebagai bahan informasi penentu kebijakan
bagi pemerintahan Provinsi Jambi dalam mengambil keputusan terkait
peremajaan kelapa sawit di seluruh Provinsi Jambi dan tanaman-tanaman
perkebunan lainnya yang berbasis pada kebutuhan masyarakat lokal serta
berorientasi pada kebutuhan, kemampuan dan sumber daya lokal yang ada.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis persepsi peremajaan kelapa
sawit dan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, mengkaji dan
menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan dan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi
Jambi. Penelitian ini juga mengkaji serta menganalisis hubungan persepsi
peremajaan kelapa sawit dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi
Jambi.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Persepsi
Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, yaitu bagaimana
cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian, yaitu bagaimana cara seseorang dalam memandang dan mengartikan
sesuatu (Leavitt (1978) dalam Sobur 2009). Persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga bisa disebut dengan proses
sensori. Namun proses tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut
diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2010).
Persepsi juga diartikan suatu proses membuat penilaian (judgment) atau
membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di
dalam lapangan penginderaan seseorang. Menurut van den Ban dan Hawkins
(1999) persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan
dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologi.
Menurut Atkinson dan Hilgard (1991) persepsi adalah proses di mana
seseorang mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam
lingkungannya. Menurut Rakhmat (2007) persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa yang merupakan hubungan dari berbagai informasi yang
kemudian ditafsirkan. Dengan demikian persepsi bisa diartikan sebagai gambaran
arti atau interpretasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tergantung
pada kemampuan dan keadaan diri individu tersebut. Menurut Davidof dan
Rogers dalam Walgito (2010) persepsi merupakan aktivitas yang integral dalam
diri individu, maka yang ada dalam individu akan ikut aktif dalam persepsi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan petani dalam
melakukan sesuatu seperti, pengetahuan petani dan juga persepsi petani terhadap
kegiatan yang dilaksanakan. Dasar dari pembentukan sebuah perilaku dan sikap
adalah sebuah persepsi. Menurut Rakhmat (2007) perilaku seseorang merupakan
tindakan yang dipengaruhi oleh persepsi, sehingga persepsi bukan saja suatu
proses pemahaman tentang tindakan seseorang tetapi juga memahami motif
tindakannya. Kotler (2005) mengatakan bahwa persepsi juga mempengaruhi
motivasi seseorang untuk bertindak dalam situasi tertentu.
Menurut Thoha (1990) dalam Pudjiastuti dan Nurdhiana (2010) persepsi
lebih terpusat pada alat indra saat mempersepsikan sesuatu sehingga, dapat
diartikan bahwa persepsi merupakan proses persepsi meliputi suatu interaksi yang
sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan sebuah pemaknaan (Thoha (1990)
dalam Pujiastuti dan Nurdhiana 2010). Sementara Kotler (2000) dalam Hamid et
al. (2013) menjelaskan bahwa persepsi sebagai proses di mana seseorang dapat
memilih, mengelola dan menafsirkan informasi untuk membuat deskripsi yang
berarti secara keseluruhan.
Hasil penelitian Sihabudin (2009) menemukan bahwa, persepsi dinyatakan
sebagai kesan terhadap sesuatu seperti sebuah bentuk objek, keadaan dan sebuah
peristiwa. Penelitian Fauzi dalam Hamid et al. (2013) menunjukkan bahwa
persepsi positif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan
bangsa di Malaysia dan responden memiliki persepsi yang berbeda pada proses
pembangunan bangsa dan pembangunan berdasarkan pandangan politik, ekonomi
6
dan sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang dalam sebuah pembangunan, sama halnya
dengan di Indonesia.
Hasil penelitian Kholiq et al. (2008), menemukan bahwa persepsi terhadap
lumbung pangan juga dilihat dari apakah masyarakat mengetahui dan mengenal
lumbung pangan atau tidak, kemudian bagaimana pandangan serta penilaiannya
terhadap lumbung pangan. Selaras dengan pendapat tersebut Chapin dalam
Hadiwijaya (2011) mengemukakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses
mengetahui dan mengenali objek serta kejadian yang bersifat objektif dengan
bantuan alat indra. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat jelas bahwa persepsi
merupakan pandangan terhadap sesuatu yang didasari oleh pengetahuan atau
pengenalan sehingga menimbulkan makna yang dibantu oleh alat indra manusia.
Definisi di atas dapat ditarik pengertian bahwa persepsi merupakan suatu cara
orang dan aktivitas integral diri manusia dalam memandang dan menilai sesuatu
secara sadar dengan cara menyeleksi atau mengatur semua informasi yang ada dan
kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena
perasaan, kemampuan berpikir (pengetahuan), pengalaman individu yang tidak
sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin
akan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Persepsi
bersifat individual yang merupakan interpretasi manusia terhadap sesuatu
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian
diiterpretasikan dan membentuk sebuah makna. Persepsi merupakan pemberian
makna terhadap suatu objek.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi manusia biasanya diawali oleh informasi yang diperoleh baik di
masa lalu atau masa sekarang dan dapat membentuk sebuah pandangan terhadap
suatu informasi yang merupakan hasil interpretasi dengan seluruh informasi yang
dimiliki tersebut. Krech dan Cruthfied dalam Rakhmat (2007) menyatakan bahwa
persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional yang dijelaskan
sebagai berikut :
1) Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal
lain termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi juga tidak ditentukan oleh
jenis atau untuk stimuli, akan tetapi karakteristik orang yang memberikan
respon pada stimuli tersebut.
2) Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang
ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.
Menurut Robbins dan Stepphens (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi antara lain:
1) Pelaku persepsi berupa pemaknaan tentang apa yang diamati dan dilihat oleh
individu dan dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu tersebut.
Sikap, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan pengharapan juga
dipengaruhi oleh karateristik pribadi dan persepsi.
2) Target merupakan bentuk dari karakteristik yang dapat mempengaruhi persepsi
seperti hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan. Target
tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target terhadap latar
7
belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip.
3) Situasi merupakan unsur-unsur lingkungan sekitar yang mempengaruhi
persepsi yaitu waktu, keadaan tempat bekerja dan keadaan sosial.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat faktor lain yang
mempengaruhi persepsi yaitu kepribadian individu berupa pengaruh yang bersifat
kognitif dengan kata lain berupa pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian
Suryanigsih et al. (2012), menyatakan bahwa pendidikan, pengetahuan yang turun
temurun serta mata pencaharian sebagai petani merupakan faktor yang
mempengaruhi rendahnya persepsi masyarakat terhadap suatu program
(pelestarian hutan). Dari penelitian tersebut, pengetahuan, pendidikan dan mata
pencaharian bisa menjadi faktor rendahnya persepsi masyarakat. Sementara itu
hasil penelitian Hamid et al. (2013) mengemukakan bahwa persepsi yang positif
dari masyarakat menggambarkan bahwa masyarakat dapat mengadosi inovasi
pertanian dalam kehidupannya, sehingga berdampak positif pada aspek ekonomi
dan aspek sosial masyarakat tersebut.
Proses terbentuknya persepsi pada individu dapat dilihat pada Gambar 1.
Kenyataan Objek
Stimulus
Observasi
Stimulus
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persepsi:
1. Stereotip
2. Kepandaian
menyaring
3. Konsep diri
4. Keadaan
5. Kebutuhan
6. Emosi
Proses Persepsi
Hasil
Perilaku
interpretasi
Evaluasi
dan
penafsiran
kenyataan
Pembentukan
sikap
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi (Gibson et al. 1989)
Adopsi Inovasi
Menurut Mardikanto (2010) adopsi dalam penyuluhan pertanian dapat
diartikan sebagai sebuah penerimaan inovasi baik berupa perubahan perilaku
seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri seseorang setelah menerima
inovasi yang disampaikan. Proses adopsi melalui beberapa tahapan sebelum
masyarakat atau individu mau menerimanya. Menurut Lionberger dan Gwin
dalam Mardikanto (1993) mengartikan bahwa inovasi merupakan sesuatu yang
dinilai baru dan dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau
pada lokasi tertentu. Penerimaan inovasi bisa dilihat dari sejauh mana petani
menerapkan suatu inovasi. Petani bukan hanya tau tapi mampu menerapkan
inovasi tersebut dengan baik. Sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker
(1971) yang menyatakan bahwa inovasi merupakan objek baru, ide baru serta
praktek baru dan bagi masyarakat dan individu dianggap baru.
