Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA

DARA RESMI ASBIANTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Ekspor
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Dara Resmi Asbiantari
NRP H151120171

RINGKASAN
DARA RESMI ASBIANTARI. Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Dibimbing oleh MANUTUN PARULIAN HUTAGAOL dan
ALLA ASMARA.
Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian dalam jangka
panjang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh ekspor sebagai pendekatan kebijakan outward looking
terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ekspor, impor barang modal, pengeluaran pemerintah, dan pembentukan
modal tetap bruto (PMTB). Metode analisis yang digunakan adalah Regresi
Linear Berganda dengan metode Cochrane-Orcutt. Penelitian ini menggunakan
data sekunder timeseries triwulanan sejak tahun 2000 triwulan 1 sampai dengan
tahun 2016 triwulan 1. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Perdagangan,
Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Penelitian ini menganalisis kebijakan outward looking terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Model yang digunakan untuk melihat
bagaimana pengaruh ekspor secara sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Hasil penelitian pada penelitian ini yaitu ekspor di sektor industri
memiliki hasil yang signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang terhadap pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi periode
sebelumnya dan impor barang modal memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekspor di sektor industri sebaiknya
dikembangkan agar dapat mendorong kebijakan outward looking yang efektif
untuk diterapkan di Indonesia.
Kata kunci: outward looking, ekspor, pertumbuhan ekonomi, cochrane-orcutt

SUMMARY
DARA RESMI ASBIANTARI. The Effect of Exports on Indonesian’s Economic
Growth. Supervised by MANUTUN PARULIAN HUTAGAOL and ALLA
ASMARA
Economic growth is one of long term economic problem that is influenced
by various factors. This study aimed to analyse how exports as outward looking
policy can affect the economic growth. The variables used in this study are export,
import of capital goods, government expenditure and gross fixed capital formation
(GFCF). The analytical method used is multiple linear regressions by using the
Cochrane-Orcutt method. This study uses time series secondary data quarterly
from 2000 Q1 to 2016 Q1, data sources are from Kementerian Perdagangan,

Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, and Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM).
Research models are used to see how sectoral exports affect the Indonesian
economic growth. This research shows that economic growth in the previous
period and import of capital goods has significant influence to the economic
growth, and exports in industrial sector have significant influence to the economic
growth, both in short term and long term. Exports in industrial sector should be
developed in order to encourage an effective outward looking policy in Indonesia.

Keywords: Outward Looking, Export, Economic Growth, Cochrane-Orcutt

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI INDONESIA

DARA RESMI ASBIANTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Yeti Lis Purnamadewi, MSc Agr

Judul Tesis : Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Nama
: Dara Resmi Asbiantari
NIM
: H151120171

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M Parulian Hutagaol, MS
Ketua

Dr Alla Asmara, SPt, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Lukytawati Anggraeni, SP, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 26 Agustus 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah perdagangan internasional, dengan judul
Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pelaksanaan penelitian ini. Apresiasi dan ucapan terima kasih penulis
sampaikan secara khusus kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku ketua komisi
pembimbing dan Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku anggota komisi
pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan kesabaran untuk

memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam
penyusunan tesis ini.
2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc Agr Sebagai penguji utama dan Dr.
Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si sebagai penguji dari Komisi Akademik
yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.
3. Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si selaku Ketua Program Studi beserta
jajarannya selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB dan
semua dosen yang mengajar penulis.
4. Biro Organisasi dan Kepegawaian (Roganpeg) Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu
Ekonomi di Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB.
5. Rekan-rekan di Sekretariat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
yang telah memberikan dukungan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis
ini.
6. Teman-teman kuliah kelas khusus IPB-Kemendag atas segala bantuannya
selama penulis menyelesaikan pendidikan di IPB.
7. Orangtua, adik dan keluarga besar Penulis yang senantiasa mendoakan
sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini. Kepada suami

tercinta Arif Budiman dan ananda tersayang Braga Kenzie Putra Budiman
atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan kesabaran yang telah
diberikan.
Besar harapan Penulis bahwa tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam
proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa
mendatang.

