Pertumbuhan Anakan Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) dengan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Berbagai Intensitas Cahaya dan Dosis Fosfat Alam

PERTUMBUHAN ANAKAN RAMIN (Oonystylus
bancanus (Miq.) Kurz) DEHGAN IHOKULASI
CENDAWAN YIKORIZA ARBUSKULA (CMA)
PADA BERBAGAI INTENSITAS CAHAYA
DAN DOSIS FOSFAT ALAM

Oleh

PROGRAM PASCASARJANA
INSTlTUT PERTANlAN BOGOR
2003

ABSTRAK
Tujuan utama penelitiin ini adalah ingin menemukan suatu teknolcgi
pengadaan anakan ramin dengan k u a l i s yang tinggi. Untuk rnendapatkan tujuan
ini, tiga sasaran penelitian yang p r l u ditentukan dan dikaji yakni : (1) Menentukan
intensitas cahaya ommal bagi anakan ramin yang terkolonisasi cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) di lapangan dan di persemaian. (2) Mengkaji pertumbuhan
anakan ramin yang diinokulasi CMA di persemaian dan tingkat ketergantungannya
terhadap CMA, dan (3) Menentukan dosis fosfat alam yang ophmal untuk
meningkatkan pertumbuhan anakan rarnin yang terkolonisasi CMA di persemaian.

alam
Petak peneliian kolonisasi CMA pada anakan ramin yang tumbuh s-ra
terletak di Sungai Pelunjung Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat.
Persemaian untuk anakan ramin dibangun di lokasi persemaian Laboratorium
Anakan ramin di
SilvikuRur Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.
persernaian dihasilkan dari biji ramin yang dikurnpulkan dari tegakan ramin di
lapangan. Contoh tanah dan akar diambil dari anakan yang tumbuh sec=ara alam
pada intensitas cahaya yang k h d a (660-770 lux; 1220-1870 lux, 31904700 lux,
7510-9500 lux, 10840-1 1980 lux, dan > 14000 lux), dalam April 2002, Juli 2002,
Olrtober 2002 dan Januari 2003. Sampel tanah dan akar juga diambil pada anakan
rarnin yang disernaikan pada intensitas cahaya yang berbeda (5570 lux, 7320 lux,
9990 tux dan > 16300 lux), dan dipupuk dengan lima tingkat dosis fosfat ahrn (0,00
g, 0,25 g, 0,50 g, 0,75 g dan l , 0 0 glpolybag). Pengamatan CMA tanah dan akar
tersebut dilakukan di Laboratorium Sitvikultur Fakuhs Kehutanan, Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Hasil pendiian menunjukkan bahwa : (1) Kdonisasi CMA tertinggi tejadi pada
akar anakan ramin yang tumbuh secara alam pada kisaran intensitas mhaya antara
7510 lux - 9990 lux dan dalam kondisi tapak yang tergenang. (2) Sementara itu,
intensrtas cahaya optrmurn untuk meningkatkan perturnbuhan anakan ramin yang

terkohnisasi CMA di persemaian adalah 9990 lux. (3) lnokulasi CMA pada anakan
ramin di persernaian dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter pangkal
balang. berat basah, berat kering, nisbah pucuk dan akar, setapan hara rnakro,
ketergantungan terhadap P dan indeks mutu anakan rarnin di persemaian. (4)
Tingkat ketergantungan anakan ramin tehadap CMA cukup tinggi dengan nilai
relative myconhizal dependendy (RMD) lebih dari 50 % dan percent growth
response (PGR) lebih dari 100 %. (5) Fosfat dam chrismast sebanyak 0,50
glpolybag sudah cukup untuk meningkatkan perturnbuhan anakan ramin yang
terkolonisasi CMA di persemaian. Bedasarkan kepada hasil-hasil penelitian
tersebut, temyata anakan rarnin dengan kualitas yang tinggi dapat diperoleh melalui
inokulasi CMA pada anakan ramin yang disemaikan di bawah intensitas cahaya
9990 lux dan dipupuk dengan fosfat alam sebanyak 0,50 g1500 g gambut.

ABSTRACT
The aim of this study is to find techniques to produce highquali rarnin
seedlings. For this purpose, three research projects have been determined, i.e. : (1)
to determine the ommum light intenstty for the growth of ramin seedlings which
have been colonized by arbuscular myconhizal fungi (AMF) in the field and the
nursery, (2) to obsenre the growth of ramin seedlings inoculated with AMF, and the
rate of mycorrhiral dependency of ramin, (3) to determine the optimum dosage of

rock phosphate in order to enhance the growth of ramin seedlings which have k e n
colonizated by AMF.
The field site of the projed was located at Sungai Pelunjung, Sanggau sub
district, West Kalimantan Province, Indonesia. The nursery for ramin was
established in the nursery of the Laboratory of Silviculture, Facutty of Forestry,
Tanjungpura Universrty, Pontianak. Seedlings of ramin were produced using seeds
collected from the field site. Soil and root samples of the ramin seedlings were
collected from the field site having different light intensrty (660-770 lux; 1220-1670
lux; 3190-6700 lux; 7510-9500 lux; 10840-11980 lux; and > 14000 lux) in April-02,
July-02, October-02 dan January-03. Soil and root samples were also collected
from seedlings grown in the nursery receiving difkrent light intensity (5570 lux, 7320
lux, 9990 lux, and > 16300 lux), and five levels of rock phosphate (0,OO g, 0,25 g,
0,50 g, 0,75 g, l,00 @plybag).Analyses of soil and root samples were conducted in
the Laboratory of Silviculture of Forestry Faculty, Tanjungpura Universrty.
The results show that AMF colonization of the root of ramin seedlings taken
from the field was highest at medium light intensity (7510 - 9500 lux). Meanwhile,
the optrmum light intensity to raise mycorrhizai seedlings in the nursery is 9990 lux.
The AMF colonization increased height and diameter growth, fresh and dry weights,
macmnutrients absomon, dependency of P uptake (DPU), shoot-root ratio, q u a l i
index of rarnin seedling in the nursery. Ramin is highly dependent on AMF having

relative mycorrhizal dependency (RMD) of more than 50 % and percent growth
relative (PGR) of more than 100 %. Rack phosphate of 50 dpdybag is sufficient to
support the growth of mycorrhizal seedlings in nursery. B a d on the results, it
could k concluded that high quality ramin seedlings could be produced by
inoculation ofAMF on optimum light intensrty and dosage of rock phosphate.

LEMBARAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: Ir. Abdumni Muin, MS

N~P
: 995114
Program Studi : llmu Pengetahuan Kehutanan (IPK)
dengan ini menyatakan bahwa disertasi dengan judut

Ramin (GonysQfus bancanus


'PeRumbuhan Anakan

(Miq.) Kun) dengan lnokulasi Cendawan

Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Berbagai Intansitas Cahaya dan h i s Fosfat

Alarnn adaiah benar-benar menrpakan hasil p e n e l i n yang saya lakukan di Sungai
Palunjung Kabupaten Sanggau dan di Laboratorium Sihrikultur Fakuttas Kehutanan
Uniuersitas Tanjungpura Pontianak sejak tahun 2001 sampai dengan 2003 dan
selama ini masalah tersebut belum pemah ditelh.

Yang menyatakan

PERTUMBUHAN ANRAMIN (Gonystylus
bancanus (Miq.) Kurz) DENGAN INOKULASI
CENDAWAN MIKORIZA ARBUSmLA (CMA)
PADA BERBAGAI INTENSITAS CAHAYA DAN
DOSIS FOSFAT ALAM

Oleh

Abdurrani Muin
Nrp. 9951 14

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk mernperoleh gelar
DOKTOR

Pada
Program Studi llmu Pengetahuan Kehutanan
Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
lNSTlTUT PERTANlAN BOGOR

2003

PRAKATA
Dengan memanjatkan puji Syukur kepada Allah Subhanahuwata'ala atas

segala ridhsNya kami dapat menyelasaikan kuliah, penelman dan penulisan

disertasi dengan judul : Perturnbuhan Anakan Ramin (Gonysfylus bancanus
(Miq). Kurr) dengan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula

Berbagai Intensibs Cahaya dan Dosi Fosfat Alam.

