INTERVENSI KEPERAWATAN MANDIRI PADA PASIEN YANG MENGALAMI NYERI DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II

(1)

1

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ZAINAB INDRIYAN TANJUNG 20120320038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

INTERVENSI KEPERAWATAN MANDIRI PADA PASIEN YANG MENGALAMI NYERI DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA UNIT II

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ZAINAB INDRIYAN TANJUNG 20120320038

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

YOGYAKARTA UNIT II

Disusun oleh: Zainab Indriyan Tanjung

20120320038

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 24 Agustus 2016

Dosen Pembimbing Dosen penguji

Arianti, S. Kep, Ns. Sp. Kep. MB Ambar Relawati,S.Kep.,Ns., M.Kep NIK: 173 073 NIK : 173 232

Mengetahui,

Ka.Prodi Ilmu Keperawatan FKIK UMY Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ns. Sri Sumaryani, M. Kep., Sp. Mat., HNC NIK: 197703132001041730


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Zainab Indriyan Tanjung

NIM : 20120320038

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 15 November 2015 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv Allah SWT

Ayahanda Suntarto dan Ibunda Wardayaningsih yang senantiasa mendukung serta memberikan doa.

Erwina Rusmawati, Romi Andryan Tanjung, Devfa Stefany, Yumna Farradzkia Tanjung, Anisa Chandrawati, Christiana Nilasari yang senantiasa memberikan semangat kepada

peneliti

Donio Kurniawan yang senantiasa membantu serta memberikan dukungan. Khaulla Karima yang selalu memberikan masukan dan semangat untuk peneliti. Niken Wahyu Rohmawati, Ariffah Apriana, Alm. Mella Tiara, Amalia Rizqiani dan Nawang Galih Citrasmi yang selalu menemani dan selalu membatu serta memberikan

masukan untuk peneliti.

Teman-teman kontrakan “Nyonya Menir” Anne Feby Delia Rusmana, Izmi Ikha, Adelia Pramudita Monanda yang senantiasa membantu

Karya tulis ini juga peneliti persembahkan untuk sahabat-sahabat tercinta Hardian Wahyu Widianto, Assovandi Ragil, Hartami Putri, Nita eksada.

Pihak-pihak yang senantiasa membantu lancarnya penelitian ini, Agus Gunadi, Ratri Fahmi, Satifa, Sita.

Listia Putri, Hertas, Azika, Abdullah, Alma Ananda, Bapak Anton, Ikbal Abdullah, Defi Sulistya

Teman-teman satu bimbingan, Agnes, Viona Putri, Dwi Novi, Titis Wijayanti, Sudra Seva, Evi Kurniawati, Wijaya.

Nurhikmatul Maula, Chrischandy, Rizaludin akbar, Yudan Harry, Chandra Kusuma, Ardina Permata Sari, Yurika Chendy, Dimas Wardiono,


(6)

v

KATA PENGANTAR

Asslamu’alaikum, Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah berjudul “Intervensi Keperawatan Mandiri Pada Pasien Yang Mengalami Nyeri Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II” dengan baik. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yaitu:

1. Bapak Suntarto, Ibu Wardayaningsih, S.Pd selaku orang tua yang telah mendukung dengan segenap tenaga, doa dan usaha.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns,M.Kep.,Sp.Mat.,HNC selaku Kepala Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Arianti, S. Kep, Ns. Sp. Kep. MB selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,

5. Ibu Ambar Relawati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen penguji


(7)

vi

Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, 15 November 2015

Penulis


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri ... 13

B. Teori Nyeri ... 14

C. Fisiologi Nyeri ... 15

D. Jenis-jenis Nyeri ... 19

E. Mengkaji Persepsi Nyeri ... 19

F. Mengkaji Intensitas Nyeri ... 20

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ... 22

H. Managemen Nyeri ... 25

1. Intervensi Kolaborative (Farmakologi) ... 25


(9)

viii

A. Desain Penelitian ... 45

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

D. Variabel Penelitian ... 47

E. Definisi Operasional... 47

F. Instrumen Penelitian... 49

G. Cara Pengambilan Data ... 50

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 51

I. Pengolahan Data dan Analisa Data ... 53

J. Etika Penelitian ... 54

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 56

B. Hasil Penelitian ... 59

C. Pembahasan ... 61

D. Kekuatan Penelitian ... 87

E. Kesimpulan dan Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA ...


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Pengkajian Nyeri ... 20

Tabel 2 : Definisi Operasional ... 47

Tabel 3 : Intepretasi Nilai r Reabilitas ... 53

Tabel 4: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 58


(11)

x

Gambar 2 : Skala NRS ... 21

Gambar 3 : Skala Analog Scale ... 21

Gambar 4 : Skala Nyeri Wajah ... 22


(12)

xi

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1: Patofisilogi Nyeri ... 17 Bagan 2 : Kerangka Konsep ... 44 Bagan 3 : Alur Pengambilan Data ... 50


(13)

xii

masalah nyeri baik secara mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi tidak memiliki resiko atau efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk penggantian obat-obatan.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Februari 2016 di seluruh bangsal rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Responden terdiri dari 56 pasien nyeri dengan teknik Accidental sampling.

Hasil Penelitian: Hasil Penelitian menunjukan bahwa intervensi keperawatan mandiri yang diberikan oleh perawat kepada responden nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu teknik nafas dalam diterima oleh 26.8% responden, kompres air hangat diterima oleh 1.8% responden, dzikir khafi diterima oleh 23.2% responden, terapi Al-Qur’an diterima oleh 25% responden.

Kesimpulan: Tidak ada perawat yang memberikan intervensi mandiri efflurage massase, teknik imajinasi terbimbing, terapi musik, teknik distraksi, aromaterapi, teknik akuplesur dan kompres dingin kepada pasien yang mengalami nyeri. Sebagian besar perawat juga belum memberikan intervensi nafas dalam. Intervensi kompres air hangat hampir seluruh perawat belum memberikan pada pasien nyeri, intervensi dzikir khafi dan terapi al-Quran diterima oleh sebagian kecil responden


(14)

xiii ABSTRACT

Background: Until now, pain recorded as a complaint that bring the treatment to the hospital. Nurse using knowledge can overcome the problem of pain either independently or collaboratively by using two approaches, pharmacological approaches and nonpharmacological approaches. Pharmacological therapies such as medication analgesic or pain reliever has side effects depression, sedation, nausea vomiting and constipation. While the nonpharmacological therapy has no risks or side effects.

Objective: the purpose of this study is to describe the independent nursing intervention in patients who have pain in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital.

Methods: This research is descriptive analytic cross sectional approach that the study with observations once (points time approach) which is a quantitative research. Research conducted in January to Februari 2016 all over the ward inpatient PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II hospital. Respondents consists of 56 patients pain and with accidental sampling technique.

