Case Study Radiographic Interpretation of Dog’s Abdominal Disorder in MyVets Animal Clinic Kemang and Bumi Serpong Damai

STUDI KASUS KELAINAN REGIO ABDOMEN ANJING
MELALUI INTERPRETASI RADIOGRAFI DI KLINIK
HEWAN MYVETS KEMANG DAN BUMI SERPONG DAMAI

ADY WIBOWO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BO G O R
2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Studi Kasus Kelainan Regio
Abdomen Anjing Melalui Interpretasi Radiografi di Klinik Hewan MyVets
Kemang dan Bumi Serpong Damai adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 7 September 2010


Ady Wibowo
NIM B04061514

ABSTRACT
ADY WIBOWO. Case Study Radiographic Interpretation of Dog’s Abdominal
Disorder in MyVets Animal Clinic Kemang and Bumi Serpong Damai. Under
direction of DENI NOVIANA and SITI ZAENAB.
The aim of this study was to analyze abnormality and disease in abdomen
region of dog by radiographic interpretation. The study was done by radiographic
interpretation and confirmed with medical record that was taken from MyVets
Animal Clinic Kemang and Bumi Serpong Damai. Interpretation was done by
seven of basic Roentgen signs with changes of size, shape, number, location,
margination, opacity, and alteration of organ function. Interpretation result was
grouped by three system organ which are gastrointestinal, urinary, and
reproduction system. Nine cases were taken for further discussion and compared it
with literature. Abnormalities that were found in gastrointestinal system are
constipation with prolaps ani, gastric foreign body, and bloating. Abnormalities
that were found in urinary system are urolithiasis in urethra, renal failure, and
nephromegaly with urolithiasis. Abnormalities that were found in reproduction

system are dystocia fetalis, mummification, and pyometra.
Keywords : radiographic interpretation, dog, gastrointestinal system, urinary
system, reproduction system

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI KASUS KELAINAN REGIO ABDOMEN ANJING
MELALUI INTERPRETASI RADIOGRAFI DI KLINIK
HEWAN MYVETS KEMANG DAN BUMI SERPONG DAMAI

ADY WIBOWO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BO G O R
2010

Judul Skripsi : Studi Kasus Kelainan Regio Abdomen Anjing Melalui
Interpretasi Radiografi di Klinik Hewan MyVets Kemang dan
Bumi Serpong Damai
Nama
: Ady Wibowo
NIM
: B04061514

Disetujui


Drh. Siti Zaenab
Pembimbing II

Drh. Deni Noviana, Ph.D
Pembimbing I

Diketahui

Dr. Dra. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2010 ini ialah
interpretasi radiografi dengan judul Studi Kasus Kelainan Regio Abdomen Anjing
Melalui Interpretasi Radiografi di Klinik Hewan MyVets Kemang dan Bumi
Serpong Damai.

Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah perjalanan panjang yang
tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini,
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drh. Deni Noviana, Ph.D dan Drh. Siti Zaenab selaku pembimbing
skripsi atas ilmu, keterampilan, nasihat, saran, kritik, dan kesabarannya
dalam membimbing penulis.
2. Drh. Retno Wulansari, MS, Ph.D sebagai dosen penilai dalam seminar
atas semua masukan untuk perbaikan tulisan ini.
3. Prof. Dr. Drh. I Wayan T. Wibawan, MS dan Dr. Drh. M. Fahrudin, MS
sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang baik untuk
kemajuan penulis.
4. Drh. Risa Tiuria, MS, Ph.D selaku pembimbing akademik atas motivasi
dan bimbingan dalam kegiatan akademik penulis.
5. Ayah, Ibu, Tira, Tiyur, Tiara Tsani, dan lek Dadang atas doa, dukungan,
hitungan mundur, dan semangat yang diberikan kepada penulis.
6. Seluruh dokter hewan dan paramedis di klinik MyVets Kemang dan
Bumi Serpong Damai.
7. Seluruh dokter hewan dan staf bagian Bedah dan Radiologi.
8. Rekan-rekan sepenelitian (Iir, Marina, Uni Fitri, teh Retno, dan mbak
Tetty) atas kerjasama, semangat, dan kebersamaan selama penelitian ini.