(CMA)pada

Dengan seksainya

pendidikan, penelitian dan p e n u l i n disertasi ini, maka kami mengucapkan terima
kasih kepada :
Bapak Almarhum Dr. Ir. H. Yahya Fakuara M.Sc yang semasa hidupnya pernah
rnendidik dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing serta membrikan arahan-arahan
dalam merencanakan penelitian ini, d i r t a i dengan do'a semoga alrnahum
mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah sebagaimana yang Allah janjikan
kepada umrnat muslim yang senantiam ta'at rnenjalankan amal ibadahnya. Kepada
bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi, M.Sc saya ucapkan terima kasih atas kesediaanya
rnenggantikan hapak Dr. lr. H. Yahya Fakuara M.Sc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing.

Bapak Dr. Ir. Yadi Setiadi MSc, Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang MS, Prof. Dr. Ir.
Supiandi Sabiham M.Agr, Dr. (r. lrdika Mansur MSc dan Dr. Ir. Sri Wilam MS atas

segah bimbingan dan arahannya dalam meiaksanakan penelitian sem penulisan
disertasi ini.
Bapak Rektor Uniuersitas Tanjungpura dan Dekan Fakultas Pertanian UNTAN

yang tdah membrikan kesernpatan mengikuti kuliih pada Program Pamsarjana
IPB.

Bapak Rektor lnstifut Pertanian Bogor dan Direktur Program Pascasajana serta
Ketua Program Studi Hmu Pengetahuan Kehutanan Pascasajana IPB yang telah

memberikan kesempatan untuk rnengikuti kuliah Program S3 Pascasajana IPB.
Dekan Fakultas Kehutanan dan Ketua Jurusan Manajemen Hutan lnstitut
Pertanian Bogor beserta stafnya yang telah menyediakan sarana pendidikan (kuiiah,
praktikum dan rapat-rapat kornisi) selama mengikuti kuliah.

Bapak Direktur PT. Inhutani II beserta stafnya di Jakarta dan Kepaia Unit
Rehabilisi Hutan PT. lnhutani II Kalimantan Barat b r t a stafnya yang telah


membantu rnenyediakan sarana dan tenaga dan sebagian dari pembiayaan selama
melakukan peneltian di lapangan (Sungai Pelunjung Kalimantan Barat).
Kepala Lahratoriurn Silvikukur Fakultas Kehutanan, Labratonurn Hama
Penyakit Fakultas Pertanian, Laboratorium Biofagi Fakuttas Pertanian, taboratorium
Biokirnia dan Laboratoriurn Agronomi Fakultas Pertanian Univer-s

Tanjungpura

atas bantuan bahan kimia dan pemakaiin fasilis selama melakukan kegiatan
penelitian ini.
Saudara Ir. lskandar AM, Ir. Burhanuddin MS, Sigit Pumomo S. Hut, Sabirin,
Adenan dan Zailani yang selama ini telah membantu kegratan penelitian di lapangan
dan di laboratonurn serta di persemaian.
Ternamternan di program Studi llmu Pengetahuan Kehutanan (Ibu Tati, Bapak
Yunasfi, Hamzah, Delvian dan Endang Helmi) yang tehh membetikan masukan dan

saran selama mengikuti pendidikan, melaksanakan penetin serta melakukan
penulisan disertasi.
Dr. Ir. Istorno, MS selaku penguji luar komisi pada waMu ujian tertutup atas


segala koreksi dan sarannya dalam penulisan disertasi ini.
Dr. Hadi S Pasaribu dan Dr. Ir. Bambang Setiadi selaku penguji luar komisi, atas
segala informasi yang disampaikan pada waktu ujian akhir studi doktor.

Sernoga

bimbingan dan bantuan seda saran-saran yang telah diberikan

tersebut mendapatkan pahaia dari Allah Subhanahuwata'ala, amiiin.

DAFTAR IS1
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
I.
1.
Latar Behkang

1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelhian
1.4.
Hipotesis
II.
2.1

TI NJAUAN PUSTAKA
Ramin (Gonystylusbancanus Mq. Kurz)
2.1.1. Habrtat dan penyebarannya
2.1.2. Percobaan penanaman
Kondisi iklirn mikro hutan rawa gambut setelah pernbalakan
Kharakteristik Tanah Gambut
2.3.1. Pengertian tanah gambut dan pernanfaatannya
2.3.2. Proses dekomposisi dan asam organik tanah gambut
2.3.3.Tingkat kesuburan tanah garnbut
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
2.4.1. Pengettian mikoriza dan proses kolonisasinya
2.4.2. Faktor-faktor yang mempngaruhi perkembangan CMA
2.4.3. Tingkat ketergantungan tanaman terhadap CMA
2.4.4. Efektivitas CMA terhadap pertumbuhan tanaman
Pengaruh Cahaya pada Tanaman
Pupuk Fosfat Alarn
METODE PENELlTlAN
Bahan dan Peralatan
Metode Peneliian
3.2.1. Rancangan penelitian dan pengumpulan data
I)Kolonisasi pada anakan ramin yang tumbuh secara alam
2) Inokuhsi CMA pada anakan rarnin di persemaian
3) Uji propagul infektif

4) Pemupukan anakan ramin yang sudah terkolonisasi dengan fosfat

alam chrismast
3.2.2.Analis data
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Kolonisasi CMA pada anakan ramin yang tumbuh secara alam
3.3.2. lnokulasi CMA pada anakan ramin di persemaian
3.3.3. Uji propagul infektif
3.3.4. Pemupukan fosfat alam chrism& terhadap anakan yang
sudah terinokubsi CMA
3.3.5. Ekstraksi spora
3.3.6. Perbanyakan spora indegenous
3.3.6. ldentifikasi CMA
3.3.7. Pengamatan ideksi CMA pada akar anakan alam ramin
3.3.8. Penetapan kandungan Horofil
3.3.9. Analisis tanah gambut
HASlL PENELlTlAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Kolonisasi CMA pada Anakan Ramin yang Tumbuh Secara Alam
4.1 .l.
Intensitas cahaya
4.1.2. Kdonisasi CMA pada akar anakan alam ramin
4.1.3. Pertumbuhan anakan ramin yang tumbuh M r a alam
4.1-4. Kandungan klorofil
4.1.5. Kondisi suhu dan pH gambut dalam plot pengamatan
4.1.6. Sporulasi CMA pada rizosfir anakan ramin yang tumbuh secara
alam
4.2. Inokuhsi CMA pada Anakan Ramin Di Persemaian dan Uji propagul
infektif
4.2.1. Propagul infew
4.2.2.Jumlah anakan yang terkolonisasi dan tingkat kolonisasi serta
jumlah spora
4.2.3. Pertumbuhan anakan ramin
4.2.4. Tebal daun dan kandungan klorofil
4.3. Pemupukan Fosfat Alam Chrismast Terhadap Anakan yang Sudah
Terinokulasi CMA
4.3.1. Penganrh CMA terhadap pertumbuhan anakan ramin
2.3.2.Pengaruh fosfat alam chrisrnast terhadap perturnbuhan
anakan ramin
4.3.3. Penganrh fosfat alam terhadap perkernbangan CMA
tV.

