Performans Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus) yang Diberi Pakan Mengandung Protein Sel Tunggal

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus)
YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG
PROTEIN SEL TUNGGAL

SKRIPSI
RESI PRAMONO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
i

RINGKASAN
Resi Pramono. D01400007. 2006. Performans Organ Reproduksi Mencit ( Mus
musculus) yang Diberi Pakan Mengandung Protein Sel Tunggal. Skripsi.
Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc
: Dr.Ir.Nahrowi, M.Sc

Reproduksi ternak ditentukan oleh kemampuannya untuk menghasilkan selsel kelamin yang berkualitas dan melakukan aktivitas reproduksi agar dapat
menghasilkan individu baru dalam waktu yang singkat. Untuk menghasilkan sel-sel
kelamin yang baik dibutuhkan dukungan organ-organ kelamin yang dapat berfungsi
dengan normal. Sel-sel dalam organ reproduksi tersebut membutuhkan masukan
nutrisi yang berkualitas. Dengan demikian kualitas pakan turut juga mempengaruhi
performa organ-organ reproduksi.
Sumber protein alternatif yang dapat digunakan adalah Protein Sel Tunggal
(PST) . Penggunaan PST selain menguntungkan secara ekonomis dan nutrisi,
ternyata banyak penelitian menunjukkan pengaruh terhadap organ-organ vital.
Pengaruh yang sama mungkin dapat terjadi pada organ-organ reproduksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan PST sebagai
substitusi Meat and Bone Meal (MBM) pada ransum terhadap performan organorgan reproduksi. Taraf substitusi yang diujikan yaitu 0%, 1,5%, 3%, 4,5% dan 6%
terhadap MBM. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit sejumlah 50 ekor
(jantan dan betina) yang akan dibagi dalam lima perlakuan dan lima ulangan dengan
diberi pakan dan minum ad libitum. Masing-masing ulangan terdiri atas dua ekor.
Mencit dipelihara selama dua bulan dan pengamatan dilakukan di akhir penelitian.
Peubah yang diukur meliputi bobot, panjang dan diameter testis, panjang vas

deferens, jumlah sperma mencit jantan serta bobot dan panjang organ reproduksi
betina. Selain itu dilakukan uji histopatologi terhadap organ reproduksi jantan
maupun betina.
Pemberian PST berpengaruh terhadap performans organ reproduksi mencit
yang meliputi bobot testis, panjang testis, dan diameter testis namun tidak
berpengaruh terhadap panjang vas deferens. Protein sel tunggal (PST) cenderung
menurunkan produksi sperma mencit jantan dengan ditandai dengan histopatologi
tubulus seminiferi yang memburuk. Pemberian PST pada mencit betina cenderung
memperburuk penampilan reproduksinya yang ditandai dengan penurunan proses
pematangan folikel. Bahwa penggunaan PST yang dianjurkan untuk di konsumsi
ternak paling tinggi 3%, karena tidak berpengaruh terhadap organ reproduksi dan
produktivitas ternak.
Kata-kata kunci ; PST, organ reproduksi, MBM, mencit

ii

ABSTRACT
The performans of mice ( Mus musculus) Reproduction Organs fed
Single Cell Protein
R. Pramono, C. Sumantri, Nahrowi

The research were conducted to evaluate the effect single cell protein (SCP) as
supplementation for meat and bone meal (MBM) to the performans of mice
reproduction organs. About fifty mice fed SCP during two months with several level
of supplementation. The treatment were 0%, 1.5%, 3%, 4.5%, and 6% level of feed.
The respons that evaluated were weight, length and diameter of testes, the length of
vas deferens, sperm count, the length and weight of total female’s reproduction
organs. The test histopatology also held on the male and female reproduction
organs. The result shown that 3% SCP feeding had not effect the reproduction
organs. Single Cell Protein cause the weight, length and diametre testes but not effect
the length of vas deferens. Single Cell Protein tend to reduce sperm production with
impairment of tubulus seminiferus histopatologis. Single Cell Protein tend to impair
the female reproduction organs with the reduction of the follicle activity.
Keywords : single cell protein, reproduction organs, meat bone meal, mice.

iii

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus)
YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG
PROTEIN SEL TUNGGAL


RESI PRAMONO
D01400007

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
iv

PERFORMANS ORGAN REPRODUKSI MENCIT (Mus musculus)
YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG
PROTEIN SEL TUNGGAL

Oleh :
RESI PRAMONO

D01400007

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 Maret 2006

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
NIP. 131 624 187

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc.
NIP. 131 625 429

Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur. Sc.
NIP. 131 624 188

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mojokerto pada tanggal 29 Desember 1981. Penulis
merupakan anak ke dua dari lima bersaudara pasangan Bapak Mardi dan Ibu Pangsi
Hartini.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal dasar dan menengah masingmasing di SDN Banyulegi II, dan SMPN I Dawarblandong Mojokerto. Kedua
pendidikan tersebut diselesaikan pada tahun 1994 dan1997. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan menengah umum di SMUN I Puri Mojokerto dan lulus pada
tahun 2000.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Progam Studi Teknologi Produksi
Ternak Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2000. Selama
mengikuti pendidikan Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan yang
berada di lingkungan Fakultas Peternakan IPB diantaranya BEM-D serta organisasi
ekstra kampus diantaranya PMII dan KBM Bogor