9. Keluarga 43sculapius yang sama-sama berjuang S-1 di FKH IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, 7 September 2010
Ady Wibowo

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ady Wibowo, dilahirkan di Margomulyo Natar,
Lampung Selatan pada tanggal 5 Agustus 1988. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara dari Ayah yang bernama Tatang dan Ibu yang bernama
Sutarti.
Tahun 2006 penulis lulus SMA Negeri 1 Natar Lampung Selatan dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di BEM
TPB Kabinet Hexagonal sebagai staf Departemen Sosial dan Kesejahteraan
Mahasiswa tahun 2006/2007, DPM FKH IPB sebagai sekretaris Komisi Eksternal
tahun 2007/2008, MPM KM IPB sebagai staf BP Konstitusi tahun 2007/2008,
Veterinary English Club sebagai anggota tahun 2007/2008, Ikatan Mahasiswa
Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) FKH IPB sebagai anggota tahun
2007/2009, kelas angkatan 43 Aesculapius sebagai Ketua Rohis tahun 2007/2009,

Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia sebagai anggota tahun 2007/2010,
Dewan Keluarga Mushala An Nahl sebagai anggota tahun 2007-2010, DPM FKH
IPB Dewan Revolusioner sebagai Ketua tahun 2008/2009. Disamping itu, penulis
juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Lampung
sebagai Ketua Departemen Kerohanian dan Pendidikan tahun 2007/2008,
Organisasi luar kampus Program Kakak Asuh sebagai Pengurus tahun 2007/2009.
Penulis mendapatkan beasiswa P2SDM IPB tahun 2006/2007, beasiswa PPA
tahun 2007/2008, dan beasiswa BBM tahun 2008/2009.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 2
Manfaat ............................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3

Radiasi Ionisasi ................................................................................................ 3
Faktor-Faktor Pembentuk dalam Radiografi ..................................................... 6
Kontras Radiografi ........................................................................................... 9
Interpretasi Radiografi .................................................................................... 10
Posisi Pemotretan Radiografi Hewan Kecil .................................................... 13
Interpretasi Radiografi Daerah Abdomen........................................................ 13
Sistem Pencernaan ......................................................................................... 16
Sistem Perkemihan dan Reproduksi................................................................ 17
Teknik Bahan Kontras Radiografi .................................................................. 18
METODE .......................................................................................................... 22
Waktu dan Tempat ......................................................................................... 22
Prosedur ......................................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 23
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 40

ix

DAFTAR TABEL
Halaman

1 Hasil pengamatan radiograf kasus konstipasi dan prolaps ani .......................... 23
2 Hasil pengamatan radiograf kasus adanya benda asing di lambung.................. 25
3 Hasil pengamatan radiograf kasus bloat .......................................................... 26
4 Hasil pengamatan radiograf kasus urolithiasis di uretra ................................... 28
5 Hasil pengamatan radiograf kasus gagal ginjal ................................................ 30
6 Hasil pengamatan radiograf kasus nephromegaly dan urolithiasis.................... 32
7 Hasil pengamatan radiograf kasus distokia fetalis............................................ 34
8 Hasil pengamatan radiograf kasus mummifikasi.............................................. 36
9 Hasil pengamatan radiograf kasus pyometra.................................................... 38

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Identifikasi opasitas lima substansi yang berbeda dalam mengabsorbsi sinar-x .. 7
2 Pengaruh ketebalan objek terhadap radioopasitas .............................................. 7
3 Anatomi organ viscera dengan proyeksi kiri (A) dan kanan (B) di ruang
abdomen anjing ............................................................................................... 14
4 Anatomi organ viscera dengan radiograf standar pandang lateral rekumbensi
kanan (A) dan ventro-dorsal (B) di ruang abdomen anjing normal .................. 15

