METODE PENELITIAN Studi Deskriptif Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktik Ibu Mengkhitankan Bayi Perempuannya

ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 38 Para ulama berbeda pendapat tentang status hukum khitan perempuan; apakah wajib, sunnah, ataupun hanya anjuran dan suatu kehormatan, disebabkan dalil-dalil sangat sedikit dan tidak tegas, sehingga memberikan ruangan untuk berbeda pendapat. Sedangkan kelompok lain berpandangan bahwa khitan terhadap perempuan hanyalah budaya sebuah negara yang dipengaruhi oleh lembah Nil tradisi pedalaman Nil. Jadi khitan terhadap perempuan tidak mempunyai kaitan dengan syariat agama. Di Jawa Tengah, Pati merupakan salah satu daerah dengan tradisi khitan perempuan yang masih melekat. Menurut Ikatan Bidan Indonesia IBI Cabang Pati, Kabupaten Pati pada tahun 2007; ditemukan 1 bayi mengalami perdarahan paska khitan oleh dukun kemudian dirujuk ke Rumah Sakit dan mendapatkan transfusi darah sebanyak 1 satu kantong 250 cc sehingga jiwanya dapat tertolong, tepatnya di Desa Kedungbulus Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Sementara informasi dari Ikatan Bidan Indonesia sekaresidenan Pati Kudus, Jepara, Grobogan, Rembang, Blora belum pernah ada kejadian seperti halnya yang terjadi di Pati.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode explanatory research yang bersifat observasional yang memberikan gambaran tentang karakteristik ibu, kepercayaan, pengetahuan, sikap dalam khitan perempuan, faktor kelompok acuan dukungan suami, dukungan keluarga, dukungan tetangga, dukungan bidan berkaitan dengan praktik ibu dalam khitan bayi perempuan di Kabupaten Pati. Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, didapatkan sampel sejumlah 337 ibu sesuai kriteria di Kecamatan Gembong karena pernah terjadi kasus perdarahan dan merupakan daerah pedesaan yang mempunyai kebiasaan khitan perempuan dan Kecamatan Pati kota karena belum pernah terjadi kasus komplikasi khitan merupakan daerah perkotaan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut: a. Umur Responden Tabel 1. Umur Responden Umur Ibu f 20 tahun 12 3,6 20 – 35 tahun 301 89,3 35 tahun 24 7,1 Total 337 100 Sebagian besar responden berumur 20-35 tahun sebanyak 301 orang 89,3, berumur lebih dari 35 tahun sebanyak 24 orang 7,1 dan berumur kurang dari 20 tahun sebanyak 12 orang 3,6. Rata-rata umur responden 27,36 tahun dengan umur terendah 18 tahun dan tertinggi 38 tahun. Responden dengan umur yang lebih muda lebih banyak yang melakukan khitan. Hal ini mungkin disebabkan karena responden masih muda maka cenderung harus mengikuti keinginan atau pendapat orang yang lebih tua yang dianggap lebih dewasa dan bijak dalam mengambil suatu keputusan. Keadaan ini berbeda dengan pendapat bahwa makin dewasa seseorang maka makin mempunyai kemampuan berfikir yang bijak dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi anak. Semakin tua seseorang semakin bertambah pengalaman dan pengetahuan yang ia dapatkan. Menurut Muchlas 1999, dengan pengalaman dan pengetahuan mereka akan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Sedangkan menurut Budiarto 2001 semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Notoatmodjo mengemukakan bahwa umur merupakan lama hidup yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin bertambah umur seseorang, semakin bertambah pula daya tanggapnya. Melalui perjalanan umurnya semakin dewasa individu yang bersangkutan akan melakukan adaptasi perilaku terhadap lingkungan. Oleh karena itu idealnya seorang ibu yang memiliki kematangan usia akan lebih peka terhadap masalah, sehingga diharapkan bersikap lebih bijaksana membedakan hal yang baik dengan hal kurang baik sesuai dengan norma. ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 39 Kematangan dalam berfikir ini juga tampak dalam pengambilan keputusan apakah dilakukan khitan atau tidak bagi bayi perempuannya meskipun beberapa faktor memberikan pengaruh tersendiri. b. Pendidikan Responden Tabel 2. Pendidikan Responden Pendidikan Ibu f SD 29 8,6 SMPsederajat 40 11,9 SMAsederajat 195 57,9 Diploma 23 6,8 Sarjana 40 11,9 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA atau sederajat sebesar 195 orang 57,9, berpendidikan SMP dan sarjana masing- masing 40 orang 11,9, berpendidikan SD sebesar 29 orang 8,6 serta berpendidikan diploma sebesar 23 orang 6,8. Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kelas terakhir yang responden selesaikan dalam sekolah formal yakni sekolah umum atau sekolah agama yang disamakan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pengetahuan seseorang dan berpengaruh pada perilaku seseorang. Semakin banyak pengetahuan yang mereka dapatkan, mereka akan makin bijak dalam pengambilan keputusan bagi kesehatan anaknya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain, misalnya pengaruh orang penting dalam kehidupan sehari-hari ibu. Orang tua salah satunya. Orang tua sebagai generasi yang lebih tua cenderung masih mempunyai kepercayaan yang kuat sehingga akan berupaya mempengaruhi generasi yang lebih muda, termasuk dalam pengambilan keputusan berkhitan. Dengan demikian, pendidikan responden dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan praktik ibu dalam khitan perempuan . c. Pekerjaan Responden Tabel 3. Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Ibu f Tidak bekerja 107 31,7 Petaniburuh 126 37,4 Pedagang 16 4,7 Wiraswasta 40 11,9 Pegawai 48 14,2 Total 337 100 Hasil analisis univariat menunjukkan sebagian besar responden bekerja sebagai petaniburuh sebanyak 126 orang 37,4, ibu tidak bekerja sebanyak 107 orang 31,7, bekerja sebagai pegawai swasta dan pemerintah sebanyak 48 orang 14,2, berwiraswasta sebanyak 40 orang 11,9, serta berdagang sebanyak 16 orang 4,7. d. Kepercayaan Responden Tabel 4. Kepercayaan Responden Kepercayaan tentang Khitan Perempuan f Kuat skor ≥ 7 209 62 Lemah skor 7 128 38 Total 337 100 Kepercayaan merupakan asumsi-asumsi atau keyakinan akan kemungkinan tindakan seseorang akan bermanfaat, menguntungkan atau setidaknya tidak mengurangi keuntungan yang lainnya. Dalam hal khitan perempuan, responden dengan kepercayaan kuat meyakini bahwa khitan berarti tindakan penyucian atau pembersihan terhadap perempuan 77,2, khitan perempuan dilakukan sebagai syarat seorang Islam 75, perempuan perlu dikhitan sebagai bagian dari masyarakat 73, perempuan dikhitan untuk membuang “kotoran” 72,4, 63,8 meyakini khitan itu untuk membuang kulit kafir, 60,2 responden percaya bahwa khitan perempuan akan membedakan perempuan ras Jawa dengan China, 57,9 responden meyakini bahwa jika tidak dikhitan maka anak akan menjadi omongan masyarakat, 54,6 meyakini bahwa khitan akan mengurangi keinginan seksual perempuan. Data ini diperkuat dengan apa yang diungkapkan oleh responden utama bahwa dua ibu mengkhitankan anak perempuannya agar tidak mendapat celaka, agar selamat dalam hidupnya serta agar menjadi bersih karena bagian kotor dalam tubuh telah dihilangkan. ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 40 Hasil penelitian kepercayaan tentang khitan perempuan dengan khitan perempuan menunjukkan bahwa lebih banyak khitan perempuan dilakukan oleh responden yang mempunyai kepercayaan kuat 89,5 dibandingkan responden yang mempunyai kepercayaan lemah 68. Sebagian besar responden mempunyai kepercayaan yang kuat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain oleh karena pendidikan responden yang 20,5 berpendidikan dasar SD dan SMP. Pendidikan yang rendah memungkinkan ibu sulit menerima informasi baru. Disamping itu, ibu-ibu masih sulit meninggalkan kebiasaan atau tradisi yang telah dijalankan secara turun-temurun. Hal ini juga diungkapkan oleh responden utama dalam wawancara mendalam. Menurut L. Green, kepercayaan merupakan salah faktor yang memungkinkan seseorang berperilaku bertindak. Hasil penelitian tentang kepercayaan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sumarni 2005 bahwa responden merasa lega setelah disunat dan lebih percaya diri karena tidak dikucilkan secara sosial. e. Pengetahuan Responden Tabel 5. Pengetahuan Responden Pengetahuan