vi

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul ” Performans Organ Reproduksi Mencit (Mus musculus)
yang Diberi Pakan Mengandung Protein Sel Tunggal“ merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Institut Pertanian Bogor.
Protein sel tunggal merupakan salah satu sumber protein yang tinggi
kandungan asam amino lisin. Dalam penelitian sebelumnya protein sel tunggal dapat
merusak organ vital yang ada pada ayam dan ini juga dimungkinkan terjadi pada
organ reproduksi. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh protein sel
tunggal pada hewan percobaan untuk mengetahui tentang pengaruhnya terhadap
organ reproduksi. Dalam penelitian ini secara keseluruhan protein sel tunggal
berpengaruh terhadap organ reproduksi jantan dan betina histopatologi tapi tidak
mempengaruhi panjang dan bobot organ reproduksi organ betina.
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
mengenai taraf yang aman penggunaan PST pada ternak.
.

Bogor, Maret 2006

Penulis

vii


DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..............................................................................................

ii

ABSTRACT.................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP .....................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .................................................................................

vii

DAFTAR ISI................................................................................................


viii

DAFTAR TABEL........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
Perumusan Masalah .........................................................................
Tujuan .............................................................................................


1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Biologis Mencit ......................................................................
Organ Reproduksi Mencit Jantan ...................................................
Bobot Testis ........................................................................
Diameter Testis ....................................................................
Jumlah Sperma .....................................................................
Panjang Testis dan Vas Deferens........................................ .
Organ Reproduksi Betina.................................................................
Konsumsi Pakan dan Air Minum ....................................................
Protein Sel Tunggal dan Tepung Daging Tulang ...........................

3
4
5
6
6

7
8
9
9

METODE
Tempat dan Waktu ...........................................................................
Materi
Hewan Percobaan ................................................................
Kandang ...............................................................................
Peralatan...............................................................................
Ransum ................................................................................
Prosedur
Pelaksanaan Penelitian .....................................................................
Parameter yang Diamati ..................................................................
Berat dan Ukuran Organ Reproduksi...................................
Uji Histopatologi..................................................................
Rancangan ........................................................................................

12
12
12
12
13
13
14
14
14
16

viii

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian PST terhadap Organ Reproduksi Jantan ........
Bobot Testis................. ........................................................
Diameter Testis............ ........................................................
Jumlah Sperma........... ..........................................................
Panjang Testis............. .........................................................
Panjang Vas Deferens.. ........................................................
Pengaruh Pemberian PST terhadap Organ Reproduksi Betina ........
Bobot Organ Reproduksi Total ............................................
Panjang Organ Reproduksi Total .........................................
Histopatologi Testis................. ........................................................ .
Histopatologi Organ Reproduksi Betina...........................................

17
17
18
19
20
20
21
21
22
22
25

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................

28
28

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

30

LAMPIRAN.................................................................................................

32

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus).............................................

3

2. Perbandingan Kualitas PST dan MBM ............................................

11

3. Komposisi Ransum……………………………………………… ..

13

4. Rataan Jumlah Sperma, dan Panjang Vas deferens serta Bobot,
Panjang dan Diameter Testis Mencit Penelitian ..............................

17

5. Rataan Bobot dan Panjang Organ Reproduksi Betina Mencit .........

21

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Organ Reproduksi Mencit Jantan ....................................................

4

2. Organ Reproduksi Mencit Betina ....................................................

8

3. Penampakan Kandang Penelitian dari Atas .....................................

12

4. Hubungan antara Taraf Protein Sel Tunggal (PST) dalam
Ransum Mencit dengan Diameter Testis ………………………... .

18

5. Histopatologi Testis Mencit ............ ................................................

23

6. Histopatologi Organ Reproduksi Mencit Betina .................. ..........

26

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Uji Sidik Ragam Bobot Testis .........................................................

