ANALISIS PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE 2003.1 – 2010.12

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH EKSPOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA PERIODE 2003.1 – 2010.12

Oleh Meidiana

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat di ukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Indikator yang

digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Laju pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun ke tahun dapat di lihat dari peran ekspor sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi. Indonesia sebagai sebuah negara berkembang, sejak tahun 1980-an telah

menggunakan kebijakan ekspor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejak saat itu ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Yang menjadi permasalahannya adalah pada kenyataanya jumlah ekspor tidak sebanding dengan jumlah impor di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini pun adalah untuk mengetahui pengaruh ekspor, inflasi, dan kurs terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtun waktu selama periode 2003:1– 2010:12. Model di estimasi dengan menggunakan kuadran terkecil biasa atau OLS (Ordinary Least Square). Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama dan secara parsial semua variabel bebas dalam model penelitian berpengaruh nyata dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil penelitian pun mendapati bahwa hubungan masing-masing variabel bebas memiliki kesesuaian dengan teori dan hipotesis yang diajukan.

Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, ekspor, inflasi, dan nilai tukar, kuadran terkecil biasa(OLS).


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE EFFECT OF EXPORTS ON ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA PERIOD 2003.1-2010.12

By Meidiana

The success of economic development of a country can be measured and

described in general by the rate of economic growth. Indicators used to measure the success of economic development include economic growth as measured by gross domestic product growth rate. Indonesia GDP growth rate from year to year can be seen from the role of exports as a driver for growth economics. Indonesia as a developing country, sejaqk the 1980s have used the export policy to

encourage economic needs. Since then export to the attention of the spur economic growth in Indonesia. The problem is the fact that exports are not proportional to the amount of imports in Indonesia.

The purpose of this study was to determine the effect of exports, inflation, and exchange rate against Indonesian economic growth. The data used is the time series data for the period 2003.1-2010.12. diesetimasi models using Ordinary Least Square or OLS.

The estimation results menunujukan that together and partially all independent variables in the research model real and significant effect on economic growth in Indonesia. Results of the study found that the relationship of each variable compatibility with theories and hypotheses proposed.

Keywords: economic growth, exports, inflation, exchange rate, Ordinary Least Square (OLS)


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Mei 1988, sebagai anak pertama dari pasangan Adat Sinulingga dan Aslianna Tarigan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Masehi Medan pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Budi Murni 2 Medan dan lulus pada tahun 2003, serta Sekolah Menengah Atas di SMA Budi Murni 2 Medan dan lulus pada tahun 2006.

Tahun 2007, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Reguler Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2009 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Bank Mandiri dan OCBC NISP sebagai mata kuliah pengganti KKN.


(8)

SEBUAH PERSEMBAHAN KECIL

Tuhan Yesus Kristus, Sang pemilik kehidupan, Di mana ku berlindung dan mengadu…

Suami dan anakku tercinta,

Penyemangat yang selalu mendoakan dan mendukung dengan penuh cinta… Bapak, Mamak (RIP), dan adikku

Sebagai tanda baktiku dan sayangku…


(9)

MOTO

“Orang yang ingin maju akan belajar dari kesalahannya sendiri”. “Tidak ada yang lebih mengenal dirimu selain dirimu sendiri dan Sang

Pencipta.”


(10)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat-Nya skrpsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2003.1 - 2010.12” ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan akademis untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. S.S.P. Pandjaitan, S.E., M.Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan FakultasEkonomi Universitas Lampung.

3. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.

4. Ibu Asih, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung.


(11)

6. Bapak M. Husaini, S.E., M.Si. selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung atas segala didikan dan ilmu yang telah diberikan.

8. Seluruh staff karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan bantuan selama penulis mengenyam pendidikan di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

9. Suamiku tercinta Abram Jimmy Ginting dan anakku tersayang Narumi Z. Karina Br. Ginting, doa dan kasih sayang kalian menjadi penyemangat hidup. 10.Bapak , Mamak dan adikku Jose Sinulingga, terimakasih untuk dukungan doa,

kepercayaan dan cinta kasih yang selalu aku rasakan.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan Ekonomi Pembangunan: Yulia, Made, Imeh, Galuh, Philia, Iza, Arya, Tyas, yang kerap memberi dukungan serta bantuan kepadaku selama ini.

12.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu komentar, saran dan kritik yang membangun akan diterima, dengan harapan semoga skripsi sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kerangka Pemikiran ... 7

E. Hipotesis ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 9

1. Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2. Perdagangan Internasional ... 18

3. Ekspor ... 23

4. Impor ... 27

5. Kurs (Nilai Tukar) ... 28

6. Inflasi ... 29

7. Perekonomian Terbuka ... 30

B. Tinjauan Empirik ... 36

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 42


(13)

B. Batasan Peubah ... 42

C. Alat Analisis ... 43

D. Proses dan Identifikasi Model ... 44

E. Uji Asumsi Klasik ... 47

F. Uji Hipotesis ... 51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 53

1. Hasil Uji Unit Root ... 53

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 54

3. Hasil Uji Hipotesis ... 57

B. Pembahasan dan Penafsiran Hasil ... 59

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel Kemajuan Ekonomi setelah Krisis ekonomi 1997/1998 Negara

Asia ... 4

2. Hasil Uji Phillips-Perron (Unit Root) Pada Ordo Nol (Level) ... 53

3. Hasil Uji Phillips-Perron (Unit Root) Pada Ordo 1st Different . ... 54

4. Hasil Uji Autokorelasi ... 55

5. Hasil Uji White ... 56

6. Hasil Uji Multikolinearitas ... 56


(15)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Nilai Ekspor Indonesia ... ... 3 2. Jumlah Penduduk Optimal ... 14 3. Hasil Uji Normalitas ... 55


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara di samping indikator-indikator lain seperti tingkat pengangguran, angka kemiskinan, laju inflasi, dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan stabil

diharapkan akan memberikan dampak positif baik secara langsung maupun tidak langsung bagi variabel ekonomi lainnya. Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, pemerintah di masing-masing negara mempunyai beberapa komponen kebijakan yang bisa digunakan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai. Salah satunya adalah melalui kebijakan perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1997) perdagangan internasional dapat digunakan sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth). Dengan adanya aktivitas perdagangan internasional maka diharapkan akan mendorong percepatan pembangunan ekonomi di negara tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa perdagangan internasional memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi di suatu negara, terutama bagi


(17)

negara-2 negara berkembang yang sedang berada dalam tahapan membangun ekonominya. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Laju pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat dari peran ekspor sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi.

Indonesia sebagai sebuah negara berkembang, sejak tahun 1980-an telah

menggunakan kebijakan ekspor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sejak saat itu ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut dapat ditunjukkan melalui Gambar 1 yang

memperlihatkan bahwa rata-rata nilai ekspor Indonesia sejak tahun 1980 terus mengalami kenaikan. Hal ini menguatkan dugaan bahwa pemerintah Indonesia berusaha memaksimalkan peranan ekspor sebagai motor penggerak dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama ini. Menurut Salvatore, salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang paling umum di negara berkembang berasal dari kegiatan perdagangan internasionalnya, yakni kegiatan ekspor.


(18)

3

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) diolah Gambar 1. Nilai Ekspor Indonesia (Jutaan US$)

Selama dua dekade ini sudah banyak studi empirik yang dilakukan untuk meneliti seberapa besar peran ekspor mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu negara atau hipotesis yang menyatakan bahwa ekspor (pertumbuhan ekspor) akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ekspor yang tinggi akan menghasilkan devisa bagi suatu negara dan selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan untuk pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Karena secara teoritis dapat dikatakan bahwa ada korelasi yang positif antara pertumbuhan ekspor dan pertumbuhan ekonomi di satu pihak dan peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat serta pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di pihak lainnya.

Krisis ekonomi yang pernah terjadi pada pertengahan 1997 berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 13,1%. Hal ini terlihat dari posisi neraca transaksi berjalan yang selalu defisit dari tahun ke tahun.