tentang Khitan Perempuan f Baik skor ≥ 7 225 66,8 Kurang baik skor7 112 33,2 Total 337 100 Hasil penelitian pengetahuan menunjukkan bahwa lebih banyak pengetahuan responden untuk kategori baik 66,8 dibandingkan responden dengan kategori pengetahuan kurang baik 33,2. Dari jawaban tentang pengetahuan khitan perempuan bahwa sebagian besar pengetahuan responden dalam kategori baik namun yang perlu mendapat perhatian yaitu pengetahuan yang kurang dalam hal diperbolehkannya memotong kelentit sebanyak 46,3, hanya 54 responden yang mengetahui bahwa khitan perempuan dengan melukai kelamin tidak akan memberikan manfaat berupa kesehatan, hanya 40,9 responden yang mengetahui bahwa komplikasi khitan berupa perdarahan, sebanyak 44,2 responden yang mengetahui bahwa khitan dapat mengurangi rangsangan seksual, sementara itu hanya 38,3 responden yang mengetahui bahwa dukun tidak mampu melakukan khitan menggunakan ujung jarum steril, 29,2 responden yang mengetahui bahwa komplikasi khitan berupa infeksi, serta khitan dapat mengganggu lubrikasi vagina sebanyak 24,9 responden. Hasil wawancara mendalam dengan responden utama terkait tentang pengertian khitan bahwa khitan perempuan mengandung pengertian adanya pemotongan sebagian alat kelamin perempuan. Sementara untuk manfaat khitan, pendapat responden bervariasi; satu responden mengatakan bahwa manfaat khitan perempuan akan membuat anak menjadi sehat, satu responden mengatakan anak mudah diatur serta satu responden lain mengatakan tidak ada manfaat khitan perempuan . Precede logic model mengangkat faktor determinan personal berada pada tingkat individual. Yang termasuk di dalamnya adalah faktor predisposisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, persepsi, perilaku yang memfasilitasi atau menghalangi motivasi untuk berubah dengan bertambahnya skill yang ada. Sedangkan faktor enabling dan reinforcing termasuk dalam external dan environmental determinant. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu Notoatmodjo, 2003. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Sebagian besar responden berpengetahuan baik dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain adalah pendidikan. Sebagian besar responden berpendidikan SMA atau sederajat sebesar 195 orang 57,9, berpendidikan SMP dan sarjana masing-masing 40 orang 11,9, berpendidikan SD sebesar 29 orang 8,6 serta berpendidikan diploma sebesar 23 orang 6,8. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 41 perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan Notoatmodjo, 2003. Sedangkan pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi Niven, 2000. Sebagaimana makin tinggi pendidikan maka makin mudah menerima informasi tentang khitan perempuan. Pengetahuan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh umur. Sebagian besar responden berumur reproduksi sehat 20-35 th sebanyak 89,3. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa maka lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya Rahmat, 1998. Sesuai dengan teori tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Makin berpendidikan seseorang maka akan makin baik perbuatannya untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Ancok, pengetahuan merupakan proses yang dikumpulkan secara bertahap dari penglihatan dan pendengaran. Sedangkan menurut Green, pengetahuan sebelum melakukan tindakan adalah penting dan merupakan faktor determinan internal. Menurut Notoatmodjo, pengetahuan biasanya diperoleh dari berbagai macam sumber media, yaitu media massa, media elektronik, buku-buku, petugas kesehatan, poster, kerabat dekat dan sebagainya. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian Riska di Medan bahwa pengetahuan ibu mengenai khitan perempuan dalam kategori cukup, hal ini dipengaruhi oleh karakteristik responden seperti umur, pendidikan, paritas serta peran tenaga kesehatan Riska, 2009. f. Sikap Responden Tabel 6. Sikap Responden Sikap terhadap Khitan Perempuan f Mendukung skor ≥ 5 246 73 Kurang mendukung skor 5 91 27 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak ibu yang bersikap mendukung khitan perempuan 73 dibandingkan ibu yang kurang mendukung 27. Ibu yang mendukung khitan perempuan tersebut setuju bahwa khitan perempuan harus dilakukan 67,7, khitan dilakukan untuk memenuhi tradisiadat 72,1. Cara khitan dilakukan, 61,4 setuju dilakukan secara simbolis sedangkan 60,2 setuju dilakukan dengan menggores menggunakan ujung jarum steril. 