Results: the results showed that the nursing interventions independent given by nurses to the respondents pain in the PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital is a technique deep breath received by 26,8% of respondents, compress warm water received by 1,8% of respondents, dzikir khafi received by 23,2 % of respondents and therapy Quran received by 25% of respondents. Conclusion:. No nurse that gives intervention independent the fform of efflurage massase, guiden imagination, music therapy, distraction techniques, aromatherapy, akuplesur techniques, compress cold water to the patients pain. Intervention compress warm water almost all the nurse not provide in patients pain, intervention dzikir khafi and therapy Qur’an received by a small portion


(15)

(16)

INTISARI

Latar Belakang: Nyeri tercatat sebagai keluhan yang membawa orang berobat keluar masuk Rumah Sakit. Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi tidak memiliki resiko atau efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk penggantian obat-obatan.

Tujuan: Untuk mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian dilaksanakan pada Januari hingga Februari 2016 di seluruh bangsal rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Responden terdiri dari 56 pasien nyeri dengan teknik Accidental sampling.

Hasil Penelitian: Hasil Penelitian menunjukan bahwa intervensi keperawatan mandiri yang diberikan oleh perawat kepada responden nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu teknik nafas dalam diterima oleh 26.8% responden, kompres air hangat diterima oleh 1.8% responden, dzikir khafi diterima oleh 23.2% responden, terapi Al-Qur’an diterima oleh 25% responden.

Kesimpulan: Tidak ada perawat yang memberikan intervensi mandiri efflurage massase, teknik imajinasi terbimbing, terapi musik, teknik distraksi, aromaterapi, teknik akuplesur dan kompres dingin kepada pasien yang mengalami nyeri. Sebagian besar perawat juga belum memberikan intervensi nafas dalam. Intervensi kompres air hangat hampir seluruh perawat belum memberikan pada pasien nyeri, intervensi dzikir khafi dan terapi al-Quran diterima oleh sebagian kecil responden


(17)

two approaches, pharmacological approaches and nonpharmacological approaches. Pharmacological therapies such as medication analgesic or pain reliever has side effects depression, sedation, nausea vomiting and constipation. While the nonpharmacological therapy has no risks or side effects.

Objective: the purpose of this study is to describe the independent nursing intervention in patients who have pain in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital.

Methods: This research is descriptive analytic cross sectional approach that the study with observations once (points time approach) which is a quantitative research. Research conducted in January to Februari 2016 all over the ward inpatient PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II hospital. Respondents consists of 56 patients pain and with accidental sampling technique.

Results: the results showed that the nursing interventions independent given by nurses to the respondents pain in the PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Hospital is a technique deep breath received by 26,8% of respondents, compress warm water received by 1,8% of respondents, dzikir khafi received by 23,2 % of respondents and therapy Quran received by 25% of respondents. Conclusion:. No nurse that gives intervention independent the fform of efflurage massase, guiden imagination, music therapy, distraction techniques, aromatherapy, akuplesur techniques, compress cold water to the patients pain. Intervention compress warm water almost all the nurse not provide in patients pain, intervention dzikir khafi and therapy Qur’an received by a small portion


(18)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit terutama nyeri (Purwanto dalam Karendehi, 2015). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan terkait kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial, atau yang di gambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (Meliala & Suryamiharja, 2007).

Menurut Potter & Perry (2006), nyeri merupakan pengalaman pribadi yang diperlihatkan dengan cara berbeda pada setiap individu. Setiap individu memiliki pengalaman nyeri dengan skala tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan dipersepsikan individu berdasarkan pengalamannya. Nyeri menjadi alasan paling umum seseorang mencari perawatan kesehatan karena merasakan terganggu dan menyulitkan mereka. Nyeri secara serius jika tidak ditangani dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu, sehingga kondisi tersebut akan merusak kemampuan individu untuk melakukan aktifitas perawatan diri, menyebabkan isolasi sosial, depresi serta perubahan konsep diri (Potter & Perry, 2006).

Menurut Smeltzer & Bare (2002), Secara umum nyeri di kategorikan menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga kurang dari enam bulan biasanya dengan


(19)

awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik dimana nyeri akut mengindikasikan adannya kerusakan atau cidera telah terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan, salah satunya adalah nyeri akibat pembedahan. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu dimana nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya dimana nyeri ini berlangsung selama enam bulan atau lebih (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002).

Hingga saat ini nyeri tercatat sebagai keluhan yang paling banyak membawa pasien keluar masuk untuk berobat ke Rumah Sakit, diperkirakan prevalensi nyeri kronis adalah 20% dari populasi dunia, di Eropa tercatat jumlah pasien nyeri sebanyak 55% (JMJ, 2014). Murphy dalam Lumunon, Sengkey & Angliadi (2015), melaporkan prevalensi nyeri akut di inggris mencapai 42% dengan angka kejadian pada pria sebanyak 17% dan wanita sebanyak 25%.

Sembilan dari 10 orang Amerika berusia 18 tahun atau lebih dilaporkan menderita nyeri minimal sekali dalam satu bulan dan sebanyak 42% merasakannya setiap hari (Latief dalam Sinardja, 2013). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari Word Health Organization (WHO) (2015), jumlah pasien nyeri pembedahan meningkat dari tahun ke tahun, pada tahun 2011 tercatat terdapat 140 juta pasien atau sekitar 1,9% di seluruh dunia, pada tahun 2012


(20)

3

terjadi peningkatan sebesar 148 juta pasien atau sekitar 2,1%, Sedangkan menurut Fabbian, Giorgi, Palam, Menegatti, Gallerani & Manfredini (2014), prevalensi nyeri di Italia di alami oleh 21% pasien penyakit kanker, 33% pasien penyakit cardiovaskuler, 23% pasien penyakit Pulmo, 24% pasien dengan penyakit pembuluh darah, 16% pasien dengan gangguan musculoskeletal, 18% pasien dengan penyakit saraf, 4% pasien penyakit kulit, 15% pasien penyakit ginjal, 16% pasien dengan penyakit gangguan metabolik, 10% pasien penyakit hepatik, 9% pasien dengan penyakit dan gangguan pankreas, 12% pasien dengan penyakit dan gangguan lambung dan 11% pasien dengan penyakit dan gangguan pada usus. Jumlah prevalensi nyeri secara keseluruhan belum pernah di teliti di Indonesia, namun diperkirakan nyeri kanker dialami oleh sekitar 12,7 juta orang atau sekitar 5% dari penduduk Indonesia (WHO, 2014), angka kejadian nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6-31,3% (Purastuti dalam Fanada & Muda 2012), sedangkan nyeri punggung bawah (LBP) sebanyak 40% penduduk dengan jumlah prevalensi pada laki-laki sekitar 18,2% dan wanita 13,6% (Wulandari, Maja & Khosama, 2013).