8
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Sadono (1999) mendefinisikan
bahwa adopsi inovasi merupakan suatu proses mental sejak seseorang atau petani
mengetahui adanya inovasi, megubah sikap, dan akhirnya menerima atau
menolak. Mulyadi (2007) menyatakan bahwa adopsi inovasi pada bidang
pertanian merupakan keputusan petani untuk menerima gagasan, ide-ide,
informasi dan pengetahuan yang dianggap baru dalam menjalankan kegiatan
usahataninya. Menurut Lionberger dan Gwin (1991) dalam Mulyadi (2007)
menyatakan bahwa suatu inovasi dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan
sasaran seharusnya disesuaikan dengan tahapan proses adopsi. Pada tahap sadar
informasi yang dibutuhkan bersifat pemberitahuan, pada tahap minat informasi
ditekankan lebih kepada keguanan sebuah inovasi, cara kerja, manfaat bagi
pemakainnya. Pada tahap keputusan informasi dibutuhkan lebih pada saran dan
pertimbangan untuk melakukan evaluasi.
Beberapa variabel yang mempengaruhi laju adopsi, yaitu persepsi tentang
sifat inovasi, hal tersebut akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
menerapkan inovasi. Rogers (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor
yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi dalam suatu sistem sosial yaitu: (1)
ciri-ciri inovasi, (2) tipe keputusan inovasi, (3) ciri sistem sosial, (4) sifat saluran
komunikasi yang dipergunakan dalam menyebarluaskan inovasi dalam proses
keputusan inovasi, (5) gencarnya usaha agen perubahan dalam mempromosikan
inovasi.
Rogers dan Shoemaker (1971) menyebutkan terdapat pandangan dari
komisi ahli-ahli sosiologi pedesaan pada tahun 1955 tentang proses adopsi, yaitu:
(1) tahap kesadaran, yakni seseorang sadar adanya ide-ide baru (inovasi); (2)
tahap menaruh minat, yakni seseorang mulai berminat pada inovasi dan akan
mencari informasi lebih lanjut; (3) tahap penilaian, yakni seseorang melakukan
penilaian terhadap inovasi dengan mempertimbangkan kondisi pada dirinya; (4)
tahap mencoba, yakni seseorang mulai mencoba dalam skala kecil untuk
menentukan manfaat yang dapat diperoleh, dan (5) tahap adopsi, yakni seseorang
menggunakan inovasi secara tetap dalam skala luas.
Model tersebut memunculkan berbagai kritik bahwa tidak semua proses
berakhir dengan tahapan adopsi. Tahapan tersebut juga tidak selalu terjadi pada
hal-hal tertentu dan bahkan bisa melewatkan salah satu tahapan. Proses tersebut
juga jarang berakhir dengan adopsi karena masih berlanjut kepada pencaharian
informasi untuk menguatkan keputusannya. Dalam kritikan ini memunculkan
bahwa, hanya 2 tahapan saja yang penting dalam proses adopsi yaitu tahapan
pengenalan dan adopsi.
Dari pemaparan di atas kemudian Rogers dan Shoemaker (1971)
mengajukan model proses keputusan inovasi, berupa pengambilan keputusan
untuk menerima atau menolak inovasi, yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: (1) tahap
pengenalan, sasaran mengetahui adanya inovasi dan telah memperoleh beberapa
pengertian tentang bagaimana inovasi berfungsi; (2) tahap persuasi, sasaran
membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi; (3) tahap keputusan,
sasaran terlibat dalam kegiatan memutuskan untuk menerapkan atau tidak
menerapkan, dan (4) tahap konfirmasi, sasaran dalam hal ini mencari kekuatan
bagi keputusan yang telah diambilnya dalam menerapkan atau menolak inovasi.
Rogers (2003) menyempurnakan kembali model proses keputusan adopsi
yang meliputi 5 tahap yaitu:
9
(1) Tahap pengetahuan: dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi
mengenai inovasi baru. Informasi mengenai inovasi baru tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui
media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara
masyarakat.
(2) Tahap persuasi: pada tahap ini lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon
adopter. Seseornag akan megukur keuntungan yang akan diperoleh jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan
diskusi dengan orang lain, ada kecenderungan untuk mengadopsi atau
menolak inovasi tersebut.
(3) Tahap pengambilan keputusan: tahap ketiga ini seseorang membuat
keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah
inovasi. Setelah melakukan pengambilan keputusan, tidak menutup
kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
(4) Tahap implementasi: seseorang mulai menggunakan inovasi sambil
mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
(5) Tahap konfirmasi: setelah mengambil sebuah keputusan, kemudian seseorang
akan mencari pembenaran atas keputusannya. Apakah hal tersebut diadopsi
atau tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang telah
dibuatnya. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah
keputusannya yang tadinya menolak menjadi menerima inovasi setelah
dilakukan evaluasi.
Dapat ditekankan bahwa inovasi memiliki arti yang luas dan dinamis
karena proses menyangkut proses pengambilan keputusan dan dalam proses
tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan pendapat Riyadi
(2003) faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi adalah faktor personal
dan faktor situasional. Faktor situasional antara lain adalah: (1) umur, orang yang
lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide baru dan pendidikan; dan (2)
ciri-ciri psikologis, sifat individu yang cenderung kaku lebih sulit menerima
inovasi. Sementara itu faktor situasional terdiri dari: (1) ukuran usahatani,
berhubungan positif dengan difusi inovasi; (2) status kepemilikan lahan lebih
leluasa membuat keputusan untuk mengadopsi sesuatu; (3) prestise masyarkat,
kependudukan seseorang dalam masyarakat berhubungan positif dengan adopsi
inovasi; dan (4) sumber-sumber informasi, jumlah sumber informasi yang
digunakan berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi. Kurnia (2000) menyatakan
bahwa kecepatan adopsi inovasi ditentukan oleh :
(1) Complexity. Semakin rumit suatu inovasi, maka akan semakin sulit petani
menerimanya.
(2) Divisibility. Petani hanya mengadopsi bagian-bagian tertentu saja dari inovasi
terutama yang konsisten dengan farming objective mereka.
(3) Congruence-incompatibility with farm and personal objective. Petani akan
lebih cepat menerima inovasi apabila kompatibel dengan apa yang telah
mereka ketahui dan kompatibel dengan personal objective.
(4) Economics. Secara hipotesis, yang lebih menguntungkan akan diadopsi secara
lebih cepat walaupun keuntungan ekonomi ini bukan segala-galanya.
(5) Risk and uncertainty. Resiko dan ketidakpastian akan menjadi perhatian
mereka, apalagi di dalam kondisi pemilikan dan penguasaan lahan sempit.
10
(6) Conflicting informations. Di tengah-tengah masyarakat yang makin terbuka
petani menerima informasi dari berbagai sumber. Sumber terdekat dan paling
meyakinkan akan sangat membantu mereka di dalam pengambilan keputusan.
(7) Implementation cost-capital outly and intellectual outly. Pertimbangan modal
dan pengetahuan akan sangat penting bagi petani.
(8) Flexibility. Fleksibilitas dalam memilih komoditas dan sebagainya juga
menjadi pertimbangan petani.
(9) Physical and social infrastructure. Ketersediaan infrastruktur pertanian akan
mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi inovasi.
Menurut Subagyo et al. (2005) proses adopsi merupakan proses
pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga
memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk
masyarakat setempat. Hasil penelitian Mulyadi (2007) mengemukakan bahwa
tahapan yang menentukan proses adopsi inovasi petani Arfak adalah tahap awal
yaitu mulai dengan mengenal inovasi dan memahami tentang cara inovasi tersebut
berfungsi.