66,2 reponden setuju jika khitan dilakukan pada saat bayi berusia selapan 40 hari. 86,3 setuju jika petugas khitan adalah petugas terlatih, misal bidan. Tentang manfaatnya, 72,4 responden setuju bahwa khitan memberikan manfaat kesehatan dan akan menghindari omongan negatif masyarakat 57,3. Sikap yang mendukung ini juga diungkapkan oleh responden dalam wawancara mendalam bahwa dua responden mengatakan mendukung khitan perempuan karena berkaitan dengan kebiasaan nenek moyangnya. Satu responden tidak mendukung karena tidak ada anjuran dan manfaat yang jelas. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Secord Bockman yang dikutip oleh Saifuddin Azwar, sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan afeksi, pemikiran kognisi, dan predisposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap dan keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang difikirkan orang-orang yang dianggapnya penting reference person dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut, memerlukan pertimbangan mengenai tindakan action, sasaran target, konteks dan waktu Notoatmodjo, 1997. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing–masing individu sebagai anggota masyarakat Kotler, 2007. Menurut Green, sikap merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terbentuknya suatu perilaku baru dalam hal ini perilaku melakukan khitan perempuan. ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 42 Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Ida bahwa sunat perempuan masih diterima oleh sebagian besar masyarakat Madura. Sunat perempuan masih diyakini sebagai tradisi, sebagian sebagai kewajiban agama. Penelitian oleh Azzahra didapatkan bahwa sebagian besar ibu tidak mendukung sunat sehat 56,1. g. Dukungan Suami Tabel 7. Dukungan Suami Dukungan Suami f Mendukung skor ≥ 7 225 66,8 Kurang mendukung skor 7 112 33,2 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar suami responden mendukung khitan perempuan sebesar 66,8 dan sisanya kategori kurang mendukung sebesar 33,2. Dukungan suami dapat diketahui bahwa 94,9 suami menyediakan biaya khitan, 86,9 suami meminta petugas khitan datang ke rumah, 83,4 suami membicarakan khitan perempuan baik yang membicarakan untuk kemudian diputuskan dilakukan khitan maupun sebaliknya, 82,5 suami menganjurkan dilakukannya khitan, 79,8 suami mendampingi atau tidak jauh dari prosesi khitan, serta 75,4 suami menentukan petugas khitan. Hasil wawancara mendalam bahwa dua responden mengatakan pernah membicarakan khitan pada suami, namun suami cenderung menanggapi tidak serius dan menyerahkan urusan khitan pada istrinya meskipun suami tetap memberikan dukungan . Satu responden pernah membicarakan dengan suami secara serius sampai mencari informasi tentang khitan dari sisi agama dan kesehatan. Dengan demikian, sebenarnya suami memberikan dukungan dalam prosesi dilakukannya khitan, namun berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk dilakukan atau tidak, suami cenderung menyerahkan kepada istri. Mahfoedz 2007 menyampaikan bahwa pengaruh dan dampak terbesar biasanya digunakan oleh kelompok primer, yang didefinisikan sebagai agregasi sosial yang cukup kecil untuk memungkinkan dan memudahkan interaksi bertatap muka face-to- face yang tak terbatas. Contoh paling nyata dalam kelompok primer ini adalah keluarga, dimana keluarga menjalankan pengaruh yang dominan pada pilihan individu. Bagian dari keluarga yang paling dekat adalah suami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suami menyediakan biaya khitan, meminta petugas khitan datang ke rumah, membicarakan khitan perempuan, menganjurkan dilakukannya khitan, mendampingi