TEKNOLOGI BAHAN
TEKNOLOGI BETON
Sifat Fisik dan Mekanik
Beton, sejak dulu dikenal sebagai material dengan
kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk,
mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku, dan
ekonomis. Agar menghasilkan beton yang sesuai
dengan penggunaannya dan ketepatan pemilihan jenis
bahannya, maka dibutuhkan pengetahuan tentang
material/bahan beserta sifatnya.
Sifat Fisika
Volume, Berat dan Hubungannya
Sifat utama suatu benda adalah berat (W) dan volume (V).
Volume benda terdiri dari volume bagian padat dan
volume bagian tidak padat. Bagian tidak padat berasal dari
volume rongga yang disebut pori-pori (void) baik yang
terisi air (pori terbuka) dan yang tidak terisi air (pori
tertutup).
2
V Vs Vv
V Vs Vov Vcv Vs Vw Va
Vov Vcv
Vv
Porositas benar : P
.100 %
.100 %
V
V
Volume Benda :
Vov
.100 %
P
Porositas tampak : t
V
Vw
.100 %
Derajat Kejenuhan : S
Vv
Vs
d
.100 %
Rapat Massa (faktor mampat) :
V
Berat Benda :
W Ws Ww Wa Ws Ww
W
Berat Volume : V
3
Vv :
Vov :
Vcv :
Vw :
Va :
Vs :
volume pori
volume pori terbuka
volume pori tertutup
volume air
volume udara
volume butir/padat
Wa
Ww
Ws
Wd
:
:
:
:
berat udara
berat air
berat butir/padat
berat butir kering
Ws
Berat Volume Kering : d
V
Berat Volume Jenuh (saturated) :
Wsat
sat
Vsat
W Vv . w
Berat Volume Jenuh Kering Muka
ssd s
(saturated surface dry/SSD) :
V
Ws / Vs
Ws
G
w
w .Vs
Wsat Wd
Wsat Ws
K
.100 %
.100 %
Wd
Ws
Berat Jenis
(specific gravity) :
Daya
Serap Air :
4
Kadar Air :
W Wd
Ww
.100 %
.100 %
w
Wd
Wd
W Ws
w
.100 %
Ws
Koefisien Pelunakan : perbandingan kekuatan bahan
pada saat jenuh air terhadap kekuatan bahan pada saat
kering,
• merupakan indikator ketahanan bahan terhadap air.
• bila nilai koefisien > 0,80 bahan tahan air (water proof).
Pelolosan (Permeability) Air dan Gas : parameter yang
menyatakan kemampuan/kekedapan bahan untuk
melewatkan air atau gas melalui satu satuan luas selapisan bahan. Dipengaruhi oleh porositas, ukuran pori, kadar
air bahan, beda tekanan dan ketebalan bahan.
5
Berat benda merupakan berat bagian padat dan berat
air yang mengisi sebagian atau seluruh pori-pori,
sedang berat udara yang mengisi sisa ruang pori-pori
dianggap nol.
Volume
Vv
Berat
Va
Udara
Wa
Vw
Air
Ww
V
W
Vs
Zat Padat
Ws
Pori Terbuka
Pori Tertutup
6
Penghantaran panas : jumlah panas (kcal/mjam oC) yang
dialirkan melalui 1 m tebal lapisan bahan seluas 1 m 2 selama 1 jam
pada setiap 1o C.
Kapasitas panas : kemampuan bahan untuk menyerap panas
oleh setiap berat bahan untuk menaikkan setiap
bahan.
1 o C temperatur
Ketahan bakar : kemampuan bahan untuk tidak menyala atau sulit
menyala atau mudah menyala ketika dibakar.
Ketahanan terhadap api (fire proof) : ketahanan bahan untuk
melebur pada suatu tingkat suhu. Katagori sebagai bahan tahan api :
• tinggi jika tidak melebur pada suhu sampai 1580 o C
• sedang jika melebur pada suhu 1350o C – 1580o C dan
• rendah jika melebur pada suhu di bawah 1350 o C.
Keawetan : keawetan bahan merupakan kemampuan untuk bertahan/tidak rusak akibat pengaruh kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, zat asam, atau zat lainnya atau juga rayap dan lain-lain).
7
Sifat Mekanik : adalah respon suatu benda terhadap gangguan
berupa gaya dari luar. penting dalam bidang teknik sipil, dapat dibagi
dalam dua katagori, yaitu
• tegangan (stress) : merupakan respon dalam bentuk gaya dalam,
• deformasi yang merupakan respon berupa perubahan bentuk.
Tegangan
Tegangan Aksial (Axial Stresses) : adalah tegangan pada suatu
elemen struktur dengan arah sejajar dengan sumbu memanjang
(aksial) elemen
b
h
P
R=P
P
R P
b.h A
8
Tegangan Lentur (Bending Stresses) : adalah tegangan pada
elemen struktur yang muncul/timbul akibat adanya lenturan/momen
lentur, momen lentur disebabkan oleh beban-beban tegak lurus sumbu memanjang elemen yang bekerja, dimana serat atas mengalami
tekan dan serat bawah mengalami tarik.
1
1 1
D T . h .b. bh
2 2
4
M.y
1 bh3
1 bh 2
I
M
6
M. 1 h
2
12
9
Tegangan Geser/Lintang (Shear Stresses) : tegangan yang bekerja
┴ sumbu memanjang elemen. Umumnya tegangan geser terbesar
berada pada garis netral kemudian mengecil dan akhirnya nol pada
serat tampang terjauh/tepi penampang.
Tegangan Geser Puntir (Torsional Stresses) : tegangan yang timbul
akibat terpuntirnya/terputarnya elemen terhadap sumbu memanjang.
T : Momen Torsi
r : Jari-jari
: Inertia Polar
10
Deformasi/Perubahan Bentuk
Suatu bahan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) akibat
dikenai beban. Perubahan bentuk dapat bersifat menetap atau
sementara, karenanya mekanisme deformasi dibedakan dalam :
• Deformasi Elastis, merupakan jenis perubahan bentuk yang akan
hilang (kembali kebentuk semula) ketika beban ditiadakan.
• Deformasi Plastis, merupakan jenis perubahan bentuk yang tetap
ada meskipun sudah tidak dibebani/beban dihilangkan
Deformasi pada suatu benda, yang jika dikaitkan dengan dimensi
benda, disebut dengan regangan (strain), diekspresikan dalam
perbandingan perubahan dimensi terhadap dimensi awal dan menurut
arahnya terbagi dalam jenis :
• regangan aksial/transversal/lateral,
• regangan geser (shear Strain)
• regangan rotasi (Rotational Strain)
11
V
d
L
b
h
y
z
LbG h
L
b
h
Bahan Isotropik : bahan yang mempunyai regangan yang sama
untuk semua arah. x y z
x
Kekuatan (Strength) : ukuran besarnya gaya yang dapat ditahan
sampai saat bahan mengalami kerusakan.
Ketangguhan (Toughness) : besarnya energi yang dapat diserap oleh
suatu benda sampai saat mengalami kerusakan.
Kekerasan (Hardness) : ketahanan benda terhadap penetrasi pada
permukaannya dipresentasikan dengan luasan daerah lekukan
penetrasi (Bilangan Kekerasan Brinell/BKB) atau Kedalaman
Penetrasi (Kekerasan Rockwell).
12
Keuletan (Ductility) : kemampuan suatu bahan untuk mengalami
perubahan bentuk (secara bolak balik) sambil mempertahankan
sebagian kekuatannya.
Relaksasi : peristiwa semakin berkurangnya (secara bertahap)
tegangan intern bahan pada saat menerima peregangan secara
tetap.
Histeresa : peristiwa tertinggalnya respon regangan dari pada
respon tegangan pada saat menerima pembebanan bolak-balik.
Rayapan (Creep) : peristiwa bertambahnya regangan plastis suatu
bahan yang mengalami tegangan tetap yang besar dalam jangka
waktu yang lama pada temperatur tertentu.
Hubungan Tegangan dan Regangan
Tegangan (stress) merupakan respon dalam bentuk gaya dalam dan
deformasi yang merupakan respon perubahan bentuk, terjadi akibat
suatu benda dikenai beban.
Hubungan antara tegangan dan regangan umumnya disajikan dalam
bentuk grafik (diagram) yang dibentuk dari sekumpulan data hasil uji
laboratorium, baik uji tarik ataupun uji tekan.
13
Dari diagram tegangan-regangan, dapat diketahui perilaku mekanika yang dapat dijadikan sebagai parameter karakteristik yang berkaitan dengan kekuatan (menahan beban) dan ketahanan (menahan perubahan bentuk) suatu bahan.
Diagram tegangan-regangan pengujian pembebanan tarik baja memiliki bagian-bagian yang lengkap, dapat menjelaskan perilaku bahan
berkenaan dengan interaksi antara tegangan dengan regangan.
Diagram ini terdiri dari segmen-segmen daerah elastis, plastis,
perkuatan regangan dan konstraksi luasan tampang, sehingga
dapat menjelaskan perilaku suatu bahan
14
Daerah Elastis dan Batas
Sebanding.
Daerah elastis (0 – a) :
daerah dimana akibat pertambahan beban, mengakibatkan
pertambahan tegangan (σ)
juga menyebabkan pertambahan regangan (ε), dimana
hubungan σ dan ε linier
(garis kurva relatif lurus).
Juga bila beban dikurangi
berakibat tegangan berkurang
dan ternyata regangan juga
berkurang, sehingga
membentuk kurva turun yang
berakhir kembali dititik 0 bila
beban dihilangkan sama
sekali. Lintasan kurva turun
sama dengan lintasan kurva
naik bila beban sampai batas
elastis..
15
Kemungkinan lain, kondisi tegangan dan regangan bertambah
sehingga membentuk kurva naik sampai titik 2, dan bila tegangan dan
regangan berkurang, lintasan kurva turun tidak selintasan kurva naik
dan tidak berakhir di titik 0, disebut elastis sebagian/tidak sempurna,
kondisi ini memberikan regangan-sisa.
Bahan dengan perilaku elastis memberikan hubungan tegangan dan
regangan yang linier disebut elastis linear, jika hubungan tersebut
tidak linier maka disebut elastis non-linier. Kebanyakkan bahan
padat bersifat elastis linier.
Hubungan linier antara tegangan dengan regangan ini sangat penting,
terutama untuk menentukan nilai Modulus Elastisitas/Modulus
Young (E) dan Modulus Kenyal. Nilai Modulus Elastisitas tergantung
kemiringan kurva tegangan-regangan pada daerah linier, dan menurut
Hukum Hooke dinyatakan :
f
E
atau
f .E
P
f
A
L
L
16
Tegangan dan regangan pada akhir dari garis linier disebut batas
sebanding σp dan εp. Luas daerah dibawah garis sebanding (daerah
diarsir) disebut Modulus kenyal, secara numeris dinyatakan
1
Modulus kenyal = 2 .p .p
Tegangan dan regangan pada akhir daerah elastis disebut batas
elastis (σe dan εe) yang terletak sedikit diatas batas sebanding,
atau di awal kurva mulai melengkung. Sesungguhnya batas elastis
sulit ditetapkan, dan umumnya batas ini didekati dengan membuat
garis sejajar bagian kurva yang linier, yang memotong kurva dan
ditarik dari regangan 0,2 %
17
Daerah Pelelehan atau Plastis Sempurna
Sedikit melewati batas elastis terdapat suatu titik yang disebut
titik/batas leleh (yield point), sebagai awal dari kondisi dimana
bahan mulai mengalami pertambahan regangan tanpa adanya
pertambahan tegangan (daerah pelelehan atau plastis sempurna).
Deformasi bahan yang terjadi pada daerah ini merupakan
regangan permanen atau menetap (plastis). Daerah ini juga
diawali oleh bagian kurva yang naik turun tak beraturan, kemudian
akan mendatar (disebut yield plateau) dan berakhir pada titik
dimana kurva akan menanjak kembali.
Nilai tegangan pada garis
mendatar disebut tegangan
leleh (σy) yang digunakan
dalam perhitungan analisis
dan perencanaan. Tetapi
pada kurva dimana yield
plateau tidak terlihat dengan
jelas, digunakan nilai lain,
yaitu nilai σ0,2
18
Daerah perkuatan Regangan (strain hardening) &
Konstraksi Luas Tampang
Daerah ini berupa kurva cembung dengan titik puncaknya adalah
tegangan maksimum (kuat ultimit) dan berakhir pada titik putus
(benda uji tarik putus) dengan nilai tegangan disebut tegangan
putus/patah (fracture).
Setelah daerah pelelehan, tegangan meningkat yang disebut strain
hardening, kemudian diikuti terjadinya pengecilan penampang
(konstraksi luasan penampang), lalu benda uji (tarik) putus.
Jika pada daerah konstraksi
luasan tampang, tegangan
dihitung berdasarkan luasan
tampang yang mengecil
(bukan luasan tampang
awal), maka kurva akan
tergambar sebagai garis
putus-putus.
19
Sifat Kimiawi
Menurut SK-SNI-T15-1991-03, Beton dibuat dengan mencampur
Semen Portland (PC), Air dan Agregat, dengan atau tanpa bahan
tambah (admixture) dalam perbandingan tertentu.
Bahan tambah (admixture) dapat berupa bahan kimia, serat, ataupun
bahan buangan non-kimia.
Campuran beton pada awalnya berbentuk plastis, jika dituang dalam
cetakan dan kemudian dibiarkan akan mengeras seperti batuan.
Pengerasan terjadi karena peristiwa kimia PC dengan air (hidrasi)
dan dalam kurun waktu yang cukup panjang, sehingga beton akan
selalu bertambah keras sesuai dengan pertambahan umurnya.
Batu tiruan ini cukup padat, rongga-rongga antara butiran besar
(agregat kasar/krikil/batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih halus
(agregat halus/pasir). Sedang pori-pori antara agregat halus diisi oleh
pasta semen (yang terbentuk oleh campuran PC dan air).
Tugas utama pasta semen adalah sebagai perekat/pengikat antara
butiran, sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat
dan terbentuklah suatu massa padat yang kompak.
21
Bahan Aktif
Semen
Air
Perekat
Bahan Pasif / Pengisi
Pasir
Pasta Semen
Mortal
Beton
Kerikil
Kekuatan, keawetan
dan sifat-sifat beton
yang lain dipengaruhi
oleh sifat-sifat bahan
dasar pembentuknya,
perbandingan campuran, cara pengadukan,
cara pengerjaan selama pengecoran beton,
cara pemadatan dan
perawatan selama
proses pengerasan.