Bogor, Agustus 2016
Dara Resmi Asbiantari

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 3
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 5
2 TINJAUAN PUSTAKA
5

Tinjauan Teori ............................................................................................... 5
Pertumbuhan Ekonomi .................................................................................. 5
Ekspor ............................................................................................................ 7
Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi ............................................................. 12
Determinan dari Pertumbuhan Ekonomi ..................................................... 12
Impor ......................................................................................................... 12
Pengeluaran Pemerintah ............................................................................ 13
Investasi ..................................................................................................... 16
Tinjauan Empiris ......................................................................................... 17
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 20
Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 21
3 METODE PENELITIAN
21
Jenis dan Sumber Data................................................................................. 21
Metode Analisis Data .................................................................................. 22
Analisis Deskriptif ....................................................................................... 22
Analisis Regresi Linear Berganda ............................................................... 22
Uji Asumsi Klasik ....................................................................................... 22
Metode Cochrane-Orcutt ............................................................................. 23
Evaluasi Model ............................................................................................ 24

Spesifikasi Model ........................................................................................ 24
Definisi Operasional .................................................................................... 25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ....................................... 25
Perkembangan Ekspor ................................................................................. 27
Perkembangan Impor Barang Modal ........................................................... 28
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah...................................................... 29
Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)......................... 30
Kebijakan Outward Looking terhadap Pertumbuhan Ekonomi................... 31
Pertumbuhan Ekonomi Jangka Panjang ...................................................... 33
Ekspor Industri............................................................................................. 34
Impor Barang Modal.................................................................................... 34

5 SIMPULAN DAN SARAN
37
Simpulan ...................................................................................................... 37
Saran ............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
37

LAMPIRAN
41
RIWAYAT HIDUP
43

DAFTAR TABEL
1. Perbedaan Orientasi Kebijakan Ekonomi Outward Looking dan Inward
Looking
2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan
3. Nilai dan Arti Statistik Durbin Watson (DW)
4. Hasil Estimasi Pertumbuhan Ekonomi dengan Ekspor Sektoral

1
21
23
32

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perkembangan PDB dan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2005-2013
Ekspor dan Impor Indonesia Sejak Tahun 2005-2014
Kurva Perdagangan Internasional
Kerangka Pemikiran Penelitian
Perkembangan PDB Indonesia 1993 – 2016
Share Pengeluaran Pemerintah, PMTB, ekspor dan impor terhadap
PDB
7. Perkembangan Ekspor Berdasarkan Sektoral 2001-2016
8. Perkembangan Pertumbuhan Impor Barang Modal 2000-2016
9. Perkembangan Share Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDB 20002016
10. Perkembangan PMTB 2000-2016
11. Perbandingan Ekspor Industri Berbasis Pertanian dan Non Pertanian
2004-2014

2
3
8
20
26
27
28
29
30
31
36

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.

Hasil Regresi
Hasil Regresi dengan Metode Cochrane Orcutt

41
42

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian
akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.
Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan
faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada
gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi
yang dimiliki oleh masyarakat. Adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan
pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut
meningkat.
Pemerintah Indonesia sampai dengan pertengahan tahun 1980-an
menerapkan strategi inward looking di dalam pengembangan industrinya. Dalam
terminologi kebijakan pembangunan yang dipopulerkan oleh Streeten (1987),
kebijakan inward looking adalah strategi pembangunan yang lebih menekankan
pada pembangunan industri domestik pengganti produk impor. Strategi itu
ditempuh dengan cara proteksi industri domestik lewat tarif dan berbagai restriksi
impor, untuk kemudian dalam jangka panjang melalui diversifikasi industri
menuju kompetisi ekspor. Selain itu Streeten (1987) juga menyebutkan strategi
kebijakan pembangunan lain yakni kebijakan outward looking yang lebih
menekankan kepada upaya mendorong tercipta perdagangan bebas melalui
strategi promosi ekspor. Tabel 1 menyajikan perbedaan orientasi kebijakan
ekonomi dari masing-masing strategi.
Tabel 1 Perbedaan Orientasi Kebijakan Ekonomi Outward Looking dan Inward
Looking
Outward Looking
Pendekatan stabilisasi drastis (shock
treatment approach) untuk mengurangi
inflasi secepat mungkin
Pro bisnis yang efisien
Perusahaan swasta sebagai unit ekonomi
dominan dalam sistem pasar bebas
Sangat menggantungkan diri pada modal
asing selama stabilisasi dan tahap awal
pembangunan

