ARTIKEL RABUN DEKAT

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
MAULINDA
A. MUHAIMIN
M. HERMAWAN
SAHBANA

I. PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga dan penting bagi setiap
insan manusia. Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan tubuh semata tetapi juga
bagian tubuh lainnya seperti mata.
Mata merupakan jendela dunia, kita dapat mengenal dunia dan megetahui
berbagai hal dengan mata. Berawal dari melihat mata, kita akan berusaha memahami
seluk beluk tentang suatu benda. Mata selain berperan sebagai jendela dunia juga
berperan sebagai salah satu organ yang berperan sebagai indra penglihatan. Mata dapat
digunakan untuk mengetahui seberapa berat suatu penyakit terjadi meskipun secara
umum belun tampak tanda-tanda adanya komplikasi dari suatu penyakit.
Mata merupakan organ yang penting bagi kita, menjaga dan merawat kesehatan
mata merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita pada Sang Pencipta. Namun tidak
setiap orang sadar arti pentingnya menjaga kesehatan mata.
Akibat dari kelalaian dalam menjaga kesehatan mata ini bisa menimbulkan

berbagai penyakit mata dimulai dari kurangnya konsumsi vitamin A, kelainan pada
organ-organ mata bawaan, kelainan refraksi dan yang lainnya. Diantara kelainan
refraksi ini adalah hipermetropi.
Hipermetropi dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana
penglihatnya kesulitan melihat benda yang jaraknya dekat, kepala sering pusing, dimana
hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Diharapkan dengan dibuatnya
makalah asuhan keperawatan dengan klien dengan hipermetropi ini dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita hipermetropi dan dapat
mengurangi keparahan berkelanjutan pada penderita.
II. PENYAKIT MATA
 Rabun jauh atau Miopi
Miopi yakni seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak jauh.
Biasanya terjadi pada pelajar.dapat dibantu dengan kacamata berlensa cekung.
 Hipermetropi
Hipermetropi yaitu seseroang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat
dari mata. Dapat dibantu dengan kacamata berlensa cembung.
 Presbiopi
Presbiopi adalah seseorang yang tidak dapat melihat benda yang berjarak dekat
maupun berjarak jauh.Dapat dibantu dengan kacamata berlensa rangkap. Biasa
terjadi pada lansia.

 kerabunan dan kebutaan
Buta berarti seseorang tidak dapat melihat benda apapun sama sekali. Buta bisa saja
diakibatkan keturunan, maupun kecelakaan. Rabun berarti seseorang hanya dapat
melihat dengan samar-samar. Orang-orang yang buta maupun rabun biasanya
"membaca" dengan jari-jarinya. Ini disebut huruf Braille.
 Buta warna
Buta warna adalah suatu kondisi dimana seseorang sama sekali tidak dapat
membedakan warna. Yang dapat dilihat hanyalah warna hitam, abu-abu, dan putih.

1

Buta warna biasanya merupakan penyakit turunan. Artinya jika seseorang buta
warna, hampir pasti anaknya juga buta warna.
 Katarak
Katarak adalah suatu penyakit mata di mana lensa mata menjadi buram karena
penebalan Lensa Mata dan terjadi pada orang lanjut usia (lansia).
III. RABUN DEKAT (HIPERMETROPIA)

3.1 Definisi
HIPERMETROPIA adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata

terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina. Gangguan ini terjadi pada diameter
anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina juga
pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan kesulitan
melihat objek dekat dan disebut farsightedness atau hyperopia (Indriani Istiqomah,
2004 : 205).
Hipermetropi adalah cacat mata yang disebabkan oleh lensa mata terlalu pipih
sehingga bayangan dari benda yang dekat jatuh dibelakang retina. Hipermetropi
disebut pula juga rabun dekat, karena tidak dapat melihat benda yang jaraknya dekat.
Penderita hipermetropi hanya mampu melihat jelas benda yang jauh. Untuk menolong
penderita hipermetropi, dipakai kacamata lensa cembung (lensa positif). (Abdullah,
Mikrajuddin, dkk, 2007. IPA Terpadu SMP dan MTS.Tanpa Kota. ESIS, 87-88).
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak dibelakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di
belakang makula lutea (Sidarta Ilyas, 2010 : 78).
4.3 Hipermetropia dapat disebabkan :
a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat
bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga

bayangan difokuskan di belakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada sistem optik mata
(Sidarta Ilyas, 2010 : 78).

2

3.4 Klasifikasi Hipermetropia
Hipermetropi dikenal dalam bentuk :
a. hipermetropia manifes
ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal
yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas
hipermetropia absolute ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia
manifest didapatkan tanpa sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan
koreksi kacamata maksimal.
b. hipermeropia absolut
dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan
kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir
dengan hipermetropia absolute ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga
akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolute, sehingga jumlah
hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolute adalah hipermetropia manifes.

c. hipermetropia fakultatif
dimana kelainan hipermetropia dengan diimbangi dengan akomodasi ataupun
dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan
melihat normal tanpa kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka
otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih
memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
d. hipermetropia laten
dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat yang
melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia
laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin muda makin besar
komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan
akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan
kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi
pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya
akomodasinya masih kuat.
e. hipermetropia total
hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.
(Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).
3.5 Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang

terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa
dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga
penglihatan dekat jadi terganggu (Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).
2.6 Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam dapat terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata (Sidarta Ilyas, 2010 : 81).

3

3.6 Gejala
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien
hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah
dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea.
Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus berakomodasi, maka
bola mata bersama-sama melakukan konvergasi dan mata akan seering terlihat

mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam (Sidarta Ilyas, 2010 : 79).
Gejala klinis hipermetropia :
a. subjektif :
1) kabur bila melihat dekat
2)
mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia
akomodatif).
b. objektif :
1) pupil agak miosis
2) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004 : 206).
3.7 Pengobatan
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes
dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan
tajaman penglihatan normal.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif
terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman

penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat
pada mata. Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak,
maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau
melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien
akan mendapatkan koreksi kacamata dengan mata yang istirahat.
Pada pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih masih mampu melalukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien dengan banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada pasien yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.
Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan
penglihatan maksimal.
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaucoma. Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya
melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot silisr pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. (Sidarta Ilyas, 2010 : 80-81).
Sumber :
http://cupdate1.blogspot.com/2014/10/askep-hipermetropia.html

4