seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit.
Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan istilah aspect ratio. Serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat
panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah
penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Sedangkan komposit serat pendek, dengan orientasi yang benar, akan
menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber.
c. Bentuk Serat
Bentuk Serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada
umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya
juga mempengaruhi Schwartz, 1984 : 14.
2. Faktor Matrik
Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah unit struktur, yang melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan
atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Bahan Polimer yang sering
digunakan sebagai material matrik dalam komposit ada dua macam adalah thermoplastik dan termoset. Thermoplastik dan termoset ada banyak jenisnya
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Thermoplastik, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Polyamide PI,
Polysulfone PS, Poluetheretherketone PEEK, Polyhenylene Sulfide PPS Polypropylene PP, Polyethylene PE dan lain-lain.
b. Thermoset, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Epoksi, Polyester.
Phenolic, Plenol, Resin Amino, Resin Furan dan lain-lain.
3. Faktor Ikatan Fiber-Matrik
Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan terjadi antara dua fase Schwartz, 1984 : 1.12. Selain itu
komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi
pendistribusian tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu
adanya celah pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan.
Bila komposit tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada
pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matrik Schwartz, 1984 : 1.13.
2.4. ANHYDRIDA MALEAT SEBAGAI ADITIF
Anhydrida maleat 2-5-furandion; cis-butenedioik anhidrat dengan rumus umum C
4
H
2
O
3
dengan berat molekul 98,06 dapat dibuat dengan mensublimasi asam maleat dan P
2
O
5
dengan menurunkan tekanan.
Gambar 2.5.
Anhydrida maleat
O O
Universitas Sumatera Utara
Secara tradisional anhibrida maleat dibuat dengan mengoksidasi benzen atau senyawa aromatik. Karena harga benzen yang tinggi, sekarang
pembuatan anhibrid maleat dilakukan dengan menggunakan n-Butana dengan reaksi seperti berikut.
CH
3
CH
2
CH
2
CH
3
+ 3,5 O
2
CH
2
CO
2
O + 4 H
2
O Anhydrida maleat larut dalam 100 gr pelarut pada suhu 25
o
C. Anhydrida maleat digunakan pada proses sintesa diena sintesa Diehls Alder, reaksi
kopolimerisasi, pembuatan resin-Alkil dan bidang farmasi. Bersifat sangat iritatif. Umumnya senyawa dengan dua karbon ikatan rangkap dan karbon
oksigen. Anhydrida maleat dengan berat molekul 98,06 larut dalam air, meleleh pada temperatur 57
o
C sampai 60
o
C, mendidih pada 202
o
C dan specific grafity 1,5 Gaylord, 1981.
2.5. BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR
Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari
berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagi pembentuk radikan bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan
dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida memiliki waktu paruh 0,37 jam pada suhu 100
o
C. Penambahan sejumlah zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan polimer Al-Malaika, 1997.
2.6. PENCAMPURAN POLIMER
Proses pencampuran dalam pembuatan polimer secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Proses fisika, terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer
atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan ekivalen antara komponen-komponennya.
2. Proses kimia, menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya
ikatan-ikatan kovalen antar polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi didalam campuran ini berupa ikatan vander walls, ikatan hidrogen atau
interaksi dipol-dipol. Pencampuran polimer komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan
polimer alam. Pencampuran yang dihasilkan dapat berupa campuran homogen dan campuran heterogen.
2.6.1. Pencampuran Polietilena dengan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit
Proses pencampuran antar matriks dengan filler mencakup dua jenis pencampuran yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif.
Contoh pencampuran distributif diantaranya pencampuran bahan aditif pada seperti antioksidan, pengisi, pigmen atau penguat kedalam matriks
polimer. Proses pencampuran ini memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan
pengisi kayu dan serat selulosa yang ringan, murah, dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah secara distributif dengan matriks polimer.
2.6.2. Kompatibilitas Pencampuran Polietilena dengan Serat
Polietilena dan serat tandan kosong kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur homogen, karena sifat kopolarannya
berbeda. Karena itu proses pencampurannya adalah distributif. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, prosesnya tidak dapat dilakukan
dengan cara konvensional, yang hanya melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode
Universitas Sumatera Utara
campuran lelehan melt- mixing lebih baik dari pada pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul menyebabkan
tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya selama
pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen tersebut. Gejala ini berakibat dininya kegagalan mekanik dan kerapuhan
polimer. Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilisasi Al-Malaika, 1997.
2.7. KARAKTERISASI PAPAN PARTIKEL KOMPOSIT
Karakterisasi dari papan partikel komposit dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran polimer dengan serat. Karakterisasi dilakukan dengan
menggunakan pengujian berdasarkan pada standar SNI 03-2105-2006 yang meliputi sifat fisik seperti kerapatan, kadar air, dan pengembangan tebal serta
sifat mekanis seperti kuat patah MOR, modulus elastis MOE, kuat rekat internal, dan kuat impak.
Karakteristik papan partikel komposit dari SNI 03-2105-2006 sebagai acuan untuk menentukan kualitas diperlihatkan tabel berikut.
Tabel 2.3. Sifat Fisis dan Mekanis dari Papan Partikel
No. Sifat Fisik Mekanik
SNI 03-2105-2006 1.
Kerapatan grcm
3
0,40 - 0,90
2. Kadar air