Rogers (2003) membagi keputusan inovasi menjadi tiga jenis, yaitu
optional innovation-decisions, collective innovation-decisions dan authority
innovation-decisions, dijelaskan sebagai berikut:
(1) Optional innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh seseorang secara bebas terhadap
keputusan anggota lainnya dalam sebuah sistem sosial. Keputusan individu
kemungkinan dipengaruhi oleh norma dan jaringan komunikasi antar
individu.
(2) Collective innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh konsensus antara anggota sebuah sistem
sosial. Seluruh unit dalam sistem sosial biasanya harus mengkonfirmasi
terhadap keputusan yang dibuat oleh sistem sosial tersebut.
(3) Authority innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang relatif sedikit dari
sebuah sistem yang memiliki kekuasaan, status atau keahlian teknik.
Menurut Sadono (1999) dalam proses adopsi petani memerlukan dasardasar pertimbangan yang benar sebelum petani memutuskan untuk menerapkan
sebuah teknologi inovasi. Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilakukan
oleh seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mulai dari pencarian
informasi awal dari sebuah inovasi, penentuan sikap terhadap inovasi, pembuatan
keputusan untuk mengadopsi atau menolak, penerapan ide baru, dan
mengkonfirmasi keputusan. Inovasi berupa paket teknologi yang terdiri dari
berbagai unsur, bila dapat dipisahkan unsur-unsurnya memungkinkan petani
untuk menerapkan dan tidak menerapkan sepenuhnya, sehingga menyebabkan
tingkat adopsi yang berbeda-beda (Sadono 1999). Dalam penelitian ini adopsi
inovasi yang dimaksud adalah penerapan pada teknik budidaya yang dirinci
berdasarkan tahapan peremajaan yang telah dilakukan oleh seluruh petani yaitu
penumbangan, pembibitan dan perawatan. Pencatatan dan pengaturan keuangan
juga merupakan faktor penting karena menyangkut management pengelolaan
keuangan dalam peremajaan yang bisa merefleksikan bahwa petani telah mulai
mencatat pengeluarannya, membukukan dan dapat menjadikan bahan acuan bagi
pelaksanaan peremajaan selanjutnya.
11
Sifat Inovasi
Ismilaili (2015) menjabarkan bahwa kecepatan adopsi berbeda-beda, hal
ini dikarenakan adanya perbedaan pada sifat inovasi, karakterstik sasaran, keadaan
lingkungan dan aktivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Rogers (2003)
mengungkapkan bahwa difusi inovasi dipengaruhi oleh persepsi tentang sifat
inovasi meliputi persepsi tentang keuntungan relatif, kompleksitas, kompatibilitas,
triabilitas dan observabilitas. Lima karakteristik inovasi menurut Rogers (2003)
meliputi:
(1) Keuntungan relatif (relative advantage) adalah derajat dimana suatu inovasi
dianggap lebih baik dan unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini
dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, sosial, kenyamanan,
kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh
pengadopsi, maka semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Para pengguna inovasi akan menilai apakah suatu inovasi itu relatif
menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk
pengguna inovasi yang menerima secara cepat suatu inovasi, akan melihat
inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
(2) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat inovasi dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat
diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible). Pengguna inovasi (adopter) juga akan mempertimbangkan
pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai,
pengalaman dan kebutuhannya.
(3) Kerumitan (complexity) adalah derajat inovasi dianggap sebagai suatu yang
sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang
dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka
semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Pengguna inovasi juga akan
menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika
mereka memanfaatkan inovasi, artinya bagi individu yang lambat
mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih
tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan
tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi tersebut.
(4) Kemampuan diujicobakan (triability) adalah derajat suatu inovasi dapat
diujicoba dalam batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi,
suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukka
DI PROVINSI JAMBI
SHINTA ANGGREANY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Shinta Anggreany
NIM I351130071
RINGKASAN
SHINTA ANGGREANY. Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi.
Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan DWI SADONO.
Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program
revitalisasi perkebunan dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi
tanaman perkebunan. Peremajaan merupakan upaya untuk mempertahankan
eksistensi, produksi dan produktivitas serta solusi untuk mengatasi permasalahan
tanaman kelapa sawit yang telah memasuki masa tidak produktif (di atas 25
tahun). Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi merupakan tempat
pertama kali dilakukannya peremajaan di Provinsi Jambi dan sebagian besar
petani eks Transmigran menghadapi permasalahan dalam peremajaan kebun
kelapa sawitnya. Tahun 2011 dikembangkan sebuah inovasi peremajaan berupa
program demplot peremajaan dan petani diharapkan mau menerapkan sistem
peremajaan tumpang sari yang dianjurkan oleh pemerintah, agar petani tidak
kehilangan mata pencahariannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat persepsi petani terhadap
penerapan peremajaan kelapa sawit, menganalisis hubungan antara faktor internal
dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan
penerapan peremajaan kelapa sawit, menganalisis hubungan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di
Provinsi Jambi.
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan unit analisis yaitu
individu dan dilaksanakan di Desa Marga Mulya dan Desa Mekar Sari,
Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Jumlah sampel yang
digunakan sebanyak 83 orang dan merupakan petani yang telah melaksanakan
peremajaan kelapa sawit dan merupakan petani eks Transmigran. Metode analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif dan korelasional.
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk menganalisis persepsi terhadap
penerapan peremajaan, tingkat partisipasi dan korelasi rank Spearman digunakan
untuk menganalisis hubungan antara peubah independent dengan dependent.
Peremajaan kelapa sawit dipersepsikan oleh petani cukup menguntungkan
dan cukup mudah diamati hasilnya, namun sulit untuk diterapkan, tidak sesuai
dengan kebutuhan petani dan kurang dapat dicoba dalam skala kecil. Penerapan
peremajaan kelapa sawit pada aspek teknik budidaya termasuk dalam kategori
sedang dimana sebagian besar petani melakukan dan menerapkan sistem
peremajaan, namun tidak menerapkan secara keseluruhan teknik budidaya sesuai
dengan yang dicontohkan pada demplot peremajaan. Mayoritas petani melakukan
peremajaan dengan sistem sisip. Pada aspek pencatatan dan pengaturan keuangan
termasuk dalam kategori rendah karena petani tidak melakukan pencatatan dan
pengaturan keuangan dengan baik. Petani tidak terbiasa melakukan pencatatan
dan pengaturan keuangan yang tidak dianggap penting bagi petani. Faktor internal
yang berhubungan dengan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa
sawit yaitu pada umur dengan keuntungan relatif, jumlah tanggungan keluarga
dengan tingkat triabilitas, motivasi berusahatani dengan tingkat kompleksitas dan
motivasi berusahatani dengan tingkat triabilitas. Faktor eksternal yang
berhubungan dengan persepsi terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit adalah
tingkat ketersediaan sarana produksi dengan tingkat triabilitas, frekuensi kegiatan
penyuluhan dengan tingkat kompatibilitas, frekuensi kegiatan penyuluhan dengan
tingkat triabilitas, tingkat akses informasi dengan tingkat triabilitas dan dampak
perkebunan besar dengan tingkat triabilitas. Faktor internal dan eksternal
berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit (teknik budidaya serta
pencatatan dan pengaturan keuangan) adalah pada aspek frekuensi kegiatan
penyuluhan dengan aspek teknik budidaya. Faktor internal yang tidak
berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa sawit adalah umur, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan dan motivasi berusahatani.
Faktor eksternal yang tidak berhubungan dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit adalah ketersediaan sarana produksi, akses informasi dan dampak
perkebunan besar. Petani yang mengetahui banyak hal tentang peremajaan
tumpang sari justru tidak menerapkan sistem peremajaan tersebut, petani lebih
memilih sistem sisip yang dianggap paling sesuai dengan kondisi petani pada saat
ini. Persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit (tingkat keuntungan
relatif, tingkat kompleksitas, tingkat kompatibilitas, tingkat triabilitas dan tingkat
observabilitas) berhubungan tidak nyata dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit, baik pada aspek teknik budidaya maupun pencatatan dan pengaturan
keuangan.
Kata kunci: kelapa sawit, penerapan, peremajaan.
SUMMARY
SHINTA ANGGREANY. Application of Replanting in the Oil Palm Farm in
Jambi Province. Supervised by oleh PUDJI MULJONO and DWI SADONO.