0 20000 40000 60000 80000 1 00000 1 20000 1 40000 1 60000 1 80000 1 9 8 0 1 9 8 2 1 9 8 4 1 9 8 6 1 9 8 8 1 9 9 0 1 9 9 2 1 9 9 4 1 9 9 6 1 9 9 8 2 0 0 0 2 0 0 2 2 0 0 4 2 0 0 6 2 0 0 8 2 0 1 0 U S $ ju ta Ekspor


(19)

4 Namun setelah krisis tersebut laju pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin membaik khususnya dalam periode 2005 – 2008. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kemajuan Ekonomi Setelah Krisis Ekonomi 1997/1998 Negara Asia (% atau % terhadap PDB untuk utang luar negeri)

Negara

Laju Pertumbuhan

Ekonomi

Inflasi Utang

Luar Negeri Tk.Pengangguran

98-04 05-07 08 98 08 02 08 00 08

Indonesia 1,5 5,8 6,2 58,4 11,0 64,9 30,7 8,3 8,3 Thailand 5,0 5,0 4,5 8,1 3,0 48,8 29,9 2,4 1,4 Malaysia 5,6 6,0 5,7 5,2 4,3 48,4 31,3 3,5 3,3 Filipina 5,9 4,8 2,7 9,3 4,5 69,8 45,4 11,2 7,3 KorSel 6,1 5,0 4,1 7,7 3,0 25,8 39,4 4,4 3,5 Sumber : World bank (Bank Dunia)

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa dalam era perdagangan bebas ini, hampir tidak ada lagi satu negara pun yang benar-benar mandiri, tapi satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Hal ini akan menjadi bukti akan lebih

pentingnya peranan perdagangan internasional di masa yang mendatang demi kepentingan ekonomi nasional. Dalam hal ini, hubungan ekonomi internasional dalam suatu negara ditunjukkan oleh kegiatan perdagangan yang meliputi

kegiatan ekspor dan impor sebagai salah satu komponen penting dalam hubungan ekonomi luar negeri.

Secara umum komoditas ekspor Indonesia dapat dikelompokkan dalam empat kelompok komoditas.

a) Komoditas ekspor Indonesia dengan kandungan komponen dari hasil impor yang rendah dengan kekuatan modal untuk memproduksinya dikuasai sepenuhnya oleh pemodal nasional.


(20)

5 b) Komoditas ekspor Indonesia dengan kandungan komponen dari hasil

impor rendah, tetapi modal untuk memproduksinya dikuasai sepenuhnya atau sebagian oleh pemodal asing.

c) Komoditas ekspor nasional dengan kandungan komponen hasil impor tinggi, dengan modal untuk memproduksinya dikuasai sepenuhnya oleh pemodal nasional.

d) Komoditas ekspor nasional dengan kandungan komponen dari hasil impor yang tinggi, tetapi modal untuk memproduksinya dikuasai sepenuhnya atau sebagian oleh pemodal asing.

Dalam hubungannya dengan PDB di samping penguasaan devisa yang rendah, komoditas yang keempat tersebut juga menimbulkan “retrained value” yang dapat dinikmati ekonomi domestik yang rendah pula.

Seperti biasa, peningkatan ekspor yang utama di Indonesia masih bersumber dari peningkatan ekspor non migas, terutama komoditi-komoditi dari sektor industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), minyak sawit mentah (CPO), dan hasil tambang seperti batubara dan tembaga. Menguatnya ekspor batu bara dan tembaga disebabkan permintaan dari China. Pada tahun 2005 kinerja ekspor ke beberapa negara tujuan ekspor umumnya mengalami peningkatan selama periode Januari-November 2005 peningkatan ekspor tertinggi terjadi untuk tujuan

Republik Korea (32%) kemudian Singapura (31,2%), Taiwan (19,2%), bahkan ekspor terus meningkat hingga akhir 2010. Tetapi pangsa pasar tetap didominasi oleh Jepang, Amerika Serikat, Singapura dan Uni Eropa yang menguasai 55% dari total ekspor Indonesia. Ekspor yang menghasilkan devisa negara digunakan untuk membiayai impor.


(21)

6 B. Rumusan Masalah

Yang menjadi permasalahannya adalah pada kenyataanya jumlah ekspor tidak sebanding dengan jumlah impor di Indonesia, bahkan Indonesia masih mengimpor garam dari India dan mengimpor buah dari negara tetangga seperti Thailand dan Singapura. Harga barang-barang impor yang dijual di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan harga barang-barang domestik yang dijual di negeri sendiri. Hal ini menjadi masalah penting ketika ekspor diduga sebagai penggerak dalam

pertumbuhan ekonomi.

Sehingga berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Bagaimana perkembangan ekspor dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

- Bagaimana pengaruh inflasi dan kurs sebagai bagian dari ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

- Bagaimana keterbukaan perekonomian Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahuhi pengaruh ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Mengetahui pengaruh inflasi dan kurs sebagai bagian dari ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia


(22)

7 D. Kerangka Pemikiran

Ekspor digunakan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Variabel yang mempengaruhi naik turunnya ekspor adalah inflasi dan nilai tukar yang pada akhirnya akan menghasilkan nilai ekspor Indonesia yang digunakan sebagai pengukur untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

E. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap permasalahan penelitian yang

kebenarannya harus diuji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis sebagai berikut: ekspor, inflasi dan nilai tukar berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Ekspor

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (PDB = YD)


(23)

8 F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terdiri dari:

Bab I. Pendahuluan yang berisikan latar belakang dan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis dan sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan pustaka berisi tinjauan teoritis dan tinjauan empirik. Bab III. Metode penelitian berisikan jenis dan sumber data, batasan peubah,

alat analisis, metode analisis, dan pengujian hipotesis.

Bab IV. Hasil dan pembahasan berisikan analisis hasil perhitungan secara kuantitatif dan kualitatif.

Bab V. Simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Pertumbuhan Ekonomi

a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang (Boediono,1999). Pengertian tersebut mencakup tiga aspek yaitu: proses, output perkapita dan jangka panjang. Proses menggambarkan perkembangan perekonomian dari waktu ke waktu yang lebih bersifat dinamis, output perkapita mengaitkan aspek ouptut total (GDP) dan aspek jumlah penduduk, sedangkan jangka panjang menunjukkan kecenderungan perubahan perekonomian dalam jangka waktu tertentu yang didorong oleh proses intern perekonomian (self generating). Pertumbuhan ekonomi juga diartikan secara sederhana sebagai kenaikan output total (PDB) dalam jangka panjang tanpa memandang apakah kenaikan tersebut lebih kecil atau lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk atau apakah diikuti oleh pertumbuhan struktur perekonomian atau tidak.

Menurut Sukirno (2006) pertumbuhan ekonomi merupakan suatu alat pengukur prestasi dari suatu perkembangan perekonomian.


(25)

10 Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat meningkat. Suatu perekonomian dikatakan mengalamai pertumbuhan jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor- faktor produksi akan selalu mengalami

pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya.

Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Hasil pertumbuhan ekonomi tersebut harus dapat dinikmati masyarakat

sampai ke lapisan yang paling bawah. Pertumbuhan harus berjalan secara beriringan dan terencana untuk mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembangunan hasil-hasilnya dengan lebih merata. Bila pembangunan dan hasil-hasilnya tersebut terdistribusi secara merata maka daerah-daerah yang miskin, tertinggal, dan tidak produktif akan menjadi produktif dan akhirnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

b. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Fluktuasi pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). PDB yaitu seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu domestik atau agregat. Perubahan nilai PDB akan menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu. Selain PDB, dalam suatu negara juga dikenal ukuran Produk Nasional Bruto (PNB) serta Pendapatan Nasional (National Income).


(26)

11 Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam suatu periode, yaitu:

t

G

100%

1 1     t t t PDBR PDBR PDBR

Yang mana :

Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t. PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t.

PDBRt-1 = Produk Domestik Bruto Riil satu periode sebelumnya.

Jika interval waktu lebih dari satu periode maka perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan eksponensial :

PDBRt = PDBR0 (1 + r)t Yang mana:

PDBRt = PDBR periode t PDBR0 = PDBR periode awal r = tingkat pertumbuhan t = jarak periode

Untuk menghitung besarnya pendapatan nasional atau regional, maka ada tiga metode pendekatan yang dipakai :

a) Pendekatan Produksi (Production Approach)

Metode ini dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan sektor ekonomi produktif dalam wilayah suatu negara. Secara matematis (Rahardja, 2004: 16) :


(27)

12 Yang mana :

NI = PDB (Produk Domestik Bruto)

P1, P2,…, Pn = Harga satuan produk pada satuan masing–masing sektor ekonomi.

Q1, Q2,…, Qn = Jumlah produk pada satuan masing – masing sektor ekonomi.