Inward Looking
Pendekatan stabilisasi bertahap dengan
menggalakkan pembukaan lapangan kerja

Pro bisnis nasional, pribumi
Peranan dominan negara dalam sistem
ekonomi campuran
Pemanfaatan-pemanfaatan faktor produksi
luar negeri secara hati-hati dalam sektor
dimana bangsa Indonesia belum mampu,
dengan tujuan membina milik sendiri
Penekanan ekspor produksi
primer Para eksportir produk primer harus
dipandang penting sebagai jalan pintas diarahkan untuk mengekspor barang jadi
untuk mengakumulasi modal selama tahap atau setengah jadi
awal pembangunan
Peranan daerah dalam ekonomi tidak Daerah-daerah harus diberi otonom
otonom
Sumber : Mas’oed, 1989

2
Strategi inward looking dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam
negeri yang memproduksi barang-barang pengganti impor. Sedangkan strategi
outward looking didasari oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang
tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di dalam negeri
dijual di pasar ekspor. Jadi, berbeda dengan strategi inward looking, dalam
strategi outward looking tidak ada diskriminasi pemberian insentif dan
kemudahan lainnya dari pemerintah, baik untuk industri yang berorientasi ke
pasar domestik, maupun industri yang berorientasi ke pasar ekspor (Tambunan,
2001).
Tambunan (2001) menjelaskan bahwa dalam penerapan strategi inward
looking, impor barang dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali. Pelaksanaan
strategi inward looking terdiri atas dua tahap. Pertama, industri yang
dikembangkan adalah industri yang membuat barang-barang konsumsi. Untuk
membuat barang-barang tersebut diperlukan barang modal, input perantara, dan
bahan baku yang di banyak negara yang menerapkan strategi ini banyak tidak
tersedia sehingga harus tetap diimpor. Dalam tahap kedua, industri yang
dikembangkan adalah industri hulu (upstream industries). Pengalaman
menunjukkan bahwa tahap pertama ternyata lebih mudah dilakukan. Sedangkan
dalam transisi ke tahap berikutnya banyak negara menghadapi kesulitan. Dalam
banyak kasus, industri yang dikembangkan menjadi high-cost industry.
Gambar 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus
meningkat setiap tahunnya sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2013. Namun
hal ini berbeda dengan nilai ekspor Indonesia. Nilai ekspor Indonesia mengalami
penurunan pada tahun 2009 dan tahun 2013. Berdasarkan Gambar 1 dapat
disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak memiliki tren yang
sejalan dengan pertumbuhan ekspor di Indonesia, sehingga terdapat gap antara
teori dengan fakta yang ada dan ini merupakan bahan yang bagus untuk diteliti.
.
220000

2600000.00

200000

2500000.00
2400000.00

180000

2300000.00

160000

2200000.00

2100000.00

140000

2000000.00

120000

1900000.00
100000

1800000.00

80000

1700000.00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Nilai PDB (milyar rupiah)

Nilai Ekspor (juta uss)

Sumber : BPS, 2016
Gambar 1 Perkembangan PDB dan Ekspor Indonesia 2005-2013

Nilai Ekspor (Juta US$)

Nilai PDB (Milyar Rupiah)

2700000.00

3

Sumber : Kemendag, 2016
Gambar 2 Ekspor dan Impor Barang Modal Indonesia Sejak Tahun 1993 - 2016
Gambar 2 menunjukkan bahwa ekspor dan impor barang modal memiliki
tren yang sejalan sejak tahun 1993 sampai dengan tahun 2016. Pertumbuhan
ekspor dan impor memiliki tren yang fluktuatif, namun pertumbuhan ekspor dan
impor barang modal sejalan. Pada tahun 1998 terjadi penurunan baik ekspor
maupun impor barang modal, hal ini karena adanya krisis moneter yang dialami
oleh Indonesia pada tahun tersebut. Kemudian ekspor dan impor barang modal
memiliki pertumbuhan yang meningkat di tahun-tahun berikutnya. Pertumbuhan
ekspor dan impor barang modal kembali mengalami penurunan di tahun 2011.
Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Gambar 1, ekspor memiliki
tren yang tidak sejalan.