5 Kasus konstipasi dan prolaps ani, radiograf standar pandang lateral rekumbensi
kanan ............................................................................................................... 23
6 Kasus benda asing di lambung, radiograf standar pandang lateral rekumbensi
kanan ............................................................................................................... 25
7 Kasus benda asing di lambung, radiograf standar pandang ventro-dorsal ........ 25
8 Kasus bloat, radiograf dengan standar pandang lateral rekumbensi kanan ....... 26
9 Kasus urolithiasis di uretra, radiograf standar pandang lateral rekumbensi
kanan ............................................................................................................... 28
10 Kasus gagal ginjal, radiograf standar pandang lateral rekumbensi kanan ....... 29
11 Kasus gagal ginjal, radiograf standar pandang ventro-dorsal ......................... 30
12 Kasus nephromegaly dan formasi urolith di vesika urinaria, radiograf standar
pandang lateral rekumbensi kanan ................................................................. 32
13 Kasus distokia fetalis, radiograf standar pandang lateral rekumbensi kanan ... 34
14 Kasus distokia fetalis, radiograf standar pandang ventro-dorsal..................... 34
15 Kasus mummifikasi, radiograf standar pandang lateral rekumbensi kanan ..... 36
16 Kasus pyometra, radiograf standar pandang lateral rekumbensi kanan ........... 37
17 Kasus pyometra, radiograf standar pandang ventro-dorsal ............................ 37

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Radiografi merupakan sarana penunjang diagnostik yang sudah berkembang
pesat baik di dunia kedokteran manusia maupun dalam dunia kedokteran hewan
yang bertujuan untuk kesejahteraan. Radiografi membantu menentukan keputusan
utama diagnosa dengan mengombinasikan rekam medik yang tercatat sehingga
cepat dilakukan penanganan pengobatan. Perkembangan radiografi ini dimulai
sejak sinar-x ditemukan pada tanggal 8 November 1895 hingga adanya publikasi
pertama angiografi satu tahun setelahnya. Perkembangan ini merupakan dasar
perubahan besar dalam tata cara diagnosa dan penanganan penyakit pada manusia
dan hewan (Thrall & Widmer 2002).
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kehidupan yang seimbang antara
manusia dan hewan kesayangan terutama anjing dalam menjaga kesehatan
keduanya membutuhkan pelayanan kesehatan yang baik, cepat, dan akurat. Dalam
menunjang peningkatan pelayanan kesehatan ini, penggunaan sinar-x sebagai alat
bantu diagnosa sangat penting selain pemanfaatan sinar-x sebagai sarana terapi
pengobatan (Hendee & Ritenour 2002). Sinar-x sebagai alat bantu diagnosa
dilakukan pada regio thorak, abdomen, ekstremitas, ruang peritoneum, kepala
serta leher, dan tulang punggung. Kelainan pada regio abdomen lebih banyak
terjadi karena regio abdomen memiliki banyak sekali organ (Orpet & Welsh
2002). Tiga sistem tubuh yang terdapat di dalam regio abdomen dan sering
mengalami kelainan diantaranya sistem pencernaan, sistem perkemihan, dan
sistem reproduksi. Kemampuan calon dokter hewan dalam interpretasi radiografi
kelainan pada regio abdomen berdasarkan tujuh parameter Roentgen yaitu
perubahan dalam ukuran, bentuk, jumlah, lokasi, marginasi, opasitas, dan fungsi
normal organ harus ditingkatkan sebelum praktik di lapangan. Dokter hewan
praktik dan akademisi di dunia pendidikan membutuhkan informasi yang bersifat
kualitatif dari kelainan yang terjadi pada regio abdomen anjing. Maka
diperlukanlah analisa interpretasi kelainan pada regio abdomen anjing untuk
memberikan informasi data yang bermanfaat.