Kelebihan utama beton adalah mempunyai Kuat Tekan yang tinggi,
sedangkan kekurangan beton adalah kuat tariknya rendah (hanya 9 –
15% kuat tekannya). Oleh sebab itu, pada bagian elemen struktur yang
mengalami tarik diperkuat dengan memberi baja-tulangan, sehingga
terbentuk suatu bahan struktur komposit disebut beton-bertulang.
Beton tanpa tulangan disebut beton polos (plain concrete).
22
Membuat beton tidaklah hanya sekedar mencampur bahan-bahan
dasar pembentuknya, tetapi untuk mendapatkan beton dengan
kualitas yang baik, yang memenuhi persyaratan yang ketat, karena
tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan/dilakukan
dengan seksama sesuai SNI 03-2834-1993, Tata Cara Pembuatan
Rencana Campuran Beton Normal dan SNI 03-3976-1995, Tata Cara
Pengadukan Pengecoran Beton.
Beton segar (fresh concrete) yang baik ialah beton segar yang dapat
diaduk, diangkut, dituang dalam cetakan dan dapat dipadatkan, serta
tidak cenderung terjadi segregasi (pemisahan butiran dari adukan)
maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan).
Beton (beton keras/hardened concrete) yang baik ialah beton yang
kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan perubahan volume/
kembang susut kecil.
23
Semen Portland (PC)
Semen portland atau Portland Cement (PC) atau semen hidraulis
merupakan bahan ikat yang banyak dipergunakan dalam
pembangunan fisik.
Nama Portland Cement diusulkan oleh Joseph Aspdin tahun 1824,
karena berbentuk butiran yang berasal dari pulau Portland, Inggris.
Produksi PC secara pabrikasi pertama kali dilakukan oleh David
Saylor di Coplay, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 1875.
Semen portland disebut juga semen hidraulis karena kemampuannya mengikat/bereaksi dengan air dan mengeras didalam air.
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat, selain itu
untuk mengisi rongga-rongga antar agregat sehingga menjadi suatu
massa padat/kompak, walaupun jumlah semen hanya ± 10% volume
beton.
24
25
1. Sifat-Sifat Semen Portland
Semen diperoleh dengan membakar secara bersama, suatu campuran yang terdiri dari calcareous (mengandung kalsium karbonat atau
batu gamping) dan argillaceous (mengandung alumina) dengan
perbandingan tertentu.
Kandungan semen portland adalah kapur, silika dan alumina.
Ketiganya dicampur dengan perbandingan tertentu dan dibakar pada
suhu 1550o C sehingga menjadi klinker. Kemudian didinginkan, lalu
di giling sampai halus, dimasukkan ke dalam kantong-kantong
semen dengan berat 40 kg atau 50 kg. Butir-butir yang halus dari
semen memiliki sifat adhesif maupun kohesif.
Pembuatan Klinker :
proses kering : bahan-bahan dasar dicampur dan dikeringkan,
kemudian digiling menjadi bubuk kasar, lalu dibakar dalam tanur
tinggi
proses basah : bahan-bahan dasar dicampurkan dengan air dan
digiling sampai halus, berupa bubur halur, lalu dibakar dalam tanur
tinggi
26
Semen Portland
Saat penggilingan klinker, ditambahkan sekitar 2 - 4% gips atau kalsium
sulfat (CaSO4) yang berfungsi sebagi pengontrol waktu ikat. Bahan
tambah lain juga dapat diberikan untuk membentuk semen khusus.
a. Susunan Kimia
Bahan dasar semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama
mengandung kapur, silika dan alumina, serta oksida besi.
Tabel : Unsur Kimia Semen Biasa
Oksida
Persentase
Kapur CaO
60 – 65
Silika SiO2
17 - 25
Alumina Al2O3
3-8
Besi Fe2O3
0,5 - 6
Magnesia MgO
0,5 - 4
Sulfur SO3
Soda / potash Na2O + K2O
1-2
0,5 - 1
Dalam produksi
semen, oksida-oksida
berinteraksi satu
dengan yang lain,
sehingga terjadi
perubahan susunan
kimia yang komplek.
Pada dasarnya
terdapat 4 unsur yang
paling penting, yaitu :
27
Semen Portland
1.
2.
3.
4.
Trikalsium Silikat
Dikalsium Silikat
Trikalsium Aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
disingkat
disingkat
disingkat
disingkat
C3S
C2S
C3A
C4AF
C3S dan C2S, keduanya 70–80% dari semen, merupakan unsur yang
paling dominan dalam memberikan sifat semen. Jika semen terkena air,
C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas, berpengaruh terhadap
proses pengerasan semen terutama pada 14 hari pertama. Sedangkan
C2S bereaksi lebih lambat dengan air, pengaruhnya setelah 7 hari dan
memberikan kekuatan akhir, serta membuat semen tahan terhadap
serangan kimia (chemical attack) dan mengurangi susut pengeringan.
C3S membutuhkan air ± 24% dan C2S membutuhkan air ± 21% beratnya untuk terjadinya reaksi kimia/hidrasi. Saat hidrasi C3S membebaskan kalsium hidroksida hampir 3 kali lebih banyak dari yang dilepaskan
C2S.
28
Semen Portland
Bila prosentase C3S lebih tinggi akan menghasilkan proses pengerasan
awal cepat yang membentuk kekuatan awalnya, disertai panas hidrasi
yang tinggi. Sedang jika prosentasi C2S yang lebih tinggi, mengakibatkan proses pengerasan yang lambat, panas hidrasi yang lebih rendah,
tetapi ketahanan serang kimia lebih baik.
C3A berhidrasi secara exothermic dan bereaksi sangat cepat, serta
memberikan kekuatan setelah 24 jam. Kebutuhan air untuk reaksi C 3A ±
40% beratnya. Tetapi karena jumlah unsur ini sedikit, pengaruhnya
terhadap jumlah air keseluruhan kecil.
Unsur ini sangat mempengaruhi panas hidrasi (menjadi makin tinggi),
baik pada pengerasan awal ataupun pengerasan selanjutnya dalam
kurun waktu yang lama.
Bila semen mengandung C3A > 10% akan kurang ketahanannya
terhadap asam sulfat (SO4), karena itu untuk semen tahan sulfat
kandungan unsur ini harus ≤ 5%. Semen yang terkena asam sulphat
didalam air atau tanah, disebabkan keluarnya C3A yang bereaksi
dengan sulfat, akan mengembang sehingga terjadi retak-retak pada
betonnya.
29
Semen Portland
Unsur C4AF kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan
semen atau betonnya.
Senyawa Kimia
C3S
C2S
C3A
40% 30% 11% 11%
Cepat
Keras
50% 21% 9%
Tahan
Sulfat
50
40
9%
C
2
30
S
20
25% 45% 6%
14%
C3A
40% 40% 2%
C = CaO : S = SiO2
A = Al2O3 : F = Fe2O3
Semen Portland
60
C4AF
Normal
Panas
Rendah
C3 S
9%
10
C 4 AF
0
0
20
40
60
80
100
Umur (hari)
Hubungan Umur dan
Kuat Tekan Unsur-unsur Utama Semen
(Mindess, 1981)
30
Kuat Tekan (MPa)
Jenis
Semen
70
b. Hidrasi Semen
Jika semen bersentuhan dengan air, maka terjadilah proses hidrasi,
baik arah ke luar maupun ke dalam. Hasil hidrasi mengendap di bagian
luar, dan inti semen yang belum terhidrasi di bagian dalam secara
bertahap terhidrasi sehingga volumenya mengecil. Reaksi tersebut
berjalan lambat, sekitar 2 – 5 jam (disebut periode induksi atau tak aktif),
sebelum terjadi percepatan setelah kulit permukaan pecah.
Pada tahap hidrasi berikutnya, pasta semen terdiri dari gel (berbentuk
butiran sangat halus dan luas permukaan yang sangat besar) dan sisasisa semen yang tidak bereaksi, kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan air,
serta beberapa senyawa lain.
Kristal-kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk suatu
rangkaian tiga dimensi yang saling melekat secara random, lalu mengisi
ruangan yang mula-mula ditempati air, menjadi kaku dan mengeras
menjadi benda padat dan kuat, serta memiliki struktur berpori, ukuran
pori mulai dari 4.10-4 mm sampai yang lebih besar, yang disebut poripori gel. Pori-pori pada pasta semen yang telah mengeras mungkin
saling berhubungan (kapiler), mungkin juga tidak.
31
Semen Portland
Setelah hidrasi berlangsung (pasta semen sudah mengeras), endapan hasil hidrasi pada permukaan butiran semen mengakibatkan difusi
air kebagian dalam butir semen yang belum berhidrasi semakin sulit,
sehingga laju hidrasi semakin lambat.
Proses hidrasi sangat kompleks, tidak semua reaksi yang terjadi
dapat diketahui. Untuk reaksi hidrasi unsur C2S dan C3S sbb.
2 C3S + 6 H2O (C3S2H3) + 3 Ca(OH)2
2 C2S + 4 H2O (C3S2H3) + Ca(OH)2
C3A + Air
C A H + panas tinggi
C4AF + gypsum + Air ettringite (menunda pengerasan)
Hasil utama proses ini adalah C3S2H3 yang disebut Tobermorite yang
berbentuk gel. Terdapat juga beberapa butir yang bersifat seperti
kristal didalam tobermorite. Karena proses hidrasi butir-butir semen
berlangsung sangat lambat, penambahan air bila dimungkinkan
masih diperlukan oleh bagian dalam butir-butir semen (terutama
semen yang berbutir besar) untuk menyempurnakan proses hidrasi.
Penelitian terhadap silinder beton, menunjukkan beton masih
meningkat kekuatannya paling tidak untuk jangka waktu 50 tahun.
32
Semen Portland
c. Kekuatan Pasta Semen :
Kekuatan semen yang sudah mengeras tergantung pada jumlah air
yang dipakai waktu proses hidrasi. Jumlah air yang digunakan untuk
proses hidrasi ± 25% berat semen. Penambahan jumlah air akan
mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air dari yang
dipergunakan untuk proses hidrasi semen umumnya memang
diperlukan pada pembuatan beton, agar adukan tercampur dengan
baik, diangkut dengan mudah, dan dapat dicetak dan dipadatkan
dengan baik (tidak keropos).
Hendaknya selalu diusahakan jumlah air sesedikit mungkin, agar poripori sedikit sehingga kuat tekan beton tinggi, kelebihan air mengakibatkan pasta semen (beton) kekuatannya berkurang dan porous.
Pada beton dikenal suatu nilai yang menunjukkan jumlah air yang
diberikan pada beton, yaitu nilai faktor air semen (fas), berat air
dibagi berat semen, pada beton normal nilai fas = 0,40 – 0,65.
d. Sifat Fisik Semen.
Sifat-sifat fisik semen yang penting adalah :
Semen Portland
33
Kehalusan Butir (fineness) : reaksi semen dengan air dimulai dari
permukaan butir semen, sehingga makin makin kecil butir-butir
semen (jumlah luas permukaan makin besar), makin cepat proses
hidrasinya. Berarti semen yang halus akan cepat menjadi kuat dan
meningkatkan kohesi pada beton segar, dapat mengurangi
bleeding, tetapi cenderung terjadi susut lebih besar dan mudah
terjadinya retak susut.
Menurut SII 0013-81, > 90% berat semen harus lolos ayakan
lubang 0,09 mm, namun jika butir semen telalu halus, menyebabkan terjadinya hidrasi awal karena kelembaban udara.
Waktu Ikat (setting time) : semen jika dicampur air akan menjadi
bubur yang plastis, secara bertahap sifat plastis ini berkurang dan
menjadi keras. Waktu dari pencampuran semen dan air sampai saat
kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal (initial
setting time), dan waktu sampai pasta semen menjadi massa yang
keras disebut waktu ikat akhir (final setting time).
Waktu ikat awal > 60 menit, dan waktu ikat akhir < 480 menit.
34
Semen Portland
Panas Hidrasi. Silika dan Alumina dalam semen akan bereaksi dgn
air dan menjadi media perekat, memadat, dan membentuk massa
yang keras. Reaksi ini disebut hidrasi dan bersifat eksotermis dan
mengeluarkan panas ± 110 kalori/gram.
Pada pembetonan dengan massa besar, dapat terjadi perbedaan
temperatur antara bagian luar dan dalam cukup besar yang dapat
menyebabkan retak cukup besar. Pada daerah dingin, panas hidrasi
tinggi menguntungkan karena mencegah air membeku dalam beton.
Panas hidrasi didifinisikan sebagai kualitas panas dalam kalori/gram
pada semen yang terhidrasi, waktu berlangsungnya dihitung sampai
proses hidrasi berlangsung sempurna pada temperatur tertentu.
Panas hidrasi dipengaruhi ketinggian temperatur. Untuk PC biasa
panas hidrasi bervariasi antara 37 kalori/gram pada 5 oC sampai 80
kalori/gram pada 40o C, dan ± 60% dari panas total dibebaskan pada
1 - 3 hari pertama, ± 80% sampai hari ke tujuh, dan sekitar 90 – 95%
dalam jangka waktu 6 bulan. Laju hidrasi dan peningkat panas juga
dipengaruhi oleh peningkatan kehalusan butir semen, walaupun
kuantitas total panas tidak dipengaruhi oleh kehalusan butir tersebut.
Semen Portland
35
Berat Jenis. Umumnya berat jenis semen adalah 3,15 dan berat
jenis ini dipergunakan dalam perencanaan campuran beton.
e. Sifat Kimia Semen
Kesegaran Semen. Kehilangan berat merupakan ukuran kesegaran
semen, terjadi karena kelembaban (mengakibatkan pre-hidrasi
semen) dan adanya karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau
magnesium yang menguap. Hidroksida dan karbon dari kapur serta
magnesium bukan merupakan unsur perekat, tetapi unsur pengisi,
semakin sedikit kehilangan berat berarti makin sedikit unsur pengisi,
berarti semen semakin baik.
Sisa yang Tidak Larut. Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah
bagian yang tidak aktif dari semen. Semakin sedikit sisanya, maka
semakin baik semennya. Nilai sisa bahan tidak larut < 1,50%.
Semen Portland
36
2. Jenis-jenis Semen Portland
Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang
disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
kekuatan awal yang tinggi
Jenis IV: Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
panas hidrasi rendah
Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
Jenis
Semen
Kandungan Kimia (%)
C3S
C2S
C3A
C4AF
CaSO4
CaO
MgO
Jenis I
49
25
12
8
2,9
0,8
2,4
Jenis II
46
29
6
12
2,8
0,6
3
Jenis III
56
15
12
8
3,9
1,4
2,6
Jenis IV
30
46
5
13
2,9
0,3
2,7
Jenis V
43
36
4
12
2,7
0,4
1,6
Semen Portland
37
Jenis I, digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II, relatif sedikit melepaskan panas, di gunakan untuk struktur
besar, untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus menerus
berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau pondasi yang
tertanam di dalam tanah yang mengandung air agresif, saluran air
buangan dan bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.