4.3.4. Pengaruh fosfat alam chrismast terhadap tingkat
ketergantungan dan respon ramin kepada CMA
4.3.5. Serapan hara oleh anakan ramin yang terkdonisasi CMA
4.3.6. Pengaruh fosfat alam terhadap indeks mutu anakan rarnin
PEMBAHASAN UMUM
KESIMPULAN DAN SARAN

V.
VI.
6.1. Kesimpdan
6.2. Saran-saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

No.
1. Kondisi habitat alam ramin (G. bancanus (Miq). Kun) pada setiiap
ketebalsln gambut

Kegiatan percobaan enrichment pianting ramin (G. bancanus)
tahun 1978-2000}
Penrhahan iklirn mikm akibat pemanenan
gambut

pada hutan rawa

Komposisi parsial dari keringan tanaman dewasa dan bahan
organik tanah
Kriteria tingkat kesuburan tanah gambut

Tipe sistem akar tanaman inang dan formasi mikoriza
berasosiasi

yang

Syarat mutu fosfat alam menurut standarisasi SNI No. 02-37761195
Hasil pengamatan ada (+) atau tidak ada (-) infeksi CMA pada
akar
T a k l pengamatan infeksi CMA pada akar anakan alam ramin

T a k l pengamatan infeksi CMA pada akar anakan ramin
umur 12 bulan di persernaian

Metode analisis sifat kimia tanah gambut dari bawah tegakan
ramin S. Labai-S. Mendawak
Hasil pengamatan intensitas cahaya (Lux) dalam plot penelitian
yang tertutup naungan, setengah terbuka dan terbuka pada bulan
April 2002, Juli 2002, Oktokr 2002 dan Januari 2003.

Rataan kolonisasi CMA pada akar anakan ramin di bawah
berbagai intensitas cahaya dalarn setiap waMu pngarnatan

Rataan pertambahan tinggi (cm) anakan ramin (G. bancanus
(Miq.) Kurz) selama satu tahun di bawah berbagai intensitas
cahaya

Rataan kandungan klorofil anakan ramin yang tumbuh secara
atam pada berbagi intensitas cahaya
Kondisi suhu dan pH tapak kkasi p e n d i n hutan rawa gambut S.
Pelunjung Kabupaten Sanggau
Rataan jumlah sporal50 g gambut yang terdapat di bawah
berbagai intensitas cahaya pada bulan April, Juli, Oktober 2002
danJanuari2003
Data curah hujan pada tahun 2002 yang diambit dari Stasion
Meteorologi Pontianak.
Hasil pengamatan infeksi akar pada tanaman inang jagung dan
Pueraria uji propagul infektif asat garnbut
Perkiraan jumlah spora yang terdapat pads setiap gram tanah
gambut dari masing-masing sumber inokutum
Rataan persentase anakan terkoloniasi dan persentase infeksi
akar serta jumlah spora pada anakan ramin di persernaian
Rataan anakan yang terkolonisasi, persentase infeksi dan jumlah
spora pada masing-masing asal pmpagul
Rataan tinggi, diameter dan jumlah daun anakan ramin pada
empat kondisi intensitas cahaya
Rataan tinggi, diameter dan jumlah daun pada masing-masing asal
pwagul
Rataan perturnbuhan dan bobot serta kandungan klorofil anakan
rarnin yang diinokulasi CMA di persemaian
Nisbah pucuk-akar dan indeks mutu anakan ramin yang tidak
terkdonisasi dan terkolonisasi CMA pada tiga kondisi intensitas
cahaya

Rataan nilai ketergantungan mikoriza rebtif (RMD) dan persentase
tumbuh relatif (PGR) anakan ramin yang terkoknisasi CMA
Rekapitulasi pengaruh fosfat alam temadap pertumbuhan, bobot
dan kandungan kiorofrl anakan ramin pada umur 18 bulan
Nisbah pucuk-akar ramin yang dipupuk dengan fosfat atam
chrismast
Rataan tingkat kolonisasi CMA pada akar anakan ramin yang
dipupuk dengan fosfat abm chismast

31. Rataan jumlah sporal50 g gambut CMA dalam wadah anakan

ramin yang dipupuk dengan fosfat alam chrisms&
32. Rataan nilai RMD dan PGR anakan ramin &&h

dipupuk dengan

berbagai dosis fosfat alam chrism&

33. Serapan hara makro dan mikro analtan ramin yang terkolonisasi
CMA yang dipupuk dengan fosfat alam chrismast
34. Peningkatan serapan ham makro oleh anakan ramin yang
terkalonisasi CMA tanpa pupuk dan dipupuk dengan fosfat alam

chiismast
35.

Persamaan regresi hubungan dosis fosfat alam chrisrnast serapan
ham

36. Jumlah P (mg) yang diserap oleh anakan ramin dan
ketergantungan terhadap P untuk setiap do& fosfat alam

37. lndeks mutu anakan ramin yang dipupuk dengan fosfat alam
cfirisrnast

DAFTAR GAMBAR

Judul Gambar

No.

-

1. Pola peletakan sub petak penelitian di Sungai Pelunjung Sungai

Labai
Tata letak percobaan inokulasi CMA di persemaian

Tata letak penelitian pemupukan fosfat alam Chrisrnast terhadap
anakan ramin yang terinfeksi CMA di persemaian.

Lux meter, thennometer tanah dan udara serta plot penelitian di
bawah tegakan alam ramin
Kegiatan penyemaian biji ramin dan penyapihan anakan ramin ke
dalam polybag

Proses pemkrsihan akar dan pernbuatan preparat pengamatan
CMA pada a h r ramin
Histogram pola persentase infeksi CMA pada akar anakan ramin
yang tumbuh pada berbagai intensitas cahaya

Pola pertumbuhan tinggi anakan ramin yang tumbuh secara alam di
bawah berbagai intensitas mhaya
Pda penrbahan klorof~lanakan ramin yang tumbuh di bawah

kmkondisi intensitas cahaya

Anakan ramin di bawah kondisi tertutup naungan, &engah tefbuka
dan di tempat yang terbuka

Pola kolonisasi CMA pada anakan ramin yang tumbuh di hutan
rawa gambut

Histogram jumlah spora dalam setiap waktu pengamatan (April,
Juli, Oktober 2002 dan Januari 2003)
Bentuk spora CMA (a, b dan c) yang terdapat di bawah tegakan
alam ramin (G. bancanus (Miq.) KUK)
Hifa intrasellubr (a) dan ekstraseliuler (b) CMA pada anakan ramin
dipersemaim
Histogram pekdaan pertumbuhan dan kandungan klorufil anakan
ramin yang terkolonisasi dan tidak terkdonisasi CMA

16. Perbedaan wama daun (kandungan klorofil) dan pertumbuhan
serta pola perakaran mmin

92

17. Pola perakaran anakan ramin yang terkknisasi CMA

93

18. Histogram pengaruh fosfat alam chrismast tehadap
@a pertumbuhan anakan ramin

19. Pola infeksi CMA pada akar anakan ramin di persemaian
20. Bentuk vesikel CMA pada anakan ramin di persemaian

102

21. Histogram pengaruh fosfat alam chrismast terahadap nilai RMD

dan PGR anakan ramin

104

DAFTAR LAMPlRAN

Judul Lampiran

No.