Nyeri berdasarkan tingkatannya terdiri dari nyeri ringan yaitu nyeri dengan intensitas rendah. Nyeri sedang yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi. Tidak nyeri = bila skala intensitas nyeri numerik 0, nyeri ringan = bila skala intensitas nyeri numerik 1-4, nyeri sedang = bila skala intensitas nyeri numerik 5-7, nyeri berat = bila skala intensitas nyeri numerik 8-10 (Langganawa, 2014). Penelitian Nurhafizah & Erniyati (2012), setelah dilakukan pengkajian nyeri di sebuah bangsal RSUP H.Adam Malik


(21)

Medan didapatkan pasien post operasi dengan intensitas nyeri ringan sebanyak 22,2 % pasien dengan nyeri sedang sebanyak 57,4% dan sisanya adalah pasien dengan intensitas nyeri berat 20,4%, sedangkan menurut Marpuah dalam Kusyati (2012), ibu primigravida mengalami nyeri dengan rata-rata nyeri sedang sebanyak 54% dan sisanya nyeri ringan sebanyak 46%.

Pasien dalam merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara berbeda-beda misalnya berteriak, meringis, menangis dan sebagainya, maka perawat harus peka terhadap sensasi nyeri yang dialami oleh pasien (Asmadi dalam Saifullah, 2015). Perawat harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek keperawatan mencangkup pemeliharaan suhu tubuh normal, pernafasan yang optimal, bebas dari cidera, terutama meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan (Baradero dalam Saifullah, 2015).

Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupan dengan nyaman, pada kondisi ini perawat sebagai tenaga professional yang paling banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung jawab melakukan manajemen nyeri yang tepat (Mustawan dalam Karendehi, 2015). Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup (Purwandari, 2014).

Penelitian yang dilakukan Woldrhaimanot, Esheti & Kerie 2014, tentang manajemen nyeri di Bangsal Bedah Jimma Ethiopia, dari 252 pasien yang


(22)

5

mengalami nyeri hanya 50% dari pasien yang cukup puas dengan menejemen nyeri mereka. Sedangkan Human Rights Watch melaporkan bahwa hanya 10% dari pasien yang menerima manajemen nyeri optimal, meskipun berbagai workshop dan pertemuan puncak telah dilakukan se Uni Afrika dan menetapkan bahwa nyeri merupakan sebagian dari hak dasar manusia (Human Right Watch dalam Woldrhaimanot 2014).

Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri baik secara mandiri maupun kolaboratif dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan farmakologi dan pendekatan non farmakologi (Saifullah, 2015). Pendekatan farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Terapi farmakologis seperti obat-obatan analgetik atau pereda nyeri memiliki efek samping seperti depresi, sedasi, mual muntah dan konstipasi, sedangkan pendekatan nonfarmakologi merupakan pendekatan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik managemen nyeri meliputi stimulasi dan masase kutaneus, terapi es dan panas, distraksi, imajinasi terbimbing, teknik relaksasi nafas dalam dan sebagainya (Smeltzer & Bare, 2002).

Pendekatan nyeri nonfarmakologis memiliki resiko atau efek samping yang sangat rendah meskipun metode tersebut bukan untuk penggantian obat-obatan, namun tindakan tersebut diperlukan atau sesuai untuk mempersingkat episode nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik pereda nyeri nonfarmakologi dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis


(23)

lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Bagun & Nur’aeni, 2013). Tujuan dari penatalaksanaan nyeri adalah untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pasien dengan efek samping seminimal mungkin (Smelzer & Bare, 2002).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh Saifullah pada penelitiannya yaitu “Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Perawat dalam Manajemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD DR Suehadi Prijonegoro Sragen” pada tahun 2015, beberapa perawat yang bertugas di bangsal bedah didapatkan fenomena bahwa perawat jaga ketika dihadapkan dengan keluhan nyeri selama ini kebanyakan langkah awal yang di ambil adalah kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan analgetik, masih jarang yang menggunakan teknik non farmakologi.

Menurut Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan November 2015 di enam Bangsal Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II didapatkan populasi pasien nyeri dalam 1 bulan terakhir sebanyak 70 pasien yang terdiri dari 46 pasien nyeri dewasa dan sisanya adalah pasien nyeri lansia dan anak-anak. Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Intervensi keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II”.

Hasil wawancara dengan salah seorang perawat pada studi pendahuluan tanggal 24 November 2015, didapatkan hasil dalam pelaksanaan intervensi pada


(24)

7

pasien nyeri perawat mengatakan selain memberikan intervensi kolaborasi farmakologi atau obat-obatan perawat juga memberikan intervensi mandiri yaitu non farmakologi yakni salah satunya mengajarkan pasien teknik nafas dalam serta teknik distraksi dan relaksasi. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara dengan dua orang pasien, pasien mengaku hanya diberikan obat oleh perawat tanpa diberikan intervensi lain seperti intervensi nyeri non farmakologi.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik untuk meneliti “Intervensi keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat di rumuskan permasalahan, yaitu “Bagaimanakah Intervensi Keperawatan Mandiri pada Pasien yang Mengalami Nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II ?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II


(25)

a. Diketahuinya karakteristik pasien rawat inap yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa serta pendidikan.

b. Diketahuinya skala nyeri serta jenis nyeri yang dialami pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

c. Diketahuinya gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang meliputi :

1) Presentase pemberian efflurage massage pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

2) Presentase pemberian teknik relaksasi nafas dalam pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

3) Presentase pemberian imajinasi terbimbing pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

4) Presentase pemberian distraksi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

5) Presentase pemberian terapi musik pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

6) Presentase pemberian aromaterapi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

7) Presentase pemberian kompres dingin pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II


(26)

9

8) Presentase pemberian kompres hangat pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

9) Presentase pemberian teknik akuplesur pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

10)Presentase pemberian dzikir khafi pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

11)Presentase pemberian terapi Al-Qur’an pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi institusi (Rumah Sakit)

Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai masukan dan evaluasi untuk Rumah Sakit khususnya untuk perawat dalam memberikan intervensi keperawatan mandiri dalam menangani nyeri.

2. Bagi praktik keperawatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan perawat dapat menerapkan intervensi keperawatan mandiri dalam menangani pasien yang mengalami nyeri.

3. Bagi pendidikan keperawatan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh profesi keperawatan dalam pengembangan perencanaan keperawatan dalam upaya penatalaksanaan nyeri.


(27)

Dengan penelitian ini diharapkan pasien dan masyarakat selanjutnya dapat menerima intervensi dan penatalaksanaan nyeri dari perawat yang lebih baik dan efesien.

5. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti dan memberi pengalaman bagi peneliti.

6. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat di jadikan referensi dan acuan serta dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

1. Nurhafizah dan Erniyati (2012) dengan judul “Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi di Ruang Rindu B2A RSUP H.Adam Malik Medan”. Tujuan dari penelitian untuk mengidentifikasi hubungan strategi koping dengan intensitas nyeri pada pasien post operasi. Subyek pada penelitian ini adalah semua pasien pasca operasi abdomen yang sedang menjalani rawat inap di RSUP H.Adam Malik Medan pada periode 31 Maret sampai 02 Juni 2012. Responden terdiri dari 54 orang pasien pasca bedah abdomen. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dipandu kuisioner strategi koping dan skala intensitas nyeri Bourbanis. Hasil Penelitian menunjukan bahwa dari Uji Chi-Square membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara strategi koping dengan intensitas nyeri pasien post operasi dengan nilai signifikansi (p) = 0,018 (<0,05). Kesamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah


(28)

11

responden merupakan pasien nyeri. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II, subjek yang akan diteliti adalah pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan accidental sampling, pengambilan data akan dilakukan selama 1 bulan dengan populasi semua pasien rawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang mengalami nyeri.

2. Woldehaimanot, Eshetie & Kerie (2012) tentang “Postoperative Pain Management among Surgically Treated Patients in an Ethiopian Hospital”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai proses dan hasil dari manajemen nyeri di bangsal bedah Rumah Sakit khusus Jimma University Ethiopia. Penelitian ini mengguankan Instrumen Amerika Pain society (APS) yaitu intrumen untuk menilai kepuasan pasien terhadap managemen nyeri yang diberikan. Hasil dari penelitian ini yaitu dari 252 pasien hanya 50% pasien yang merasa puas dengan managemen nyeri mereka. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran intervensi keperawatan mandiri yang diberikan perawat pada pasien nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Sedangkan pada penelitian ini intrumen yang digunakan adalah lembar observasi sekala


(29)

nyeri Numeric Rating Scale (NRS) dan pengkajian nyeri Onset, Proviking, Quality, Region, Severity, Treatment, Understanding, Values (OPQRSTUV) serta instrumen intervensi keperawatan mandiri.


(30)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri

Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015). Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu mengatakkannya.

Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk. Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 1997).

B. Teori Nyeri

1. Teori Intensitas (The Intensity Theory)

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).


(31)

2. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup (Andarmoyo, 2013)

3. Teori Pola (Pattern theory)

Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider (1989), teori ini menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori pola adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T (Margono, 2014).

4. Endogenous Opiat Theory

Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan bahwa terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi selama alami didalam tubuh, subtansi ini disebut endorphine yang mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine


(32)

15

kemungkinan bertindak sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat transmisi dari pesan nyeri (Hidayat, 2014).

C. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare, 2002).

Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut menginduksi serabut saraf perifer aferen yaitu serabut delta dan serabut C. Serabut A-delta memiliki myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi yang tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus (Potter & Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-delta menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang keluar jika ada jaringan yang rusak. Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf


(33)

perifer ke saraf traktus spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).

Bagan 1 Fisiologi Nyeri (Potter & Perry ,2006)

Stimulasi nyeri : zat kimia, listrik kekurangak oksigen, trauma jaringan, dan

lain-lain

Pelepasan Mediator Nyeri

(histamine,prostaglandin,serotonin,ion kalium dan lain-lain)

Merangsang Nosireseptor

(Reseptor Nyeri) Dihantarkan Serabut Tipe Aα dan Serabut Tipe C

Medula Spinalis

Sistem Aktivasi Retikuler

Sistem Aktivasi Retikuler

Area Grisea Periakueduktus

Talamus Hipotalamus dan Sistem

Limbik Talamus

Otak (Kortek Somatosensorik) Persepsi Nyeri


(34)

17

D. Jenis- jenis Nyeri

Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu, 1. Nyeri Akut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan (Meliala & Suryamiharja, 2007).

2. Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau intermitern yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri kronis dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Nyeri kronik ini juga sering di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun enam bulan


(35)

merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan nyeri menjadi, 1. Nyeri Ferifer

Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :

a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa

b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.

c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri.

2. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang otak dan talamus.

3. Nyeri Psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.


(36)

19

E. Mengkaji Persepsi Nyeri

Tabel 1 Pengkajian Nyeri (BCGuidelines.ca, 2011)

Onset Kapan nyeri muncul?

Berapa lama nyeri?

Berapa sering nyeri muncul? Proviking Apa yang menyebabkan nyeri?

Apa yang membuatnya berkurang?

Apa yang membuat nyeri bertambah parah? Quality Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?

Bisakan di gambarkan?

Region Dimanakah lokasinya?

Apakah menyebar?

Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10)

Treatment Pengobatan atau terapi apa yang digunakan?

Understanding Apa yang anda percayai tentang penyebab nyeri ini?

Bagaimana nyeri ini mempengaruhi anda atau keluarga anda?

Values Apa pencapaian anda untuk nyeri ini?

F. Mengkaji Intensitas Nyeri 1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)

Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan (Potter & Perry, 2006).


(37)

Gambar 1 Skala Deskriptif Verbal (Potter & Perry, 2006)

Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Yang Nyeri Ringan Sedang Berat Tidak Tertahankan 2. Skala Penilaian Numerik (NRS)

Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja, 2007).

Gambar 2 Numerical Rating Scale (Potter & Perry, 2006)

3. Skala Analog Visual (VAS)

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).


(38)

21

4. Skala Nyeri Wajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2006).

Gambar 4 Skala Nyeri Wajah (Potter&Perry, 2006)

G. Faktor –faktor yang mempengaruhi nyeri 1. Usia

Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai contoh anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry, 2006).

2. Jenis kelamin

Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus


(39)

berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Rahadhanie dalam Andari, 2015)

3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Rahadhanie dalam Andari, 2015).

4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).

5. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas (Wijarnoko, 2012).


(40)

23

6. Kelemahan

Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Fatmawati, 2011).

7. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari, 2015).

8. Gaya koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau menyanyi (Ekowati, 2012).

9. Dukungan keluarga dan social

Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk dapat memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).


(41)

10. Makna nyeri

Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).

H. Manajemen Nyeri

1. Pendekatan farmakologi

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yakni:

a) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek pendepresi pernafasan.

b) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi. Efek samping dari opiad ini dapat menyebabkan depresi pernafasan, sedasi, konstipasi, mual muntah.


(42)

25

c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual (Potter & Perry, 2006).

2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi)

Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013), merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah. Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).

a) Masase dan Stimulasi Kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan selama 3-10 menit untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara melepaskan endofrin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2006). Salah satu teknik memberikan masase adalah tindakan masase


(43)

punggung dengan usapan yang perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh lestari (2015), tentang tentang pemanfaatan stimulasi kutaneus (Slow Stroke Back Massage) menunjukan ada pengaruh stimulasi kutaneus (slow stroke back massage) terhadap intensitas nyeri haid pada siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.

b) Efflurage Massage

Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara berulang (Reeder dalam Parulian, 2014). Langkah-langkah melakukan teknik ini adalah kedua telapak tangan melakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas simphisis pubis, bentuk pola gerakannya seperti “kupu-kupu”. Masase ini dilakukan selama 3–5


(44)

27

menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009). Effleurage merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, 2011).

c) Distraksi

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2002).

