Langga adalah buah karya seni masyarakat Gorontalo
B. Langga adalah buah karya seni masyarakat Gorontalo
Langga yang tumbuh dan berkembang di Gorontalo adalah buah karya seni masyarakat Gorontalo, sekaligus pedoman orientasi kehidupan bagi dirinya. Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, langga merupakan sebuah sistem budaya yang saling mempengaruhi dengan alam di lingkungannya dan tidak dapat terpisahkan dari derap aktivitas masyarakat setempat. Untuk itu perlunya revitalisasi langga berupa pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian langga tradisional agar tidak punah tergerus oleh perubahan jaman.
Beladiri langga adalah seni beladiri yang memiliki gerakan mirip seni tari, karena itulah disebut langga. Sebagai bentuk beladiri kompetisi, langga memiliki beberapa kaidah pertandingan yang berlandaskan nilai sportifitas yang tinggi. Seni beladiri ini juga bersifat komunikasi sehingga menciptakan hubungan yang integral antara pelangga dan penonton.
Dalam perkembangannya langga telah mengalami pasang surut, namun berusaha tetap tegar dan bertahan ditengah makin menjamurnya berbagai macam beladiri modern dan perubahan Dalam perkembangannya langga telah mengalami pasang surut, namun berusaha tetap tegar dan bertahan ditengah makin menjamurnya berbagai macam beladiri modern dan perubahan
Bahkan di waktu senggang yakni setiap malam terutama malam senin dan jumat, kaum laki-laki baik anak-anak, remaja maupun dewasa, mengadakan latihan langga di depan halaman rumah para tetua-tetua langga, juga saat menggembala ternak mereka bermain langga. Boleh dikatakan, mulai dari anak-anak, remaja, dan kaum dewasa di Kampung Bulontala mengenal dan menyukai langga ini.
Langga di beberapa tempat, tidak hanya sebagai olahraga dan hiburan saja, tapi juga merupakan beladiri sakral karena didahului dengan upacara ritual yakni menggunakan, sesajen (Pitodu), mandi air. Dahulu jika ada anak yang mau berlatih, maka tetua atau guru langga akan memberi pitodu dan mandi air yang sudah diberi doa-doa untuk dimandikan agar menjadi seorang pelangga. Maksud dari ritual pitodu tersebut adalah agar diberi kekuatan, penguasan terhadap gerakkan-gerakkan langga baik didapat langsung lewat bayango atau melalui mimpi yang diajarkan oleh seorangtua-tua.
Untuk menjadi seorang ‘pelangga’ harus melakukan upacara ritual seperti di atas, meski untuk masa sekarang sudah mulai ditinggalkan. Adapun sesajen yang disajikan dalam pitodu itu berupa jampul ayam, darah ayam, pisang, telur, nasi kuning, damar dan dupa kemenyan. Sesajen memiliki makna tertentu Untuk menjadi seorang ‘pelangga’ harus melakukan upacara ritual seperti di atas, meski untuk masa sekarang sudah mulai ditinggalkan. Adapun sesajen yang disajikan dalam pitodu itu berupa jampul ayam, darah ayam, pisang, telur, nasi kuning, damar dan dupa kemenyan. Sesajen memiliki makna tertentu
Berani tatkala menghadapi permasalahan, dihadapi bukan dihindari, dihadapi bukan dicaci, dihadapi bukan melarikan diri, walaupun konsekwensinya harus kalah. "Kalah terhormat". Yang terpenting lagi, tirulah ayam jago "Bertaji" namun tidak merasa memilik, berilmu bukan untuk pamer, berilmu bukan untuk bergaya namun bersahaja, namun disaat dibutuhkan "taji" bicara menyelesaikan masalah, pelangga sejati, akan menyelesaikan masalahnya dengan dilandasi ilmunya, bukan nafsunya.
Telur berujud bulat merupakan simbol kebulatan tekad, artinya manusia harus memiliki tekad yang kuat dan bulat. Damar atau lampu kecil merupakan simbol penerangan, artinya manusia selalu membutuhkan api sebagai sumber kehidupan dan penerangan. Sedangkan leumareun berupa dupa kemenyan ini merupakan makanan yang disukai leluhur (mahluk halus), memiliki arti bahwa agar semua doa dikabulkan oleh Tuhan YME termasuk juga leluhur. Sesuai dengan asap dupa yang membumbung keatas, maka doa yang dipanjatkan akan sampai kehadapan Tuhan YME. Demikianlah, sesajen yang selalu ada di tiap belajar langga, sebagai upaya permohonan keselamatan pada Tuhan YME termasuk juga pada leluhurnya.