Jenis III, mengandung kadar C3A dan C3S yang tinggi dan butirannya
sangat halus, cepat mengalami hidrasi, sehingga mencapai kekuatan
awal tinggi dalam umur 3 hari. Jenis ini dipergunakan pada daerah
dingin, terutama daerah yang mempunyai musim dingin.
Jenis IV, merupakan semen dengan panas hidrasi rendah, dimana
kadar C3S ≤ 35% dan C3A ≤ 5%. Dipergunakan untuk pembetonan
yang besar dan masif, seperti bendung, pondasi berukuran besar, dll.
Jenis V, merupakan semen tahan sulfat, digunakan untuk bangunan
yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan
yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif dan yang
berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat yang tinggi.
38
Semen Portland
Semen Portland Puzolan (PPC), adalah campuran semen portland
dengan pozolan. Kandungan PC 85 – 60% dan puzolan 15 – 40%
berat total campuran, dan puzolan mengandung (silika atau silika
dan alumina) SiO2 + Al2O3 + F2O3 minimum 70%.
PPC menghasilkan panas hidrasi yang lebih rendah dari pada PC ,
mempunyai ketahan yang tinggi terhadap agresi sulfat, tetapi
kecepatan pertambahan kekuatan relatif rendah, lebih workable
dibanding PC pada nilai slump yang sama. Kuat tekan setara PC
pada umur 28 hari baru tercapai pada umur 90 hari.
Puzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen,
tetapi dalam bentuknya yang halus dan adanya air, senyawa
tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida
pada suhu biasa, membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat
seperti semen (kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat)
SPP jenis A : dapat digunakan untuk berbagai adukan beton,
bersifat tahan sulfat sedang dan panas hidrasi sedang.
SPP jenis B : dapat digunakan untuk pembuatan adukan beton
yang tidak mensyaratkan kekuatan awal tinggi, tahan sulfat sedang
dan panas hidrasi rendah.
39
Semen Portland
3. Penyimpanan Semen
Semen dapat dijaga mutunya dalam jangka waktu tidak terbatas, asalkan tidak tersentuh uap air. Semen yang berhubungan dengan udara
akan menyerap air secara perlahan yang dapat merusak semen.
Penyerapan 1-2% air tidak terlalu mempengaruhi kualitas semen,
tetapi dapat memperlambat proses pengerasan dan mengurangi
kekuatan. Jika semen diletakkan langsung diatas tanah akan lebih
reaktif, semen lebih cepat menyerap uap air dari kelembaban
sekeliling.
Semen curah disimpan dalam silo/kontainer penyimpanan dari baja
atau beton. Umumnya hanya bagian luar setebal ± 5 cm yang
mengeras (penyimpanan cukup lama), harus dibuang.
Semen dalam kantong dapat juga disimpan dengan aman untuk
beberapa waktu, diletakkan diatas lembaran alas yang kedap air,
dinding dan lantai tidak porous, jarak bebas terhadap lantai ± 30 cm
dan jarak bebas dengan dinding ± 50 cm, serta jendela ditutup rapat.
Tinggi timbunan tidak lebih dari 200 cm, agar kantong tidak pecah.
Sekali semen disimpan harus tidak boleh diganggu sampai semen
akan dipergunakan.
40
Semen Portland
Agregat
Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar
atau beton. Karena volume agregat pada beton ± 70% volume beton,
agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/beton, serta
memberikan kekuatan pada beton, sehingga kualitas agregat sangat
mempengaruhi mutu beton yang akan dihasilkan.
Ukuran butir > 40 mm disebut batu
Ukuran butir 4,80 – 40,00 mm disebut Agregat Kasar/Kerikil/Split
Ukuran butir ≤ 4,80 mm Agregat Halus/Pasir
Agregat dengan ukuran butir < 1,20 mm sering disebut Pasir Halus,
sedang jika ukuran butir < 0,075 mm disebut Silt (lumpur), dan
disebut Clay (lempung) bila ukuran butirnya < 0,002 mm.
Agregat yang dipergunakan untuk mendapatkan beton dengan
kualitas baik, paling sedikit mempunyai dua kelompok ukuran, yaitu
kelompok agregat halus (ukuran butir ≤ 4,50 mm) dan kelompok
agegat kasar (ukuran butir > 4,50 mm), serta ukuran maksimum
umumnya 40 mm.
Agregat
41
1. Fungsi Agregat (pada beton)
Agregat Kasar/Kerikil/Split
a. Bahan pengisi, ± 70% volume beton
b. Memberikan stabilitas volume dan
keawetan
c. Memberikan kekuatan
Agregat Halus/Pasir
a. Memberikan sifat dapat dikerjakan dan
keseragaman campuran
b. Membantu semen dalam merekatkan
agregar kasar
c. Mencegah terjadinya segregasi pasta
semen dengan agregat kasar
2. Klasifikasi Agregat
Klasifikasi agregat menurut asal agregat, bentuk, tekstur, dll.,
seperti gambar berikut ini.
Agregat
42
KLASIFIKASI AGREGAT
Geologikal
Alami
Buatan
Bentuk
Tekstur
Bulat
Kasar
Bulat
Sebagian
Agak
Kasar
Pipih
Tak
Beraturan
Panjang
Agak
Licin
Berat
Ukuran
Ringan
Halus
BJ < 2,0
< 4,8 mm
Normal
Kasar
BJ 2,5 – 2,7
4,8 – 40 mm
Berat
Batu
BJ > 2,8
> 40 mm
Licin
Bersudut
Agregat
43
a. Geologikal
Agregat diperoleh dari :
• sumber daya alam (agregat alami) yang telah mengalami
pengecilan ukuran secara/oleh proses alam ataupun mekanis
(pemecahan batu dan dihaluskan),
• agregat buatan dengan meniru sifat agregat alam ataupun memanfaatkan limbah mineral atau hasil sampingan suatu proses.
Agregat alami dapat digolongkan menjadi
1. Agregat Galian (pasir/kerikil)
• diperoleh langsung dari permukaan atau dengan cara menggali
terlebih dahulu
• Umumnya berbutir tajam, bersudut dan berpori
• Bebas dari garam, tetapi umumnya tercampur dengan kotoran
tanah/lumpur sehingga harus dicuci terlebih dahulu
2. Agregat Sungai (pasir/kerikil)
• Diperoleh langsung dari dasar sungai
• Umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan.
Agregat
44
3. Agregat Laut (pasir)
• Diambil dari pantai
• Butir-butirnya bulat akibat proses gesekan dan halus
• Merupakan pasir yang paling jelek karena mengandung garamgaraman yang menyerap air dari udara, sehingga selalu agak
basah, dan menyebabkan mengembang setelah menjadi eleman
bangunan
Agregat pecah (pasir atau kerikil/split) didapat dari memecah batu
menjadi ukuran yang diingini, dengan cara meledakkan, memecah,
menggiling dan menyaring (stone crusher)
Berdasar terbentuknya/proses geologi, agregat alami dikelompokkan
menjadi agregat beku, metamorf dan sedimen.
Agregat Beku (agregat magma) terbentuk oleh proses pembekuan
magma dibawah permukaan bumi (instrusif) atau pembekuan magma
yang keluar akibat letusan gunung berapi (ekstrusif).
Batuan sedimen atau batuan endapat terbentuk karena mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk suatu lapisan
endapan bahan padat yang secara fisik diendapkan oleh angin, air
atau es.
Agregat
45
Batuan Metamorf terbentuk karena proses metamorfosis, yaitu
perubahan yang dialami oleh batuan karena perubahan temperatur
dan tekanan, umumnya peningkatan temperatur dan tekanan akan
memperbesar butiran yang terbentuk. Proses metamorfosis dibedakan menjadi : Metamorfosis Regional, yaitu perubahan bentuk
dalam skala besar yang dialami batuan di dalam kulit bumi yang lebih
dalam sebagai akibat terbentuknya pegunungan; Metamorfosis
Kontak, yaitu perubahan bentuk akibat intrupsi magma panas
disekitarnya.
Ageregat Buatan/Tiruan dapat berupa :
Pecahan batu bata/genteng
Tanah liat bakar, dibuat dengan ukuran butir 5 – 20 mm, dibakar dan
diperoleh agregat yang keras, ringan dan berpori. Resapan air
8 – 20%, BJ beton dengan agregat ini ± 1,90.
Limbah/buangan dari suatu proses, seperti
• Agregat Abu Terbang (sintered fly-ash aggregate) yang diperoleh
dari pemanasan abu terbang (fly-ash) sampai meleleh dan setelah
mengeras kembali berbentuk butiran seperti kerikil.
• Terak tanur tinggi (blast furnace slags), dll
Agregat
46
b. Bentuk Butir Agregat
Bentuk butir (dan tekstur permukaan) agregat belum terdefinisi dengan
jelas, sulit diukur, serta pengaruhnya terhadap beton juga sulit diperiksa
dengan teliti. Bentuk butir agregat lebih berpengaruh pada beton segar
(mobilitas dan daya rekat) dari beton keras.
Bentuk agregat tergantung pada kebulatan dan sperikal :
Kebulatan (kebulatan atau ketajaman sudut)
Sifat yang dimiliki butir yang
tergantung pada ketajaman
relatif sudut dan ujung butir
Didifinisikan secara numeris,
sebagai rasio antara jari-jari
rata-rata sudut lengkung
ujung atau sudut butir terhadap jari-jari maksimum
lengkung salah satu
ujungnya.
Agregat
47
Sperikal
Sifat yang tergantung pada rasio luas bidang permukaan dan
volume butir.
Nilai rasio berhubungan dengan panjang ketiga sumbu pokok
butir :
• Bulat, ketiga sumbu relatif sama panjang
• Panjang, dua sumbu pokok amat pendek dibanding
sumbu ketiga
• Pipih, dua sumbu pokok amat panjang dibanding sumbu
ketiga.
Secara Numeris :
d
Angka Sperikal
a
atau
angka Sperikal 3
b.c
a2
d : diameter ekivalen bulatan dengan volume yang sama dengan butiran
a, b dan c adalah panjang sumbu-sumbu pokok butiran dimana a > b > c.
Agregat
48
Agregat Bulat
Menghasilkan tumpukan butir yang erat bila dikonsolidasikan, lebih sedikit
membutuhkan pasta semen pada tingkat kemudahan pekerjaan yang sama
(perpindahan butir lebih mudah pada beton segar) dibanding butir pipih,
panjang, atau bersudut/tajam
Rongga udara minimum 33%, angka sperikal (rasio luas permukaan dan
volume) kecil, sehingga kebutuhan pasta semen lebih sedikit
Ikatan antar butir-butirnya kurang kuat/lekatan lemah, tidak cocok untuk
beton mutu tinggi atau perkerasan jalan.
Agregat Bulat Sebagian
Mempunyai rongga 35 – 38%
Membutuhkan pasta semen lebih banyak agar adukan dapat dikerjakan
Ikatan antar butir lebih baik dari agregat bulat, tetapi belum cukup kuat untuk
beton mutu tinggi
Agregat Bersudut
Mempunyai rongga 38 – 40%
Memerlukan lebih banyak pasta semen agar adukan dapat dikerjakan
Ikatan antar butirnya baik, sehingga membentuk daya lekat yang baik
Cocok untuk beton mutu tinggi maupun perkerasan jalan
Agregat
49
Agregat Pipih dan Panjang
Agregat pipih, bila ukuran terkecil butiran < 3/5 ukuran rata-rata
Misal : agregat lolos saringan lubang ayakan 20 mm, dan tertahan
pada lubang ayakan 10 mm, berarti ukuran rata-rata 15 mm
maka agregat disebut pipih bila :
ukuran terkecil butiran < 3/5 . 15 = 9 mm
Agregat panjang, bila ukuran terbesar > 9/5 ukuran rata-rata
Misal : agregat lolos saringan lubang ayakan 20 mm, dan tertahan
pada lubang ayakan 10 mm, berarti ukuran rata-rata 15 mm
maka agregat disebut panjang bila :
ukuran sisi terpanjang butiran > 9/5 . 15 = 27 mm
Agregat pipih/panjang berpengaruh buruk terhadap daya tahan/
keawetan beton, agregat ini cenderung berkedudukan rata air
(horizontal), sehingga membentuk rongga udara dibawahnya.
Agregat
50
c. Tekstur Permukaan Agregat
Tekstur permukaan ialah suatu sifat permukaan butir, halus, kasar, licin,
mengkilap, atau kusam. Ukuran secara numerik, seperti pada logam
belum terdapat pada agregat.
Tekstur permukaan tergantung pada kekerasan, ukuran molekul, tekstur
batuan, dan tergantung juga pada besar gaya yang bekerja pada
permukaan butiran yang membuat licin atau kasar permukaan tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan visual agregat, tekstur permukaan agregat
dibedakan menjadi : sangat halus (glassy), halus, granuler, kasar,
berkristal (crystalline), berpori dan berlubang-lubang.
Sifat-sifat agregat, terutama bentuk dan tekstur permukaan sangat
mempengaruhi mobilitas (sifat mudah dikerjakan) dari beton segar,
maupun daya lekat antara agregat dengan pastanya, dimana rekatan
merupakan pengembangan dari ikatan mekanis antar butiran.
Agregat
51
Agregat dengan permukaan berpori dan kasar lebih disukai dari agregat
dengan permukaan halus, karena agregat dengan tekstur kasar dapat
meningkatkan rekatan agregat – pasta sampai 1,75 kali, dan akibatnya
kuat tekan beton meningkat sampai 20%.
Selain itu, kekasaran permukaan agregat menambah kuat tarik dan
kuat lentur beton, ini disebabkan menambah gesekan antara pasta dan
permukaan butir.
Bila tekstur permukaan licin, maka membutuhkan air lebih sedikit dibanding butiran dengan permukaan kasar.
d. Berat Agregat
Besaran berat (berat jenis, berat isi/volume) dipengaruhi oleh volume.
Volume agregat terdiri dari : Volume zat padat, Volume pori ter-tutup
dan Volume pori terbuka
Agregat
52
Berat Jenis (spesific gravity) agregat adalah rasio antara massa
padat agregat terhadap massa air dengan volume dan suhu yang
sama.
Karena umumnya butiran agregat mengandung pori-pori yang tertutup/tidak saling berhubungan, maka bj agregat dibedakan menjadi :
bj mutlak : volume zat padat saja (tanpa volume pori)
bj semu (bj tampak) : volume zat padat termasuk volume pori
tertutup
Berat jenis agregat normal berkisar 2,50 – 2,70.