Efforts to accelerate the development of smallholders in the farm
revitalization program is done through the expansion, application of replanting the
existence, production and productivity as well as solutions to overcome the
problems of palm trees that have entered a period of unproductive (over 25 years).
The Sungai Bahar Sub-district in Muaro Jambi District is the first place that did
application of replanting in Jambi Province which most of its former
transmigration farmers face problems in the implementation of replanting in the
oil palm farm. In 2011, a pilot project of a application of Replanting innovation
was developed. Farmers are expected to apply the application of replanting
conventional cropping system recommended by the government, so that farmers
do not lose their livelihoods.
This study aims analyze the level of the farmers innovation perception of oil
palm farm replanting, to analyze the relationship between internal and external
factor of farmers with farmers innovation perception and application of replanting
in the oil palm farm, to analyze the relationship between farmers innovation
perception with application of replanting in the oil palm farm in Jambi Province.
This study used a survey method with the analysis unit is the individual and
this study carried out in the villages of Marga Mulya and Mekar Sari in Sungai
Bahar sub district, Muaro Jambi district. The total sample of this research is 83
people who are farmers that have been carrying out rejuvenation of oil palm farm
and are a former of transmigration farmers. The analytical method used are
descriptive qualitative and correlation analysis. Descriptive statistical analysis was
conducted to analyze innovation perceptions of application of replanting.
Spearman rank correlation was used to analyze the relationship between
independents variables with the dependents.
The farmers perceptions on oil palm farm replanting are quite profitable,
however difficult to implement, does not correspond to the needs of the farmers,
less can be tried on a small scale and fairly easily observed. In the technical aspect
of oil palm farm replanting implementation most farmers carry out implement the
replanting system, however only a small proportion of farmers who implement
replanting system suggested by the government that according with the ‘demplot’.
The farmers do replanting with insertion system. In the aspect of arrangement and
expenses documentation, the farmers do not keep records and make financial
arrangements well because farmers are not used to do it and do not consider this to
be important for them. The farmers do not keep records and make financial
arrangements do not important for farmers. Internal factors related to the
implementation of the oil palm farm replanting are the age, number of dependents,
motivation of the level of relative advantage, compatibility level and the level of
triability. External factors related to the implementation of oil palm farm
replanting are the availability of production facilities with the triability level, the
frequency of extension activities with triability level and compatibility level, the
level of access to information with triability level and the impact of large estates
with triability level. Internal and eksternal factors realated to the implementation
of oil palm farm on the aspects of cultivation techniques, and documentations and
financial arrangement realated to the implementation of oil palm farm. The
implementation of oil palm farm on the aspects of cultivation techniques, and
documentations and financial arrangements are not related to the perception
innovation of farmers in the replanting of the relative profit stage level, the
complexity level, the compatibility level, the triability level and the observability
triabilitas. Most farmers apply the intercropping system at the timthe farmers the
replanting of oil palm farm.
Keywords: adoption, oil palm farm, replanting.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENERAPAN PEREMAJAAN KELAPA SAWIT
DI PROVINSI JAMBI
SHINTA ANGGREANY
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA
Judul Tesis : Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi
Nama
: Shinta Anggreany
NIM
: I351130071
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Pudji Muljono, MSi
Ketua
Dr Ir Dwi Sadono, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Penyuluhan Pembangunan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Sumardjo, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 07 Agustus 2015
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Penerapan Peremajaan Kelapa
Sawit di Provinsi Jambi. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan pascasarjana (S2) Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Pembimbing tesis Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Dr Ir Dwi Sadono,
MSi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi, serta
solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan tesis ini.
2. Dosen penguji luas komisi Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA dan Dr Ir Anna
Fatchiya, MSi sebagai perwakilan dari Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan IPB yang telah memberikan masukan pada saat ujian sidang
tesis untuk membuat tesis ini menjadi lebih baik.
3. Camat Sungai Bahar Bapak Suwardiman, SPd, Kades Mekar Sari Makmur
Bapak Sigit Gunawan, Kades Marga Mulya Bapak Kartono, Kades Suka
Makmur Bapak Wakidi, Ketua Gapoktan Bapak Akmal dan Ketua KUD
Sumber Makmur Bapak Suharno yang telah memberikan data dan informasi
selama penelitian.
4. Kedua orang tua tercinta Bapak Syafriadi dan Ibu Syamsuirni, Adik
kebangganku Citra Syafriadi beserta seluruh keluarga besar, terimakasih atas
segala doa, semangat, dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayangnya selama
ini.
5. Kekasih hatiku tercinta dr. Tomi Atmadirja yang senantiasa sabar, selalu
memberikan motivasi, perhatian, cinta dan kasih sayangnya selama ini.
6. Rekan seperjuangan Ilmu Penyuluhan Pembangunan Pascasarjana IPB
angkatan 2013, kakak terbaik Tintin Prihatinigrum. Sahabat tercinta Siti, Nila,
Ike, Cici, Dedeh, Kak Riana, Aira, Tiara, Kak Shanti, Kak Kesa, Kak Nia,
Mbak Minas, Enik, Isni, Kak Ismi, Kak Herry, Bang Delki, Bang Darma, Bang
Inong, Pak Erik, Bang Muhib, Kak Mirza, Ari. Rekan diskusi yang
memberikan inspirasi Bang Malta, Pak Robinson, Mbak Indah dan Mbak Desi.
Semoga persaudaraan kita lestari.
7. Sahabat Wisma Maharlika, Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB), Forum
Wacana IPB, Gita Suara Pascasarjana (GSP), Himpunan Mahasiswa
Pascasarjana Asal Jambi (HMPAJ).
Bogor, Agustus 2015
Shinta Anggreany
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
3
4
4
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Persepsi
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Adopsi Inovasi
Sifat Inovasi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi
Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Persepsi
Inovasi dan Penerapan
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Hubungan Persepsi Inovasi dengan Penerapan
Komoditi Kelapa Sawit
Peremajaan Kelapa Sawit
Kerangka Berpikir
Hipotesis
5
5
7
7
11
12
3 METODE
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Definisi dan Batasan Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
25
25
25
25
26
27
31
33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografi dan Kependudukan di Dua Desa Penelitian
Perkembangan Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di
Kecamatan Sungai Bahar
Sistem Peremajaan yang Diterapkan Petani
Deskripsi Krakteristik Petani
33
33
13
13
16
19
20
21
23
24
35
36
38
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Persepsi Petani terhadap Inovasi Peremajaan Kelapa Sawit
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Internal dengan Persepsi Petani terhadap Inovasi
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Eksternal dengan Persepsi Petani terhadap Inovasi
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Internal dengan Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit
Korelasi antara Faktor Eksternal dengan Penerapan Peremajaan
Kelapa Sawit
Korelasi antara Persepsi Inovasi Peremajaan Kelapa Sawit dengan
Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit
39
43
47
53
57
61
63
64
65
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
67
67
67
DAFTAR PUSTAKA
68
LAMPIRAN
74
RIWAYAT HIDUP
79
DAFTAR TABEL
1 Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian
2 Jumlah data persentase dua desa penelitian menurut mata pencaharian
penduduk tahun 2013
3 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan karakteristik