Perumusan Masalah
Keberhasilan negara-negara yang menganut strategi outward looking
seperti yang dijelaskan pada bagian latar belakang menjadi harapan Indonesia
untuk dapat ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun demikian,
yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, pertumbuhan ekspor Indonesia
mengalami tren yang fluktuatif sejak tahun 2005 hingga 2013, sedangkan
pertumbuhan ekonomi di tahun yang sama mengalami tren yang terus meningkat.
Hal ini tidak sejalan dengan teori outward looking yang diharapkan, di mana
ekspor seharusnya bisa menjadi pendorong untuk peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini bertentangan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Omuju
(2012) dan Akhirman (2012) bahwa ekspor memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hussin dan Saidin (2012) menemukan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah strategi outward looking dengan mendorong pertumbuhan

4
ekspor merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia.
Penelitian ini menganalisis peranan ekspor di sektor mana kah yang benarbenar mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian sebelumnya yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Amir (2004) bahwa pertumbuhan ekspor non
pertanian memiliki dampak yang lebih baik daripada ekspor pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sementara penelitian Mehrara dan Baghbanpour (2016)
menemukan bahwa ekspor di sektor industri memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Hlavova
(2015) mendapatkan hasil bahwa ekspor di sektor pertambangan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sehingga dalam
penelitian ini ingin meneliti apakah ekspor di bidang pertanian, industri atau
pertambangan yang lebih efektif digunakan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Seperti yang dikemukakan oleh Keynesian bahwa pertumbuhan pendapatan
nasional ditentukan oleh besarnya pengeluaran konsumsi, pengeluaran
pemerintah, investasi dan net ekspor. Sehingga, dari teori Keynes dapat diketahui
bahwa ekspor bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Terdapat variabel-variabel kontrol lainnya yang bisa
digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Penelitian-penelitian
terdahulu seperti yang dilakukan oleh Sutawijaya (2008) menggunakan variabel
kontrol investasi swasta, investasi pemerintah, ekspor migas dan ekspor non
migas untukk mengukur pertumbuhan ekonomi. Akhirman (2012) menggunakan
investasi, jumlah penduduk, laju inflasi dan tenaga kerja. Sementara penelitian
yang dilakukan oleh Omuju (2012) menggunakan variabel kontrol FDI,
pengeluaran pemerintah dan nilai tukar. Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas,
maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah :
1. Apakah kebijakan outward looking tercermin dalam data historis ekspor dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia?
2. Bagaimana peranan ekspor secara sektoral untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kebijakan outward looking dalam data historis ekspor dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
2. Menganalisis peranan ekspor berdasarkan sektoral dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukan untuk merumuskan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

strategi

kebijakan

5
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berkeinginan untuk
melakukan penelitian yang sejenis.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi dua hal. Penelitian ini menganalisis
tentang kebijakan outward looking dalam data historis ekspor dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia serta peranan ekspor berdasarkan sektoral terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Adapun variabel kontrol yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ekspor pertanian, ekspor industri, ekspor
pertambangan, impor barang modal, pengeluaran pemerintah dan Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB). Penelitian ini mengunakan data sekunder yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Badan Koordinasi
Penanaman Modal dan Kementerian Perdagangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teori
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri
ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyelesaianpenyeselaian berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2000). Pertumbuhan
ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau perubahan struktur ekonomi (Arsyad,1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu
masyarakat adalah: (1) Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud
tanah (lahan), peralatan fisikal, dan sumber daya manusia (Human
Resources), (2) pertumbuhan penduduk, (3) kemajuan teknologi. Akumulasi
modal akan terjadi jika ada tertentu pendapatan sekarang yang ditabung, yang
kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa datang (Arsyad,
1997).
Peneliti pertama membahas pertumbuhan ekonomi secara sistematis
adalah Adam Smith (1723-1790) yang membahas masalah ekonomi dalam
bukunya “ An Inquiry Into The Nature and Causes of The Health of Nation”
(1776). Menurut Adam Smith ada dua aspek utama pertumbuhan ekonomi yaitu
pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk. Dalam pertumbuhan
output Adam Smith melihat sistem produksi negara terdiri dari tiga unsur
pokok yaitu sumber-sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah),
sumber daya manusia (jumlah penduduk), stok barang kapital yang ada.
David Ricardo (1772-1823) mengembangkan teori pertumbuhan teori
pertumbuhan klasik lebih lanjut. Tetapi garis besar dari proses pertumbuhan

