Rehabilitasi Vertigo

(1)

REHABILITASI VERTIGO

Oleh

dr. FERRYAN SOFYAN., M.Kes., Sp-THT-KL

NIP : 198109142009121002

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN

TELINGA HIDUNG TENGGOROK

BEDAH KEPALA DAN LEHER

FAKULTAS KEDOKTERAN USU


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN VESTIBULER 2

2.1 Anatomi 4

2.2 Pembagian Vertigo 7

BAB III Rehabilitasi vertigo 17 3.1 Brandt dan Daroff Manuever 18

3.2 Modifikasi Seymont Manuever 20

3.3. Canalith Repositioning Procedure 22 3.4 Log Roll exercise 24

BAB IV KESIMPULAN 25

DAFTAR PUSTAKA 26


(3)

BAB I PENDAHULUAN

Rehabilitasi vertigo adalah sebuah pendekatan non invasif dengan kelainan vestibuler dan keseimbangan. Suatu sistem dengan desain individual dimana latihan dan aktifitas disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. (1)

Latihan ini melatih otak untuk menggunakan alternatif dari visual dan proprioseptif sebagai pedoman untuk menjaga keseimbangan dan gaya berjalan. Adalah penting bagi pasien untuk merasakan kembali vertigo dimana otak dapat beradaptasi pada fungsi keseimbangan yang baru. Penggunaan obat supresi vestibular setelah akut vertigo hendaknya minimal, untuk memfasilitasi otak beradaptasi pada input keseimbangan yang baru.

Suatu randomized controlled trial (RCT) dari 143 pasien dengan dizziness dan vertigo memperlihatkan latihan rehabilitasi vertigo meningkatkan perbaikkan pada nystagmus, kontrol postural, pergerakkan yang diprovokasi oleh dizziness, dan indeks subjektif dari simptom dan distress. Contoh lain RCT mengevaluasi efektivitas dari rehabilitasi vertigo di rumah pada pasien dengan kronik vertigo dengan etiologi peripheral vestibuler. Dimana trial ini menunjukkan suatu penurunan yang signifikan dari vertigo dan meningkatkan kualitas hidup.(2)


(4)

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN VESTIBULER

Keseimbangan bergantung pada empat system berbeda yang tidak saling tergantung. Pertama, sistem vestibuler yang menangkap gerakan akselerasi dan persepsi gravitasi. Rangsang propioseptif dari sensasi posisi sendi serta tonus otot memberi informasi menyangkut hubungan antara kepala dan bagian tubuh lainnya. Yang ketiga, penglihatan memberi persepsi dari sensasi posisi, kecepatan, dan orientasi. Yang terakhir, semua sensasi ini diintegrasikan pada batang otak dan serebelum.(3)

Vertigo didefinisikan sebagai halusinasi gerakan. Dapat berupa suatu sensasi seakan akan membelok, berputar, jatuh, bergoyang dan lain-lain. Pusing (dizziness), meskipun pada umumnya digunakan oleh penderita sebagai istilah untuk menjelaskan sensasi tersebut, menyatakan perasaan yang lebih ringan dan nyata seperti pening (giddiness), hendak pingsan, bingung, rasa kosong atau ketidakstabilan. Diferensiasi ini penting karena vertigo timbul dari gangguan organ akhir (end organ) vestibular, nervus vestibularis atau nukleus vestibular. Pusing dapat timbul akibat gangguan ringan alat vestibular, tetapi biasanya menunjukkan adanya gangguan pada daerah lain.

Suatu analogi yang diajukan oleh Cawthorne dapat menjelaskan tipe-tipe gangguan pada alat vestibular perifer yang menyebabkan vertigo. Mekanisme ini dapat diibaratkan pesawat udara bermesin ganda. Bila kedua mesin berjalan normal dan alatalat kontrol berfungsi baik, pesawat udara terbang lurus.


(5)

Bila satu mesin tiba-tiba rusak, maka pesawat udara berbelok tajam keluar dari jalurnya akibat hilangnya perlawanan dari daya mesin yang normal. Dengan mengatur alat kontrol kembali, dalam waktu singkat pilot dapat menerbangkan pesawat pada jalur lurus lagi, meskipun belokan dan angin kencang yang tiba-tiba akan menimbulkan efek gangguan yang lebih banyak dibandingkan bila kedua mesin normal. Pada keadaan tertentu, mesin yang rusak dapat kembali dan meskipun kecepatan mesin ini tidak dapat normal lagi, apa yang ada masih memungkinkan pesawat itu terbang dengan mantap. Namun bila pesawat berulang kali rusak dan normal lagi, hasilnya akan lebih buruk daripada memiliki satu mesin yang mati.

Dalam situasi yang lain satu mesin tidak mau bekerja dengan baik hanya bila pesawat udara berada pada posisi tertentu, misalnya ketika membelok tajam ke kiri, tetapi akan kembali normal dengan segera setelah pesawat udara terbang lurus lagi. Terakhir, bila satu mesin kehilangan tenaga secara pelan-pelan, pilot hampir tak merasa dan dapat mengatur alat-alat kontrol kembali tanpa menyimpang dari jalur.

Mesin-mesin pesawat udara secara langsung dapat dibandingkan dengan seperangkat organ akhir vestibuler pada masing masing labirin. Tiap jenis kegagalan dapat muncul pada manusia, yang pada tiap kasus mengakibatkan hilangnya keseimbangan dan menimbulkan suatu jenis vertigo.

