Perubahan Penggunaan Tanah Dikaitkan Dengan Rencana

12 Yang dimaksud dengan tanah pertanian pada instruksi Gubernur No. 5901071985 tanggal 25 Maret 1985 ialah tanah yang gunakan untuk usaha pertanian dalam arti mencakup persawahan, hutan, perikanan, perkebunan, tegalan, padang penggembalaan dan semua jenis penggunaan lain yang lazim dikatakan sebagai usaha pertanian. Pengertian “ tanah non pertanian “ adalah tanah yang dipergunakan untuk usaha atau kegiatan selain usaha pertanian. Klasifikasi jenis penggunaan tanah non pertanian yang identik dengan penggunaan tanah perkotaan tersebut adalah : 1. Tanah perumahan rumah, lapangan, tempat rekreasi , kuburan 2. Tanah perusahaan pasar, pertokoan, gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun, bus, stasiun kereta api 3. Tanah industri pabrik, percetakan 4. Tanah untuk jasa kantor-kantor pemerintah, gedung-gedung ibadah, rumah sakit, sekolah dan sarana umum 5. Tanah kosong yang sudah diperuntukkan siap bangun 6. Tanah kosong yang belum diperuntukkan.

C. Perubahan Penggunaan Tanah Dikaitkan Dengan Rencana

Penggunaan Tanah Alih fungsi lahan atau tanah dapat bersifat permanen dan juga bersifat sementara. Apabila sawah beririgasi teknis berubah menjadi kawasan permukiman atau industri, maka alih fungsi lahan ini bersifat permanen, akan tetapi jika sawah tersebut menjadi perkebunan tebu, maka alih fungsi tanah 13 tersebut bersifat sementara, karena sewaktu-waktu dapat dijadikan sawah kembali. Sebagaimana kita ketahui bahwa kegiatan pembangunan mencakup berbagai sektor, yang pada umumnya membutuhkan tanah sebagai wadah kegiatannya, baik dibidang pertanian maupun non pertanian. Oleh Karena itu dibutuhkan perencanaan peruntukan penggunaan tanah yang dapat melayani berbagai keuntungan. Sumber hukum yang merupakan landasan utama yang mendasari peraturan tata guna tanah di Indonesia adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Ketentuan yang memuat pokok-pokok tata guna tanah terdapat dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria sebagai penjabaran lebih lanjut pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dijumpai dalam ketentuan UUPA seperti yang diuraikan berikut ini : Pasal 2 berbunyi : 1. Atas dasar hukum dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dan hal-hal sebagai dimaksud dalam pasal 1, Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. 2. Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. 14 b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antar orang- orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang- orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Melihat isi pasal 2 dan 14 UUPA, dapat diketahui bahwa UUPA mengatur persediaan, peruntukan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk kepentingan hidup rakyat dan negara. Dengan membuat rencana umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia dan Pemerintah Daerah diharapkan membuat rencana khusus untuk tiap-tiap daerah. Kemudian dalam setiap pemberian hak atas tanah dan pemberian izin perubahan, pada azasnya harus disertakan aspek tata guna tanah pasal 2 ayat 1. Hal ini dimaksudkan agar setiap peruntukan dan penggunaan tanah sekaligus menjamin terwujudnya azas kelestarian, seimbang dan optimal. Dengan berpedoman pasal 14 UUPA, pemerintah membuat Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Menurut Undang- Undang ini penggunaan tanah harus sesuai dengan penataan ruang wilayah yang bersangkutan, sedangkan untuk wilayah perkotaan harus sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota RUTRK. Penataan Ruang menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang lautan, dan ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnya hidup melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 15 Salah satu produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah, khususnya yang mengatur izin perubahan adalah SE MENDAGRI Nomor 59011108SJ Tahun 1984 mengamanatkan kepada Gubernur Pemerintah Daerah untuk : 1. Melaksanakan koordinasi antar instansi pemerintah di wilayah yang bersangkutan, agar kerjasama ditingkatkan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian, sehingga tidak mengganggu peningkatan produksi pangan yang telah diusahakan selama ini. 2. Menginstruksikan kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk melaksanakan inventarisasi yang teliti tentang status penggunaan tanah pertanian yang diubah menjadi non pertanian dan inventarisasi yang dilakukan harus berdasarkan data instansi yang dimaksud adalah Jawatan Agraria BPN, Pertanian, Pekerjaan Umum, serta Kantor Bappeda dan Ippeda setempat. 3. Menginstruksikan langsung kepada instansi tersebut pada butir 2 di atas, untuk mengadakan monitoring atas pertanian produktif dan perubahannya menjadi tanah non pertanian kemudian melakukan inventarisasi atau monitoring hasilnya dilaporkan per triwulan atau semester kepada Gubernur Kepala daerah Tingkat I Cq.Badan Perencanaan Pembangunan Tingkat I. 4. Menerbitkan Peraturan daerah yang sesuai atau sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang berkaitan dengan 16 penggunaan tanah pertanian.Peraturan Daerah yang dimaksud berisi sebagai berikut : a. Pengawasan ke atas perubahan tanah pertanian menjadi non pertanian. b. Dicegah sedapat mungkin terjadinya pengurangan produksi pangan, karena penggunaan perubahan tanah non pertanian yang tidak dapat dihindarkan. c. Mengimbangi pengurangan tanah pertanian dengan penanganan usaha ekstensi yang lebih terarah dan sungguh-sungguh dengan memperhatikan luas areal tanah, kualitas tanah, sarana dan prasarana yang mendukung sektor pertanian tersebut. 5. Mengadakan penyuluhan kepada para penggarap dan pemilik tanah pertanian di sentra-sentra produksi tentang : a. Pencegahan penurunan produksi pangan yang diakibatkan pertanian yang diterlantarkan, diperjualbelikan dan lain-lain. b. Penggunaan pupuk, insektisida serta penerapan teknologi pertanian yang mudah diserap oleh para pemilik atau penggarap tanah pertanian dalam mengusahakan kesuburan tanah, dalam rangka intensifikasi pertanian. c. Pelestarian tanah pertanian dalam rangka catur tertib pertanahan serta himbauan agar lingkungan di daerah pertanian ini dapat dijamin kemurniannya. 17 6. Memikirkan dan menyiapkan langkah-langkah kemungkinan penyaluran tenaga pertanian ke non pertanian, yaitu tanah pertanian dijadikan tanah non pertanian seperti seperti industri dan lain-lain.

D. Kriteria Konversi Tanah Pertanian Sawah di Daerah