8
1. Pendahuluan
Indonesia memiliki potensi pariwisata yang kuat dan besar [1]. Salah satu tempat di Indonesia yang mempunyai potensi akan pariwisata adalah kota
Ambarawa. Menurut Bapak Wahyu Kepala Seksi di bidang pemasaran Disporabudpar Kabupaten Semarang, Ambarawa terkenal sebagai Kota
Perjuangan karena di Ambarawa pernah terjadi pertempuran antara rakyat Indonesia melawan penjajah. Oleh karena itu dibangun Monumen Palagan untuk
mengenang peristiwa tersebut. Dilihat dari sejarahnya, kota Ambarawa berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia karena di tempat ini
merupakan medan perjuangan serta markas-markas dari penjajah Belanda. Pada jaman penjajahan, Ambarawa pernah menjadi pusat pendidikan oleh karena itu
dibangun gereja dan sekolah-sekolah katolik. Selain itu, Ambarawa juga merupakan pusat rumah para pemilik perkebunan orang Belanda. Orang Belanda
memilih Ambarawa karena dinilai dari suhu dan cuacanya hampir sama dengan keadaan di Belanda. Tidak heran jika banyak dijumpai bangunan bersejarah di
kota Ambarawa, dan sampai sekarang masih dilestarikan bahkan menjadi objek wisata. Dari segi kuliner, kuliner kota Ambarawa yang mewakili kuliner khas
Kabupaten Semarang saat ada acara pameran.
Dari hasil wawancara pihak Disporabudpar Kabupaten Semarang ingin agar promosi pariwisata di Ambarawa lebih berkembang dan menjadi lebih menarik
melalui sebuah perancangan dengan gaya desain yang baru karena selama ini media promosi yang telah dibuat terlalu kaku sehingga tekesan formal dan belum
ada yang membahas secara detail pariwisata di tingkat kecamatan.
Oleh karena itu, timbullah suatu gagasan untuk membantu para wisatawan dalam berwisata melalui sebuah media promosi yang digunakan sebagai panduan
untuk memudahkan wisatawan mengetahui dan lebih mengenal objek wisata di kota Ambarawa. Perancangan media promosi pariwisata kota Ambarawa dengan
media utama buku diharapkan selain komunikatif dapat menarik wisatawan untuk berwisata di Ambarawa. Buku yang dikemas dengan bergaya desain retro ini
digunakan sebagai media utama karena dapat merangkum secara lengkap mengenai informasi pariwisata kota Ambarawa dan dapat dibawa kemana-mana.
2. Tinjauan Pustaka
Sebelumnya telah dilakukan penelitian terdahulu yaitu karya tulis yang berjudul
“Perancangan Media Promosi Pariwisata Kota Makassar Dengan Menggunakan Gaya Desain New Simplicity
” [2]. Penelitian ini dijadikan perbandingan dalam perancangan media promosi pariwisata di kota Ambarawa
dengan buku sebagai media utama. Yang menjadi perbedaan dari karya tulis sebelumnya adalah selain gaya desain juga dari media promosi dan segmen objek
wisata yang difokuskan.
Sebagai refrensi dalam perancangan media promosi pariwisata kota Ambarawa yaitu menggunakan booklet
berjudul “Kabupaten Semarang The Paradise of Central Java
” yang memuat informasi seputar pariwisata di Kabupaten Semarang yang dibuat oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Semarang [3].
9
Gambar 1 Booklet Kabupaten Semarang The Paradise of Central Java
Selain itu, buku yang berjudul Top 10
+
Jakarta oleh Tim Erlangga [4] digunakan sebagai acuan dalam perancangan ini. Dalam buku Top 10
+
Jakarta, penulisnya memberikan informasi lengkap mengenai wisata di Jakarta seperti
informasi penginapan, transportasi dan wisata kuliner serta wisata alternatif. Buku ini menarik karena didesain dan dicetak fullcolor dengan menggunakan bahan art
paper sehingga foto-foto yang ditampilkan tampak jelas. Namun, kekurangan yang terdapat pada buku ini yaitu ukurannya yang dianggap terlalu kecil dan
pengaturan layout buku yang cenderung terlalu padat karena menggunakan banyak teks yang digabung dengan foto-foto.