Dalam mengevaluasi vertigo, riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Informasi berikut ini perlu diketahui:

1. Apakah gejala yang dialami benar-benar vertigo. Jika keluhan terdiri dari suatu sensasi gerakan atau berputar, gangguan terletak pada alat vestibuler; kalau tidak, daerahdaerah lain harus diperiksa dan dievaluasi.


(6)

2. Pola vertigo. Penting untuk diperhatikan apakah serangan timbul spontan atau dicetuskan oleh gerakan. Adanya serangan serangan paroksismal yang diselingi oleh penode yang relatif bebas gejala, menunjukkan suatu keadaan patologik yang lain berbeda .dengan pusing yang terus-menerus.

3. Derajat vertigo. Vertigo yang berasal dari labirin biasanya disertai dengan rasa mual dan sering kali muntah. Bentuk-bentuk yang kurang spesifik dapat berderajat lebih ringan dan berasal dari setiap bagian tubuh.

4. Gabungan gangguan pendengaran atau tinitus dengan pusing merupakan suatu petunjuk lokasi yang pasti. Evaluasi audiologik lengkap perlu pada penderita pusing, karena penyakit-penyakit ini dapat mengenai hanya alat vestibuler, hanya koklea atau keduanya..(4)

2.1 ANATOMI

Alat vestibuler terletak di dalam suatu susunan ruang yang saling berhubungan (labirin tulang) dalam tulang petrosa. Dinding dalam dari labirin tulang ini dilapisi secara longgar oleh suatu membran (labirin membranosa) yang membentuk dua kantong yaitu sakulus dan utrikulus serta tiga buah kanalis semisirkularis. Rongga di antara dinding tulang tersebut dengan labirin membranosa berisi cairan perilimfe, sedangkan labirin membranosa sendiri berisi cairan endolimfe.(5,6)


(7)

Gambar 2.1 Anatomi Alat Vestibular Sumber:Wright dan Schwade.8

Gerakan kepala akan menyebabkan pergerakan cairan endolimfe. Pergerakan otolit memberikan reaksi pada sel rambut dalam makula utrikulus dan sakulus. Percepatan atau perlambatan di atas ambang rangsang terhadap krista ampularis atau makula akan merangsang alat keseimbangan. Serabut saraf krista kanalis semisirkularis dan makula berkumpul di ganglion skarpa nervus vestibularis dan selanjutnya akan diteruskan ke pusat keseimbangan batang otak.3,17,18

Telinga dalam mendapat sumber perdarahan dari arteri auditiva interna. Arteri ini merupakan cabang dari arteri serebelaris anterior inferior atau langsung dari arteri basilaris atau dari arteri vertebralis. Arteri auditiva interna kemudian bercabang menjadi arteri vestibularis anterior yang memperdarahi makula sakuli, sebagian kanalis semisirkularis posterior, kanalis semisirkularis lateral, dan arteri kohlearis komunis yang


(8)

memperdarahi sebagian besar kohlea. Arteri kohlearis komunis kemudian bercabang menjadi arteri vestibulokohlearis dan arteri kohlearis. Arteri vestibulokohlearis bercabang menjadi arteri vestibulo posterior dan ramus kohlearis. Arteri vestibularis posterior memperdarahi sakulus, kanalis semisirkularis posterior, dan utrikulus.(7,8)

Gambar 2.2 Suplai Pembuluh Darah Telinga Dalam Sumber : Lysakowski dkk.8

Vertigo, suatu istilah yang bersumber dari bahasa latin, vertere yang artinya memutar. Derajat yang lebih ringan dari vertigo disebut dizziness, yang lebih ringan lagi disebut giddiness dan unsteadiness.(9)

Sebagai gejala tersendiri, vertigo merupakan keluhan subjektif dalam bentuk rasa berputar dari tubuh/kepala atau lingkungan di sekitarnya. Ada yang mengatakan giddiness adalah vertigo yang berlangsung dalam waktu sangat singkat. Dizziness adalah


(9)

rasa pusing yang tidak spesifik, misalnya rasa goyah (unstable, unsteadiness), rasa disorientasi ruangan yang dapat dirasakan berbalikan atau berputar.(9,10)

Lama serangan menurut Alpers terbagi menjadi serangan sampai beberapa saat, serangan paroksismal yang berlangsung dalam beberapa jam atau hari, serta serangan yang berlangsung beberapa minggu. Serangan sementara biasanya berlangsung beberapa detik sampai menit. Setelah serangan, pasien mungkin membutuhkan istirahat beberapa menit sebelum ia sembuh secara keseluruhan. Serangan sementara ini dapat terjadi karena kelainan perifer atau sentral. Seringkali dimulai dengan perubahan posisi.(10)

Menurut teori sinap, rangsangan gerakan dapat meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan memicu pelepasan CRF (corticotropin releasing factor). CRF dapat mengubah keseimbangan ke arah dominasi saraf simpatik terhadap saraf parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo. Selanjutnya ketika keseimbangan berubah ke arah parasimpatik sebagai akibat hubungan reciprocal inhibition antar kedua saraf tersebut maka gejala mual dan muntah akan muncul. Bila rangsangan diulang maka jumlah ion Ca dalam sel saraf pra sinap akan kian berkurang bersamaam dengan menyempitnya kanal kalsium yang mempersulit masuknya ion Ca. Dengan demikian rangsangan berulang menimbulkan progressive Ca channel closure yang diduga merupakan dasar mekanisme proses adaptasi selanjutnya menurunkan kemampuan pengeluaran neurotransmiter dengan akibat respons jaringan berkurang dan kemudian menghilang9.

