TINJAUAN HISTORIS PERAN PANGLIMA BAMBANG SUGENG DALAM PERISTIWA SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
ABSTRAK
TINJAUAN HISTORIS PERAN PANGLIMA BAMBANG SUGENG
DALAM PERISTIWA SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
Oleh
Ahmad Munthohar
Setelah merdeka Republik Indonesia banyak sekali mengalami rongrongan dari
pihak asing khususnya dari pihak Belanda. Ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta pada saat Agresi Militer II mendapati serangan dan di mulailah
perjuangan senjata dan diplomasi dalam usaha mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia. Sosok seorang pemimpin serangan yang terlupakan dan namanya tidak
banyak diingat orang adalah Panglima Bambang Sugeng. Panglima Komando
Pertempuran dalam Serangan umum 1 Maret 1949. Usaha serta gagasan yang
dituangkan dalam perintah siasat dan instruksi rahasia adalah salah satu upaya
dalam strategi militer yang di jalankannya. Dalam usaha merebut kembali Ibukota
Yogyakarta pada tahun 1949, Panglima Bambang Sugeng melakukan usaha dalam
bentuk perlawanan terhadap pihak belanda, menyusun strategi, dan melakukan
usaha perebutan Ibukota Yogyakarta kembali. Berdasarkan uraian diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah kontribusi Panglima
Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 ?.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa sajakah kontribusi
Panglima Bambang Sugeng pada saat peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi,
sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai peran
Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa peran yang dilakukan oleh Panglima Bambang
Sugeng dapat dilihat dalam bentuk kontribusinya baik berupa ide, aktifitas, dan
usahanya. Dalam bentuk ide dapat dilihat pada perintah siasat serta instruksi
rahasia seperti perintah siasat tertanggal 1 Januari 1949 dan instruksi rahasia
tertanggal 18 Februari 1949 serta perintah siasat tertanggal 15 Maret 1949.
Perintah siasat tertanggal 1 Januari 1949 adalah suatu bentuk ide Panglima
Bambang Sugeng dalam melawan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa
TNI telah dihancurkan serta Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta sudah tidak
ada lagi. Dan penerapan aktifitasnya dapat dilihat dalam pengeluaran intruksi
rahasia tertanggal 18 Februari 1949, yang mengintruksikan kepada Letnan
Kolonel Soeharto sebagai Komandan Wehkreise III untuk melakukan serangan
secara dadakan dan besar-besaran menggunakan bala bantuan pasukan dari
Brigade IX pimpinan Mayor Ahmad Yani dan mencegah bala bantuan masuk
Yogyakarta. Sedangkan Perintah siasat tertangal 15 Maret 1949 adalah suatu
bentuk usaha antisipasi yang dikeluarkan Panglima Bambang Sugeng setelah
serangan umum 1 Maret 1949.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
B. Analisis Masalah ...........................................................................
B.1 Identifikasi Masalah...... ........................................................
B.2 Batasan Masalah.. ..................................................................
B.3 Rumusan Masalah .................................................................
C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian .................................................................
C.2. Kegunaan Penelitian .............................................................
C.3. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................
9
9
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
1. Konsep Peran ............................................................................
2. Konsep Militer ..........................................................................
3. Konsep Peristiwa ......................................................................
4. Konsep Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949………….
B.
Kerangka Pikir ..............................................................................
C.
Paradigma ......................................................................................
13
13
14
16
18
21
23
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ..........................................................................
A.1 Metode yang digunakan .. .....................................................
A.2 Variabel Penelitian. ...............................................................
A.3 Teknik Pengumpulan Data, ..................................................
A.3.1. Teknik Kepustakaan ..................................................
A.3.2. Teknik Dokumentasi ..................................................
A.4. Teknik Analisis Data. ............................................................
25
25
29
30
30
31
32
1
8
8
8
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil. ...............................................................................................
35
1. Gambaran Umum . ..................................................................
35
1.1 Keadaan Umum Yogyakarta Sebelum Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949… .........................................
35
1.2 Yogyakarta Pada Masa Pembentukan Pemerintahan
Republik Indonesia .........................................................
38
a. Kondisi Keamanan dan Pemerintahan Daerah
Yogyakarta…………………………………………… 39
b. Pembentukan Organisasi Militer dan Organisasi
Kepemudaan di Daerah Yogyakarta……………….. 42
1.3 Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia di Daerah Yogyakarta ..................
48
a. Perpindahan Ibukota Republik Indonesia Dari Jakarta
Ke Yogyakarta…………………………… .................
48
b. Agresi Militer Belanda II Di Daerah
Yogyakarta …………………………………… ..........
50
2.
Panglima Bambang Sugeng ...................................................
2.1 Profil Panglima Bambang Sugeng ..............................
58
58
3.
Kontribusi Panglima Bambang Sugeng Dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 .............................................
64
3.1Perintah Siasat Tertanggal1Januari
Dan 15 Maret 1949 .................................................................
64
a. Isi Dan Subyek Perintah Siasat Kolonel
Bambang Sugeng ...........................................................
66
b. Cara Penyampaian Perintah Siasat Kolonel
Bambang Sugeng……………………………… ...........
70
3.1.2 Instruksi RahasiaTertanggal
18 Februari 1949 .................................................
72
a. Isi Dan Cara Pemberian Instruksi Rahasia
Kolonel Bambang Sugeng…………………. 73
b. Efek Dan Dampak Perintah Siasat Serta
Instruksi Rahasia Kolonel Bambang Sugeng
Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. ..................................... ...... 75
3.1.3 Serangan Umum 1 Maret 1949………………… 78
a. Jalannya Serangan Umum
1 Maret1949…………………………………. .
78
b. Kembalinya Ibukota Yogyakarta ..............
87
B.
Pembahasan ...................................................................................
1. Kontribusi Panglima Bambang Sugeng Dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 ............................................
93
93
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GAMBAR
99
101
1
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, banyak sudah yang telah
dikorbankan demi meraih kemerdekaan Indonesia hingga saat ini. Banyak
sekali peristiwa yang dialami oleh bangsa ini, yakni Indonesia. Serangkaian
peristiwa yang muncul pada era revolusi fisik dari tahun 1945-1949, jelas
memaksa rakyat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan
perang menggunakan senjata. Tidak ada pilihan terbaik pada saat itu selain
berperang membantu para pejuang kemerdekaan dengan menggunakan
senjata, tetesan darah dan air mata yang menetes seakan jadi penghias pada
masa itu. Setelah era revolusi fisik berakhir bangsa Indonesia kembali
berjuang dengan perjuangan melalui diplomasi yang tiada henti-henti nya
(http://wwwsejarah-agustinus.blogspot.com/2013/10/29/12:05WIB/seranganoemoem-1-maret-1949.html).
Serangkaian peristiwa pada saat itu amatlah banyak dan menarik untuk di
ingat dan diperbincangkan, namun bagi saya selaku peneliti sangat tertarik
sekali pada satu peristiwa, yakni Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Serangan Umum 1 Maret ini adalah salah satu pembuktian eksistensi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) masih ada dan berjuang bersama rakyat dalam
mempertahankanNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan sebagai
2
peneliti saya sangat tertarik dengan Peran Panglima Bambang Sugeng, selaku
panglima komandan pertempuran Kepala Staf Divisi III/GM III daerah
Yogyakarta. Panglima Bambang Sugeng adalah salah satu nama pahlawan
yang terlupakan oleh bangsa ini, peranPanglima Bambang Sugeng amatlah
penting. Bagaimana tidak serangan umum yang dilakukan selama kurang
lebih enam jam itu ada kaitannya dengan intruksi rahasia yang dikeluarkan
oleh Kolonel Bambang Sugeng, Panglima Komando Divisi III Jawa Tengah
kepada Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreise III/Brigade X yang
meliputi daerah Yogyakarta Panglima Bambang Sugeng menginstruksikan
kepada Letnan Kolonel Soeharto agar mengadakan serangan secara besarbesaran terhadap Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta antara tanggal 25
Februari dan 1 Maret 1949 (Julius Pour, 2012:91).
Secara de jure, Kolonel Bambang Sugeng membawahi WK III yang dipimpin
Letkol Soeharto. Beliau juga memiliki inisiatif melakukan perang gerilya
secara terkoordinasi(Tim Lembaga Analisis Informasi, 2000:58).
Meskipun peran Panglima Bambang Sugeng tidak terlepas dari keterlibatan
Soeharto selaku Letnan Kolonel. Namun tetap peran Kolonel Bambang
Sugeng sebagai panglima Divisi III/Gubernur Militer III Jawa Tengah dan
Yogyakarta tidak lah bisa dikatakan kecil. Hal ini dibuktikan secara jelas
bahkan diungkap secara tegas oleh dua para tentara pemikir asal Sumatera
Utara yang sama-sama cerdas dan berprinsip keras. TB Simatupang danA.H
Nasution
(http://aergot.wordpress.com/2013/10/29/02:14WIB/jejak-sunyi-
seorang-panglima).
3
Serangan umum 1 Maret 1949 dalam upaya merebut Ibukota Yogyakarta
kembali semua dikendalikan atas inisiatif panglima komandan pertempuran
Kepala Staf Divisi III/GM III Panglima Bambang sugeng sebagai bukti
kepada dunia Internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih
menunjukkan eksistensinya serta Republik Indonesia belumlah dihancurkan
sepenuhnya. Salah satu usaha Kolonel Bambang Sugeng dalam serangan
umum adalah, secara terus-menerus mengobarkan aktivitas gerilya terhadap
para pejuang yang dipimpinnya (Tim Lembaga Analisis Informasi, 2000:58).
Peran Panglima Bambang Sugeng dimulai sejak Agresi Militer Belanda
Pertama yakni pada tanggal 21 Juli 1947, pada saat itu Kolonel Bambang
Sugeng telah diangkat menjadi kepala staf Divisi II/Sunan Gunung Jati,
Cirebon.Perjalanan reorganisasi divisi di pulau jawa yang berjumlah 10 divisi
dikurangi menjadi 7 divisi, dalam rangkaian reorganisasi tersebut Kolonel
Bambang Sugeng di promosikan sebagai Kepala Staf Divisi II/Sunan Gunung
Jati, Cirebon. Di Jawa Tengah gerakan militer Belanda dilancarkan secara
serentak menggunakan divisi B, menggunakan 2 brigade yaitu brigade T dan
W. Pada saat itu Kepala Staf Divisi II Sunan Gunung Jati Kolonel Bambang
Sugeng sudah menduga-duga dan memperkirakan bahwa cepat atau lambat
Purwokerto juga pasti akan di duduki oleh Belanda (Edi Hartoto, 2012:38).
Namun sebelum Belanda menduduki daerah Purwokerto, Kolonel Bambang
Sugeng telah terlebih dahulu memindahkan Purwokerto sebagai markas
4
beliau ke daerah Banjarnegara.Dari kota Banjarnegara inilah perlawanan
terhadap Belanda dilancarkan.
Peran Kolonel Bambang Sugeng dalam usaha mempertahankan kemerdekaan
Indonesia ini terdapat dalam buku karangan Edi Hartoto yang berjudul,
Panglima Bambang Sugeng Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu
Kota Djogja Kembali 1949 Dan Seorang Diplomat, beliau mengungkapkan
bahwa :
Secara berangsur telah datang di Banjarnegara Staf Resimen 16dengan
pimpinan Letnan Kolonel Moh. Bachroen, serta Staf Divisi II Sunan
Gunung Jati dengan Panglima nya Kolonel Gatot Subroto dan Kepala Staf
Kolonel Bambang Sugeng yang kemudian secara langsung memimpin
pertahanan melawan Belanda di Banjarnegara dan Wonosobo. Pertahanan
Divisi II Sunan Gunung Jati terutama di pusatkan di sekitar Cilacap,
Purwokerto, Purbalingga, Brebes, dan Tegal yang disusun menjadi
beberapa sektor( Edi Hartoto, 2012:38-40).
Dan pada saat Agresi Militer Belanda I ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
ini berhasil menemukan jati dirinya. Menghadapi intensitas perlawanan TNI,
Belanda terpojok dan memaksa mereka kembali kemeja perundingan. Peran
Bambang Sugeng kembali di butuhkan pada saat persetujuan Renville dimana
pada saat itu penetapan pasukan masing-masing pihak (Republik Indonesia
dan Belanda ).