internal petani
4 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan karakteristik
eksternal petani
5 Jumlah dan persentase persepsi petani terhadap inovasi peremajaan
kelapa sawit di Sungai Bahar
6 Jumlah dan persentase petani di Sungai Bahar berdasarkan penerapan
peremajaan kelapa sawit
7 Jumlah dan persentase teknik budidaya pada sistem peremajaan
tumpang sari dan sistem peremajaan sisip
8 Jumlah dan persentase pencatatan dan pengaturan keuangan pada
sistem peremajaan tumpang sari dan sistem peremajaan sisip
9 Nilai koefisien korelasi antara faktor internal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
10 Nilai koefisien korelasi antara faktor eksternal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
11 Nilai koefisien korelasi antara faktor internal dengan penerapan
peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
12 Nilai koefisien korelasi antara faktor eksternal dengan penerapan
peremajaan kelapa sawit di Sungai Bahar
13 Nilai koefisien korelasi antara persepsi petani terhadap inovasi
peremajaan kelapa sawit dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di
Sungai Bahar
26
35
37
43
49
53
54
56
58
61
63
64
65
DAFTAR GAMBAR
1 Proses terjadinya persepsi
2 Kerangka berfikir antar peubah yang berkaitan dengan persepsi dan
penerapan peremajaan kelapa sawit
7
24
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data luas, produksi, produktivitas dan jumlah petani di Kabupaten
Muaro Jambi, tahun 2008-2012
2 Data luas, produksi, produktivitas dan jumlah petani di per-kecamatan
di Kabupaten Muaro Jambi, tahun 2008-2012
3 Sketsa Kecamatan Sungai Bahar
4 Dokumentasi Penelitian
74
74
75
76
1
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program
revitalisasi perkebunan dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi
tanaman perkebunan. Program revitalisasi perkebunan tersebut didukung oleh
kredit investasi dan subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah melalui
kerjasama dengan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra
pengembangan dalam pembangunan, pengolahan dan pemasaran hasil dari
perkebunan tersebut. Menurut Dirjen Perkebunan Tahun 2013 program revitalisasi
perkebunan kelapa sawit meliputi pemeliharaan seluas 173 000 Ha, penanaman
baru dan peremajaan seluas 101 400 Ha, baik itu kebun yang sifatnya Perkebunan
dengan Pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), maupun perkebunan yang
dilaksanakan melalui kerja sama dengan masyarakat (plasma). Revitalisasi
perkebunan juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing pada komoditi
perkebunan dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan industri
hilir, sehingga mendukung perkembangan wilayah dan meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Peraturan Pemerintah yang mendukung Program Revitalisasi Perkebunan
yaitu, Peraturan Menteri Pertanian (PMP) Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006
tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan,
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.06/2006 tentang Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15
Februari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI)
untuk melaksanakan penelitian di bidang perkebunan mendukung revitalisasi
perkebunan di Indonesia, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan tentang
satuan biaya maksimum pembangunan kebun peserta program revitalisasi
perkebunan di lahan kering dan basah yang diterbitkan setiap tahun. Keputusan
Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 141/Kpts/LB.110/06/2010 tanggal 23 Juni
2010 tentang sistem penilaian fisik kebun kelapa sawit rakyat yang dikaitkan
dengan program revitalisasi perkebunan, Surat Menteri Keuangan Nomor S623/
MK.05/2010 tanggal 29 November 2010 perihal Perpanjangan Kredit
Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Salah
satu komoditi program revitalisasi perkebunan adalah kelapa sawit.
Kelapa sawit memiliki peranan potensial yang sangat strategis sebagai
sumber pendapatan masyarakat, mampu menyerap tenaga kerja baru, dengan
prospek pasar yang sangat baik dan layak untuk dikembangkan sebagai komoditi
ekspor. Pengembangan perkebunan rakyat melalui pola PIR pada awal tahun 80an
merupakan pendekatan dari pengembangan perkebunan kelapa sawit, maka
perkebunan kelapa sawit tidak hanya diusahakan sebagai perkebunan besar namun
diusahakan juga pada perkebunan rakyat (masyarakat).
Luas perkebunan rakyat pada komoditi kelapa sawit tahun 2010 mencapai
3 314 663 Ha, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 3 013 973 Ha
(Dirjen Perkebunan 2013). Seiring dengan peningkatan perkembangan kelapa
sawit, banyak kelapa sawit yang telah berumur di atas 25 tahun yang ditandai
2
dengan penurunan produktivitas menjadi sebesar 12 ton/Ha/Tahun sehingga perlu
dilakukan peremajaan agar bisa berproduksi secara normal kembali.
Luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi menurut data BPS tahun
2012 mencapai 532 293 Ha dengan tanaman belum menghasilkan mencapai
110 259 Ha (20.71 %), tanaman menghasikan 417 304 Ha (78.39%) dan jumlah
tanaman tua mencapai 4 730 Ha (0.88 %). Kabupaten Muaro Jambi memiliki luas
lahan perkebunan yang cukup luas di antara kabupaten lainnya di Provinsi Jambi
(Lampiran 1). Kecamatan Sungai Bahar merupakan tempat penanaman kelapa
sawit pertama di Provinsi Jambi oleh sebab itu Kecamatan Sungai Bahar menjadi
contoh bagi petani eks Perkebunan Inti Rakyat (PIR-Trans) dan petani plasma
dalam melakukan peremajaan di seluruh Provinsi Jambi. Pengusahaan kelapa
sawit mulai diusahakan oleh Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN)
tahun 1983/1984 dengan Pola PIR di Sungai Bahar, Bunut, Sungai Merkanding
dan Tanjung Lebar. Selain itu terdapat pula kerjasama pemerintah dengan
perusahaan swasta dalam bentuk Inti Plasma dengan program transmigrasi dan
pada saat ini mulai memasuki usia tidak produktif.
Kecamatan Sungai Bahar merupakan kecamatan dengan areal kebun
kelapa sawit terluas yang ada di Kabupaten Muaro Jambi dan terus meningkat
setiap tahunnya. Hingga saat ini Kecamatan Sungai Bahar merupakan satusatunya kecamatan yang telah melakukan peremajaan di Provinsi Jambi.
Berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa dalam melakukan peremajaan
petani banyak mengalami kendala seperti terbatasnya modal, kemampuan secara
teknis dan pengetahuan lainnya. Menurunnya penghasilan petani di Sungai Bahar
membuat petani mulai menjual lahan perkebunannya dan membeli lahan baru,
berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada petani swadaya (petani di
luar eks transmigrasi). Mengingat usia kelapa sawit yang sudah memasuki masa
tidak produktif, maka peremajaan kelapa sawit perlu segera dilakukan oleh petani
di Kecamatan Sungai Bahar saat ini.
Peremajaan kelapa sawit seharusnya telah terlaksana secara keseluruhan,
namun hanya sebagian kecil petani yang sudah melakukannya. Hal ini disebabkan
oleh adanya perbedaan persepsi petani terhadap sesuatu, sehingga mempengaruhi
adopsi inovasinnya. Permasalahan yang dihadapi petani saat ini adalah
peremajaan yang merupakan suatu inovasi baru bagi petani, lahan perkebunaan
tergolong sempit, masa tunggu hasil dari pelaksanaan peremajaan hingga dapat
meghasilkan tergolong cukup lama dan ketakutan petani kehilangan mata
pencaharian apabila tanaman kelapa sawit yang dimilikinya diremajakan serta
keterbatasan modal yang dimiliki.
Pada awal tahun 2011 sebelum dilakukannya demplot peremajaan oleh
pemerintah beberapa orang petani telah melakukan peremajaan pada kebun
sawitnya secara mandiri dan menggunakan teknik tebang pilih/tebang sisip
dengan inisiatif dan modal sendiri. Hingga saat ini semakin banyak petani yang
melakukan peremajaan dengan sistem tersebut, namun masih ada petani yang
belum melakukan peremajaan hingga saat ini. Sistem yang digunakan dalam
demplot peremajaan adalah sistem peremajaan tumpang sari yang diperkenalkan
pada tahun 2011 yaitu salah satu sistem peremajaan dengan menumbang habis
tanaman yang tua, menggantinya dengan tanaman baru sera menanam tanaman
pangan dan palawija di antara tanaman baru untuk menambah pendapatan petani.
3
Persepsi yang merupakan cara pandang seseorang terhadap sesuatu dapat
mempengaruhi adopsi inovasi seseorang dalam kegiatan peremajaan kelapa sawit.
Hasil penelitian Achmad et al. (2012), menyatakan bahwa semakin mudah akses
informasi baik melalui penyuluhan maupun media masa maka akan semakin
memperluas persepsi petani tentang hutan, lingkungan dan ketersediaan air di
dalamnya. Dalam penelitian tersebut lebih menekankan bahwa persepsi juga
dipengaruhi oleh berbagai hal seperti akses informasi, penyuluh dan lain-lain.