Berat Satuan (berat isi/volume) agregat adalah berat agregat dalam
satu satuan volume, dinyakan dalam kg/liter atau ton/m3. Volume
yang digunakan adalah volume total, yang meliputi volume zat padat
(termasuk pori tertutup) dan volume pori terbuka.
Jika : Vt = volume total
Vb = volume butiran/zat padat (termasuk pori tertutup)
Vp = volume pori terbuka
Maka Volume total Vt Vb Vp
Agregat
53
Berat Jenis
bj
W
Vb
Berat Satuan : b sat.
Porositas : P
Vp
Vt
dengan W = berat kering agregat
W
Vt
.100%
Kepadatan/kemampatan
V
K b .100%
Vt
Hubungan antara porositas – kepadatan
100 P
Besaran-besaran agregat dari beberap hasil penelitian sbb.
Porositas
= 35 – 40 %
Kepadatan
= 60 – 65 %
Berat Jenis
= 2,50 – 2,70
Berat Satuan = 1,20 – 1,60
Agregat
54
e. Ukuran Butir Agregat
Pengukuran ukuran butir agregat didasarkan atas suatu pemeriksaan dengan alat berupa satu set ayakan/saringan dengan lubanglubang tertentu, berturut-turut : 76 mm, 38 mm, 19 mm, 9,6 mm, 4,8
mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm.
Adukan beton dengan tingkat kemudahan yang sama, atau beton
dengan kekuatan yang sama, akan membutuhkan semen yang lebih
sedikit bila digunakan butir-butir kerikil yang besar (karena luas
permukaan agregat kecil) dibanding menggunakan kerikil dengan
butiran kecil. Pengurangan jumlah semen, berarti mengurangi panas
hidrasi dan berarti mengurangi kemungkinan beton retak akibat
susut dan perbedaan panas yang besar.
Besar butir maksimum
agregat tidaklah dapat terlalu
besar, karena terdapat faktorfaktor yang membatasi.
Ukuran butiran maksimum
agregat adalah :
Agregat
55
a) ≤ 3/4 kali jarak bersih antar baja-tulangan atau antara bajatulangan dan cetakan
b) ≤1/3 kali tebal pelat
c) ≤ 1/5 kali jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan.
Untuk beton bertulang, ukuran agregat ≤ 40 mm, dan untuk beton
tanpa baja-tulangan ukuran maksimum butiran dapat lebih besar.
3. Gradasi dan
Syarat Gradasi Agregat untuk Beton
Gradasi agregat : keragaman/distribusi ukuran butir agregat, dan dinyatakan dalam nilai prosentase butiran yang tertinggal/tertahan atau
lewat/lolos dalam suatu susunan ayakan (lubang 76 mm, 38 mm, 19
mm, 9,6 mm, 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm)
Agregat
56
Tingkat gradasi mempengaruhi jumlah volume pori, kemampatan dan
kebutuhan perekat (pasta semen).
Semakin bervariasi ukuran butir (dari ukuran besar ke kecil), semakin
kecil pori diantara butiran, maka agregat semakin mampat dan semakin sedikit kebutuhan perekat (semen/pasta semen) untuk merekatkan butiran dan mengisi ruang diantara butiran.
Gradasi Sela : didifinisikan sebagai agregat dengan salah satu atau
lebih ukuran fraksi yang berukuran tertentu tidak ada.
Pada suatu nilai fas dan rasio agregat – semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi jika kandungan pasir lebih
sedikit
Adukan beton segar dengan tingkat kemudahan pengerjaan
tinggi, lebih mudah mengalami segregasi. Dianjurkan agregat
dengan gradasi sela digunakan pada tingkat kemudahan
pengerjaan rendah, sedang pemadatannya dilakukan dengan
penggetaran
Tidak tampak berpengaruh pada kuat tekan atau kuat tarik
Pada kurva gradasi ditandai dengan adanya garis horizontal.
Agregat
57
Gradasi Seragam : agregat mempunyai ukuran butir seragam/
tunggal, atau agregat dengan ukuran butir berbeda dalam batas
sempit/hampir sama.
Pada kurva gradasi ditandai oleh garis yang hampir tegak/vertikal
Biasa digunakan untuk beton ringan tanpa pasir, untuk mengisi
agregat gradasi sela, tambahan agregat gradasi campuran yang
tidak memenuhi syarat.
Gradasi Menerus : pada gradasi ini ukuran butir agregat beragam,
serta memiliki semua ukuran saringan.
Ditandai dengan kurva gradasi yang menerus.
Persyaratan Gradasi agregat halus/pasir, dan agregat kasar/kerikil,
serta gradasi agregat gabungan (agregat halus dan agregat kasar
untuk beton) seperti gambar-gambar berikut ini.
Agregat
58
100
100
95
90
90
Daerah Gradasi No. 1
90
70
% lolos ayakan
% lolos ayakan
60
50
40
34
30
10
0
0,075
30
0,30
59
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
40
9,60
19
0
0,075
38
10
8
0,15
100
79
80
85
100
60
90
40
30
38
100
95
95
90
80
60
50
50
40
20
10
15
12
0,15
0,30
15
10
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
Gambar 2.6 : Batas Gradasi Pasir (Agak Halus) No. 3
Agregat
19
30
20
0
0,075
9,60
70
50
10
100
80
60
40
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
90
75
70
% lolos ayakan
100
Daerah Gradasi No. 3
0,30
Gambar 2.5 : Batas Gradasi Pasir (Sedang) No. 2
% lolos ayakan
90
35
30
Gambar 2.4 : Batas Gradasi Pasir (Kasar) No. 1
100
55
50
10
5
0,15
60
20
15
10
90
75
30
20
20
Daerah Gradasi No. 2
70
60
100
80
80
70
100
90
19
38
0
0,075
Daerah Gradasi No. 4
0,15
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.7 : Batas Gradasi Pasir dalam Daerah No. 4
59
100
100
100
90
90
80
80
70
70
% lolos ayakan
% lolos ayakan
85
60
50
50
40
40
20
20
30
10
10
0
4,80
60
50
30
10
95
60
30
10
100
100
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
0
76
4,80
Gambar 2.8 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 10 mm
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gambar 2.9 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 20 mm
100
100
95
90
80
70
% lolos ayakan
70
60
50
40
40
35
30
20
10
5
10
0
4,80
Agregat
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gambar 2.10 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 40 mm
60
100
100
90
80
75
4
% lolos ayakan
70
60
60
60
3
50
(C)
46
46
40
34
28
20
20
0
0,075
(B)
33
30
10
37
45
2
26
6
3
2
0,15
12
30
20
19
14
1
(A)
16
8
4
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.11 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 10 mm
Agregat
61
100
100
90
80
75
% lolos ayakan
70
65
60
55
50
48
40
34
30
27
21
20
10
0
0,075
28
2
0,15
21
12
14
5
9
4
3
2
1
42
35
28
(C)
(B)
(A)
45
42
35
30
23
16
2
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.12 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 20 mm
Agregat
62
100
100
90
80
75
% lolos ayakan
70
4
60
50
40
3
52
2
47
(C)
40
(B)
44
32
(A)
36
1
59
50
38
31
30
30
24
23
25
20
15
11
10
0
0,075
60
67
5
2
0,15
12
7
3
0,30
17
12
17
24
18
7
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.13 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 40 mm
Agregat
63
Sering terjadi bahwa untuk memenuhi syarat gradasi agregat
tertentu, tidak dapat dengan hanya menggunakan satu macam
agregat, tetapi harus menggabungkan beberapa agregat dengan
prosentase untuk masing-masing agregat tertentu.
Untuk mendapatkan prosentase masing-masing agregat digunakan
rumus :
y .x y .x
Pgab 1 1 2 2
100
atau
y .x y 2.(100 x1)
Pgab 1 1
100
: prosentase agregat gabungan
Pgab
y1 & y2 : prosentase lolos saringan tertentu agregat 1 dan agregat 2
x1 & x2 : prosentase masing-masing agregat untuk agregat
gabungan
Agregat
64
CONTOH :
Terdapat dua macam pasir, pasir A dan pasir B dengan gradasi seperti
tabel dibawah ini. Direncanakan kedua pasir tersebut digabungkan
sehingga memenuhi syarat pasir daerah gradasi No. 2.
Agregat
Ukuran
Pasir A
Pasir B
Lubang
Bagian
Bagian
mata
lolos
lolos
Ayakan
ayakan
ayakan
(mm)
(%)
(%)
96
100
100
48
100
100
24
100
62
12
100
50
0,6
85
10
0,3
60
0
0,15
30
0
Untuk mencari proporsi
masing-masing ukuran butir
pasir dilakukan dengan cara
coba-coba.
Pada contoh ini ditinjau
bagian yang lolos saringan
0,60, dimana pada gradasi
pasir daerah 2, jumlah yang
lolos saringan 0,60 antara
35% – 59%, karena itu pasir
gabungan/pasir C diambil
jumlah pasir yang lolos
saringan 0,60 sebesar 45%.
65
y .x y 2.(100 x1)
Pgab 1 1
100
85.x1 10.(100 x1)
45
100
4500 85.x1 10.x1 1000
4500 1000
= 46,67 47%
x1
85 10
Prosentase Pasir A = 47%
Prosentase Pasir B = (100 – 47)% = 53%
Perhitungan kebutuhan Pasir A dan Pasir B yang lolos setiap mata
ayakan untuk mendapatkan Pasir C (pasir gabungan), yang memenuhi
persyaratan Pasir Daerah Gradasi No. 2 seperti pada tabel berikut ini.
Kemudian hasil hitungan digambar kurva gradasinya
Agregat
66
Ukuran
Pasir A
Pasir B
Lubang
Bagian lolos Bagian lolos
mata ayakan
ayakan
ayakan
(mm)
(%)
(%)
a
9,6
4,8
2,4
1,2
0,6
0,3
0,15
0,075
Agregat
b
100
100
100
100
85
60
30
0
c
100
100
62
50
10
0
0
0
Gabungan Pasir A dan Pasir B
(Pasir C)
Pasir A 47% Pasir B 53%
Gabungan
Bagian lolos
Bagian lolos
Bagian lolos
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
d
e
f
47
53
100
47
53
100
47
33
80
47
27
74
40
5
45
28
0
28
14
0
14
0
0
0
67
100
90
90
85
A
59
50
P
(G asi
ab r C
un
ga
n)
60
60
80
75
Pa
si
r
70
100
90
Daerah Gradasi No. 2
80
75
62
55
50
45
40
30
30
35
30
28
Pa
sir
B
% lolos ayakan
100
100
Batas Gradasi No. 2
20
10
0
0,075
14
10
8
0,15
0,30
10
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gradasi Pasir Gabungan dan Batas Gradasi Pasir No. 2
Agregat
68
CONTOH :
Untuk mendapatkan gradasi yang memenuhi syarat untuk kerikil
dengan ukuran maksimum 40 mm, dilakukan dengan menggabung
3 macam kerikil,
Kerikil I
ukuran 19 – 39 mm proporsi 57%
Kerikil II
ukuran 9,6 – 39 mm proporsi 29%
Kerikil III
ukuran 4,8 – 9,6 mm proporsi 14%
Distribusi butiran dan hasil hitungan Kerikil Gabungan sbb.
Ukuran
lubang
mata
ayakan
(mm)
a
76
38
19
9,6
4,8
2,4
Agregat
Kerikil I
Kerikil II
Kerikil III
19 - 39 mm 9,6 -39 mm 4,8 - 9,6 mm
Bagian
Bagian
Bagian
lolos
lolos
lolos
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
b
100
95
5
0
0
0
c
100
95
80
5
0
0
d
100
100
100
95
5
0
Kerikil Gabungan (kerikil IV)
57% I + 29% II + 14% III
Kerikil I Kerikil II Kerikil III Gabungan
Bagian
Bagian
Bagian
Bagian
lolos
lolos
lolos
lolos
ayakan
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
(%)
e
f
g
h
57
29
14
100
54
28
14
96
3
23
14
40
0
1
13
15
0
0
1
1
0
0
0
0
69
100
100
95
95 96
90
(ga
bu
ng
an
70
rik
Ker
40
40
40
35
30
20
Batas Gradasi
Kerikil ukuran
maks. 40 mm
15
10
0
K eri
kil I
ikil
II
50
Ke
60
il IV
K eri
kil I
II
70
% lolos ayakan
)
80
80
5
1
4,80
10
5
5
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gradasi Kerikil Gabungan (contoh)
Agregat
70
4. Daya Serap Air dan Kadar Air Agregat
Dalam pori-pori agregat yang terbentuk pada saat pembentukannya
terdapat udara yang terperangkap, atau akibat dekomposisi mineral
pembentuk tertentu akibat perubahan cuaca menyebabkan terjadinya
rongga kecil/pori-pori pada agregat. Beberapa merupakan pori-pori
tertutup dan beberapa lainnya merupakan pori-pori terbuka terhadap
permukaan butiran.
Kondisi
Kandungan Air
Penyerapan Air
Kering Tungku
tidak terdapat air baik di dalam
pori atau dipermukaan butiran
banyak
Kering Udara
permukaan butiran kering,
sebagian pori-pori berisi air
sedikit
Jenuh kering muka
(SSD saturated
surface-dry)
permukaan butiran kering,
tetapi pori-pori penuh terisi air
tidak menyerap air, dan tidak
menambah air campuran
Basah
permukaan butiran basah dan
pori-pori penuh terisi air
tidak menyerap air, tetapi air
pada
permukaan
butiran
menambah air campuran
Agregat
71
Karena volume agregat ± 70% dari volume beton, maka porositas
agregat memberikan kontribusi pada porositas beton secara
keseluruhan dan pori-pori agregat dapat menjadi reservoar air bebas
didalam agregat
Daya Serap : persentase berat air yang mampu diserap jika agregat
direndam dalam air.
Kadar Air : persentase berat air yang dikandung agregat. Keadaan
kandungan air dalam agregat perlu diketahui untuk menghitung jumlah
air yang perlu dipakai dalam adukan beton, juga untu
Sifat Fisik dan Mekanik
Beton, sejak dulu dikenal sebagai material dengan
kekuatan tekan yang memadai, mudah dibentuk,
mudah diproduksi secara lokal, relatif kaku, dan
ekonomis. Agar menghasilkan beton yang sesuai
dengan penggunaannya dan ketepatan pemilihan jenis
bahannya, maka dibutuhkan pengetahuan tentang
material/bahan beserta sifatnya.
Sifat Fisika
Volume, Berat dan Hubungannya
Sifat utama suatu benda adalah berat (W) dan volume (V).