Yang dipakai hanya nilai tambah bruto saja agar dapat menghindari adanya perhitungan ganda.

b) Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau balas jasa setiap faktor – faktor produksi. Secara matematis (Rahardja, 2004: 19):

Y = Yw + Yr + Yi + Yp Yang mana :

Y = Pendapatan nasional atau PDB. Yw = Pendapatan upah/gaji.

Yr = Pendapatan sewa. Yi = Pendapatan bunga. Yp = Pendapatan laba.

c) Pendekatan Pengeluaran (Consumption Approach)

Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat.


(28)

13 Secara matematis (Rahardja, 2004: 20) :

Y = C + I + G + (X – M) Yang mana :

Y = PDB (Produk Domestik Bruto).

C = Pengeluaran rumah tangga konsumen untuk konsumsi. I = Pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk investasi. G = Pengeluaran rumah tangga pemerintah.

(X-M) = Ekspor netto atau pengeluaran rumah tangga luar negeri.

Yang dihitung hanya nilai transaksi – transaksi barang jadi saja, untuk menghindari adanya perhitungan ganda.

c. Teori – teori Pertumbuhan Ekonomi

Dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Teori – teori pertumbuhan ekonomi tersebut melihat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, yaitu :

a) Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory) Teori ini dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut teori ini, berlakunya The Law of Diminishing Return (TLDR) menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan menurunkan tingkat output perekonomian (Rahardja, 2004: 127)


(29)

14 Gambar 2. Jumlah Penduduk Optimal

Pada Gambar 2, kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlihat dalam proses produksi adalah L1, dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2 PDB justru berkurang menjadi Q2. Hal ini karena cepat terjadinya TLDR. Agar penambahan tenaga kerja L2 dapat meningkatkan output, misalnya menjadi Q2, yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal) dan SDM yang menunda terjadinya TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut menimbulkan sinergi. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi membaik. Hal itu

digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke TP2. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).

Total produksi (output)

Tenaga kerja

Q2

Q3

Q1

L1 L2

TP1


(30)

15 b) Teori Pertumbuhan Neo Klasik (Neo Classic Growth Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan

penyempurnaan teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori ini adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.

Asumsi penting dari model Solow adalah:

- Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi). - Tingkat depresiasi dianggap konstan.

- Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal.

- Tidak ada sektor pemerintah.

- Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan.

- Seluruh penduduk bekerja sehingga jumlah pendapatan = jumlah kerja.

Dengan asumsi-asumsi tersebut, dapat dipersempit faktor-faktor penentu pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB per kapita semata – mata ditentukan oleh stok barang modal per tenaga kerja.

Jika Q = output atau PDB, K = barang modal, dan L = tenaga kerja, maka: y = f(k).


(31)

16 Yang mana :

y = PDB per kapita atau Q/L.

k = barang modal per kapita atau K/L.

c) Teori Schumpeter

Schumpeter berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan kewirausahaan (entrepreneur). Sebab, para

pengusahalah yang mempunyai kemampuan dan keberanian mengaplikasi penemuan – penemuan baru dalam aktivitas produksi. Langkah – langkah pengaplikasian penemuan-penemuan baru dalam dunia usaha merupakan langkah inovasi. Termasuk dalam langkah – langkah inovasi adalah penyusunan teknik-teknik produksi serta masalah organisasi manajemen, agar produk yang dihasilkan dapat diterima pasar.

Menurut Schumpeter, kemajuan perekonomian kapitalis disebabkan diberinya keleluasaan untuk para entrepreneur (inovator). Sayangnya, keleluasaan tersebut cenderung memunculkan monopoli kekuatan pasar. Monopoli inilah yang memunculkan masalah-masalah nonekonomi, terutama sosial politik, yang pada akhirnya menghancurkan sistem kapitalis itu sendiri.

d) Teori Pertumbuhan Harrod – Domar

Teori ini dikembangkan pada waktu yang bersamaan dengan teori klasik, yang dikemukakan oleh Roy F. Harrod (1984) dan Evsey D. Domar (1975) di Amerika Serikat.


(32)

17 Teori Harrod-Domar didasari pada asumsi :

- Perekonomian bersifat tertutup.

- Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan.

- Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale).

- Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Atas dasar asumsi – asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

g = K = n Yang mana :

g = Growth (tingkat pertumbuhan output). K = Capital (tingkat pertumbuhan modal). n = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja.

Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan sisi permintaan barang.

e)Teori Pertumbuhan Rostow

Menurut teori ini pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang berdimensi


(33)

18 banyak. Dalam bukunya “The stage of Economic” (1960) Rostow

mengemukakan tahap-tahap dalam proses pembangunan ekonomi yang dialami oleh setiap negara pada umumnya ke dalam lima tahap, yaitu :

- Tahap masyarakat tradisional (The traditional society).

- Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas (The preconditional society).

- Tahap tinggal landas (The take off).

- Tahap bergerak menuju kematangan (The drive to martirty). - Tahap era konsumsi tinggi massa (The age of high mass

consumption).

2. Perdagangan Internasional

a. Latar Belakang Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, di mana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, di mana masing – masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan negara rekan dagangannya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis,


(34)

19 Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling

menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional.

Karena itu timbul negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu. Hal ini dimungkinkan karena adanya barang yang hanya diproduksi di daerah dan iklim tertentu atau karena negara tersebut memiliki kombinasi faktor-faktor produksinya yang lebih baik dari negara lainnya, sehingga negara tersebut dapat menghasilkan barang yang lebih bersaing. Setiap negara memiliki tingkat kapasitas produksi yang berbeda baik secara kualitas maupun jenis produksinya. Perbedaan – perbedaan inilah yang menyebabkan timbulnya perdagangan internasional, antara lain:

a) Sumber daya alam (natural resources). b) Sumber daya modal (capital resources). c) Tenaga kerja (human resources).

d) Teknologi.

Pada dasarnya, perdagangan timbul karena adanya dorongan atau motif untuk berdagang. Motif ini adalah kemungkinan diperolehnya manfaat dari

perdagangan atau gains of trade. Dalam kasus pertukaran antara dua orang, manfaat ini ditunjukkan oleh kemungkinan untuk mencapai tingkat kepuasan atau indiferensi yang lebih tinggi. Beberapa faktor lain yang menyebabkan timbulnya perdagangan internasional selain motif gains of trade, yaitu (Salvatore, 1997) : harga, pendapatan, dan selera.


(35)

20 b. Teori Perdagangan Internasional

a) Merkantilisme

Aliran merkantilisme merupakan suatu kelompok aturan yang merupakan pencerminan cita-cita atau ideologi kapitalisme komersil. Kaum

merkantilis mengukur kekayaan sebuah negara dengan stok/ cadangan logam mulia yang dimilikinya. Kebijakan ekonomi ini pernah dianjurkan dan dilaksanakan oleh sekelompok negarawan Eropa pada abad

keenambelas dan tujuhbelas dengan tujuan untuk memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Salah satu penganut teori ini adalah Thomas Mun (Salvatore, 1997).

Merkantilisme mempunyai pokok-pokok ajarannya di dalam menjalankan perekonomiannya, yaitu :

- Kemakmuran akan diperoleh dengan pemilikan emas dan perak sebanyak mungkin.

- Surplus neraca perdagangan dengan ekspor lebih besar dari impor. - Penurunan bea masuk untuk bahan mentah agar harganya murah. - Melarang emigrasi ke luar negeri agar jumlah buruh melimpah dan

upah buruh murah.

- Memperluas (ekspansi) daerah pemasaran. Banyak negara Eropa yang mencari negeri jajahan, Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol, Portugal, dll.


(36)

21 Menurut ajaran merkantilisme, kemajuan ekonomi suatu negara tergantung pada bagaimana pengelolahan hubungan ekonomi dengan negara lain, terutama dalam hal perdagangan.

b) Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage Theory)

Teori keunggulan mutlak dari Adam Smith ini sering disebut teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran teori ini adalah bahwa suatu negara akan memperoleh perdagangan internasional (gain of trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta

mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage).

Teori absolute advantage ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain sebagai berikut (Salvatore, 1997) :

- Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja. - Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama. - Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang. - Biaya transport diabaikan.

Kelemahan teori Adam Smith :

Perdagangan internasional terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan mutlak yang berbeda.