2.2 PEMBAGIAN VERTIGO

Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi mulai dari


(10)

organ vestibuler sampai saraf kedelapan. Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf pusat.(10,11)

Secara umum kedua tipe gangguan keseimbangan ini dapat dibedakan sebagai berikut(10,12)

Tabel 2.1 Tipe Gangguan Keseimbangan

Perifer Sentral Perasaan berputar Serangan Intensitas Lamanya Hubungan dengan Posisi kepala

Gejala sistem otonom (mual/muntah) Gangguan dengar Gangguan kesadaran Gangguan neurilogis lain

Jelas

Paroksismal Sering berat

Kurang dari 1 menit Sampai beberapa munggu Sering

Jelas

Sering ada

Biasanya tidak ada Biasanya tidak ada

Kurang jelas Jarang paroksismal Biasanya tidak berat Lebih lama

Jarang

Jarang

Biasanya tidak ada Sering ada

Sering ada

Berdasarkan proses terjadinya, vertigo dapat dibedakan sebagai vertigo spontan dan vertigo posisi. Vertigo spontan timbul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas, sedangkan vertigo posisi muncul pada saat pergerakan tertentu khususnya pergerakan atau perubahan posisi kepala.(10)


(11)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang terjadi pada posisi kepala tertentu disebabkan oleh keadaan patologis berupa degenerasi debris (otokonia) pada kupula semisirkularis posterior atau pada cairan endolimf di sekitarnya yang ditandai dengan serangan vertigo yang berat, singkat, serta dapat disertai mual dan

muntah.(12,13,14)

BPPV dapat terjadi pada semua usia, tetapi kebanyakan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Penelitian Baloh mendapatkan usia rata-rata penderita BPPV adalah 54 tahun dengan rentang usia antara 11 sampai dengan 84 tahun.(11) Vertigo yang terjadi pada usia muda lebih disebabkan karena labirintitis (berhubungan dengan gangguan dengar) atau neuronitis vestibuler (pendengaran normal). Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 1,6:1,0 sedangkan pada yang idiopatik 2:1.(9,14,15)

Sampai saat ini masih sulit untuk menentukan etiologi yang pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan, antara lain:

1. Idiopatik

Paling sering terjadi yaitu sekitar 50-70%. Harrison dan Ozsahinoglu mendapatkan 60% dari 365 pasien yang diteliti. Kasus ini lebih sering terjadi pada dekade ke 5,6, dan 7. Schuknecht menduga bahwa BPPV dapat terjadi karena degenerasi spontan dari otokonia pada makula utrikulus.(9,14,15)

2. Trauma kepala

Merupakan penyebab kedua terbanyak. Barbes mendapatkan 47% pasien dengan fraktur tulang temporal longitudinal mempunyai gejala BPPV. Pada pasien trauma kepala tanpa fraktur didapatkan angka sebanyak 20%. Harrison mendapatkan 24% pasien BPPV mempunyai riwayat trauma kepala. Trauma kepala menyebabkan


(12)

pelepasan sejumlah otokonia kedalam endolimf, hal ini menjelaskan bahwa padapenderita ini terjadi BPPV yang bilateral .(9,14,15)

3.

Neurolabirintitis viral atau disebut juga neuronitis vestibularis terjadi sekitar 15% pada kasus BPPV.(9,14,15)

4. Penyakit meniere dengan insidensinya sekitar 0,5% sampai 31% pada kasus BPPV. Mekanisme kelainan ini belum dapat dijelaskan tetapi diduga karena hasil dari hydropically menyebabkan kerusakan pada makula dari utrikulus atau karena terjadinya obstruksi parsial pada labirin membranosa.(9,14,15)

5. Pembedahan telinga dalam yang menyebabkan kerusakan labirin. Hal ini terjadi karena kerusakan utrikulus selama prosedur pembedahan yang menyebabkan pelepasan otokonia.(9,14,15)

6. Otitis media

Dix dan Hallpike menemukan hubungan antara otitis media supuratif dan BPPV. Mereka mendapatkan 26% dari 100 pasien otitis media mempunyai gejala nistagmus

posisi.(9,14,15) Penyebab lain seperti insufisiensi vertebrobasilaris, ototoksisitas (alkohol, fenitoin, diuretik, salisilat, quinidin, quinin, barbiturat), neuroma akustik, kelainan kongenital (telinga dalam).(9)

2.3 PATOFISIOLOGI BPPV

Terdapat dua teori yang menerangkan patofisiologi BPPV, yaitu teori kupulolitiasis dan teori kanalitiasis.