Beberapa sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi yang ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak terutama usia prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada tahun (2014), menurut Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan bercerita dimana teknik distraksi bercerita merupakan salah satu strategi non farmakologi yang dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada penelitiannya dimana teknik distraksi dengan bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah pada pemasangan infus yakni dari nyeri skala 3 ke nyeri


(45)

skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton film cartun animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus.

d) Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015).

Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2005).


(46)

29

e) GIM (Guided Imagery Music)

GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan untuk mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan imajinasi pasien. Musik digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014). Hasil Penelitian dari Suarilah, Wahyuni & Fahlufi (2014) tentang “Guided Imagery dan Music (GIM) Menurunkan Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio Caesaria” pada 30 responden didapatkan hasil bahwa GIM terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri pasien post SC di RSUP NTB. GIM direkomendasikan sebagai intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.

f) Terapi Musik Klasik (Mozart)

Pada dewasa ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis adalah musik klasik karena musik ini maknitude yang luar biasa pada perkembangan ilmu kesehatan, diantaranya memiki nada yang lembut, nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa, ketenangan dan membuat pendengarnya lebih rileks (Dofi dalam Liandari, 2015).


(47)

Penelitian yang dilakukan oleh Liandari, Hendra dan Parjo tentang pemberian terapi musik mozart terhadap intensitas nyeri haid pada remaja putri di SMA Negeri 1 Pontianak pada tahun 2015 skala nyeri yang dialami remaja putri sebelum pemberian terapi musik klasik (mozart) yaitu skala nyeri sedang (68,4%). Sedangkan skala nyeri yang dialami remaja putri setelah pemberian terapi musik klasik (mozart) terbanyak pada nyeri ringan (47,4%). Maka terdapat pengaruh terapi musik klasik (mozart) terhadap penurunan intensitas nyeri haid (dismenore) pada remaja putri di SMA Negeri 1 Pontianak tahun 2015.

g) Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat

Salah satu terapi nonfarmakologi adalah hidroterapi rendam kaki air hangat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti pada tahun 2015 tentang pengaruh hidroterapi rendam kaki air hangat terhadap 17 pasien post operasi di RS Islam Sultan Agung Semarang terdapat penurunan intensitas nyeri dari sebelum diberikan 4,06 dan setelah diberikan intensitas nyeri menjadi 2,71 dan terdapat pengaruh hodroterapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan nyeri pasien post operasi dengan nilai p value 0,003 (p value <0,05).

h) Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat


(48)

31

(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011), teknik relaksasi melalui olah nafas merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu juga bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan keseimbangan tubuh dan pikiran, karena olah nafas dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga berdampak pada keseimbangan tubuh dan pengontrolan tekanan darah.

i) Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri atas penggabungan


(49)

nafas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer & Bare, 2002). Prosedurnya yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien, usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”, selama pasien memejamkan mata kemudian minta pasien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk menghembuskan udara melalui mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik, Tangka & Rottie, 2013).

j) Aromaterapi

Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan (Primadiati, 2002). Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa jenis aromaterapi yang digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan aromaterpi lavender. Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma terapi yang dapat


(50)

33

digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong dalam Purwandari, 2014).

Aromaterapi selain lemon untuk pereda nyeri lainnya adalah aromaterapi lavender. Aromaterapi lavender bermanfaat untuk relaksasi, kecemasan, mood, dan pada pasca pembedahan menunjukkan terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi. Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi relaks mendorong aliran energi kreativitas dan perasaan segar dan sehat (Bangun, 2013). Kondisi gelombang alpha ideal untuk perenungan, memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak sebagai gerbang kreativitas seseorang. Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal memiliki efek menenangkan. Menurut penelitian yang dilakukan terhadap tikus, minyak lavender memiliki efek sedasi yang cukup baik dan dapat menurunkan aktivitas motorik mencapai 78%, sehingga sering digunakan untuk manajemen stres. Beberapa tetes minyak lavender dapat membantu menanggulangi insomnia, memperbaiki mood seseorang, dan memberikan efek relaksasi (Bangun, 2013).


(51)

k) Kompres Dingin

Metode sederhana yang dapat di gunakan untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri, ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia & Anderson dalam Rahmawati, 2014).

Kompres dingin merupakan suatu prosedur menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri, dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot (Tamsuri, 2007). Sensasi dingin diberikan pada sekitar area yang terasa nyeri, pada sisi tubuh yang berlawanan yang berhubungan dengan lokasi nyeri. Setiap klien akan memiliki respons yang berbeda-beda terhadap area yang diberikan terapi. Terapi yang diberikan dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung bekerja lebih baik (Potter & Perry, 2005).Menurut pendapat Novita dalam Supriadi (2014), pada umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding dengan panas karena adanya lemak subkutan yang bertindak sebagai insulator, di sisi lain lemak subkutan


(52)

35

merupakan barrier utama energi dingin untuk menembus otot. Dalam bidang keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk mengurangi rasa nyeri. Dingin memberikan efek fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi, menurunkan aliran darah dan mengurangi edema, mengurangi rasa nyeri lokal (Tamsuri, 2007). l) Kompres Hangat

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasikan otot-otot yang tegang (Price, Sylvia & Wilson, 2005). Kompres hangat dilakukan dengan mempergunakan buli-buli panas atau kantong air panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Smalzer & Bare, 2002). Kompres hangat memiliki beberapa pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan tersebut, pada otot panas memiliki efek menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler. Tekanan oksigen dan


(53)

karbondioksida didalam darah akan meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan mengalami penurunan (Anugraheni,2013).

Penggunaan kompres air hangat dapat membuat sirkulasi darah lancar, vaskularisasi lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat relaksasi pada otot karena otot mendapat nutrisi berlebih yang dibawa oleh darah sehingga kontraksi otot menurun. Kompres hangat dengan suhu 50 C – 0 C mengakibatkan terjadinya vasodilatasi yang bisa membuka aliran darah membuat sirkulasi darah lancar kembali sehingga terjadi relaksasi pada otot mengakibatkan kontraksi otot menurun (Anugraheni, 2013).

m) Tehnik Akuplesur

Akhir-akhir ini terapi non farmakologi banyak menjadi pilihan masyarakat terutama ibu bersalin untuk mengatasi nyeri persalinan. Terapi non farmakologi yang juga sering disebut sebagai terapi komplementer, salah satunya adalah teknik akupresur titik pada tangan, memiliki banyak kelebihan antara lain mudah diterapkan dan cukup aman (tidak menimbulkan resiko) dibanding terapi farmakologi. Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum, atau pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik akupresur ini dapat menurunkan nyeri. Sedangkan teknik akupresur titik pada tangan yaitu dilakukan pada titik yang terletak sepanjang lipatan tangan ketika jari-jari menyatu pada telapak


(54)

37

tangan. Titik ini membantu pelepasan endorphin ke dalam tubuh sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri saat kontraksi (Suroso, 2013). Menurut Wang dkk dalam Triastuti (2013), akuplesur telah terbukti sebanding ibuprofen (NSAID’s) selain itu, akuplesur dapat memberikan manfaat preventif dan kuratif, mudah, murah, efektif, dapat dilakukan siapa saja bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.