Volume benda terdiri dari volume bagian padat dan
volume bagian tidak padat. Bagian tidak padat berasal dari
volume rongga yang disebut pori-pori (void) baik yang
terisi air (pori terbuka) dan yang tidak terisi air (pori
tertutup).
2
V Vs Vv
V Vs Vov Vcv Vs Vw Va
Vov Vcv
Vv
Porositas benar : P
.100 %
.100 %
V
V
Volume Benda :
Vov
.100 %
P
Porositas tampak : t
V
Vw
.100 %
Derajat Kejenuhan : S
Vv
Vs
d
.100 %
Rapat Massa (faktor mampat) :
V
Berat Benda :
W Ws Ww Wa Ws Ww
W
Berat Volume : V
3
Vv :
Vov :
Vcv :
Vw :
Va :
Vs :
volume pori
volume pori terbuka
volume pori tertutup
volume air
volume udara
volume butir/padat
Wa
Ww
Ws
Wd
:
:
:
:
berat udara
berat air
berat butir/padat
berat butir kering
Ws
Berat Volume Kering : d
V
Berat Volume Jenuh (saturated) :
Wsat
sat
Vsat
W Vv . w
Berat Volume Jenuh Kering Muka
ssd s
(saturated surface dry/SSD) :
V
Ws / Vs
Ws
G
w
w .Vs
Wsat Wd
Wsat Ws
K
.100 %
.100 %
Wd
Ws
Berat Jenis
(specific gravity) :
Daya
Serap Air :
4
Kadar Air :
W Wd
Ww
.100 %
.100 %
w
Wd
Wd
W Ws
w
.100 %
Ws
Koefisien Pelunakan : perbandingan kekuatan bahan
pada saat jenuh air terhadap kekuatan bahan pada saat
kering,
• merupakan indikator ketahanan bahan terhadap air.
• bila nilai koefisien > 0,80 bahan tahan air (water proof).
Pelolosan (Permeability) Air dan Gas : parameter yang
menyatakan kemampuan/kekedapan bahan untuk
melewatkan air atau gas melalui satu satuan luas selapisan bahan. Dipengaruhi oleh porositas, ukuran pori, kadar
air bahan, beda tekanan dan ketebalan bahan.
5
Berat benda merupakan berat bagian padat dan berat
air yang mengisi sebagian atau seluruh pori-pori,
sedang berat udara yang mengisi sisa ruang pori-pori
dianggap nol.
Volume
Vv
Berat
Va
Udara
Wa
Vw
Air
Ww
V
W
Vs
Zat Padat
Ws
Pori Terbuka
Pori Tertutup
6
Penghantaran panas : jumlah panas (kcal/mjam oC) yang
dialirkan melalui 1 m tebal lapisan bahan seluas 1 m 2 selama 1 jam
pada setiap 1o C.
Kapasitas panas : kemampuan bahan untuk menyerap panas
oleh setiap berat bahan untuk menaikkan setiap
bahan.
1 o C temperatur
Ketahan bakar : kemampuan bahan untuk tidak menyala atau sulit
menyala atau mudah menyala ketika dibakar.
Ketahanan terhadap api (fire proof) : ketahanan bahan untuk
melebur pada suatu tingkat suhu. Katagori sebagai bahan tahan api :
• tinggi jika tidak melebur pada suhu sampai 1580 o C
• sedang jika melebur pada suhu 1350o C – 1580o C dan
• rendah jika melebur pada suhu di bawah 1350 o C.
Keawetan : keawetan bahan merupakan kemampuan untuk bertahan/tidak rusak akibat pengaruh kondisi lingkungan (suhu, kelembaban, zat asam, atau zat lainnya atau juga rayap dan lain-lain).
7
Sifat Mekanik : adalah respon suatu benda terhadap gangguan
berupa gaya dari luar. penting dalam bidang teknik sipil, dapat dibagi
dalam dua katagori, yaitu
• tegangan (stress) : merupakan respon dalam bentuk gaya dalam,
• deformasi yang merupakan respon berupa perubahan bentuk.
Tegangan
Tegangan Aksial (Axial Stresses) : adalah tegangan pada suatu
elemen struktur dengan arah sejajar dengan sumbu memanjang
(aksial) elemen
b
h
P
R=P
P
R P
b.h A
8
Tegangan Lentur (Bending Stresses) : adalah tegangan pada
elemen struktur yang muncul/timbul akibat adanya lenturan/momen
lentur, momen lentur disebabkan oleh beban-beban tegak lurus sumbu memanjang elemen yang bekerja, dimana serat atas mengalami
tekan dan serat bawah mengalami tarik.
1
1 1
D T . h .b. bh
2 2
4
M.y
1 bh3
1 bh 2
I
M
6
M. 1 h
2
12
9
Tegangan Geser/Lintang (Shear Stresses) : tegangan yang bekerja
┴ sumbu memanjang elemen. Umumnya tegangan geser terbesar
berada pada garis netral kemudian mengecil dan akhirnya nol pada
serat tampang terjauh/tepi penampang.
Tegangan Geser Puntir (Torsional Stresses) : tegangan yang timbul
akibat terpuntirnya/terputarnya elemen terhadap sumbu memanjang.
T : Momen Torsi
r : Jari-jari
: Inertia Polar
10
Deformasi/Perubahan Bentuk
Suatu bahan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) akibat
dikenai beban. Perubahan bentuk dapat bersifat menetap atau
sementara, karenanya mekanisme deformasi dibedakan dalam :
• Deformasi Elastis, merupakan jenis perubahan bentuk yang akan
hilang (kembali kebentuk semula) ketika beban ditiadakan.
• Deformasi Plastis, merupakan jenis perubahan bentuk yang tetap
ada meskipun sudah tidak dibebani/beban dihilangkan
Deformasi pada suatu benda, yang jika dikaitkan dengan dimensi
benda, disebut dengan regangan (strain), diekspresikan dalam
perbandingan perubahan dimensi terhadap dimensi awal dan menurut
arahnya terbagi dalam jenis :
• regangan aksial/transversal/lateral,
• regangan geser (shear Strain)
• regangan rotasi (Rotational Strain)
11
V
d
L
b
h
y
z
LbG h
L
b
h
Bahan Isotropik : bahan yang mempunyai regangan yang sama
untuk semua arah. x y z
x
Kekuatan (Strength) : ukuran besarnya gaya yang dapat ditahan
sampai saat bahan mengalami kerusakan.
Ketangguhan (Toughness) : besarnya energi yang dapat diserap oleh
suatu benda sampai saat mengalami kerusakan.
Kekerasan (Hardness) : ketahanan benda terhadap penetrasi pada
permukaannya dipresentasikan dengan luasan daerah lekukan
penetrasi (Bilangan Kekerasan Brinell/BKB) atau Kedalaman
Penetrasi (Kekerasan Rockwell).
12
Keuletan (Ductility) : kemampuan suatu bahan untuk mengalami
perubahan bentuk (secara bolak balik) sambil mempertahankan
sebagian kekuatannya.
Relaksasi : peristiwa semakin berkurangnya (secara bertahap)
tegangan intern bahan pada saat menerima peregangan secara
tetap.
Histeresa : peristiwa tertinggalnya respon regangan dari pada
respon tegangan pada saat menerima pembebanan bolak-balik.
Rayapan (Creep) : peristiwa bertambahnya regangan plastis suatu
bahan yang mengalami tegangan tetap yang besar dalam jangka
waktu yang lama pada temperatur tertentu.
Hubungan Tegangan dan Regangan
Tegangan (stress) merupakan respon dalam bentuk gaya dalam dan
deformasi yang merupakan respon perubahan bentuk, terjadi akibat
suatu benda dikenai beban.
Hubungan antara tegangan dan regangan umumnya disajikan dalam
bentuk grafik (diagram) yang dibentuk dari sekumpulan data hasil uji
laboratorium, baik uji tarik ataupun uji tekan.
13
Dari diagram tegangan-regangan, dapat diketahui perilaku mekanika yang dapat dijadikan sebagai parameter karakteristik yang berkaitan dengan kekuatan (menahan beban) dan ketahanan (menahan perubahan bentuk) suatu bahan.
Diagram tegangan-regangan pengujian pembebanan tarik baja memiliki bagian-bagian yang lengkap, dapat menjelaskan perilaku bahan
berkenaan dengan interaksi antara tegangan dengan regangan.
Diagram ini terdiri dari segmen-segmen daerah elastis, plastis,
perkuatan regangan dan konstraksi luasan tampang, sehingga
dapat menjelaskan perilaku suatu bahan
14
Daerah Elastis dan Batas
Sebanding.
Daerah elastis (0 – a) :
daerah dimana akibat pertambahan beban, mengakibatkan
pertambahan tegangan (σ)
juga menyebabkan pertambahan regangan (ε), dimana
hubungan σ dan ε linier
(garis kurva relatif lurus).
Juga bila beban dikurangi
berakibat tegangan berkurang
dan ternyata regangan juga
berkurang, sehingga
membentuk kurva turun yang
berakhir kembali dititik 0 bila
beban dihilangkan sama
sekali. Lintasan kurva turun
sama dengan lintasan kurva
naik bila beban sampai batas
elastis..
15
Kemungkinan lain, kondisi tegangan dan regangan bertambah
sehingga membentuk kurva naik sampai titik 2, dan bila tegangan dan
regangan berkurang, lintasan kurva turun tidak selintasan kurva naik
dan tidak berakhir di titik 0, disebut elastis sebagian/tidak sempurna,
kondisi ini memberikan regangan-sisa.
Bahan dengan perilaku elastis memberikan hubungan tegangan dan
regangan yang linier disebut elastis linear, jika hubungan tersebut
tidak linier maka disebut elastis non-linier. Kebanyakkan bahan
padat bersifat elastis linier.
Hubungan linier antara tegangan dengan regangan ini sangat penting,
terutama untuk menentukan nilai Modulus Elastisitas/Modulus
Young (E) dan Modulus Kenyal. Nilai Modulus Elastisitas tergantung
kemiringan kurva tegangan-regangan pada daerah linier, dan menurut
Hukum Hooke dinyatakan :
f
E
atau
f .E
P
f
A
L
L
16
Tegangan dan regangan pada akhir dari garis linier disebut batas
sebanding σp dan εp. Luas daerah dibawah garis sebanding (daerah
diarsir) disebut Modulus kenyal, secara numeris dinyatakan
1
Modulus kenyal = 2 .p .p
Tegangan dan regangan pada akhir daerah elastis disebut batas
elastis (σe dan εe) yang terletak sedikit diatas batas sebanding,
atau di awal kurva mulai melengkung. Sesungguhnya batas elastis
sulit ditetapkan, dan umumnya batas ini didekati dengan membuat
garis sejajar bagian kurva yang linier, yang memotong kurva dan
ditarik dari regangan 0,2 %
17
Daerah Pelelehan atau Plastis Sempurna
Sedikit melewati batas elastis terdapat suatu titik yang disebut
titik/batas leleh (yield point), sebagai awal dari kondisi dimana
bahan mulai mengalami pertambahan regangan tanpa adanya
pertambahan tegangan (daerah pelelehan atau plastis sempurna).
Deformasi bahan yang terjadi pada daerah ini merupakan
regangan permanen atau menetap (plastis). Daerah ini juga
diawali oleh bagian kurva yang naik turun tak beraturan, kemudian
akan mendatar (disebut yield plateau) dan berakhir pada titik
dimana kurva akan menanjak kembali.
Nilai tegangan pada garis
mendatar disebut tegangan
leleh (σy) yang digunakan
dalam perhitungan analisis
dan perencanaan. Tetapi
pada kurva dimana yield
plateau tidak terlihat dengan
jelas, digunakan nilai lain,
yaitu nilai σ0,2
18
Daerah perkuatan Regangan (strain hardening) &
Konstraksi Luas Tampang
Daerah ini berupa kurva cembung dengan titik puncaknya adalah
tegangan maksimum (kuat ultimit) dan berakhir pada titik putus
(benda uji tarik putus) dengan nilai tegangan disebut tegangan
putus/patah (fracture).
Setelah daerah pelelehan, tegangan meningkat yang disebut strain
hardening, kemudian diikuti terjadinya pengecilan penampang
(konstraksi luasan penampang), lalu benda uji (tarik) putus.
Jika pada daerah konstraksi
luasan tampang, tegangan
dihitung berdasarkan luasan
tampang yang mengecil
(bukan luasan tampang
awal), maka kurva akan
tergambar sebagai garis
putus-putus.
19
Sifat Kimiawi
Menurut SK-SNI-T15-1991-03, Beton dibuat dengan mencampur
Semen Portland (PC), Air dan Agregat, dengan atau tanpa bahan
tambah (admixture) dalam perbandingan tertentu.
Bahan tambah (admixture) dapat berupa bahan kimia, serat, ataupun
bahan buangan non-kimia.
Campuran beton pada awalnya berbentuk plastis, jika dituang dalam
cetakan dan kemudian dibiarkan akan mengeras seperti batuan.
Pengerasan terjadi karena peristiwa kimia PC dengan air (hidrasi)
dan dalam kurun waktu yang cukup panjang, sehingga beton akan
selalu bertambah keras sesuai dengan pertambahan umurnya.
Batu tiruan ini cukup padat, rongga-rongga antara butiran besar
(agregat kasar/krikil/batu pecah) diisi oleh butiran yang lebih halus
(agregat halus/pasir). Sedang pori-pori antara agregat halus diisi oleh
pasta semen (yang terbentuk oleh campuran PC dan air).
Tugas utama pasta semen adalah sebagai perekat/pengikat antara
butiran, sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat
dan terbentuklah suatu massa padat yang kompak.
21
Bahan Aktif
Semen
Air
Perekat
Bahan Pasif / Pengisi
Pasir
Pasta Semen
Mortal
Beton
Kerikil
Kekuatan, keawetan
dan sifat-sifat beton
yang lain dipengaruhi
oleh sifat-sifat bahan
dasar pembentuknya,
perbandingan campuran, cara pengadukan,
cara pengerjaan selama pengecoran beton,
cara pemadatan dan
perawatan selama
proses pengerasan.
Kelebihan utama beton adalah mempunyai Kuat Tekan yang tinggi,
sedangkan kekurangan beton adalah kuat tariknya rendah (hanya 9 –
15% kuat tekannya). Oleh sebab itu, pada bagian elemen struktur yang
mengalami tarik diperkuat dengan memberi baja-tulangan, sehingga
terbentuk suatu bahan struktur komposit disebut beton-bertulang.
Beton tanpa tulangan disebut beton polos (plain concrete).
