PERAN LEMBAGA USAHA DAN LEMBAGA INTERNASIONAL PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BAB VI PERAN LEMBAGA USAHA DAN LEMBAGA INTERNASIONAL

Bagian Pertama Peran Lembaga Usaha Pasal 13 Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain Pasal 14 1 Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijaksanaan penyelenggara penanggulangan bencana 2 Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah serta menginformasikan kepada publik secara transparan 3 Lembaga usaha berkewajiban mengikuti prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencana. Bagian kedua Peran Lembaga internasional Pasal 15 1 Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam penanggulangan bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2 Lembaga internasional dapat ikutserta dalam kegiatan penanggulangan bencana dan mendapat jaminan perlindungan dari Pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat melakukan secara sendiri- sendiri, bersama-sama, danatau bersama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat. 4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana oleh lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah diatur dengan Peraturan Bupati

BAB VII PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

Pasal 16 1 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan berdasarkan 4 empat aspek meliputi: a sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; b kelestarian lingkungan hidup; c kemanfaatan dan efektivitas; dan d lingkup luas wilayah . 2 Penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana. 3 Pelaksanaan penyelenggaraan penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan secara berjenjang mulai Kabupaten, Kecamatan dan DesaKelurahan. 4 Masyarakat berperan serta menyelenggarakan penanggulangan bencana dengan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bagian Kesatu Prabencana Pasal 17 8 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap sebelum terjadi bencana berupa kegiatan peringatan dini, pencegahan dan kesiapsiagaan masyarakat serta aparat Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk memperkecil timbulnya korban manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. Pasal 18 1 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi: a. dalam situasi tidak terjadi bencana ; dan b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. 2 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a meliputi: a. perencanaan penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c. pencegahan; d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; e. persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; g. penyusunan peta daerah rawan bencana dan menginformasikan kepada masyarakat dan instansi terkait; h. penyiapan potensi perlindungan masyarakat LINMAS dan satuan tugas yang siap untuk digerakkan dalam penanggulangan bencana; i. penyediaan pos komando, prasana dan sarana posko lapangan yang setiap saat dapat digerakkan dan digunakan. j. pendidikan dan pelatihan tentang bencana; dan k. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. 3 Pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b dilakukan melalui kegiatan: a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; b. membangun budaya sadar bencana; c. membina komitmen terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan d. menerapkan upaya-upaya baik fisik dan nonfisik termasuk pengaturan-pengaturan prosedur tetap penanggulangan bencana. Paragraf 1 Penyelenggaraan dalam Situasi Tidak Terjadi Bencana Pasal 19 1 Dalam situasi tidak terjadi bencana Pemerintah Daerah melakukan pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi, serta mengarusutamakan dalam perencanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. 2 Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan daerah. Pasal 20 Perencanaan penanggulangan bencana yang disusun Pemerintah Daerah berdasarkan hasil analisis risiko bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dijabarkan dalam program kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Pasal 21 1 Untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 huruf b dilakukan penyusunan RAD-PRB. 2 RAD-PRB disusun oleh BPBD setelah berkoordinasi dengan instansi yang bertanggungjawab di bidang perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten dengan mengacu pada RAN-PRB. 3 RAD-PRB ditetapkan oleh Kepala BPBD. untuk jangka waktu 3 tiga tahun dan dapat ditinjau 9 sesuai dengan kebutuhan. Pasal 22 Membuat peta rawan bencana, menginformasikannya kepada instansi Pemerintah Daerah dan masyarakat, terutama masyarakat yang di daerah rawan bencana. Paragraf 2 Penyelenggaraan dalam Situasi Terdapat Potensi Terjadi Bencana Pasal 23 1 Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana dilakukan melalui beberapa kegiatan yang meliputi: a. kesiapsiagaan yang dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana; b. peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat; dan c. mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana, diantaranya menetapkan daerah alternatif pengungsian korban bencana. 2 Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 antara lain dilakukan melalui : a. kegiatan penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan; b. mengorganisasi, memasang dan menguji sistem peringatan dini; c. penyediaan dan penyiapan barang-barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; d. menyiapkan personil, prasana dan sarana yang akan dikerahkan dan digunakan dalam pelaksanaan prosedur tetap PROTAP; e. memasang petunjuk tentang karakteristik bencana dan penyelamatan di tempat-tempat rawan bencana; f. menginventarisasi wilayah rawan bencana dan lokasi aman untuk evakuasi pengungsi serta jalur evakuasi aman; g. penyuluhan, pelatihan dan demonstrasi tentang mekanisme tanggap darurat, h. penyiapan lokasi evakuasi; dan i. penyusunan dan pemutakhiran prosedur-prosedur tetap tanggap darurat bencana. Bagian Kedua Tanggap Darurat Paragraf 1 Umum Pasal 24 1 Pemerintah Daerah melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana secara langsung dengan memanfaatkan unsur-unsur potensi kekuatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi, prasarana dan sarana yang ada di daerah. 