Gambar 2 Buku Top 10
+
Jakarta
Istilah pariwisata terlahir dari bahasa Sansekerta yang komponen- komponennya terdiri dari:
Pari - penuh, lengkap, keliling
Wis man - rumah, property, kampung, komunitas
ata - pergi terus-menerus, mengembara roaming about
yang bila dirangkai menjadi satu kata melahirkan istilah pariwisata, berarti: pergi secara lengkap meninggalkan rumah kampung berkeliling terus-menerus.
Dalam operasionalnya istilah pariwisata sebagai pengganti istilah asing tourism atau travel
diberi makna oleh Pemerintah Indonesia: “Mereka yang meninggalkan rumah untuk mengadakan perjalanan tanpa mencari nafkah di tempat-tempat yang
dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka [5 ].”
Ambarawa adalah kota kecil yang terletak di tengah-tengah pulau Jawa, dengan ketinggian 475 sampai 500 meter. Ambarawa dan sekitarnya merupakan
daerah pegunungan yang berhawa sejuk dengan panoramanya yang indah dikelilingi oleh banyak gunung. mulai dari Gunung Merbabu, Sumbing, Sindoro,
10 Telomoyo, pegunungan Jambu dan pegunungan Ungaran [6]. Secara geografis
Kecamatan Ambarawa berbatasan dengan Kecamatan Bandungan dan Kecamatan Bawen di utara, Rawa Pening di timur, Kecamatan Banyubiru dan Jambu di
selatan dan Kecamatan Bandungan di barat. Penduduk Kecamatan Ambarawa sampai dengan akhir tahun 2012 adalah 61.871 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga 19.154 KK dengan luas wilayah 28,98 Km² maka kepadatan penduduk per kilometer persegi 2.135 jiwa [7].
Di Ambarawa terdapat objek-objek wisata antara lain Monumen Palagan Ambarawa yang terletak di pinggir jalan utama Semarang - Yogyakarta.
Monumen ini dibangun pada tahun 1973 oleh CVCAIS arsitek, insinyur dan seniman yang dipimpin oleh Bapak Saptoto dosen Yogyakarta. Monumen
Palagan didirikan untuk mengenang peristiwa perlawanan rakyat Indonesia melawan sekutu yang terjadi di Ambarawa [6]. Monumen Palagan juga
dilengkapi museum yaitu Museum Isdiman yang menyimpan koleksi persenjataan kuno peninggalan penjajah, antara lain antara lain meriam, granat, dinamit, pistol,
pedang samurai, perlengkapan pakaian tentara Jepang, seragam tentara Peta Pembela Tanah Air, helm baja, dan lukisan serta maket yang menggambarkan
peristiwa Palagan Ambarawa [8].
Terdapat pula objek wisata Museum Kereta Api Ambarawa yang terletak di Jalan Stasiun Ambarawa No.1 Temenggungan - Ambarawa. Pada tahun 1862
pemerintah Belanda membuat jalan kereta api yang dimulai dari Semarang dan membuka lintas percabangan antara Kedungjati
– Bringin – Tuntang – Ambarawa. Pada saat itu, kota-kota tersebut merupakan basis militer Belanda
dan sebagai kota perkebunan yang sangat membutuhkan kehadiran kereta api yang bisa mengangkut hasil bumi dalam jumlah banyak. Menurut Bapak Sudono,
mantan Kepala Museum Kereta Api Ambarawa dulunya bernama Stasiun Willem I dan pada tahun 1978 dialihfungsikan menjadi museum dan namanya berubah
menjadi Museum Kereta Api Ambarawa. Yang menjadi keunggulan dari museum ini adalah kereta api uap yang sampai sekarang masih bisa beroperasi. Koleksi
paling banyak di museum ini adalah lokomotif uap. Selain lokomotif uap terdapat juga mesin hitung, mesin ketik, pesawat telepon, telegraf morse, meja kursi di
ruang administrasi era masa lalu dan peralatan yang digunakan dalam hal perkeretaapian [6].