22
Membuat beton tidaklah hanya sekedar mencampur bahan-bahan
dasar pembentuknya, tetapi untuk mendapatkan beton dengan
kualitas yang baik, yang memenuhi persyaratan yang ketat, karena
tuntutan yang lebih tinggi, maka harus diperhitungkan/dilakukan
dengan seksama sesuai SNI 03-2834-1993, Tata Cara Pembuatan
Rencana Campuran Beton Normal dan SNI 03-3976-1995, Tata Cara
Pengadukan Pengecoran Beton.
Beton segar (fresh concrete) yang baik ialah beton segar yang dapat
diaduk, diangkut, dituang dalam cetakan dan dapat dipadatkan, serta
tidak cenderung terjadi segregasi (pemisahan butiran dari adukan)
maupun bleeding (pemisahan air dan semen dari adukan).
Beton (beton keras/hardened concrete) yang baik ialah beton yang
kuat, tahan lama/awet, kedap air, tahan aus, dan perubahan volume/
kembang susut kecil.
23
Semen Portland (PC)
Semen portland atau Portland Cement (PC) atau semen hidraulis
merupakan bahan ikat yang banyak dipergunakan dalam
pembangunan fisik.
Nama Portland Cement diusulkan oleh Joseph Aspdin tahun 1824,
karena berbentuk butiran yang berasal dari pulau Portland, Inggris.
Produksi PC secara pabrikasi pertama kali dilakukan oleh David
Saylor di Coplay, Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun 1875.
Semen portland disebut juga semen hidraulis karena kemampuannya mengikat/bereaksi dengan air dan mengeras didalam air.
Semen berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat, selain itu
untuk mengisi rongga-rongga antar agregat sehingga menjadi suatu
massa padat/kompak, walaupun jumlah semen hanya ± 10% volume
beton.
24
25
1. Sifat-Sifat Semen Portland
Semen diperoleh dengan membakar secara bersama, suatu campuran yang terdiri dari calcareous (mengandung kalsium karbonat atau
batu gamping) dan argillaceous (mengandung alumina) dengan
perbandingan tertentu.
Kandungan semen portland adalah kapur, silika dan alumina.
Ketiganya dicampur dengan perbandingan tertentu dan dibakar pada
suhu 1550o C sehingga menjadi klinker. Kemudian didinginkan, lalu
di giling sampai halus, dimasukkan ke dalam kantong-kantong
semen dengan berat 40 kg atau 50 kg. Butir-butir yang halus dari
semen memiliki sifat adhesif maupun kohesif.
Pembuatan Klinker :
proses kering : bahan-bahan dasar dicampur dan dikeringkan,
kemudian digiling menjadi bubuk kasar, lalu dibakar dalam tanur
tinggi
proses basah : bahan-bahan dasar dicampurkan dengan air dan
digiling sampai halus, berupa bubur halur, lalu dibakar dalam tanur
tinggi
26
Semen Portland
Saat penggilingan klinker, ditambahkan sekitar 2 - 4% gips atau kalsium
sulfat (CaSO4) yang berfungsi sebagi pengontrol waktu ikat. Bahan
tambah lain juga dapat diberikan untuk membentuk semen khusus.
a. Susunan Kimia
Bahan dasar semen terdiri dari bahan-bahan yang terutama
mengandung kapur, silika dan alumina, serta oksida besi.
Tabel : Unsur Kimia Semen Biasa
Oksida
Persentase
Kapur CaO
60 – 65
Silika SiO2
17 - 25
Alumina Al2O3
3-8
Besi Fe2O3
0,5 - 6
Magnesia MgO
0,5 - 4
Sulfur SO3
Soda / potash Na2O + K2O
1-2
0,5 - 1
Dalam produksi
semen, oksida-oksida
berinteraksi satu
dengan yang lain,
sehingga terjadi
perubahan susunan
kimia yang komplek.
Pada dasarnya
terdapat 4 unsur yang
paling penting, yaitu :
27
Semen Portland
1.
2.
3.
4.
Trikalsium Silikat
Dikalsium Silikat
Trikalsium Aluminat
Tetrakalsium Aluminoferit
3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3
disingkat
disingkat
disingkat
disingkat
C3S
C2S
C3A
C4AF
C3S dan C2S, keduanya 70–80% dari semen, merupakan unsur yang
paling dominan dalam memberikan sifat semen. Jika semen terkena air,
C3S segera berhidrasi dan menghasilkan panas, berpengaruh terhadap
proses pengerasan semen terutama pada 14 hari pertama. Sedangkan
C2S bereaksi lebih lambat dengan air, pengaruhnya setelah 7 hari dan
memberikan kekuatan akhir, serta membuat semen tahan terhadap
serangan kimia (chemical attack) dan mengurangi susut pengeringan.
C3S membutuhkan air ± 24% dan C2S membutuhkan air ± 21% beratnya untuk terjadinya reaksi kimia/hidrasi. Saat hidrasi C3S membebaskan kalsium hidroksida hampir 3 kali lebih banyak dari yang dilepaskan
C2S.
28
Semen Portland
Bila prosentase C3S lebih tinggi akan menghasilkan proses pengerasan
awal cepat yang membentuk kekuatan awalnya, disertai panas hidrasi
yang tinggi. Sedang jika prosentasi C2S yang lebih tinggi, mengakibatkan proses pengerasan yang lambat, panas hidrasi yang lebih rendah,
tetapi ketahanan serang kimia lebih baik.
C3A berhidrasi secara exothermic dan bereaksi sangat cepat, serta
memberikan kekuatan setelah 24 jam. Kebutuhan air untuk reaksi C 3A ±
40% beratnya. Tetapi karena jumlah unsur ini sedikit, pengaruhnya
terhadap jumlah air keseluruhan kecil.
Unsur ini sangat mempengaruhi panas hidrasi (menjadi makin tinggi),
baik pada pengerasan awal ataupun pengerasan selanjutnya dalam
kurun waktu yang lama.
Bila semen mengandung C3A > 10% akan kurang ketahanannya
terhadap asam sulfat (SO4), karena itu untuk semen tahan sulfat
kandungan unsur ini harus ≤ 5%. Semen yang terkena asam sulphat
didalam air atau tanah, disebabkan keluarnya C3A yang bereaksi
dengan sulfat, akan mengembang sehingga terjadi retak-retak pada
betonnya.
29
Semen Portland
Unsur C4AF kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan
semen atau betonnya.
Senyawa Kimia
C3S
C2S
C3A
40% 30% 11% 11%
Cepat
Keras
50% 21% 9%
Tahan
Sulfat
50
40
9%
C
2
30
S
20
25% 45% 6%
14%
C3A
40% 40% 2%
C = CaO : S = SiO2
A = Al2O3 : F = Fe2O3
Semen Portland
60
C4AF
Normal
Panas
Rendah
C3 S
9%
10
C 4 AF
0
0
20
40
60
80
100
Umur (hari)
Hubungan Umur dan
Kuat Tekan Unsur-unsur Utama Semen
(Mindess, 1981)
30
Kuat Tekan (MPa)
Jenis
Semen
70
b. Hidrasi Semen
Jika semen bersentuhan dengan air, maka terjadilah proses hidrasi,
baik arah ke luar maupun ke dalam. Hasil hidrasi mengendap di bagian
luar, dan inti semen yang belum terhidrasi di bagian dalam secara
bertahap terhidrasi sehingga volumenya mengecil. Reaksi tersebut
berjalan lambat, sekitar 2 – 5 jam (disebut periode induksi atau tak aktif),
sebelum terjadi percepatan setelah kulit permukaan pecah.
Pada tahap hidrasi berikutnya, pasta semen terdiri dari gel (berbentuk
butiran sangat halus dan luas permukaan yang sangat besar) dan sisasisa semen yang tidak bereaksi, kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan air,
serta beberapa senyawa lain.
Kristal-kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk suatu
rangkaian tiga dimensi yang saling melekat secara random, lalu mengisi
ruangan yang mula-mula ditempati air, menjadi kaku dan mengeras
menjadi benda padat dan kuat, serta memiliki struktur berpori, ukuran
pori mulai dari 4.10-4 mm sampai yang lebih besar, yang disebut poripori gel. Pori-pori pada pasta semen yang telah mengeras mungkin
saling berhubungan (kapiler), mungkin juga tidak.
31
Semen Portland
Setelah hidrasi berlangsung (pasta semen sudah mengeras), endapan hasil hidrasi pada permukaan butiran semen mengakibatkan difusi
air kebagian dalam butir semen yang belum berhidrasi semakin sulit,
sehingga laju hidrasi semakin lambat.
Proses hidrasi sangat kompleks, tidak semua reaksi yang terjadi
dapat diketahui. Untuk reaksi hidrasi unsur C2S dan C3S sbb.
2 C3S + 6 H2O (C3S2H3) + 3 Ca(OH)2
2 C2S + 4 H2O (C3S2H3) + Ca(OH)2
C3A + Air
C A H + panas tinggi
C4AF + gypsum + Air ettringite (menunda pengerasan)
Hasil utama proses ini adalah C3S2H3 yang disebut Tobermorite yang
berbentuk gel. Terdapat juga beberapa butir yang bersifat seperti
kristal didalam tobermorite. Karena proses hidrasi butir-butir semen
berlangsung sangat lambat, penambahan air bila dimungkinkan
masih diperlukan oleh bagian dalam butir-butir semen (terutama
semen yang berbutir besar) untuk menyempurnakan proses hidrasi.
Penelitian terhadap silinder beton, menunjukkan beton masih
meningkat kekuatannya paling tidak untuk jangka waktu 50 tahun.
32
Semen Portland
c. Kekuatan Pasta Semen :
Kekuatan semen yang sudah mengeras tergantung pada jumlah air
yang dipakai waktu proses hidrasi. Jumlah air yang digunakan untuk
proses hidrasi ± 25% berat semen. Penambahan jumlah air akan
mengurangi kekuatan setelah mengeras. Kelebihan air dari yang
dipergunakan untuk proses hidrasi semen umumnya memang
diperlukan pada pembuatan beton, agar adukan tercampur dengan
baik, diangkut dengan mudah, dan dapat dicetak dan dipadatkan
dengan baik (tidak keropos).
Hendaknya selalu diusahakan jumlah air sesedikit mungkin, agar poripori sedikit sehingga kuat tekan beton tinggi, kelebihan air mengakibatkan pasta semen (beton) kekuatannya berkurang dan porous.
Pada beton dikenal suatu nilai yang menunjukkan jumlah air yang
diberikan pada beton, yaitu nilai faktor air semen (fas), berat air
dibagi berat semen, pada beton normal nilai fas = 0,40 – 0,65.
d. Sifat Fisik Semen.
Sifat-sifat fisik semen yang penting adalah :
Semen Portland
33
Kehalusan Butir (fineness) : reaksi semen dengan air dimulai dari
permukaan butir semen, sehingga makin makin kecil butir-butir
semen (jumlah luas permukaan makin besar), makin cepat proses
hidrasinya. Berarti semen yang halus akan cepat menjadi kuat dan
meningkatkan kohesi pada beton segar, dapat mengurangi
bleeding, tetapi cenderung terjadi susut lebih besar dan mudah
terjadinya retak susut.
Menurut SII 0013-81, > 90% berat semen harus lolos ayakan
lubang 0,09 mm, namun jika butir semen telalu halus, menyebabkan terjadinya hidrasi awal karena kelembaban udara.
Waktu Ikat (setting time) : semen jika dicampur air akan menjadi
bubur yang plastis, secara bertahap sifat plastis ini berkurang dan
menjadi keras. Waktu dari pencampuran semen dan air sampai saat
kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal (initial
setting time), dan waktu sampai pasta semen menjadi massa yang
keras disebut waktu ikat akhir (final setting time).
Waktu ikat awal > 60 menit, dan waktu ikat akhir < 480 menit.
34
Semen Portland
Panas Hidrasi. Silika dan Alumina dalam semen akan bereaksi dgn
air dan menjadi media perekat, memadat, dan membentuk massa
yang keras. Reaksi ini disebut hidrasi dan bersifat eksotermis dan
mengeluarkan panas ± 110 kalori/gram.
Pada pembetonan dengan massa besar, dapat terjadi perbedaan
temperatur antara bagian luar dan dalam cukup besar yang dapat
menyebabkan retak cukup besar. Pada daerah dingin, panas hidrasi
tinggi menguntungkan karena mencegah air membeku dalam beton.
Panas hidrasi didifinisikan sebagai kualitas panas dalam kalori/gram
pada semen yang terhidrasi, waktu berlangsungnya dihitung sampai
proses hidrasi berlangsung sempurna pada temperatur tertentu.
Panas hidrasi dipengaruhi ketinggian temperatur. Untuk PC biasa
panas hidrasi bervariasi antara 37 kalori/gram pada 5 oC sampai 80
kalori/gram pada 40o C, dan ± 60% dari panas total dibebaskan pada
1 - 3 hari pertama, ± 80% sampai hari ke tujuh, dan sekitar 90 – 95%
dalam jangka waktu 6 bulan. Laju hidrasi dan peningkat panas juga
dipengaruhi oleh peningkatan kehalusan butir semen, walaupun
kuantitas total panas tidak dipengaruhi oleh kehalusan butir tersebut.
Semen Portland
35
Berat Jenis. Umumnya berat jenis semen adalah 3,15 dan berat
jenis ini dipergunakan dalam perencanaan campuran beton.
e. Sifat Kimia Semen
Kesegaran Semen. Kehilangan berat merupakan ukuran kesegaran
semen, terjadi karena kelembaban (mengakibatkan pre-hidrasi
semen) dan adanya karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau
magnesium yang menguap. Hidroksida dan karbon dari kapur serta
magnesium bukan merupakan unsur perekat, tetapi unsur pengisi,
semakin sedikit kehilangan berat berarti makin sedikit unsur pengisi,
berarti semen semakin baik.
Sisa yang Tidak Larut. Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah
bagian yang tidak aktif dari semen. Semakin sedikit sisanya, maka
semakin baik semennya. Nilai sisa bahan tidak larut < 1,50%.
Semen Portland
36
2. Jenis-jenis Semen Portland
Jenis I : Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang
disyaratkan pada jenis-jenis lain.
Jenis II : Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Jenis III : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
kekuatan awal yang tinggi
Jenis IV: Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
panas hidrasi rendah
Jenis V : Semen Portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.
Jenis
Semen
Kandungan Kimia (%)
C3S
C2S
C3A
C4AF
CaSO4
CaO
MgO
Jenis I
49
25
12
8
2,9
0,8
2,4
Jenis II
46
29
6
12
2,8
0,6
3
Jenis III
56
15
12
8
3,9
1,4
2,6
Jenis IV
30
46
5
13
2,9
0,3
2,7
Jenis V
43
36
4
12
2,7
0,4
1,6
Semen Portland
37
Jenis I, digunakan untuk bangunan-bangunan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
Jenis II, relatif sedikit melepaskan panas, di gunakan untuk struktur
besar, untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus menerus
berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau pondasi yang
tertanam di dalam tanah yang mengandung air agresif, saluran air
buangan dan bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.