6
dan kesimpulan-kesimpulan umum ditarik oleh Ricardo tidak terlalu berbeda
dengan teori Smith. Ricardo juga menganggap jumlah faktor produksi tanah
tidak bisa bertambah, sehingga akhirnya bertindak sebagai faktor pembatas dalam
proses pertumbuhan suatu masyarakat (Boediono, 1985).
Robert Solow dan Trevor Swan secara sendiri mengembangkan model
pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama pertumbuhan
Neo Klasik. Model Solow dan Swan memusatkan perhatianya
pada
pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi dan output
saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Kerangka umum dari
model Solow-Swan mirip dengan model Harrod-Domar, tetapi model SolowSwan lebih luwes karena: (a) Menghindari masalah kestabilan yang
merupakan ciri waranted rate of growth dalam model Harrod-Domar. (b) Bisa
lebih luwes digunakan untuk menjelaskan
masalah-masalah
distribusi
pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan
Swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasi
secara aljabar (Boediono, 1985).
Jadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka diperlukan
peningkatan pemanfaatan faktor-faktor tersebut. Atau lebih spesifik lagi, dapat
diuraikan dalam pertanyaan berapa tingkat pertumbuhan modal, tingkat
pertumbuhan kesempatan kerja, serta peningkatan teknologi yang dibutuhkan
untuk mencapai tingkat pertumbuhan produksi tertentu. Dengan demikian maka
pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan pertumbuhan produksi nasional atau
pendapatan nasional.
Pada sisi lain, teori Keynesian menyatakan bahwa pertumbuhan
pendapatan nasional ditentukan oleh besarnya
pengeluaran konsumsi,
pengeluaran pemerintah, investasi dan net ekspor. Jadi menurut Keynes untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diukur pada peningkatan pendapatan
nasional maka diperlukan peningkatan permintaan konsumsi, permintaan
pengeluaran pemerintah, permintaan investasi, serta permintaan ekspor dan impor.
Produk domestik bruto adalah suatu alat ukur pertumbuhan ekonomi bagi
suatu daerah tingkat I ataupun tingkat II. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan
perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dinilai dari nilai pendapatan
nasionalnya. Produk domestik bruto adalah besarnya nilai produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut, baik
kegiatan produksi oleh warga negara sendiri atau dari warga negara asing
(Algifari, 1998).
Untuk menggambarkan perubahan-perubahan ekonomi maka diperlukan
penyajian angka PDB yang dapat menggambarkan kejadian-kejadian tersebut.
Penyajian angka PDB sendiri, biasanya dibedakan menjadi dua yaitu PDB atas
dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan. PDB atas dasar harga
berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung dengan
menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap tahun, sedangkan
PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai
tahun dasar (based year).
PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran
dan struktur ekonomi suatu daerah, sedangkan PDB atas dasar harga konstan

7
dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :
a. Pendekatan Nilai Tambah
PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai
unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu
tahun. Unit – unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan
menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu:
1. Pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan dan perikanan;
2. Pertambangan dan penggalian;
3. Industri pengolahan;
4. Listrik, gas dan air;
5. Bangunan / konstruksi;
6. Perdagangan, hotel dan restoran;
7. Angkutan dan komunikasi
8. Keuangaan, sewa bangunan, dan jasa;
9. Jasa-jasa
b. Pendekatan Pendapatan
PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor
produksi yang ikut dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu, biasanya satu tahun. Komponen balas jasa faktor produksi
yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan. Semua komponen tersebut dijumlahkan sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak tak langsung lainnya. Dalam pengertian PDB,
kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak
tidak langsung neto.
c. Pendekatan Pengeluaran
PDB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu :
1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak
mencari untung;
2. Pengeluaran konsumsi pemerintah;
3. Pembentukan modal tetap domsetik bruto;
4. Perubahan stok;
5. Ekspor neto yang dihitung dari ekspor dikurangi impor;
Dari ketiga pendekatan penghitungan tersebut, secara konsep seyogyanya
jumlah pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang
dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor
produksinya.
Ekspor
Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan.
Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara
saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu
negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy 1997).
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya dengan
perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan

8
mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari keuntungan,
Krugman (2000) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan
internasional :
a. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
b. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale)
Secara teoritis, suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi ke
negara lain (negara B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya
perdagangan internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga
domestik negara B. Stuktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah karena
produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya sehingga di
negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi). Dengan
demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke
negara lain. Dilain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply karena konsumsi
domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess demand)
sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini negara B
berkeinginan untuk membeli komoditi tersebut dari negara lain yang relatif lebih
murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B, maka
akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh kedua
negara adalah sama.

A

SA

X

ES

PB

SB

P*
M

PA

ED
DA
QA
Negara A (Ekspor)

Q*
Perdagangan
Internasional

B
QB
Negara B (Impor)

Sumber : Salvatore (1997)
Gambar 3 Kurva Perdagangan Internasional
Keterangan:
PA
: Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan
internasional
QA
: Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A
(pengekspor) tanpa perdagangan internasional
A
: Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa
perdagangan internasional
X
: Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB
: Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdagangan
internasional

DB

9
QB

:

B

:

M
P*

:
:

Q*

:

Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B
(pengimpor) tanpa perdagangan internasional
Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor)
tanpa perdagangan internasional
Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan
Internasional
Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana
jumlah yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)

Gambar 3 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan internasional
harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB. Penawaran pasar
internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari P A sedangkan
permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih
rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan PA maka negara
B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga internasional sama
dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar A. Dari A
dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di
pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara
A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara B akan mengimpor
komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional sebesar X sama dengan M
yaitu Q*.
Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali diperkenalkan oleh Adam
Smith pada awal abad ke-19 dengan teori keunggulan absolut (absolute
comparative). Teori Adam Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo
(1817) dengan model keunggulan komparatif (The Theory of Comparative
Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan absolut yang menekankan pada
biaya riil yang lebih rendah, keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan
harga relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya perdagangan.
Menurut David Ricardo, perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak
memiliki keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan
melakukan spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki
keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum Keunggulan Komparatif
(Law of Comparative Advantage). Keunggulan komparatif dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity). Asumsi yang digunakan (Salvatore,1997) :
a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi
b. Perdagangan bersifat bebas
c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun
tidak ada mobilitas antara dua negara.
d. Biaya produksi konstan
e. Tidak terdapat biaya transportasi
f. Tidak ada perubahan teknologi
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

10
Berdasarkan analisis production comparative advatage (labor productivity)
dapat dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di
mana negara tersebut berproduksi lebih produktif serta mengimpor barang di
mana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata
lain, cost comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai
jika suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah
jam tenaga kerja dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi.
Production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai
jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu
barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja
yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika
negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative
advantage dan production advantage. Atau dengan mengekspor barang yang
keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan
komparatifnya rendah.
Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan oleh HeckscherOhlin (H-O) dengan The Theory of Factor Proportions (1949 – 1977). Model HO mengatakan bahwa walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama,
perdagangan internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan
faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing negara. Satu negara
dengan kepemilikan kapital berlebih akan berspesialisasi dan mengekspor
komoditi padat kapital (capital-intensive goods), dan sebaliknya negara dengan
kepemilikan tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor komoditi
padat tenaga kerja (labor-intensive goods).
Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki
kepada bangsa lain atau negara asing dengan ketentuan pemerintah dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi
dengan bahasa asing. Jadi hasil yang diperoleh dari kegiatan mengekspor adalah
berupa nilai sejumlah uang dalam valuta asing atau biasa disebut dengan istilah
devisa yang juga merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Yang
dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan perdagangan yang memberikan
rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan
timbulnya industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang
stabil dan lembaga sosial yang efisien (Todaro, 2000).
Ekspor merupakan salah satu sektor perekonomian yang memegang
peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara di mana dapat
mengadakan perluasan pasar dalam sektor industri, sehingga mendorong dalam
sektor industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dan perekonomian.
Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran dan
permintaan. Dalam teori perdagangan internasional disebut bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran
(Krugman, 2000) dari sisi permintaan ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai
tukar riil, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi
penawaran, ekspor dipangaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rill,
kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan
kebijakan deregulasi.

