Application Edible Coating Made Of Chitosan And “Lemon Cina” Extract (Citrus Mitis) To Fillet Skipjack Tuna (Katsuwonus Pelamis)

APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN KITOSAN
DAN EKSTRAK LEMON CINA (Citrus mitis) PADA
FILLET IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

NINI MUNIRAH RENUR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Edible
Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Nini Munirah Renur
NIM F153100121

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN

NINI MUNIRAH RENUR. Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon
Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Dibimbing oleh Yadi
Haryadi dan Emmy Darmawati.
Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan
adalah kitosan. Kitosan memiliki sifat yang mudah mengalami degradasi secara biologis,
tidak beracun, merupakan kation yang kuat, koagulan yang baik, dan mudah membentuk
membran atau film. Kitosan banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil,

pembentuk tekstur, dan pembuatan gel. Selain itu upaya memperpanjang umur simpan bahan
pangan adalah dengan menggunakan bahan alami, salah satu bahan alami yang aman
digunakan untuk memperpanjang kesegaran ikan adalah lemon cina (Citrus mitis) atau sering
dikenal dengan nama lemon kasturi. Jenis lemon cina ini kurang populer di Indonesia. Lemon
cina banyak ditemui di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon cui dan di Maluku disebut
lemon cina. Edible coating berbahan alami kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan
pengawet dan antimikroba merupakan alternatif yang baik untuk meningkatkan daya tahan
dan kualitas fillet ikan cakalang selama penyimpanan.
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan bahan alami kitosan
dan ekstrak lemon cina sebagai bahan pengawet alami dan antibakteri pada pembuatan edible
coating sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengkaji daya antibakteri
edible coating berbahan kitosan dan daya antibakteri edible coating berbahan ekstrak lemon
cina pada fillet ikan cakalang, 2) mengkaji aplikasi edible coating berbahan kitosan dan
ekstrak lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan cakalang selama penyimpanan pada suhu
dingin.
Penelitian Tahap I menunjukkan bahwa adanya daya antibakteri (berdasarkan analisis
TPC) kitosan dalam formula edible coating yang diterapkan pada fillet ikan cakalang
menurun dengan meningkatnya konsentrasi kitosan. Nilai TPC terendah fillet ikan cakalang
secara nyata dicapai pada penambahan kitosan 1% (b/v). Pada konsentrasi 2, 3, dan 4% (b/v)
nilai TPC fillet ikan cakalang meningkat secara nyata. Penelitian Tahap II juga menunjukkan

bahwa adanya daya antibakteri (berdasarkan analisis TPC) ekstrak lemon cina dalam formula
edible coating yang diterapkan pada fillet ikan cakalang dengan meningkatnya konsentrasi
ekstrak lemon cina semakin baik daya antibakterinya. Nilai TPC terendah fillet ikan cakalang
secara nyata dicapai pada penambahan ekstrak lemon cina 40% (v/v). Pada konsentrasi 10,
20, dan 30% (v/v) nilai TPC fillet ikan cakalang meningkat secara nyata.
Pada Penelitian Tahap III, aplikasi edible coating berbahan kitosan 1% (b/v) dan ekstrak
lemon cina dengan konsentrasi 30, 35, dan 40% (v/v) pada fillet ikan cakalang yang disimpan
pada suhu 5 oC, selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari secara nyata menunjukkan nilai pH, nilai
TPC, dan nilai TVB yang lebih rendah dari nilai pH, nilai TPC, dan nilai TVB fillet ikan
cakalang kontrol (tanpa diberi edible coating). Sementara itu pada parameter warna, tekstur,
dan bau, panelis hampir tidak dapat membedakan warna, tekstur, dan bau fillet kontrol dengan
warna, tekstur, dan bau fillet yang diberi perlakuan edible coating berbahan kitosan dan
ekstrak lemon cina.
Kata kunci : Edible Coating, kitosan, lemon cina, antibakteri, ikan cakalang

SUMMARY
NINI MUNIRAH RENUR. Application Edible Coating made of Chitosan and “Lemon
Cina” Extract (Citrus mitis) to Fillet Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis). Supervised by
YADI HARYADI, EMMY DARMAWATI.
One of the organic compound which is safe to use to extend freshness of fish is

chitosan. The characteristics of chitosan are easy degraded biologically, non-toxic, strong
cation, well coagulant, and easy to form a membrane or film. Chitosan is widely used as a
thickening agent, binder, stabilizer, texture forming, and gel manufacture. In addition, to
extend shelf life of foodstuffs by using natural ingredients, one of the safe natural
ingredients used to extend freshness of fish is “lemon cina” (Citrus mitis) or commonly
known as kasturi orange. “Lemon cina" less popular in Indonesia. “Lemon cina” mostly
found in North Sulawesi and well known as “lemon cui” and in the Moluccas called “lemon
cina”. Edible coating made of chitosan and “lemon cina” extractas preservative and
antimicrobial agent could be an alternative to improve shelf life and quality of skipjack tuna
fillets.
The main objective of this research was to examine the use of “lemon cina” extract
and chitosan as an organic preservative and antibacterial agent in the manufacture of edible
coating, while the specific objectives of this research were to: 1) study antibacterial ability
of edible coating made of chitosan and “lemon cina” extract for skipjack tuna fillets, 2)
study the application of edible coating made of chitosan and “lemon cina” extract on
characteristics of skipjack tuna fillets during storage at cold temperatures.
The results of phase I research showed that presence of antibacterial ability of chitosan
(based on TPC analysis) in edible coating formula which is applied on skipjack tuna fillets
decreased by increasing of chitosan concentration. The lowest TPC value of skipjack tuna
fillets significantly achieved by addition of 1% (w/v) chitosan. At concentration of 2, 3, and

4% (w/v) TPC value of skipjack tuna fillets increased significantly. Results of phase II
research showed that the higher the “lemon cina” extract on edible coating, the better the
antibacterial ability was. The lowest TPC value of skipjack tuna fillets significantly achieved
by addition of 40% (v/v) “lemon cina” extract. TPC value of skipjack tuna fillets increased
significantly at concentration 10, 20, and 30% (v/v) of “lemon cina” extract.
Results of phase III research showed that the application of edible coating made from
1% (w/v) chitosan and 30, 35, and 40% (v/v) concentration of “lemon cina” extraction
skipjack tuna fillets those were stored at 5 °C, for 1, 7, 14, 21, and 28 days clearly showed
that the pH, TPC and TVB values were lower than the controled one (without edible
coating). Meanwhile, on the parameters of color, texture, and odor, panelists could hardly
distinguish the color, texture, and odor of the controled fillets with the treated ones.