(13)

1. Teori kupolitiasis

Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang terlepas dari makula utrikulus yang berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula kanalis semisirkularis posterior yang letaknya langsung di bawah makula utrikulus. Debris tersebut lebih berat daripada endolimfe sekitarnya, sehingga lebih sensitif terhadap perubahan arah gravitasi. Bilamana pasien berubah posisi dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung seperti pada tes Dix Hallpike, kanalis posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan vertigo.(9,10,15)

Pergeseran massa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbul nistagmus dan keluhan vertigo. Gerakan posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk kedalam endolimfe sehingga menyebabkan timbulnya fatique, yaitu berkurangnya atau menghilangnya nistagmus/vertigo di samping adanya mekanisme kompensasi sentral. Nistagmus tersebut timbul secara paroksismal pada bidang kanalis posterior telinga yang berada pada posisi di bawah dengan arah komponen cepat ke atas.(9,10,15)

2. Teori kanalitiasis

Menurut teori ini, debris otokonia tidak melekat pada kupula melainkan bergerak bebas di dalam endolimfe kanalis semisirkularis posterior. Pada perubahan posisi kepala, debris tersebut akan bergerak ke posisi paling bawah, endolimfe bergerak menjauhi ampula dan merangsang nervus ampularis. Bila kepala digerakkan maka debris akan keluar dari kanalis posterior kedalam krus komunis lalu masuk kedalam vestibulum kemudian vertigo/nistagmus akan menghilang. Teori kanalitiasis inilah yang mendasari prosedur pengobatan dari Epley(9,10,15)


(14)

Semont dkk menganggap bahwa kedua teori ini saling mendukung sehingga ia tidak membedakannya di dalam penentuan prosedur pergerakan dari terapinya.(16) Utrikulus berhubungan dengan duktus semisirkularis. Otolit dapat berpindah dari utrikulus karena bertambahnya usia, trauma kepala, atau kelainan labirin. Ketika hal ini terjadi, otolit selalu masuk kedalam duktus semisirkularis posterior. Perubahan posisi kepala karena gravitasi menyebabkan otolit secara bebas bergerak longitudinal melalui kanalis. Aliran endolimfe yang terjadi bersama ini menstimulasi sel rambut pada kanalis semisirkularis yang terkena sehingga menyebabkan vertigo. Ketika otokonia mencapai batas serangannya, hidrodinamik terhenti menyebabkan nistagmus berhenti. Manuver kepala yang dilakukan menyebabkan partikel bergerak ke arah yang berlawanan, menimbulkan nistagmus pada sisi yang sama tetapi terjadi kebalikannya pada arah dari rotasi. Ketika dilakukan pengulangan pada manuver kepala, partikel menjadi tersebar dan secara progresif menyebabkan kurang efektif untuk menimbulkan nistagmus.6,23 Gejala klinis BPPV adalah vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, misalnya miring ke satu sisi pada waktu berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk, menegakkan kembali badan, menunduk atau menengadah. Serangan berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 30 detik.(11) Vertigo pada BPPV dirasakan berputar, bisa disertai rasa mual kadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang, pasien bisa merasa melayang. Umumnya BPPV dapat mengilang sendiri dalam beberapa hari sampai minggu dan kadang bisa kambuh lagi.(9) Pasien BPPV biasanya mengeluh dengan seringnya serangan vertigo berulang oleh karena perubahan posisi. Biasanya serangan berlangsung singkat, diikuti dengan perasaan berputar yang hebat, terkadang disertai mual atau muntah. Serangan akan berakhir biasanya dalam waktu 30 sampai 60 detik.(17,18)


(15)

Walaupun masa serangan vertigo pada pasien BPPV kurang dari satu menit, tetapi pasien dapat merasakan perasaaan gangguan orientasi ruangan yang tidak spesifik lebih lama. Seperti perasaan ringan di kepala dan perasaan melayang yang dapat berlangsung beberapa jam sampai hari dan pada kebanyakan kasus, serangan akan berkurang secara perlahan baik frekuensinya maupun intensitasnya dalam beberapa minggu, bulan, atau tahun. Pada BPPV yang idiopatik, kemungkinan gejala akan muncul kembali setelah beberapa bulan atau tahun. Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan kohlea, kecuali gejala yang terjadi berhubungan dengan penyakit telinga dan bedah otologi.(19) Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis secara menyeluruh dengan mengenal gejala dan tanda klinis yang khas, pemeriksaan fisis yang menjadi dasar diagnosis pasti adalah tes Dix-Hallpike dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan neurologi juga normal. Pendengaran biasanya tidak terganggu, kecuali pada infeksi telinga, presbiakusis, bekas operasi telinga atau trauma kepala. Pada keadaan ini gangguan dengar dan vertigo kemungkinan secara bersama-sama terjadi sebagai akibat dari faktor pencetus tersebut.(20)


(16)

BAB III

REHABILITASI VERTIGO

Terapi rehabilitasi vestibular adalah suatu terapi fisik untuk mengobati vertigo. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk meminimalkan dizziness, meningkatkan keseimbangan, dan mencegah kambuhnya vertigo. Pada rehabilitasi vertigo, latihan pada pasien di desain untuk menjadikan otak beradaptasi dan mengkompensasi keadaan yang bisa menyebabkan vertigo. (23)

Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien menerima pengobatan berdasarkan patofisiologi penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat pada kupula kanalis semisirkularis posterior (kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis posterior (kanalitiasis).(14)

Dengan berusaha melepaskan debris yang melekat pada kupula dan menggerakkan debris ini keluar dari kanalis posterior akan dapat menghilangkan keluhan pasien. Hal ini dapat dicapai dengan terapi fisik yang dilakukan terhadap pasien. Prinsip terapi adalah memberikan tantangan pada pasien untuk melakukan posisi kepala tertentu dalam waktu yang berulang-ulang.(10)

