Atsar kedua. BUKU | SAIDNA ZULFIQAR BIN TAHIR (VIKAR) cadar al albani 1

diriwayatkan oleh As Suyuthi di dalam kitab Ad Durr, dan dinukil oleh Syaikh At Tuwaijiri pada hlm. 163-164. Atsar dhaif di atas dijadikan hujjah oleh Syaikh At Tuwaijiri dan orang-orang yang bertakl id kepadanya. Sebab-sebab kedhaifan atsar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Atsar tersebut terputus sanadnya atau mauquf 13 , sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Hal itu karena Ibnu Sirin Ubaidah As Salmani adalah seorang tabiin. Seorang tabiin bila meriwayatkan hadits langsung dari Nabi, maka haditsnya dikatakan hadits mursal, yang tidak boleh dijadikan berhujjah. Lalu, bagaimana bila atsar yang mauquf, yang hanya sampai kepada sahabat seperti atsar di atas? Jelas lebih tidak bisa dijadikan hujjah. Apalagi atsar tersebut bertentangan dengan penafsiran Si Penerje-mah Al Quran, Ibnu Abbas, dan para sahabat lain yang sejalan dengannya. Mereka tidak teguh dalam menetapkan mata mana yang boleh terbuka. Dalam satu riwayat dikatakan: Mata kiri. Dalam riwayat yang lain dikatakan: Mata kanan, sebagai-mana diriwayatkan oleh Ath Thabari XXII33. Dalam riwayat lainnya lagi dikatakan: Sebelah matanya, sebagai-mana tersebut di dalam kitab Ahkam Al Quran karya Al Jashash III444 dan lainnya. Ibnu Taimiyah menyebutkan atsar tersebut di dalam kitab Al Fatawa XV371 meskipun dengan lafazh yang sama sekali beda. Dia berkata, Ubaidah As Salmani dan lainnya menyebutkan bahwa dulu para wanita mukminah mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka dari atas kepala hingga tidak kelihatan sedikitpun kecuali dua matanya untuk melihat ketika berjalan. 13 Mauquf adalah istilah dalam ilmu hadits yang dinisbatkan kepada suatu perkataan atau perbuatan yang hanya sampai kepada sahabat. Pert. 68 http:kampungsunnah.wordpress.com Syaikh AtTuwaijiri hlm. 166 dan Syaikh Ibnu Utsaimin hlm. 13 menukil perkataan tersebut dan menyetujuinya. Kita bisa melihat bahwa atsar-atsar tentang menutup wajah idhthirab 14 . Idhthirab menurut para ulama hadits menjadi sebab lemahnya suatu hadits atau atsar -meskipun hanya berbeda lafazh sedikit saja- sehingga tidak bisa dijadikan hujjah. Karena idhthirab menunjukkan bahwa si periwayat tidak menguasai atau tidak hafal dengan perkataan yang disampaikannya. Padahal atsar yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah di atas tidak hanya berbeda sedikit lafazhnya dengan atsar yang kita bahas di muka. Lagi pula atsar yang dia sampaikan itu tidak dalam rangka menafsirkan ayat. Atsar tersebut hanyalah menyebutkan keadaan pakaian wanita pada masa itu. Kalau tentang hal ini, betul dan memang begitu, karena banyak riwayat yang menunjukkan hal itu sebagaimana telah saya sebutkan di dalam kitab Al Jilbab pada bahas-an Syariat Menutup Wajah hlm. 104. Akan tetapi adanya riwayat-riwayat semacam itu tidak menunjukkan wajibnya menutup wajah, karena semata-mata hanya menyebutkan perbuatan sebagian wanita pada masa itu yang tidak menafikan adanya wanita lain yang tidak menutup wajahnya. Bahkan di zaman Rasulullah saw saja ada wanita yang tidak menutup wajahnya sebagaimana tersebut di dalam beberapa riwayat. 2. Atsar tersebut bertentangan dengan penafsiran Ibnu Abbas terhadap ayat idna yang telah dijelaskan di muka, sehingga tidak disangsikan lagi mesti tertolak.

3. Atsar ketiga. Dari Muhammad bin Kaab Al Qurzhi

dengan lafazh seperti atsar Ibnu Abbas yang pertama ketika menafsirkan ayat: 14 Artinya saling berbeda lafazh satu sama lain Pen . Http:kampungsunnah.wordpress.com 69 .... Agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh-nya. Dia berkata, Dia menutupkan khimar ke seluruh wajah-nya dan hanya kedua matanya yang kelihatan. Atsar di atas diriwayatkan oleh Ibnu Saad di dalam kitab Ath Thabaqat VIII176-177: Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Umar, dari Abu Sibrah, dari Abu Shakhr, dari Al Qurzhi. Saya katakan: Sanad atsar ini maudhu palsu, karena ada-nya periwayat yang bernama Abu Sibrah. Imam Ahmad di dalam kitab Al llal I 204 mengomentari Abu Sibrah ini, Dia didustakan dan dibuang haditsnya. Kemudian yang telah menerima riwayat darinya Muhammad bin Umar, yaitu Al Waqidi, teman dekatnya. Al Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab At Taqrib mengomentari Muhammad bin Umar ini, Dia ditinggalkan haditsnya; sedangkan Imam Ahmad berkata, Dia pendusta. Di samping itu, atsar tersebut mursal, sebagaimana bisa dilihat pada kitab Al jilbabhlm. 90-91. Dengan kondisi atsar yang di dalam sanadnya terdapat orang-orang seperti itu, Muhammad bin Ismail mencan-tumkan atsar tersebut di dalam kitabnya Al Audah lll 214 tanpa memberi komentar apapun. Dia hanya menyatakan bahwa atsar tersebut terdapat di dalam kitab Ath Thabaqat Syaikh At Tuwaijiri juga bersikap sama. Dia tidak ber-komentar apapun terhadap atsar tersebut di dalam kitabnya hlm. 227 dan 233, dan dengan menjadikan atsar ini sebagai penguat dia menyatakan shahih atsar yang pertama Padahal orang yang baru belajar ilmu hadits 70 http:kampungsunnah.wordpress.com