33

2. Uji Lanjut Duncan Pengaruh PST terhadap Bobot Testis ...............

33

3. Uji Sidik Ragam Ragam Diameter Testis ........................................

33

4. Uji Lanjut Duncan Pengaruh PST terhadap Diameter Testis ..........

33

5. Uji Sidik Ragam Jumlah Sperma ....................................................

33

6. Uji Lanjut Duncan Pengaruh PST terhadap Sperma .......................

33

7. Uji Sidik Ragam Panjang Testis ......................................................

34

8. Uji Lanjut Duncan Pengaruh PST terhadap Panjang Testis ............

34

9. Uji Sidik Ragam Panjang Vas Deferens ..........................................

34

10. Uji Sidik Ragam Bobot Organ Reroduksi Betina Total ..................

34

11. Uji Sidik Ragam Panjang Organ Reproduksi Betina Total .............

34

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi ternak dapat ditingkatkan dengan memperbaiki penampilan
reproduksi ternak. Reproduksi ternak ditentukan oleh kemampuannya untuk
menghasilkan sel-sel kelamin yang berkualitas dan melakukan aktivitas reproduksi.
Untuk menghasilkan sel-sel kelamin yang baik dibutuhkan dukungan organ-organ
kelamin yang dapat berfungsi dengan normal. Secara garis besar fungsi organ
reproduksi adalah (a) penghasil sel kelamin, (b) alat transportasi dan pematangan,
serta (c) alat penyalur sel kelamin (Toelihere,1981). Agar dapat berfungsi dengan
normal, sel-sel dalam organ reproduksi tersebut membutuhkan masukan nutrisi yang
berkualitas. Dengan demikian kualitas pakan juga mempengaruhi performans organorgan reproduksi.
Organ reproduksi jantan berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang
memproduksi sperma dan kelenjar endokrin menghasilkan hormon testoteron.
Perkembangan dan pertumbuhan testis pada masa fetal merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan proses reproduksi pada masa pubertas. Pada
tahap ini proses spermatogenesis berjalan seiring dengan perkembangan umur, berat
testis dan volume testis. Performans testis tersebut secara tidak langsung turut
menentukan kualitas sperma.
Fungsi reproduksi hewan betina dipengaruhi oleh kinerja organ-organ
reproduksi, baik yang primer maupun yang sekunder. Hal ini penting karena hewan
betina tidak hanya menghasilkan sel-sel kelamin betina tetapi juga menyediakan
lingkungan tempat embrio yang terbentuk dan berkembang selama masa-masa
permulaan hidupnya. Performans organ-organ reproduksi betina yang prima sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan proses reproduksi hewan betina.
Sebagian besar bahan sumber protein ketersediaannya masih tergantung pada
impor, harganya mahal, dan kandungan asam amino yang tidak seimbang. Sumber
protein seperti Meat and Bone Meal (MBM) atau tepung daging dan tulang mulai
ditinggalkan penggunaannya oleh beberapa industri pakan di luar negeri mengingat
dampak negatif yang ditimbulkannya. Meat and Bone Meal dapat digantikan dengan
sumber protein alternatif seperti Single Cell Protein (SCP) atau protein sel tunggal.

1

Protein Sel Tunggal merupakan bahan sumber protein yang tinggi kandungan
proteinnya, harga relatif murah tetapi memiliki kekurangan berupa asam amino yang
tidak seimbang yaitu tingginya asam amino lisin dan rendahnya asam amino
metionin dan sistin dan tingginya asam nukleat. Keberadaan asam nukleat ini telah
dibuktikan penelitian sebelumnya pada ayam. Jaringan histopatologinya mengalami
kerusakan pada bagian organ-organ vital. Hal ini mungkin juga dapat terjadi pada
organ-organ reproduksi bila diberikan secara berlebih.
Akumulasi asam nukleat dari PST dimungkinkan dapat merusak organ-organ
vital seperti otak, paru-paru, jantung, hati, dan ginjal. Kemungkinan efek yang sama
pada organ-organ reproduksi dapat pula terjadi karena organ ini juga membutuhkan
nutrisi yang diperoleh dari pakan untuk mendukung aktivitas dan fungsi organ-organ
tersebut. Dalam penelitian ini digunakan hewan percobaan berupa mencit yang diberi
ransum yang mengandung PST sebagai penganti MBM untuk mengetahui
pengaruhnya pada performans organ reproduksi.
Perumusan Masalah
Protein Sel Tunggal merupakan bahan sumber protein yang tinggi kandungan
proteinnya, harga relatif murah tetapi memiliki kekurangan berupa asam amino yang
tidak seimbang yaitu tingginya asam amino lisin dan tingginya asam nukleat.
Keberadaan asam nukleat ini telah dibuktikan penelitian sebelumnya pada ayam.
Jaringan histopatologinya mengalami kerusakan pada bagian organ-organ vital. Hal
ini mungkin juga dapat terjadi pada organ-organ reproduksi bila diberikan secara
berlebih.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian PST sebagai
pengganti MBM terhadap organ-organ reproduksi mencit jantan yang meliputi bobot
testis, panjang testis, diameter testis, panjang vas deferens, jumlah sperma
histopatologi, dan bobot serta panjang organ reproduksi betina secara total yang
meliputi ovarium, tuba fallopi, dan uterus.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sifat Biologis Mencit
Menurut Arrington (1972), mencit (Mus musculus) merupakan hewan
percobaan yang paling banyak digunakan yaitu sekitar 40-80%, karena hewan ini
memiliki jumlah anak yang banyak per kelahiran, sifat produksi dan reproduksi yang
menyerupai mammalia besar.
Hewan ini termasuk filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili
Muridae, genus Mus, spesies Mus musculus ( Arrington, 1972). Kelahiran anak
mencit

biasanya

berlangsung

satu

sampai

empat

jam.

Mencit

betina

mengelompokkan semua anaknya setelah anak terakhir keluar kemudian menyusui
anak-anaknya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Tabel 1. Sifat Biologis Mencit (Mus musculus)
Kriteria
Lama hidup
Lama produksi ekonomis
Umur disapih
Umur dewasa
Umur dikawinkan
Bobot dewasa
Jantan
Betina
Bobot lahir
Bobot sapih
Suhu tubuh
Suhu rektal
Kecepatan tumbuh
Kromosom
Siklus berahi
Lama berahi
Perkawinan
Kopulasi
Fertilitas
Aktivitas

Keterangan
1-2 tahun,bisa sampai 3 tahun
9 bulan
21 hari
35 hari
8 minggu
20-40 g
18-35 g
0,5-1,0 g
18-20 g
35-39 0C
Rata-rata 37-40 0C
1 g/hari
2n=40
4-5 hari
12-14 jam
pada waktu berahi
dekat periode berahi
2 jam setelah kawin
Nokturnal (malam)

Sumber: Smith dan Mangkoewidjojo, 1988

Bulu mencit liar berwarna keabu-abuan, dan warna perut sedikit pucat. Mata
berwarna hitam dan kulit berpigmen (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Mencitmencit yang berbeda warna (agouti, hitam dan albino) terindikasi berbeda
metabolismenya.