Ada tiga indikasi untuk dilakukannya rehabilitasi vestibuler :

• Intervensi spesifik untuk benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) - Manuver dari Epley dan Semont

- Manuver Branft-Daroff - Log roll exercises


(17)

 Intervensi umum untuk vestibular loss

- Unilateral loss, contoh ; vestibular neuritis atau acoustic neurima - Bilateral loss, contohnya ; intoksikasi gentamisin

• Pengobatan empiris untuk situsasi umum dimana diagnosis tidak begitu jelas - Vertigo pasca traumatik

- Ketidakseimbangan multifaktorial pada orang tua(23)

3.1 BRANDT DAN DAROFF MANUVER

Cara Brandt dan Daroff berupa perubahan posisi kepala yang dilakukan beberapa kali dalam sehari selama dua sampai tiga minggu. Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung. Dengan posisi kepala diputar 45° ke satu sisi dan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan dengan cepat ke sisi lain, pertahankan selama 30 detik lalu duduk tegak kembali. Manuver ini dilakukan tiga kali pada pagi hari sebelum bangun tidur dan tiga kali pada malam hari sebelum tidur sampai dua kali berturut-turut tidak timbul vertigo lagi. Terapi ini dapat mengurangi keluhan vertigo pada banyak pasien tetapi sulit dilakukan pada pasien berusia lanjut karena harus melakukan perubahan posisi secara berulang-ulang.(9,16)


(18)

3.2 MODIFIKASI SEMONT MANUVER

Pada tahun 1985, Toupet dan Semont menerangkan suatu pendekatan yang lebih agresif yang dinamakan liberatory maneuver. Cara ini didasarkan pada teori kupulolitiasis dengan tujuan mencegah debris menempel pada kupula.(10,14,20) Pada saat ini para ahli lebih memilih cara modifikasi manuver Semont.(16)

Langkah modifikasi manuver Semont pada pasien dengan BPPV pada telinga kiri, bila terjadi BPPV terjadi pada telinga kanan dilkakukan sebaliknya.(16,21)

1. Pasien didudukkan di atas tempat tidur dengan posisi kaki menggantung kepala 45° menoleh ke bahu kanan dan kemudian dengan cepat pasien merebahkan badan ke kiri sampai bahu kiri menempel tempat tidur dengan tidak merubah posisi kepala, sehingga posisi kepala menengok ke atas dengan sudut 45°. Hal ini terjadi nistagmus dan vertigo yang disebabkan pergerakan debris dari titik terendah ke titik tertinggi kanalis senisirkularis posterior berjalan dari kupula. Posisi ini dipertahankan 10 menit.

2. Dengan cepat pasien bangun dan merebahkan badan ke kanan dengan tidak merubah posisi kepala sehingga bahu dan pipi kanan menyentuh tempat tidur. Hal ini terjadi nistagmus dan vertigo yang disebabkan pergerakan debris dari kupula ke crus communis. Posisi ini dipertahankan 10 sampai 15 menit.

3 Jika tidak terjadi nistgmus dan vertigo pasien diperintahkan untuk menggerakkan kepala ke bahu kiri 90° beberapa detik dan kembali ke posisi semula, kemudian dilanjutka gerakan berikut.

4. Pasien kembali ke posisi pertama dengan pelan-pelan dipertahankan 15 detik, kemudian kepala pelan-pelan kembali menoleh lurus ke garis tengah. Hal ini terjadi perasaan melayang karena terjadi perpindahan debris dari crus communis ke utrikulus.


(19)

Bila masih terjadi nistagmus dan vertigo diulangi manuver dari awal sampai vertigo menghilang.

Herdman melaporkan dari 30 pasien BPPV yang dilakukan terapi dengan perasat ini sebanyak 70% mengalami kesembuhan, 20% perbaikan, dan 10% tanpa perbaikan.(14) Walaupun cara ini kelihatan berhasil, tetapi menyebabkan pasien terlalu banyak melakukan gerakan memutar leher dan badan secara cepat yang memungkinkan akan menyulitkan bagi pasien yang sudah tua.(14)

Gambar 3.2 Semont Manuver Sumber: Parnes dkk15

Modifikasi manuver Semont menyebabkan debris yang menempel pada kupula terlepas sehingga masuk ke utrikulus. (16)

Gerakan modifikasi maneuver Semont tahap kedua menyebabkan debris tidak memungkinkan seluruhnya melewati puncak kanalis semisirkularis, tetapi sebagian jatuh kembali ke ampula.(21)


(20)

3.3 CANALITH REPOSITIONING PROCEDURE (CRP)

Metode yang diperkenalkan oleh Epley dan disebut canalith repositioning procedure (CRP) menggunakan vibrator dan dilakukan sedasi pada pasien. Ia mendapatkan hasil yang memuaskan sebanyak 97,7% dari 30 pasien, sedangkan 2,3% kurang memuaskan.(21,22) Dengan menggunakan metode yang sama, Weider mendapatkan angka keberhasilan 87,7% dari 44 pasien BPPV. Dia menyebutkan cara ini telah dilakukan selama 4 tahun dan menemukan bahwa cara ini mudah dilakukan pada

semua usia. Pada saat ini para ahli lebih memilih modifikasi manuver Epley yang tidak menggunakan sedasi dan vibrator.(7,15)

Tujuan manuver ini adalah mengeluarkan debris (otolit) dari kanalis

semisirkularis posterior dan memasukkannya ke dalam utrikulus. Prinsip manuver ini adalah.(9,22)

 Kanalis posterior diputar ke arah belakang mendekati orientasi planar. Arah ini menyebabkan debris keluar dari kanalis dan masuk kedalam utrikulus.