11
Berdasarkan definisi-definisi ekspor di atas maka dapat disimpulkan
bahwa peranan sektor ekspor antara lain, yaitu :
1. Memperluas pasar di seberang lautan bagi barang-barang tertentu.
2. Ekspor menciptakan permintaan efektivitas yang baru.
3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan.
Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi barang untuk
dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga
secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri dalam negeri
untuk menggunakan faktor produksinya
Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah
negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada
gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan
tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan
pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000). Kemajuan
pembangunan suatu negara juga sangat ditentukan oleh aktivitas perdagangan
internasional, dimana secara umum teori perdagangan internasional dapat di
golongkan ke dalam dua kelompok, yakni teori Klasik dan teori Modern.
Kebijakan ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang
dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan
mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha
untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara. Kebijakan ekspor dikelompokkan
menjadi dua macam kebijakan, yaitu :
a. Kebijakan Ekspor Dalam Negeri
1. Kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan, keringanan,
pengembalian pajak ataupun pengenaan pajak ekspor untuk
barang-barang ekspor tertentu. Contoh: Pajak ekspor atas CPO;
2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong
peningkatan ekspor barang-barang tertentu;
3. Penerapan prosedur ekspor yang relatif murah.
4. Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor.
5. Pembentukan asosiasi eksportir.
6. Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan
Berikat Nusantara), bounded island Batam, export processing zone,
dll.
7. Larangan/ pembatasan ekspor, misalnya larangan ekspor CPO
(Crude Palm Oil) oleh Menteri Perdagangan.
b. Kebijakan Ekspor di Luar Negeri
1. Pembentukan International Trade Promotion Centre (ITPC) di
berbagai negara, seperti di Jepang (Tokyo), Eropa, AS, dll.
2. Pemanfaatan General System of Preferency atau GSP, yaitu
fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara
industri untuk barang manufaktur yang berasal dari negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia sebagai salah satu hasil
UNCTAD (United National Conference on Trade and
Development).
3. Menjadi anggota Commodity Association of Producer, seperti
OPEC, dll.

12
4. Menjadi anggota Commodity Agreement between Producer abd
Consumer, seperti ICO (International Cofee Organization), MFA
(Multifibre Agreement), dll.
Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi
Aliran ekonom Klasik lebih menekankan pada penyediaan tenaga kerja,
stok modal, dan perubahan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa pasar dapat mengalokasikan
sumberdaya secara efisien, sedangkan aliran Keynesian menekankan pada faktor
permintaan agregat. Pendekatan Keynesian ini menempatkan isu sentral pada
ekspor sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.
Ekspor memegang peran penting dalam kegiatan perekonomian suatu
negara. Ekspor akan menghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai
impor bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam proses produksi yang
akan membentuk nilai tambah. Agregasi nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit produksi dalam perekonomian merupakan nilai Produk Domestik
Bruto.
Gagasan mengenai peran perdagangan, khususnya ekspor sebagai motor
penggerak pertumbuhan pertama kali diajukan oleh W. Arthur Lewis. Lewis
melihat bahwa selama kurun waktu seratus tahun yang lalu laju pertumbuhan
ekonomi di negara emerging markets telah tergantung dari laju pertumbuhan
ekonomi di negara-negara maju. Apabila pertumbuhan di negara maju adalah
relatif tinggi, maka pertumbuhan di negara emerging markets juga relatif tinggi,
dan sebaliknya terjadi apabila pertumbuhan ekonomi menurun. Menurut Lewis,
pertumbuhan di negara emerging markets yang dipengaruhi oleh pertumbuhan
eonomi di negara maju adalah melalui perantara perdagangan. Laju pertumbuhan
yang tinggi di negara maju akan merangsang peningkatan impor dan pada
gilirannya akan menaikkan ekspor dari negara emerging markets. Jadi, ekspor
dapat digunakan sebagai salah satu pendorong laju ekonomi suatu negara dengan
faktor kelimpahan sumber daya alam dan tenaga kerja yang berlimpah.