Jenis III, mengandung kadar C3A dan C3S yang tinggi dan butirannya
sangat halus, cepat mengalami hidrasi, sehingga mencapai kekuatan
awal tinggi dalam umur 3 hari. Jenis ini dipergunakan pada daerah
dingin, terutama daerah yang mempunyai musim dingin.
Jenis IV, merupakan semen dengan panas hidrasi rendah, dimana
kadar C3S ≤ 35% dan C3A ≤ 5%. Dipergunakan untuk pembetonan
yang besar dan masif, seperti bendung, pondasi berukuran besar, dll.
Jenis V, merupakan semen tahan sulfat, digunakan untuk bangunan
yang berhubungan dengan air laut, air buangan industri, bangunan
yang terkena pengaruh gas atau uap kimia yang agresif dan yang
berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat yang tinggi.
38
Semen Portland
Semen Portland Puzolan (PPC), adalah campuran semen portland
dengan pozolan. Kandungan PC 85 – 60% dan puzolan 15 – 40%
berat total campuran, dan puzolan mengandung (silika atau silika
dan alumina) SiO2 + Al2O3 + F2O3 minimum 70%.
PPC menghasilkan panas hidrasi yang lebih rendah dari pada PC ,
mempunyai ketahan yang tinggi terhadap agresi sulfat, tetapi
kecepatan pertambahan kekuatan relatif rendah, lebih workable
dibanding PC pada nilai slump yang sama. Kuat tekan setara PC
pada umur 28 hari baru tercapai pada umur 90 hari.
Puzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen,
tetapi dalam bentuknya yang halus dan adanya air, senyawa
tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida
pada suhu biasa, membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat
seperti semen (kalsium silikat dan kalsium aluminat hidrat)
SPP jenis A : dapat digunakan untuk berbagai adukan beton,
bersifat tahan sulfat sedang dan panas hidrasi sedang.
SPP jenis B : dapat digunakan untuk pembuatan adukan beton
yang tidak mensyaratkan kekuatan awal tinggi, tahan sulfat sedang
dan panas hidrasi rendah.
39
Semen Portland
3. Penyimpanan Semen
Semen dapat dijaga mutunya dalam jangka waktu tidak terbatas, asalkan tidak tersentuh uap air. Semen yang berhubungan dengan udara
akan menyerap air secara perlahan yang dapat merusak semen.
Penyerapan 1-2% air tidak terlalu mempengaruhi kualitas semen,
tetapi dapat memperlambat proses pengerasan dan mengurangi
kekuatan. Jika semen diletakkan langsung diatas tanah akan lebih
reaktif, semen lebih cepat menyerap uap air dari kelembaban
sekeliling.
Semen curah disimpan dalam silo/kontainer penyimpanan dari baja
atau beton. Umumnya hanya bagian luar setebal ± 5 cm yang
mengeras (penyimpanan cukup lama), harus dibuang.
Semen dalam kantong dapat juga disimpan dengan aman untuk
beberapa waktu, diletakkan diatas lembaran alas yang kedap air,
dinding dan lantai tidak porous, jarak bebas terhadap lantai ± 30 cm
dan jarak bebas dengan dinding ± 50 cm, serta jendela ditutup rapat.
Tinggi timbunan tidak lebih dari 200 cm, agar kantong tidak pecah.
Sekali semen disimpan harus tidak boleh diganggu sampai semen
akan dipergunakan.
40
Semen Portland
Agregat
Agregat berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar
atau beton. Karena volume agregat pada beton ± 70% volume beton,
agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/beton, serta
memberikan kekuatan pada beton, sehingga kualitas agregat sangat
mempengaruhi mutu beton yang akan dihasilkan.
Ukuran butir > 40 mm disebut batu
Ukuran butir 4,80 – 40,00 mm disebut Agregat Kasar/Kerikil/Split
Ukuran butir ≤ 4,80 mm Agregat Halus/Pasir
Agregat dengan ukuran butir < 1,20 mm sering disebut Pasir Halus,
sedang jika ukuran butir < 0,075 mm disebut Silt (lumpur), dan
disebut Clay (lempung) bila ukuran butirnya < 0,002 mm.
Agregat yang dipergunakan untuk mendapatkan beton dengan
kualitas baik, paling sedikit mempunyai dua kelompok ukuran, yaitu
kelompok agregat halus (ukuran butir ≤ 4,50 mm) dan kelompok
agegat kasar (ukuran butir > 4,50 mm), serta ukuran maksimum
umumnya 40 mm.
Agregat
41
1. Fungsi Agregat (pada beton)
Agregat Kasar/Kerikil/Split
a. Bahan pengisi, ± 70% volume beton
b. Memberikan stabilitas volume dan
keawetan
c. Memberikan kekuatan
Agregat Halus/Pasir
a. Memberikan sifat dapat dikerjakan dan
keseragaman campuran
b. Membantu semen dalam merekatkan
agregar kasar
c. Mencegah terjadinya segregasi pasta
semen dengan agregat kasar
2. Klasifikasi Agregat
Klasifikasi agregat menurut asal agregat, bentuk, tekstur, dll.,
seperti gambar berikut ini.
Agregat
42
KLASIFIKASI AGREGAT
Geologikal
Alami
Buatan
Bentuk
Tekstur
Bulat
Kasar
Bulat
Sebagian
Agak
Kasar
Pipih
Tak
Beraturan
Panjang
Agak
Licin
Berat
Ukuran
Ringan
Halus
BJ < 2,0
< 4,8 mm
Normal
Kasar
BJ 2,5 – 2,7
4,8 – 40 mm
Berat
Batu
BJ > 2,8
> 40 mm
Licin
Bersudut
Agregat
43
a. Geologikal
Agregat diperoleh dari :
• sumber daya alam (agregat alami) yang telah mengalami
pengecilan ukuran secara/oleh proses alam ataupun mekanis
(pemecahan batu dan dihaluskan),
• agregat buatan dengan meniru sifat agregat alam ataupun memanfaatkan limbah mineral atau hasil sampingan suatu proses.
Agregat alami dapat digolongkan menjadi
1. Agregat Galian (pasir/kerikil)
• diperoleh langsung dari permukaan atau dengan cara menggali
terlebih dahulu
• Umumnya berbutir tajam, bersudut dan berpori
• Bebas dari garam, tetapi umumnya tercampur dengan kotoran
tanah/lumpur sehingga harus dicuci terlebih dahulu
2. Agregat Sungai (pasir/kerikil)
• Diperoleh langsung dari dasar sungai
• Umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan.
Agregat
44
3. Agregat Laut (pasir)
• Diambil dari pantai
• Butir-butirnya bulat akibat proses gesekan dan halus
• Merupakan pasir yang paling jelek karena mengandung garamgaraman yang menyerap air dari udara, sehingga selalu agak
basah, dan menyebabkan mengembang setelah menjadi eleman
bangunan
Agregat pecah (pasir atau kerikil/split) didapat dari memecah batu
menjadi ukuran yang diingini, dengan cara meledakkan, memecah,
menggiling dan menyaring (stone crusher)
Berdasar terbentuknya/proses geologi, agregat alami dikelompokkan
menjadi agregat beku, metamorf dan sedimen.
Agregat Beku (agregat magma) terbentuk oleh proses pembekuan
magma dibawah permukaan bumi (instrusif) atau pembekuan magma
yang keluar akibat letusan gunung berapi (ekstrusif).
Batuan sedimen atau batuan endapat terbentuk karena mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk suatu lapisan
endapan bahan padat yang secara fisik diendapkan oleh angin, air
atau es.
Agregat
45
Batuan Metamorf terbentuk karena proses metamorfosis, yaitu
perubahan yang dialami oleh batuan karena perubahan temperatur
dan tekanan, umumnya peningkatan temperatur dan tekanan akan
memperbesar butiran yang terbentuk. Proses metamorfosis dibedakan menjadi : Metamorfosis Regional, yaitu perubahan bentuk
dalam skala besar yang dialami batuan di dalam kulit bumi yang lebih
dalam sebagai akibat terbentuknya pegunungan; Metamorfosis
Kontak, yaitu perubahan bentuk akibat intrupsi magma panas
disekitarnya.
Ageregat Buatan/Tiruan dapat berupa :
Pecahan batu bata/genteng
Tanah liat bakar, dibuat dengan ukuran butir 5 – 20 mm, dibakar dan
diperoleh agregat yang keras, ringan dan berpori. Resapan air
8 – 20%, BJ beton dengan agregat ini ± 1,90.
Limbah/buangan dari suatu proses, seperti
• Agregat Abu Terbang (sintered fly-ash aggregate) yang diperoleh
dari pemanasan abu terbang (fly-ash) sampai meleleh dan setelah
mengeras kembali berbentuk butiran seperti kerikil.
• Terak tanur tinggi (blast furnace slags), dll
Agregat
46
b. Bentuk Butir Agregat
Bentuk butir (dan tekstur permukaan) agregat belum terdefinisi dengan
jelas, sulit diukur, serta pengaruhnya terhadap beton juga sulit diperiksa
dengan teliti. Bentuk butir agregat lebih berpengaruh pada beton segar
(mobilitas dan daya rekat) dari beton keras.
Bentuk agregat tergantung pada kebulatan dan sperikal :
Kebulatan (kebulatan atau ketajaman sudut)
Sifat yang dimiliki butir yang
tergantung pada ketajaman
relatif sudut dan ujung butir
Didifinisikan secara numeris,
sebagai rasio antara jari-jari
rata-rata sudut lengkung
ujung atau sudut butir terhadap jari-jari maksimum
lengkung salah satu
ujungnya.
Agregat
47
Sperikal
Sifat yang tergantung pada rasio luas bidang permukaan dan
volume butir.
Nilai rasio berhubungan dengan panjang ketiga sumbu pokok
butir :
• Bulat, ketiga sumbu relatif sama panjang
• Panjang, dua sumbu pokok amat pendek dibanding
sumbu ketiga
• Pipih, dua sumbu pokok amat panjang dibanding sumbu
ketiga.
Secara Numeris :
d
Angka Sperikal
a
atau
angka Sperikal 3
b.c
a2
d : diameter ekivalen bulatan dengan volume yang sama dengan butiran
a, b dan c adalah panjang sumbu-sumbu pokok butiran dimana a > b > c.
Agregat
48
Agregat Bulat
Menghasilkan tumpukan butir yang erat bila dikonsolidasikan, lebih sedikit
membutuhkan pasta semen pada tingkat kemudahan pekerjaan yang sama
(perpindahan butir lebih mudah pada beton segar) dibanding butir pipih,
panjang, atau bersudut/tajam
Rongga udara minimum 33%, angka sperikal (rasio luas permukaan dan
volume) kecil, sehingga kebutuhan pasta semen lebih sedikit
Ikatan antar butir-butirnya kurang kuat/lekatan lemah, tidak cocok untuk
beton mutu tinggi atau perkerasan jalan.
Agregat Bulat Sebagian
Mempunyai rongga 35 – 38%
Membutuhkan pasta semen lebih banyak agar adukan dapat dikerjakan
Ikatan antar butir lebih baik dari agregat bulat, tetapi belum cukup kuat untuk
beton mutu tinggi
Agregat Bersudut
Mempunyai rongga 38 – 40%
Memerlukan lebih banyak pasta semen agar adukan dapat dikerjakan
Ikatan antar butirnya baik, sehingga membentuk daya lekat yang baik
Cocok untuk beton mutu tinggi maupun perkerasan jalan
Agregat
49
Agregat Pipih dan Panjang
Agregat pipih, bila ukuran terkecil butiran < 3/5 ukuran rata-rata
Misal : agregat lolos saringan lubang ayakan 20 mm, dan tertahan
pada lubang ayakan 10 mm, berarti ukuran rata-rata 15 mm
maka agregat disebut pipih bila :
ukuran terkecil butiran < 3/5 . 15 = 9 mm
Agregat panjang, bila ukuran terbesar > 9/5 ukuran rata-rata
Misal : agregat lolos saringan lubang ayakan 20 mm, dan tertahan
pada lubang ayakan 10 mm, berarti ukuran rata-rata 15 mm
maka agregat disebut panjang bila :
ukuran sisi terpanjang butiran > 9/5 . 15 = 27 mm
Agregat pipih/panjang berpengaruh buruk terhadap daya tahan/
keawetan beton, agregat ini cenderung berkedudukan rata air
(horizontal), sehingga membentuk rongga udara dibawahnya.
Agregat
50
c. Tekstur Permukaan Agregat
Tekstur permukaan ialah suatu sifat permukaan butir, halus, kasar, licin,
mengkilap, atau kusam. Ukuran secara numerik, seperti pada logam
belum terdapat pada agregat.
Tekstur permukaan tergantung pada kekerasan, ukuran molekul, tekstur
batuan, dan tergantung juga pada besar gaya yang bekerja pada
permukaan butiran yang membuat licin atau kasar permukaan tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan visual agregat, tekstur permukaan agregat
dibedakan menjadi : sangat halus (glassy), halus, granuler, kasar,
berkristal (crystalline), berpori dan berlubang-lubang.
Sifat-sifat agregat, terutama bentuk dan tekstur permukaan sangat
mempengaruhi mobilitas (sifat mudah dikerjakan) dari beton segar,
maupun daya lekat antara agregat dengan pastanya, dimana rekatan
merupakan pengembangan dari ikatan mekanis antar butiran.
Agregat
51
Agregat dengan permukaan berpori dan kasar lebih disukai dari agregat
dengan permukaan halus, karena agregat dengan tekstur kasar dapat
meningkatkan rekatan agregat – pasta sampai 1,75 kali, dan akibatnya
kuat tekan beton meningkat sampai 20%.
Selain itu, kekasaran permukaan agregat menambah kuat tarik dan
kuat lentur beton, ini disebabkan menambah gesekan antara pasta dan
permukaan butir.
Bila tekstur permukaan licin, maka membutuhkan air lebih sedikit dibanding butiran dengan permukaan kasar.
d. Berat Agregat
Besaran berat (berat jenis, berat isi/volume) dipengaruhi oleh volume.
Volume agregat terdiri dari : Volume zat padat, Volume pori ter-tutup
dan Volume pori terbuka
Agregat
52
Berat Jenis (spesific gravity) agregat adalah rasio antara massa
padat agregat terhadap massa air dengan volume dan suhu yang
sama.