1. Hasil pengamatan infeksi CMA pada anakan ramin yang tumbuh

Halaman
132

m r a atarn
Hasil pengamatanjumlah spora CMA pada anakan ramin yang
tumbuh secara alam

133

Hasil pengamatan pertambahan tinggi, pertambahan diameter dan
kandungan klorofil anakan ramin yang tumbuh secara alam

134

Anelisis regresi penganrh intensitas cahaya dan waktu pengamatan
terhadap sejumlah variabel anakan rarnin yang tumbuh secara
alsm

Data curah hujan selama 5 tahun terakhir (sumber dari Stasion
Meteorologi Pontianak)

136

139

Hasil pegamatan infeksi dan jumlah spora anakan ramin umur 12
bulan di persemaian
140

Rekapitulasi hasil pengukuran pertumbuhan, jumlah daun, tebal
daun Kandungan klorofil daun anakan ramin umur 12 bulan di
persemaian

141

Rekapitulasi hasil pengukuran kandungan klomf~lanakan ramin
umur 12 bulan di persemaian

142

Analisis keragaman terhadap data infeksi pada akar, jumlah spora
Tinggi, diameter, tebal daun dan kandungan klomf~lanakan ramin
dipersemaian menurut Rancangan Petak Tersarang

143

Hasil pengamatan infeksi dan jumlah spora pada anakan ramin
yang tekdonisasi CMA yang dipupuk dengan fosfat alam
chrismast di persemaian
Analisis keragaman terhadap data infelrsi, jumlah spora,
perhrrnbuhan, kbot dan kandungan klorofil anakan ramin yang
terkdonisasi CMA dan dipupuk dengan fosfat alam chrismast
Analisis regresi pengaruh fosfat alam terhadap nilai RMD, PGR,
dan serapan hara
Metode analisis gambut (Laboratorium Jurusan Tanah Fakuttas
Pertanian IPB)

14. Hasil analisia gambut yang berasal dari tiga kondisi naungan di S.
Pelunjung S. Labai Kabupaten Sanggau (Plot Penelian).

-

15. Peta Lokasi Penelitian Cendawan Mikoriza Arbuskula Di Bawah
tegakan Ramin Skala 1 : 250.000

I. PEUDAHULUAN
1.1. Latat Belakang

Ramin (Gonystyus bancanus (Mi.) Kun) menrpakan salah satu jenis pohon
yang tumbuh di hutan rawa gambut dapat digunakan untuk krbagai keperluan,
khususnya peralatan mmah tangga dan dekorasi di dalam rumah. Warna kayu
yang putih dan mudah mengerjakannya, menyebabkan kayu ramin sangai banyak
diminati dan dibutuhkan baik di dalam maupun di luar negeri. Hasil penetiian
Daryono (2000) yang dibkukan di hutan rawa gambut Kalimantan dan Sumatera
menunjukkan bahwa ramin merupakan salah satu jenis pohon yang mendominasi
struMur hutan di lapisan atas. Namun setelah satu tahun penebangan, ramin pada
tingkat pohon dan tiang sudah tidak diemukan hgi. Menunrtnya, ramin tersebut
diburu untuk ditebang karena nilainya yang tinggi, sehingga tegakan tinggal tidak

ada yang tersisa. Selanjutnya penelitian Muin et at. (2000) di hutan rawa gambut

Kabupaten Sanggau hanya menemukan ratwata toga batang tingkat tiang ramin

setiap hektar. Sementara itu penanaman kembali areal bekas penebangan M u m
banyak yang bisa dilakukan, karena persentase hidup tanarnan masih rendah. Dari
sejumlah percobaan yang dikkukan sejak tahun 1978 rata-rata persentase h i u p
tanaman masih kurang dari 60 %, bahkan menurut Bastoni dan Sianturi (2000),
persentaw hidup tanarnan dengan sistem p t a k hanya 29 %.

Rendahnya persentase hidup tanaman yang d i n a m pada areal bekas
tebangan bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan salah satu diantaranya kualis
anakan yang rendah sehingga Mak mampu bersaing dengan gulma dan jenis
vegetasi lainnya yang berada di s e k i r tanaman. Karena penebangan yang tidak
seirnbang dengan penanaman kemkli, potensi ramin semalrin berkurang dan akan

menjadi jenis pohon yang langka. Menyadari pentingnya melestarikan ramin, maka
Indonesia mehlui Menteri Kehutanan, pada tanggal 21 April 2001 memutuskan

untuk melarang memanen dan memperdagangkan ramin di p a w internasional dan
domestik dan menulis surat kepada Sekretariat CITES untuk dimasukkan ke dalam
Apendiks Ill (Soehartono dan Mardiastuti, 2002).

Dalam rangka pelestarian dan peningkatan populasi jenis ramin, usaha lain
yang perlu dilakukan adalah penanaman kembali jenis ini. Penanaman kembali jenis

pohon komersil utama pada bekas areal tebangan akan memberikan keuntungan

M r a ekonomis dan ekologis (Suhendang, 1995;

Suhendang dan Pumomo,

1998). Namun untuk menanam ramin pada areal bekas tebangan hutan aiam rawa

gambut dibutuhkan anakan ramin dengan kualitas tinggi agar memiliki daya hidup
(survival) yang tinggi, sehingqa mampu krsaing denqan gulma, anakan dan pohon

jenis lain yang ada di sekitar tanaman.
Untuk mendapatkan anakan yang krkualitas tinggi dapat menggunakan

cendawan mikoriza. Sudah diakui bahwa peran utama rnikoriza sebagai agen
biologis untuk meningkatkan perturnbuhan dan kesehatan tanaman (Setiadi, 2002)

serta membantu mempercepat pertumbuhan a w l (Mansur, 2000 dan Setiadi,
2002). Menurut Moora dan Z o M (1998) jika CMA meningkatkan pertumbuhan

anakan, ha1 ini juga akan mempengaruhi kernampuan bersaing dan akan membuat

persaingan antara tanaman muda dengan pohon yang sudah dewasa menjadi letnh
seimbang. Tanaman yang diinokutasi dengan cendawan mikoriza umumnya
memiliki sistem perakaran yang lebih has, karena hifa cendawan kbih panjang dan
dapat menyebar secara cepat di dalam tanah, sehingga menurut Liu et at. (2000)
menjadi penting untuk mengophrnalkan fungsi akar.

Selain menggunakan cendawan mikoriza, kualias anakan ramin dapat

dingkatkan melalui pemupukan pada media persernaian. Ramin merupakan salah
satu jenis pohon yang hidup pada tipe hutan rawa gambut, sehingga untuk
pembibinnya pun digunakan media gambut. Menurut Radjagukguk (1992)
umumnya kesuburan gambut lndonesia sangat rendah. Selanjutnya dikemukakan
pula, penelman sebelumnya menunjukkan bahwa gambut ombrogen Indonesia
menghasilkan anakan yang sehat dengan kualitas yang baik jika diberikan pupuk
dan kapur yang cukup. Untuk memberikan pupuk pada anakan ramin yang
diinokulasi dengan CMA, haws memperhatikan daya larut pupuk tersebut. Fosfat

aiam merupahn jenis pupuk yang tidak mudah h u t , sehingga cocok untuk
pemupukan anakan ramin yang diinokulasi dengan CMA. Menurut Suhardi (1993)
tanaman Dryobalanops sp yang dipupuk dengan fosfat alam pada media gambut
mempunyai respon terhadap pertumbuhan rnikoriza bbih

ksar dibandingkan

dipupuk dengan jenis pupuk fosfat yang mudah larut.

Meskipun secara alam sudah dibuktikan bahwa ramin bersimbiosis dengan
mndawan mikoriza arbuskula atau CMA (Abdurachman dan Iskandar, 1997 dan
Ekamawanti, 19991, namun informad mengenai s i r n b h s dan penggunaan
propagul serta pemupukan fosfat alam untuk anakan ramin di persemaian masih
terbatas. Bahkan informasi mengenai inokulasi CMA dan penggunaan fosfat aQm

pada anakan ramin di persernaian masih M u m tersedia. Sementara itu informasi

rnengenai pemanfaatan CMA dan fosfat alam untuk pengadaan anakan ramin yang
berkualis tinggi sangat diperlukan dalam rangka penanaman kembali areal bekas
tebangan hutan ramin.