2

Tujuan
Tujuan studi kasus ini adalah untuk menganalisa kejadian penyakit dan
kelainan regio abdomen pada anjing melalui interpretasi radiografi berdasarkan
tujuh parameter Roentgen yaitu perubahan dalam ukuran, bentuk, jumlah, lokasi,
marginasi, opasitas, dan fungsi normal organ sehingga didapatkan data yang
bersifat kualitatif dari kasus yang terjadi di Klinik Hewan MyVets. Dengan
demikian, hasil ini dapat dijadikan acuan bagi dokter hewan praktik dalam
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menangani kasus yang terjadi
pada anjing.
Manfaat
Melalui studi kasus ini akan didapatkan data yang bersifat kualitatif
berkaitan dengan kelainan pada regio abdomen anjing melalui interpretasi
radiografi. Data kelainan yang ditemukan diharapkan dapat menjadi bahan
referensi pemeriksaan dan diagnosa penyakit bagi dokter hewan praktik dan
akademisi di dunia pendidikan. Interpretasi radiografi yang berkelanjutan dapat
meningkatkan kemampuan calon dokter hewan dalam mendiagnosa penyakit
sebagai perwujudan fungsi radiodiagnostik.

TINJAUAN PUSTAKA
Sinar-x ditemukan oleh ahli fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conrad
Roentgen pada tanggal 8 November 1895, sehingga sinar-x ini juga disebut Sinar
Roentgen. Penemuan ini membawa pengaruh perkembangan yang besar bagi
dunia kedokteran baik manusia maupun hewan. Sebagai contohnya adalah
angiography yang dipublikasikan pada tahun 1896, hanya setahun setelah
ditemukannya sinar-x (Thrall & Widmer 2002). Perkembangan Roentgen di
Indonesia dimulai oleh Dr. Max Herman Knoch seorang ahli radiologi
berkebangsaan Belanda yang bekerja sebagai dokter tentara di Jakarta (Anonim
2008). Pemanfaatan sinar-x ini terus berkembang dari tahun ke tahun dan sudah
banyak dimanfaatkan dalam dunia kedokteran manusia dan hewan sebagai sarana
penunjang diagnosa dan terapi radiasi (Widmer et al. 1994; Adams 1994; LaRue
& Gillette 1994; Hendee & Ritenour 2002).
Radiasi Ionisasi
Sinar-x merupakan gelombang elekromagnetik atau disebut juga dengan
foton sebagai gelombang listrik sekaligus gelombang magnet. Energi sinar-x
relatif besar sehingga memiliki daya tembus yang tinggi. Sinar-x dapat
dipantulkan, dibiaskan atau dibelokkan, dan difraksikan seperti sinar pada
umumnya, perbedaannya sinar-x mempunyai panjang gelombang yang lebih
pendek (Hendee & Ritenour 2002). Sinar-x bergerak lurus, tidak dipengaruhi oleh
medan magnet yang berada di sekitarnya, dan dapat menghitamkan kertas potret.
Sinar-x menghasilkan ionisasi pada berbagai gas setelah melewatinya sehingga
dengan pengetahuan tersebut digunakan untuk mengukur intensitas sinar-x. Sinarx terbagi atas dua bentuk yaitu sinar-x karakteristik dan sinar-x bremsstrahlung.
Sinar-x karakterisktik terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari
tingkat energi yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah.
Perbedaan energi dari tingkatan-tingkatan orbit dalam atom target cukup besar,
sehingga radiasi yang dipancarkannya memiliki frekuensi yang cukup besar dan
berada pada daerah sinar-x. Sinar-x bremsstrahlung terjadi apabila elektron yang
bermuatan listrik bergerak dengan kecepatan yang tinggi melintas dekat ke inti

