Perbandingan Pasal 27 UUD 1945

  

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

  Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. UUD 1945 telah menetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat),tidak

  berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Dan kembali ditegaskan di Pasal 1

  

  Tentu kita semua mengenal rule of law,sebuah doktrin hukum yang lahir bersamaan dengan demokrasi dan konstitusi. Rule of law merupakan konsep hukum dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egaliter. Di Indonesia,inti dari rule of law adalah jaminan keadilan bagi masyarakatnya,khususnya keadilan sosial. Pembukaan UUD 1945 memuat prinsip-prinsip rule of law,yang pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia. Dengan kata lain,pembukaan UUD 1945

  

  Akan tetapi,akhir-akhir ini keadilan itu sulit untuk dicapai. Kasus-kasus ketidakadilan hukum banyak terjadi. Kalangan atas ataupun pejabat dapat menjalani kehidupan dengan tentram walaupun mereka terjerat pelanggaran hukum sebaliknya masyarakat kalangan bawah ataupun tidak mampu hanya bisa menerima perlakuan ketidakdilan hukum dengan sabar. Terkadang mereka yang tidak bersalah bisa menjadi korban hukum.

  Ini jelas sekali bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1,Segala warga negara bersamaan

  

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan

pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

  Maka dari itu, saya mengambil Pasal 27 Ayat 1 dari UUD 1945 untuk dikaji maksud dari pasal tersebut kemudian saya bandingkan pasal ini dengan kenyataan yang terjadi sekarang. Semoga saja,makalah ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.

  1 Pasal 1 Ayat 3 adalah perubahan (amandemen) ketiga yang disahkan 10 November 2001

2. Rumusan Masalah

  Rumusan makalah ini adalah sebagai berikut :

  a. Apa pengertian persamaan di hadapan hukum (equality before the law) ?

  b. Bagaimana konsep persamaan di hadapan hukum menurut Pasal 27 Ayat 1 ?

  c. Bagaimana kajian Pasal 27 Ayat 1 terhadap Kasus Ketidakadilan Hukum di Indonesia ?

  

PEMBAHASAN

  1. Pengertian Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before The Law) Persamaan di hadapan hukum (equality before the law) mengandung maksud semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum,yaitu penundukan yang sama dari semua golongan kepada “ordinary law of the land” yang dilaksanakan oleh “ordinary court”. Juga dapat berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum,baik pejabat pemerintahan negara maupun warga negara biasa berkewajiban untuk menaati hukum yang

  

  Indonesia menganut asas rule of law. H.W.R. Wade dalam bukunya Administrative Law a) Semua tindakan pemerintah harus menurut hukum.

  b) Pemerintah harus berprilaku dalam suatu bingkai yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan diskresi.

  c) Sengketa mengenai keabsahan (legality) tindakan pemerintah akan diputuskan oleh pengadilan murni independen dari eksekutif.

  d) Harus seimbang (even-handed) antara pemerintah dan warga negara.

  e) Tidak seorang pun dapat dihukum kecuali atas kejahatan yang ditegaskan

  

  2. Konsep Persamaan di Hadapan Hukum Menurut Pasal 27 Ayat 1 Teori “Persamaan di hadapan hukum” yang dianut oleh UUD 1945 dicantumkan dalam

  pasal 27 Ayat 1. Ada dua hal yang patut dicatat disini,yakni : 1. Di satu pihak semua warga negara sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

  2. Di lain pihak semua warga negara wajib mematuhi hukum dan pemerintahan. Jadi konsep “Persamaan di hadapan hukum” menurut konstitusi 1945 adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing- masing. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Di sisi lain warga negara wajib pula mematuhi hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku. Meskipun warga negara bebas menuntut haknya,tetapi kebebasan itu tidaklah seperti kebebasan demokrasi Barat. Kebebasan yang dimiliki warga Indonesia adalah kebebasan bertanggung jawab. Setiap orang menuntut haknya,tetapi harus bisa pula tuntutan itu dipertanggungjawabkan. Demikian pula Pemerintah,berhak mengadakan penangkapan warga negara,asalkan penangkapan itu bisa

  3 Marwan Effendy,Kejaksaan RI : Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,2005) hlm.19 dipertanggungjawabkan secara hukum. Jika penangkapan warga negara tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum maka tindakan tersebut bertentangan dengan nilai

  

  Teori dan konsep persamaan di hadapan hukum seperti yang dianut oleh Pasal 27 Ayat

  1 UUD 1945 menjadi dasar perlindungan warga negara agar diperlakukan sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Ditinjau dari sudut hukum tata negara,maka instansi Pemerintah terutama instansi penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktek. Masalah yang dihadapi disini lapangan. Inilah yang membingungkan dari konsep persamaan di hadapan hukum yang dianut

  

  3. Kajian Pasal 27 Ayat 1 terhadap Kasus Ketidakadilan Hukum di Indonesia Supremasi hukum di Indonesia perlu direformasi agar dapat mencapai tujuannya. Keadilan di negeri ini sulit diraih seiring dengan buruknya prilaku para penegak hukum. Hukum dan keadilan seperti dua mata pisau yang saling berlawanan karena hukum tidak lagi menciptakan keadilan dan bisa dibeli dengan uang.