3

Sifat anatomisnya antara lain limpa pada mencit jantan 50% lebih besar
daripada yang betina. Susunan gigi seri 1/1, tidak ada taring, tidak ada premolar,
geraham 3/3, gigi serinya tumbuh terus. Terdapat tiga pasang mammae dibagian dada
dan dua pasang didaerah inguinal. Perutnya terdiri atas bagian yang berkelenjar dan
yang tidak berkelenjar. Saluran inguinal pada pejantan selalu terbuka selama hidup
(Malole dan Pramono, 1989). Selanjutnya menurut Malole dan Pramono (1989),
mencit digunakan dalam berbagai penelitian dan diagnose dalam bidang obat-obatan
dan kosmetik seperti penelitian tentang ketuaan, virologi, histokompatibiliti, anemia
hemolitik,

kelainan

kongenital,

amoebiasis,

kegemukan,

kekerdilan,

gannopathimonoklonal, diabetes mellitus, penyakit ginjal dan tingkah laku
(behaviour).
Organ Reproduksi Mencit Jantan
Organ reproduksi jantan berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin. Kelenjar eksokrin memproduksi sperma, sedangkan kelenjar endokrin
memproduksi hormon testoteron. Fungsi endokrin dilakukan oleh sel leydig atau sel
interstital sedangkan sperma sebagai hasil kerja kelenjar eksokrin dihasilkan oleh
kelenjar tubular testis (Hartono, 1992). Organ reproduksi mencit jantan (Hafez,
1987) diperlihatkan pada gambar 1.
Keterangan
a. testis
b. vas deferens
c. ureter
d. epididymis
e. penis

Gambar 1. Organ Reproduksi Mencit Jantan
Testis terdiri dari tubularis yang dibalut oleh tunika albugenia. Tunika
albugenia berpenetrasi pada testis dan terdapat septula-septula yang membagi
parenkim kedalam tubuli-tubuli dan mediastinum testis (Hartono, 1992). Testis
dibungkus oleh skrotum yang terdiri dari tiga atau empat lapisan. Lapis superficial
kulit, dibawahnya terdapat lapis fibrosa dan jaringan otot yaitu tunika dartos. Di
bawah tunika dartos terdapat tunika vaginalis yang menutupi dinding skrotum
4

(Hartono, 1992). Perkembangan dan pertumbuhan testis pada masa fetal merupakan
hal yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan proses reproduksi pada masa
pubertas. Pada tahap ini proses spermatogenesis berjalan seiring dengan
perkembangan umur, berat testis, volume testis yang akan menentukan secara tidak
langsung kualitas dari sperma.
Vas deferens mengangkut sperma dari ekor epididymis ke uretra. Dindingnya
mengandung otot-otot licin yang penting dalam mekanisme pengangkutan semen
saat ejakulasi. Dekat ekor epididymis vas deferens berliku-liku dan berjalan sejajar
dengan badan epididymis. Dekat kepala epididymis vas deferens menjadi lurus yang
bersama dengan pembuluh darah , limfe, dan serabut syaraf membentuk funiculus
spermaticus yang terdapat dalam canalis inguinalis didalam cavum abdominalis.
Kedua vas deferens yang berada diatas vesika urinaria semakiin lama semakin
menebal dan membesar membentuk ampul ductuc deferensis. Penebalan ampul ini
disebabkan karena banyak terdapat kelenjar pada dinding saluran.kelenjar ampula
bersifat tubuler dan secara histologis mirip kelenjar vesikularis (Toelihere, 1981).
Organ kopulatoris (penis) ini mempunyai tugas ganda yaitu pengeluaran
urine dan peletakan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis terdiri dari akar,
badan, dan ujung bebas yang berakhir pada glans penis yang membentang ke depan
dari arcus pelvis sampai ke daerah umbilikus pada dinding ventral perut. Penis
ditunjang oleh fascia dan kulit. Di dalam skrotum ia terletak didalam preputium
(Toelihere, 1981).
Bobot Testis
Menurut Rees (1993), kapasitas reproduksi hewan jantan dapat dinilai dengan
sejarah reproduksi, analisis sperma, evaluasi hormon dan histologi testis. Histologi
testis sering digunakan untuk memperoleh informasi tentang adanya gangguan dalam
proses spermatogenesis dan reproduksi jantan pada umumnya. Lebih lanjut menurut
Rees (1993) dan Toelihere (1981), jaringan fungsional dari testis secara umum terdiri
atas jaringan interstisial dan tubulus seminiferus. Dalam tubulus seminiferus terjadi
proses pembentukan spermatozoa atau disebut dengan spermatogenesis. Proses
spermatogenesis dalam tubulus seminiferus dibantu dengan keberadaan sel Sertoli
yang merupakan sel tubuh bukan dalam golongan sel kelamin. Sel-sel Sertoli saling
berhubungan satu dengan yang lainnya diantara membran dasar dan mengelilingi sel5