Objek wisata lainnya adalah Beteng Pendem, benteng ini mulai dibangun pada tahun 1835 dan baru selesai pada tahun 1848 melalui kerja paksa yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda. Beteng yang memiliki luas bangunan kurang lebih 14.000 m
2
dan berbentuk segiempat ini digunakan sebagai rumah tahanan hingga sekarang. Setengah bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas pegawai
yang bekerja di Beteng Pendem dan dapat dinikmati oleh wisatawan [6]. Selain itu terdapat juga Gereja Santo Yusup Ambarawa atau sering disebut
dengan sebutan Gereja Jago, gereja yang di atas menaranya bertengger “seekor
ayam jantan” yang mempunyai arti selalu berkokok memanggil umat untuk memuji dan bersyukur kepada Yang Maha Pengasih [9]. Gereja yang mula-mula
didirikan di SD Pangudi Luhur Ambarawa, dirasa tidak memadai untuk menampung umat di Ambarawa, apalagi saat itu gereja tidak hanya digunakan
untuk beribadat namun sebagai tempat belajar bagi anak-anak pribumi yang
11 dididik menjadi guru. Karena kekurangan tempat dan ruang belajar tidak ada,
pada tanggal 17 Mei 1923 dimulai peletakkan batu pertama pendirian gereja yang baru oleh pastor Dr. A. van Kalken SJ yang sekarang terletak di Jl. Mgr.
Soegiyapranta Yogyakarta - Semarang No.56 Ambarawa. Gereja ini dibangun oleh arsitek Hulwist Fermond Ed. Cuypers dengan tinggi kurang lebih 35 meter,
dengan bentuk gereja gabungan dari gotik dan modern yang memilki tinggi, panjang, dan lebarnya seimbang. Gereja Jago juga memiliki jam gadang yang
loncengnya senantiasa berdentang pada waktu-waktu menjelang ibadat atau upacara pemberkatan jenazah yang disemayamkan sejenak di gereja [10].
Objek wisata religi lainnya adalah Gua Maria Kerep Ambarawa yang terletak di Jalan Tentara Pelajar, Dusun Kerep, Kelurahan Panjang, Kecamatan
Ambarawa, Kabupaten Semarang. Pada awalnya, Gereja Santo Yusup menginginkan adanya tempat ziarah Gua Maria oleh karena itu dibangun Gua
Maria Kerep pada tahun 1954. Selama pembuatan melibatkan murid-murid asrama Sekolah Guru Kolese Santo Yusuf dan Sekolah Guru Putri Santa Maria
Ambarawa, serta anak-anak asrama bruderan dan susteran. Aset tanah yang dimiliki Gua Maria Kerep Ambarawa seluas 25.000 m
2
2,5 Ha dan dalam kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa terdapat fasilitas-fasilitas untuk kegiatan
kerohanian dan pengembangan iman antara lain jalan salib, tempat perayaan ekaristi, gedung transit dan ruang romo, gedung serba guna, area parkir, ruang
istirahat, taman doa, kapel adorasi ekaristi abadi Adeka, kios devosi, souvenir dan makanan, camping ground, rumah kaca [11].
Selain wisata sejarah dan religi, terdapat pula wisata kuliner khas di Ambarawa yaitu Serabi, Pecel Mbok Kami, Kampoeng Rawa dan Toko Roti
Pauline. Di Ambarawa juga dapat dijumpai alat transportasi tradisional seperti andong. Terdapat pula beberapa penginapan seperti Griya Wijaya, Griya Katarina
dan hotel lainnya yang dapat menjadi pilihan alternatif bagi wisatawan saat berkunjung di Ambarawa antara lain Nugraha Wisata, Susan Spa Resort, Green
Valley dan lain-lain.
Dari segi geografis target konsumen dari perancangan buku ini adalah wisatawan domestik khususnya yang berada di pulau Jawa. Dari segi demografis
target konsumennya adalah pria dan wanita usia 20-35 tahun, usia seseorang dapat melakukan perjalanan wisata dengan mandiri, dapat memahami tentang
dunia pariwisata, kuliner, antropologi, desain dan lain sebagainya, serta ditujukan kepada masyarakat kelas ekonomi menengah sampai menengah atas, dengan
alasan buku merupakan benda yang mampu dibeli oleh masyarakat kalangan ekonomi menengah sampai menengah atas yang mempunyai penghasilan cukup
dan mampu menggunakan penghasilannya untuk berwisata. Dari segi psikografis target konsumennya adalah orang-orang yang suka berwisata, memiliki jiwa
muda dan rasa keingintahuan yang tinggi mengenai wisata sejarah, budaya dan religi serta memiliki antusias tinggi dengan bangunan-bangunan bersejarah.