  Kasus ketidakadilan hukum di Indonesia sering terjadi. Saya hanya akan mengambil beberapa contoh kasus untuk dijadikan perbandingan, a) Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum pada tanggal 10 Januari 2010 menggelar inspeksi mendadak di Rutan Pondok Bambu,Jakarta Timur. Aksi sidak ini berhasil mengungkap perlakuan khusus pihak Rutan kepada tahanan tertentu,salah satunya adalah Artalyta Suryani alias Ayin,terpidana kasus suap kepada Jaksa Urip Tri Gunawan. Satgas Mafia Hukum menemukan Ayin mendapatkan ruangan mewah dengan fasilitas luar biasa,seperti pendingin ruangan,telepon,ruang kerja,bahkan ruang tamu. Dan yang paling mengagetkan,yang bersangkutan sedang dirawat oleh

  

  b) Keadaan yang sebaliknya terjadi pada seorang nenek. Minah (55) divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan oleh PN Purwokerto,19 November 2009. Kasus ini bermula dari keinginannya untuk menambah bibit kakao di rumahnya,di Dusun Sidoarjo,Desa Darmakradenan,Kecamatan

  5 Ramly Hutabarat,S.H. ,Persamaan Di Hadapan Hukum (Equality Before The Law) di Indonesia (Jakarta : Ghalia Indonesia,1985) hlm.56-57

  Ajibarang,Banyumas,Jawa Tengah,pada tanggal 2 Agustus 2009. Dia mengaku sudah menanam 200 pohon kakao di kebunnya,tapi dia merasa jumlah itu masih kurang dan ingin menambahnya sedikit lagi. Karena hanya ingin menambah sedikit,dia memutuskan untuk mengambil buah kakao dari perkebunan PT.RSA 4 yang berdekatan dengan kebunnya. Ketika itu,dia mengaku memetik tiga buah kakao matang dan meninggalkannya di bawah pohon tersebut karena ingin memanen kedelai di kebunnya. Tarno alias Nano,salah seorang mandor perkebunan PT.RSA 4 yang sedang patroli dirinya,siapa yang memetik ketiga buah kakao tersebut. Minanh mengaku bahwa dirinyalah yang memetik. Mendengar penjelasan tersebut,Nano memperingatkannya bahwa kakao di perkebunan tersebut dilarang untuk dipetik warga. Peringatan itu juga telah dipasang di depan jalan masuk kantor PT.RSA 4,berupa petikan Pasal 21 dan

  Pasal 47 UU No.18 Tahun 2004 tentang perkebunan. Kedua pasal itu antara lain menyatakan bahwa Setiap orang tidak boleh merusak kebun ataupun

  menggunakan lahan kebun hingga mengganggu produksi usaha

perkebunan. Minah yang buta huruf itu lalu meminta maaf kepada Nano dan

mengembalikan ketiga buah kakao itu kepadanya.

  Seminggu kemudian,dia dipanggil oleh pihak Kepolisian Sektor Ajibarang untuk dimintai keterangan terkait pemetikan ketiga buah kakao tersebut. Proses hukumnya terus berlanjut sampai pada akhirnya dia duduk sebagai seorang

  

  c) Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum memeriksa sejumlah anggota kepolisian dan kejaksaan di Kabupaten Indramayu,Jum’at 9 April 2010 untuk mengungkap dugaan praktik makelar kasus (markus). Dugaan markus di lingkungan penegak hukum Indramayu dilaporkan oleh keluarga Kadana (45) warga Desa Karangampel,Blok Kedung Jaya,Indramayu. Kadana merupakan terpidana tujuh tahun penjara atas kasus pembunuhan Ruslanto,juragan padi,warga Gg.Enam,Desa Karangampel Lor,Indramayu,pada Juli 2009. Keluarga Kadana mengaku diperas beberapa oknum aparat hukum di Indramayu dengan janji perkaranya cepat selesai. Aipda NS,anggota Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Indramayu meminta uang sebesar Rp.14,3 juta kepada Darmi (40) istri Kadana. Aipda NS pun langsung ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

  Keluarga kecewa karena Kadana ternyata tetap dihukum berat setelah keluar uang hingga Rp.20 juta selama proses pengadilan yang memakan waktu sembilan bulan. Terlebih lagi,selama proses pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan hingga persidangan selesai,Kadana tidak pernah mengakui dirinya yang mengakui telah membunuh Ruslanto. Namun karena ingin kasus cepat selesai dan Kadana bebas,keluarga terpaksa memenuhi permintaan oknum aparat hukum. Darmi bahkan rela menjual rumahnya agar bisa memenuhi permintaan markus- markus di institusi penegak hukum Indramayu. Padahal,keluarga Kadana adalah keluarga miskin. Darmi dan suaminya hanya bekerja sebagai buruh tani. Setelah rumahnya dijual,Darmi bersama keempat anaknya harus rela tidur di sebuah

  

  Beberapa kasus diatas adalah fakta dimana nilai Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 tidak sesuai dengan praktek lapangan. Persamaan di hadapan hukum dan kewajiban menjunjung tinggi hukum seperti tujuan para pemimpi yang menginginkan hidup tertib dengan keadilan menjadi landasan.

  

KESIMPULAN

  Kesimpulan dari makalah ini adalah praktek lapangan yang terjadi di Indonesia tidaklah sesuai dengan nilai konstitusi Pasal 27 Ayat 1. Terbukti dengan beberapa contoh kasus yang menguatkan fakta hukum di Indonesia perlu di reformasi.

9 Harian Seputar Indonesia,Satgas Investigasi Markus Indramayu (Sabtu/10

  Persamaan di hadapan hukum dan kewajiban menjunjung tinggi hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan melalui keteraturan,ketertiban dan kepastian. Dan,untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan partisipasi seluruh warga negara dalam menaati hukum dan adanya institusi hukum beserta jajaran aparat penegak hukum yang berkomitmen untuk membela hukum serta menjalankan keadilan itu. Jika itu terlaksana,negara ini akan tertib dan telah berhasil mencapai keadilan sosial.

  Makalah ini kita jadikan cermin untuk berkaca apakah kita adalah warga negara baik yang taat dan patuh terhadap hukum? ataukah kita sama saja seperti manusia-manusia Lakukan perubahan mulai dari diri sendiri!