atau tidak jauh dari prosesi khitan, serta menentukan petugas khitan dan sebagainya. h. Dukungan Keluarga Tabel 8. Dukungan Keluarga Dukungan Keluarga f Mendukung skor ≥ 5 177 52,5 Kurang mendukung skor 5 160 47,5 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit lebih banyak keluarga responden dalam kategori mendukung yaitu sebesar 177 orang 52,5, dibandingkan keluarga dengan kategori kurang mendukung sebesar 160 orang 47,5. Dukungan keluarga dalam penelitian ini merupakan hal-hal yang dilakukan oleh keluarga ibu, bapak, nenek atau keluarga dekat lainnya berkaitan dengan khitan perempuan, meliputi apakah keluarga membicarakan khitan, mencari informasi tentang khitan, menganjurkan, memberi pendapat, menentukan petugas khitan, menyediakan biaya, meminta petugas khitan datang serta mendampingi anak saat dikhitan. Mengenai dukungan keluarga, sebagian besar 78,3 keluarga membicarakan tentang khitan perempuan, 69,4 keluarga menganjurkan dilakukan khitan, 66,5 keluarga mendampingitidak jauh dari prosesi khitan, 58,4 keluarga memberikan pendapat tentang waktu dan petugas khitan, 51,6 keluarga mencarikan informasi khitan, 48,1 keluarga menentukan petugas khitan, 45,1 keluarga meminta petugas khitan datang ke rumah, serta ada 18,4 keluarga yang menyediakan biaya. ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 43 Hasil analisis ini sesuai dengan teori Mahfoedz 2007 bahwa pengaruh dan dampak terbesar biasanya digunakan oleh kelompok primer, yang berupa keluarga dekat, misalnya ibu, bapak, kakak, adik, bulik, budhe dan sebagainya dimana kedekatan itu tidak hanya karena hubungan darah namun bisa juga karena seringnya mereka berinteraksi dan bertatap muka. Interaksi yang terjadi juga meliputi adanya dukungan yang diberikan oleh keluarga untuk dilakukannya khitan perempuan. Sesuai teori reason action, komponen norma subjektif bahwa norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut. Dalam hal ini, orang-orang yang dianggap penting oleh responden dalam pengambilan keputusan dilakukannya khitan atau tidak adalah keluarga. Menurut L. Green, dukungan keluarga merupakan faktor penguat bagi seseorang dalam bertindak, termasuk dalam melakukan khitan perempuan. Hal ini juga diungkapkan oleh penuturan responden dalam wawancara mendalam, dua responden mengatakan bahwa ibunya yang menganjurkan untuk khitan perempuan. Satu responden mengatakan bahwa keluarganya pernah membicarakan, tapi tidak mengharuskan untuk dilakukan khitan. Seperti halnya penuturan responden tentang dukungan suami bahwa suami cenderung menyerahkan urusan khitan kepada istri. Karena suami telah menyerahkan, maka menjadi hal mungkin jika responden kemudian membicarakan khitan kepada keluarga terdekat lain, terutama orang tua responden. Pada masyarakat Pati, budaya hidup berdekatan rumah dengan orang tua, paklik, pakdhe dan saudara dekat lain cenderung masih merupakan sesuatu yang lebih diupayakan. Mereka akan merasa lebih tenang jika dekat dengan saudara-saudara sedarah. Apalagi jika salah satu kerabat mempunyai hajat atau musibah maka keluarga akan sigap membantu, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa hidup terlalu berdekatan juga ada kekurangannya, misalnya menjadi lebih sensitif sehingga mudah terjadi bentrok. Lebih dari itu, intinya mereka lebih sering berinteraksi dalam segala yang berkaitan dengan urusan hidup dan tidak jarang yang memberikan bantuan, pendapat maupun saran untuk dilakukannya khitan perempuan. i. Dukungan Tetangga Tabel 9. Dukungan Tetangga Dukungan Tetangga dalam Khitan Perempuan f Mendukung skor ≥ 3 176 52,2 Kurang mendukung skor 3 161 47,8 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak tetangga yang mendukung khitan yaitu 52,2 dibandingkan tetangga yang kurang mendukung yaitu 47,8. Dukungan tetangga responden antara lain bahwa tetangga responden juga melakukan khitan terhadap anak perempuannya 72,7, tetangga menganjurkan dilakukannya khitan 55,8, tetangga membicarakan khitan bayi perempuan responden 54, bahkan ada tetangga responden yang menyediakan