Terdapat keterkaitan yang sangat kuat antara persepsi peremajaan dan penerapan
peremajaan kelapa sawit, sama halnya kegiatan pembangunan maka diperlukan
persepsi serta pelaksanaan penerapan yang agar dapat mendukung kegiatan
tersebut. Fenomena di atas sangat urgent dan perlu diteliti agar terlihat jelas
bagaimana “Penerapan Peremajaan Kelapa Sawit di Provinsi Jambi ”.
Perumusan Masalah
Persepsi secara tidak langsung akan mempengaruhi keputusan petani.
Namun, sebelum mempersepsikan sesuatu petani terlebih dahulu mendapatkan
rangsangan yang bisa berbentuk informasi seperti berasal dari media massa,
penyuluh pertanian maupun mengamati lingkungannya. Petani cenderung melihat
suatu komoditi berdasarkan nilai ekonomi yang mampu menghasilkan dalam
proses usahatani. Rangsangan lainnya dapat datang dari luar (eksternal) diri petani
dan datang dari dalam (internal) diri petani yang mempengaruhi persepsi petani.
Persepsi petani terhadap suatu masalah akan timbul setelah menafsirkan
apa yang terjadi dengan menggunakan pengetahuan yang terbentuk dari
pengalaman dan kemampuan berpikir petani. Petani biasanya menggunakan
pengalaman sebagai acuan dalam mempersepsikan sesuatu, sehingga bisa
menimbulkan berbagai macam persepsi terkait masalah di antara petani dengan
berbagai alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan. Kadang-kadang
persepsi yang dominan juga mampu mempengaruhi persepsi petani yang lainnya.
Persepsi petani terkait peremajaan kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan, nilai ekonomi usahataninya, dan kebutuhan akan hidup.
Mengingat usia kelapa sawit yang sudah memasuki masa tidak produktif
maka peremajaan kelapa sawit perlu segera dilakukan oleh petani di Kecamatan
Sungai Bahar. Pada saat ini seharusnya peremajaan telah terlaksana secara
keseluruhan dalam lingkup Kecamatan Sungai Bahar, namun hanya sebagian kecil
petani yang sudah melakukannya. Permasalahan lainnya yang dihadapi petani saat
ini adalah peremajaan merupakan suatu inovasi yang baru bagi petani, ketakutan
petani kehilangan mata pencahariannya apabila tanaman kelapa sawitnya yang
diremajaan, keterbatasan modal yang dimiliki dan berbagai permasalahan lainnya.
Penerapan peremajaan kelapa sawit dari berbagai aspek dapat melihat
sejauh mana petani mampu menerapkan peremajaan dengan baik. Penerapan
peremajaan kelapa sawit dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor internal
meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan,
motivasi berusahatani dan faktor eksternal meliputi: tingkat ketersediaan sarana
produksi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak
perkebunan besar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
4
(1) Bagaimana persepsi petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit dan
penerapan peremajaan kepala sawit?
(2) Sejauh mana hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan persepsi
petani terhadap inovasi peremajaan kelapa sawit?
(3) Sejauh mana hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan
penerapan peremajaan kelapa sawit?
(4) Sejauh mana hubungan persepsi dengan penerapan peremajaan kelapa
sawit?
Tujuan Penelitian
Persepsi dapat mempengaruhi penerapan peremajaan kepala sawit dalam
kegiatan pembangunan pertanian. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
(1) Menganalisis persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan penerapan
peremajaan kelapa sawit.
(2) Menganalisis hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan persepsi
peremajaan kelapa sawit.
(3) Menganalisis hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan
penerapan peremajaan kelapa sawit.
(4) Menganalisis hubungan persepsi petani terhadap inovasi peremajaan
dengan penerapan peremajaan kelapa sawit.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam meningkatkan
penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi. Manfaat yang didapat dari
hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Manfaat teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan
pengetahuan mengenai persepsi petani terhadap inovasi peremajaan dan
penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi.
(2) Manfaat praktis, diharapkan sebagai bahan informasi penentu kebijakan
bagi pemerintahan Provinsi Jambi dalam mengambil keputusan terkait
peremajaan kelapa sawit di seluruh Provinsi Jambi dan tanaman-tanaman
perkebunan lainnya yang berbasis pada kebutuhan masyarakat lokal serta
berorientasi pada kebutuhan, kemampuan dan sumber daya lokal yang ada.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis persepsi peremajaan kelapa
sawit dan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, mengkaji dan
menganalisis hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan persepsi petani
terhadap inovasi peremajaan dan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi
Jambi. Penelitian ini juga mengkaji serta menganalisis hubungan persepsi
peremajaan kelapa sawit dengan penerapan peremajaan kelapa sawit di Provinsi
Jambi.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Persepsi
Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, yaitu bagaimana
cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau
pengertian, yaitu bagaimana cara seseorang dalam memandang dan mengartikan
sesuatu (Leavitt (1978) dalam Sobur 2009). Persepsi merupakan suatu proses
yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga bisa disebut dengan proses
sensori. Namun proses tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut
diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2010).
Persepsi juga diartikan suatu proses membuat penilaian (judgment) atau
membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di
dalam lapangan penginderaan seseorang. Menurut van den Ban dan Hawkins
(1999) persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan
dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologi.
Menurut Atkinson dan Hilgard (1991) persepsi adalah proses di mana
seseorang mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam
lingkungannya. Menurut Rakhmat (2007) persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa yang merupakan hubungan dari berbagai informasi yang
kemudian ditafsirkan. Dengan demikian persepsi bisa diartikan sebagai gambaran
arti atau interpretasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tergantung
pada kemampuan dan keadaan diri individu tersebut. Menurut Davidof dan
Rogers dalam Walgito (2010) persepsi merupakan aktivitas yang integral dalam
diri individu, maka yang ada dalam individu akan ikut aktif dalam persepsi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan petani dalam
melakukan sesuatu seperti, pengetahuan petani dan juga persepsi petani terhadap
kegiatan yang dilaksanakan. Dasar dari pembentukan sebuah perilaku dan sikap
adalah sebuah persepsi. Menurut Rakhmat (2007) perilaku seseorang merupakan
tindakan yang dipengaruhi oleh persepsi, sehingga persepsi bukan saja suatu
proses pemahaman tentang tindakan seseorang tetapi juga memahami motif
tindakannya. Kotler (2005) mengatakan bahwa persepsi juga mempengaruhi
motivasi seseorang untuk bertindak dalam situasi tertentu.
Menurut Thoha (1990) dalam Pudjiastuti dan Nurdhiana (2010) persepsi
lebih terpusat pada alat indra saat mempersepsikan sesuatu sehingga, dapat
diartikan bahwa persepsi merupakan proses persepsi meliputi suatu interaksi yang
sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan sebuah pemaknaan (Thoha (1990)
dalam Pujiastuti dan Nurdhiana 2010). Sementara Kotler (2000) dalam Hamid et
al. (2013) menjelaskan bahwa persepsi sebagai proses di mana seseorang dapat
memilih, mengelola dan menafsirkan informasi untuk membuat deskripsi yang
berarti secara keseluruhan.
Hasil penelitian Sihabudin (2009) menemukan bahwa, persepsi dinyatakan
sebagai kesan terhadap sesuatu seperti sebuah bentuk objek, keadaan dan sebuah
peristiwa. Penelitian Fauzi dalam Hamid et al. (2013) menunjukkan bahwa
persepsi positif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan
bangsa di Malaysia dan responden memiliki persepsi yang berbeda pada proses
pembangunan bangsa dan pembangunan berdasarkan pandangan politik, ekonomi
6
dan sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang dalam sebuah pembangunan, sama halnya
dengan di Indonesia.
Hasil penelitian Kholiq et al. (2008), menemukan bahwa persepsi terhadap
lumbung pangan juga dilihat dari apakah masyarakat mengetahui dan mengenal
lumbung pangan atau tidak, kemudian bagaimana pandangan serta penilaiannya
terhadap lumbung pangan. Selaras dengan pendapat tersebut Chapin dalam
Hadiwijaya (2011) mengemukakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses
mengetahui dan mengenali objek serta kejadian yang bersifat objektif dengan
bantuan alat indra. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat jelas bahwa persepsi
merupakan pandangan terhadap sesuatu yang didasari oleh pengetahuan atau
pengenalan sehingga menimbulkan makna yang dibantu oleh alat indra manusia.