Secara serentak tinggal tetap (Stand Post ) di sepanjang daerah-daerah antara
garis status quo. Pada saat itu dibentuk daerah yang akan dikosongkan oleh
tentara (Militerized Zone), sesuai garis status quo yang disepakati. Pada
waktu itu peran Kolonel Bambang Sugeng sangat penting karena beliau
mendapat kepercayaan untuk memimpin delegasi militer Indonesia di Front
Banyumas-Kedu.
5
Perundingan dengan Belanda tersebut dilangsungkan di Kemit. Hal ini
disebabkan karena serangan militer Belanda waktu itu tertahan di daerah
tersebut.
Delegasi militer yang di pimpin oleh Kepala Staf Divisi II Sunan Gunung
Jati Kolonel Bambang Sugeng tersebut terdiri dari tujuh anggota yaitu
Letnan Kolonel Kun Kamdani, Mayor Rakhmat, Mayor Panuju, Kapten
Subiyandino, Kapten Surono ( mantan menko polkam dan ketua dewan
harian angkatan 45), Letnan Kusman, dan Letnan Suyoto(EdiHartoto,
2012:41).
Pada saat Agresi Militer Belanda II, yang pada saat itu Belanda memfokuskan
serangannya ke Jawa Tengah Khusus nya Ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta, dengan tujuan menghancurkan pusat kekuatan TNI dan
menawan pimpinan Pemerintah Republik Indonesia. Sesuai dengan rencana
sebelumnya yang tertuang dalam Perintah Siasat Nomor 1 Tahun 1948,
dengan mengikutsertakan seluruh rakyat dengan aktif serta mengerahkan
semua tenaga dan harta kekayaan rakyat.Pada saat bersamaan pula strategi
pertahanan yang semula bersistem linier dirubah menjadi sistem pertahanan
wehrkreise yang telah dilengkapi dengan taktik perang gerilya.
Usaha Panglima Bambang Sugeng pada saat Agresi Militer Belanda II ialah
menentukan
jadwal
latihan
bersama
pasukannya
dalam
upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, namun sangat disayangkan jadwal
latihan pada tanggal 19 Desember 1948 dijadikan sebagai hari penyerangan
Agresi Belanda II berkat kelicikan mata-mata dari pihak Belanda.
Daerah-daerah Wehrkreise Divisi III yang langsung menjadi tanggung jawab
Panglima Bambang Sugeng, meliputi tiga daerah yaitu :
6
1. Wehrkreise I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Moch. Bachroen
mengendalikan daerah-daerah Banyumas, Pekalongan dan Wonosobo
dengan Pos Komando (Posko) di Desa Makam (sebelah utara
Purbolinggo), terdiri dari empat Sub Wehrkreise (SWKS) dan I Korp
Armada.
2. Wehrkreise II di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, meliputi
daerah Kedu (minus Wonosobo) ditambah Kabupaten Kendal (mulai dari
Semarang) dengan posko di Bruno (sebelah utara Purworejo), terdiri dari
tujuh SWKS.
3. Wehrkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto (mantan
presiden RI), meliputi daerah Yogyakarta, terdiri dari 6 SWKS.
Dari sini jelas terlihat daerah Wehrkreise-wehrkreise itulah serangan
melawan pihak Belanda dilancarkan oleh Divisi III secara teratur di bawah
Komando Gubernur Militer III/Panglima Divisi III Kolonel Bambang
Sugeng dan secara otomatis sebagai panglima komando pertempuran
merebut kembali Ibu Kota Yogyakarta. Sesuai doktrin perang wilayah
Perintah Siasat dari Pimpinan MBKD.
Setelah
berhasil
menduduki
Ibukota
Yogyakarta
Belanda
dengan
sombongnya berkampanye yang ditujukan kepada dunia Internasional bahwa
Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah dihancurkan dan Pemerintahan
Republik Indonesia sudah tiada lagi.
7
Usaha Panglima Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III Jawa Tengah,
bertanggung jawab terhadap daerah Yogyakarta.
Dalam menyikapi propaganda Belanda tersebut, tugas Bambang Sugeng
selaku Panglima Divisi III Jawa Tengah, Barat dan Yogyakarta inilah yang
tidak pernah dapat di lupakan baik bagi nusa dan bangsa. Serangan itu ada
kaitannya dengan intruksi rahasia Kolonel Bambang Soegeng, Panglima
Komando Divisi III Jawa Tengah, kepada Letnan Kolonel Soeharto,
Komandan Wehrkreise III/Brigade X yang meliputi daerah Yogyakarta, agar
“mengadakan gerakan serangan besar-besaran terhadap Ibu Kota (RI di
Yogyakarta yang di duduki pasukanBelanda)” antara 25 Februari dan 1
Maret 1949 (Julius Pour, 2012:91).
Dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 peran Bambang Sugeng
sangat signifikan. Setidaknya ada Intruksi rahasia tertanggal 18 Februari1949
ke komandan Wehrkreise II Letkol M. Bachroen dan komandan III Letkol
Soeharto. Instruksi itu merupakan kelanjutan dari perintah siasat nomor
4/S/Cop I. tertanggal 1 Januari 1949 yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi
III/GM III Jawa Tengah Panglima Bambang Sugeng melawan secara
serentak pada Belanda sehebat-hebatnya yang dapat menarik perhatian dunia
luar dan membuktikan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI), masih ada
dan menunjukkan eksistensinya.Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas
penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan. Peran Panglima
Bambang Sugeng Dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
8
B. Analisis Masalah
B.I
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Ide Panglima Bambang Sugeng dalam melawan propaganda pihak
Belanda pad atahun 1949.
2. Usaha Panglima Bambang Sugeng dalam bentuk aktifitas
perlawanan merebut Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta 1949.
3. Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan
umum 1 Maret 1949.
B.2
PembatasanMasalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah
pada nomor (3), yaitu : Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
B.3 RumusanMasalah
Berdasarkan identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah,apa saja kah
Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum
1 Maret 1949 ?.
9
C. Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian
C.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa sajakah peran
Panglima Bambang Sugeng dalam usaha merebut kembali Ibukota
Yogyakarta tahun 1949 ?.
C.2 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta informasi
tentang Ilmu Kesejarahan, khususnya mengenai peristiwa serangan
umum 1 Maret 1949.
2. Sebagai masukan yang bisa menjadi manfaat bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa Pendidikan Sejarah, khususnya mata kuliah
Sejarah Indonesia 1945 sampai dengan sekarang.
3. Dapat menjadi suplemen tambahan dalam mata pelajaran Sejarah
khususnya
siswa SMP kelas IX, dalam pokok bahasan usaha
mempertahankan kemerdekaan sub pokok bahasan agresi militer II
Belanda dan terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI).
10
C.3 Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat masalah di atas maka dalam penelitian ini untuk menghindari
kesalah- pahaman, maka dalam hal penelitian ini peneliti memberikan
kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup :
a.
Objek penelitian
Objek penelitian adalah sifat keadaan (attributes) dari sesuatu
benda, Orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau
sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa kuantitas,
dan kualitas (orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan,
pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpatiantipati, disebut (orang), bisa pula berupa proses disebut (lembaga).
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup objek
dalam penelitian iniadalah peran panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
b. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, ataupun lembaga
(organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti.
Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam
dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Maka dalam
penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Panglima
Bambang Sugeng.
11
c. Wilayah / Tempat Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan
perpustakaan daerah. disebabkan, karena dalam bidang ilmu sejarah
di butuhkan resensi buku guna menunjang penyelesaian penelitian
ini.
Wilayah/tempat penelitian dalam penelitian ini adalah Perpustakaan
Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung.
d. Waktu Penelitian
Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa
berlangsung. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2013.
e. Bidang Ilmu
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Karena
disesuaikan dengan bidang ilmu peneliti yaitu pendidikan sejarah.
12
REFERENSI
(http://www.sejarah-agustinus.blogspot.com/serangan-oemoem-1-maret1949.html/diakses 29 Oktober 2013, pukul 12.05WIB).
JuliusPour. 2012. Sepanjang Hayat Bersama Rakyat 100 Tahun Sultan
Hamengku Buwono IX. Kompas. Jakarta : Halaman 91
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1 Maret
1949. Media Pressindo. Yogyakarta : Halaman 58
(http://aergot.wordpress.com/jejak-sunyi-seorang-panglima/diakses 29
Oktober 2013, pukul 02.14WIB).
Tim Lembaga Analisis Informasi. Op. Cit. halaman 58
Edi Hartoto. 2012. Panglima Bambang sugeng panglima komando pertempuran
merebut ibu kota djogja kembali 1949 dan seorang diplomat. Kompas.
Jakarta : Halaman 38
Ibid, halaman 38-40
Edi Hartoto. Op. Cit. halaman 41
Julius Pour. Loc. Cit. halaman 91
13
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Peran
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia
menjalankan suatu peran (Soekanto, 1990:268).
Menurut Palan, peran adalah merujuk pada hal yang harus dijalankan
seseorang di dalam sebuah tim(http://adidevi69.wordpress.com/2014/01/18/
09:03WIB/konsep-peran-menurut-beberapa-ahli).
Sedangkan menurut Friedman M, peran adalah :
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran
yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu
situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau
harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut (Friedman M,
1998:286).
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat di simpulkan bahwa, dalam hal ini
peran Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Jawa
Tengah dan Yogyakarta adalah salah satu tokoh yang berperan sesuai dengan
jabatannya mempunyai hak dalam mengeluarkan surat perintah siasat, serta
14
intruksi rahasia dalam kontribusinya dan kewajibannya pada saat peristiwa
serangan umum 1 Maret 1949.
2. KonsepMiliter
Menurut Amos Perlmutter, militeradalah :
Sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan umum tanpa
menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi
itu. militer adalah suatu profesi sukarela karena setiap individu bebas
memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun ia juga bersifat memaksa
karena anggotanya tidak bebas untuk membentuk suatu perkumpulan
sukarela melainkan terbatas kepada situasi hirarki birokrasi (Amos
Perlmutter, 2000:2).
Atas dasar di atas maka militer merupakan sebuah institusi dan komponen
yang melayani kepentingan umum, dan dalam hal ini mereka bertanggung
jawab terhadap pertahanan dan keamanan negara.
Abdoel Fattah menyatakan bahwa peran militer adalah sebagai alat negara
yang menjaga keutuhan dan kedaulatan negara untuk mensejahterakan
kehidupan bangsa (Abdoel Fattah, 2005:41). Hal ini membuktikan bahwa
militer pada saat itu memiliki peranan sebagai alat pertahanan keamanan yang
menjaga persatuan dan keutuhan negara dari ancaman serta gangguan dari
bangsa dan negara asing, termasuk dalam upaya mempertahankan
kemerdekaan dan mengadakan perlawanan apabila negara dan bangsa
Indonesia sedang mengalami gangguan dari pihak bangsa dan negara lain.
Menurut M.D. La Ode, militerversi Indonesia adalah terdiridari :
1. TNI Angkatan Darat yang mengemban tugas khusus untuk mengawal
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah
daratan.
15
2. TNI Angkatan Laut yang mengemban tugas khusus untuk mengawal
kedaulatan NKRI di wilayah lautan.
3. TNI Angkatan Udara untuk mengemban tugas khusus sebagai pengawal
kedaulatan NKRI dari segala bentuk AGTH (Ancaman, Gangguan,
Tantangan, dan Hambatan) yang berasal dari dalam maupun dari luar
(M.D.La. Ode, 2006:24).
M. D. La Ode selanjutnya mengatakan bahwa :
Penamaan ABRI dalam organisasi Militer Indonesia berlangsung sampai
tahun 1998, yang terdiri dari TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU dan POLRI.
Pada tahun 1998 sampai saat ini, sebutan ABRI untuk institusi militer
tidak lagi digunakan melainkan mempergunakan nama TNI untuk
menyebut organisasi militer Indonesia. Kebijakan penggunaan nama TNI,
karena POLRI secara resmi telah dikeluarkan dari ABRI (M.D.La. Ode,
2006:90).
Dalam buku Militer Dan Gerakan Prademokrasi karangan Cholisin, Hasnan
Habib berpendapat bahwa “organisasi militer untuk menghadapi dan
mengatasi keadaan darurat (emergency organization) yang bercirikan
organisasi keras, ketat, hirarkis sentralistis, berdisiplin keras dan bergerak
atas komando (Cholisin, 2002:11).