biaya khitan 2,1. Tidak adanya dukungan tetangga dalam khitan perempuan juga diungkapkan responden, satu responden mengatakan bahwa tetangga tidak ada dukungan dalam khitan bayi responden. Tapi mereka datang saat peringatan selapan usia bayinya yang bertepatan dengan hari khitan. Satu responden lagi mengatakan tidak ada dukungan tetangga, tapi tetangga juga mengkhitankan bayi perempuannya. Satu responden lagi mengatakan tidak pernah membicarakan khitan perempuan dengan tetangga. Kehadiran tetangga dalam khitan perempuan belum merupakan dukungan nyata responden dalam khitan, namun lebih disebabkan oleh karena responden mengundang tetangga dalam acara yang menyertai khitan, misalnya upacara selametan, barzanji atau datang memberikan ucapan selamat atas kelahiran bayinya dengan membawa kado, sembako atau bentuk lain. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar dan sering dilakukan oleh masyarakat di beberapa tempat ISSN 2407-9189 The 3 rd Universty Research Colloquium 2016 44 sebagai bentuk rasa ikut bersuka cita atas kebahagiaan yang dialami tetangga. Dalam penelitian ini, ada 72,7 tetangga responden melakukan khitan terhadap anak perempuan tetangga. Hal ini memberikan pengaruh tersendiri untuk melakukan juga apa yang dilakukan oleh tetangga. Pengaruh yang ada mungkin bukan pengaruh langsung karena secara statistik tidak ada hubungan dengan perilaku ibu dalam khitan perempuan. Namun masih dari penelitian yang sama bahkan ada tetangga responden yang menyediakan biaya khitan 2,1. Data ini sangat kecil dan jarang terjadi. Mungkin responden mempersepsikan bahwa sumbangan tetangga berupa uang itu yang dialokasikan untuk biaya khitan perempuan. j. Dukungan Bidan Tabel 10. Dukungan Bidan Dukungan Bidan dalam Khitan Perempuan f Mendukung skor ≥ 3 186 55,2 Kurang mendukung skor 3 151 44,8 Total 337 100 Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi bidan yang mendukung khitan 55,2 lebih besar dibandingkan dengan bidan yang kurang mendukung 44,8. Bidan yang tidak memberikan dukungan dalam khitan perempuan ini tampak dalam hasil penelitian bahwa bahwa 78,7 responden tidak mendapat informasi tentang komplikasi yang mungkin terjadi, 54,3 responden tidak mendapat informasi tentang petugas yang dapat melakukan khitan, 48,1 responden tidak mendapat informasi tentang manfaat khitan, serta 44,8 responden tidak mendapat informasi tentang cara khitan. Menurut hasil wawancara mendalam, satu responden pernah diingatkan oleh bidan bahwa kalau mengkhitankan bayi perempuannya, bisa menggunakan jasa bidan. Satu responden lagi tidak pernah bidannya membicarakan khitan perempuan. Satu responden lagi justru menanyakan tentang khitan perempuan kepada bidan. Hal ini hampir sama dengan penuturan bidan bahwa dukungan bidan sebatas datang kalau diminta melakukan sunat bagi bayi perempuan masyarakat. Bidan tidak membicarakan tentang khitan sebelumnya. Masyarakat yang meminta layanan khitan perempuan dan bidan tidak pernah menawarkan. Bidan tidak menawarkan layanan khitan perempuan mungkin disebabkan oleh apa yang diketahui oleh bidan bahwa khitan perempuan tidak membawa manfaat secara medis, semua yang dipercayai masyarakat tentang manfaat khitan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Di sisi lain, setiap bidan melakukan khitan ternyata bidan tidak melakukan tindakan invasif, hanya membersihkan labia mayora dan labia minora menggunakan kassa iodin sebagai bentuk upaya membersihkan dari kotoran yang jarang dibersihkan misalnya bedak. Tindakan khitan hanya dilakukan sebagai syarat saja. Menurut Yulifah dan Yusanto, bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Berkaitan dengan khitan perempuan, bidan merupakan unsur yang dipercaya masyarakat untuk melakukannya pada bayi mereka. Hal ini menjadi bagian dukungan bidan dalam memberikan asuhan kepada bayi baru lahir meskipun hal ini tidak dianjurkan secara medis namun sesuai Permenkes 1636 tahun 2010 bahwa bidan merupakan salah satu tenaga terampil yang diberikan kewenangan untuk melakukan khitan perempuan.

4. SIMPULAN