Mereka menganggap berwisata adalah salah satu cara untuk menghilangkan kebosanan terhadap rutinitas. Dan dari segi perilaku behavioral adalah orang-
orang yang bersedia meluangkan waktu dan mencari informasi dengan membaca buku di tengah-tengah kesibukan mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka
yaitu berwisata mengenal tempat-tempat baru. Selain itu, buku ini juga dapat
12 dimanfaatkan sebagai koleksi bagi penggemar travelling agar mereka memiliki
refrensi mengenai pariwisata di Ambarawa. Promosi berasal dari bahasa Latin pro berarti
“maju”, dan movere bermakna “bergerak”. Istilah ini sudah mengandung makna “hidup”. Secara harfiah promosi
berarti “bergerak maju”, dan secara maknawiah berarti “meningkat”. Makna “meningkat” dari istilah promosi bisa berlaku untuk bidang pendidikan,
kepegawaian, industri dan perdagangan, dan lain-lain [12]. Promosi yang dilakukan melalui beberapa media yaitu media cetak seperti buku dan brosur serta
media elektronik seperti website.
Perancangan media promosi ini dibuat dengan menggunakan gaya desain retro. Dinamakan retro oleh beberapa desainer karena gaya desain retro memiliki
keunikan pada desain Eropa modern yaitu aturan tipografi diabaikan, daya tarik desain tipografi unik serta dibuat-buat yang pada tahun 1920-an dan 1930-an akan
terlupakan kurang lebih setelah Perang Dunia II. Awalan kata retro mengacu dalam bentuk kata retro-grade yang menyiratkan
“melihat ke belakang” dan “bertentangan dengan hal biasa” [13].
3.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk perancangan desain dalam penelitian ini adalah adaptive strategy atau strategi adaptif. Pada adaptive strategy atau strategi
adaptif ini pada awalnya hanya sasaran desain tahap pertama yang ditetapkan. Sasaran desain tahap berikutnya ditetapkan berdasarkan keputusan tahap
sebelumnya, demikian selanjutnya hingga keputusan akhir desain final design dicapai. Secara lengkap, alur model adaptive strategy akan digambarkan seperti
pada Gambar 3.
Gambar 3 Metode Adaptive Strategy
Sumber:Buku Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual
Alur dari perancangan media promosi pariwisata kota Ambarawa dengan media utama buku yaitu pertama melakukan brief dengan menganalisa
permasalahan dari penelitian ini, setelah itu masuk ke tahap 1 yang diinginkan ditetapkan yaitu mengumpulkan data dari permasalahan tersebut. Kemudian pada
tahap 2 yang diinginkan ditetapkan yaitu membuat konsep setelah itu masuk pada tahap 3 yang diinginkan ditetapkan yaitu dengan membuat beberapa alternatif
sketsa yang kemudian dipilih salah satu dari sketsa tersebut. Lalu masuk ke tahap selanjutnya untuk melakukan coloring dari pengembangan perancangan
sebelumnya. Hal ini dilakukan seterusnya sampai menghasilkan final design yang diinginkan.
Keuntungan dari model strategi adaptif ini, yaitu dianggap sebagai strategi terbaik dalam perancangan media promosi kota Ambarawa. Dengan strategi
13 adaptif, penetapan desain awal menjadi acuan untuk final design namun masih
dapat mengalami perubahan penambahan atau pengurangan data karena melewati proses analisa yang menilai apakah sudah memenuhi sasaran atau belum. Jika
dirasa masih ada yang kurang akan dilakukan proses analisa kembali untuk mencapai final design yang diinginkan yaitu menghasilkan media promosi
pariwisata kota Ambarawa yang komunikatif dan menarik bagi wisatawan.