Ada dua faktor prinsipil yang menjadikan militer senantiasa tampil sebagai
penyelamat bangsa dan negara saat dalam keadaan gawat yang bisa mengarah
pada disintegrasi politik nasional. Kedua prinsipil yang dimaksud, yaitu :
1. Jiwa ksatria dan patriotisme untuk menjaga keamanan dan keselamatan
tanah tumpah darahnya tidak pernah surut.
2. Sifat konsistensi yang sangat tinggi terhadap UUD 1945 dan Pancasila
sebagai landasan de facto dan de jure kepemilikan NKRI ini jauh
melebihi sifat konsistensi pihak sipil pada saat itu (presiden, kabinet,
dan partai-partai (M.D.La. Ode, 2006:94).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua sifat prinsip itulah yang
dikembangkan oleh militer untuk mempertahankan kemerdekaan pada saat
terjadi serangan umum 1 Maret tahun 1949 dan melakukan usaha merebut
16
kembali Ibukota Yogyakarta dari pihak Belanda, militer merupakan
organisasi yang sering melayani kepentingan umum yang setiap anggotanya
tidak bebas membentuk perkumpulan karena terbatas oleh situasi dan hirarki
yang terpusat, berdisiplin keras dan bergerak atas komando yang berguna
untuk menghadapi dan mengatasi keadaan darurat dan terdiri dari Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian. Dalam peristiwa
serangan umum 1 Maret sebagai komando adalah Panglima Bambang
Sugeng.
3. Konsep Peristiwa
Peristiwa adalah sejarah, maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang peristiwa-peristiwa pada masa lampau dan menyangkut
manusia sebagai makhluk sosial, dapat dijadikan pedoman untuk menentukan
kebijaksanaan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk
mengetahui dan memahami kebenaran dari peristiwa atau sejarah itu sendiri
maka perlu dikemukakan pengertian peristiwa menurut pendapat beberapa
ahli. Mengenai peristiwa atau kejadian ini Soemardjo, 1961 seperti dikutip
oleh Ali Imron mengemukakan :
Apa saja yang terjadi dan berbentuk dalam masa lampau adalah kejadian.
Semua kejadian terutama yang menyangkut kehidupan manusia menjadi
perbincangan sejarah. Dengan demikian tidak terhinggalah jumlah
kejadian di bumi ini, sejak bumi ada hingga kini. Jumlah kejadian itu akan
lebih besar lagi bila diketahui bahwa yang dimaksud kejadian itu bukan
saja hal-hal yang dapat diraba dengan tangan dan dilihat oleh mata, tetapi
juga yang pernah dicita-citakan manusia dan ditakutinya (Ali Imron, 1995
: 3).
17
Jadi suatu peristiwa menjadi perhatian dan menarik apabila pengalaman
manusia, dan apa-apa yang dialami manusia dimasa lampau dan
kehidupannya di masa lampau. Banyak manusia yang menjadikan
pengalaman nya sebagai ilmu dan bagian objek studi nya meskipun dengan
cara dan titik perhatian yang berbeda. Banyak juga para sejarawan yang
tertarik dengan peristiwa masa lampau tersebut, namun perlu dilihat dari segi
aspek yang mana yang menjadi perhatian utama sejarawan dalam studi
terhadap masa lampau itu.
Dan para sejarawan tertarik pada aspek peristiwa sebagai (event), peristiwa
khusus, dan dimensi kronologis. Dalam bukunya yang berjudul Manusia Dan
Sejarah,Maskun mengatakan bahwa :
Dalam hal ini kelihatannya sejarawan terutama tertarik pada aspek-aspek
tertentu dari pengalaman masa lampau yaitu tentu saja tertarik terhadap,(1)
peristiwa sebagai suatu (event), bukannya bagaimana adanya atau adanya
peristiwa tersebut sebagai suatu gejala yang bisa diisolasikan dengan
peristiwa-peristiwa yang lain. Selanjutnya dalam mengkaji peristiwa
sebagai peristiwa tentu mereka menaruh perhatian pada (2).peristiwa
khusus (particulars), yaitu peristiwa-peristiwa yang meskipun mungkin
ada persamaan jenisnya dengan peristiwa-peristiwa lainnya, tetapi tidak
pernah sama betul (identik) dengan peristiwa-peristiwa lainnya itu.
sejarawan juga tertarik pada (3). Dimensi kronologis (urutan
perkembangan dari peristiwa untuk mengartikan perubahan atau
perkembangan (change) yang menjadi landasan utama bagi
persambungan/urutan-urutan peristiwa-peristiwa tersebut. Akhirnya oleh
karena segala sesuatu di masa lampau hakekatnya “mensejarah”
(mengandung unsur historis), maka sejarah secara lebih luas mencakup
materi dari semua ilmu sosial dan humaniora (Maskun, 2008:16-17).
Peristiwa adalah suatu bentuk kejadian yang dialami dan menyangkut
kehidupan manusia
baik yang benar-benar terjadi, dan yang pernah
direncanakan atau dicita-citakan oleh manusia itu sendiri meskipun banyak
kesamaan namun setiap peristiw apastilah berbeda, membahas suatu peristiwa
18
sama saja membahas sejarah manusia dengan begitu sejarah lebih luas
cakupannya dari ilmu-ilmu yang lain ketika menjadi suatu peristiwa,
peristiwa sendiri dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi
urutan perkembangan yang kemudian disususun dalam suatu cerita sejarah.
4. Konsep Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
Peristiwa Serangan umum 1 Maret 1945 adalah serangan yang dilakukan
untuk merebut kembali Ibukota Yogyakarta yang pada saat itu telah dikuasai
dan diduduki oleh Belanda, serangan umum merupakan bukti eksistensi
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang masih ada dan sekuat tenaga
membela Republik Indonesia dan membuktikan pada dunia internasional
bahwa Republik Indonesia belum lah dikuasai sepenuhnya.
Dr. Anhar Gonggong mengungkapkan dalam buku “Panglima Bambang
Sugeng Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali
1949 Dan Seorang Diplomat” :
Berdasarkan data itu, katanya, SO 1Maret 1949 bukanlah serangan yang
berdiri sendiri tapi bagian dari serangkaian serangan yang dilakukan 25
Februari sampai 1 maret 1949. “SO dianggap hebat karena sebagai bukti
eksistensi TNI yang sekaligus merupakan eksistensi RI,” ( Edi Hartoto,
2012 : 194).
Dalam hal ini Kapten AURI Budiardjo dalam buku yang berjudul
“Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949” menuturkan :
Peristiwa Serangan Umum Satu Maret sangat penting sebagai usaha
membuktikan bahwa Yogya sebagai Ibu kota perjuangan RI belum
sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda. Dengan peralatan radio PC2 kita
yang sangat sederhana menjalin jaringan dengan stasiun-stasiun radio
sejenis di Sumatra Utara, maka kita dapat merelay berita Serangan Umum
itu melalui Birma dan India, sampai ke perwakilan kita di siding Dewan
Keamanan PBB. Sehari menjelang 1 Maret, dalam perjalanan ke Jawa
19
Timur Kol. Simatupang singgah di Playen (lokasi pemancar radio)
membawa berita tentang Serangan Umum Satu Maret yang akan
dilaksanakan esok hari-nya.“Sayamenerima teks dan briefing
secukupnya…dengan diwanti-wanti untuk menyiapkan besok malamnya,
setelah terjadi SO 1 Maret yang akan dilancarkan pada waktu subuh
tanggal 1 Maret 1949. Tulisan Pak Simatupang tersusun jelas, dalam
bahasa Inggris yang bagus dan rapi.
Sayang sekali saya tidak berani menyimpan teks itu, setelah disiarkan .”
Alm. Soedjatmoko pada waktu itu salah satu wakil RI di Dewan
Keamanan pernah cerita, betapa ia segera mengadakan konferensi pers
setelah
menerima
berita
tentang
SO
1
Maret
(Tim
LembagaAnalisisInformasi, 2000 : 86).
Berdasarkan beberapa keterangan diatas maka, dapat ditegaskan bahwa
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, merupakan serangan frontal tidak
hanya dari Angkatan Darat (AD), tapi juga dari Angkatan Udara Republik
Indonesia (AURI). Dari penuturan Boediardjo, dapat diketahui bahwa Letkol
Soeharto bukanlah perwira berpangkat tertinggi yang mengetahui rencana
Serangan Umum (SO) I Maret. Di atas Soeharto, terdapat perwira-perwira
lain yang mengetahui rencana tersebut.
Berbicara mengenai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, tidak terlepas
dari peran Panglima Bambang Sugeng yang namanya dilupakan olehBangsa
Indonesia, peran serta usaha Panglima Bambang Sugeng yang telah dikebiri
pada era sejarah Soeharto.
Menanggapi tentang Peran Panglima Bambang Sugeng dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 ini, Kolonel T.B Simatupang berpendapat
bahwa :
20
Soegeng adalah orang yang emosional dan bagi dia tidaklah memuaskan
apabila Yogyakarta nanti dikembalikan begitu saja kepada kita. Idenya
ialah : Yogyakarta harus direbut dengan senjata. Paling sedikit ia ingin
bahwa Yogyakarta kita serang secara besar-besaran… Dengan Kol.
Soegeng masih saya bicarakan beberapa kekuatan yang dapat
dikumpulkannya untuk serangan itu, bagaimana rencananya dan
seterusnya(T.B Simatupang, 1960 : 60).
Menurut pendapat Afred Suci dalam bukunya yang berjudul 151 Konspirasi
Dunia Paling gila dan mencengankan :
Versi Orde Baru mengatakan bahwa Letkol Soeharto memberi perintah
kepada Kolonel T.B. Simatupang, seorang Wakil kepala Staf Angkatan
Perang untuk menyusun rilis berita berbahasa Inggris dan menyiarkannya
melalui jaringan milik Angkatan Udara RI mengenai eksistensi
(keberadaan) RI. Banyak sejarawan meragukan dan para petinggi militer
merasa aneh dengan penulisan sejarah seperti ini. Bagaimana mungkin
seorang bawahan yang hanya mengepalai Brigade Yogyakarta bisa
member perintah kepada perwira yang memiliki 1 melati lebih banyak di
pundaknya dan merupakan wakil pimpinan angkatan perang seluruh
tentara RI? Itu menyalahi rantai komando yang sangat dipatuhi oleh setiap
prajurit perwira militer. Adanya Perintah Siasat No. 4/S/Cop. I, tanggal 1
Januari 1949, Instruksi Rahasia tanggal 18 Februari 1949 dari
Panglima/GM III Kolonel Bambang Sugeng, merupakan bukti tak
terbantahkan bahwa bukan Letkol Soeharto yang menggagas serangan.
Bukan dia pula perwira dengan pangkat tertinggi yang mengetahui rencana
serangan itu. Sebab, kedua dokumen dari Kol. Bambang Sugeng
merupakan fakta bahwa perencanaan Serangan Umum berasal dari atasan
Letkol Soeharto. Kedua dokumen penting itu merupakan instruksi dari
Panglima/GM III kepada ketika komandan Brigade, termasuk Brigade III
pimpinan Letkol Soeharto (AfredSuci, 2012 : 105).
Dari beberapa kutipan diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949, sesungguhnya adalah pelaksanaan instruksi
rahasia Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan
Brigade 10 Letkol Soeharto agar melakukan serangan besar-besaran terhadap
Ibukota Yogyakarta antara tanggal 25 Februari sampai dengan 1 Maret 1949
21
untuk membuktikan kepada Dunia Internasional Bahwa Republik Indonesia
Masih ada.
B. Kerangka Pikir
Pada Agresi militer Belanda I, Kolonel Bambang Sugeng dipercaya sebagai
Staf Divisi II Sunan Gunung Jati ( Cirebon ) mendampingi Kolonel Gatot
Subroto sebagai Panglima Divisi II Sunan Gunung Jati.
Alasan dan pertimbangan keamanan menyebabkan pos komando Divisi II
Sunan Gunung Jati di Cirebon di pindahkan ke Purwokerto kemudian ke
Banjarnegara. Menjelang Agresi Militer Belanda II, Kolonel Gatot Subroto di
mutasi menjadi Panglima Divisi II di solo dengan pos komando di Gunung
Lawu. Tidak berselang lama, Kolonel Bambang Sugeng kembali di
promosikan menjadi Panglima Divisi III Jawa Tengah, Barat dan Yogyakarta
dengan pos komando di Magelang serta pos gerilya di Gunung Sumbing yakni
perbatasan Wonosobo, Magelang Jawa Tengah. Tugas Panglima Bambang
Sugeng inilah yang tidak dapat dilupakan baik bagi Nusa dan Bangsa. Peran
Panglima Bambang sugeng dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949,
amatlah penting.