4

suatu atom menyebabkan elektron membelok dengan tajam karena gaya tarik
elektrostatik inti atom yang kuat. Peristiwa ini menyebabkan elektron kehilangan
energinya sehingga memancarkan radiasi elektromagnetik. Sinar-x karakteristik
mempunyai spektrum energi yang diskrit, sementara spektrum energi dari sinar-x
bremsstrahlung adalah kontinyu yang lebar (Martin 2000).
Proses terbentuknya sinar-x diawali dengan adanya pemberian arus pada
kumparan filamen pada tabung sinar-x sehingga akan terbentuk awan elektron.
Pemberian beda tegangan akan menggerakkan awan elektron dari katoda
menumbuk target di anoda sehingga terbentuklah sinar-x karakteristik dan sinar-x
bremsstrahlung. Sinar-x yang dihasilkan keluar dan jika berinteraksi dengan
materi dapat menyebabkan beberapa hal diantaranya adalah efek fotolistrik, efek
hamburan Compton, dan efek terbentuknya elektron berpasangan. Ketiga efek ini
didasarkan pada tingkat radiasi yang berinteraksi dengan materi secara berurutan
dari paling rendah hingga paling tinggi. Efek fotolistrik dari radiasi ionisasi akan
mengakibatkan efek biologi radiasi yang dapat terjadi secara langsung ataupun
secara tidak langsung (Martin 2000; Thrall & Widmer 2002).
Radiasi ionisasi efek fotolistrik terjadi ketika sebuah hamburan partikel
foton dengan energi yang berkecukupan menumbuk elektron yang berada pada
lapisan K-shell dari suatu atom. Tumbukan foton dengan elektron pada lapisan Kshell menyebabkan terlepasnya elektron dari lintasannya dan menghasilkan
sepasang ion yaitu elektron yang bermuatan negatif di lintasan dan yang
bermuatan positif di inti atom. Besarnya ionisasi yang terjadi bergantung pada
tingkat energi yang dimiliki oleh foton. Semakin tinggi energi foton maka
semakin banyak ionisasi dapat terjadi. Elektron yang lepas dari lintasan atom
lapisan K-shell berinteraksi dengan molekul biologi di sekitarnya misalnya DNA
(Hendee & Ritenour 2002).

Efek Compton terjadi bila seberkas foton

ditembakkan ke sebuah elektron bebas yang diam, sehingga sinar-x akan
mengalami perubahan panjang gelombang menjadi lebih besar. Elektron yang
diam menyerap sebagian energi foton sehingga bergerak membelok membentuk
sudut terhadap arah foton mula-mula. Foton yang menumbuk elektron terhambur
dengan sudut tertentu terhadap arah foton semula dan panjang gelombangnya
menjadi lebih besar (Thrall & Widmer 2002). Efek terbentuknya elektron

5

berpasangan terjadi setelah seberkas foton ditembakkan ke suatu atom dan
melintas dekat dengan inti atom (elektron positif) dan elektron lapisan terdalam
(elektron negatif). Tumbukan tersebut menyebabkan elektron positif dan elektron
negatif terlepas sebagai seberkas sinar yang mempunyai daya tembus yang tinggi.
Terlepasnya elektron positif dan elektron negatif dari suatu atom dapat terjadi oleh
seberkas foton yang mempunyai energi minimal sebesar 1,02 MeV (Hendee &
Ritenour 2002).
Radiasi ionisasi yang terjadi pada makhluk hidup dapat berbahaya. Jaringan
yang terpapar sinar-x melibatkan DNA yang merupakan gen yang ikut dalam
semua proses metabolik dan klonogenik sel yang akan menghasilkan amplifikasi
biologik. Ionisasi yang terjadi pada DNA dapat menimbulkan peningkatan laju
mutasi, peningkatan angka abortus dan abnormalitas fetus jika teradisi pada fetus,
peningkatan risiko terkena penyakit dan masa hidup yang pendek, peningkatan
risiko kanker terutama kanker tiroid, leukemia, kanker kulit, dan peningkatan
risiko katarak (Thrall & Widmer 2002). Mengingat hal itu, pemanfaatan sinar-x
harus memperhatikan efek negatif biologis tersebut dengan menggunakannya
secara arif, bijaksana, dan aman bagi hewan, manusia, serta lingkungan sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku (Ulum & Noviana 2008).
Orang yang bekerja dengan sinar-x harus memperhatikan risiko dari radiasi.
United States Nuclear Regulatory Commision menyatakan batasan dosis individu
terpapar radiasi maksimal adalah 0,05 Sievert atau 5 rem per tahun (Widmer et al.
1994). Dosis tersebut masih mempunyai efek yang tidak diinginkan sehingga
selalu dievaluasi setiap tahunnya, dan pada tahun 2008 International Commision
on Radiological Protection menyatakan dosis individu terpapar radiasi maksimal
adalah 0,02 Sievert per tahun (Wrixon 2008). Berdasarkan Surat Keputusan
Kepala Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 (1999) batas dosis maksimal yang
diterima pekerja radiasi di Indonesia adalah 0,05 Sievert per tahun.
Memperhatikan hal itu, orang yang bekerja dengan sinar-x harus menguasai
kemampuan dalam menempatkan posisi pasien untuk radiografi, penguasaan
operasi mesin sinar-x, dan teknik ruang gelap dengan baik (Menendez 2007).
Jumlah paparan radiasi dari suatu sinar-x yang diterima individu dapat
dikurangi dengan menjaga jarak, waktu paparan, dan penghalang. Prinsip tersebut