sel kelamin membentuk persambungan yang tebal. Sedangkan dalam jaringan
interstitial terdapat sel Leydig yang menghasilkan hormon-hormon kelamin.
Diameter Testis
Menurut Gabor et al. (1994), bahwa diameter testis merupakan metode untuk
menentukan volume testis. Volume testis diketahui dari panjang dan diameter testis.
Akurasi metode pengukuran ini masih dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain
seperti umur dan frekuensi kawin. Penurunan jumlah sel Sertoli akan mempengaruhi
pemasukan nutrisi kedalam proses spermatogenesis sel-sel spermatogonia sedangkan
penurunan jumlah sel Leydig akan mempengaruhi produksi hormon-hormon kelamin
yang penting bagi proses tersebut. Hormon reproduksi bekerja dengan optimum
untuk membantu proses spermatogenesis serta di sisi yang lain turut memacu
perkembangan jaringan testis itu sendiri.
Hasil penelitian Gabor et al. (1994) hormon yang terlibat dalam
perkembangan testis adalah hormon Luteinizing Hormone (LH) dan Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH). Penurunan volume testis juga disebabkan oleh
kehilangan sel-sel germinal epitelium (spermatogonia) yang tidak dapat beregenerasi
kembali namun hal ini lebih disebabkan oleh faktor umur dan bukan nutrisi
(Thompson et al., 1992). Kerusakan sel-sel parenkim testis dan penurunan fungsi
epididymis merupakan faktor-faktor lain yang turut menyebabkan penurunan volume
testis disamping nutrisi. Beberapa zat-zat kimia dalam ransum yang dapat
menyebabkan penurunan volume testis atau atropi testis adalah garam kadmium
(Waalkes et al., 1988), etilen oksida (Mori et al., 1991), ethanol (Anderson et al.,
1983), ethane 1,2-dimethanesulphonate (EDS) (Sprando et al.,1990) dan etilendibromida (EBM) (Williams et al., 1991).
Jumlah Sperma
Jumlah

sperma

merupakan

peubah

yang

paling

sensitif

dalam

menggambarkan keberhasilan proses spermatogenesis karena merupakan hasil
kumulatif dari tiap fase dalam proses tersebut seperti yang dikemukakan oleh
Meistrich et al. (1982). Jumlah sperma juga berkorelasi erat dengan fertilitas.
Menurut Indriyani (2004), jumlah spermatozoa dalam tubulus seminiferi yang
normal berada pada kisaran 68,12 sampai 76, 29 buah, spermatogonia dari 43,4
sampai 66,04, spermatosit dari 51,70 sampai 65,81 dan spermatid dari 110,96 sampai
6

137,28. Pada penelitian Indriyani (2004) penghitungan dilakukan pada 20 buah
tubulus seminiferi dan kemudian diambil rata-ratanya. Pada penelitian ini
penghitungan dilakukan pada setiap lobus dan dalam satu lobus diambil lima buah
tubulus seminiferi.
Panjang Testis dan Vas Deferens
Menurut Toelihere (1981), secara histologis massa testis terbungkus dalam
kantong skrotum yang tampak dari bagian luar. Dibagian bawah skrotum terdapat
jaringan tunica albuginea yang berupa lapisan putih tebal dan terdiri atas jaringan
ikat padat serta serabut otot licin. Penebalan jaringan tunica albuginea kearah dalam
terdapat jaringan mediastinum. Jaringan parenkima ini terdiri atas sekat-sekat
(septula) yang menembus masuk lebih jauh kedalam lobuli berbentuk kerucut .
Dalam jaringan parenkima testis secara keseluruhan massa testis terdapat saluransaluran kecil yang bergulung-gulung. Saluran ini disebut sebagai tubulus seminiferus
tempat berlangsungnya spermatogenesis. Di antara tubulus ini terdapat jaringan
interstisial sebagai jaringan ikat yang longgar serta mengandung pembuluh darah,
limfa, sel-sel syaraf dan sel Leydig. Sel Leydig ini berupa sel-sel datar dan berbentuk
poligonal yang mampu menghasilkan hormon-hormon kelamin seperti androgen dan
testosteron. Setiap tubulus seminiferus mempunyai selaput membran dasar berupa
jaringan ikat yang tidak dapat ditembus secara langsung oleh pembuluh darah. Pada
permukaan membran dasar ini terdapat dua macam sel, yaitu (a) sel-sel kelamin
calon spermatozoa berbentuk bundar dan besar (spermatogonia), dan (b) sel-sel
Sertoli yang berbentuk panjang yang menembus kedalam tengah-tengah tubulus
sehingga dapat menghantarkan nutrisi untuk kebutuhan spermatogenesis serta
berperan dalam pembentukan ekor sperma pada spermatid. Dengan adanya membran
dasar ini menurut Rees (1993) dapat dikendalikan hanya substrat tertentu saja yang
dapat masuk kedalam tubulus seminiferus.
Salah satu zat yang dapat mempengarui vas deferens adalah ethanol seperti
yang dilaporkan oleh Anderson et al. (1983) sebagai akibat meningkatnya pelepasan
noradrenalin secara spontan keluar sehingga menurunkan simpanan noradrenalin
dalam vas deferens serta juga menurunkan volume ejakulasi.

7

Organ Reproduksi Betina
Fungsi reproduksi hewan betina dipengaruhi oleh kinerja organ-organ
reproduksi, baik yang primer maupun yang sekunder. Hewan betina tidak hanya
menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk individu baru
tetapi juga menyediakan lingkungan tempat individu tersebut terbentuk dan
berkembang selama masa-masa permulaan hidupnya. Ovarium merupakan organ
reproduksi primer yang mempunyai dwi fungsi yaitu sebagai kelenjar eksokrin yang
menghasilkan sel telur (ovum) dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon-hormon reproduksi. Organ reproduksi sekunder betina terdiri dari tuba
fallopii, uterus, serviks, vagina dan vulva. Fungsi organ reproduksi sekunder adalah
menerima dan menyalurkan sel kelamin jantan dan betina, memberi makan dan
melahirkan individu baru (Toelihere, 1981). Organ reproduksi mencit betina (Hafez,
1987), diperlihatkan pada gambar 2.