(37)

22 Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan mutlak untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan dari teori absolute advantage Adam Smith.

c) Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantage)

David Ricardo mengemukakan teori comparative advantage (keunggulan komparatif) sebagai berikut : Cost comparative advantage (labor

efficiency).

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif tidak efisien.

Dengan adanya spesialisasi pada masing-masing negara berdasarkan cost comparativeadvantage dari David Ricardo, perdagangan internasional dari dua negara tetap terjadi walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan mutlak dengan masing-masing negara tersebut memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage).


(38)

23 Kelemahan dari Teori comparative advantage :

- Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas (production comparative advantage) ataupun perbedaan efisiensi (cost comparative advantage). Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara.

- Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di kedua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua negara tersebut.

- Pada kenyataannya, walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di antara kedua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional. Dalam hal ini teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk barang/produk sejenis walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di kedua negara.

3. Ekspor

a. Pengertian Ekspor

Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing dengan ketentuan pemerintah dengan


(39)

24 mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing. Jadi hasil yang diperoleh dari kegiatan mengekspor adalah berupa nilai sejumlah uang dalam valuta asing atau biasa disebut dengan istilah devisa yang juga merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Yang dimaksud dengan ekspor adalah kegiatan perdagangan yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan timbulnya industri-industri pabrik besar, bersamaan dengan struktur politik yang stabil dan lembaga sosial yang efisien (Todaro, 2000).

Ekspor merupakan salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara di mana dapat mengadakan perluasan pasar dalam sektor industri, sehingga mendorong dalam sektor industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dan perekonomian.

Secara teoritis ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran dan permintaan. Dalam teori perdagangan internasional disebut bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dapat dilihat dari sisi permintaan dan penawaran (Krugman dan Obstpfetd, 2000) dari sisi permintaan ekspor

dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar rill, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran, ekspor dipangaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rill, kapasitas produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku dan kebijakan deregulasi.


(40)

25 b. Peran Sektor Ekspor

berdasarkan definisi-definisi ekspor di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranan sektor ekspor antara lain, yaitu ;

- Memperluas pasar di seberang lautan bagi barang-barang tertentu. - Ekpor menciptakan permintaan efektivitas yang baru.

- Perluasan kegiatan ekpor mempermudah pembangunan.

Dengan demikian selain menambah peningkatan produksi barang untuk dikirim ke luar negeri, ekspor juga menambah permintaan dalam negeri, sehingga secara tidak langsung permintaan luar negeri mempengaruhi industri dalam negeri untuk menggunakan faktor produksinya.

c. Kebijakan Ekspor

Kebijakan ekspor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa ekspor suatu negara.

Kebijakan ekspor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu : a) Kebijakan Ekspor Dalam Negeri

- kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan, keringanan, pengembalian pajak ataupun pengenaan pajak ekspor untuk barang-barang ekspor tertentu. Contoh: Pajak ekspor atas CPO. - Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong


(41)

26 - Penerapan prosedur ekspor yang relatif murah.

- Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor. - Pembentukan asosiasi eksportir.

- Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan Berikat Nusantara), bounded island Batam, export processing zone, dll.

- Larangan/ pembatasan ekspor, misalnya larangan ekspor CPO (Crude Palm Oil) oleh Menperindag.

b) Kebijakan Ekspor di Luar Negeri

- Pembentukan International Trade Promotion Centre (ITPC) di berbagai negara, seperti di Jepang (Tokyo), Eropa, AS, dll. - Pemanfaatan General System of Preferency atau GSP, yaitu

fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri untuk barang manufaktur yang berasal dari negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sebagai salah satu hasil UNCTAD (United National Conference on Trade and

Development).

- Menjadi anggota Commodity Association of Producer, seperti OPEC, dll.

- Menjadi anggota Commodity Agreement between Producer abd Consumer, seperti ICO (International Cofee Organization), MFA (Multifibre Agreement), dll.


(42)

27 4. Impor

a. Pengertian Impor

Impor adalah pengiriman barang dagangan dari luar negeri ke pelabuhan di seluruh wilayah Indonesia kecuali wilayah bebas yang dianggap luar negeri, yang bersifat komersial maupun bukan komersial. Barang-barang luar negeri yang diolah dan diperbaiki di dalam negeri dicatat sebagai barang impor meskipun barang olahan tersebut akan kembali ke luar negeri. Pengertian impor secara yuridis menurut UU No. 10 Tahun 1995 Pasal 2 Ayat (1), yaitu pada saat barang memasuki Daerah Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan.

b. Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai barbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur,

komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa.

Kebijakan impor dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan, yaitu : a) kebijakan Tariff Barrier (TB) dalam bentuk bea masuk terdiri dari :

- Pembebasan bea masuk/tarif rendah adalah antara 0% sampai dengan 5% : dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital,


(43)

28 seperti beras, mesin-mesin vital, ala-alat militer/pertahanan

keamanan, dll.

- Tarif sedang antara >5% sampai dengan 20% : dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.

- Tarif tinggi di atas 20% : dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

b) Kebijakan Non Tariff Barrier

Kebijakan non tariff barrier adalah kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

5. Kurs (Nilai Tukar)

Nilai tukar rupiah atau disebut juga kurs rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan

antarnegara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil adalah nilai yang


(44)

29 digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang atau jasa dari negara lain (Mankiw, 2006).

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubaha permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negri atau menjual barangnya ke pasar ekspor, oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah sau faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).

Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun berarti bahwa nilai mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya) maka akan menyebabkan ekspor meningkat, sehingga meningkatnya ekspor akan

mendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2002).

6. Inflasi

Menurut Boediono (2000) inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara umum dan terus menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai


(45)

30 macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja bukanlah merupakan inflasi.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi ababila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain.

7. Perekonomian Terbuka

a. Arus Barang dan Modal dalam Pasar Internasional

Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sektor adalah suatu sistem ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan negara-negara lain di dunia ini. Dalam perekonomian terbuka , sektor-sektor ekonominya dibedakan kepada empat golongan, yaitu : rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan luar negeri (Sukirno, 2006).

Sebuah perekonomian terbuka berinteraksi dengan perekonomian lain melalui cara : membeli serta menjual barang dan jasa pada pasar produk dunia, dan membeli serta menjual aset, atau modal, seperti obligasi dan pasar saham pada pasar keuangan dunia (Mankiw, 2006).

b. Arus Barang : Ekspor, Impor, dan Ekspor Neto

Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri yang dijual secara luas di luar negeri, dan impor merupakan barang dan jasa yang


(46)

31 diproduksi di luar negeri yang dijual di dalam negeri. Dengan demikian, sejauh mana ekspor dan impor mempengaruhi keseimbangan pendapatan nasional tergantung kepada ekspor neto.

Ekspor neto suatu negara merupakan nilai ekspor negara tersebut dikurangi nilai impornya. Ekspor neto memperlihatkan apakah sebuah negara, secara keseluruhan merupakan penjual atau pembeli dalam pasar dunia, ekspor neto disebut juga neraca perdagangan (trade balance). Jika ekspor neto bernilai positif, maka ekspor lebih besar dari impor, menunjukkan bahwa negara tersebut menjual barang dan jasanya secara luas melebihi pembeliannya dari negara lain. Pada kasus ini, negara tersebut mempunyai surplus perdagangan (trade surplus). Jika ekspor neto bernilai negatif, maka ekspor lebih kecil dari impor, menunjukkan bahwa negar tersebut menjual barang dan jasa lebih sedikit daripada jumlah pembelian barang dan jasanya dari negara lain. Jika demikian, negara tersebut dikatakan mempunyai defisit perdagangan (trade deficit). Jika ekspor neto bernilai nol, berarti ekspor dan impor negara tersebut sama besarnya, dan negara tersebut mengalami kondisi perdagangan seimbang (balance trade).

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor, impor, dan ekspor neto dari sebuah negara, meliputi :

- Selera konsumen untuk barang-barang produksi dalam dan luar negeri. - Harga barang-barang di dalam dan luar negeri.

- Nilai tukar (kurs) yang menentukan jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli sejumlah mata uang asing.


(47)

32 - Pendapatan konsumen di dalam dan luar negeri.