6

dikenal dengan “The Big Three of Radiation Safety”. Prinsip menjaga jarak antara
teknisi atau operator dengan sumber sinar-x dapat mengurangi jumlah paparan
sinar-x yang diterima. Semakin jauh jarak operator dengan sinar-x semakin lebih
aman bagi tubuh. Waktu yang diperlukan untuk paparan sinar-x sedapat mungkin
hanya sepersekian detik sehingga jumlah radiasi sinar-x yang diterima semakin
sedikit. Penggunaan penghalang berupa apron 0,5 mm Pb, sarung tangan 0,5 mm
Pb, kacamata dengan 0,25 mm Pb, lempengan Pb penutup leher (mini apron)
untuk melindungi kelenjar tiroid dan peralatan pelindung lainnya dapat menjaga
tubuh dari radiasi sinar-x (Partington 2006).
Faktor-Faktor Pembentuk dalam Radiografi
Teknik pencucian film di ruang gelap merupakan faktor yang sangat penting
untuk mendapatkan radiograf yang dapat terbaca sebagai sarana diagnosa.
Walaupun pengambilan radiografi telah benar dan sesuai dengan prosedur, namun
apabila tidak mempunyai pengetahuan yang cukup di ruang gelap serta keahlian
teknis maka film yang didapat tidak akan bernilai sebagai sarana diagnosa karena
kesalahan dalam teknik pencucian (Watters 1994). Tahapan pencucian film di
ruang gelap adalah developing, rinsing, fixing, washing, dan drying. Kualitas
cairan dari developer dan fixer harus selalu diperiksa untuk mendapatkan hasil
yang baik (Martin 2000).
Pengetahuan radiologi sebagai dasar dari kemampuan sinar-x dalam
menetrasi film harus dikuasai oleh radiografer. Ketika sinar-x mengenai pasien,
beberapa sinar-x diabsorbsi, beberapa berpendar, dan yang lainnya bertebaran.
Radiograf merupakan gambaran dari jumlah dan distribusi sinar-x yang melewati
pasien dan menghitamkan film dengan beberapa kemungkinan. Kemungkinan
yang terjadi akibat interaksi sinar-x dengan benda yaitu tidak terjadi apa-apa
sehingga film hitam seluruhnya, sinar-x dihentikan sepenuhnya sehingga terlihat
warna putih pada film, dan sebagian sinar-x berinteraksi tapi ada juga sebagian
yang melewati sehingga citra yang terlihat adalah warna abu-abu. Istilah yang
menggambarkan keadaan film tersebut akibat terpaparnya sinar-x biasa disebut
densitas. Densitas merupakan istilah yang menunjukkan kehitaman film yang
ditentukan banyaknya kristal perak yang terbentuk akibat berinteraksi dengan

7

sinar-x yang dapat mencapai film setelah melalui tubuh hewan. Densitas dari
beberapa komposisi yang dapat dijadikan dasar adalah radiograf udara, lemak, air,
tulang, dan logam (Berry et al. 2002).