Keywords : edible coating, chitosan, lemon cina, antibacterial, skipjack tuna

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

APLIKASI EDIBLE COATING BERBAHAN KITOSAN
DAN EKSTRAK LEMON CINA (Citrus mitis) PADA
FILLET IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)

NINI MUNIRAH RENUR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc

PRAKATA

1.

2.
3.
4.

5.

6.

7.
8.

9.


Segala Puji bagi Allah SWT sebagai Pencipta Semesta Alam, hanya kepada-Nya
penulis selalu memohon berkah dan perlindungan. Sembah sujud sebagai ungkapan rasa
syukur atas segala Rahmat dan Hidayah serta nikmat kesehatan yang diberikan-Nya
sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan penelitian ini, dengan judul
Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada
Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis).
Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah tesisi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :
Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si, sebagai komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.
Serta Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc, sebagai penguji dan pemberi arahan kepada
penulis.
Prof. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr, sebagai Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen
beserta stafnya.
Dr. rer.nat. Ir. E. A. Renjaan, M.Sc, Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual.
Suami Ridwan Abduh Fadirubun, SE, M.Ec.Dev dan kedua anak penulis Muhammad
Badrun Rahmadhy dan Fathan Khairul Anam, yang telah sabar serta penuh pengertian
dan kasih sayang mendukung penulis untuk melanjutkan tugas belajar meskipun jauh
dari keluarga.
Orang tua penulis (Alm) Drs. H. Muhammad Renur, MPA dan (Alm) Hj. Rahmah

Renur/Rahakbauw, saudara penulis Usman Renur, ST, MT, dr. Mirna Z Renur, M.S.
Heider Renur, ST dan Alim Renur terima kasih atas doa dan dukungannya.
Bapak dan ibu mertua penulis H. Mahmud Fadirubun dan Hj. Badaria
Fadirubun/Kabalmay, kakak dan adik ipar serta semua keluarga, terima kasih atas doa
dan dukungannya serta telah menjaga putra kami dengan penuh kasih sayang selama
penulis menjalankan studi.
I. Berly D. Kapelle, S.Si, M.Si, terima kasih atas perhatian dan dukungan selama
penulis melakukan penelitian.
Semua teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2011, terima kasih telah
memberikan bantuan, masukan, dan semangat kepada penulis terkhusus kepada
Asniwati Zainuddin dan Renny Anggraini yang selalu setia menemani dalam suka
maupun duka.
Semua teman-teman dari Maluku dan Makassar serta semua pihak yang belum penulis
sebut satu persatu yang telah membantu lancarnya penyusunan tesis ini
Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi dunia
ilmu pengetahuan dan masyarakat. Untuk segala kekurangan, kesalahpahaman dan katakata yang kurang tepat, penulis ingin mengucapakan permohonan maaf yang sebesarbesarnya. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Nini Munirah Renur


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Penurunan Mutu Ikan Segar
Kitosan
Lemon Cina (Citrus mitis)
Edible Coating
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian

Parameter Pengamatan
Rancangan Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap I :Kajian Daya Antibakteri Edible Coating
Berbahan Kitosan pada Fillet Ikan Cakalang
Penelitian Tahap II : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating
Berbahan Ekstrak Lemon Cina pada Fillet Ikan Cakalang
Penelitian Tahap III : Aplikasi edible couting berbahan kitosan
dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang
Karakteristik Organoleptik
Pembahasan Umum
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
xi
1
2
3
3
4
5
6
9
10
12
12
12
16
18

19
20
21
25
29
30
31
37

DAFTAR TABEL

1
2
3
4

Jenis-jenis tuna yang dianggap paling komersil
Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri
Sifat dan karakteristik kitosan
Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan kitosan
pada fillet ikan cakalang
5 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan ekstrak
lemon cina pada fillet ikan cakalang
6 Hasil nilai pH edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon
cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan
7 Hasil nilai Total Plate Count (TPC) edible coating berbahan kitosan
dan ekstrak lemon cina selama penyimpanan terhadap log jumlah
mikroba (CPU/ml) pada fillet ikan cakalang
8 Hasil nilai Total Volatile Base (TVB) edible coating berbahan
kitosan dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang selama
penyimpanan
9 Hasil nilai Warna edible coating berbahan kitosan dan ekstrak
lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan
10 Hasil nilai Tekstur edible coating berbahan kitosan dan ekstrak
lemon cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan
11 Hasil nilai Bau edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon
cina pada fillet ikan cakalang selama penyimpanan

5
8
8
20
20
22

23

24
26
27
29

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Struktur kimia kitosan
Jeruk Cina (C. Ichangensis)
(a) Ikan cakalang, (b) Kitosan, (c) Lemon cina
Diagram alir pembuatan edible coating berbahan kitosan
Diagram alir pembuatan edible coating berbahan ekstrak lemon cina
Diagram alir pembuatan kombinasi edible coating berbahan ekstrak
lemon cina

4
7
9
12
13
14
16

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

3
4

5
6

7
8
9
10
11
12

13
14
15
16
17
18

19
20
21
22
23
24
25

Lembar penilain uji organoleptik edible coating pada fillet ikan
cakalang
Hasil analisis pengaruh perbandingan konsentrasi edible coating
berbahan kitosan terhadap nilai (TPC) Total Plate Count (koloni/g)
pada fillet ikan cakalang
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC
Hasil analisis pengaruh perbandingan konsentrasi edible coating
berbahan ekstrak lemon cina terhadap (TPC) Total Plate Count
(koloni/g) pada fillet ikan cakalang
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC
Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak
lemon cina selama penyimpanan cakalang terhadap nilai pH pada
fillet ikan cakalang
Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-1 (H1)
Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-7 (H7)
Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-14 (H14)
Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-21 (H21)
Hasil analisis anova terhadap nilai pH pada hari ke-28 (H4)
Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak
lemon cina selama penyimpanan terhadap Total Plate Count
(CPU/ml) pada fillet ikan cakalang
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-1 (H0)
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-7 (H7)
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-14 (H14)
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-21 (H21)
Hasil analisis anova terhadap nilai TPC pada hari ke-28 (H28)
Hasil analisis kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak
lemon cina selama penyimpanan terhadap total volatil base
(mg N/100 g) pada fillet ikan cakalang
Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-1 (H1)
Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-7 (H7)
Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-14 (H14)
Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-21 (H21)
Hasil analisis anova terhadap nilai TVB pada hari ke-28 (H28)
Hasil analisis statistik nilai mutu hedonik fillet ikan cakalang
selama penyimpanan
Hasil analisis kimiawi, mikrobiologi dan organoleptik fillet ikan
cakalang selama penyimpanan