Karena umumnya butiran agregat mengandung pori-pori yang tertutup/tidak saling berhubungan, maka bj agregat dibedakan menjadi :
bj mutlak : volume zat padat saja (tanpa volume pori)
bj semu (bj tampak) : volume zat padat termasuk volume pori
tertutup
Berat jenis agregat normal berkisar 2,50 – 2,70.
Berat Satuan (berat isi/volume) agregat adalah berat agregat dalam
satu satuan volume, dinyakan dalam kg/liter atau ton/m3. Volume
yang digunakan adalah volume total, yang meliputi volume zat padat
(termasuk pori tertutup) dan volume pori terbuka.
Jika : Vt = volume total
Vb = volume butiran/zat padat (termasuk pori tertutup)
Vp = volume pori terbuka
Maka Volume total Vt Vb Vp
Agregat
53
Berat Jenis
bj
W
Vb
Berat Satuan : b sat.
Porositas : P
Vp
Vt
dengan W = berat kering agregat
W
Vt
.100%
Kepadatan/kemampatan
V
K b .100%
Vt
Hubungan antara porositas – kepadatan
100 P
Besaran-besaran agregat dari beberap hasil penelitian sbb.
Porositas
= 35 – 40 %
Kepadatan
= 60 – 65 %
Berat Jenis
= 2,50 – 2,70
Berat Satuan = 1,20 – 1,60
Agregat
54
e. Ukuran Butir Agregat
Pengukuran ukuran butir agregat didasarkan atas suatu pemeriksaan dengan alat berupa satu set ayakan/saringan dengan lubanglubang tertentu, berturut-turut : 76 mm, 38 mm, 19 mm, 9,6 mm, 4,8
mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm.
Adukan beton dengan tingkat kemudahan yang sama, atau beton
dengan kekuatan yang sama, akan membutuhkan semen yang lebih
sedikit bila digunakan butir-butir kerikil yang besar (karena luas
permukaan agregat kecil) dibanding menggunakan kerikil dengan
butiran kecil. Pengurangan jumlah semen, berarti mengurangi panas
hidrasi dan berarti mengurangi kemungkinan beton retak akibat
susut dan perbedaan panas yang besar.
Besar butir maksimum
agregat tidaklah dapat terlalu
besar, karena terdapat faktorfaktor yang membatasi.
Ukuran butiran maksimum
agregat adalah :
Agregat
55
a) ≤ 3/4 kali jarak bersih antar baja-tulangan atau antara bajatulangan dan cetakan
b) ≤1/3 kali tebal pelat
c) ≤ 1/5 kali jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan.
Untuk beton bertulang, ukuran agregat ≤ 40 mm, dan untuk beton
tanpa baja-tulangan ukuran maksimum butiran dapat lebih besar.
3. Gradasi dan
Syarat Gradasi Agregat untuk Beton
Gradasi agregat : keragaman/distribusi ukuran butir agregat, dan dinyatakan dalam nilai prosentase butiran yang tertinggal/tertahan atau
lewat/lolos dalam suatu susunan ayakan (lubang 76 mm, 38 mm, 19
mm, 9,6 mm, 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm)
Agregat
56
Tingkat gradasi mempengaruhi jumlah volume pori, kemampatan dan
kebutuhan perekat (pasta semen).
Semakin bervariasi ukuran butir (dari ukuran besar ke kecil), semakin
kecil pori diantara butiran, maka agregat semakin mampat dan semakin sedikit kebutuhan perekat (semen/pasta semen) untuk merekatkan butiran dan mengisi ruang diantara butiran.
Gradasi Sela : didifinisikan sebagai agregat dengan salah satu atau
lebih ukuran fraksi yang berukuran tertentu tidak ada.
Pada suatu nilai fas dan rasio agregat – semen tertentu, kemudahan pengerjaan akan lebih tinggi jika kandungan pasir lebih
sedikit
Adukan beton segar dengan tingkat kemudahan pengerjaan
tinggi, lebih mudah mengalami segregasi. Dianjurkan agregat
dengan gradasi sela digunakan pada tingkat kemudahan
pengerjaan rendah, sedang pemadatannya dilakukan dengan
penggetaran
Tidak tampak berpengaruh pada kuat tekan atau kuat tarik
Pada kurva gradasi ditandai dengan adanya garis horizontal.
Agregat
57
Gradasi Seragam : agregat mempunyai ukuran butir seragam/
tunggal, atau agregat dengan ukuran butir berbeda dalam batas
sempit/hampir sama.
Pada kurva gradasi ditandai oleh garis yang hampir tegak/vertikal
Biasa digunakan untuk beton ringan tanpa pasir, untuk mengisi
agregat gradasi sela, tambahan agregat gradasi campuran yang
tidak memenuhi syarat.
Gradasi Menerus : pada gradasi ini ukuran butir agregat beragam,
serta memiliki semua ukuran saringan.
Ditandai dengan kurva gradasi yang menerus.
Persyaratan Gradasi agregat halus/pasir, dan agregat kasar/kerikil,
serta gradasi agregat gabungan (agregat halus dan agregat kasar
untuk beton) seperti gambar-gambar berikut ini.
Agregat
58
100
100
95
90
90
Daerah Gradasi No. 1
90
70
% lolos ayakan
% lolos ayakan
60
50
40
34
30
10
0
0,075
30
0,30
59
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
40
9,60
19
0
0,075
38
10
8
0,15
100
79
80
85
100
60
90
40
30
38
100
95
95
90
80
60
50
50
40
20
10
15
12
0,15
0,30
15
10
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
Gambar 2.6 : Batas Gradasi Pasir (Agak Halus) No. 3
Agregat
19
30
20
0
0,075
9,60
70
50
10
100
80
60
40
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
90
75
70
% lolos ayakan
100
Daerah Gradasi No. 3
0,30
Gambar 2.5 : Batas Gradasi Pasir (Sedang) No. 2
% lolos ayakan
90
35
30
Gambar 2.4 : Batas Gradasi Pasir (Kasar) No. 1
100
55
50
10
5
0,15
60
20
15
10
90
75
30
20
20
Daerah Gradasi No. 2
70
60
100
80
80
70
100
90
19
38
0
0,075
Daerah Gradasi No. 4
0,15
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.7 : Batas Gradasi Pasir dalam Daerah No. 4
59
100
100
100
90
90
80
80
70
70
% lolos ayakan
% lolos ayakan
85
60
50
50
40
40
20
20
30
10
10
0
4,80
60
50
30
10
95
60
30
10
100
100
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
0
76
4,80
Gambar 2.8 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 10 mm
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gambar 2.9 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 20 mm
100
100
95
90
80
70
% lolos ayakan
70
60
50
40
40
35
30
20
10
5
10
0
4,80
Agregat
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gambar 2.10 : Batas Gradasi Kerikil ukuran maksimum 40 mm
60
100
100
90
80
75
4
% lolos ayakan
70
60
60
60
3
50
(C)
46
46
40
34
28
20
20
0
0,075
(B)
33
30
10
37
45
2
26
6
3
2
0,15
12
30
20
19
14
1
(A)
16
8
4
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.11 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 10 mm
Agregat
61
100
100
90
80
75
% lolos ayakan
70
65
60
55
50
48
40
34
30
27
21
20
10
0
0,075
28
2
0,15
21
12
14
5
9
4
3
2
1
42
35
28
(C)
(B)
(A)
45
42
35
30
23
16
2
0,30
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.12 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 20 mm
Agregat
62
100
100
90
80
75
% lolos ayakan
70
4
60
50
40
3
52
2
47
(C)
40
(B)
44
32
(A)
36
1
59
50
38
31
30
30
24
23
25
20
15
11
10
0
0,075
60
67
5
2
0,15
12
7
3
0,30
17
12
17
24
18
7
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gambar 2.13 : Batas Gradasi Agregat Gabungan untuk besar butir maksimum 40 mm
Agregat
63
Sering terjadi bahwa untuk memenuhi syarat gradasi agregat
tertentu, tidak dapat dengan hanya menggunakan satu macam
agregat, tetapi harus menggabungkan beberapa agregat dengan
prosentase untuk masing-masing agregat tertentu.
Untuk mendapatkan prosentase masing-masing agregat digunakan
rumus :
y .x y .x
Pgab 1 1 2 2
100
atau
y .x y 2.(100 x1)
Pgab 1 1
100
: prosentase agregat gabungan
Pgab
y1 & y2 : prosentase lolos saringan tertentu agregat 1 dan agregat 2
x1 & x2 : prosentase masing-masing agregat untuk agregat
gabungan
Agregat
64
CONTOH :
Terdapat dua macam pasir, pasir A dan pasir B dengan gradasi seperti
tabel dibawah ini. Direncanakan kedua pasir tersebut digabungkan
sehingga memenuhi syarat pasir daerah gradasi No. 2.
Agregat
Ukuran
Pasir A
Pasir B
Lubang
Bagian
Bagian
mata
lolos
lolos
Ayakan
ayakan
ayakan
(mm)
(%)
(%)
96
100
100
48
100
100
24
100
62
12
100
50
0,6
85
10
0,3
60
0
0,15
30
0
Untuk mencari proporsi
masing-masing ukuran butir
pasir dilakukan dengan cara
coba-coba.
Pada contoh ini ditinjau
bagian yang lolos saringan
0,60, dimana pada gradasi
pasir daerah 2, jumlah yang
lolos saringan 0,60 antara
35% – 59%, karena itu pasir
gabungan/pasir C diambil
jumlah pasir yang lolos
saringan 0,60 sebesar 45%.
65
y .x y 2.(100 x1)
Pgab 1 1
100
85.x1 10.(100 x1)
45
100
4500 85.x1 10.x1 1000
4500 1000
= 46,67 47%
x1
85 10
Prosentase Pasir A = 47%
Prosentase Pasir B = (100 – 47)% = 53%
Perhitungan kebutuhan Pasir A dan Pasir B yang lolos setiap mata
ayakan untuk mendapatkan Pasir C (pasir gabungan), yang memenuhi
persyaratan Pasir Daerah Gradasi No. 2 seperti pada tabel berikut ini.
Kemudian hasil hitungan digambar kurva gradasinya
Agregat
66
Ukuran
Pasir A
Pasir B
Lubang
Bagian lolos Bagian lolos
mata ayakan
ayakan
ayakan
(mm)
(%)
(%)
a
9,6
4,8
2,4
1,2
0,6
0,3
0,15
0,075
Agregat
b
100
100
100
100
85
60
30
0
c
100
100
62
50
10
0
0
0
Gabungan Pasir A dan Pasir B
(Pasir C)
Pasir A 47% Pasir B 53%
Gabungan
Bagian lolos
Bagian lolos
Bagian lolos
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
d
e
f
47
53
100
47
53
100
47
33
80
47
27
74
40
5
45
28
0
28
14
0
14
0
0
0
67
100
90
90
85
A
59
50
P
(G asi
ab r C
un
ga
n)
60
60
80
75
Pa
si
r
70
100
90
Daerah Gradasi No. 2
80
75
62
55
50
45
40
30
30
35
30
28
Pa
sir
B
% lolos ayakan
100
100
Batas Gradasi No. 2
20
10
0
0,075
14
10
8
0,15
0,30
10
0,60
1,20
2,40
4,80
ukuran mata ayakan (mm)
9,60
19
38
Gradasi Pasir Gabungan dan Batas Gradasi Pasir No. 2
Agregat
68
CONTOH :
Untuk mendapatkan gradasi yang memenuhi syarat untuk kerikil
dengan ukuran maksimum 40 mm, dilakukan dengan menggabung
3 macam kerikil,
Kerikil I
ukuran 19 – 39 mm proporsi 57%
Kerikil II
ukuran 9,6 – 39 mm proporsi 29%
Kerikil III
ukuran 4,8 – 9,6 mm proporsi 14%
Distribusi butiran dan hasil hitungan Kerikil Gabungan sbb.
Ukuran
lubang
mata
ayakan
(mm)
a
76
38
19
9,6
4,8
2,4
Agregat
Kerikil I
Kerikil II
Kerikil III
19 - 39 mm 9,6 -39 mm 4,8 - 9,6 mm
Bagian
Bagian
Bagian
lolos
lolos
lolos
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
b
100
95
5
0
0
0
c
100
95
80
5
0
0
d
100
100
100
95
5
0
Kerikil Gabungan (kerikil IV)
57% I + 29% II + 14% III
Kerikil I Kerikil II Kerikil III Gabungan
Bagian
Bagian
Bagian
Bagian
lolos
lolos
lolos
lolos
ayakan
ayakan
ayakan
ayakan
(%)
(%)
(%)
(%)
e
f
g
h
57
29
14
100
54
28
14
96
3
23
14
40
0
1
13
15
0
0
1
1
0
0
0
0
69
100
100
95
95 96
90
(ga
bu
ng
an
70
rik
Ker
40
40
40
35
30
20
Batas Gradasi
Kerikil ukuran
maks. 40 mm
15
10
0
K eri
kil I
ikil
II
50
Ke
60
il IV
K eri
kil I
II
70
% lolos ayakan
)
80
80
5
1
4,80
10
5
5
9,60
19
ukuran mata ayakan (mm)
38
76
Gradasi Kerikil Gabungan (contoh)
Agregat
70
4. Daya Serap Air dan Kadar Air Agregat
Dalam pori-pori agregat yang terbentuk pada saat pembentukannya
terdapat udara yang terperangkap, atau akibat dekomposisi mineral
pembentuk tertentu akibat perubahan cuaca menyebabkan terjadinya
rongga kecil/pori-pori pada agregat. Beberapa merupakan pori-pori
tertutup dan beberapa lainnya merupakan pori-pori terbuka terhadap
permukaan butiran.
Kondisi
Kandungan Air
Penyerapan Air
Kering Tungku
tidak terdapat air baik di dalam
pori atau dipermukaan butiran
banyak
Kering Udara
permukaan butiran kering,
sebagian pori-pori berisi air
sedikit
Jenuh kering muka
(SSD saturated
surface-dry)
permukaan butiran kering,
tetapi pori-pori penuh terisi air
tidak menyerap air, dan tidak
menambah air campuran
Basah
permukaan butiran basah dan
pori-pori penuh terisi air
tidak menyerap air, tetapi air
pada
permukaan
butiran
menambah air campuran
Agregat
71
Karena volume agregat ± 70% dari volume beton, maka porositas
agregat memberikan kontribusi pada porositas beton secara
keseluruhan dan pori-pori agregat dapat menjadi reservoar air bebas
didalam agregat
Daya Serap : persentase berat air yang mampu diserap jika agregat
direndam dalam air.
Kadar Air : persentase berat air yang dikandung agregat. Keadaan
kandungan air dalam agregat perlu diketahui untuk menghitung jumlah
air yang perlu dipakai dalam adukan beton, juga untu