Keterangan
a. ampula
b. ismus
c. ovarium
d. uterus
e. Cervik

Gambar 2. Organ reperoduksi mencit betina
Secara anatomi, ovarium terletak didalam ruang abdomen dengan
mesovarium sebagai ligamentum pengganti. Ovarium diselimuti oleh sebuah kantung
yang disebut bursa ovari yang dibentuk dari ligamentum utero-ovari dan
mesovarium. Bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda tergantung pada jenis, umur
dan fase siklus estrus. Secara histologis ovarium terdiri dari korteks dan medula.
Korteks mengandung folikel-folikel ovarium sedangkan medula terdiri dari jaringan
ikat, serabut syaraf dan pembuluh darah (Toelihere, 1981).
Uterus terdapat didalam cavum abdominalis. Ukuran dan bentuk uterus
berbeda-beda pada setiap hewan tergantung pada spesies dan pengaruh hormon

8

selama siklus estrus. Secara histologis uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu (a) lapisan
mukosa atau endometrium yang tersusun atas epitel, kelenjar uterus dan jaringan
ikat, (b) lapisan muscularis dan (c) lapisan serosa atau perimetrium. Uterus terdiri
dari kornua, corpus dan serviks (Toelihere, 1981).
Vagina adalah organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang
terletak didalam rongga pelvis dorsal dari vesica urinaria. Vagina berfungsi sebagai
alat kopulatoris dan sebagai tempat foetus saat melahirkan. Ia mempunyai
kesanggupan berkembang yang cukup besar (Toelihere, 1981).
Konsumsi Pakan dan Air Minum
Mencit liar makan segala macam makanan (omnivorus), dan mau mencoba
makan apapun penganan yang tersedia bahkan bahan yang tidak biasa dimakan.
Akan tetapi bahan-bahan yang tidak biasa dimakan akan dicicipi dahulu dan hanya
akan kembali makan lagi jika tidak ada akibat-akibat buruk setelah mencicipinya
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 ).
Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), seekor mencit dewasa dapat
mengkomsumsi makanan 3-5 g setiap hari atau 10% dari berat badan. Mencit bunting
atau menyusui memerlukan makanan yang lebih banyak. Kebutuhan protein pada
mencit adalah 20-25% (Smith dan Mangkoewidjojo,1988). Malole dan Pramono
(1989) menjelaskan, bahwa makanan yang sering dipakai adalah makanan ayam
dengan kandungan protein 20-25%, lemak 5%, pati 45-50%, serat kasar 5%, dan abu
4-5%. Selanjutnya mereka melaporkan, bahwa air minum yang diperlukan oleh
setiap ekor mencit untuk sehari berkisar antara 4-8 mililiter.
Protein Sel Tunggal dan Tepung Daging Tulang
Protein sel tunggal (PST) adalah sel mikroba kering seperti ganggang,
bakteri, ragi, dan kapang yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein dapat
dipakai untuk konsumsi manusia atau hewan. Produk ini juga berisi bahan nutrisi
lain, seperti karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Marx, 1991).
Menurut Hariyum (1986) yang dimaksud dengan PST adalah protein yang
berasal dari mikroorganisme bersel satu yang telah dikeringkan. Pemanfaatan PST
dalam ransum diharapkan dapat mengurangi kuantitas limbah yang dihasilkan dan
akan mendatangkan keuntungan tambahan.

9

Keuntungan PST adalah perkembangan mikroorganisme sangat cepat jika
dibandingkan dengan tanaman atau hewan, mikroorganisme dapat dengan mudah
dimodifikasi secara genetik, kandungan protein mikroorganisme lebih tinggi bila di
bandingkan dengan makanan hewani, asam amino esensial PST juga cukup baik,
mikroorganisme

dapat

menggunakan

bermacam-macam

medium,

produksi

mikroorganisme dapat dilakukan secara kotinue tidak tergantung iklim dan tidak
membutuhkan tanah yang luas jika dibandingkan dengan bila memproduksi bahan
makanan lain (Hariyum,1986).
Tepung daging dan tulang (TDT) merupakan hasil pengolahan limbah yang
berasal dari daging dan tulang. Pengolahan tersebut biasanya dilakukan dengan
pemanasan dan penekanan pada suhu dan tekanan tertentu. Jika hasilnya diperoleh
kandungan fosfor diatas 4,4% maka produk tersebut disebut dengan tepung daging
dan tulang, namun jika berada dibawah nilai tersebut maka disebut sebagai tepung
daging saja. Tepung daging dan tulang hasil perebusan dan pengeringan memiliki
kandungan protein sekitar 50%, 8% lemak, 28% abu, 10% Ca dan 5% P. Bahan ini
mengandung asam amino lisin dalam jumlah yang cukup tetapi miskin methionin dan
sistin. Kandungan nutrisinya bervariasi tergantung pada proses pemasakan,
pengeringan dan kandungan gelatin. (Scott et al. 1982).
Protein Sel Tunggal memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan Meat
and Bone Meal (MBM) berupa lisin, triptofan, isoleusin, valin, treonin, leusin, Fe,
Energi Metabolis, Protein Kasar dan Bahan Kering yang lebih tinggi terutama asam
amino lisin.