Untuk memanfaatkan CMA dan fosfat alam masih perlu mempethatikan
informasi dasar seperti berikut :
1. Anakan ramin yang tumbuh secara alam rnerupakan jenis pohon semitoleran

yang membutuhkan intensitas cahaya tertentu, sedangkan tanaman bennikotiza
perlu menghasilkan k a h n banyak agar karbon yang dikirimkan ke cendawan

sesuai dengan kebutuhan cendawan tersebut. Menurut Doud Jr dan MiUner (2000),

CMA sebagai simbion oblgat diakini menjadi tergantung pada tanaman inang
untuk mernperdeh karbon.
2. Ramin tumbuh pada hutan rawa gambut yang sering tergenang, sehingga akan

mempengaruhi kdonisasi CMA pada anakan ramin.
3. Keberhasihn inokulasi CMA pada anakan ramin di persemaian dipengaruhi oleh

isolat atau sumkr propagul yang digunakan, tingkat ketergantungan anakan ramin
terhadap CMA dan sifat genotip anakan ramin tersebut tehadap cahaya.
4. Efektivitas pupuk fosfat alam pada tanaman yang berasosiasi dengan wndawan

mikoriza tergantung pada faktor yang bemubungan dengan fosfai alam itu sendiri
(kandungan mineral, reaksi kimia, tingkat pemakaiannya) dan status rnikotka pada
tanaman (Ba dan Guissou, t 996).
Masalah utama yang ingin dijawab dalam p e n e l i n ini adalah bagaimanakah

teknologi untuk mendapatkan anakan ramin yang krkuaiitas tinggi, sehingga
memiliki daya saing setelah ditanarn pada areal bekas tebangan. Menurut Nyland
(1996) dan Morgan (1999) kriteria yang efektif untuk penilaian kondisi anakan

adalah indeks kualis anakan (index of M i n g qualify) dengan menggunakan ciriciri motfokgis anakan yang diukur.

Bedasarkan informasi tersebut, maka untuk menggunakan CMA dan fosfat
alam dalam rangka rneningkatkan k u a l i s anakan ramin di persemaian masih

terdapat beberapa permasabhan yang masih perlu diteliti yaitu :
1. Bagaimana tingkat koloninasi CMA pada anakan rarnin yang semitoleran yang

tumbuh secara alam dan di persemaian ?.
2. Apakah terdapat hubungan antara besarnya intensitas cahaya yang diterima

oleh anakan ramin dengan tingkat kolonisasi CMA ?.
3. Apakah inokulasi dapat dibkukan pada anakan rarnin di persemaian dan

bagaimana tingkat ketergantungannya terhadap CMA, serta krapakah intensitas
cahaya

optrmal yang dibutuhkan deh anakan ramin yang diinokulasi CMA pada

media persemaiantersebut?.
4. Berapakah dosis pupuk fosfat alam yang harus diberikan terhadap anakan rarnin

agar dapat meningkatkan peranan CMA untuk mernacu pertumbuhan anakan ramin
di persemaian 7.
Berdasarkan m p a i permasalahan tersebut, maka untuk memanfaatkan CMA
dan pupuk fosfat alam perlu melakukan pnelitian mengenai : (1) Kdonisasi CMA
pada anakan yang tumbuh secara dam di bawah b e w a i intensitas cahaya, (2)
inokubsi CMA pada anakan ramin di persemaian di bawah berbagai intensitas

cahaya dengan menggunakan propagul dari gambut, (3) pemupukan dengan fosfat

akm chrismast pada anakan ramin yang sudah terkolonisasi

CMA di bawah

berbagai intensitas cahaya.

1.3. Tujusn dan Manfaat Penelitian
Tujuan utama dari pendian adalah ingin mendapatkan suatu teknologi untuk
memproduksi anakan ramin dengan k u d i yang tinggi melalui pemanfaatan CMA

dan fosfat alam. Untuk mendapatkan tujuan tersebut, maka tfga sasaran penelitian

yang ingin diperdeh adalah :
A . Menentukan intensitas cahaya optimal untuk anakan ramin yang terkolonisasi

CMA.

2. Mengkaji pertumbuhan anakan ramin di persemaian yang diindrulasi dengan
propagul CMA asal gambut dan tingkat ketergantungan anakan ramin tersebut
tehadap CMA.
3. Menentukan dosis fosfat alam yang opbmal untuk meningkatkan pertumbuhan

anakan ramin yang terkdonisasi CMA di persemaian
Hasil penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu tekndogi yang dapat
digunakan untuk pengadaan anakan ramin dengan kualitas yang tinggi dakm
rangka penanaman kembali atau enMment planting areal k k a s tebangan hutan
ramin rawa gambut.

'I-4. Hipotesk
Hipotesis utama yang diuji dalarn pendian ini adalah anakan rarnin yang
berkuatiis tinggi akan diperoleh melalut tekndogi pemanfaatan cendawan mikoriza
arbuskula (CMA) dengan intensitas cahaya dan dosis fosfat alam yang optmal.
Untuk menguji hipotesis utama tersebut, pedu diuji tiga hipotesis kerja sebagai
berikut : 1). Tingkat kolonisasi CMA tertinggi terjadi pada anakan rarnin yang
menerima intensitas cahaya tertentu, (2).

Pertumbuhan anakan ramin di

persemaian dapat drtingkatkan dengan inokulasi CMA, (3). Dosis fosfat a m yang
optimal dapat meningkatkan perturnbuhan anakan ramin yang terkdonisasi CMA di
pemrnaian.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.)Kun)
2.1.1. Habibt dan penyebarannya
Ramin yang merupakan marga Gonystyus dikenat dengan nama daerah
gaham buaya (Sumatera dan Kalimantan), medang keladi (Kalimantan) ramin,

melawis, ramin telur (Paninsular Malaysia), dan garahu buaya (Serawak Malaysia
Timur). Jenis ini ditemukan di daerah Paninsular (Malaysia) bagian Tenggara,
Sumatera bagian Timur dan Selatan, Kalimantan bagian Bafat, dan Tengah serta
di daerah Serawak (Makaysia Bagian Timur).
Dalam Prosea (1994) dinyatakan bahwa Gonystyius terdiri dari 30 spesies,
namun jumlah ini akan terus bertambah karena sejumlah spesies baru tents

ditemukan. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa spesies yang terbanyak terdapat di
Kalimantan (27 spesies) tidak termasuk di Serawak. Peninsular Malaysia dan
Sumatera masing-masing sebanyak tujuh spesies, dan Filiptna dua spesies,
sedangkan daerah lainnya diperkirakan hanya terdapat satu spesies umumnya

adalah G. macmphyl'us. Dad 30 spesies yang sudah diketahui, G. bancanus
(Miq.) Kurz merupakan spesies yang lebih banyak dibalak dan dikenal dalam dunia
perdagangan.
Habitat ramin seperti iklim, tanah dan topografi yang mendukung

pertumbuhan ramin di kemukakan pada T a k l 1. Berdasarkan habitanya pada
hutan m a gambut, maka lstomo et al. (1999) menyarankan bahwa dalam
melakukan penanaman ramin perlu mernpertimbangkan kedalaman gambut,

karena pohon ramin dapat tumbuh balk pada kedalaman >500 cm atau paling tidak

dt atas 120 cm.

Tabd 1. Kondisi habiat alam ramin (G.bancanus (Miq.) Kurr)

Faktor Lingkungan

I

Kondisi pada habitat ramin

I

lklim

Suhu
Kelemba ban
Curah hujan
Cahaya
Tanah
Jenis
S i fisik tanah
stnrktur tanah
kedalaman
Srfat kimia
unsur hara
pH
salinitas
Suhu tanah
Air tanah
Kelem baban tanah
CIN ratio

l.f 00 rnm - 3.300 mmltahun
Tergantung pada kerapatan tegakan

mudah mengikat air
2 600 WI

sangat miskin
3,4 - 4,O

sangat rendah
25,9a0C - 26,85O C
air tawar (atau masam)
72,56 % - 84,58 %
sangat tinggi

Topografr

Elevasi
Aspeks

I T i p hutan

10m-150mdpl
datar atau cekunqan

: Hutan mwa gambut (peat swamp forest)
S u m k r : Pmrsea (1994); Istorno et al. (1999); Butarbutar, Harahap &n Sunarto (2000);
lskandar ban durrachman (i997)

2.1-2. Percobatan penanaman
Dalam rangka pembinaan kembali areal bekas tebangan, sejak tahun 1978
telah dilakukan behagai percoban penanaman ramin pada areal bekas
tebangan, tenrtama dalarn rangka enrichment planting.