- Biaya membawa barang dari suatu negara ke negara lain. - Kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional.

c. Aliran Sumber Daya Keuangan : Arus Keluar Modal Neto

Arus keluar modal neto (net capital outflow) mengacu pada pembelian aset luar negeri oleh masyarakat dalam negeri dikurangi pembelian aset dalam negeri oleh masyarakat luar negeri (biasa juga disebut investasi luar negeri neto). Beberapa variabel penting yang mempengaruhi investasi luar negeri neto, yaitu :

-Suku bunga riil yang dibayarkan atas aset luar negeri. -Suku bunga riil yang dibayarkan atas aset dalam negeri. -Risiko ekonomis dan politis dari aset di luar negeri.

-Berbagai kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kepemilikan aset dalam negeri oleh investor asing.

d. Persamaan Ekspor Neto dan Investasi Luar Negeri Neto

Ekspor neto dan investasi luar negeri neto masing-masing mengukur ketidakseimbangan dari pasar dunia barang dan jasa dan pasar keuangan dunia. Ekspor neto mengukur ketidakseimbangan ekspor dan impor suatu negara. Investasi luar negeri neto mengukur keseimbangan antara jumlah aset luar negeri yang dibeli oleh investor dalam negeri dan jumlah aset dalam negeri yang dibeli oleh investor asing.


(48)

33 Persamaan ekspor neto (NX) dan investasi luar negeri neto (NCO) :

NCO = NX

Persamaan ini berlaku karena setiap transaksi yang mempengaruhi satu sisi dari persamaan ini juga harus mempengaruhi sisi lainnya dengan jumlah yang persis sama.

e. Tabungan, Investasi, dan Hubungan dengan Arus Internasional

Tabungan dan investasi suatu negara penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka terbagi menjadi empat komponen : konsumsi (C), investasi (I), pembelanjaan/ pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor neto (NX). Dengan persamaan sebagai berikut :

Y =C + I + G + NX

Total pengeluaran pada output perekonomian barang dan jasa adalah penjumlahan dari pengeluaran terhadap konsumsi, investasi,

pembelanjaan/pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Tabungan nasional merupakan pendapatan nasional yang tersisa setelah konsumsi dan

pembelanjaan pemerintah. Tabungan nasional (S) sama denga Y – C – G. Jika susun kembali persamaan di atas, maka persamaannya menjadi :

Y – C – G = I + NX S = I + NX

Karena ekspor neto (NX) juga sama dengan investasi luar negeri neto (NCO), juga dapat dituliskan rumus tersebut menjadi :


(49)

34 S = I + NCO

Tabungan = investasi dalam negeri + investasi luar negeri neto

Persamaan di atas menunjukkan bahwa tabungan nasional harus sama dengan investasi dalam negeri ditambah investasi luar negeri neto. Dalam

perekonomian tertutup, investasi luar negeri neto adalah nol ( NCO = 0), jadi tabungan sama dengan investas (S = I). Sebaliknya, perekonomian terbuka dapat memanfaatkan tabungan untuk dua kegunaan: investasi dalam negeri dan investasi luar negeri neto.

f. Kebijakan Pemerintah dalam Perekonomian Terbuka

Dalam perekonomian terbuka masalah ekonomi yang dihadapi adalah berbentuk seperti berikut (Sukirno, 2006) :

- Perekonomian menghadapi masalah pengangguran, tetapi terdapat surplus dalam neraca pembayaran.

- Perekonomian menghadapi masalah inflasi tetapi terdapat surplus dalam neraca pembayaran.

- Perekonomian menghadapai masalah pengangguran dan di samping itu menghadapi masalah defisit dalam neraca pembayaran.

a) Kebijakan Memindahkan Perbelanjaan

Kebijakan memindahkan perbelanjaan adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi masalah defisit dalam neraca pembayaran yang akan mengakibatkan pertambahan ekspor dan pengurangan impor. Kebijakan


(50)

35 memindahkan perbelanjaan dijalankan apabila defisit neraca pembayaran muncul ketika perekonomiain juga menghadapi masalah pengangguran. Langkah-langkah untuk mengurangi impor dan mendorong konsumsi barang dalam negeri adalah, sebagai berikut :

- Melakukan pembatasan impor.

- Menekan (mengurangi) penggunaan valuta asing. - Menurunkan nilai mata uang (devaluasi).

Langkah- langkah untuk menambah ekspor sehingga menambah penerimaan valuta asing adalah, sebagai berikut ;

- Memberikan insentif fiskal dan moneter untuk menambah kegiatan dalam produksi barang ekspor.

- Mewujudkan kestabilan upah dan harga. - Menurunkan nilai valuta asing.

b) Kebijakan Pengurangan Pembelanjaan

Kebijakan pengurangan pembelanjaan adalah langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi masalah kekurangan dalam neraca pembayaran dengan mengurangi perbelanjaan agregat dan tingkat kegiatan ekonomi negara. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah dalam neraca pembayaran dengan cara mengurangkan perbelanjaan akan dilakukan apabila :

- Perekonomian telah mencapai kesempatan kerja penuh dan di samping itu juga inflasi yang rendah juga terwujud.

- Dalam perekonomian terdapat defisit yang berkepanjangan dalam neraca pembayaran.


(51)

36 Kebijakan mengurangi perbelanjaan dapat dilakukan dengan mengambil langkah-langkah sebagai berikut :

- Menaikkan pajak pendapatan.

- Menaikkan suku bunga dan menurunkan penawaran uang. - Mengurangi pengeluaran pemerintah.

B. Tinjauan Empirik

Penelitian terkait pengaruh ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di negara-negara lainnya, namun hal tersebut selalu menarik untuk diteliti. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata tidak

selamanya menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara ekspor dan

pertumbuhan ekonomi. Adapun beberapa penelitian sebelumnya terkait pengaruh ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi baik di Indonesia maupun di negara lainnya adalah sebagai berikut.

Penelitian Sahat S.P. Pandjaitan (1995) dalam Strategi Pengembangan Ekspor (Pendekatan Sistem Terpadu), menunjukkan bahwa ekspor merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara, namun pengembangan ekspor Indonesia menghadapi berbagai kendala yang kalau tidak diatasi dengan tepat dan lugas akan menjadi sandungan keragaan ekspor di masa datang dan menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, untuk mendorong

pengembangan ekspor dilakukan suatu pendekatan yang memerlukan sistem terpadu, yang mana pendekatan sistem terpadu tersebut memiliki empat unsur yaitu :


(52)

37 - Subsistem masukan (pendekatan fungsi masukan) yang dapat dituliskan

seperti berikut: Xi = f(Wi, Wj, P, T, E). Yang mana:

Xi = masukan

Wi = harga masukan i

Wj = harga masukan alih atau pelengkap P = harga keluaran

T = teknologi

E = nilai tukar mata uang

- Subsistem produksi (pendekatan fungsi produksi) yang dapat dituliskan sebagai berikut: Y = AXαiiQβj j.

Yang mana:

Y = produksi X dan Q = faktor produksi

α dan β = parameter

A = tetapan pelipat

i = 1,2,…, m

j = 1,2,…, n

- Subsistem ekspor atau pemasaran (pendekatan fungsi ekspor) yang dapat dituliskan sebagai berikut: X = f(Pd, Pi, Pj, Y, E, T, Pr).


(53)

38 Yang mana:

X = ekspor

Pd = harga komoditas ekspor dalam negeri Pi = harga komoditas ekspor

Pj = harga komoditas pengganti atau pelengkap Y = pendapaan negara pengimpor

E = nilai tukar mata uang T = teknologi

Pr = biaya promosi ekspor

- Pendekatan berciri proses. Semua subsistem dari pendekatan sistem terpadu tersebut bermanfaat dalam pembenahan struktur dan pengembangan ekspor untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Irham Lihan dan Yogi (2003) dalam Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, menunjukkan bahwa peranan sektor ekspor di Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap

perkembanagn PDRB di Indonesia. Hal itu sejalan dengan pendapat Jung dan Marshall (1985) yang mengemukakan sebagian besar negara-negara berkembang tidak menunjukkan dukungan empiris bahwa pertumbuhan ekspor akan

mendorong pertumbuhan ekonomi. Faktor yang berpengaruh nyata dalam penelitian ini adalah ekspor dikurangi dengan impor tahun sebelumnya. Temuan ini juga sejalan dengan pendapat Sritua Arief (1993) yang menyatakan jika sektor ekspor ini masih tergantung pada input impor maka pengaruhnya terhadap PDRB tidaklah nyata. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series dari


(54)

39 tahun 1983-2001 negara Indonesia dan menggunakan regresi berganda dengan pendekatan Ordinary Least Square (OLS).