Ada beberapa cara pemijatan akupresur yang dapat dilakukan (Depkes dalam Triastuti, 2013):

1. Menggunakan alat pijat berupa jari tangan (jempol, telunjuk, atau jari lainnya).

2. Pijatan dapat dilakukan dengan ditekan-tekan dan di putar-putar atau diurut sepanjang meridian. Untuk bayi di bawah umur 1 tahun, sebaiknya dilakukan pengobatan dengan mengeulus elus (meraba) perjalanan meridian saja dan jangan dipijat seperti orang dewasa.

3. Pijatan bisa dimulai setelah menemukan titik pijatan yang tepat, yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat yang berupa rasa nyeri atau pegal.

4. Reaksi pijatan, setiap pemberian rangsangan terhadap titik pijat akan memberikan reaksi, oleh karena itu untuk perangsangan atau pemijatan yang akan dilakukan harus diperhitungkan secara cermat, reaksi apa yang ditimbulkan, reaksi penguatan (yang) atau


(55)

reaksi (yin). Bila pijatan yang bereaksi yang maka dapat dilakukan selama 30 kali tekanan atau putaran, sedangkan reaksi yin dilakukan pemijatan lebih dari 40 kali. Menurut Hartono dalam Triastuti (2013), dalam pemijatan sebaiknya jangan terlalu keras dan pemijatan yang benar harus dapat menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan dan sebagainya) sehingga dapat merangsang keluarnya hormone endorphrin (hormone sejenis morfin yang dihasilkan tubuh untuk memberikan rasa tenang).

5. Arah pijatan mengikuti arah putaran jarum jam atau searah dengan jalannya meridian dan arah pemijatan dapat juga disesuaikan dengan sifat penyakit yang di derita.

n) Dzikir Khafi

Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa arab “zakara” yang berarti menyebut atau mengingat-ingat. Secara istilah dzikir berarti membasahi lidah dengan ucapan-ucapann pujian kepada Allah SWT (Khoirul & Reza dalam Jauhari, 2014). Dzikir khafi merupakan dzikir didalam qalbu yang merupakan penggerak emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui rasa, yaitu rasa tentang penzahiran keaguangan dan keindahan Allah SWT (Jailani dalam Hidayat, 2014). Menurut Hidayat 2014, seseorang yang melakukan dzikir dapat menghasilkan beberapa efek medis dan psikologis yaitu akan menyeimbangkan keseimbangan kadar serotonin atau neropineprine di dalam tubuh, dimana fenomena ini


(56)

39

merupakan morfin alami yang bekerja di dalam otak serta akan menyebabkan hati dan pikiran menjadi tenang dibandingkan sebelum dzikir. Otot-otot tubuh mengendur terutama otot bahu yang sering menyebabkan ketegangan psikis. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk karunia Allah yang sangat berharga yang berfungsi sebagai zat pengurang nyeri di dalam otak manusia.

Bentuk-bentuk dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an: 1. Asma Allah (Allahu)

2. Tasbih (Sbhanallah) 3. Takbir (Allahu akbar) 4. Tahlil (La ilaha illa Allah)

5. Basmalah ( Bismillahirohmannirrohim) 6. Istiqhfar (Astaghfirullah)

7. Hawqalah (La hawla wala quwwata illa billah) 8. Tahmid (Al-hamdulillah)

o) Terapi Al-Qur’an

Al-Quran berfungsi sebagai sistem perbaikan (service system) baik yang bersifat fisik maupun psikis, yang dikenal sebagai syifa’ yang berarti obat, penyembuh, dan penawar (Mirza, 2014). Salah satu terapi spiritual yang biasa dilakukan adalah dengan mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Quran atau disebut dengan istilah murrotal. Lantunan ayat suci Al Quran mampu memberikan efek relaksasi karena dapat mengaktifkan hormone endorfin, meningkatkan perasaan rileks,


(57)

mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah, dan memperlambat pernapasan (Sumaryani & Sari, 2015).

Pemberian terapi Al-Qur’an memberikan efek non farmakologi adjuvan dalam mengatasi nyeri. Terapi bacaan Al-Qur’an sejalan dengan teori nyeri: a balance between analgesia and side effect yang menyatakan bahwa pemberian analgetik akan memberikan efek samping sehingga dibutuhkan terapi komplementer. Terapi bacaan Al-Qur’an yang diperdengarkan melalui tape recorder akan memberikan efek gelombang suara dan selanjutnya getaran suara ini akan mampu memberikan perubahan sel-sel tubuh, sel kulit dan jantung. Getaran ini akan masuk ke dalam tubuh dan mengubah perubahan resonan baik partikel, cairan tubuh. Getaran resonan akan menstimulasi gelombang otak dan mengaktifkan jalur pressure nyeri. Jalur ini akan memberikan blokade neurotransmitter nyeri akan memberikan efek ketenangan dan mengurangi nyeri akut dan relaksasi (Hidayah, Maliya, dan Nugroho, 2013). Berdasarkan penelitian bahwa Al-Qur’an yang diperdengarkan akan memberikan efek relaksasi sebesar 65% (Alkahel, 2011).

I. Peran Perawat

Peran perawat dalam menangani nyeri yang di alami pasien menurut Doctherman dan Bulecheck dalam buku Nursing Interventions Classification (2004) adalah


(58)

41

1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya nyeri yang dialami pasien

2. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga dalam menghadapi nyeri

3. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian nyeri yang telah di lakukan pada masa lalu

4. Membantu memberi dukungan pada pasien dan keluarga

5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan pemantauan kenyamanan pasien

6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri pasien seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berlangsung dan prosedur yang akan dilakukan

7. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang memicu atau menyebabkan nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)

8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeri pasien

9. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme kesehatan lainnya untuk memilih dan menerapkan farmakologi yang sesuai

10.Mengevaluasi efektifitas langkah-langkah control nyeri yang digunakan melalui penilaian yang berkelanjutan

11.Menyarankan pasien untuk istirahat dalam mengurangi nyeri


(59)

13.Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta anggota keluarga mengenai strategi managemen nyeri non farmakologi

14.Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk managemen nyeri 15.Pertimbangkan kesediaan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan

pasien berpartisipasi untuk memilih strategi nyeri 16.Mengajarkan prinsip-prinsip managemen nyeri

17.Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi (misalnya relaksasi, terapi musik, distraksi,terapi aktifitas, akupresur, terapi es dan panas, masase dll).


