delik dilakukan dan alat yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Ada pula barang yang bukan merupakan obyek, alat atau hasil tindak pidana,
tetapi dapat pula dijadikan barang bukti sepanjang barang tersebut mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana. Pembuktian dalam kasus yang penulis
angkat adalah pembuktian menurut undang-undang secara negatif atau Negatief Wettelijk Bewijs Theori yaitu keyakinan Hakim yang ditimbulkan dengan
adanya dua alat bukti yang sah menurut undang-undang.
2.3.2 Sistem Pembuktian Menurut KUHAP
Pada Hukum Acara Pidana Indonesia, Andi Hamzah menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada dikenal beberapa sistem atau teori
pembuktian, yaitu :
25
a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Conviction In
time. Sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim menentukan salah tidaknya
seorang terdakwa semata – mata didasarkan oleh penilaian keyakinan hakim.
Dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim
dari alat – alat bukti yang diperiksanya di persidangan ataupun mengabaikan
alat – alat bukti di persidangan dan langsung menarik keyakinan dari
keterangan dan pengakuan terdakwa. b.
Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis Laconviction Raisonnee.
Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah
tidaknya terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem ini faktor keyakinan hakim dibatasi dengan harus didukung alasan
– alasan yang jelas. Hakim harus menguraikan dan menjelaskan alasan
– alasannya yang mendasari kayakinannya dalam memutuskan salah tidaknya terdakwa.
c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara Positif
Positief Wettelijk Bewijstheorie Stelsel.
25
Andi Hamzah, 2000, Hukum Acara Pidana Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 242.
Sistem pembuktian berdasar undang-undang secara positif berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat
– alat bukti yang ditentukan undang – undang. Untuk membuktikan salah tidaknya terdakwa semata
– mata digantungkan kepada alat
– alat bukti yang sah. Apabila sudah dipenuhinya syarat
– syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang – undang, maka sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan
keyakinan hakim. Dengan kata lain bahwa tanpa alat bukti yang sah berdasarkan undang
– undang maka hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap kesalahan terdakwa. Sebaliknya jika alat
– alat bukti yang sah sudah terpenuhi maka hakim dapat menentukan kesalahan terdakwa.
d. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Negatif
Negatief Wettelijk Stelsel. Sistem pembuktian menurut undang
– undang secara negatif merupakan teori gabungan antara sistem pembuktian menurut undang
– undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim. Sehingga
hakim dalam menentukan salah tidaknya terdakwa harus berdasarkan alat –
alat bukti yang sah menurut undang – undang dengan disertai keyakinan
hakim yang diperoleh dari alat – alat bukti tersebut.
Dari keempat sistem pembuktian di atas, KUHAP berdasarkan pasal 183 menganut sistem pembuktian berdasarkan undang
– undang secara negative yang berarti hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila terdapat dua alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat
– alat bukti tersebut. Ketentuan yang sama juga terdapat dalam Undang
– Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di dalam pasal 6 ayat 2 yang
menyatakan : “Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila
pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah
bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.” Dapat disimpulkan bahwa sistem pembuktian di Indonesia menggunakan
dasar Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif negatif wettelijk. Hal ini karena selain adanya keyakinan Hakim dalam
mempertimbangkan alasan-alasan baik fakta yang bisa dilihatnya dipersidangan yang akan meyakinkan dirinya bahwa memang sesungguhnya terdakwa ini
bersalah dan pantas diberikan sanksi hukuman, selain itu juga memang harus ada dasar pembuktian yang sah. Pembuktian yang dimaksud disini adalah alat
bukti sebagai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan dan dengan adanya alat bukti tersebut akan lebih meyakinkan hakim dalam
mengambil suatu keputusan.
2.3.3 Macam –Macam Alat Bukti