Panglima Bambang Sugeng adalah orang pertama yang menggagaskan
perlawanan terhadap propaganda belanda, melalui aksi Serangan Umum
berulang kali selama hampir enam bulan, sejak Januari sampai Juni 1949.
22
Aksi militer yang dituangkan Panglima Bambang Sugeng melalui Perintah
khusus, yakni perintah siasat dan Intruksi rahasia.
Serangan Umum 1 Maret 1949 pimpinan Letkol Soeharto, sesungguhnya
pelaksanaan Intruksi rahasia Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng
kepada Brigade 10 Letkol Soeharto agar melakukan serangan besar-besaran
terhadap Ibukota Yogyakarta antara tanggal 25 Februari sampai dengan 1
maret 1949.
Selaku Panglima Komando Divisi III Jawa Tengah dan Yogyakarta Panglima
Bambang Sugeng mempunyai pertimbangan sendiri saat mengeluarkan
perintah itu, yakni untuk mematahkan propaganda Belanda bahwa TNI sudah
hancur dan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Serangan umum 1 Maret
1949 ternyata mampu mempengaruhi jalannya Dewan Keamanan PBB di Lake
Succes, Amerika Serikat dan berdampak positif bagi eksitensi Republik
Indonesia melalui Perintah Siasat dan Intruksi Rahasia. Berkat peran dalam
kontribusi ide Panglima Bambang Sugeng inilah yang membuat Yogyakarta
kembali ketangan bangsa Indonesia.
Dari peran serta sumbangannya dalam penggagas pertama perlawanan
propaganda terhadap Belanda melalui perintah siasat yang dituangkan dalam
Intruksi Rahasia inilah sosok Panglima Bambang Sugeng tampil kedepan
sebagai tokoh pahlawan pemimpin yang patriotisme dan nasionalisme yang
berkat jasa dan kerja keras beliau lah yang membuat Ibukota Yogyakarta
kembali ketangan Bangsa Indonesia dan sebagai bukti kepada dunia
Internasional bahwa Republik Indonesia masih ada.
23
C. Paradigma
Peran Panglima Divisi.III Jawa Tengah dan Yogyakarta
Bambang Sugeng
1. Perintah Siasat Tertanggal 1 Januari 1949
2. Instruksi Rahasia Tertanggal 18 Februari 1949
3. Perintah Siasat Tertanggal 15 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949
Kembali nya Ibukota Yogyakarta
Keterangan :
: Garis Kegiatan.
: Garis Tujuan.
24
REFERENSI
(http://adidevi69.wordpress.com/konsep-peran-menurut-beberapa-ahli/diakses 18
Januari 2014, pukul 09.03WIB).
Amos Perlmutter. 2000. Militer Dan Politik. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Halaman 2.
Abdoel Fattah. 2005. Demilitarisasi Tentara:Pasang Surut Politik Militer 19452004. Yogyakarta : LKis. Halaman 41.
M.D. La. Ode. 2006. Peran Militer Dalam Ketahanan Nasional (Studi Kasus
Hankam Indonesia 1967-2000. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.Halaman24.
Ibid, halaman 90.
Cholisin. 2002. Militer Dan Gerakan Prademokrasi. Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya. Halaman 11.
M.D. La. Ode. Op.Cit, halaman 94.
Ali Imron. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bandar Lampung : Unila Press.
Halaman 3.
Maskun. 2008. Manusia Dan Sejarah. Bandar Lampung : Unila Press.
Halaman 16-17.
Edi Hartoto. 2012. Panglima Bambang sugeng panglima komando
pertempuran merebut ibu kota djogja kembali 1949 dan seorang diplomat.
Jakarta : Kompas. Halaman 194.
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1 Maret
1949. Yogyakarta : Media Pressindo. Halaman 86.
T.B. Simatupang. 1960. Laporan Dari Banaran. Jakarta : Halaman 60.
Afred Suci. 2012. 151 Konspirasi Dunia Paling gila dan mencengankan.
Jakarta : Wahyu Media. Halaman 105.
25
III METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
A.1 Metode yang digunakan
Sebelum
membuat
suatu
penulisan
penelitian
sebagai
peneliti
hendaknya, menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai
dalam suatu penulisan penelitian tersebut. Metode penelitian juga
menentukan bagaimana susunan cara atau urutan penelitian dalam
meneliti suatu masalah. Metode adalah suatu bentuk urutan atau cara
yang dipergunakan peneliti dalam memecahkan suatu masalah dengan
menguji secara benar dan berurutan.
Di
dalam
penelitian,metode
merupakan
faktor
penting
untuk
memecahkan masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu
penelitian. Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis
dengan menggunakan teknik serta alat tertentu (Winarno Surakhmad,
1982: 121).
Sedangkan menurut
Husin Sayuti
menegaskan bahwa “metode
merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan”(Husin Sayuti, 1989:32).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
adalah suatu proses kerja yang digunakan demi tercapai nya suatu tujuan.
26
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
dengan
menggunakan metode historis, karena penelitian ini mengambil obyek dari
peristiwa-peristiwa pada masa lampau. Metode penelitian adalah suatu
cara dan jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap sesuatu untuk
memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan.
Dalam proses metode historis ini peneliti mendapat sumber-sumber serta
bukti-bukti yang relevan yang di dapat melalui pencarian, penulisan,
perangkuman
suatu
cerita
Perpustakaan
Umum,
peristiwa
Perpustakaan
yang
peneliti
Universitas
peroleh
dari
Lampung,
dan
Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA). Demi memperoleh pemecahan
terhadap masalah yang akan peneliti teliti.
Hadari Nawawi berpendapat bahwa:
Adapun yang dimaksud dari metode historis adalah prosedur
pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau
suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, terlepas dari
keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau
keadaan masa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau
keadaan masa lalu, untuk kemudian hasilnya juga dapat
dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang
akan datang (Hadari Nawawi, 1993: 78-79).
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : “Metode historis adalah
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari masa lalu”
(Louis Gottschalk, 1986: 32).
Metode
historis
adalah
suatu
cara
atau
jalan
penelitian
yang
menggunakan proses pengunpulan data, penganalisaan data dari suatu
peristiwa-peristiwa, yang perlu pemahaman yang harus diinterprestasikan
27
secara kritis agar bisa dijadikan bahan dalam penulisan sejarah serta bisa
merekonstruksi suatu fakta dan menarik kesimpulan secara benar.
Tujuan penelitian historis adalah membuat rekontruksi masa lampau
secara
objektif
memverifikasikan,
dan
sistematis
mengintesakan
dengan
bukti-bukti
cara
mengumpulkan,
untuk
memperoleh
kesimpulan.
Dalam penelitian historis, validitas dan reabilitas hasil yang dicapai
sangat ditentukan oleh sifat data yang ditentukan pula oleh sumber
datanya. Sifat data historis diklasifikasikan:
-Data Primer, yakni data autentik. Data yang langsung dari tangan
pertama tentang masalah yang diungkapkan atau data asli.
-Data Sekunder, yakni data yang mengutip dari sumber lain
sehingga tidak bersif atautentik karena sudah diperoleh dari tangan
kedua, ketiga dan selanjutnya, atau data tidak asli (Budi Koestoro
dan Basrowi, 2006:122).
Menurut Nugroho Notosusanto langkah-langkah dalam penelitian historis,
yaitu :
1. Heuristikadalah proses mencari untuk menemukan sumbersumber sejarah.
2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak sejarah itu asliatau palsu.
3. Interpretasi adalah setelah mendapatkan fakta-fakta yang
diperlukan maka kita harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi
keseluruhan yang masuk akal.
4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk
laporan hasil penelitian (Nugroho Notosusanto, 1984:11).
Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis, maka langkah-langkah
kegiatan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah :
28
1. Heuristik
Peneliti mencoba mencari serta mengumpulkan data-data yang
diperlukan dan berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Kegiatan heuristik akan difokuskan pada literatur-literatur
yang berkaitan dengan peranan panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
2.
Kritik
Setelah data terkumpul, kegiatan penelitian selanjutnya adalah
melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat untuk
menguji apakah data tersebut valid atau tidak serta layak menunjang
kegiatan penelitian yang dilakukkan. Jenis kritik yang dilakukan
dengan kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah
mengkritik dengan melihat apakah data yang didapat itu asli atau
palsu. Kritik intern adalah mengkritik yang bertujuan untuk meneliti
kebenaran isi data dari sumber data yang sudah didapat.
3.
Interpretasi
Peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang telah
didapatkannya dan selanjutnya berusaha untuk melakukan analisis
data atau peneliti mulai melakukan pembentukan konsep dan
generalisasi sejarah.
4.
Historiografi
Langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah melakukan
penyusunan atau penulisan dalam bentuk laporan hingga menjadi
sebuah konsep sejarah yang sistematis.
29
A.2 Variabel Penelitian
Dalam tahap penelitian terdapat variabel penelitian, variabel penelitian
adalah suatu bentuk konsep yang sangat bervariasi yang dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok atau lebih. Dalam mencari dan
mendapat konsep variabel penelitian ini peneliti mendapatkan sumber
yang relevan dari
Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA) dan
Perpustakaan Universitas Lampung.“Menurut pendapat S.Margono,
Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, variabel juga dapat
diartikan sebagai pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih atribut”
(S.Margono, 1996:133).
Sedangkan menurut Pendapat Muhammad Ali, Variabel menunjukkan
pada gejala, karakteristik, atau yang kemunculannya berbeda-beda pada
setiap subyek (Muhammad Ali, 1992:26). Menurut pendapat Suharsimi
Arikunto, “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi inti
perhatian suatu penelitian” (Suharsimi Arikunto, 2002:96).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud variabel penelitian adalah suatu objek yang mempunyai nilai
dan arti yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penulisan penelitian.
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal
dengan fokus penelitian pada peran Panglima Bambang Sugeng dalam
usaha merebut kembali Ibukota Yogyakarta tahun 1949.
30
A.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam
tehnik
pengumpulan
data
peneliti
menggunakan
tehnik
kepustakaan dan dokumentasi yang sesuai dengan cara yang benar yang
telah diajarkan pada saat perkuliahan pada Fakultas Pendidikan Sejarah,
mendapatkan sumber-sumber bahan yang mendukung dalam pemecahan
masalah yang akan peneliti uji.
Sumber kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Daerah Lampung
(PUSDA) Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum
lain nya yang mendukung peneliti mengumpulkan sumber pengumpulan
data. Dalam tehnik dokumentasi peneliti berusaha mengambil serta
mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk kejadian
peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari dengan
mendokumentasikannya
sebagai
bukti
yang
dapat
dipercayai
kebenarannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik
kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
yang diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
A.3.1. Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah suatu cara mencari, membaca,memahami,
dan mengerti suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan buku-buku serta
bukti-bukti yang diperoleh melalui perjalanan pencarian pada
31
Perpustakaan Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung
(PUSDA), serta Perpustakaan Umum lainnya.
Menurut pendapat Nawawi teknik studi kepustakaan dilaksanakan
dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari
perpustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti(Nawawi, 1993:133).
Menurut
Koenjaraningrat,“Teknik
kepustakaan
merupakan
cara
pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam
materi yang terdapat diruang perpustakaan, misalnya dalam bentuk
koran, naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan
sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koenjaraningrat,1983:
133).
Dengan demikian dalam melakukan teknik pengumpulan data yang
dilakukan
peneliti
ini
dilakukan
dengan
membaca-baca
serta
mempelajari buku dengan tujuan memperoleh teori-teori ataupun
argument yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah
yang diteliti.