37

38
38

39
39

40
40
41
41
42
43

44
44
45
45
46
47

48
48
49
49
50
51
52
61

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Upaya mempertahankan tingkat kesegaran ikan merupakan hal yang sangat
penting. Ikan merupakan kelompok bahan pangan yang sangat mudah mengalami
kemunduran mutu. Kemunduran mutu ikan yang cepat berlangsung setelah ikan
mati disebabkan karena beberapa faktor antara lain terjadinya proses enzimatis
atau adanya mikroorganisme pembusuk yang berkembang pada tubuh ikan.
Perubahan biokimia dan mikroba pascapanen dalam jaringan ikan sangat
tergantung secara signifikan pada faktor-faktor yang mengontrol konsentrasi
substrat dan metabolit yang berhubungan dengan kontaminasi mikroba dan
kondisi setelah penangkapan (Duran et al. 2008).
Pada industri makanan kemasan mempunyai peranan yang sangat penting.
Peran utama kemasan antara lain adalah mengawetkan dan melindungi produk
dari kontaminasi eksternal, termasuk keamanan makanan, serta memelihara
kualitas dan meningkatkan masa simpan. Umur simpan produk dapat ditingkatkan
dengan mengurangi risiko cemaran dari mikroba, reaksi biokimia dan enzimatik
melalui berbagai cara seperti mengontrol kelembaban dan suhu, menghilangkan
atau mengurangi oksigen, menambahkan bahan aditif kimia, dan penggunaan
bahan pengawet, atau kombinasi dari kedua bahan tersebut. Bahan kemasan yang
sempurna tidak boleh memindahkan satupun molekul berbahaya dari bahan
kemasan ke dalam produk. Beberapa studi telah dilakukan terkait adanya beberapa
bahan kemasan yang diduga sebagai sumber kontaminan berbahaya karena adanya
migrasi zat kimia dari bahan kemasan tersebut ke dalam produk terkemas, seperti
terjadinya migrasi diphenylbutadiene dari low-density polyethylene (LDPE) jika
kontak dengan produk yang memiliki lemak tinggi seperti cokelat dan margarin
(Silva et al. 2007).
Untuk mempertahankan kualitas ikan dapat dilakukan beberapa cara antara
lain dengan memanfaatkan teknologi kemasan edible packaging. Ada 2 jenis
edible packaging, yaitu yang berbentuk sebagai lembaran (edible film) dan lapisan
(edible coating). Penelitian mengenai pelapisan produk pangan dengan edible film
dan coating telah banyak dilakukan dan terbukti dapat memperpanjang masa
simpan dan memperbaiki kualitas produk. Edible film dan coating serta bahan
biodegradable menawarkan sistem kemasan alternatif yang mungkin mengganti
beberapa bahan kemasan sintesis atau mengurangi penggunaan bahan sintesis
(Regalado et al. 2006). Edible coating dapat diterapkan secara langsung untuk
bahan makanan (Estaca et al. 2007) atau dibuat menjadi edible film yang
kemudian digunakan untuk melapisi permukaan makanan (Oussalah et al. 2004).
Mekanisme utama penggunaan edible coating pada makanan yaitu
meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan yang bertindak sebagai
penghalang terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat oksidasi dan
menjaga kelembaban. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa edible film dan
coating dapat berfungsi sebagai pembawa (carrier) aditif makanan, seperti
bersifat sebagai agens antipencoklatan, antimikroba, pewarna, pemberi flavor,
nutrisi, dan bumbu (Pranoto et al. 2005; Rojas-Grau et al. 2009). Penggunaan
bahan-bahan alami dalam pengemas edible berbahan baku polimer alami akan

mengurangi limbah plastik yang berasal dari polimer sintesis sehingga
mengurangi kerusakan lingkungan.
Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang
kesegaran ikan adalah kitosan. Kitosan merupakan senyawa polimer yang
dihasilkan dari ekstraksi hewan bercangkang keras (krustasea). Pencampuran
kitosan ke dalam komposit akan semakin meningkatkan karakteristiknya selain
efisiensi biaya (Sorrentino et al. 2007). Kitosan memiliki sifat yang mudah
mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, merupakan kation yang kuat,
koagulan yang baik, dan mudah membentuk membran atau film. Kitosan banyak
digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk kekenyalan,
dan pembuatan gel.
Selain itu upaya memperpanjang umur simpan bahan pangan adalah dengan
menggunakan bahan alami, salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk
memperpanjang kesegaran ikan adalah lemon cina (Citrus mitis) atau sering
dikenal dengan nama lemon kasturi. Jenis lemon cina ini kurang populer di
Indonesia. Lemon cina banyak ditemui di Sulawesi Utara dengan sebutan lemon
cui dan di Maluku disebut lemon cina. Lemon cina mengandung unsur-unsur
senyawa kimia organik yang bermanfaat, misalnya: asam sitrat, asam formiat,
asam askorbat (vitamin C), bioflavonoid, saponin, dan linalin asetat. Komponen
alami tersebut dapat menyembuhkan batuk, menghaluskan kulit, menurunkan
demam, dan menghilangkan bau amis pada ikan dan berbagai jenis makanan laut.
Selain itu lemon cina juga mengandung berbagai mineral yang baik untuk
kesehatan tubuh, diantaranya kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan
kalium oksalat (Soenaryono 1989).
Berdasarkan berbagai informasi tersebut, pengaruh kitosan dan ekstrak
lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan menjadi sangat menarik untuk
dilakukan penelitian. Dimasa depan, penggunaan kitosan dan ekstrak lemon cina
sebagai bahan alami diharapkan dapat diaplikasikan untuk kemasan makanan,
terutama dalam edible film dan coating yang aman digunakan untuk
memperpanjang kesegaran ikan.