 Merubah posisi angular kepala sekitar 90° pada setiap perubahan posisi.

 Pertahankan setiap posisi sampai nistagmus menghilang, menandakan terhentinya aliran endolinfe.

 Perubahan posisi kepala dari belakang serta lakukan perubahan posisi setiap 1 detik, pertahankan setiap posisi sekitar 30 detik.

 Jika didapatkan gejala vertigo yang berat, berikanlah obat premedikasi sedatif vestibuler seperti proklorperazin atau dimenhidrinat 30-60 menit sebelum dilakukannya manuver.


(21)

Langkah modifikasi manuver Epley untuk BPPV telinga kiri, bila terjadi BPPV terjadi pada telinga kanan dilkakukan sebaliknya(7,21)

1. Pasien didudukkan dengan kepala menghadap ke depan

2. Kepala menengok ke bahu kiri dengan sudut 45° kemudian badan dijatuhkan ke belakang yang sebelumnya tempat tidur sudah ditempatkan bantal setinggi bahu

sehingga posisi kepala ekstensi 30°. Hal ini menyebabkan debris bergerak ke tengah kanalis semisikularir posterior. Posisi ini dipertahankan 30 detik.

3. Kepala dirotasikan 90° ke kanan sehingga kepala menengok ke bahu kanan deengan sudut 45°. Hal ini menyebabkan debris bergerak ke crus communis. Posisi ini dipertahankan 30 detik.

4. Kepala dan badan diputar 90° ke kanan pada sumbu bahu kanan. Hal ini debris melewati crus communis. Posisi ini dipertahankan 30 detik.

5. Badan kembali posisi duduk seperti semula dengan kepala tetap menengok ke kanan. Hal ini menyebabkan debris masuk ke utrikulus. Posisi ini diertahankan 30 detik.

6. Kepala digerakkan ke posisi tengah dengan dagu membentuk sudut 20°. Kesuluruhan tahapan modifikasi manuver Epley menyebabkan pergerakan debris dari kanalis semisirkularis posterior ke utrikulus.(16)

Jika vertigo tidak muncul, maka tindakan selesai. Bila vertigo masih muncul, maka prosedur direncanakan untuk diulang kembali tiga kali sehari sampai vertigo menghilang.

Pasien yang menjalani terapi dengan manuver modifikasi Epley atau modifikasi Semont dianjurkan untuk tidur dengan kepala ditinggikan kurang lebih 45o dari tempat tidur selama dua malam berturut-turut dan tidak boleh menggerak-gerakkan kepala secara


(22)

3.4 LOG ROLL EXERCISES

Lateral canal BPPV adalah varian atipikal yang paling sering. Lateral canal BPPV dapat menyebabkan vertigo yang sangat kuat dan lama.Orang dengan lateral canal BPPV secara umum lebih mudah terganggu dengan pergerakkan kepala yang biasa dibandingkan orang dengan posterior canal BPPV. Lateral canal BPPV dapat muncul langsung tetapi juga dapat hilang sendiri sewaktu seseorang berguling saat tidur di malam hari. Pengobatan dari lateral canal BPPV tidak senyata pada BPPV yang tipikal. Lateral canal BPPV setelah Epley manuver hampir selalu kambuh dalam satu minggu apabila tidak diobati.


(23)

(24)

Gambar 3.4 Log Roll exercises Sumber: Timothy.24

"Log roll" exercises, adalah sebuah prosedur dimana seseorang berguling 900 pada tumpuan telinga yang sakit, setelah itu posisi supinasi, dilanjutkan dengan posisi berguling 900 dengan telinga yang sakit berada diatas, dan di akhiri dengan posisi one hands/kness dengan hidung kearah bawah, semua posisi ini dengan interval wakti 30 detik sampai satu menit. Prosedur ini dilakukan satu atau dua kali di klinik dan diulangi di rumah untuk 7 hari. Sangat sukat untuk menentukan telinga mana yang sakit pada prosedur ini. Pada beberapa situasi dilakukan log roll pada satu sisi untuk satu minggu, dan satu minggu lagi log roll untuk sisi yang lainnya


(25)

BAB IV KESIMPULAN

1. Rehabilitasi vertigo adalah sebuah pendekatan non invasive dengan kelainan vestibuler dan keseimbangan. Suatu system dengan desain individual dimana latihan dan aktifitas disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu

2. Keseimbangan bergantung pada empat system berbeda yang tidak saling tergantung. Pertama, sistem vestibuler yang menangkap gerakan akselerasi dan persepsi gravitasi. Rangsang propioseptif dari sensasi posisi sendi serta tonus otot memberi informasi menyangkut hubungan antara kepala dan bagian tubuh lainnya. Yang ketiga, penglihatan memberi persepsi dari sensasi posisi, kecepatan, dan orientasi. Yang terakhir, semua sensasi ini diintegrasikan pada batang otak dan serebelum.