A.3.2. Tekni
TINJAUAN HISTORIS PERAN PANGLIMA BAMBANG SUGENG
DALAM PERISTIWA SERANGAN UMUM 1 MARET 1949
Oleh
Ahmad Munthohar
Setelah merdeka Republik Indonesia banyak sekali mengalami rongrongan dari
pihak asing khususnya dari pihak Belanda. Ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta pada saat Agresi Militer II mendapati serangan dan di mulailah
perjuangan senjata dan diplomasi dalam usaha mempertahankan Kemerdekaan
Indonesia. Sosok seorang pemimpin serangan yang terlupakan dan namanya tidak
banyak diingat orang adalah Panglima Bambang Sugeng. Panglima Komando
Pertempuran dalam Serangan umum 1 Maret 1949. Usaha serta gagasan yang
dituangkan dalam perintah siasat dan instruksi rahasia adalah salah satu upaya
dalam strategi militer yang di jalankannya. Dalam usaha merebut kembali Ibukota
Yogyakarta pada tahun 1949, Panglima Bambang Sugeng melakukan usaha dalam
bentuk perlawanan terhadap pihak belanda, menyusun strategi, dan melakukan
usaha perebutan Ibukota Yogyakarta kembali. Berdasarkan uraian diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah kontribusi Panglima
Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 ?.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa sajakah kontribusi
Panglima Bambang Sugeng pada saat peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Teknik
pengumpulan data menggunakan teknik kepustakaan dan teknik dokumentasi,
sedangkan untuk menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai peran
Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa peran yang dilakukan oleh Panglima Bambang
Sugeng dapat dilihat dalam bentuk kontribusinya baik berupa ide, aktifitas, dan
usahanya. Dalam bentuk ide dapat dilihat pada perintah siasat serta instruksi
rahasia seperti perintah siasat tertanggal 1 Januari 1949 dan instruksi rahasia
tertanggal 18 Februari 1949 serta perintah siasat tertanggal 15 Maret 1949.
Perintah siasat tertanggal 1 Januari 1949 adalah suatu bentuk ide Panglima
Bambang Sugeng dalam melawan propaganda Belanda yang menyatakan bahwa
TNI telah dihancurkan serta Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta sudah tidak
ada lagi. Dan penerapan aktifitasnya dapat dilihat dalam pengeluaran intruksi
rahasia tertanggal 18 Februari 1949, yang mengintruksikan kepada Letnan
Kolonel Soeharto sebagai Komandan Wehkreise III untuk melakukan serangan
secara dadakan dan besar-besaran menggunakan bala bantuan pasukan dari
Brigade IX pimpinan Mayor Ahmad Yani dan mencegah bala bantuan masuk
Yogyakarta. Sedangkan Perintah siasat tertangal 15 Maret 1949 adalah suatu
bentuk usaha antisipasi yang dikeluarkan Panglima Bambang Sugeng setelah
serangan umum 1 Maret 1949.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
B. Analisis Masalah ...........................................................................
B.1 Identifikasi Masalah...... ........................................................
B.2 Batasan Masalah.. ..................................................................
B.3 Rumusan Masalah .................................................................
C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian .................................................................
C.2. Kegunaan Penelitian .............................................................
C.3. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................
9
9
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ...........................................................................
1. Konsep Peran ............................................................................
2. Konsep Militer ..........................................................................
3. Konsep Peristiwa ......................................................................
4. Konsep Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949………….
B.
Kerangka Pikir ..............................................................................
C.
Paradigma ......................................................................................
13
13
14
16
18
21
23
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ..........................................................................
A.1 Metode yang digunakan .. .....................................................
A.2 Variabel Penelitian. ...............................................................
A.3 Teknik Pengumpulan Data, ..................................................
A.3.1. Teknik Kepustakaan ..................................................
A.3.2. Teknik Dokumentasi ..................................................
A.4. Teknik Analisis Data. ............................................................
25
25
29
30
30
31
32
1
8
8
8
8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil. ...............................................................................................
35
1. Gambaran Umum . ..................................................................
35
1.1 Keadaan Umum Yogyakarta Sebelum Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949… .........................................
35
1.2 Yogyakarta Pada Masa Pembentukan Pemerintahan
Republik Indonesia .........................................................
38
a. Kondisi Keamanan dan Pemerintahan Daerah
Yogyakarta…………………………………………… 39
b. Pembentukan Organisasi Militer dan Organisasi
Kepemudaan di Daerah Yogyakarta……………….. 42
1.3 Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia di Daerah Yogyakarta ..................
48
a. Perpindahan Ibukota Republik Indonesia Dari Jakarta
Ke Yogyakarta…………………………… .................
48
b. Agresi Militer Belanda II Di Daerah
Yogyakarta …………………………………… ..........
50
2.
Panglima Bambang Sugeng ...................................................
2.1 Profil Panglima Bambang Sugeng ..............................
58
58
3.
Kontribusi Panglima Bambang Sugeng Dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 .............................................
64
3.1Perintah Siasat Tertanggal1Januari
Dan 15 Maret 1949 .................................................................
64
a. Isi Dan Subyek Perintah Siasat Kolonel
Bambang Sugeng ...........................................................
66
b. Cara Penyampaian Perintah Siasat Kolonel
Bambang Sugeng……………………………… ...........
70
3.1.2 Instruksi RahasiaTertanggal
18 Februari 1949 .................................................
72
a. Isi Dan Cara Pemberian Instruksi Rahasia
Kolonel Bambang Sugeng…………………. 73
b. Efek Dan Dampak Perintah Siasat Serta
Instruksi Rahasia Kolonel Bambang Sugeng
Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. ..................................... ...... 75
3.1.3 Serangan Umum 1 Maret 1949………………… 78
a. Jalannya Serangan Umum
1 Maret1949…………………………………. .
78
b. Kembalinya Ibukota Yogyakarta ..............
87
B.
Pembahasan ...................................................................................
1. Kontribusi Panglima Bambang Sugeng Dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 ............................................
93
93
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GAMBAR
99
101
1
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, banyak sudah yang telah
dikorbankan demi meraih kemerdekaan Indonesia hingga saat ini. Banyak
sekali peristiwa yang dialami oleh bangsa ini, yakni Indonesia. Serangkaian
peristiwa yang muncul pada era revolusi fisik dari tahun 1945-1949, jelas
memaksa rakyat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan
perang menggunakan senjata. Tidak ada pilihan terbaik pada saat itu selain
berperang membantu para pejuang kemerdekaan dengan menggunakan
senjata, tetesan darah dan air mata yang menetes seakan jadi penghias pada
masa itu. Setelah era revolusi fisik berakhir bangsa Indonesia kembali
berjuang dengan perjuangan melalui diplomasi yang tiada henti-henti nya
(http://wwwsejarah-agustinus.blogspot.com/2013/10/29/12:05WIB/seranganoemoem-1-maret-1949.html).
Serangkaian peristiwa pada saat itu amatlah banyak dan menarik untuk di
ingat dan diperbincangkan, namun bagi saya selaku peneliti sangat tertarik
sekali pada satu peristiwa, yakni Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Serangan Umum 1 Maret ini adalah salah satu pembuktian eksistensi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) masih ada dan berjuang bersama rakyat dalam
mempertahankanNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan sebagai
2
peneliti saya sangat tertarik dengan Peran Panglima Bambang Sugeng, selaku
panglima komandan pertempuran Kepala Staf Divisi III/GM III daerah
Yogyakarta. Panglima Bambang Sugeng adalah salah satu nama pahlawan
yang terlupakan oleh bangsa ini, peranPanglima Bambang Sugeng amatlah
penting. Bagaimana tidak serangan umum yang dilakukan selama kurang
lebih enam jam itu ada kaitannya dengan intruksi rahasia yang dikeluarkan
oleh Kolonel Bambang Sugeng, Panglima Komando Divisi III Jawa Tengah
kepada Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreise III/Brigade X yang
meliputi daerah Yogyakarta Panglima Bambang Sugeng menginstruksikan
kepada Letnan Kolonel Soeharto agar mengadakan serangan secara besarbesaran terhadap Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta antara tanggal 25
Februari dan 1 Maret 1949 (Julius Pour, 2012:91).
Secara de jure, Kolonel Bambang Sugeng membawahi WK III yang dipimpin
Letkol Soeharto. Beliau juga memiliki inisiatif melakukan perang gerilya
secara terkoordinasi(Tim Lembaga Analisis Informasi, 2000:58).
Meskipun peran Panglima Bambang Sugeng tidak terlepas dari keterlibatan
Soeharto selaku Letnan Kolonel. Namun tetap peran Kolonel Bambang
Sugeng sebagai panglima Divisi III/Gubernur Militer III Jawa Tengah dan
Yogyakarta tidak lah bisa dikatakan kecil. Hal ini dibuktikan secara jelas
bahkan diungkap secara tegas oleh dua para tentara pemikir asal Sumatera
Utara yang sama-sama cerdas dan berprinsip keras. TB Simatupang danA.H
Nasution
(http://aergot.wordpress.com/2013/10/29/02:14WIB/jejak-sunyi-
seorang-panglima).
3
Serangan umum 1 Maret 1949 dalam upaya merebut Ibukota Yogyakarta
kembali semua dikendalikan atas inisiatif panglima komandan pertempuran
Kepala Staf Divisi III/GM III Panglima Bambang sugeng sebagai bukti
kepada dunia Internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih
menunjukkan eksistensinya serta Republik Indonesia belumlah dihancurkan
sepenuhnya. Salah satu usaha Kolonel Bambang Sugeng dalam serangan
umum adalah, secara terus-menerus mengobarkan aktivitas gerilya terhadap
para pejuang yang dipimpinnya (Tim Lembaga Analisis Informasi, 2000:58).
Peran Panglima Bambang Sugeng dimulai sejak Agresi Militer Belanda
Pertama yakni pada tanggal 21 Juli 1947, pada saat itu Kolonel Bambang
Sugeng telah diangkat menjadi kepala staf Divisi II/Sunan Gunung Jati,
Cirebon.Perjalanan reorganisasi divisi di pulau jawa yang berjumlah 10 divisi
dikurangi menjadi 7 divisi, dalam rangkaian reorganisasi tersebut Kolonel
Bambang Sugeng di promosikan sebagai Kepala Staf Divisi II/Sunan Gunung
Jati, Cirebon. Di Jawa Tengah gerakan militer Belanda dilancarkan secara
serentak menggunakan divisi B, menggunakan 2 brigade yaitu brigade T dan
W. Pada saat itu Kepala Staf Divisi II Sunan Gunung Jati Kolonel Bambang
Sugeng sudah menduga-duga dan memperkirakan bahwa cepat atau lambat
Purwokerto juga pasti akan di duduki oleh Belanda (Edi Hartoto, 2012:38).
Namun sebelum Belanda menduduki daerah Purwokerto, Kolonel Bambang
Sugeng telah terlebih dahulu memindahkan Purwokerto sebagai markas
4
beliau ke daerah Banjarnegara.Dari kota Banjarnegara inilah perlawanan
terhadap Belanda dilancarkan.
Peran Kolonel Bambang Sugeng dalam usaha mempertahankan kemerdekaan
Indonesia ini terdapat dalam buku karangan Edi Hartoto yang berjudul,
Panglima Bambang Sugeng Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu
Kota Djogja Kembali 1949 Dan Seorang Diplomat, beliau mengungkapkan
bahwa :
Secara berangsur telah datang di Banjarnegara Staf Resimen 16dengan
pimpinan Letnan Kolonel Moh. Bachroen, serta Staf Divisi II Sunan
Gunung Jati dengan Panglima nya Kolonel Gatot Subroto dan Kepala Staf
Kolonel Bambang Sugeng yang kemudian secara langsung memimpin
pertahanan melawan Belanda di Banjarnegara dan Wonosobo. Pertahanan
Divisi II Sunan Gunung Jati terutama di pusatkan di sekitar Cilacap,
Purwokerto, Purbalingga, Brebes, dan Tegal yang disusun menjadi
beberapa sektor( Edi Hartoto, 2012:38-40).
Dan pada saat Agresi Militer Belanda I ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI),
ini berhasil menemukan jati dirinya. Menghadapi intensitas perlawanan TNI,
Belanda terpojok dan memaksa mereka kembali kemeja perundingan. Peran
Bambang Sugeng kembali di butuhkan pada saat persetujuan Renville dimana
pada saat itu penetapan pasukan masing-masing pihak (Republik Indonesia
dan Belanda ).
Secara serentak tinggal tetap (Stand Post ) di sepanjang daerah-daerah antara
garis status quo. Pada saat itu dibentuk daerah yang akan dikosongkan oleh
tentara (Militerized Zone), sesuai garis status quo yang disepakati. Pada
waktu itu peran Kolonel Bambang Sugeng sangat penting karena beliau
mendapat kepercayaan untuk memimpin delegasi militer Indonesia di Front
Banyumas-Kedu.
5
Perundingan dengan Belanda tersebut dilangsungkan di Kemit. Hal ini
disebabkan karena serangan militer Belanda waktu itu tertahan di daerah
tersebut.