Konsep perancangan media promosi pariwisata di kota Ambarawa menggunakan media utama buku karena dapat memuat informasi secara lengkap
dan detail mengenai wisata yang akan diangkat. Buku yang bersifat handy book sehingga sangat cocok untuk target konsumen yang suka berwisata. Buku yang
berjudul “Dolan Ambarawa” ini berisi informasi mengenai tempat-tempat wisata di kota Ambarawa, dari wisata sejarah, religi, kuliner serta akomodasi. Buku ini
akan dikemas dengan gaya desain retro, dan pengunaan warnanya yaitu dengan warna yang mencolok dan tegas dipadukan warna yang soft sehingga terkesan
modern namun tidak menghilangkan kesan sejarahnya. Penggunaan data visual berupa ilustrasi fotografi dengan menggunakan warna sephia. Fotografi dipakai
sebagai nilai tambah untuk menghindari kebosanan saat membaca sekaligus menghadirkan visual dari objek wisata yang ditampilkan. Buku yang akan dicetak
softcover dengan teknik cetak cutting pada cover ini menggunakan jenis kertas art paper dan fullcolor, dengan ukuran buku 14x14 cm.
Pada Gambar 4 menjelaskan bahwa dari beberapa alternatif cover buku dipilih sketsa yang ketiga sebagai cover bukunya. Pembuatan cover buku ini
terinspirasi dari bentuk roda kereta api yang berbentuk lingkaran dengan letak judul di tengah. Cover buku menggunakan teknik cutting untuk menampilkan
gambar di halaman sebaliknya.
Gambar 4 Sketsa dan Alternatif Cover Buku
“Dolan Ambarawa”
14 Pada Gambar 5 menjelaskan bahwa cover dalam mengalami perubahan
pada keterangan, yang awalnya disimbolkan dengan huruf lalu diganti dengan ikon tempat-tempat wisata. Ikon tempat-tempat wisata tersebut dapat diputar
dengan ilustrasi seperti kompas untuk menunjukkan arah. Ada keterangan mengenai ikon-ikon tersebut, sehingga tidak membingungkan wisatawan sedang
berada dimana saat mereka berwisata ke Ambarawa. Terdapat ikon tempat wisata Museum Kereta Api yang disimbolkan dengan gambar kereta api, ikon Monumen
Palagan yang disimbolkan dengan gambar Pesawat Moestang salah satu koleksi yang paling dikenal di Monumen Palagan, ikon Gereja Santo Yusup yang
disimbolkan dengan gambar gereja yang terdapat jam gadang serta jago yang bertengger di atas gereja yang menjadi ciri khas dari gereja ini, ikon Gua Maria
Kerep yang disimbolkan dengan gambar gua yang di dalamnya terdapat gambar Maria, ikon Beteng Pendem yang disimbolkan dengan gambar bangunan Beteng
Pendem dan ikon tempat kuliner Kampoeng Rawa yang disimbolkan dengan gambar rumah yang terapung di atas air yang menjadi ciri khas dari tempat ini.
Gambar 5 Sketsa dan Alternatif Cover Dalam
“Dolan Ambarawa”
Gambar 6 merupakan sketsa dan alternatif layout buku. Layout buku dibuat sama dari segmen yang satu dengan segmen yang lain, hanya dari segi warna
yang berbeda. Layout sub judul dibuat dengan ilustrasi full foto satu halaman di bagian kiri dan di bagian kanan terdapat teks sub judul yang diberi warna sesuai
dengan ciri konten yang akan ditampilkan. Penomoran halaman juga berbentuk lingkaran disertai dengan info mengenai sub judul yang sedang dibahas pada
halaman tersebut. Sedangkan layout isi dibuat dengan ilustrasi foto beserta penjelasan dari foto tersebut.
15
Gambar 6 Sketsa dan Alternatif Layout Buku
“Dolan Ambarawa”
Salah satu media penunjang yang digunakan adalah brosur. Brosur dipilih sebagai media penunjang promosi karena praktis sehingga dapat diletakkan di
setiap objek wisata di Ambarawa. Brosur akan sangat berguna bagi para wisatawan yang berkunjung, dengan membaca brosur wisatawan dapat
mengetahui mengenai tempat-tempat wisata yang terdapat di Ambarawa. Brosur terdiri dari tiga macam, brosur pertama yaitu brosur wisata sejarah dan religi,
brosur kedua yaitu brosur kuliner serta yang terakhir brosur akomodasi. Brosur dibagi menjadi tiga macam agar setiap segmen dapat ditampilkan secara lengkap
melihat banyaknya objek wisata yang berada di Ambarawa disertai gambar sebagai daya tarik dari brosur ini. Selain itu dari segi space lebih efisien karena
hanya dilipat menjadi dua bagian sama besar.