Definisi di atas dapat ditarik pengertian bahwa persepsi merupakan suatu cara
orang dan aktivitas integral diri manusia dalam memandang dan menilai sesuatu
secara sadar dengan cara menyeleksi atau mengatur semua informasi yang ada dan
kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti.
Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena
perasaan, kemampuan berpikir (pengetahuan), pengalaman individu yang tidak
sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin
akan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Persepsi
bersifat individual yang merupakan interpretasi manusia terhadap sesuatu
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian
diiterpretasikan dan membentuk sebuah makna. Persepsi merupakan pemberian
makna terhadap suatu objek.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi manusia biasanya diawali oleh informasi yang diperoleh baik di
masa lalu atau masa sekarang dan dapat membentuk sebuah pandangan terhadap
suatu informasi yang merupakan hasil interpretasi dengan seluruh informasi yang
dimiliki tersebut. Krech dan Cruthfied dalam Rakhmat (2007) menyatakan bahwa
persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional yang dijelaskan
sebagai berikut :
1) Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal
lain termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi juga tidak ditentukan oleh
jenis atau untuk stimuli, akan tetapi karakteristik orang yang memberikan
respon pada stimuli tersebut.
2) Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang
ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.
Menurut Robbins dan Stepphens (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi antara lain:
1) Pelaku persepsi berupa pemaknaan tentang apa yang diamati dan dilihat oleh
individu dan dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu tersebut.
Sikap, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan pengharapan juga
dipengaruhi oleh karateristik pribadi dan persepsi.
2) Target merupakan bentuk dari karakteristik yang dapat mempengaruhi persepsi
seperti hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan. Target
tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target terhadap latar
7
belakangnya mempengaruhi persepsi, seperti kecenderungan untuk
mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip.
3) Situasi merupakan unsur-unsur lingkungan sekitar yang mempengaruhi
persepsi yaitu waktu, keadaan tempat bekerja dan keadaan sosial.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat faktor lain yang
mempengaruhi persepsi yaitu kepribadian individu berupa pengaruh yang bersifat
kognitif dengan kata lain berupa pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian
Suryanigsih et al. (2012), menyatakan bahwa pendidikan, pengetahuan yang turun
temurun serta mata pencaharian sebagai petani merupakan faktor yang
mempengaruhi rendahnya persepsi masyarakat terhadap suatu program
(pelestarian hutan). Dari penelitian tersebut, pengetahuan, pendidikan dan mata
pencaharian bisa menjadi faktor rendahnya persepsi masyarakat. Sementara itu
hasil penelitian Hamid et al. (2013) mengemukakan bahwa persepsi yang positif
dari masyarakat menggambarkan bahwa masyarakat dapat mengadosi inovasi
pertanian dalam kehidupannya, sehingga berdampak positif pada aspek ekonomi
dan aspek sosial masyarakat tersebut.
Proses terbentuknya persepsi pada individu dapat dilihat pada Gambar 1.
Kenyataan Objek
Stimulus
Observasi
Stimulus
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persepsi:
1. Stereotip
2. Kepandaian
menyaring
3. Konsep diri
4. Keadaan
5. Kebutuhan
6. Emosi
Proses Persepsi
Hasil
Perilaku
interpretasi
Evaluasi
dan
penafsiran
kenyataan
Pembentukan
sikap
Gambar 1. Proses terjadinya persepsi (Gibson et al. 1989)
Adopsi Inovasi
Menurut Mardikanto (2010) adopsi dalam penyuluhan pertanian dapat
diartikan sebagai sebuah penerimaan inovasi baik berupa perubahan perilaku
seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri seseorang setelah menerima
inovasi yang disampaikan. Proses adopsi melalui beberapa tahapan sebelum
masyarakat atau individu mau menerimanya. Menurut Lionberger dan Gwin
dalam Mardikanto (1993) mengartikan bahwa inovasi merupakan sesuatu yang
dinilai baru dan dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau
pada lokasi tertentu. Penerimaan inovasi bisa dilihat dari sejauh mana petani
menerapkan suatu inovasi. Petani bukan hanya tau tapi mampu menerapkan
inovasi tersebut dengan baik. Sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker
(1971) yang menyatakan bahwa inovasi merupakan objek baru, ide baru serta
praktek baru dan bagi masyarakat dan individu dianggap baru.
8
Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Sadono (1999) mendefinisikan
bahwa adopsi inovasi merupakan suatu proses mental sejak seseorang atau petani
mengetahui adanya inovasi, megubah sikap, dan akhirnya menerima atau
menolak. Mulyadi (2007) menyatakan bahwa adopsi inovasi pada bidang
pertanian merupakan keputusan petani untuk menerima gagasan, ide-ide,
informasi dan pengetahuan yang dianggap baru dalam menjalankan kegiatan
usahataninya. Menurut Lionberger dan Gwin (1991) dalam Mulyadi (2007)
menyatakan bahwa suatu inovasi dan jenis-jenis informasi yang dibutuhkan
sasaran seharusnya disesuaikan dengan tahapan proses adopsi. Pada tahap sadar
informasi yang dibutuhkan bersifat pemberitahuan, pada tahap minat informasi
ditekankan lebih kepada keguanan sebuah inovasi, cara kerja, manfaat bagi
pemakainnya. Pada tahap keputusan informasi dibutuhkan lebih pada saran dan
pertimbangan untuk melakukan evaluasi.
Beberapa variabel yang mempengaruhi laju adopsi, yaitu persepsi tentang
sifat inovasi, hal tersebut akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
menerapkan inovasi. Rogers (2003) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor
yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi dalam suatu sistem sosial yaitu: (1)
ciri-ciri inovasi, (2) tipe keputusan inovasi, (3) ciri sistem sosial, (4) sifat saluran
komunikasi yang dipergunakan dalam menyebarluaskan inovasi dalam proses
keputusan inovasi, (5) gencarnya usaha agen perubahan dalam mempromosikan
inovasi.
Rogers dan Shoemaker (1971) menyebutkan terdapat pandangan dari
komisi ahli-ahli sosiologi pedesaan pada tahun 1955 tentang proses adopsi, yaitu:
(1) tahap kesadaran, yakni seseorang sadar adanya ide-ide baru (inovasi); (2)
tahap menaruh minat, yakni seseorang mulai berminat pada inovasi dan akan
mencari informasi lebih lanjut; (3) tahap penilaian, yakni seseorang melakukan
penilaian terhadap inovasi dengan mempertimbangkan kondisi pada dirinya; (4)
tahap mencoba, yakni seseorang mulai mencoba dalam skala kecil untuk
menentukan manfaat yang dapat diperoleh, dan (5) tahap adopsi, yakni seseorang
menggunakan inovasi secara tetap dalam skala luas.
Model tersebut memunculkan berbagai kritik bahwa tidak semua proses
berakhir dengan tahapan adopsi. Tahapan tersebut juga tidak selalu terjadi pada
hal-hal tertentu dan bahkan bisa melewatkan salah satu tahapan. Proses tersebut
juga jarang berakhir dengan adopsi karena masih berlanjut kepada pencaharian
informasi untuk menguatkan keputusannya. Dalam kritikan ini memunculkan
bahwa, hanya 2 tahapan saja yang penting dalam proses adopsi yaitu tahapan
pengenalan dan adopsi.
Dari pemaparan di atas kemudian Rogers dan Shoemaker (1971)
mengajukan model proses keputusan inovasi, berupa pengambilan keputusan
untuk menerima atau menolak inovasi, yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: (1) tahap
pengenalan, sasaran mengetahui adanya inovasi dan telah memperoleh beberapa
pengertian tentang bagaimana inovasi berfungsi; (2) tahap persuasi, sasaran
membentuk sikap setuju atau tidak setuju terhadap inovasi; (3) tahap keputusan,
sasaran terlibat dalam kegiatan memutuskan untuk menerapkan atau tidak
menerapkan, dan (4) tahap konfirmasi, sasaran dalam hal ini mencari kekuatan
bagi keputusan yang telah diambilnya dalam menerapkan atau menolak inovasi.