Perumusan Masalah
Permintaan terhadap seafood segar dengan umur simpan yang lebih panjang
dan bermutu mendorong dilakukannya penelitian yang difokuskan pada
penggunaan bahan-bahan alami. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penggunaan bahan-bahan alami
yaitu kitosan dan ekstrak lemon cina (Citrus mitis) terhadap karakteristik fillet
ikan cakalang serta untuk mengetahui pengaruh aplikasi edible coating berbahan
kitosan dan ekstrak lemon cina dalam mempertahankan mutu fillet ikan cakalang.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan bahan alami
kitosan dan ekstrak lemon cina sebagai bahan pengawet alami dan antibakteri
pada pembuatan edible coating.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji daya antibakteri edible coating berbahan kitosan dan daya antibakteri
edible coating berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang.
2. Mengkaji aplikasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina
terhadap karakteristik fillet ikan cakalang selama penyimpanan pada suhu
dingin.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif baru dalam
pemanfaatan buah lokal “Lemon cina (Citrus mitis)” sebagai bahan pengawet
alami di daerah Maluku dan daerah-daerah yang banyak menghasilkan tanaman
ini, serta memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah (Dinas terkait) dan
pengusaha perikanan.

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Menurut Matsumoto et al. (1984), klasifikasi ikan cakalang adalah sebagai
berikut :
Filum
Sub filum
Series
Kelas
Sub kelas
Ordo
Sub ordo
Famili
Sub famili
Tribe
Genus
Spesies

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Vetebrata
Craniata
Pisces
Teleostomi
Actinopterygii
Perciformes
Scombroidei
Scombridae
Scrombrinae
Thunnini
Katsuwonus
Katsuwonus pelamis L.

Ikan cakalang adalah ikan pelagis yang merupakan perenang cepat dan
mempunyai sifat rakus. Ikan cakalang atau skipjack tuna (Katsuwonus pelamis)
dapat mencapai panjang 1 m dengan berat 25 kg. Ikan ini juga terdapat di tiga
samudera dunia tetapi menghendaki kondisi tertentu. Faktor pembatasannya yang
penting ialah suhu dan salinitas. Ikan cakalang lebih banyak hidup diperairan
lapisan permukaan dengan suhu 16–30 oC dan salinitas 32–36%. Penangkapan
cakalang banyak di perairan sekitar Bitung, Ambon, Ternate, Sorong, dan Waigeo
(Nontji 2007). Bentuk ikan cakalang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Daerah penyebaran ikan cakalang adalah pada perairan tropis dan subtropis.
Ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak

bulat, tipis insang (gill rakes) berjumlah 53–63 pada helai pertama. Mempunyai
dua sirip punggung yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14–
16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7–9 finlet.
Sirip dada pendek, terhadap dua flop diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan
7–8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali pada barut badan (corselets) dan lateral
line terdapat titik-titik kecil. Bagian punggung berwarna biru kehitaman (gelap)
disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4–6 buah garis-garis berwarna hitam
yang memanjang pada bagian samping badan.
Penurunan Mutu Ikan Segar
Dalam proses pengolahan ikan, kesegaran ikan adalah mutlak. Jika ikan
sebagai bahan baku sudah tidak segar lagi, maka sebaik apapun proses
pengolahannya tidak akan menghasilkan produk yang baik. Segera setelah
ditangkap, ikan dengan cepat akan mengalami penurunan mutu bila disimpan pada
suhu ruang. Pada suhu dingin sekalipun, mutu ikan akan mengalami penurunan,
namun kecepatannya lebih lambat dari penurunan mutu ikan yang disimpan pada
suhu ruang. Penurunan mutu ikan ditunjukkan oleh banyak parameter, yaitu
parameter-parameter kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Parameter kimia
ikan antara lain adalah pH dan nilai TVB (Total Volatile Base). Parameter
mikrobiologis adalah TPC (Total Plate Count). Parameter organoleptik adalah
warna, kekenyalan, dan bau.
Poernomo (2009) menyatakan bahwa kesegaran ikan berpengaruh terhadap
keamanan komsumsinya. Setelah ikan mati, seluruh otot ikan mengalami relaksasi
dan kekenyalan menjadi elastis serta lemas yang bertahan dalam beberapa jam
setelah otot berkontraksi. Otot ikan kemudian menjadi keras dan kaku, seluruh
tubuh ikan menjadi tidak fleksibel dan ikan berada dalam kondisi rigor mortis.
Selesainya rigor mortis membuat otot kembali rileks dan menjadi lemas, tapi tidak
lebih elastis seperti sebelum rigor. Kecepatan permulaan dan akhir rigor bervariasi
dari spesies ke spesies dan dipengaruhi oleh suhu, penanganan, ukuran dan
kondisi fisik pada ikan (FAO 1995). Selanjutkan juga dijelaskan bahwa mutu ikan
setelah mati sangat dipengaruhi oleh keadaan pasar, geografis, dan budaya
(Pacquit et al. 2008).
Aspek keamanan pada produk pangan berkaitan dengan keberadaan bakteri
patogen berbahaya seperti C. botulinum dan Vibrio spp. Bakteri patogen ini
menghasilkan biotoksin yang berbahaya bahkan menyebabkan penyakit pada
manusia. Bakteri patogen ini dapat berasal dari mikroba flora alami daging ikan
atau dapat juga dari luar daging ikan akibat proses pengolahan, penyimpanan
ataupun transpostasi. Aspek kesegaran pada produk pangan berkaitan dengan
pertumbuhan mikroba pembusuk seperti Pseudomonas spp, Shewarella
putrefaciens dan Photobacterium phosphoreum. Mikroba pembusuk ini
mendegradasi komponen metabolik pada daging ikan sehingga menyebabkan bau
amis dan hilangnya flavor khas pada daging ikan (Huss et al. 1997).
Lipid pada ikan mengalami degradasi melalui proses oksidasi dan hidrolisis.
Hasil dari kedua proses tersebut menghasilkan produk dengan rasa dan bau yang
tidak menyenangkan. Lemak ikan sangat mudah mengalami degradasi lipid yang
menimbulkan beberapa masalah pada mutu ikan yang disimpan pada temperatur

dibawah 0 oC. Jumlah yang besar dari asam lemak yang tak jenuh ditemukan
dalam lipid ikan dan sangat mudah mengalami oksidasi oleh mekanisme
autokatalitik. Proses autokatalitik menghasilkan produk autooksidasi dengan
rantai karbon yang lebih pendek seperti aldehid, keton, alkohol, asam karboksilat,
alkane, dan asam tiobarbiturik. Hubungan antara aktifitas enzim-enzim ini dengan
kehadiran asam lemak bebas belum begitu stabil. Akan tetapi, hidrolisis
membantu proses oksidasi dengan baik (FAO 1995).