Delegasi militer yang di pimpin oleh Kepala Staf Divisi II Sunan Gunung
Jati Kolonel Bambang Sugeng tersebut terdiri dari tujuh anggota yaitu
Letnan Kolonel Kun Kamdani, Mayor Rakhmat, Mayor Panuju, Kapten
Subiyandino, Kapten Surono ( mantan menko polkam dan ketua dewan
harian angkatan 45), Letnan Kusman, dan Letnan Suyoto(EdiHartoto,
2012:41).
Pada saat Agresi Militer Belanda II, yang pada saat itu Belanda memfokuskan
serangannya ke Jawa Tengah Khusus nya Ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta, dengan tujuan menghancurkan pusat kekuatan TNI dan
menawan pimpinan Pemerintah Republik Indonesia. Sesuai dengan rencana
sebelumnya yang tertuang dalam Perintah Siasat Nomor 1 Tahun 1948,
dengan mengikutsertakan seluruh rakyat dengan aktif serta mengerahkan
semua tenaga dan harta kekayaan rakyat.Pada saat bersamaan pula strategi
pertahanan yang semula bersistem linier dirubah menjadi sistem pertahanan
wehrkreise yang telah dilengkapi dengan taktik perang gerilya.
Usaha Panglima Bambang Sugeng pada saat Agresi Militer Belanda II ialah
menentukan
jadwal
latihan
bersama
pasukannya
dalam
upaya
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, namun sangat disayangkan jadwal
latihan pada tanggal 19 Desember 1948 dijadikan sebagai hari penyerangan
Agresi Belanda II berkat kelicikan mata-mata dari pihak Belanda.
Daerah-daerah Wehrkreise Divisi III yang langsung menjadi tanggung jawab
Panglima Bambang Sugeng, meliputi tiga daerah yaitu :
6
1. Wehrkreise I di bawah pimpinan Letnan Kolonel Moch. Bachroen
mengendalikan daerah-daerah Banyumas, Pekalongan dan Wonosobo
dengan Pos Komando (Posko) di Desa Makam (sebelah utara
Purbolinggo), terdiri dari empat Sub Wehrkreise (SWKS) dan I Korp
Armada.
2. Wehrkreise II di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini, meliputi
daerah Kedu (minus Wonosobo) ditambah Kabupaten Kendal (mulai dari
Semarang) dengan posko di Bruno (sebelah utara Purworejo), terdiri dari
tujuh SWKS.
3. Wehrkreise III di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto (mantan
presiden RI), meliputi daerah Yogyakarta, terdiri dari 6 SWKS.
Dari sini jelas terlihat daerah Wehrkreise-wehrkreise itulah serangan
melawan pihak Belanda dilancarkan oleh Divisi III secara teratur di bawah
Komando Gubernur Militer III/Panglima Divisi III Kolonel Bambang
Sugeng dan secara otomatis sebagai panglima komando pertempuran
merebut kembali Ibu Kota Yogyakarta. Sesuai doktrin perang wilayah
Perintah Siasat dari Pimpinan MBKD.
Setelah
berhasil
menduduki
Ibukota
Yogyakarta
Belanda
dengan
sombongnya berkampanye yang ditujukan kepada dunia Internasional bahwa
Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah dihancurkan dan Pemerintahan
Republik Indonesia sudah tiada lagi.
7
Usaha Panglima Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III Jawa Tengah,
bertanggung jawab terhadap daerah Yogyakarta.
Dalam menyikapi propaganda Belanda tersebut, tugas Bambang Sugeng
selaku Panglima Divisi III Jawa Tengah, Barat dan Yogyakarta inilah yang
tidak pernah dapat di lupakan baik bagi nusa dan bangsa. Serangan itu ada
kaitannya dengan intruksi rahasia Kolonel Bambang Soegeng, Panglima
Komando Divisi III Jawa Tengah, kepada Letnan Kolonel Soeharto,
Komandan Wehrkreise III/Brigade X yang meliputi daerah Yogyakarta, agar
“mengadakan gerakan serangan besar-besaran terhadap Ibu Kota (RI di
Yogyakarta yang di duduki pasukanBelanda)” antara 25 Februari dan 1
Maret 1949 (Julius Pour, 2012:91).
Dalam peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 peran Bambang Sugeng
sangat signifikan. Setidaknya ada Intruksi rahasia tertanggal 18 Februari1949
ke komandan Wehrkreise II Letkol M. Bachroen dan komandan III Letkol
Soeharto. Instruksi itu merupakan kelanjutan dari perintah siasat nomor
4/S/Cop I. tertanggal 1 Januari 1949 yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi
III/GM III Jawa Tengah Panglima Bambang Sugeng melawan secara
serentak pada Belanda sehebat-hebatnya yang dapat menarik perhatian dunia
luar dan membuktikan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI), masih ada
dan menunjukkan eksistensinya.Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas
penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan. Peran Panglima
Bambang Sugeng Dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
8
B. Analisis Masalah
B.I
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Ide Panglima Bambang Sugeng dalam melawan propaganda pihak
Belanda pad atahun 1949.
2. Usaha Panglima Bambang Sugeng dalam bentuk aktifitas
perlawanan merebut Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta 1949.
3. Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan
umum 1 Maret 1949.
B.2
PembatasanMasalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah
pada nomor (3), yaitu : Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
B.3 RumusanMasalah
Berdasarkan identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang
menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah,apa saja kah
Kontribusi Panglima Bambang Sugeng dalam peristiwa serangan umum
1 Maret 1949 ?.
9
C. Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian
C.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa sajakah peran
Panglima Bambang Sugeng dalam usaha merebut kembali Ibukota
Yogyakarta tahun 1949 ?.
C.2 Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan, serta informasi
tentang Ilmu Kesejarahan, khususnya mengenai peristiwa serangan
umum 1 Maret 1949.
2. Sebagai masukan yang bisa menjadi manfaat bagi para pembaca,
khususnya mahasiswa Pendidikan Sejarah, khususnya mata kuliah
Sejarah Indonesia 1945 sampai dengan sekarang.
3. Dapat menjadi suplemen tambahan dalam mata pelajaran Sejarah
khususnya
siswa SMP kelas IX, dalam pokok bahasan usaha
mempertahankan kemerdekaan sub pokok bahasan agresi militer II
Belanda dan terbentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI).
10
C.3 Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat masalah di atas maka dalam penelitian ini untuk menghindari
kesalah- pahaman, maka dalam hal penelitian ini peneliti memberikan
kejelasan tentang sasaran dan tujuan penelitian mencakup :
a.
Objek penelitian
Objek penelitian adalah sifat keadaan (attributes) dari sesuatu
benda, Orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau
sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa kuantitas,
dan kualitas (orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan,
pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpatiantipati, disebut (orang), bisa pula berupa proses disebut (lembaga).
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup objek
dalam penelitian iniadalah peran panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
b. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, ataupun lembaga
(organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti.
Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam
dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Maka dalam
penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Panglima
Bambang Sugeng.
11
c. Wilayah / Tempat Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan
perpustakaan daerah. disebabkan, karena dalam bidang ilmu sejarah
di butuhkan resensi buku guna menunjang penyelesaian penelitian
ini.
Wilayah/tempat penelitian dalam penelitian ini adalah Perpustakaan
Unila dan Perpustakaan Daerah Lampung.
d. Waktu Penelitian
Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa
berlangsung. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2013.
e. Bidang Ilmu
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.Segi-segi ini
dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Karena
disesuaikan dengan bidang ilmu peneliti yaitu pendidikan sejarah.
12
REFERENSI
(http://www.sejarah-agustinus.blogspot.com/serangan-oemoem-1-maret1949.html/diakses 29 Oktober 2013, pukul 12.05WIB).
JuliusPour. 2012. Sepanjang Hayat Bersama Rakyat 100 Tahun Sultan
Hamengku Buwono IX. Kompas. Jakarta : Halaman 91
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1 Maret
1949. Media Pressindo. Yogyakarta : Halaman 58
(http://aergot.wordpress.com/jejak-sunyi-seorang-panglima/diakses 29
Oktober 2013, pukul 02.14WIB).
Tim Lembaga Analisis Informasi. Op. Cit. halaman 58
Edi Hartoto. 2012. Panglima Bambang sugeng panglima komando pertempuran
merebut ibu kota djogja kembali 1949 dan seorang diplomat. Kompas.
Jakarta : Halaman 38
Ibid, halaman 38-40
Edi Hartoto. Op. Cit. halaman 41
Julius Pour. Loc. Cit. halaman 91
13
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Peran
Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia
menjalankan suatu peran (Soekanto, 1990:268).
Menurut Palan, peran adalah merujuk pada hal yang harus dijalankan
seseorang di dalam sebuah tim(http://adidevi69.wordpress.com/2014/01/18/
09:03WIB/konsep-peran-menurut-beberapa-ahli).
Sedangkan menurut Friedman M, peran adalah :
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi (ketentuan) dan harapan peran
yang menerangkan apa yang individu-individu harus lakukan dalam suatu
situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau
harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut (Friedman M,
1998:286).
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat di simpulkan bahwa, dalam hal ini
peran Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Jawa
Tengah dan Yogyakarta adalah salah satu tokoh yang berperan sesuai dengan
jabatannya mempunyai hak dalam mengeluarkan surat perintah siasat, serta
14
intruksi rahasia dalam kontribusinya dan kewajibannya pada saat peristiwa
serangan umum 1 Maret 1949.
2. KonsepMiliter
Menurut Amos Perlmutter, militeradalah :
Sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan umum tanpa
menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi
itu. militer adalah suatu profesi sukarela karena setiap individu bebas
memilih suatu pekerjaan di dalamnya, namun ia juga bersifat memaksa
karena anggotanya tidak bebas untuk membentuk suatu perkumpulan
sukarela melainkan terbatas kepada situasi hirarki birokrasi (Amos
Perlmutter, 2000:2).
Atas dasar di atas maka militer merupakan sebuah institusi dan komponen
yang melayani kepentingan umum, dan dalam hal ini mereka bertanggung
jawab terhadap pertahanan dan keamanan negara.
Abdoel Fattah menyatakan bahwa peran militer adalah sebagai alat negara
yang menjaga keutuhan dan kedaulatan negara untuk mensejahterakan
kehidupan bangsa (Abdoel Fattah, 2005:41). Hal ini membuktikan bahwa
militer pada saat itu memiliki peranan sebagai alat pertahanan keamanan yang
menjaga persatuan dan keutuhan negara dari ancaman serta gangguan dari
bangsa dan negara asing, termasuk dalam upaya mempertahankan
kemerdekaan dan mengadakan perlawanan apabila negara dan bangsa
Indonesia sedang mengalami gangguan dari pihak bangsa dan negara lain.
Menurut M.D. La Ode, militerversi Indonesia adalah terdiridari :
1. TNI Angkatan Darat yang mengemban tugas khusus untuk mengawal
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah
daratan.
15
2. TNI Angkatan Laut yang mengemban tugas khusus untuk mengawal
kedaulatan NKRI di wilayah lautan.
3. TNI Angkatan Udara untuk mengemban tugas khusus sebagai pengawal
kedaulatan NKRI dari segala bentuk AGTH (Ancaman, Gangguan,
Tantangan, dan Hambatan) yang berasal dari dalam maupun dari luar
(M.D.La. Ode, 2006:24).
M. D. La Ode selanjutnya mengatakan bahwa :
Penamaan ABRI dalam organisasi Militer Indonesia berlangsung sampai
tahun 1998, yang terdiri dari TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU dan POLRI.
Pada tahun 1998 sampai saat ini, sebutan ABRI untuk institusi militer
tidak lagi digunakan melainkan mempergunakan nama TNI untuk
menyebut organisasi militer Indonesia. Kebijakan penggunaan nama TNI,
karena POLRI secara resmi telah dikeluarkan dari ABRI (M.D.La. Ode,
2006:90).
Dalam buku Militer Dan Gerakan Prademokrasi karangan Cholisin, Hasnan
Habib berpendapat bahwa “organisasi militer untuk menghadapi dan
mengatasi keadaan darurat (emergency organization) yang bercirikan
organisasi keras, ketat, hirarkis sentralistis, berdisiplin keras dan bergerak
atas komando (Cholisin, 2002:11).
Ada dua faktor prinsipil yang menjadikan militer senantiasa tampil sebagai
penyelamat bangsa dan negara saat dalam keadaan gawat yang bisa mengarah
pada disintegrasi politik nasional. Kedua prinsipil yang dimaksud, yaitu :
1. Jiwa ksatria dan patriotisme untuk menjaga keamanan dan keselamatan
tanah tumpah darahnya tidak pernah surut.