3. Vertigo didefinisikan sebagai halusinasi gerakan. Dapat berupa suatu sensasi seakan akan membelok, berputar, jatuh, bergoyang dan lain-lain. Pusing (dizziness).

4. Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi mulai dari organ vestibuler sampai saraf kedelapan. Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf pusat. 5. Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien menerima pengobatan berdasarkan

patofisiologi penyakit, yaitu bahwa vertigo dan nistagmus pada BPPV disebabkan oleh adanya debris yang melekat pada kupula kanalis semisirkularis posterior


(26)

(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis posterior (kanalitiasis)


(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bobby R Alford Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Center of Balance Disorder (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari : http://www.bcm.edu/

2. American Family Physician Vol 71/No 6 (March 15,2005) diunduh 28 Juli 2008. Tersedia dari : http://www.aafp.org

3. Boeis, Penyakit-Penyakit Dengan Vertigo Sebagai Gejala Utamanya. Buku Ajar penyakit THT. Edisi 6. Alih Bahasa : Caroline Wijaya, Jakarta : EGC. 1007. Hal : 134-137

4. Ballenger, J.J. Penyakit Labirin Non-Inflamasi. Edisi 13. Alih Bahasa : Staf Ahli Bagian THT-RSCM-FKUI. Binarupa Aksara, Jakarta Indonesia. 1997. Hal : 520-524

5. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and physiology of the vestibular system. Dalam: Roeser RJ, penyunting. Audiology diagnosis. New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

6. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2000. h. 113-39.

7. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2000. h. 113-39.


(28)

8. Wright A. Anatomy and ultrastructure of human ear. Dalam: Kerr AG, penyunting Scott-Brown’s otolaryngology basic sciences. Edisi ke-6. London: Butterwoth-Heinemann; 1997. h. 1-50.

9. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD. Anatomy of vestibular end organs and neural pathways. Dalam: Cummings CW, penyunting Otolaryngology-head and neck surgery. Edisi ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.

10. Jamal M. Pengobatan vertigo posisi paroksismal jinak dengan metode Epley analisis hasil elektronistagmografi dan keluhan pasien. Jakarta Departemen THT FKUI/RSCM; 1996.

11. Baloh RW. Vertigo of peripheral origin. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2000. h. 647-63.

12. Baloh RW. Differentiating between peripheral and central causes of vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg. 1998;119:55-9.

13. Parnes LS, Mc Clure JA. Posterior semicircular canal occlusion for intractable benign paroxysmal vertigo. Laryngoscope. 1994;104:1206-12.

14. Herdman SJ, Tusa RJ, Zee DS, Proctor LR. Single treatment approaches to benign paroxysmal positional vertigo. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1993;119:450-4.

15. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169(7).


(29)

16. Semont A. Freyss G, Vitte E. Curing the BPPV with a liberatory maneuver. Adv Otorhinolaryngol. 1980;42:290-3.

17. Katsarkas A. Nistagmus of paroxysmal positional vertigo: some new insight. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1987;96:305-8.

18. Parnes LS, McClure JA. Freefloating endolymph particles: a new operative finding during posterior semicircular canal occlusion. Laryngoscope. 1992;102:988-92.

19. Gasek RR. Technique and results of singular neurectomy for the management of benign paroxysmal positional vertigo. Acta Otolaryngol. 1995;115:154-7. 20. Parnes LA, McClure JA. Posterior semicircular canal occlusion in the normal

hearing ear. Otolaryngol Head Neck Surg. 1991;104:52-7.

21. Radtke A, Brevern V, Wilck KT, Perhalla AM, Neuhauser H, Lampert T. Self-treatment of benign paroxysmal positional vertigo Semon maneuver vs Epley procedur. Neurologi. 2004;63:150-152.

22. Mujeeb M, Khan NH. Epley’s maneuver: treatment of choice for benign paroxysmal positional vertigo. J Laryngol Otol. 2000;114: 844-7.

23. Neurology channel. (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari : http://www.neurologychannel.com/vertigo/treatment. shtml

24. Timothy CH. Lateral canal BPPV (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari : http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/bppv/lcanalbppv.htm


(1)

Gambar 3.4 Log Roll exercises Sumber: Timothy.24

"Log roll" exercises, adalah sebuah prosedur dimana seseorang berguling 900 pada tumpuan telinga yang sakit, setelah itu posisi supinasi, dilanjutkan dengan posisi berguling 900 dengan telinga yang sakit berada diatas, dan di akhiri dengan posisi one hands/kness dengan hidung kearah bawah, semua posisi ini dengan interval wakti 30 detik sampai satu menit. Prosedur ini dilakukan satu atau dua kali di klinik dan diulangi di rumah untuk 7 hari. Sangat sukat untuk menentukan telinga mana yang sakit pada prosedur ini. Pada beberapa situasi dilakukan log roll pada satu sisi untuk satu minggu, dan satu minggu lagi log roll untuk sisi yang lainnya


(2)

BAB IV KESIMPULAN

1. Rehabilitasi vertigo adalah sebuah pendekatan non invasive dengan kelainan vestibuler dan keseimbangan. Suatu system dengan desain individual dimana latihan dan aktifitas disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu

2. Keseimbangan bergantung pada empat system berbeda yang tidak saling tergantung. Pertama, sistem vestibuler yang menangkap gerakan akselerasi dan persepsi gravitasi. Rangsang propioseptif dari sensasi posisi sendi serta tonus otot memberi informasi menyangkut hubungan antara kepala dan bagian tubuh lainnya. Yang ketiga, penglihatan memberi persepsi dari sensasi posisi, kecepatan, dan orientasi. Yang terakhir, semua sensasi ini diintegrasikan pada batang otak dan serebelum.

