Pendapat Imam Abu Hanifah. Pendapat Imam Malik.

Perhatikanlah, kata dia, ... dan di luar shalat. Di dalam kitab Al Muwatha 11935 diriwayatkan dari Yahya, bahwa Imam Malik pernah ditanya: Apakah seorang wanita itu boleh makan bersama laki-laki yang bukan mahramnya atau makan bersama anak laki-lakinya saja? Imam Malik menjawab: Tidak mengapa bersama laki-laki yang bukan mahramnya asal laki-laki tersebut telah dia kenali. Dia menambahkan, Biasa perempuan menemani makan suaminya dan bersama para tamunya. Al Baji di dalam kitab Al Muntaqa Syarh Al Muwatha VI252 mengomentari perkataan Imam Malik di atas, Dibolehkan laki-laki memandang wajah dan kedua tangan perempuan itu, karena kedua bagian tubuh tersebut tentu terlihat pada saat dia makan.

3. Pendapat Imam Syafii.

Di dalam kitabnya Al Umm 11182 Imam Syafii berkata, Seorang wanita yang sedang ihram itu tidak tertutup wajah- nya, kecuali bila dia ingin menutup, maka .......... Al Baghawi di dalam kitabnya, Syarh As Sunnah IX23 berkata, Seorang wanita merdeka, seluruh badannya aurat sehingga tidak boleh laki-laki melihatnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan tangan. Tetapi laki-laki wajib menundukkan pandangannya dari melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita bila ditakutkan tergoda. Wahai Syaikh, apakah keterangan-keterangan di atas hanya terbatas ketika shalat?

4. Pendapat Imam Ahmad.

Anaknya, Shalih, di dalam kitab Masa-il-nya meriwayat-kan bahwasanya dia berkata, Perempuan yang sedang ihram itu tidak tertutup wajahnya dan tidak memakai cadar. 46 http:kampungsunnah.wordpress.com Adapun bila dia menjulurkan pakaian ke wajahnya, maka itu tidak mengapa. Saya katakan: Perkataan dia,.... Maka itu tidak mengapa menunjukkan bolehnya menjulurkan pakaian ke wajahnya dan sekaligus menunjukkan batilnya perkataan Syaikh At Tuwaijiri yang mewajibkannya. Di samping itu batil pulalah taqyid pembatasan hanya sebelah mata saja yang boleh kelihatan, karena adanya riwayat dari Imam Ahmad yang lain yang sejalan dengan pendapat Tiga Imam Madzhab yang menyebutkan bahwa wajah dan kedua telapak tangan bukan aurat, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hubairah dan dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al Fatawa XV371. Itulah pendapat Imam Ahmad yang sebenarnya sebagaimana tersebut di dalam kitab Al Inshaf. Dan itu pulalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Qudamah seba-gaimana tersebut pada pembahasan di muka. Dia juga menyebutkan alasan adanya ketentuan tersebut. Katanya, Kalaulah wajah dan kedua telapak tangan termasuk aurat tentulah wanita yang sedang ihram itu tidak dilarang me-makai cadar. Karena kedua bagian tubuh tersebut memang bukan aurat dan perlu untuk terbuka; wajah untuk transaksi jual beli dan tangan untuk mengambil dan memberi. Penyebutan alasan semacam itu banyak disebutkan di kitab-kitab fikih dan lainnya, seperti: kitab Al Bahr Ar Ra-iq karya Ibnu Najim Al Mishri I284 dan kitab Nail Al Authar karya Asy Syaukani sebagaimana tersebut di muka. Dari penjelasan di muka para pembaca bisa melihat dengan jelas, bahwa Empat Imam Madzhab sepakat bahwa seorang wanita yang sedang ihram diperbolehkan menjulurkan pakaiannya ke wajah, namun tidak mewajibkannya. Berbeda dengan mereka-mereka yang keras kepala dan yang suka bertaklid itu. Perkataan Imam Malik di dalam kitab Al Muwatha dan perkataan Ibnu Abdul Barr, ... dan di luar shalat serta Http:kampungsunnah.wordpress.com 47