2. Sifat konsistensi yang sangat tinggi terhadap UUD 1945 dan Pancasila
sebagai landasan de facto dan de jure kepemilikan NKRI ini jauh
melebihi sifat konsistensi pihak sipil pada saat itu (presiden, kabinet,
dan partai-partai (M.D.La. Ode, 2006:94).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua sifat prinsip itulah yang
dikembangkan oleh militer untuk mempertahankan kemerdekaan pada saat
terjadi serangan umum 1 Maret tahun 1949 dan melakukan usaha merebut
16
kembali Ibukota Yogyakarta dari pihak Belanda, militer merupakan
organisasi yang sering melayani kepentingan umum yang setiap anggotanya
tidak bebas membentuk perkumpulan karena terbatas oleh situasi dan hirarki
yang terpusat, berdisiplin keras dan bergerak atas komando yang berguna
untuk menghadapi dan mengatasi keadaan darurat dan terdiri dari Angkatan
Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian. Dalam peristiwa
serangan umum 1 Maret sebagai komando adalah Panglima Bambang
Sugeng.
3. Konsep Peristiwa
Peristiwa adalah sejarah, maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang peristiwa-peristiwa pada masa lampau dan menyangkut
manusia sebagai makhluk sosial, dapat dijadikan pedoman untuk menentukan
kebijaksanaan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk
mengetahui dan memahami kebenaran dari peristiwa atau sejarah itu sendiri
maka perlu dikemukakan pengertian peristiwa menurut pendapat beberapa
ahli. Mengenai peristiwa atau kejadian ini Soemardjo, 1961 seperti dikutip
oleh Ali Imron mengemukakan :
Apa saja yang terjadi dan berbentuk dalam masa lampau adalah kejadian.
Semua kejadian terutama yang menyangkut kehidupan manusia menjadi
perbincangan sejarah. Dengan demikian tidak terhinggalah jumlah
kejadian di bumi ini, sejak bumi ada hingga kini. Jumlah kejadian itu akan
lebih besar lagi bila diketahui bahwa yang dimaksud kejadian itu bukan
saja hal-hal yang dapat diraba dengan tangan dan dilihat oleh mata, tetapi
juga yang pernah dicita-citakan manusia dan ditakutinya (Ali Imron, 1995
: 3).
17
Jadi suatu peristiwa menjadi perhatian dan menarik apabila pengalaman
manusia, dan apa-apa yang dialami manusia dimasa lampau dan
kehidupannya di masa lampau. Banyak manusia yang menjadikan
pengalaman nya sebagai ilmu dan bagian objek studi nya meskipun dengan
cara dan titik perhatian yang berbeda. Banyak juga para sejarawan yang
tertarik dengan peristiwa masa lampau tersebut, namun perlu dilihat dari segi
aspek yang mana yang menjadi perhatian utama sejarawan dalam studi
terhadap masa lampau itu.
Dan para sejarawan tertarik pada aspek peristiwa sebagai (event), peristiwa
khusus, dan dimensi kronologis. Dalam bukunya yang berjudul Manusia Dan
Sejarah,Maskun mengatakan bahwa :
Dalam hal ini kelihatannya sejarawan terutama tertarik pada aspek-aspek
tertentu dari pengalaman masa lampau yaitu tentu saja tertarik terhadap,(1)
peristiwa sebagai suatu (event), bukannya bagaimana adanya atau adanya
peristiwa tersebut sebagai suatu gejala yang bisa diisolasikan dengan
peristiwa-peristiwa yang lain. Selanjutnya dalam mengkaji peristiwa
sebagai peristiwa tentu mereka menaruh perhatian pada (2).peristiwa
khusus (particulars), yaitu peristiwa-peristiwa yang meskipun mungkin
ada persamaan jenisnya dengan peristiwa-peristiwa lainnya, tetapi tidak
pernah sama betul (identik) dengan peristiwa-peristiwa lainnya itu.
sejarawan juga tertarik pada (3). Dimensi kronologis (urutan
perkembangan dari peristiwa untuk mengartikan perubahan atau
perkembangan (change) yang menjadi landasan utama bagi
persambungan/urutan-urutan peristiwa-peristiwa tersebut. Akhirnya oleh
karena segala sesuatu di masa lampau hakekatnya “mensejarah”
(mengandung unsur historis), maka sejarah secara lebih luas mencakup
materi dari semua ilmu sosial dan humaniora (Maskun, 2008:16-17).
Peristiwa adalah suatu bentuk kejadian yang dialami dan menyangkut
kehidupan manusia
baik yang benar-benar terjadi, dan yang pernah
direncanakan atau dicita-citakan oleh manusia itu sendiri meskipun banyak
kesamaan namun setiap peristiw apastilah berbeda, membahas suatu peristiwa
18
sama saja membahas sejarah manusia dengan begitu sejarah lebih luas
cakupannya dari ilmu-ilmu yang lain ketika menjadi suatu peristiwa,
peristiwa sendiri dalam hal ini terutama yang bersifat khusus dari segi-segi
urutan perkembangan yang kemudian disususun dalam suatu cerita sejarah.
4. Konsep Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
Peristiwa Serangan umum 1 Maret 1945 adalah serangan yang dilakukan
untuk merebut kembali Ibukota Yogyakarta yang pada saat itu telah dikuasai
dan diduduki oleh Belanda, serangan umum merupakan bukti eksistensi
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang masih ada dan sekuat tenaga
membela Republik Indonesia dan membuktikan pada dunia internasional
bahwa Republik Indonesia belum lah dikuasai sepenuhnya.
Dr. Anhar Gonggong mengungkapkan dalam buku “Panglima Bambang
Sugeng Panglima Komando Pertempuran Merebut Ibu Kota Djogja Kembali
1949 Dan Seorang Diplomat” :
Berdasarkan data itu, katanya, SO 1Maret 1949 bukanlah serangan yang
berdiri sendiri tapi bagian dari serangkaian serangan yang dilakukan 25
Februari sampai 1 maret 1949. “SO dianggap hebat karena sebagai bukti
eksistensi TNI yang sekaligus merupakan eksistensi RI,” ( Edi Hartoto,
2012 : 194).
Dalam hal ini Kapten AURI Budiardjo dalam buku yang berjudul
“Kontroversi Serangan Umum 1 Maret 1949” menuturkan :
Peristiwa Serangan Umum Satu Maret sangat penting sebagai usaha
membuktikan bahwa Yogya sebagai Ibu kota perjuangan RI belum
sepenuhnya jatuh ke tangan Belanda. Dengan peralatan radio PC2 kita
yang sangat sederhana menjalin jaringan dengan stasiun-stasiun radio
sejenis di Sumatra Utara, maka kita dapat merelay berita Serangan Umum
itu melalui Birma dan India, sampai ke perwakilan kita di siding Dewan
Keamanan PBB. Sehari menjelang 1 Maret, dalam perjalanan ke Jawa
19
Timur Kol. Simatupang singgah di Playen (lokasi pemancar radio)
membawa berita tentang Serangan Umum Satu Maret yang akan
dilaksanakan esok hari-nya.“Sayamenerima teks dan briefing
secukupnya…dengan diwanti-wanti untuk menyiapkan besok malamnya,
setelah terjadi SO 1 Maret yang akan dilancarkan pada waktu subuh
tanggal 1 Maret 1949. Tulisan Pak Simatupang tersusun jelas, dalam
bahasa Inggris yang bagus dan rapi.
Sayang sekali saya tidak berani menyimpan teks itu, setelah disiarkan .”
Alm. Soedjatmoko pada waktu itu salah satu wakil RI di Dewan
Keamanan pernah cerita, betapa ia segera mengadakan konferensi pers
setelah
menerima
berita
tentang
SO
1
Maret
(Tim
LembagaAnalisisInformasi, 2000 : 86).
Berdasarkan beberapa keterangan diatas maka, dapat ditegaskan bahwa
Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, merupakan serangan frontal tidak
hanya dari Angkatan Darat (AD), tapi juga dari Angkatan Udara Republik
Indonesia (AURI). Dari penuturan Boediardjo, dapat diketahui bahwa Letkol
Soeharto bukanlah perwira berpangkat tertinggi yang mengetahui rencana
Serangan Umum (SO) I Maret. Di atas Soeharto, terdapat perwira-perwira
lain yang mengetahui rencana tersebut.
Berbicara mengenai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, tidak terlepas
dari peran Panglima Bambang Sugeng yang namanya dilupakan olehBangsa
Indonesia, peran serta usaha Panglima Bambang Sugeng yang telah dikebiri
pada era sejarah Soeharto.
Menanggapi tentang Peran Panglima Bambang Sugeng dalam Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949 ini, Kolonel T.B Simatupang berpendapat
bahwa :
20
Soegeng adalah orang yang emosional dan bagi dia tidaklah memuaskan
apabila Yogyakarta nanti dikembalikan begitu saja kepada kita. Idenya
ialah : Yogyakarta harus direbut dengan senjata. Paling sedikit ia ingin
bahwa Yogyakarta kita serang secara besar-besaran… Dengan Kol.
Soegeng masih saya bicarakan beberapa kekuatan yang dapat
dikumpulkannya untuk serangan itu, bagaimana rencananya dan
seterusnya(T.B Simatupang, 1960 : 60).
Menurut pendapat Afred Suci dalam bukunya yang berjudul 151 Konspirasi
Dunia Paling gila dan mencengankan :
Versi Orde Baru mengatakan bahwa Letkol Soeharto memberi perintah
kepada Kolonel T.B. Simatupang, seorang Wakil kepala Staf Angkatan
Perang untuk menyusun rilis berita berbahasa Inggris dan menyiarkannya
melalui jaringan milik Angkatan Udara RI mengenai eksistensi
(keberadaan) RI. Banyak sejarawan meragukan dan para petinggi militer
merasa aneh dengan penulisan sejarah seperti ini. Bagaimana mungkin
seorang bawahan yang hanya mengepalai Brigade Yogyakarta bisa
member perintah kepada perwira yang memiliki 1 melati lebih banyak di
pundaknya dan merupakan wakil pimpinan angkatan perang seluruh
tentara RI? Itu menyalahi rantai komando yang sangat dipatuhi oleh setiap
prajurit perwira militer. Adanya Perintah Siasat No. 4/S/Cop. I, tanggal 1
Januari 1949, Instruksi Rahasia tanggal 18 Februari 1949 dari
Panglima/GM III Kolonel Bambang Sugeng, merupakan bukti tak
terbantahkan bahwa bukan Letkol Soeharto yang menggagas serangan.
Bukan dia pula perwira dengan pangkat tertinggi yang mengetahui rencana
serangan itu. Sebab, kedua dokumen dari Kol. Bambang Sugeng
merupakan fakta bahwa perencanaan Serangan Umum berasal dari atasan
Letkol Soeharto. Kedua dokumen penting itu merupakan instruksi dari
Panglima/GM III kepada ketika komandan Brigade, termasuk Brigade III
pimpinan Letkol Soeharto (AfredSuci, 2012 : 105).
Dari beberapa kutipan diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa Peristiwa
Serangan Umum 1 Maret 1949, sesungguhnya adalah pelaksanaan instruksi
rahasia Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan
Brigade 10 Letkol Soeharto agar melakukan serangan besar-besaran terhadap
Ibukota Yogyakarta antara tanggal 25 Februari sampai dengan 1 Maret 1949
21
untuk membuktikan kepada Dunia Internasional Bahwa Republik Indonesia
Masih ada.
B. Kerangka Pikir
Pada Agresi militer Belanda I, Kolonel Bambang Sugeng dipercaya sebagai
Staf Divisi II Sunan Gunung Jati ( Cirebon ) mendampingi Kolonel Gatot
Subroto sebagai Panglima Divisi II Sunan Gunung Jati.
Alasan dan pertimbangan keamanan menyebabkan pos komando Divisi II
Sunan Gunung Jati di Cirebon di pindahkan ke Purwokerto kemudian ke
Banjarnegara. Menjelang Agresi Militer Belanda II, Kolonel Gatot Subroto di
mutasi menjadi Panglima Divisi II di solo dengan pos komando di Gunung
Lawu. Tidak berselang lama, Kolonel Bambang Sugeng kembali di
promosikan menjadi Panglima Divisi III Jawa Tengah, Barat dan Yogyakarta
dengan pos komando di Magelang serta pos gerilya di Gunung Sumbing yakni
perbatasan Wonosobo, Magelang Jawa Tengah. Tugas Panglima Bambang
Sugeng inilah yang tidak dapat dilupakan baik bagi Nusa dan Bangsa. Peran
Panglima Bambang sugeng dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949,
amatlah penting.