Ekanayake (1999) dalam Exports and Economic Growth in Asia Developing Countries, mencoba menganalisis hubungan kausalitas antara ekspor

(pertumbuhan ekspor) dan pertumbuhan ekonomi (GDP) di negara-negara Asia yang sedang berkembang. Dari hasil empiris menunjukkan bahwa variabel ekspor dan pertumbuhan ekonomi (GDP) memiliki hubungan kointegrasi untuk semua negara.

Musleh-Ud Din (2004) dalam Export, and Economic Growth in South Asia: Evidence Using a Multivariate Time-series Framework, menjelaskan hasil

penelitian yang dilakukan bahwa diperoleh hasil negara Bangladesh menunjukkan adanya kausalitas jangka panjang dari ekspor dan impor terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus Pakistan, keberadaan kausalitas jangka panjang yang terdeteksi dari ekspor dan impor terhadap pertumbuhan ekonomi hanya ada di satu sisi, dari output dan ekspor impor di sisi lainnya. Dalam jangka-pendek tidak ada bukti hubungan sebab akibat antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di kedua arah. Hasil penelitian untuk negara India dan Sri Lanka menunjukkan bahwa ada hubungan kausalitas dua arah antara ekspor dan pertumbuhan ekonominya. Hasil juga mendukung kausalitas jangka-pendek dari output pertumbuhan impor di kedua negara. Dalam kasus Nepal, hasil penelitian menunjukkan sebaliknya, penyebab dari output untuk ekspor di satu sisi, dan kausalitas dari impor pertumbuhan ekonomi di sisi lain.


(55)

40 Sami Ullah, Bedi-uz-Zaman, Muhammad Farooq, dan Asif Javid (2009) dalam Cointegration and Causality between Export and Economic Growth in Pakistan, menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya perdagangan bebas, Pakistan tidak bisa lagi mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena kebijakan

pemerintah yang kurang tepat. Setelah dilakukan penelitian, maka hasil

mengungkapkan bahwa ekspansi ekspor mengarah pada pertumbuhan ekonomi di Pakistan. Uji kausalitas Granger tradisional menunjukkan bahwa ada hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi, ekspor dan impor. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunkana model VEC (Vector Error Correction).

Omoke Philip Chimobi dan Ugwuanyi Charles Uche (2010) dalam Export,

Domestic Demand and Economic Growth in Nigeria: Granger Causality Analysis, menenjelaskan bahwa dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya hubungan jangka panjang di antara variabel, namun variabel tersebut memiliki hubungan yang dinamis. Peningkatan ekspor dan peningkatan permintaan domestik yang terpimpin menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di Nigeria.

Andre C. Jordan dan Joel Hinaunye Eita (2007) dalam Export and Economic Growth In Namibia: A Granger Causality Analysis, menganalisis kausalitas di antara ekspor dan Produk Domestik Bruo (PDB) di Namibia untuk periode 1970-2005. Hipotesis pertumbuhan dipimpin oleh ekspor melalui uji kausalitas Granger dan kointegrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor Granger

menyebabkan PDB dan PDB per kapita dan menyarankan strategi pertumbuhan ekspor-terpimpin melalui berbagai insentif yang mempunyai pengaruh positif pada pertumbuhan.


(56)

41 Penelitian Alkadri (2004) dalam Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia selama 1969-1996 menunjukkan bahwa dari sebelas variabel yang diteliti terdapat delapan variabel, yakni utang luar negeri pemerintah, utang luar negeri swasta, investasi domestik, ekspor barang, tabungan pemerintah, tabungan swasta, pajak, dan angkatan kerja, yang memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi. Sementara itu tiga variabel lain (investasi asing, impor barang, dan pengeluaran pemerintah) memberikan dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi.

Keong, Yusop, dan Khim Sen (2005) dalam penelitian yang berjudul Ekspor-Led Growth Hypothesis in Malaysia: An Investigation Using Bounds Test

menggunakan beberapa variabel ekonomi dalam penelitiannya, yang diantaranya adalah: real GDP, real ekspor, real impor, tenaga kerja, dan nilai tukar,

berdasarkan model ini, baik ekspor dan tenaga kerja telah disimulasikan adanya penyesuaian yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, di mana variabel-variabel seperti impor, dan krisis keuangan Asia Timur tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (adanya hubungan yang negatif). Lebih dari itu, sebuah hubungan kointergrasi antara ekspor dan perumbuhan ekonomi telah dideteksi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Novianingsih (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisi Hubungan antara Ekspor dan PDB di Indonesia Tahun 1999-2008 menyatakan hasil dari estimasi ini adalah terdapat hubungan satu arah antara ekspor dan PDB, atau dengan kata lain ekspor mempengaruhi PDB di Indonesia.


(57)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan Bank Indonesia (BI), Bank Dunia atau World Bank, Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lain yang relevan. Menurut Rasdihan Rasyad (2003:6) yang dimaksud dengan data sekunder adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang bisa menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu tersebut. Data yang digunakan adalah data time series berupa data bulanan pada periode 2003:1 sampai 2010:12.

B. Batasan Peubah

Batasan peubah yang digunakan meliputi :

a. Pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan total output yang dihasilkan oleh suatu negara dari tahun ke tahun yang di proxy dengan Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku (dalam triliun rupiah). Data tersebut diperoleh dari Bank Dunia atau World Bank.


(58)

43 b. Ekspor adalah upayamelakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada

bangsa lain atau negara asing dengan ketentuan pemerintah dengan

mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Data yang digunakan adalah data bulanan ekspor (dalam triliun rupiah) yang diperoleh dari BPS.

c. Inflasi secara umum merupakan suatu peristiwa atau proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang yang berkelanjutan. Data yang digunakan adalah data bulanan inflasi yang diperoleh dari BPS.

d. Nilai tukar (kurs) adalah perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing. Data yang digunakan adalah data bulanan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (kurs) yang diperoleh dari Bank Dunia (World Bank).

C. Alat Analisis

Metode analisis yang digunakan dalan penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa/Ordinary Least Square (OLS).

Model ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertumbuhan Ekonomi = f (Ekspor, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah)

Dengan demikian dapat dibentuk persamaan dalam ekonometrika: g = α0+ α1X + α2INF + α3KRS + εt


(59)

44 Yang mana:

α 1, 2, 3 = Koefisien yang diestimasi masing-masing variabel

εt = Peubah pengganggu (error term) g = Pertumbuhan ekonomi (PDB = YD)

X = Ekspor

INF = Inflasi

KRS = Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS

D. Proses dan Identifikasi Model

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih terperinci. Untuk menjawab

permasalahan yang ada dalam penelitian dilakukan langkah-langkah pengujian, yang pertama adalah melakukan uji stationary yaitu untuk melihat stationary atau tidak data yang akan digunakan dalam perhitungan. Setelah semua data

stationary maka dilakukan estimasi model OLS (Ordinary Least Square). Berikut adalah langkah-langkahnya:

1. Uji Stationary : Uji Akar Satuan (Unit Root Test)

Pada umumnya data ekonomi time-series seringkali tidak stationary pada level series, jika hal ini terjadi, maka kondisi stationary dapat dicapai dengan

melakukan differensiasi satu kali atau lebih. Apabila data telah stationary pada level series, maka data tersebut adalah integrated of order zero atau I(0).


(60)

45 Apabila data stationary pada first difference level, maka data tersebut adalah integrated of order one I(1). Berikut ini adalah prosedur pengujian stationary data atau uji unit root (Awaluddin, 2004):

1. Uji unit root adalah melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menolak hipotesis nol bahwa ada unit root berarti series adalah stasioner pada tingkat level atau dengan kata lain series terintegrasi pada I(0).

2. Jika semua variabel adalah stasioner, maka estimasi terhadap model yang digunakan adalah dengan regresi OLS. Sebuah series sudah dikatakan stasioner jika seluruh moment dari series tersebut (rata-rata, varians, dan kovarians) konstan sepanjang waktu.

3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit root untuk seluruh series diterima, maka pada level seluruh series adalah nonstasioner. Sebab series yang nonstasioner akan menyebabkan spurious regression yang ditandai oleh tingginya koefisien deterministik R2 dan t-statistik yang tampak

signifikan, tetapi penafsiran hubungan series ini secara ekonomi akan menyesatkan (Enders, 1995).

4. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari series.