Berbagai bentuk

percobaan yang dilakukan pada waktu itu, seperti penanaman rnenggunakan bibit
asal anakan yang diambil secara cabutan, putaran dan bibit stump.

Pewbaan

yang lain adalah membedakan pettumbuhan tanaman yang menggunakan bibit
dari biji dan anakan alam dan membedakan jdur lebar tanaman. Semua hasib

hasil pembaan tersebut diuangkan ddam Table 2.

Tabei 2.

Kegiatan percobaan enrichment planting ramin (G.

bancanus) tahun

19782000)
Lokasi IPeneIiii

Perlakuan

Biba dari
persemaian dan
(Alrasvid dan
bibi stum~serta
hriinegara, 1978) [ blbit liar '
]
Di Kalimantan
[ Bibi anakan
]
Tengah (Supriyanto
dan Hamzah, 1983).
Di Teluk Belanga
Kalimantan Barat

Di kebmpok hutan
Teluk Keramat Kalimantan Barat
Musnadi dan Muin.

putaran dan

(Sukardi den
Slhyono. 1994)

Sungai Bungur
Jambi (Kapisa,

tinggi bibi liar $238
cm. s e m i 12.59 cm
a
n stump 5 , h cm
P e m W hidup
53.21 %, tinggi rata
umur 3 tahun 12.28
stump 49,39 %,
cabutan 50,45 % dan

I

I

masih rendah, &
Deiturnbuhannva
yang Lambat
% hidup tanaman
masih rendah, &
perturnbuhannya
yang lambat
% hidup tanaman
masih kndah

-

Dutaran 62.78 %

isas)

Di Sungal Kahayan
Kalimahtan Tengah

Hasil perdman

Persen hidup 65 %,

Membandingkan
dengan jenis
yang lain

naman : (l(F20

Pertumbuhantinggi
A a m a 18 bulan
27,83 cm dengan
diameter4,42 cm
Pemtntase hidup
95,83 $4 - 100 %;
tinggi 2,608 -2,709 rn
(1 8 bulan).

Pertumbuhan Lsbih lambat dibandingkan
dengan spesies
dalam aplikask
nya, karena

menggunakan

yang dianam 80 cm,
bibit yang wkup
dan diameter 1 cm.
Di Propinsi Jambi
Tanah, iklim dan
topografi. Oifa(Butahtar,
Hamhap dan
nam dalam jalur
Sunarto, 2000)
Sungai Sugihan
Sistem jalur dan
Pemntase hiup 59
Pertumbuhan I s
Sumateta Selaian
sistem kdarnpok %, tinggi 23.9 cm dan bih lambai.
(Bastoni dan
diameter 0,54 cm
Sianturi, 2000)
se(ahun.
~ddan Soefianegara (i978); Supriyanto (1993); Kusnadi dan Muin (1985); Sukardi dan
on0 (1994); Kapisa (1998); Butarbutar, Harahap dan Sunarto (2000); 3astoni dan Siantori

B
Hasil percobaan tersebut menujukkan bahwa penanaman ramin masih
menunjukkan persentase hidup yang sangat rendah, dan perturnbuhan yang
lambat. Penanaman yang dilakukan di antara anakan jenis lain dan tegakan tinggal
yang menyebabkan tejadinya persaingan tumbuh. Anakan tersebut hidup dan
tumbuh dengan kondisi yang sudah stabil, sehingga tanaman yang baru

akan

tetap terus kalah bersaing, baik dalam hal pemanfaatan hara maupun sinar
matahari.

2.2. Kondbi lklim mikm Hutan Rawa Garnbut Seblah Pembalakan
Aktivitas pemanenan pohon menyebabkan rumpang-rumpang yang terbuka

sangat bervariasi, seperti dikemukakan dari hasil pendian Enrico, lndrawan dan
Rusdiana (1 999). tuas rumpang yang terbentuk secara alam di hutan primer

berkisar antara 32,2 rn2 - 1636,O m2 dengan ratwata total luas rumpang per
hektar adalah 3450 m21haatau 3 4 5 % dari luas satu hektar. Sedangkan mmpang
yang disebaMtan deh aktivitas pemanenan kayu berkisar antafa 4147,54 m2 8064,16 m2 atau rata-rat8 6775,67 m2. Penyebab tetbentuknya rumpang ~

r

alam pada hutan primer karena robohnya pohon-pohon besar (25,76 %), serta
patahnya c a k n g (22,73 %) dan tajuk (21,21 %) tenrtarna sebagai akibat terpaan
angin badai. Sementara itu luas rumpang yang tejadi karena aMvitas pemanenan
dalam satu Mok tebangan diperkirakan sebagai berikut : pembuatan jalan s a d
(kuda-kuda) 0,04

- 0,05 ha, pembuatan tempat penimbunan kayu (log) atau Tpn

0.08-0.1 0 ha, jalan loti dan kegiatan pemanenan itu sendiii 0,40-0,60 ha.

Rumpang yang terbentuk akan merubah iklim mikm di bawah dan di dalam
tegakan yang secara tidak langsung akan

berpengaruh kepada proses

dekomposisi bahan organik dan kehidupan makro dan mikm flora serta fauna di
lantai hutan. Hasil penelitran Enrico, lndrawan dan Rusdiana (1999) menunjukkan
perubahan iklim pada setiap rumpang yang terbentuk pada setiap penebangan
dengan srstem TPTl (Tabel 3).
Tabel 3. Penrbahan iklim mikm akibat pemanenan pada hutan rawa gambut

lklim mikm

I

I

Suhu udara CC)
Suhu tanah ( O C )
.
Inten.Cahaya (watVmz) ]
Kelemb. Nisbi (94)
I

Hutan
Primer

Rumpang
besar

28
26,4

30
27,7

91,6

76,l

-

I

Surnber : Enrim, lndrawan dan Rusdiana

65

a

Berdasarkan Tabel 3 ternyata akibat penebangan dengan sistem IPTI,
terdpta kondisi suhu di atas permukaan tanah brkisar antara 28" C - 29' C dan

suhu tanah 26,4" C - 27,PC serta kelembaban 85,9 %91,6 %. Kondisi tingkungan
mikro seprti ini sangat sesuai untuk perkembangan mikroba tanah, termasuk
cendawan rnikoriza dan proses dekomposisi bahan organik.

2.3. Karakterktik Tana h Gambut
2.3.1. Pengertian tanah gambut dan pmanfaatannya
Menurut Anwar (2000) lahan gambut adalah hhan yang terbentuk dari
akumulasi sisa tanaman purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan,
mengandung minimal C-organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Menunrt
Subagyo (2000) tanah gambut adalah tanah yang b e b h a n induk organik atau
sisa tanaman. Sedangkan Akbar (1992) menyatakan bahwa gambut pada

dasamya menrpakan kumpulan bahan-bahan organik yang belum melapuk secara
sempurna, disebabkan mikmrganisme dekomposer tidak hidup dalam keadaan
anaerobik. Dalam klasifikasi terdahulu, tanah gambut sehlu diartikan sebagai

tanah yang rnerniliki lebih dari 65 % bahan organik (Andriesse, 1988).
Untuk mernanfaatkan gambut sebagai media pembibitan tanaman kehutanan
perlu diketahui data karakteristik tanah gambut tersebut. Menurut Subagyo (2000)
data karakteristik garnbut adalah (1) tingkat dekomposisi, dan (2) tingkat
kesuburan tanah gambut.