10

Tabel 2. Perbandingan Kualitas PST dan MBM
Nutrien
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
BETN (%)
Abu (%)
ME (kkal/kg)
GE (kkal/kg)
Ca (%)
P (%)
Cu (%)
Fe (%)
K (%)
Na (%)
Mg (%)
Mn (%)
Zn (%)
Cl (%)
Aspartat (%)
Treonin (%)
Serin (%)
Asam Glutamat (%)
Prolin (%)
Glisin (%)
Alanin (%)
Valin (%)
Isoleusin (%)
Leusin (%)
Triptofan (%)
Fenilalanin (%)
Histidin (%)
Lisin (%)
Arginin (%)
Sistin (%)
Metionin (%)
Keterangan :

Tepung Daging dan
Tulang1
93
50,4
10,0
2,8
2150
10,30
5,10
0,002
0,049
1,45
0,70
1,12
0,014
0,093
0,69
1,74
2,20
6,65
2,36
1,54
3,28
0,27
1,81
0,96
2,61
3,28
0,69
0,09

Protein Sel Tunggal2
95,00
63,16
4,21
1,05
28,42
3,16
34293
45134
0,042
0,16
0,001
0,21
0,53
0,03
0,05
0,001
0,001
0,43
3,16
2,13
1,37
4,74
1,68
2,03
3,68
2,89
1,67
3,29
0,49
1,65
0,73
16,78
2,26
0,35
0,14

1. NRC 1994
2. Hasil analisa Laboratorium PT. Cheil Samsung Indonesia (2003)
3. Nilai Perkiraan
4. Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (1993)

11

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas
Peternakan, Institut Perrtanian Bogor yang berlangsung dari Juli sampai dengan
Agustus 2004.
Materi
Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih lepas sapih
(umur 21 hari) yang terdiri dari 25 ekor jantan dan 25 ekor betina dengan berat badan
rata-rata 11,0±1,58 gram per ekor yang di peroleh dari Laboratorium Pemuliaan dan
Genetika Ternak.
Kandang
Kandang yang digunakan terbuat dari aluminium dengan ukuran 25x18x18
cm3. Tempat air minum disediakan dalam masing-masing kandang. Alas kandang
digunakan adalah sekam padi yang diganti setiap tujuh hari. Jumlah kandang yang
digunakan selama penelitian ini sebanyak 25 kandang. Adapun bentuk kandang yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Penampakan Kandang Penelitian dari Atas
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit, litter
dari sekam padi, tempat minum, ember, sikat botol, timbangan elektrik, dan pinset.

12

Ransum
Ransum yang dipergunakan sebagai perlakuan adalah ransum yang
mengandung protein sel tunggal dan terdiri dari lima taraf ( Tabel 3) yaitu:
R1 (6% MBM dan 0% PST), R2 (4,5% MBM dan 1,5% PST), R3 (3% MBM dan
3% PST), R4 (1,5% MBM dan 4,5% PST) dan R5 (0% MBM dan 6% PST). Susunan
ransum ini sesuai dengan yang direkomendasikan oleh National Research Council
(1994). Ransum diolah menjadi bentuk pellet dengan ukuran berdiameter 11-16
mm. Susunan ransum dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3. Komposisi Ransum.
Bahan pakan
Bungkil Kedelai
CGM
CPO
Dedak Halus
Jagung
MBM
PST
Tepung Tulang
CaCO3
Premiks

R1
18,08
6
2
15
50,63
6
0
1,29
0,5
0,5

Komposisi (%)
R2
R3
R4
18,08
18,08
18,08
6
6
6
2
2
2
15
15
15
50,00
49,42
48,72
4,5
3
1,5
1,5
3
4,5
1,92
2,50
3,20
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5

R5
18,08
6
2
15
48,22
0
6
3,70
0,5
0,5

Prosedur
Pelaksanaan Penelitian
Mencit penelitian ditempatkan dalam 25 kandang yang masing-masing
kandang diisi dengan seekor jantan dan seekor betina. Setiap kandang mendapatkan
salah satu dari lima perlakuan ransum yaitu : R1 (6% MBM dan 0% PST), R2 (4,5%
MBM dan 1,5% PST), R3 (3% MBM dan 3% PST), R4 (1,5% MBM dan 4,5% PST)
dan R5 (0% MBM dan 6% PST). Baik penempatan mencit dalam kandang maupun
jenis pakan pada tiap kandang dilakukan secara acak. Pakan dan air minum diberikan
ad libitum. Mencit dipelihara selama 2 bulan, kemudian dimatikan dan selanjutnya
diambil organ reproduksinya, pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan
cara ditimbang dan diukur organ reproduksinya yang meliputi bobot, panjang, dan
diameter testis, panjang vas deferens, jumlah sperma histopatologi dan bobot dan
panjang organ reproduksi betina secara total yang meliputi ovarium, tuba fallopi, dan
uterus.
13

Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati adalah berat dan ukuran organ reproduksi dan
dilanjutkan dengan uji histopatologi.
1. Berat dan Ukuran Organ Reproduksi
Organ Reproduksi Jantan:
a. Bobot testis (g) diukur dengan cara menimbang salah satu testis
menggunakan alat timbang kepekaan 100 gram,
b. Panjang vas deferens (cm) diperoleh dari pengukuran mulai dari
epididymis sampai pangkal penis dengan menggunakan jangka sorong.
c. Panjang testis (cm) diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan
jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada garis tengah melintang testis
d. Diameter testis (cm) diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan
jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada garis tengah bujur testis.
e. Jumlah sperma dihitung dari 6 buah lobus dan tiap buah lobus dihitung
sperma yang ada dalam 5 tubuli seminiferi secara acak.
Organ Reproduksi Betina:
a. Bobot organ reproduksi betina total (g) yang meliputi ovarium, tuba
fallopi, dan uterus dilakukan dengan menimbang secara keseluruhan pada
akhir penelitian.
b. Panjang organ reproduksi betina (cm) diperoleh dengan pengukuran
menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan dari ovarium sampai
uterus.
2. Uji Histopatologi
Organ reproduksi baik jantan maupun betina di analisa dengan menggunakan
uji histopatologi untuk mengetahui kerusakan yang ada pada organ reproduksi.
Pembuatan Preparat Histopatologi
Sediaan preparat yang telah difiksasi dengan larutan BNF 10% diiris dengan
ketebalan 3 mm. Kemudian dimasukkan kedalam kaset tissue selanjutnya dilakukan
proses dehidrasi yaitu menarik jaringan menggunakan alkohol bertingkat 70%, 80%,
95% dan alkohol absolut. Jaringan kemudian dikeringkan dengan menggunakan
Xilol sebanyak dua kali ( xilol 1 dan 2) dan diinfiltrasi dengan parafin cair (infilring).

14

Lamanya perendaman masing-masing dua jam menggunakan automatic tissue
processor.
Proses berikutnya adalah embedding (blocking) yaitu penanaman jaringan
dalam parafin cair yang kemudian dibekukan agar memudahkan pemotongan dengan
menggunakan mikrotom. Jaringan dipotong dengan ketebalan 5-6 um dan hasil
pemotongan yang berbentuk pita diletakkan diatas air hangat agar tidak lengket satu
dengan yang lain dan menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat
dari permukaan air dengan menggunakan gelas obyek yang telah diolesi perekat
(albumin), kemudian dikeringkan dalam inkubator bersuhu 600c selama 24 jam.
Teknik Pewarnaan Hematoksilin Eosin
Pewarnaan dimulai dengan deparafinasi sediaan dalam xilol dua kali selama
dua menit, lalu diikuti oleh proses dehidrasi. Proses dehidrasi dimulai dari alkohol
absolut sampai alkohol 80% masing-masing selama dua menit dan dicuci dengan air
mengalir.
Sediaan diwarnai dengan pewarna hematoksilin selama delapan menit, dibilas
dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15-30 detik dibilas
dengan air mengalir lagi dan akhirnya diwarnai eosin selama dua menit. Untuk
menghilangkan warna eosin yang berlebihan ini, sediaan dicuci dengan air mengalir
dan dikeringkan. Sediaan dimasukkan kedalam alkohol 90% sebanyak 10 kali
celupan, alkohol absolut satu sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut dua selama
dua menit. Xilol satu selama satu menit dan xilol dua selama dua menit. Akhirnya
sediaan ditetesi dengan permount dan ditutup dengan gelas penutup dan siap
diperiksa dibawah mikroskop.
Pengamatan Histopatologi
Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan menggunakan
lensa objektif 10x dan 40x serta okuler 2,5x. Parameter yang diamati berupa keadaan
sperma, keadaan sel telur dan penghitungan jumlah sperma.

15

Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan lima perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa
penggantian MBM dengan PST dengan taraf penggantian 0%, 25%, 50%, 75% dan
100%.
Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + τi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = rataan umum
τi = efek perlakuan ke-i
εij = galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Analisa data dilakukan dengan Sidik Ragam (Analysis of Variance), jika
terdapat hasil yang nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya,
2000).

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian PST terhadap Organ Reproduksi Jantan
Hasil pengamatan respon pemberian PST dalam ransum mencit terhadap
organ reproduksi jantan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Rataan Jumlah Sperma, dan Panjang Vas deferens serta Bobot,
Panjang dan Diameter Testis Mencit Penelitian
Perlakuan
Organ Reproduksi
Rataan
R1
R2
R3
R4
R5
B
B
A
B
A
Bobot Testis
0,24 ±
0,23 ±
0,27 ± 0,23 ±
0,26 ± 0,246±
(gram)
0,01
0,01
0,02
0,01
0,02
0,018
Diameter Testis
0,49ab ± 0,52a ±
0,51a ±
0,42b±
0,43b ± 0,474±
(cm)
0,02
0,08
0,05
0,04
0,04
0,046
A
A
B
A
A
Jumlah Sperma/
431 ,0± 367 ,67 570 ,33 414 ,33 334 ±
423,46±
5 tubuli seminiferi 18,73
± 90,16 ± 9,29
± 65,68 27,51
90,590
Panjang Testis
0,84a ±
0,76ab ± 0,72b ±
0,68b ±
0,75ab ± 0,75±
(cm)
0,09
0,05
0,04
0,08
0,05
0,059
Panjang Vas
2,40 ±
2,42 ±
2,34 ±
2,32 ±
2,52 ±
2,4 ±
Deferens (cm)
0,34
0,32
0,05
0,26
0,23
0,078
Keterangan :

superskip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p