Kitosan
Kitin dan kitosan merupakan senyawa golongan karbohidrat yang banyak
dihasilkan dari limbah hasil laut, khususnya golongan udang, kepiting, ketam, dan
kerang. Kitosan adalah polisakarida yang diperoleh dari deasetilasi kitin, yang
merupakan komponen utama dari eksoskeleton dari kelas krustacea (No et al.
2002). Kitosan adalah kopolimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer
D-glukosamin (GlcN) dalam ikatan β (1-4) yang terdiri atas 2-asetil-2-deoksi-βD-glukopiranosa (Prashanth dan Tharanathan 2007). Kitosan merupakan
polielektrolit netral pH asam. Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida dan
asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan kitosan
membentuk ion netral.
Kitosan memiliki sifat yang larut dalam asam tetapi tidak larut dalam asam
sulfat pada suhu kamar. Kitosan juga larut dalam beberapa pelarut organik seperti
asam asetat dan asam format berkonsentrasi rendah tetapi tidak larut dalam pelarut
organik seperti alkohol, aseton, dimetil formamida dan dimetilsulfoksida serta
tidak larut dalam larutan yang mengandung ion hidrogen di atas pH 6.5. Pelarut
yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan
konsentrasi 1-2%. Kitosan mempunyai gugus amino bebas polikationik, pengkelat
dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Bila kitosan dilarutkan dalam
asam maka kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga
dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam
berbagai reagen biologi termasuk enzim (Rinaudo 2006). Proses kationisasi
mengarah kepada pembentukan grup yang fungsional (OH dan NH). Kitosan yang
larut dalam asam memiliki keunikan yakni mampu membentuk gel yang stabil
dan membentuk muatan dwi kutub, yaitu muatan positif pada gugus NH dan
muatan negatif pada gugus karboksilat (Krajewska 2004). Struktur kitosan dapat
dilihat pada Gambar 2.
CH3

OH
O

C

NH2

NH
O

HO
O

O

HO
O
O

O

O

HO
NH2
OH

OH

Gambar 2 Struktur kimia kitosan (Prashanth dan Tharanathan 2007).

Kitosan sebagai komponen larutan coating akan lebih efektif sebagai
pengawet, sementara bila dicampurkan dalam media film, kitosan akan terjerat di
dalam matriks sehingga aktivitas mikrobanya menurun (Pranoto et al. 2005; Chi
et al. 2006). Kitosan memiliki struktur khusus dengan kelompok aminon reaktif.
Oleh karena itu, kitosan menjadi senyawa bioaktif yang memperlihatkan fungsi
antimikrobial (Kumar et al. 2004). Karena aktivitas antimikrobanya, kitosan dapat
menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan
ragi (Sagoo et al. 2002). Namun kitosan menunjukkan aktivitas antibakterinya
hanya dalam media asam karena kelarutannya rendah di atas pH 6.5 (No et al.
2002).
Kitosan telah banyak digunakan sebagai bahan pembuat biodegradable film
dan pengawet pangan yang tahan terhadap mikroba. Mekanisme kitosan dalam
menghambat mikroba dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) interaksi
dengan menghambat membram sel, 2) inaktivasi enzim-enzim, dan 3) perusakan
bahan-bahan genetik mikroba. Aktivitas antimikroba kitosan bergantung pada
derajat deasetilasi, berat molekul, pH media, suhu, dan komponen lain (Vásconez
et al. 2009). Kitosan yang digunakan sebagai edible film maupun coating mampu
menghambat kemunduran mutu mikrobiologis fillet nila merah selama
penyimpanan dingin (Sebastian et al. 2006).
Umumnya kitosan mempunyai efek bakterisidal lebih kuat terhadap bakteri
gram positif seperti Listeria monocytogenes, Bacillus megaterium, Bacillus
cereus, Staphylococcus aureus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis dan
Lactobacillus bulgaricus, dibandingkan dengan bakteri gram negatif seperti
Eschericia coli, Pseudomonas fluorescens, dan Salmonella tyhimurium, dengan
konsentrasi kitosan yang dibutuhkan 0.1% (No et al. 2002). Kemampuan kitosan
dalam menghambat pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir dapat diaplikasikan
sebagai pengawet dan pelapis (edible coating) pada produk pangan. Kitosan yang
ditambahkan dengan garlic oil pada pembuatan edible film dapat meningkatkan
kemampuan antimikroba sehingga tidak berpengaruh terhadap sifat mekanik dan
fisik film kitosan (Pranoto et al. 2005). Sri Hadi (2008) melaporkan bahwa
penambahan kotisan 1% dengan ekstrak bawang putih mampu meningkatkan
penghambatan bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus cereus, dengan zona
penghambatan yang lebih besar dibandingkan tanpa penambahan ekstrak bawang
putih. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri
Aplikasi
Antimikroba
Industri edible film

Bahan aditif

Contoh
Bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur
pada komoditi pertanian,
Mengatur perpindahan uap antara makanan dan
lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat
antimikroba, antioksidan, flavor, dan obat, mereduksi
tekanan persial oksigen, pengatur suhu, menahan
kegiatan browning enzimatis pada buah.
Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol
kekenyalan, bahan pengemulsi, bahan pengental,
stabilizer, dan penstabil warna.

Sifat nutrisi

Pemurnian air

Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan
tambahan makanan pada ikan, mereduksi penyerapan
lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti
grasitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan
bayi.
Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernihan.

Sumber: Shahidi et al. 1999.