2 Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan mulai dari mencari, menolong dan menyelamatkan serta memberikan santunanbantuan kepada keluarga korban bencana tanpa perlakuan diskriminatif. Paragraf 2 Kegiatan Saat Tanggap Darurat Pasal 25 10 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat dilakukan melalui beberapa kegiatan yang meliputi: a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian dan sumberdaya; b. penentuan status keadaan darurat bencana; c. pencarian, penyelamatan dan evakuasimengungsikan masyarakat terkena bencana; d. pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi penyediaan makanan, sandang, tempat tinggal, kesehatan dan air-sanitasi, pendidikan, sarana kegiatan ibadah bagi korban bencana sesuai dengan standar minimum kemanusiaan; e. perlindungan terhadap korban yang tergolong kelompok rentan; f. mengamankan daerah terkena bencana; dan g. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. Paragraf 3 Penentuan Status Keadaan Darurat Bencana Pasal 26 Penentuan status keadaan darurat bencana untuk tingkat Kabupaten Donggala oleh Bupati dengan mendapat masukan dari pihak-pihak yang berkompeten. Pagraf 4 Kemudahan Akses Pasal 27 Pada saat status keadaan darurat bencana ditetapkan, BPBD mempunyai kemudahan akses dalam hal: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; d. perizinan; e. pengadaan barangjasa; f. pengelolaan dan pertanggungjawaban uang danatau barang; g. penyelamatan; dan h. komando untuk memerintahkan instansilembaga. Paragraf 5 Pengerahan Sumberdaya Manusia, Peralatan dan Logistik Pasal 28 Pada saat keadaan darurat bencana, Kepala BPBD berwenang mengerahkan sumberdaya manusia yang potensial dari unsur Pegawai Negeri Sipil PNS, Tentara Nasional Indonesia TNI, Kepolisian Republik Indonesia POLRI, dan masyarakat untuk melakukan tanggap darurat. Pasal 29 1 Pengerahan peralatan dan logistik dilakukan untuk penyelamatan dan evakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital yang rusak akibat bencana. 2 Pengerahan peralatan dan logistik ke lokasi bencana harus sesuai dengan kebutuhan. Pasal 30 1 Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan kepada Provinsi dan Kabupaten terdekat, bila tidak tersedia bantuan yang memadai atau mencukupi. 2 Pemerintah Daerah yang meminta bantuan sumberdaya manusia, peralatan, dan logistik kepada Pemerintah Daerah terdekat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, menanggung biaya pengerahan dan mobilisasi sumberdaya manusia, peralatan, dan logistik; 11 3 Dalam hal sumberdaya manusia, peralatan, dan logistik di Daerah, maka Pemerintah Daerah dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. 4 Penerimaan dan penggunaan sumberdaya manusia, peralatan, dan logistik di lokasi bencana sebagaimana di maksud pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 dilaksanakan di bawah komando BPBD. Paragraf 6 Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 31 Pengadaan barang danatau jasa dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan jumlah kebutuhan sesuai dengan kondisi dan karakteristik wilayah bencana. Pasal 32 1 Pada saat keadaan darurat bencana, pengadaan barang danatau jasa untuk penyelenggaraan tanggap darurat bencana dilakukan dengan penunjukan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang danatau jasa. 2 Pengadaan barang danatau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi peralatan danatau jasa untuk: a. pencarian dan penyelamatan korban bencana; b. situasi dan atau keadaan darurat; c. evakuasi korban bencana; d. kebutuhan air bersih dan sanitasi; e. pangan; f. sandang; g. pelayanan kesehatan; dan h. penampungan serta tempat hunian sementara. 3 Pengadaan barang danatau jasa selain sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan oleh instansi terkait setelah mendapat persetujuan dari Kepala BPBD. 4 Persetujuan oleh Kepala BPBD sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat diberikan secara lisan dan diikuti persetujuan secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 x 24 tiga kali duapuluh empat jam. Pasal 33 1 Pemerintah Daerah menyediakan dana siap pakai yang berasal dari APBD digunakan untuk penanganan darurat bencana. 2 Dana siap pakai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dialokasikan pada BPBD. Bagian Ketiga Pasca Bencana Pasal 34 Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi: a. rehabilitasi; dan b. rekonstruksi. Pasal 35 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a dilakukan melalui kegiatan: a. perbaikan lingkungan daerah bencana; b. perbaikan prasarana dan sarana umum; c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; d. pemulihan sosial psikologis; e. pelayanan kesehatan; 12 f. rekonsiliasi dan resolusi konflik; g. pemulihan sosial ekonomi budaya; h. pemulihan keamanan dan ketertiban; i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan j. pemulihan fungsi pelayanan publik. Pasal 36 Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi: a. pembangunan kembali prasarana dan sarana; b. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; c. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; d. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana; e. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat; f. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; g. peningkatan fungsi pelayanan publik; dan h. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat. Pasal 37 Penyelenggaraan pasca bencana mencakup kegiatan rehabilitasi danatau rekonstruksi prasarana dan sarana sosial dan fasilitas umum, memulihkan kembali kegiatan pemerintahan dan perekonomian, rekonsiliasi, reintegrasi serta reunifikasi agar kehidupan dan penghidupan masyarakat kembali normal dan lebih baik serta memperkuat ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana. Pasal 38 1 Kegiatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. perencanaan pembangunan di arealokasi bencana; b. analisis tingkat kerawanan bencana; c. pembangunan kembali prasaran dan sarana dasar; d. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; e. pemulihan kegiatan usaha dan ekonomi; f. partisipasi masyarakat setempat mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan. 2 Rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga dilakukan dalam pemulihan: a. hak perdata masyarakat terkena bencana; dan b. hak atas akses ekonomi, sosial, dan budaya lokal.

BAB VIII KERJA SAMA ANTAR DAERAH