Determinan dari Pertumbuhan Ekonomi
Impor
Impor adalah pengiriman produk/komoditas dari luar negeri ke pelabuhan
di seluruh wilayah Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negeri,
yang bersifat komersial maupun yang bukan komersial. Barang-barang luar negeri
yang diolah dan diperbaiki di dalam negeri dicatat sebagai barang impor meskipun
barang tersebut akan kembali ke luar negeri (Hamdani, 2007).
Dalam statistik perdagangan internasional, impor sama dengan
perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah
pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor mempunyai
sifat yang berlawanan dengan ekspor. Impor suatu negara berkorelasi dengan
output dan pendapatan negara tersebut secara positif. Permintaan untuk impor
tergantung pada harga yang relatif atas barang-barang luar negeri dan dalam
negeri. Oleh karena itu, volume dan nilai impor akan dipengaruhi output dalam

13
negeri dan harga relatif antara barang-barang buatan dalam negeri dan buatan luar
negeri. Impor berlawanan dengan ekspor. Ekspor dapat dikatakan injeksi bagi
perekonomian, namun impor merupakan kebocoran dalam pendapatan nasional
(Sukirno, 2011).
m=ΔM/ΔY
(1)
dimana :
m
= marginal prosperity to consume
ΔM = pertambahan impor
ΔY
= pertambahan pendapatan
Impor ditentukan oleh kesanggupan/kemampuan dalam menghasilkan
barang – barang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Yang berarti nilai impor
tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin tinggi
tingkat pendapatan nasional, serta semakin rendah kemampuan dalam
menghasilkan barang – barang tertentu, maka impor akan semakin tinggi. Sebagai
akibatnya, banyak kebocoran dalam pendapatan nasional. Secara matematis,
hubungan impor dan pendapatan nasional dapat ditulis sebagai berikut :
M=M0 + mY
(2)
Dimana :
M
= jumlah impor
M0
= autonomus Import
m
= marginal prosperity to import
Y
= pendapatan Nasional
Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran Pemerintah (goverment expenditure) adalah bagian dari
kebijakan fiskal (Sukirno, 2000), yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur
jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan
pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan dari
kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output,
maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi.
Menurut pendapat Keynes dalam Sukirno (2000) bahwa peranan atau
campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan yaitu apabila perekonomian
sepenuhnya diatur olah kegiatan di pasar bebas, bukan saja perekonomian tidak
selalu mencapai tingkat kesemptan kerja penuh tetapi juga kestabilan kegiatan
ekonomi tidak dapat diwujudkan. Akan tetapi fluktuasi kegiatan ekonomi yang
lebar dari satu periode ke periode lainnya dan ini akan menimbulkan implikasi
yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran dan tingkat harga.
Menurut Guritno (1999), Pengeluaran Pemerintah mencerminkan
kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan
untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya
yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian,
yaitu teori makro dan teori mikro. Dalam penelitian ini mengedepankan teori dari
sisi makro. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga
golongan, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran

14
pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah dan
teori Peacock dan Wiseman.
Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah
dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan
pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang
dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, tahap lanjut. Pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi
besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti
misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,
namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan
pemerintah tetap besar dalam tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang
semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan
pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang banyak
dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perekembangan ekonomi
menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor semakin rumit. Misalnya
pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri,
menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air, dan
pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari
polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang
berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi
swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentase investasi
pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat
ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi,
aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran untuk
aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan
kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Teori perkembangan peranan pemerintah
yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang
ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami
oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu,
tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi tahap demi tahap, ataukah
beberapa tahap dapat terjadi secara simultan.
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga
didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan
Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk
suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang
dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam
pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang
dimaksud Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif
sebagaimana teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut :
“Dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat,
secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar dari
hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju
(Amerika Serikat, Jerman dan Jepang) tetapi hukum tersebut memberi
dasar akan timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas.”

15
Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan
antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat, dan
sebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Dalam hal ini Wagner
menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama
disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam
masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Kelemahan hukum W