Sifat biologis kitosan yang menguntungkan yaitu alami, (biodegradable)
mudah diuraikan oleh mikroba, biokompatibel artinya sebagai polimer alami
sifatnya tidak mempunyai akibat samping dan tidak beracun. Dan sisi lainnya juga
sifat biologis seperti analgesik, antitumoregenic, hemostatik, hipokolesterolemik
dan antioksidan (Tharanathan dan Kittur 2003). Sifat-sifat biologis ini membuat
kitosan disatu sisi sebagai pilihan yang sangat baik untuk komponen aditif
makanan alami dan bahan berharga untuk aplikasi farmasi, dan industri biomedis
(Rafaat dan Sahal 2009). Sifat dan karakteristik kitosan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat dan karakteristik kitosan
Parameter
Ukuran partikel
Kadar air
Kadar abu
Warna larutan
Derajat deasetilasi
Viskositas
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
4. Ekstrak tinggi

Nilai
Serpihan sampai bubuk
≤ 10%
≤ 2%
Jernih
≥ 70%
200 cP
200-799 cP
800-2000 cP
20000 cP

Sumber : Purwantiningsih et al. 2009

Aplikasi kitosan sebagai bahan pengawet produk perikanan telah banyak
dilakukan. Skonberg (2000) melaporkan penggunaan larutan kitosan 1.75%
sebagai film pelapis untuk memperpanjang umur simpan fillet salmon atlantik dan
ikan haddcok pada suhu 5 oC ditunjukkan dengan nilai pH, TVB dan TPC yang
rendah selama penyimpanan 7 hari. Pamungkas (2008) menggunakan larutan
kitosan 0.1% sebagai film pelapis produk bandeng presto pada penyimpanan suhu
ruang. Hasilnya menunjukkan bahwa umur simpan badeng presto meningkat 16–
38 jam dengan nilai TVB dan TPC yang meningkat setelah 72 jam penyimpanan.

Lemon Cina (Citrus mitis)
Lemon cina adalah salah satu tumbuhan perdu yang berasal dari Asia
khususnya Cina. Lemon ini mempunyai banyak dahan dan ranting, batang
pohonnya berduri dan keras. Daunnya majemuk, berbentuk elips dengan pangkal
membulat. Permukaan daun lemon cina biasanya licin dan agak berminyak.
Buahnya rimbun, berbentuk bulat, berwarna hijau mengkilap atau kekuning

kuningan. Bagi masyarakat di Maluku dan Sulawesi Utara, lemon cina disebut
sebagai lemon cina atau lemon cui dan biasa digunakan pada masakan Cina,
Ambon maupun Manado. Karena rasanya yang asam, lemon jenis ini juga bisa
digunakan untuk menghilangkan bau amis pada ikan dan berbagai jenis makanan
laut. Ordo lemon cina dapat dilihat pada Gambar 3, tanaman lemon umumnya
menyukai tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari langsung.
Klasifikasi tumbuhan lemon cina adalah sebagai berikut (Soenaryono 1989):
Kingdom
: Plantae
Sub kingdom : Traceobionta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Rutacea
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus mitis

Gambar 3 Lemon Cina (Citrus mitis)
Lemon cina mengandung unsur-unsur senyawa kimia organik yang
bermanfaat, misalnya: asam sitrat, asan formiat, asam askorbat (vitamin C)
bioflavonoid, saponin, dan linalin asetat. Komponen alami tersebut dapat
membantu menyembuhkan batuk, menghaluskan kulit, menurunkan demam, dan
menghilangkan bau amis pada makanan. Selain itu lemon cina juga mengandung
berbagai mineral yang baik untuk kesehatan tubuh, diantaranya mengandung asam
fenolik, kalsium dan kalium dalam bentuk kalium sitrat dan kalsium oksalat
(Soenaryono 1989).

Edible Coating
Edible coating atau film merupakan lapisan tipis yang dibuat dari bahan
yang dapat dimakan. Sebenarnya tidak ada perbedaan yang jelas antara edible
coating dengan edible film. Biasanya edible coating diaplikasikan dan dibentuk
secara langsung pada permukaan bahan pangan, sedangkan edible film adalah

lapisan tipis yang diaplikasikan setelah sebelum dicetak dalam bentuk lembaran.
Edible coating adalah produk yang ramah lingkungan tanpa efek negatif, tidak
seperti bahan pengemas sintesis yang tidak dapat didegradasi. Edible coating dan
film merupakan suatu terobosan baru yang dapat menjawab tantangan yang
berkembang dalam pemasaran makanan yang bergizi, aman, berkualitas tinggi,
stabil dan ekonomis.
Saat ini, sebuah konsep baru sedang dikembangkan dimana pengawet
sebagai senyawa antimikroba dapat dibuat dalam bentuk lapisan atau film pada
permukaan makanan untuk menjaga keawetan makanan lebih lama selama
penyimpanan (Guilnert 2000). Penggunaan bahan antimikroba alami cenderung
meningkat karena konsumen peduli terhadap kesehatan dan potensi bahaya dari
pengawet sintesis (Suppakul et al. 2003). Edible coating atau film yang bersifat
antimikroba berpotensi dapat mencegah kontaminasi patogen pada berbagai bahan
pangan yang memiliki jaringan (daging, buah-buahan, dan sayuran). Kombinasi
antimikroba dengan pengemas coating atau film untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba pada makanan dapat memperpanjang masa simpan dan
memperbaiki mutu pangan (Quintavalla dan Vicini 2002). Beberapa jenis bahan
antimikroba yang dapat ditambahkan ke dalam pengemas edible antara lain adalah
rempah-rempah dalam bentuk bubuk maupun minyak atsiri seperti kayu manis,
lada, cengkih, oregano (Rojas-Grau et al. 2007; Kechichian et al. 2010), minyak
basil (Suppakul et al. 2003), minyak serai (Maizura et al. 2007), bawang putih
(Pranoto et al. 2005), dan komponen minyak atsiri (Rojas-Grau et al. 2007).
Edible coating atau film telah diselidiki mampu untuk menghambat
kelembaban, oksigen, aroma, dan pengangkutan zat terlarut (Ouattara et al. 2000).
Selain itu, edible coating atau film adalah salah satu metode yang paling efektif
untuk menjaga kualitas makanan (Pranoto et al. 2005), sebagai pengikat warna,
flavor, sumber gizi, dan bahan antioksidan (Cassariego et al. 2007). Karena
masalah lingkungan pula, pelapis dibuat dari biopolimer yang dapat dimakan
seperti protein, polisakarisa, dan lipid yang biasanya digunakan sebagai
antimikroba (Ouattara et al. 2001).
Adapun beberapa teknik aplikasi edible coating pada produk pangan
menurut Krochta et al. (1994) :
1. Pencelupan (dipping)
Biasanya teknik ini digunakan pada produk yang memiliki permukaan yang
kurang rata. Setelah pencelupan kelebihan bahan coating dibiarkan terbuang.
Produk kemudian dibiarkan dingin hingga edible coating menempel. Teknik ini
telah diaplikasikan pada daging, ikan, produk ternak, buah, dan sayuran.
2. Penyemprotan (spraying)
Teknik ini menghasilkan produk dengan lapisan yang lebih tipis atau lebih
seragam dari pada teknik pencelupan. Teknik ini digunakan untuk produk yang
mempunyai dua sisi permukaan, seperti pizza.
3. Pembungkusan (casing)
Teknik ini digunakan untuk membuat film yang berdiri sendiri, terpisah dari
produk. Teknik ini diadopsi dari teknik yang dikembangkan untuk non-edible
coating.
4. Pengolesan (brushing)
Teknik ini digunakan dengan cara mengoles edible coating pada produk.