5. Jika hasilnya menolak hipotesis adanya unit root, berarti pada tingkat first difference series sudah stasioner atau dengan kata lain semua series terintegrasi pada orde I(1), sehingga estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi.


(61)

46 6. Jika uji unit root pada level series menunjukkan bahwa tidak semua series

adalah stasioner, maka dilakukan first difference terhadap seluruh series.

7. Jika hasil unit root pada tingkat first difference menolak hipotesis adanya unit root untuk seluruh series, berarti seluruh series pada tingkat first difference terintegrasi pada orde I(0), sehingga estimasi dilakukan dengan metode regresi OLS pada tingkat first difference-nya.

8. Jika hasil unit root menerima hipotesis adanya unit root, maka langkah berikutnya adalah melakukan differensiasi lagi terhadap series sampai series menjadi stasioner, atau series terintegrasi pada orde I(d).

Terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang secara luas dipergunakan adalah (augmented) Dickey-Fuller dan Phillips–Perron unit root test. Prosedur pengujian stasioneritas data adalah sebagai berikut :

1. Melakukan uji terhadap level series. Jika hasil uji unit root menunjukkan terdapat unit root, berarti data tidak stationary.

2. Selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari series. 3. Jika hasilnya tidak ada unit root, berarti pada level first difference, series

sudah stationary atau semua series terintegrasi pada orde I(1).

4. Jika setelah di-first difference-kan series belum stationary maka perlu dilakukan second difference.

Lebih khusus, pengujian unit root dalam penelitian ini akan menggunakan Phillips-Perron (PP) unit root test untuk menguji stationary masing-masing variabel.


(62)

47 Pengujian pada masing-masing variabel dimulai dengan pengujian pada ordo level. Jika data tidak stationary pada ordo level, maka dilakukan pengujian pada tingkat integrasi (1st difference) untuk melihat stationary data pada ordo ini. Hasil dari uji tersebut akan dibandingkan dengan McKinnon Critical Value. Data dikatakan stationary apabila Test critical values lebih besar dari Phillips-Perron test statistic artinya H0 ditolak dan Haditerima, begitupun sebaliknya.

Hipotesis yang digunakan dalam uji stationary yaitu:

H0 : ρ = 1, ada unit root atau data tidak stationary, sedangkan Ha : ρ < 1, tidak ada unit root atau data stationary.

Uji ini dilakukan dengan tingkat signifikansi masing-masing sebesar 5 persen.

E. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan salah satu langkah penting dalam rangka menghindari munculnya regrelinear lancing yang mengakibatkan tidak sahihnya hasil estimasi. Gujarati (2003) mengemukakan beberapa asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk suatu hasil estimasi agar dapat dikatakan baik dan efisien :

1) Model regresi adalah linear, yaitu linear dalam parameter. 2) Residual variabel pengganggu mempunyai rata-rata nol.

3) Homokedastisitas atau varians dari variabel penganggu adalah konstan. 4) Tidak ada autokorelasi antara variabel pengganggu.

5) Kovarian antara variabel pengganggu dan variabel independen (X1) adalah nol.

6) Jumlah data (observasi) harus lebih banyak dibandingkan dengan jumlah parameter yang akan diestimasi.


(63)

48 7) Tidak ada multikolinearitas.

8) Variabel pengganggu harus berdistribusi normal atau stokastik.

Berdasarkan kondisi tersebut di dalam ilmu ekonometrika, agar suatu model dikatakan baik dan sahih, maka perlu dilakukan pengujian sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Asumsi normalitas tidak diharuskan untuk estimasi OLS, kegunaan utamanya adalah uji hipotesis yang menggunakan koefisien hasil estimasi untuk

menginvestigasi hipotesis tentang prilaku ekonomi. Asumsi dalam OLS adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu adalah nol. Untuk menguji normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test). Pedoman yang digunakan adalah apabila J-B hitung > χ2- table, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal ditolak, dan sebaliknya.

2. Uji Autokorelasi

Asumsi autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi error term pada satu pengamatan dengan error term pada pengamatan yang lain (sebelumnya. Untuk mendeteksi adanya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM test) yang dikembangkan oleh Breusch-Godfrey. Langkah-langkah dalam uji Lagrange Multiplier (LM test) adalah :

1. Estimasi model dengan metode OLS sehingga kita mendapatkan residualnya. 2. Melakukan regresi residual dengan variabel bebas (misalnya Xt) dan lag dari


(64)

49 3. Jika sampel besar, maka menurut Breusch-Godfrey model akan mengikuti

distribusi chi-squares dengan df sebanyak p. Nilai hitung statistic chi-quares dapat dihitung dengan menggunakan formula : Chi-squares = (n-p)R2

Jika Chi-Squares hitung lebih kecil daripada nilai kritis Chi-Squares maka dapat disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi.

3. Uji Heterokedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu bahwa varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1, X2, …, Xp. Masalah heterokedastisitas timbul apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (best linear unbiased estimator), karena ia akan menghasilkan dugaan dengan alat baku yang tidak akurat, ini berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang kepercayaan yang dihasilkannya juga tidak akurat dan akan menyesatkan (misleading).

Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji White. Langkah uji White :

1. Estimasi Persamaan dan dapatkan residualnya.

2. Lakukan regresi auxialiry: yaitu regresi auxialiry tanpa perkalian antar variabel independen (no cross term) dan juga regresi auxialiry dengan perkalian antar variabel independen (cross term).


(65)

50 3. Hipotesis nol dalam uji ini adalah tidak ada heterokedastisitas. Uji white

didasarkan pada jumlah sampel (n) dikalikan dengan R2 yang akan mengikuti distribusi chi-square dengan degree of freedom sebanyak variabel independen tidak termasuk konstanta dalam regresi auxialiry.

4. Kriteria pengujiannya adalah :

H0 : Tidak ada masalah heterokedastisitas Ha : Ada masalah Heterokedastisitas

- H0 ditolak dan Ha diterima ; Jika chi-square hitung (n.R2) lebih besar dari nilai χ2

kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) atau ada heterokedastisitas

- H0 diterima dan Ha ditolak ; jika chi-square hitung lebih kecil dari nilai χ2 kritis atau ada heterokedastisitas

4. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan jika satu variabel bebas berkorelasi dengan satu atau lebih variabel bebas yang lainnya, dalam hal ini berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna, yaitu koefisien korelasinya satu atau mendekati satu (Gasperzt, 1991). Konsekuensi penting untuk model regresi yang mengandung multikolinearitas adalah kesulitan yang muncul dalam memisahkan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Akibatnya model regresi yang diperoleh tidak tepat untuk menduga nilai variabel tak bebas pada nilai variabel bebas tertentu.


(66)

51 Multikoliearitas akan mengakibatkan :

1. Koefisien regresi dugaannya tidak nyata walaupun nilai R2nya tinggi.

Koefisien determinasi (R2) adalah proporsi total variansi dalam satu variabel yang dijelaskan oleh variabel lainnya .

2. Simpangan baku koefisien regresi dugaan yang dihasilkan sangat besar jika menggunakan metode kuadrat terkecil. Mengakibatkan nilai R dan nilai F ratio tinggi. Sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai t hitung sangat kecil).

Cara mendeteksi masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara: 1. Korelasi antar variabel

2. Menggunakan korelasi parsial

Dengan menggunakan korelasi antar parsial, maka apabila nilai R2 yang dihasilkan dari hasil estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat

signifikansi variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat rendah (tidak ada atau sangat sedikit variabel bebas yang signifikan). Nilai tertinggi dalam perhitungan korelasi adalah 1 (satu), yang menunjukkan hubungan yang sempurna antar variabel.

F. Uji Hipotesis 1. Uji Parsial (Uji-t)

Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan menggunakan uji t (t- student) dimaksudkan untuk menguji koefisien regresi secara parsial. Uji t ini pada tingkat kepercayaan 90% dengan derajat kebebasan n-k-1.


(67)

52 Ha : βi < 0, ada pengaruh negatif antara ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi. Ha : βi > 0, ada pengaruh positif antara ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi. Apabila :

Untuk hipotesis variabel bebas yang berhubungan negative dengan variabel terikat dengan menggunakan α 10% untuk uji satu arah, jika t hitung < t tabel, maka Ho ditolak atau terima Ha; atau jika t hitung ≥ t tabel terima Ho dan tolak Ha. Untuk hipotesis variabel bebas yang berhubungan positif dengan variabel terikat dan dengan α 10% untuk uji satu arah, jika t hitung > t tabel, maka tolak Ho dan terima Ha; atau jika t hitung ≤ t tabel, terima Ho dan tolak Ha.