Panglima Bambang Sugeng adalah orang pertama yang menggagaskan
perlawanan terhadap propaganda belanda, melalui aksi Serangan Umum
berulang kali selama hampir enam bulan, sejak Januari sampai Juni 1949.
22
Aksi militer yang dituangkan Panglima Bambang Sugeng melalui Perintah
khusus, yakni perintah siasat dan Intruksi rahasia.
Serangan Umum 1 Maret 1949 pimpinan Letkol Soeharto, sesungguhnya
pelaksanaan Intruksi rahasia Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng
kepada Brigade 10 Letkol Soeharto agar melakukan serangan besar-besaran
terhadap Ibukota Yogyakarta antara tanggal 25 Februari sampai dengan 1
maret 1949.
Selaku Panglima Komando Divisi III Jawa Tengah dan Yogyakarta Panglima
Bambang Sugeng mempunyai pertimbangan sendiri saat mengeluarkan
perintah itu, yakni untuk mematahkan propaganda Belanda bahwa TNI sudah
hancur dan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Serangan umum 1 Maret
1949 ternyata mampu mempengaruhi jalannya Dewan Keamanan PBB di Lake
Succes, Amerika Serikat dan berdampak positif bagi eksitensi Republik
Indonesia melalui Perintah Siasat dan Intruksi Rahasia. Berkat peran dalam
kontribusi ide Panglima Bambang Sugeng inilah yang membuat Yogyakarta
kembali ketangan bangsa Indonesia.
Dari peran serta sumbangannya dalam penggagas pertama perlawanan
propaganda terhadap Belanda melalui perintah siasat yang dituangkan dalam
Intruksi Rahasia inilah sosok Panglima Bambang Sugeng tampil kedepan
sebagai tokoh pahlawan pemimpin yang patriotisme dan nasionalisme yang
berkat jasa dan kerja keras beliau lah yang membuat Ibukota Yogyakarta
kembali ketangan Bangsa Indonesia dan sebagai bukti kepada dunia
Internasional bahwa Republik Indonesia masih ada.
23
C. Paradigma
Peran Panglima Divisi.III Jawa Tengah dan Yogyakarta
Bambang Sugeng
1. Perintah Siasat Tertanggal 1 Januari 1949
2. Instruksi Rahasia Tertanggal 18 Februari 1949
3. Perintah Siasat Tertanggal 15 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949
Kembali nya Ibukota Yogyakarta
Keterangan :
: Garis Kegiatan.
: Garis Tujuan.
24
REFERENSI
(http://adidevi69.wordpress.com/konsep-peran-menurut-beberapa-ahli/diakses 18
Januari 2014, pukul 09.03WIB).
Amos Perlmutter. 2000. Militer Dan Politik. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Halaman 2.
Abdoel Fattah. 2005. Demilitarisasi Tentara:Pasang Surut Politik Militer 19452004. Yogyakarta : LKis. Halaman 41.
M.D. La. Ode. 2006. Peran Militer Dalam Ketahanan Nasional (Studi Kasus
Hankam Indonesia 1967-2000. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.Halaman24.
Ibid, halaman 90.
Cholisin. 2002. Militer Dan Gerakan Prademokrasi. Yogyakarta : Tiara Wacana
Yogya. Halaman 11.
M.D. La. Ode. Op.Cit, halaman 94.
Ali Imron. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Bandar Lampung : Unila Press.
Halaman 3.
Maskun. 2008. Manusia Dan Sejarah. Bandar Lampung : Unila Press.
Halaman 16-17.
Edi Hartoto. 2012. Panglima Bambang sugeng panglima komando
pertempuran merebut ibu kota djogja kembali 1949 dan seorang diplomat.
Jakarta : Kompas. Halaman 194.
Tim Lembaga Analisis Informasi. 2000. Kontroversi Serangan Umum 1 Maret
1949. Yogyakarta : Media Pressindo. Halaman 86.
T.B. Simatupang. 1960. Laporan Dari Banaran. Jakarta : Halaman 60.
Afred Suci. 2012. 151 Konspirasi Dunia Paling gila dan mencengankan.
Jakarta : Wahyu Media. Halaman 105.
25
III METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
A.1 Metode yang digunakan
Sebelum
membuat
suatu
penulisan
penelitian
sebagai
peneliti
hendaknya, menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai
dalam suatu penulisan penelitian tersebut. Metode penelitian juga
menentukan bagaimana susunan cara atau urutan penelitian dalam
meneliti suatu masalah. Metode adalah suatu bentuk urutan atau cara
yang dipergunakan peneliti dalam memecahkan suatu masalah dengan
menguji secara benar dan berurutan.
Di
dalam
penelitian,metode
merupakan
faktor
penting
untuk
memecahkan masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu
penelitian. Metode adalah cara utama yang dipergunakan untuk
mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis
dengan menggunakan teknik serta alat tertentu (Winarno Surakhmad,
1982: 121).
Sedangkan menurut
Husin Sayuti
menegaskan bahwa “metode
merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan”(Husin Sayuti, 1989:32).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode
adalah suatu proses kerja yang digunakan demi tercapai nya suatu tujuan.
26
Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
dengan
menggunakan metode historis, karena penelitian ini mengambil obyek dari
peristiwa-peristiwa pada masa lampau. Metode penelitian adalah suatu
cara dan jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap sesuatu untuk
memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan.
Dalam proses metode historis ini peneliti mendapat sumber-sumber serta
bukti-bukti yang relevan yang di dapat melalui pencarian, penulisan,
perangkuman
suatu
cerita
Perpustakaan
Umum,
peristiwa
Perpustakaan
yang
peneliti
Universitas
peroleh
dari
Lampung,
dan
Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA). Demi memperoleh pemecahan
terhadap masalah yang akan peneliti teliti.
Hadari Nawawi berpendapat bahwa:
Adapun yang dimaksud dari metode historis adalah prosedur
pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau
suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu, terlepas dari
keadaan masa sekarang maupun untuk memahami kejadian atau
keadaan masa sekarang dalam hubungannya dengan kejadian atau
keadaan masa lalu, untuk kemudian hasilnya juga dapat
dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang
akan datang (Hadari Nawawi, 1993: 78-79).
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : “Metode historis adalah
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari masa lalu”
(Louis Gottschalk, 1986: 32).
Metode
historis
adalah
suatu
cara
atau
jalan
penelitian
yang
menggunakan proses pengunpulan data, penganalisaan data dari suatu
peristiwa-peristiwa, yang perlu pemahaman yang harus diinterprestasikan
27
secara kritis agar bisa dijadikan bahan dalam penulisan sejarah serta bisa
merekonstruksi suatu fakta dan menarik kesimpulan secara benar.
Tujuan penelitian historis adalah membuat rekontruksi masa lampau
secara
objektif
memverifikasikan,
dan
sistematis
mengintesakan
dengan
bukti-bukti
cara
mengumpulkan,
untuk
memperoleh
kesimpulan.
Dalam penelitian historis, validitas dan reabilitas hasil yang dicapai
sangat ditentukan oleh sifat data yang ditentukan pula oleh sumber
datanya. Sifat data historis diklasifikasikan:
-Data Primer, yakni data autentik. Data yang langsung dari tangan
pertama tentang masalah yang diungkapkan atau data asli.
-Data Sekunder, yakni data yang mengutip dari sumber lain
sehingga tidak bersif atautentik karena sudah diperoleh dari tangan
kedua, ketiga dan selanjutnya, atau data tidak asli (Budi Koestoro
dan Basrowi, 2006:122).
Menurut Nugroho Notosusanto langkah-langkah dalam penelitian historis,
yaitu :
1. Heuristikadalah proses mencari untuk menemukan sumbersumber sejarah.
2. Kritik adalah menyelidiki apakah jejak sejarah itu asliatau palsu.
3. Interpretasi adalah setelah mendapatkan fakta-fakta yang
diperlukan maka kita harus merangkaikan fakta-fakta itu menjadi
keseluruhan yang masuk akal.
4. Historiografi adalah suatu kegiatan penulisan dalam bentuk
laporan hasil penelitian (Nugroho Notosusanto, 1984:11).
Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis, maka langkah-langkah
kegiatan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah :
28
1. Heuristik
Peneliti mencoba mencari serta mengumpulkan data-data yang
diperlukan dan berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Kegiatan heuristik akan difokuskan pada literatur-literatur
yang berkaitan dengan peranan panglima Bambang Sugeng dalam
peristiwa serangan umum 1 Maret 1949.
2.
Kritik
Setelah data terkumpul, kegiatan penelitian selanjutnya adalah
melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat untuk
menguji apakah data tersebut valid atau tidak serta layak menunjang
kegiatan penelitian yang dilakukkan. Jenis kritik yang dilakukan
dengan kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern adalah
mengkritik dengan melihat apakah data yang didapat itu asli atau
palsu. Kritik intern adalah mengkritik yang bertujuan untuk meneliti
kebenaran isi data dari sumber data yang sudah didapat.
3.
Interpretasi
Peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang telah
didapatkannya dan selanjutnya berusaha untuk melakukan analisis
data atau peneliti mulai melakukan pembentukan konsep dan
generalisasi sejarah.
4.
Historiografi
Langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalah melakukan
penyusunan atau penulisan dalam bentuk laporan hingga menjadi
sebuah konsep sejarah yang sistematis.
29
A.2 Variabel Penelitian
Dalam tahap penelitian terdapat variabel penelitian, variabel penelitian
adalah suatu bentuk konsep yang sangat bervariasi yang dapat
dikelompokkan dalam dua kelompok atau lebih. Dalam mencari dan
mendapat konsep variabel penelitian ini peneliti mendapatkan sumber
yang relevan dari
Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA) dan
Perpustakaan Universitas Lampung.“Menurut pendapat S.Margono,
Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, variabel juga dapat
diartikan sebagai pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih atribut”
(S.Margono, 1996:133).
Sedangkan menurut Pendapat Muhammad Ali, Variabel menunjukkan
pada gejala, karakteristik, atau yang kemunculannya berbeda-beda pada
setiap subyek (Muhammad Ali, 1992:26). Menurut pendapat Suharsimi
Arikunto, “Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi inti
perhatian suatu penelitian” (Suharsimi Arikunto, 2002:96).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud variabel penelitian adalah suatu objek yang mempunyai nilai
dan arti yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penulisan penelitian.
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal
dengan fokus penelitian pada peran Panglima Bambang Sugeng dalam
usaha merebut kembali Ibukota Yogyakarta tahun 1949.
30
A.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam
tehnik
pengumpulan
data
peneliti
menggunakan
tehnik
kepustakaan dan dokumentasi yang sesuai dengan cara yang benar yang
telah diajarkan pada saat perkuliahan pada Fakultas Pendidikan Sejarah,
mendapatkan sumber-sumber bahan yang mendukung dalam pemecahan
masalah yang akan peneliti uji.
Sumber kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Daerah Lampung
(PUSDA) Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum
lain nya yang mendukung peneliti mengumpulkan sumber pengumpulan
data. Dalam tehnik dokumentasi peneliti berusaha mengambil serta
mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk kejadian
peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari dengan
mendokumentasikannya
sebagai
bukti
yang
dapat
dipercayai
kebenarannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik
kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data
yang diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
A.3.1. Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah suatu cara mencari, membaca,memahami,
dan mengerti suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan buku-buku serta
bukti-bukti yang diperoleh melalui perjalanan pencarian pada
31
Perpustakaan Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung
(PUSDA), serta Perpustakaan Umum lainnya.
Menurut pendapat Nawawi teknik studi kepustakaan dilaksanakan
dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari
perpustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti(Nawawi, 1993:133).
Menurut
Koenjaraningrat,“Teknik
kepustakaan
merupakan
cara
pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam
materi yang terdapat diruang perpustakaan, misalnya dalam bentuk
koran, naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan
sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koenjaraningrat,1983:
133).
Dengan demikian dalam melakukan teknik pengumpulan data yang
dilakukan
peneliti
ini
dilakukan
dengan
membaca-baca
serta
mempelajari buku dengan tujuan memperoleh teori-teori ataupun
argument yang dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah
yang diteliti.
A.3.2. Tekni