Dalam pembuatan edible coating, ekstrak lemon cina dilarutkan dalam
larutan agar 1%. Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan bobot molekul
tinggi yang mengisi dinding sel rumput laut. Agar-agar tergolong kelompok
pektin dan merupakan suatu polomer yang tersusun dari monomer galaktosa. Gel
terbentuk karena pada saat dipanaskan pada suhu 85 oC, molekul agar-agar dan air
bergerak bebas. Ketika didinginkan dan mulai memadat pada suhu 32-40 oC,
molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisikisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat
dan cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam elektroforesis gel agarosa untuk
menghambat pergerakan molekul objek akibat perbedaan tegangan antara dua
kutub.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2013 di
laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah khitosan yang di
dapat dari Fakultas Perikanan IPB. Lemon cina (Citrus mitis) diperolah dari
Ambon, Propinsi Maluku. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan
cakalang (Katsuwonus pelamis) dengan ukuran 30–40 cm tanpa kepala. Ikan segar
beku dikirim melalui transportasi udara dan tiba di Jakarta pada hari yang sama.
Ikan ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di perairan Ambon Propinsi
Maluku. Larutan asam asetat, agar bacto, aquades, dan gliserol sebagai pembuat
edible coating yang diperoleh dari laboratorium DIT Departemen Teknologi
Industri Pertanian, IPB. Kemasan plastik dan styrofoam.
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain untuk membuat
fillet ikan cakalang adalah pisau khusus untuk memfillet dan wadah. Alat
pembuatan edible coating adalah timbangan digital, hot plate, magnetic stirer, dan
peralatan gelas. Peralatan analisis terdiri dari tabung reaksi, cawan petri, pipet
volumetrik, inkubator, digital colonicounter, homogenizer, kertas saring, cawan
canway, gelas ukur, blender, dan pH meter.

Gambar 4 (a) Ikan Cakalang, (b) Kitosan, (c) Lemon Cina

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Penelitian tahap pertama dan
penelitian tahap kedua dilakukan untuk mengkaji daya antibakteri kitosan dan
ekstrak lemon cina dengan metode Total Plate Count (TPC), dengan tujuan untuk
mendapatkan konsentrasi terbaik dari edible coating berbahan kitosan dan edible
coating berbahan ekstrak lemon cina terhadap karakteristik fillet ikan cakalang.
Konsentrasi terbaik dari masing-masing bahan alami tersebut yang akan
dipergunakan pada penelitian tahap ketiga. Tahap ketiga adalah aplikasi edible
coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang.

Penelitian Tahap I : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan
Kitosan pada Fillet Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Tujuan penelitian tahap ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik
edible coating berbahan kitosan pada fillet ikan cakalang. Prosedur pembuatan
larutan edible coating dari kitosan pada penelitian ini menggunakan metode dari
Butler et al. (1996) yang dimodifikasi. Untuk membuat edible coating 100 ml
larutan coating yaitu 1% kitosan (1 gram, b/v) dilarutkan dalam asam asetat 1%
dengan menggunakan hot plate dan magnetic stirer serta bantuan pemanasan pada
suhu 50 oC selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian
gliserol dengan konsentrasi 0.5% (v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
larutan coating sambil terus diaduk hingga homogen selama 5-10 menit.
Pengadukan dilakukan untuk mencegah terjadinya gumpalan kitosan pada larutan
coating. Konsentrasi gliserol yang ditambahkan sebanyak 0.5% (v/v) sesuai
dengan penelitian Butler et al. (1996). Gliserol digunakan sebagai plasticizer pada
pembuatan film karena gliserol merupakan molekul kecil dengan bobot molekul
rendah (92.10) dan titik didih (240 oC), sangat kompatibel dengan film yang lebih
fleksibel, halus dan tidak mudah rapuh. Metode yang sama dilakukan untuk
membuat edible coating dengan konsentrasi kitosan 2, 3, dan 4% yaitu
menambahkan 2, 3, dan 4 gram kitosan pada 100 ml asam asetat 1%.
Fillet ikan cakalang selanjutnya dicelupkan dalam larutan edible coating
berbahan kitosan dengan konsentrasi sesuai perlakuan yaitu: 1, 2, 3, dan 4%.
Pencelupan dilakukan selama 2 menit dengan 2 kali ulangan. Fillet ikan cakalang
yang telah terlapis oleh edible coating kemudian ditiriskan dan disimpan selama
24 jam pada suhu ruang (±27 oC). Edible coating dari masing-masing konsentrasi
kemudian dilakukan penentuan TPC (Total Plate Count). Hasil pengukuran
konsentrasi terbaik dari Penelitian Tahap I ini akan digunakan dalam penelitian
Penelitian Tahap III. Proses pembuatan edible coating berbahan kitosan dan
perosedur Penelitian Tahap I dapat dilihat pada Gambar 5.
Kitosan (1, 2, 3, dan 4%)

Asam asetat 1%

Penghomogenan & pemanasan
(50 oC, 60 menit)
Gliserol 0.5%
diaduk 5-10 menit
Larutan coating
Pencelupan fillet ikan cakalang (2 menit)
Penyimpanan 24 jam, suhu ruang ±27 oC
Uji : Total Plant Count (TPC)

Gambar 5 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan kitosan dan prosedur
Penelitian Tahap I