Gambar 7
Sketsa dan Alternatif Brosur
16 Media penunjang lainnya adalah website karena dapat diakses melalui
internet yang bersifat hemat waktu dan biaya serta mempermudah wisatawan untuk mengetahui objek apa saja yang terdapat di Ambarawa. Situs web yang
memiliki fungsi informasi pada umumnya menekankan pada kualitas bagian kontennya [14]. Website yang dibuat difokuskan kepada tampilan yang menarik
dan isi informasi yang akan disampaikan.
Gambar 8 Sketsa Desain Web
Desain web pada “Dolan Ambarawa” ini memiliki lima halaman yaitu
beranda, tentang, galeri, info dan peta. Tampilan beranda berisi menu tentang, galeri, kontak dan peta, terdapat pula informasi mengenai kegiatan-kegiatan
penting yang diselenggarakan di objek wisata Ambarawa. Halaman tentang berisi informasi mengenai kota Ambarawa dan pariwisata yang terdapat di Ambarawa.
Halaman galeri berisi koleksi foto objek wisata di Ambarawa. Halaman info berisi informasi alamat dan nomor telepon pihak yang terkait dengan pariwisata
di Ambarawa seperti Disporabudpar Kabupaten Semarang dan biro perjalanan wisata. Halaman peta berisi gambar peta wisata di Ambarawa untuk memudahkan
wisatawan yang akan berkunjung di kota Ambarawa.
Warna yang digunakan sebagai warna dasar layout adalah: Coklat tua
C:57 M:97 Y:96 K:17 Krem
C:0 M:4 Y:18 K:0 Merah
C:0 M:96 Y:90 K:2 Oranye
C:0 M:36 Y:76 K:0 Biru tosca
C:70 M:3 Y:39 K:0 Warna yang digunakan dalam buku dan brosur adalah warna tegas yang
dipadukan dengan warna coklat untuk cover buku dan layout buku. Warna coklat dipilih untuk cover dan layout
buku karena coklat merupakan warna “tanah air” [15]. Warna terkesan tua, tidak meninggalkan kesan sejarah dari objek-objek
wisata yang merupakan peninggalan sejarah. Pada bagian konten wisata sejarah dan religi diberi warna merah yang menunjukkan semangat agar para wisatawan
ikut menjaga dan melestarikan bangunan bersejarah serta museum, dan pada konten wisata kuliner diberi warna oranye yang bersifat hangat, diharapkan
wisatawan yang sedang menikmati kuliner di kota Ambarawa dapat merasakan keramahan penduduk sekitar yang berjualan serta pada konten akomodasi diberi
warna biru tosca yang menunjukkan kesejukkan di daerah Ambarawa sehingga membuat wisatawan nyaman saat melakukan perjalanan wisata di Ambarawa.
17 Warna pada brosur disesuaikan dengan buku, yaitu untuk brosur wisata
sejarah dan religi diberi warna merah, brosur kuliner diberi warna oranye serta brosur akomodasi diberi warna biru tosca. Sedangkan pada website didominasi
dengan warna coklat.
Tipografi yang digunakan untuk judul yaitu jenis huruf-huruf dekoratif dan script yang memiliki limitasi dalam penggunaannya. Biasanya penggunaan
huruf-huruf dekoratif dan script diterapkan untuk keperluan atau tujuan-tujuan tertentu seperti dalam desain logo, label, judul buku, ataupun menu hidangan
[16]. Tipografi dengan jenis font bernama Impregnable Personal Use Only. Font berjenis script ini dipilih untuk font judul karena memiliki bentuk dekoratif,
lembut, dan terkesan tempo dulu.
Sedangkan untuk sub judul buku menggunakan jenis font bernama Motion Picture Personal Use.
Tipografi dengan font jenis sans serif yang bernama Segoe UI Semilight ini memiliki bentuk yang sederhana, tegas dan mudah dibaca sangat cocok jika
diaplikasikan dalam buku, brosur dan website.
4. Hasil Rancangan