Data tingkat dekomposisi diperlukan karena dalam

kegiatan pembibitan sering rnenggunakan gambul hemik-saprik. Selain itu dalam
gambut terdapat lignin sebagai unsur organik tanaman yang tidak terdekomposisi
menjadi

penghambat

bagi

pertumbuhan

tanaman

dan

perkernbangan

mikroorganisme tanah serta kdonisasi cendawan mikotiza pada akar tanaman.
Tingkat dekomposisi akan berpengaruh kepada sifat fisik (kerapatan lindak dan

kering tidak balik) yang mewpalran persyaratan pemanfaatan gambut sebagai

media pembibin tanaman kehutanan. Data sifat gambut yang prtu diketahui
menurut Subagyo (2000) adalah unsur hara makro dan mikro, kapasitas tukar

kation (KTK) kejenuhan basa dan kernasaman tanah (pH).
2.3.2. Proses dekomposisi dan asrm orgmik tanah gambut
Hasil analisis komponen k h a n organik penyusun gambut dikemukakan oleh

Sabiham (1993) sebagaimana tercantum dalam Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi parsial dari keringan tanaman dewasa dan bahan organik
tanah

organik
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Protein
Lemak, lilin, dl1
Sumber : Sabiham (1993)

Jaringan tanaman (%)

Bahan organik tanah (96)

20-50
10-30
10-30
1-15
1-8

2-10
0-2
35-50
28-35
1-8

Kandungan linin gambut di Indonesia umumnya dua kali lebih banyak
daripada gambut Eropa fMc Kaggue efal. 1986). Menurut Sabiham dan lsmangun
(1997) di lapisan atas umumnya didominasi oieh sisa tanaman yang berasal dari
pepohonan (kayu-kayuan). Okh karma itu, komposisi k h a n organik di bagian

atas endapan gambut yang selalu mengandung linin mencapai 60 % bahan
kering, sedanghn bahan lain s e w hemiselulosa, dulosa dan protein datif
rendah. Karena lignin menrpakan satu dari komponen jaringan tanaman paling
resisten dalam tanah (Mc Keggue et al., 1986), maka di hutan rawa gamblrt
kandungannya bisa menjadi lebih tinggi.

Sabiham {t 996) juga mengemukakan apabila k h a n gambut kaya akan lignin
(karena k h a n asal dati kayu-kayuan), maka gambut akan bersifat sarang dan air

gambut banyak mengandung asam organik yang bersifat racun bagi tanarnan

karena tingginya kandungan asam-asam fenolal. Meskipun demikian, kemampuan
jenis cendawan tertentu menguraikan Iignin lebih lanjut akan mengurangi daya

toksitnya bagi tanaman tertentu. Artiningsih et al. (1999) melakukan penelitian
spesies

cendawan

yang

menghasilkan

enzim

taccase

yang

mampu

mendekomposisi k h a n organik, termasuk tignin. Dari sepuluh isolat cendawan

yang diuji, ternyata cendawan Basidiomisetes merupakan produser taccase dan
dekomposer bahan organik yang bbih baik. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa

cendawan akar putih (Cofidopsissp., Fomes sp., Pdypotus sp dan Amaumderma
sp.) ternyata bbih mampu mendegradasi lignin daripada cendawan akar coklat.

2.3.3. Tingkat kesuburan tanah gambut
'Menurut Adhi (1976 dan 1992) kesuburan dan susunan kimia tanah gambut
ditentukan oleh (1) ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangan lapisannya,
(2) keadaan lapisan mineral di bawah lapisan gambut, dan (3) k u a l i air sungai

atau air pasang yang mempengawhi k h a n gamblrt. Selanjutnya dikemukakan
pula bahwa semakin tebal gambut, semaltin miskin ham dan semakin matang
gambut akan semakin subur. Menurutnya gambut yang dipengaruhi gerakan air

pasang lebih subur dibandingkan dengan gambut yang sumber utama aimya dari
air hujan.
Kesuburan gambut di Indonesia secam umum adalah miskin (Radjagukguk,
1992 dan 1995; Djuwansah, 1999; Subagyo, 2000). Menurut Radjagukguk (I
992),

pH selalu dalam kisaran 3-4 dan unsur mineral utama tenrtama N, P, K, Ca Z, Cu

dan Si rendah dengan kejenuhan basa 5.4-1 3. Nilai pH tanah, kejenuhan basa
dan kandungan hara secara umum lebih tinggi pada gambut dangkal dibandingkan
dengan gambut dalam. Sedangkan menunrt Subagyo (2000) kesubulgn gambut

yang rendah karma kandungan hara yang rendah dan reaksi tanah yang masam
sehingga secara tidak langsung menyebabkan pertumbuhan pohon menjadi
lambat.

Umumnya tingkat kesuburan gambut lebih tinggi pada lapisan atas
dibandingkan dengan hpisan tengah, namun di lapisan terbawah kesuburannya
cenderung meningkat kembali (Istorno, et al. t 999) Selanjutnya dikatakan pula

bahwa pada lapisan atas, tingkat kesuburan garnbut dengan ketebalan 120 cm 500 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan atas gambut dengan ketebalan >
500 cm,namun pada lapisan terbawah sebaliknya. Kondisi ini menumt Sabrham

dan lsmangun (1997) menunjukkan bahwa gambut dan tanah mined yang ada di
bawahnya sangat menentukan komposisi kimia tanah-tanah gambut. Oleh karena

itu tingkat kesuburan lapisan tanah atas dari gambut dabm adalah lebih miskin
unsur hara esensial daripada lapisan atas gambut dangkal.

Bahkan menurut

Sabiham dan lsmangun (1997) gambut tebal pada dasarnya miskin akan unsur

hara bila dibandingkan dengan gambut tipis.

Sementara itu Munir (1996)

menunjukkan kriteria tingkat kesubumn gambut seperti tercantum dalam Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria ting kat kesubumn tanah gambut

S i kimia tanah
pH
N-total(%)
P-tersedim (ppm)
K-tersedim (me1100 g)

Kriteria tingkat kesuburan gambut
Rendah
Sedang
Tinggi
5
< 0.2
0.2-0.5
> 0.5
< 20
20-40
> 40
c 0.39
0.390.78
P 0.78

Sumber : Munir (1996)
Berdasarkan kriteria tersebut (Tabel 5), maka gambut di lndoensia sebagian
besar rendah dalam ha1 pH, N-total, P tersedii dan K tersedia, sehingga termasuk
golongan gambut yang rnisikin hara sebagaimana dikernukakan oleh Radjagukguk
(1992).

2.4. Cendawan Mikoriza Arbusketa (CMA)
2.4.1. Pengertian mikorira dan proses kdonisasinya
Hubungan yang saling menguntungkan antara cendawan dengan tumbuhan
tinggi disebut dengan mikoriza. Sementara itu Setiadi (1997) rnengatakan bahwa
mikoriza merupakan suatu struktur sistem perakaran yang termasuk sebagai

manifestasi adanya simbisis matualistis antara cendawan (Myces)dan perakaran
(Rhiza) tumbuhan tinggi. DaQm literatur r n i k o h , istllah m i k o h sering
dipergunakan untuk menjelaskan hubungan saling ketergantungan dimana tanaman
inang rnenerirna hara mineral, sedangkan cendawan memperoleh senyawa karbon
dari hasil fotosintesis tanaman inangnya. Asosiasi yang saling menguntungkan

antara cendawan dari Glomales (Zygomycets) dengan tanaman inang disebut
dengan arbuskula atau cendawan vesikubarbuskula, yang paling banyak terjadi
pada spesies tanaman penting dan sangat berperan dalam meningkatkan status

hara tanaman mikotrofik pada tanah dengan konsentrasi ham yang terbatas,
khususnya M a t (Lambais dan Mehdy, 1995). Menurut Douds Jr dan Millner (1999)

cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan simbiotik cendawan tanah bersifat

oblgat yang rnengkolonisasi akar berbagaijenis tanaman.
Menurut Ekamawanti (1999) dari tiga jenis hutan rawa gambut yang diteliti,
temyata kolonisasi CMA tejdi pada anakan ramin. Hasil penelitian lskandar dan

Abdurachman (1997) pada hutan rawa gambut S. Bakau menduga bahwa beberapa
jenis pohon di hutan rawa gambut seperti ramin (G.

bancanus), rengas (Gluta

enghas), jambu-jambu (Eugenia sp) dan pasir-pasir bersimbiosis dengan CMA
tersebut.