Penelitian Tahap II : Kajian Daya Antibakteri Edible Coating Berbahan
Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Tujuan penelitian tahap ini adalah untuk menentukan konsentrasi terbaik
edible coating berbahan ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang. Prosedur
pembuatan larutan edible coating dari ekstrak lemon cina ini sama dengan
pembuatan edible coating berbahan kitosan. Untuk membuat edible coating
dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 10% (10 ml, v/v) ekstrak lemon cina
dicampurkan kedalam 90 ml larutan agar 1% (b/v) dengan menggunakan hot plate
dan magnetic stirer serta bantuan pemanasan pada suhu 50 oC selama 60 menit
sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol dengan konsentrasi 0.5%
(v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan coating sambil terus
diaduk hingga homogen selama 5-10 menit. Metode yang sama dilakukan untuk
membuat edible coating dengan konsentrasi ekstrak lemon cina 20, 30, dan 40%
dengan menambahkan 20, 30, dan 40 ml ekstrak lemon cina kedalam 80, 70, dan
60 ml larutan agar 1%.
Setelah larutan homogen kemudian laruran edible coating dari ekstrak
lemon cina dengan konsentrasi 10, 20, 30, dan 40%, dilakukan pencelupan fillet
ikan cakalang pada masing-masing perlakuan konsentrasi. Pencelupan dilakukan
selama 2 menit dengan 2 kali ulangan. Fillet ikan cakalang yang sudah terlapisi
oleh edible coating kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu ruang (±27 oC).
Setelah 24 jam penyimpanan kemudian dilakukan penentuan TPC (Total Plate
Count) fillet ikan cakalang. Hasil pengukuran konsentrasi terbaik dari Penelitian
Tahap II ini akan digunakan dalam Penelitian Tahap III. Proses pembuatan edible
coating berbahan ekstrak lemon cina dan prosedur Penelitian Tahap II dapat
dilihat pada Gambar 6.
Ekstrak lemon cina
(10, 20, 30, dan 40%)
Penghomogenan & pemanasan
(50 oC, 60 menit)

Agar 1%

Gliserol 0.5%
diaduk 5-10 menit

Larutan coating
Pencelupan fillet ikan cakalang (2 menit)
Penyimpanan 24 jam, suhu ruang ±27 oC
Uji : Total Plant Count (TPC)

Gambar 6 Diagram alir pembuatan edible coating berbahan ekstrak lemon cina
dan prosedur Penelitian Tahap II

Penelitian Tahap III : Aplikasi Edible Coating Berbahan Kitosan dan
Ekstrak Lemon Cina (Citrus mitis) pada Fillet Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Pada Penelitian Tahap ke III dilakukan kombinasi kitosan dan ekstrak
lemon cina dengan menggunakan konsentrasi terbaik dari Penelitian Tahap I dan
Penelitian Tahap II. Kombinasi kitosan yang dipilih adalah konsentrasi 1%,
sementara konsentrasi ekstrak lemon cina adalah 30, 35, dan 40%. Untuk
membuat edible coating dengan konsentrasi kitosan 1% dan ekstrak lemon cina
30%, sebanyak 1 gram kitosan (b/v) dan 30 ml (v/v) ektrask lemon cina
ditambahkan dalam larutan agar 70 ml (b/v) dan asam asetat 1% dengan
menggunanakan hot plate dan magnetic stirer serta bantuan pemanasan pada suhu
50 oC selama 60 menit sampai larutan homogen dan kental. Kemudian gliserol
dengan konsentrasi 0.5% (v/v) ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan
coating sambil terus diaduk hingga homogen selama 5-10 menit. Metode yang
sama dilakukan untuk membuat edible coating dengan kombinasi konsentrasi
kitosan 1% dan konsentrasi ekstrak lemon cina 35%, sebanyak 1 gram (b/v)
kitosan dan 35 ml (v/v) ekstrak lemon cina ditambahkan ke dalam 65 ml larutan
agar (b/v) dan asam asetat 1% dan untuk edible coating dengan kombinasi
konsentrasi kitosan 1% dan ekstrak lemon cina 40%, sebanyak 1 gram (b/v)
kitosan dan 40 ml (v/v) ekstrak lemon cina ditambahkan ke dalam 60 ml larutan
agar (b/v) dan asam asetat 1%.
Fillet ikan cakalang selanjutnya dicelupkan dalam larutan edible coating
berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina. Lama pencelupan adalah 2 menit,
kemudian ditiriskan ±5 menit pada suhu ruang (±27 oC). Pada Penelitian Tahap III
disediakan kontrol, yaitu fillet ikan cakalang yang tidak diberi perlakuan edible
coationg. Fillet ikan cakalang kontrol dan yang diberi perlakuan edible coating
selanjutnya disimpan pada suhu dingin (5 oC) selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari.
Pengamatan dilakukan penyimpanan pada masing-masing periode meliputi nilai
pH, Total Volatile Base (TVB), dan uji Organoleptik, khusus untuk Total Plate
Count (TPC) pengamatan dilakukan setelah penyimpanan pada hari ke 2, 7, 14,
21, dan 28 hari. Proses kombinasi pembuatan edible coating berbahan kitosan dan
ekstrak lemon cina pada fillet ikan cakalang serta prosedur Penelitian Tahap III
dapat dilihat pada Gambar 7.

Ekstrak lemon cina
(30, 35 dan 40%)

Agar 1%

Kitosan
(1%)

Asam asetat 1%

Penghomogenan & pemanasan
(50 oC, 60 menit)

Gliserol 0.5%
diaduk 5-10 menit
Larutan coating

Pencelupan fillet ikan cakalang
(2 menit)
Penyimpaman pada suhu 5 oC
selama 1, 7, 14, 21, dan 28 hari

Analisis :
a. Nilai pH
b. Total Plate Count (TPC)
c. Total Volati Bases (TVB)
d. Uji Organoleptik
Gambar 7 Diagram alir pembuatan kombinasi edible coating berbahan kitosan
dan ekstrak lemon cina serta prosedur Penelitian Tahap III

Parameter Pengamatan
Pengamatan terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah mengamati
konsentrasi terbaik dari kitosan dan ekstrak lemon cina dengan metode TPC
(Total Plate Count). Sendangkan pada tahap kedua adalah mengamati mutu
kombinasi edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lemon cina selama
penyimpanan, meliputi nilai pH, Total Plate Count (TPC), Total Volatile Base
(TVB), dan uji Organoleptik.

Pengukuran pH (AOAC 1995)
Pengukuran nilai pH kitosan dan ekstrak lemon cina dilakukan dengan alat
pH meter. Alat pH meter dikalibrasi te