Rogers (2003) menyempurnakan kembali model proses keputusan adopsi
yang meliputi 5 tahap yaitu:
9
(1) Tahap pengetahuan: dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi
mengenai inovasi baru. Informasi mengenai inovasi baru tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui
media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara
masyarakat.
(2) Tahap persuasi: pada tahap ini lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon
adopter. Seseornag akan megukur keuntungan yang akan diperoleh jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan
diskusi dengan orang lain, ada kecenderungan untuk mengadopsi atau
menolak inovasi tersebut.
(3) Tahap pengambilan keputusan: tahap ketiga ini seseorang membuat
keputusan akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah
inovasi. Setelah melakukan pengambilan keputusan, tidak menutup
kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
(4) Tahap implementasi: seseorang mulai menggunakan inovasi sambil
mempelajari lebih jauh tentang inovasi tersebut.
(5) Tahap konfirmasi: setelah mengambil sebuah keputusan, kemudian seseorang
akan mencari pembenaran atas keputusannya. Apakah hal tersebut diadopsi
atau tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang telah
dibuatnya. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah
keputusannya yang tadinya menolak menjadi menerima inovasi setelah
dilakukan evaluasi.
Dapat ditekankan bahwa inovasi memiliki arti yang luas dan dinamis
karena proses menyangkut proses pengambilan keputusan dan dalam proses
tersebut banyak faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan pendapat Riyadi
(2003) faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi adalah faktor personal
dan faktor situasional. Faktor situasional antara lain adalah: (1) umur, orang yang
lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide baru dan pendidikan; dan (2)
ciri-ciri psikologis, sifat individu yang cenderung kaku lebih sulit menerima
inovasi. Sementara itu faktor situasional terdiri dari: (1) ukuran usahatani,
berhubungan positif dengan difusi inovasi; (2) status kepemilikan lahan lebih
leluasa membuat keputusan untuk mengadopsi sesuatu; (3) prestise masyarkat,
kependudukan seseorang dalam masyarakat berhubungan positif dengan adopsi
inovasi; dan (4) sumber-sumber informasi, jumlah sumber informasi yang
digunakan berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi. Kurnia (2000) menyatakan
bahwa kecepatan adopsi inovasi ditentukan oleh :
(1) Complexity. Semakin rumit suatu inovasi, maka akan semakin sulit petani
menerimanya.
(2) Divisibility. Petani hanya mengadopsi bagian-bagian tertentu saja dari inovasi
terutama yang konsisten dengan farming objective mereka.
(3) Congruence-incompatibility with farm and personal objective. Petani akan
lebih cepat menerima inovasi apabila kompatibel dengan apa yang telah
mereka ketahui dan kompatibel dengan personal objective.
(4) Economics. Secara hipotesis, yang lebih menguntungkan akan diadopsi secara
lebih cepat walaupun keuntungan ekonomi ini bukan segala-galanya.
(5) Risk and uncertainty. Resiko dan ketidakpastian akan menjadi perhatian
mereka, apalagi di dalam kondisi pemilikan dan penguasaan lahan sempit.
10
(6) Conflicting informations. Di tengah-tengah masyarakat yang makin terbuka
petani menerima informasi dari berbagai sumber. Sumber terdekat dan paling
meyakinkan akan sangat membantu mereka di dalam pengambilan keputusan.
(7) Implementation cost-capital outly and intellectual outly. Pertimbangan modal
dan pengetahuan akan sangat penting bagi petani.
(8) Flexibility. Fleksibilitas dalam memilih komoditas dan sebagainya juga
menjadi pertimbangan petani.
(9) Physical and social infrastructure. Ketersediaan infrastruktur pertanian akan
mempengaruhi kecepatan petani dalam mengadopsi inovasi.
Menurut Subagyo et al. (2005) proses adopsi merupakan proses
pelaksanaan suatu teknologi yang dapat berjalan secara sistematis sehingga
memberikan keuntungan secara ekonomis dan memberikan dorongan untuk
masyarakat setempat. Hasil penelitian Mulyadi (2007) mengemukakan bahwa
tahapan yang menentukan proses adopsi inovasi petani Arfak adalah tahap awal
yaitu mulai dengan mengenal inovasi dan memahami tentang cara inovasi tersebut
berfungsi.
Rogers (2003) membagi keputusan inovasi menjadi tiga jenis, yaitu
optional innovation-decisions, collective innovation-decisions dan authority
innovation-decisions, dijelaskan sebagai berikut:
(1) Optional innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh seseorang secara bebas terhadap
keputusan anggota lainnya dalam sebuah sistem sosial. Keputusan individu
kemungkinan dipengaruhi oleh norma dan jaringan komunikasi antar
individu.
(2) Collective innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh konsensus antara anggota sebuah sistem
sosial. Seluruh unit dalam sistem sosial biasanya harus mengkonfirmasi
terhadap keputusan yang dibuat oleh sistem sosial tersebut.
(3) Authority innovation decisions, pilihan untuk mengadopsi atau menolak
sebuah inovasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang relatif sedikit dari
sebuah sistem yang memiliki kekuasaan, status atau keahlian teknik.
Menurut Sadono (1999) dalam proses adopsi petani memerlukan dasardasar pertimbangan yang benar sebelum petani memutuskan untuk menerapkan
sebuah teknologi inovasi. Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilakukan
oleh seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mulai dari pencarian
informasi awal dari sebuah inovasi, penentuan sikap terhadap inovasi, pembuatan
keputusan untuk mengadopsi atau menolak, penerapan ide baru, dan
mengkonfirmasi keputusan. Inovasi berupa paket teknologi yang terdiri dari
berbagai unsur, bila dapat dipisahkan unsur-unsurnya memungkinkan petani
untuk menerapkan dan tidak menerapkan sepenuhnya, sehingga menyebabkan
tingkat adopsi yang berbeda-beda (Sadono 1999). Dalam penelitian ini adopsi
inovasi yang dimaksud adalah penerapan pada teknik budidaya yang dirinci
berdasarkan tahapan peremajaan yang telah dilakukan oleh seluruh petani yaitu
penumbangan, pembibitan dan perawatan. Pencatatan dan pengaturan keuangan
juga merupakan faktor penting karena menyangkut management pengelolaan
keuangan dalam peremajaan yang bisa merefleksikan bahwa petani telah mulai
mencatat pengeluarannya, membukukan dan dapat menjadikan bahan acuan bagi
pelaksanaan peremajaan selanjutnya.
11
Sifat Inovasi
Ismilaili (2015) menjabarkan bahwa kecepatan adopsi berbeda-beda, hal
ini dikarenakan adanya perbedaan pada sifat inovasi, karakterstik sasaran, keadaan
lingkungan dan aktivitas kegiatan penyuluhan yang dilakukan. Rogers (2003)
mengungkapkan bahwa difusi inovasi dipengaruhi oleh persepsi tentang sifat
inovasi meliputi persepsi tentang keuntungan relatif, kompleksitas, kompatibilitas,
triabilitas dan observabilitas. Lima karakteristik inovasi menurut Rogers (2003)
meliputi:
(1) Keuntungan relatif (relative advantage) adalah derajat dimana suatu inovasi
dianggap lebih baik dan unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini
dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi ekonomi, sosial, kenyamanan,
kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh
pengadopsi, maka semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Para pengguna inovasi akan menilai apakah suatu inovasi itu relatif
menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya atau tidak. Untuk
pengguna inovasi yang menerima secara cepat suatu inovasi, akan melihat
inovasi itu sebagai sebuah keunggulan.
(2) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat inovasi dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat
diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai
(compatible). Pengguna inovasi (adopter) juga akan mempertimbangkan
pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai,
pengalaman dan kebutuhannya.
(3) Kerumitan (complexity) adalah derajat inovasi dianggap sebagai suatu yang
sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang
dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka
semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Pengguna inovasi juga akan
menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika
mereka memanfaatkan inovasi, artinya bagi individu yang lambat
mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih
tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan
tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi tersebut.
(4) Kemampuan diujicobakan (triability) adalah derajat suatu inovasi dapat
diujicoba dalam batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan
umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi,
suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukka