Mengenai pergaulan yang berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang dapat melekat dan sebagai motivasi bagi seseorang, karena dalam sebuah
contoh, yang terjadi pada saat bencana alam dimana masyarakat pada saat itu merasa mengalami kekurangan dari segala hal, seperti
makanan dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap orang pada saat terjadinya bencana alam, ia melihat orang-orang yang
mengambil atau mencuri barang-barang milik orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, di samping karena adanya ajakan dan dorongan
dari teman-teman yang lain. Dengan hal tersebut maka ia terdorong dalam dirinya ikut melakukan pencurian barang-barang milik orang lain.
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi hidup manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani,
ketenangan lahir dan batin. Lingkungan sosial adalah berupa lingkungan rumah tangga, sekolah, dan lingkungan luar sehari-hari, lingkungan sosial
dan lingkungan masyarakat. Suatu rumah tangga adalah merupakan kelompok lingkungan yang terkecil tapi pengaruhnya terhadap jiwa dan
kelakuan si anak. Karena awal pendidikannya di dapat dari lingkungan ini. Lingkungan alam yang teduh damai di daerah-daerah pedesaan dan
pegunungan yang mana memberikan pengaruh yang menyenangkan, sedangkan daerah kota dan industri yang penuh dan padat, bising, penuh
hiruk pikuk yang memuakkan, mencekam dan menstimulir penduduknya untuk menjadi kanibal kejam, bengis, mendekati kebiadapan.
Selain faktor-faktor tersebut di atas ada satu faktor yang menyebabkan orang melakukan kejahatan yaitu faktor kesombongan moral, yang mana
dalam faktor ini seseorang melakukan kejahatan tanpa memperhatikan disekelilingnya, yang mana dia mau melakukan suatu kejahatan tanpa
memperhatikan keadaan disekelilingnya, asalkan dia mendapatkan apa yang diinginkannya, baik dengan cara baik atau dengan cara jahat dan baik
itu dalam keadaan gempa maupun dalam keadaan yang lain. Maka faktor ini merupakan salah satu dari jenis faktor-faktor yang lain, yang
mempengaruhi orang melakukan kejahatan. D.
Penanggulangan Kejahatan
Dalam hal penanggulangan kejahatan, maka perlu dilakukan usaha-usaha
pencegahan sebelum terjadinya kejahatan serta memperbaiki pelaku yang telah diputuskan bersalah mengenai pengenaan hukuman. Dari usaha-usaha tersebut
sebenarnya yang lebih baik adalah usaha mencegah sebelum terjadinya kejahatan daripada memperbaiki pelaku yang telah melakukan kejahatan.
Menurut Soedjono D mengatakan bahwa dapat dilakukan usaha-usaha sebagai berikut :
“Preventif kejahatan dalam arti luas, meliputi tindakan preventif dan represif. Bertolak pada pemikiran bahwa usaha penanggulangan kejahatan remaja
merupakan langkah utama bagi penanggulangan kejahatan secara umum”.
18
a. Penanggulangan yang terarah harus meliputi tindakan preventif dan rehabilitas
sosial. b.
Usaha penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus meliputi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
1 Sistem dan organisasi kepolisian yang baik;
18
Soejono, D., Penanggulangan Kejahatan Crime Prevention, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 42
2 Peradilan yang objektif;
3 Hukum dan perundang-undangan yang wibawa;
4 Koordinasi antara penegak hukum dan aparat pemerintah yang serasi;
5 Pembinaan organisasi kemasyarakatan;
6 Partisipasi masyarakat;
19
Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnyanya kejahatan. Penanggulangan kejahatan kalau diartikan secara luas akan banyak pihak yang
terlibat didalamnya antara lain adalah pembentuk undang-undang, kejaksaan, pamong praja dan aparat eksekusi serta orang biasa. Hal ini sesuai dengan
pendapat Soejono D. yang merumuskan sebagai berikut: Kejahatan sebagai perbuatan yang sangat merugikan masyarakat dilakukan oleh anggota masyarakat
itu juga, maka masyarakat juga dibebankan kewajiban demi keselamatan dan ketertibannya, masyarakat secara keseluruhan ikut bersama-sama badan yang
berwenang menanggulangi kejahatan.
20
Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara yaitu preventif
mencegah sebelum terjadinya kejahatan dan tindakan represif usaha sesudah terjadinya kejahatan. Berikut ini diuraikan pula masing-masing usaha tersebut:
1. Tindakan Preventif
Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Menurut A. Qirom
Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik
19
Ibid, 1976, hlm. 42
20
Ibid, 1976, hlm. 42
kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.
21
Selanjutnya Bonger berpendapat cara menanggulangi kejahatan yang
terpenting adalah : 1
Preventif kejahatan dalam arti luas, meliputi reformasi dan prevensi dalam arti sempit;
2 Prevensi kejahatan dalam arti sempit meliputi :
a Moralistik yaitu menyebarluaskan sarana-sarana yang dapat
memperteguhkan moral seseorang agar dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat.
b Abalionistik yaitu berusaha mencegah tumbuhnya keinginan kejahatan
dan meniadakan faktor-faktor yang terkenal sebagai penyebab timbulnya kejahatan, Misalnya memperbaiki ekonmi pengangguran,
kelaparan, mempertinggi peradapan, dan lain-lain;
c Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap kejahatan
dengan berusaha menciptakan; Sistem organisasi dan perlengkapan kepolisian yang baik, Sistem peradilan yang objektif dan Hukum
perundang-undangan yang baik.
3 Mencegah kejahatan dengan pengawasan dan patrol yang teratur;
4 Pervensi kenakalan anak-anak sebagai sarana pokok dalam usahah
prevensi kejahatan pada umumnya.
22
2. Tindakan Represif
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana.
23
Tindakan respresif lebih dititikberatkan terhadap orang yang melakukan tindak pidana, yaitu antara lain dengan memberikan hukum pidana yang
setimpal atas perbuatannya. Tindakan ini sebenarnya dapat juga dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara
aparat penegak hukum dalam melakukan penyidikan, penyidikan lanjutan,
21
A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis dan Hukum, Liberti, Yogyakarta, 1985, hlm. 46
22
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hlm. 15
23
Soejono D, Op. Cit, hlm. 32
penuntutan pidana, pemeriksaan di pengadilan, eksekusi dan seterusnya sampai pembinaan narapidana.
Penangulangan kejahatan secara represif ini dilakukan juga dengan tekhnik
rehabilitas, menurut Cressey terdapat dua konsepsi mengenai cara atau tekhnik rehabilitasi, yaitu:
a. Menciptakan sistem program yang bertujuan untuk menghukum penjahat,
sistem ini bersifat memperbaiki antara lain hukuman bersyarat dan hukuman kurungan.
b. Lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah menjadi orang
biasa, selama menjalankan hukuman dicarikan pekerjaan bagi terhukum dan konsultasi psikologis, diberikan kursus keterampilan agar kelak
menyesuaikan diri dengan masyarakat.
24
Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu
usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman pidana terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan
dengan jalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak
lagi menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan. Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1 Sistem dan operasi Kepolisian yang baik.
2 Peradilan yang efektif. 3 Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
4 Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang serasi. 5 Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.
6 Pengawasan dan kesiagaan terhadpa kemungkinan timbulnya kejahatan. 7 Pembinaan organisasi kemasyarakatan.
25
24
Simanjuntak B dan Chairil Ali, Cakrawala Baru Kriminologi, Trasito, Bandung, 1980, hlm. 399.
25
Soedjono, D, Op. Cit, hlm. 45.
Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh Polisi dalam
rangka menanggulangi kejahatan. Berdasarkan uraian di atas maka usaha-usaha untuk menanggulangi dan
mencegah terjadinya kejahatan, maka kepada masyarakat juga di bebankan untuk turut serta bersama-sama aparat penegak hukum guna menanggulangi
kejahatan semaksimal mungkin
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, penulis
melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara empiris guna mendapatkan suatu hasil penelitian benar dan
objektif. a.
Pendekatan Yuridis Normatif merupakan pendekatan dalam arti menelaah kaidah-kaidah dan norma-norma serta aturan-aturan yang berkaitan erat
dengan permasalahan analisis kriminilogi tindak pidana pencurian yang
dilakukan pada saat bencana alam
b. Pendekatan Empiris merupakan pendekatan yang dilakukan dengan mencari,
mengumpulkan data dan mempelajari semua informasi melalui wawancara dengan narasumber yang berhubungan dengan penelitian ini yang nantinya
akan dijadikan bahan untuk skripsi.
B. Sumber dan Jenis Data
1.
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penelitian kepustakaan library research dan penelitian dilapangan field research.
2. Jenis data
Jenis data terdiri dari data sekunder merupakan penelitian hukum kepustakaan dan data primer diperoleh langsung dari lokasi penelitian baik
melalui quesioner maupun melalui wawancara kepada narasumber.
a. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan Library Resarch yang dilakukan dengan melakukan serangkaian kegiatan
terhadap bahan-bahan hukum yang ada dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Data sekunder terdiri dari tiga bahan
hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
1 Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat, dalam hal ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah:
a Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 hasil
Amandemen. b
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana KUHAP.
2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini yaitu bahan
hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer seperti hasil penelitian, petunjuk teknis maupun petunjuk pelaksanaan.
3 Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari media massa, kamus Bahasa Indonesia, dan kamus Hukum maupun data yang
diperoleh dari internet
2. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat dari lapangan field research. Untuk mendapatkan data tersebut peneliti melakukan wawancara
interview, atau menggali informasi dari narasumber yang berkaitan dengan objek penelitian.
C. Penentuan Narasumber
Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini
adalah wawancara terhadap narasumber.
27
Wawancara ini dipandu dengan interview guide yang disusun secara terbuka. Adapun narasumber penelitian yang
diwawancarai adalah: 1.
Badan Penanggulangan Bencara Daerah : 1 orang
2. Penyidik Polresta Bandar Lampung
: 1 orang 3.
Akademisi,Dosen Hukum Universitas Lampung : 1 orang
4. Kriminolog
: 1 orang + Jumlah
: 4 orang
27
Lexy J. Moleong, Metode Riset Peneltiian Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm. 117.