Menurut hasil pendiian Sudina, Antonius dan Suhajono (1994)

kberapa jenis pohon di hutan rawa gambut bersimbiis dengan CMA dengan

tingkat infeksi yang cukup tinggi. Jenis-jenis pohon tersebut antara lain Shorea

p a W i e , Dyem costdata, Gmcinia prabesij, Eugenia sp dan Ganua sp. Jenis-jenis
tersebut umumnya krsamssama dengan G.

bancanus merupakan spesks yang

selalu dominan pada hutan rawa gambut. Kondisi tapak yang tergenang fidak

menghambat proses kolonisasi CMA dengan inangnya. Ini disebabkan CMA dapal
beradaptasi pada tapak yang tergenang (Bano. 1988; Solaiman dan Hirata, 1996).
Penetrasi CMA metalui apressoria dan suatu hiia koil terbentuk dalam sel-sel
korteks (Cooke, Widden dan O'Hallomn, t 993). Selanjutnya dikemukakan bahwa

hifa koil tersebut berkembang menuju =I-sel

korteks didekatnya dan arbuskula

tejadi dari perkernbangan ini. Sementara itu Widden (1996) menjelaskan bahwa

pada permukaan akar, hifa CMA sering mernbentuk suatu
bembang sebelum penetrasi ke dalam epidermis.

apressorium yang

Sesudah masuk melalui

epidermis, hifa umumnya bercabang dalam krbagai arah, kadang-kadang tumbuh
secara lateral (intraselluler) diantara seCsel lapisan brikutnya sebelum masuk ke
dahm &sel

korteks. Dari sini hifa masuk ke lapisan korteks dan langsung ke

dalam, membentuk pembangan dikotom diintara lapis-lapis tersebut (Widden,
1996; Imhof, 1999), hingga lapisan korteks paling dalam kaya dengan hifa (Widden,

1996). Hifa yang masuk lebih dalam ke datam sel korteks, rnembentuk hifa koil
yang

sering

memperlihatkan distorsi atau

pembengkakan dan akhirnya

menggumpal tak beraturan (Imhof, 1999). Menurut Widden (1996) di dalam sel
korteks yang paling dalam tersebut, hifa menyebar secara lateral dan tangensial
mdalui suatu seri proyeksi yang mirip dengan sesisir pisang, yang k i kenal
sebagai bobbit.

Bobbit tersebut membengkak pada ujungnya menghasilkan

vesikula atau memanjang dan bercabang-cabang menghasilkan arbuskula. Menurut
Cooke, Widden dan O'HaUora (1993) di dalam arbuskula ini terjadi pertubran
metabdime antara tanaman inang dan cendawan simbion. Klironomos (1995)

mengemutcakan arbuskula merupalran sarana transfer hara yang sangat sesuai.
Sedangkan vesikula

diperkirakan sebagai organ

penyimpan.

Selanjutnya

dikernukakan pula khwa fungsi utama vesikula adalah penyimpan katbon untuk

cendawan, dan vesikub ini juga menunjukkan awal infeksi baru.
Bedasarkan hasil pndiian yang dilakukan oleh McGonigle, Hovius dan
Peterson (1999) perkembangan munwlnya arbuskula sampai tingkat maksimum

untuk tanaman ginseng amenka (Panax quinquefolius L.) tejadi pada pertengahan
bulan Agustus, dan setelah itu menurun s-ra

parsial. Produksi hifa koil berikutnya

lebih lambat namun terus menenrs, sehingga akhir musim komposisi arbuskula dan
hifa koil hampir seragam.

Struktur hidup arbuskula relatif singkat (brkisar antara 4 sampai lima belas
had), bahkan daiam tanaman legurn hanya 2-5 hari (Cooke, Widden dan O'Halbra,
1993). Selanjutnya dikemukakan juga bahwa waktu terbentuknya vesikula dalam

sel koiteks bervariasi tergantung pada perlakuan yang diberikan pada media.
Menurutnya pada tanaman Acer sacchaturn, arbuskula terbentuk dalam waktu 30
hari baik pada tanaman yang dipupuk maupun Mak dipupuk. Wanglran vegikub
antara 3 M 0 hari pada tanaman yang tidak dipupuk, dan bbih lama lagi (antara 6090 hari) pada tanaman yang dipupuk.

Genera CMA Gigaspdra dan ScuMospom hanya menghasilkan arbuskula
dan hifa inter-intrasellular, sedangkan Glomus, E n t A m m , AcauIospom dan

Sclerocysb juga menghasilkan vesikula (sehingga sering dgunakan istilah

cendawan mikoriza vesikula-arbuskula) yang merupakan terminal, globuse, struMur
yang kaya dengan liptd dalarn daerah intrasellular korteks akar (Strullu et %I.,1983
dalam Douds Jr dan Millner, t 999).

White dan Charvat (1999) mengemukakan bahwa hubungan antara
ketersediaan hara dengan status mikoiiza sudah dieliti dengan baik untuk spesies

tanaman tanah daratan (kering), namun masih jarang ditelii pada tanah yang d a l u
atau sering tergenang. Menurut Khan (1993) jumlah spora CMA dan infeksi mikoriza
ada hubungannya dengan potensial reduksiiksidasi, lebih rendah pada tanah rawa
dimana Rh-nya lebih rendah dari pada tanah daratan. Vesikula dan arbuskula
ditemukan pada tanah kering, dan ahuskula sangat jarang pada tanah yang
tergenang. Kondisi anaerobik dari tanah yang tergenang menyebabkan adanya
perbedaan dengan sistem teresterial (White dan Charvat, 1999). Meskipun
demikin, menurut White dan Chanrat (1999) konsentrasi fosfor dalam tanah tetap
mempengamhi kolonisasi. Berdasarkan hasit penelitiannya pada tanaman Lyfhium

salicaria L yang digenangi menunjukkan bahwa kdonisasi paling tinggi pada
tanaman yang dipupuk fosfor dengan konsentarsi lebih rendah. Menurut Khan
(1993) kebanyakan tanaman aquatik yang selama ini tercatat sebagai tanaman
tidak berrnikoriza dan ternyata sudah ditemukan bermikoriza.

2A.2. Faktor-fabr yang mempengaruhi perkembangan CMA
a. Suhu
Bendavid-Val et al. (1997) melaporkan bahwa kdonisasi akar dipengaruhi
suhu, eksudat akar dan kondisi fisiohgis propagul.

Dari semua faktor ini

menunrtnya, suhu merupakan yang paling signifikan pengaruhnya tehadap
simbosis rnikoriza terutama dalam ha1 pefkecambahan spora, pertumbuhan hifa,
kolonisasi dan sponrlasi. Suhu yang tinggi mengakibatkan penurunan viabibs

spora yang pada akhirnya akan mati. Menurut Suhardi (1997) rnikoriza
membutuhkan suhu yang rendah pada masa awal kehidupannya. Oleh karena itu,
infeksi mikorira hanya terjadi j i b suhu