(60)

43

J. Kerangka Konsep

Bagan 2 Kerangka Konsep

= Tidak Diteliti = Diteliti

Nyeri

Pengkajian Nyeri

Perencanaan intervensi

Intervensi Keperawatan

Mandiri (nonfarmakologi)

Intervensi Keperawatan Kolaborative (Farmakologi)

Efflurage Massage, Teknik Relaksasi, Imajinasi Terbimbing, Distraksi, Teknik Nafas Dalam, Terapi Musik, Aromaterapi,

Kompres Dingin, Kompres Hangat , Tehnik Akuplesur, Dzikir Khafi, Terapi Al-Qur’an

Presentase

Dilakukan Presentase Tidak Dilakukan


(61)

43 A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian jenis deskriptif analitik, menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu penelitian dengan pengamatan sekali saja (Point Time Approach) yang merupakan penelitian kuantitatif (Nursalam, 2013). Penelitian ini mendiskripsikan gambaran intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah setiap subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap dewasa (18-60 tahun) yang mengalami nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang dalam 1 bulannya berjumlah kurang lebih berjumlah 70 pasien nyeri.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik Nonprobability sampling yaitu menggunakan Accidental sampling. Accidental sampling merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu


(62)

44

responden yang ditemukan peneliti saat itu juga dan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti (Sugiono, 2011). Responden yang menjadi sampel adalah pasien nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dalam kurun waktu satu bulan peneliti melakukan penelitian yang berjumlah 56 responden dan sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti yang .

Pengambilan sempel didasarkan pada kriteria inklusi, yaitu : Kriteria Inklusi:

1. Pasien yang mengalami nyeri dengan skala ringan-berat (1-10) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

2. Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 3. Tidak mengalami gangguan jiwa.

4. Pasien composmentis (sadar penuh) 5. Pasien dewasa (18-60 tahun)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di semua bangsal yang terdapat pasien nyeri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yaitu di bangsal Na’im, Zaitun, Al-Khausar, Firdaus, Wardah dan Ar’royan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan selama 1 bulan yaitu pada bulan Januari- Febuari 2016


(63)

D. Variabel Penelitian 1. Variabel

Variabel yang akan digunakan di dalam penelitan ini adalah variabel tunggal yaitu intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri.

E. Definisi Operasional

Tabel 2 Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Operasional Kategori/ Hasil Ukur

Alat Ukur

Skala

1 Intervensi keperawatan mandiri pada pasien yang mengalami nyeri

Suatu tindakan mandiri atau tindakan inisiatif perawat dalam mengurangi nyeri dengan menggunakan teknik pereda nyeri non farmakologi atau bukan obat-obatan. Teknik ini tidak menimbulkan efek samping seperti pereda nyeri obat-obatan. Intervensi mandiri yang dilakukan perawat ini mencangkup:

- Efflurage massage yaitu pemberian pijatan di area perut dengan gerakan melingkar untuk mengurangi nyeri.

Ya = 1 Tidak = 0

Kuesioner daftar intervensi nonfarma kologi/ intervensi mandiri yang dilakukan perawat Rasio

- Teknik relaksasi nafas dalam yaitu

memejamkan kedua mata kemudian menarik nafas kemudian

menghembuskanya perlahan dan teratur.

Ya = 1 Tidak = 0

- Imajinasi terbimbing yaitu memejamkan mata kemudian memikirkan hal-hal yang menarik dan menyenangkan untuk mengalihkan perhatian dari nyeri.

Ya = 1 Tidak = 0


(1)

14 menurunkan nyeri persendian atau osteoarthritis pada lanjut usia di panti Weredha Budhi Dharma Ponggolan Umbulharjo Yogyakarta

j. Dzikir Khafi

Intervensi selanjutnya yang diterima oleh responden adalah dzikir khafi. Namun pada penelitian ini hanya 23.2% responden yang menyatakan menerima intervensi tersebut. Terapi nyeri dengan dzikir khafi seharusnya dapat diberikan perawat kepada lebih banyak responden yang mengalami nyeri dimana keefektifan dzikir khafi dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hidayat pada tahun 2014 yaitu dzkir khafi untuk menurunkan skala nyeri osteoarthritis pada lansia. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa dzikir khafi efektif untuk menurunkan skala nyeri osteoarthritis pada lansia di Panti Sosial Trisna Werda (PSTW) Unit Budi Luhur Bantul Yogyakarta.

Seanyak 23.2% pasien yang mengatakan bahwa mereka menerima intervensi berupa dzikir khafi, namun

intervensi tersebut bukan dilakukan oleh perawat bangsal. Intervensi dzikir khafi diberikan oleh seorang rohaniawan yang merupakan salah satu fasilitas dari Rumah Sakit. Rumah sakit telah berupaya dalam memenuhi dan memfasilitasi pasien diantaranya memberikan rohaniawan namun walaupun demikian perawat seharusnya juga dapat mengaplikasikan intervensi dzikir khafi pada pasien yang mengalami nyeri karena seperti yang kita ketahui bahwa nyeri tidak dapat diprediksi kapan akan muncul dan seberapa berat intensitasnya.

k. Terapi Al-Quran

Intervensi keperawan mandiri yang diberiakan oleh perawat kepada pasien nyeri selanjutnya adalah terapi Al-Quran. Sebanyak 25% responden menyatakan menerima intervensi terapi Al-Quran.

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II adalah Rumah Sakit Islami dimana dalam praktiknya untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien yaitu salah satunya dengan memfasilitasi pasien dengan diperdengarkannya bacaan ayat suci


(2)

15 Al-Quran kepada seluruh pasien di bangsal baik melalui speeker yang ada di setiap ruangan bangsal maupun dibacakan secara langsung. Hal ini menunjukan bahwa pemberian terapi Al-Quran yang diterima responden bukan berasal dari intervensi mandiri perawat. Namun walaupun demikian seharusnya perawat memahami serta mengaplikasikan intervensi-intervensi yang sekiranya dibutuhkan oleh pasien terutama pasien yang mengalami nyeri

Keefektifan terapi Al-Quran dalam penurunan nyeri telah banyak diteliti diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Sodikin pada tahun 2012 tentang pengaruh pemberian terapi bacaan Al-Quran melalui audio kepada 20 responden post operasi hernia menunjukan adanya pengaruh terapi bacaan Al-Quran melalui media audio terhadap respon nyeri pasien post operasi hernia di RS Cilacap.

Pernyataan Ibrahim B. Syed dalam Istiqomah (2013), tentang hasil penelitian Herbert Benson dari Harvard University yang menunjukkan bahwa doa, membaca

Al-Quran, dan mengingat Allah (dzikir) akan menyebabkan respon relaksasi yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah, penurunan oksigen konsumsi, penurunan denyut jantung dan pernapasan.

V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1) Sebagian besar responden nyeri adalah pasien dengan usia 18-25 tahun, sedangkan jenis responden terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan dan hampir semuannya bersuku bangsa Jawa, sedangkan sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah SMU/SMK.