2. Uji Keseluruhan/Simultan (Uji-F)

Pengujian secara keseluruhan dilakukan dengan uji F (Fisher Test) pada tingkat keyakinan 90% dan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 = (n-k).

Ho : β1 = β2………βk = 0, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat.

Ha : β1 = β2………βk ≠ 0, berarti ada pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat.

Apabila:

F-hitung < F tabel : Terima Ho dan Ha ditolak F-hitung > F tabel : Tolak Ho dan Ha diterima


(68)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil analisis uji dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel ekspor menunjukkan pengaruh positif dan berpengaruh signifikan atau berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Secara bersama-sama, semua variabel yang dipakai yaitu ekspor, inflasi dan kurs berpengaruh nyata dan signifikan terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

3. Dengan adanya pengaruh nyata dan signifikan antara variabel bebas seperti ekspor, inflasi dan kurs dengan perubahan pertumbuhan ekonomi Indonesia maka dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah memasuki perekonomian bebas.


(69)

63 B. Saran

1. Perlu kebijakan yang diambil dan dijalankan pemerintah Indonesia untuk mendorong peningkatan ekspor dan menggerakkan perekonomian Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor, antara lain dengan cara

memperluas tujuan negara ekspor, meningkatkan kualitas produk ekspor, menghapus ekonomi biaya tinggi, dan memberikan fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan ekspor barang-barang tertentu.

2. Perlunya menjaga hubungan keseimbangan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor Indonesia sehingga peran pemerintah Indonesia menjadi penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

3. Agar peneliti selanjutnya dapat menganalisis determinan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan model dan metode lain yang dapat melihat keterkaitan antar variabel-variabel agar lebih sempurna.


(70)

(71)

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri. 2004. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama 1969-1996. Universitas Indonesia. Jakarta.

Andre C. Jordan dan Joel Hinaunye Eita. 2007. Export and Economic Growth In Namibia: A Granger Causality Analysis. Namibia.

Arief, Sritua. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Aulia, Pohan. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafika Persada. Jakarta.

Awaluddin, T. 2004. Merancang dan Membangun Aplikasi Database dengan Access 2003. Salemba Infotek. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2010, “Data Ekspor Impor”, (http://www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2, diakses 12 Januari 2010).

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta.

Ekanayake. 1999. Exports and Economic Growth in Asia Developing Countries.

Faisal Basri dan Haris Munandar. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional: Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif. Kencana. Jakarta.


(72)

Gujarati dan Porter. 2009. Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba Empat. Jakarta.

Irham Lihan dan Yogi. 2003. Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Jung dan Marshall. 1985. Export, Growth and Causality In Developing Countries. Journal of Development Economics. Belanda.

Keong, Yusop, dan Khim Sen. 2005. Ekspor-Led Growth Hypothesis in Malaysia: An Investigation Using Bounds Test. Malaysia.

Krugman, Paul dan Obstfeld, Maurice. 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali Press. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Musleh-Ud Din. 2004. Export, and Economic Growth in South Asia: Evidence Using a Multivariate Time-series Framework. Banglades.

Novianingsih. 2011. Analisis Hubungan Antara Ekspor dan PDB di Indonesia Tahun 1999-2008. USU. Medan.

Omoke Philip Chimobi dan Ugwuanyi Charles Uche. 2010. Export, Domestic Demand and Economic Growth in Nigeria: Granger Causality Analysis. Nigeria.

Pandjaitan, Sahat S.P. 1995. “Strategi Pengembangan Ekspor (Pendekatan Sistem Terpadu)” dalam Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Universitas Lampung. Bandar Lampung 23 September 1995.


(73)

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Rasyad, Rasdihan. 2003. Metode Statistik Deskriptif Untuk Umum. Grasindo. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory, 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Erlangga. Jakarta.

Sami Ullah, Bedi-uz-Zaman, Muhammad Farooq, dan Asif Javid. 2009.

Cointegration and Causality between Export and Economic Growth in Pakistan. Pakistan.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan. Kencana. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta.

World bank, 2010, “Data Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2003-2010”, (http://databank.worldbank.org/data/views/reports/tableview.aspx,


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil analisis uji dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Variabel ekspor menunjukkan pengaruh positif dan berpengaruh signifikan atau berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

2. Secara bersama-sama, semua variabel yang dipakai yaitu ekspor, inflasi dan kurs berpengaruh nyata dan signifikan terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

3. Dengan adanya pengaruh nyata dan signifikan antara variabel bebas seperti ekspor, inflasi dan kurs dengan perubahan pertumbuhan ekonomi Indonesia maka dapat dikatakan bahwa Indonesia sudah memasuki perekonomian bebas.


(2)

63 B. Saran

1. Perlu kebijakan yang diambil dan dijalankan pemerintah Indonesia untuk mendorong peningkatan ekspor dan menggerakkan perekonomian Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor, antara lain dengan cara

memperluas tujuan negara ekspor, meningkatkan kualitas produk ekspor, menghapus ekonomi biaya tinggi, dan memberikan fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan ekspor barang-barang tertentu.

2. Perlunya menjaga hubungan keseimbangan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor Indonesia sehingga peran pemerintah Indonesia menjadi penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

3. Agar peneliti selanjutnya dapat menganalisis determinan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan model dan metode lain yang dapat melihat keterkaitan antar variabel-variabel agar lebih sempurna.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alkadri. 2004. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama 1969-1996. Universitas Indonesia. Jakarta.

Andre C. Jordan dan Joel Hinaunye Eita. 2007. Export and Economic Growth In Namibia: A Granger Causality Analysis. Namibia.

Arief, Sritua. 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.

Aulia, Pohan. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT. Raja Grafika Persada. Jakarta.

Awaluddin, T. 2004. Merancang dan Membangun Aplikasi Database dengan Access 2003. Salemba Infotek. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2010, “Data Ekspor Impor”, (http://www.bps.go.id/exim-frame.php?kat=2, diakses 12 Januari 2010).

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta. Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi Ketiga. BPFE. Yogyakarta.

Ekanayake. 1999. Exports and Economic Growth in Asia Developing Countries. Faisal Basri dan Haris Munandar. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional:

Pengenalan & Aplikasi Metode Kuantitatif. Kencana. Jakarta.


(5)

Gujarati dan Porter. 2009. Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba Empat. Jakarta. Irham Lihan dan Yogi. 2003. Analisis Perkembangan Ekspor dan Pengaruhnya

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Jung dan Marshall. 1985. Export, Growth and Causality In Developing Countries. Journal of Development Economics. Belanda.

Keong, Yusop, dan Khim Sen. 2005. Ekspor-Led Growth Hypothesis in Malaysia: An Investigation Using Bounds Test. Malaysia.

Krugman, Paul dan Obstfeld, Maurice. 2000. Ekonomi Internasional Teori dan Kebijaksanaan. Rajawali Press. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Mankiw, N. Gregory, 2003. Pengantar Ekonomi. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. Mankiw, N. Gregory, 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Musleh-Ud Din. 2004. Export, and Economic Growth in South Asia: Evidence Using a Multivariate Time-series Framework. Banglades.

Novianingsih. 2011. Analisis Hubungan Antara Ekspor dan PDB di Indonesia Tahun 1999-2008. USU. Medan.

Omoke Philip Chimobi dan Ugwuanyi Charles Uche. 2010. Export, Domestic Demand and Economic Growth in Nigeria: Granger Causality Analysis. Nigeria.

Pandjaitan, Sahat S.P. 1995. “Strategi Pengembangan Ekspor (Pendekatan Sistem

Terpadu)” dalam Pembangunan dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya


(6)

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2004. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Rasyad, Rasdihan. 2003. Metode Statistik Deskriptif Untuk Umum. Grasindo. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory, 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Erlangga. Jakarta.

Sami Ullah, Bedi-uz-Zaman, Muhammad Farooq, dan Asif Javid. 2009.

Cointegration and Causality between Export and Economic Growth in Pakistan. Pakistan.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan. Kencana. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta. World bank, 2010, “Data Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 2003-2010”,

(http://databank.worldbank.org/data/views/reports/tableview.aspx, diakses 20 Januari 2014).