3. Vertigo didefinisikan sebagai halusinasi gerakan. Dapat berupa suatu sensasi seakan akan membelok, berputar, jatuh, bergoyang dan lain-lain. Pusing (dizziness).

4. Berdasarkan lokasi patologis yang terjadi, vertigo dapat dibagi menjadi vertigo perifer dan sentral. Vertigo perifer terjadi bila penyebab vertigo berlokasi mulai dari organ vestibuler sampai saraf kedelapan. Sedangkan vertigo sentral dari nukleus vestibularis, batang otak, dan seterusnya sampai ke susunan saraf pusat. 5. Pengobatan vertigo yang terbaik adalah pasien menerima pengobatan berdasarkan


(3)

(kupulolitiasis) atau debris yang mengapung bebas pada labirin membranosa dari kanalis semisirkularis posterior (kanalitiasis)


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bobby R Alford Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Center of Balance Disorder (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari :

http://www.bcm.edu/

2. American Family Physician Vol 71/No 6 (March 15,2005) diunduh 28 Juli 2008. Tersedia dari : http://www.aafp.org

3. Boeis, Penyakit-Penyakit Dengan Vertigo Sebagai Gejala Utamanya. Buku Ajar penyakit THT. Edisi 6. Alih Bahasa : Caroline Wijaya, Jakarta : EGC. 1007. Hal : 134-137

4. Ballenger, J.J. Penyakit Labirin Non-Inflamasi. Edisi 13. Alih Bahasa : Staf Ahli Bagian THT-RSCM-FKUI. Binarupa Aksara, Jakarta Indonesia. 1997. Hal : 520-524

5. Wright CG, Schwade ND. Anatomy and physiology of the vestibular system. Dalam: Roeser RJ, penyunting. Audiology diagnosis. New York: Thieme; 2000. h. 73-84.

6. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2000. h. 113-39.

7. Barin K, Duran JD. Applied physiology of the vestibular system. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia:


(5)

8. Wright A. Anatomy and ultrastructure of human ear. Dalam: Kerr AG, penyunting Scott-Brown’s otolaryngology basic sciences. Edisi ke-6. London: Butterwoth-Heinemann; 1997. h. 1-50.

9. Lysakowski A, McCrea RA, Tomlinson RD. Anatomy of vestibular end organs and neural pathways. Dalam: Cummings CW, penyunting Otolaryngology-head and neck surgery. Edisi ke-2. St. Loius: Mosby; 1993. h. 2525-47.

10. Jamal M. Pengobatan vertigo posisi paroksismal jinak dengan metode Epley analisis hasil elektronistagmografi dan keluhan pasien. Jakarta Departemen THT FKUI/RSCM; 1996.

11. Baloh RW. Vertigo of peripheral origin. Dalam: Lambert PR, penyunting: The ear comprehensive otology. Philadelphia: Lippincott-Williams & Wilkins; 2000. h. 647-63.

12. Baloh RW. Differentiating between peripheral and central causes of vertigo. Otolaryngol Head Neck Surg. 1998;119:55-9.

13. Parnes LS, Mc Clure JA. Posterior semicircular canal occlusion for intractable benign paroxysmal vertigo. Laryngoscope. 1994;104:1206-12.

14. Herdman SJ, Tusa RJ, Zee DS, Proctor LR. Single treatment approaches to benign paroxysmal positional vertigo. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1993;119:450-4.

15. Parnes LS, Agrawal SK, Atlas J. Diagnosis and management of benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). CMAJ. 2003;169(7).


(6)

16. Semont A. Freyss G, Vitte E. Curing the BPPV with a liberatory maneuver. Adv Otorhinolaryngol. 1980;42:290-3.

17. Katsarkas A. Nistagmus of paroxysmal positional vertigo: some new insight. Ann Otol Rhinol Laryngol. 1987;96:305-8.

18. Parnes LS, McClure JA. Freefloating endolymph particles: a new operative finding during posterior semicircular canal occlusion. Laryngoscope. 1992;102:988-92.

19. Gasek RR. Technique and results of singular neurectomy for the management of benign paroxysmal positional vertigo. Acta Otolaryngol. 1995;115:154-7. 20. Parnes LA, McClure JA. Posterior semicircular canal occlusion in the normal

hearing ear. Otolaryngol Head Neck Surg. 1991;104:52-7.

21. Radtke A, Brevern V, Wilck KT, Perhalla AM, Neuhauser H, Lampert T. Self-treatment of benign paroxysmal positional vertigo Semon maneuver vs Epley procedur. Neurologi. 2004;63:150-152.

22. Mujeeb M, Khan NH. Epley’s maneuver: treatment of choice for benign paroxysmal positional vertigo. J Laryngol Otol. 2000;114: 844-7.

23. Neurology channel. (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari :

http://www.neurologychannel.com/vertigo/treatment. shtml

24. Timothy CH. Lateral canal BPPV (diunduh 28 Juli 2008). Tersedia dari :