2) Seluruh responden nyeri pada penelitian ini mengalami jenis nyeri akut dan sebagian besar dengan skala nyeri sedang.

3) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa efflurage massase pada pasien yang mengalami nyeri.


(3)

16 4) Tidak ada perawat yang memberikan

intervensi berupa teknik imajinasi terbimbing pada pasien yang mengalami nyeri.

5) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa teknik distraksi pada pasien yang mengalami nyeri.

6) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa terapi musik pada pasien yang mengalami nyeri.

7) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa aromaterapi pada pasien yang mengalami nyeri.

8) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa kompres dingin pada pasien yang mengalami nyeri.

9) Tidak ada perawat yang memberikan intervensi berupa teknik akuplesur pada pasien yang mengalami nyeri.

10) Sebagian besar perawat belum memberikan intervensi nafas dalam kepada pasien yang mengalami nyeri. 11) Hampir seluruh perawat tidak

memberikan kompres air hangat untuk pasien yang mengalami nyeri.

12) Hanya sebagian kecil pasien nyeri yang menerima intervensi berupa dzikir khafi. 13) Hanya sebagian kecil pasien nyeri yang menerima intervensi berupa terapi Al-Quran.

VI. Saran

1. Bagi Rumah Sakit diharapkan mampu dalam menyusun intervensi mandiri perawat untuk nyeri dalam standar operasional prosedur (SOP) dan Rumah Sakit dapat memberikan reward kepada perawat yang mengaplikasikan intervensi mandirinya.

2. Bagi perawat dapat mengaplikasikan hasil penelitian tentang efektifitas terapi nonfarmakologi atau intervensi-intervensi keperawatan mandiri untuk meningkatkan adaptasi regulator tubuh pasien dengan nyeri.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian terkait yaitu intervensi keperawatan mandiri


(4)

17 yang paling efektif pada pasien nyeri rawat inap di Rumah Sakit

Daftar Pustaka

1. JMJ. (2014). Jurnal Online Medika Edisi

No 2 Vol X1 2014 :

www.jurnalmedika.com/edisi-tahun- 2014/edisi-no-02-vol-xi-2014/667- fokus/1503-pentingnya-aktualisasi-penanganan-nyeri-kronis

2. Meliala, L. Suryamiharja, A. (2007). Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik :ISBN

3. Karendehi,Rompas,Bidjuni.(2015).Peng aruh Pemberian Musik Terhadap Skala Nyeri Akibat Perawatan Luka Bedah Pada Pasien Pasca Operasi Di Ruang Perawatan Bedah Flamboyan Rumah Sakit TK.III 07.06.01R.W Monginsidi Manado.

4. Ignatavicius & Workman. (2006). Mrdical Surgical Nurshing Critical Thingking For Collaborative Care. Vol. 2. Elsevier sauders : Ohia

5. Saifullah, A. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Perawat dalam Managemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD DR Suehadi Prijonegoro Sragen.

6. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Bruner dan Suddart (Textbook of Medical-Surgigal Nursing).Edisi 8 volume 1. Alih Bahasa:Monica Ester. Jakarta:EGC

7. Bangun,A .V. Nur’eni. (2013). Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Jurnal Keperawatan Suderman, Vol 8,No.2,Juli.

8. Lewis. et al. (2011). Life Satisfaction And Student Engagement In Adolescents. Journal Of Youth & Adolescence

9. Potter, P. A.,& Perry, A. G. (2006).

Buku Ajar Fundamental

Keperawatan.Vol 2 Edisi 4.Jakarta:EGC 10.Yantu, F. (2014). Pengaruh Teknik Guided Imagery (Imajinasi Terbimbing) Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Apendektomi Di Ruangan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota Gorontalo

11. Andari, F, N. (2015). Pengaruh Pelatihan Peregangan Senam Ergonomis Terhadap Penurunan Skor Nyeri Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Perkerja Pembuat Kaleng Alumunium

12. Kolcaba, K. (2003). Comfort Care in Nursing. www. nurses. info/ nursing_theory_midrange_

13.Turana, Yuda,. (2004). Akupresur. From hptt://www.medikaholistik.com.

14. Hidayat, S. (2014). Dzkir Khafi Untuk Menurunkan Skala Nyeri Osteoarthritis Pada Lansia.

15. Damayanti, D, R, E. (2011). Pengaruh Pemberian Teknik Akuplesur Titik Pada Tangan Terhadap Nyeri Persalinan Pada Ibu Intranatal Kala 1 Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul

16.Khodijah, S. (2011). Efektivitas kompres dingin terhadap Penurunan intensitas nyeri pada pasien fraktur.

17. Istiqomah, Indriana Noor. (2013). Reduced Addiction In Drugs Abusers Undergoing Dhikr At Ponpes Inabah XIX Surabaya. Folia Medica Indonesiana Vol. 49 No. 1

18.Nastiti. (2012). Perbedaan Efektifitas Teknik Back Efflurage dan Teknik Counter Plessure Terhadap tingkat Nyeri Pinggang Kala1 Fase Aktif Persalinan

19.Sodikin. (2012). Pengaruh Terapi Bacaan Al-Quran Melalui Media Audio Terhadap Respon Nyeri Pasien Post Operasi Hernia Di RS Cilacap

20. Gordon, C, J. Astrid, F. Jacqueline, G, B. (2015). Nursing Students Blood Pressure Measurement Accuracy Durung Clinical Pratic. Journal Of Nursing Education And Practice. Vol. 5. No. 5


(5)

18 21.James, J. Ghai, S. Sharma, N. (2012).

Effectiveness of"Animated Cartoons" as a distraction strategy on behavioural response to pain perception among children undergoing venipuncture. 22. Lestari, A, P. (2015). Pengaruh

Stimulasi Kutaneus (Slow Stroke Back Massage) Terhadap Intensitas Nyeri Haid Pada Siswi Kelas XI SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.

23. Amirullah, H (2013). Faktor-faktor Yang Berhubungan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanudin Makasar

24. Dolatian M, Hasanpour A, Montazeri S, Hesmat R, Majd A. (2011). The effect of reflexology on pain intensity and duration of labor on primiparas. Tersedia dari: URL: HYPERLINK http:/www.ircmj.com

25.Pratintya, A, W. (2012). Pengaruh Kompres Hangat Dalam Menurunkan Nyeri Persendian Atau Osteoarthritis Pada Lanjut Usia Di Panti Weredha Budhi Dharma Ponggolan Umbulharjo Yogyakarta

26.Sujatmiko. (2013). Pemberian Metode Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Pulih Sadar RSUD Dr. Soeroto Ngawi

27.Ilmiasih, R. (2013). Promosi Manajemen Nyeri Nonfarmakologi Oleh Keluarga Pada Pasien Post Oerasi Di Ruang BCH RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo Jakarta

28.Mudiah, S. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawat Dalam Pelaksanaan Manajemen Nyeri Non Farmakologi Pada Pasien Pasca Operasi


(6)