Udara

Lemak

Air

Tulang

Logam

Radiopaque
Radiolucent
Densitas Optik
Kehitaman Film
Densitas Radiograf
Gambar 1 Identifikasi opasitas lima substansi yang berbeda dalam mengabsorbsi
sinar-x (Berry et al. 2002).
Ada dua istilah untuk menggambarkan radiografi yang ditimbulkan dari
pasien yang di foto yaitu radiolucent untuk bentuk suatu objek yang sedikit
mengabsorbsi radiasi dan radiopaque untuk menunjukkan bahan/organ yang
menahan banyak radiasi. Ketebalan dari objek juga mempengaruhi radioopasitas
yang ditimbulkan dari sinar-x. Semakin tebal objek yang dilewati sinar-x maka
semakin sedikit sinar-x yang merubah citra film sehingga gambaran yang terjadi
pada film adalah warna putih (Berry et al. 2002).

Radiopaque
Radiolucent
Gambar 2 Pengaruh ketebalan objek terhadap radioopasitas (Berry et al. 2002).

8

Sinar-x yang mampu menghitamkan film setelah melewati tubuh pasien
menghasilkan derajat citra yang berbeda pada film. Perbedaan tersebut terjadi
karena sinar-x yang mampu diabsorbsi, berpendar, dan bertebaran ketika
menumbuk objek. Tubuh tidak sepenuhnya sama (homogen) dalam mengabsorbsi
sinar-x, fenomena ini disebut sebagai perbedaan absorbsi (Berry et al. 2002).
Kondisi demikian, radiografer dalam memotret tubuh pasien harus memperhatikan
beberapa faktor agar mendapatkan radiograf yang bagus dan bernilai diagnosa.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kuantitas atau jumlah sinar-x yang
terbentuk tersebut terdiri atas Milliamperage, Second, Milliamperage Second,
Kilovoltage peak, dan Focal spot-Film Distance. Faktor lain yang juga
mempengaruhi kualitas radiograf adalah tipe intensifying screen, tipe film sinar-x,
dan teknik penggunaan grid (Thrall & Widmer 2002; Partington 2006; Menendez
2007).
Milliamperage merupakan standar satuan jumlah (flux) elektron yang keluar
dari katoda menuju anoda untuk menghasilkan sinar-x di dalam tabung sinar-x.
Peningkatan pengaturan milliamperage pada unit sinar-x akan menyebabkan
densitas radiograf berupa kehitaman film atau lucent. Sementara itu, penurunan
pengaturan milliamperage akan mereduksi densitas radiograf atau menghasilkan
film yang terang atau opaque. Unit diagnostik yang paling banyak digunakan
untuk hewan kecil dioperasikan pada pengaturan dari 50 sampai 300 mA. Unit
portable sinar-x kecil yang digunakan pada hewan besar menggunakan aliran yang
rendah sekitar 10 atau 20 mA. Sementara itu, unit sinar-x yang besar seperti di
rumah sakit hewan kecil dapat menggunakan aliran yang besar yaitu 2000 mA
(Partington 2006).
Second adalah waktu mengalirnya arus dari katoda menuju ke anoda, dan
waktu untuk menghasilkan sinar-x dalam setiap paparan. Semakin panjang waktu
paparan, jumlah elektron yang mengalir dari katoda menuju anoda akan semakin
besar dan jumlah foton yang dihasilkan pun semakin besar. Waktu paparan dan
milliamperage merupakan faktor terbentuknya jumlah foton. Berdasarkan hal itu,
waktu paparan yang singkat digunakan untuk menurunkan hasil radiograf yang
samar-samar

akibat

pergerakan,

sehingga

selalu

digunakan

pengaturan

milliamperage yang tinggi serta pengaturan waktu yang rendah. Pengaturan

9

milliamperage yang tinggi, maka jumlah elektron akan dimaksimalkan di dalam
tabung sinar-x untuk mengisi anoda dengan waktu yang sangat pendek (Partington
2006).

Milliamperage Second adalah perkalian antara Milliamperage dengan

Second yang berarti bahwa jumlah elektron yang keluar dari katoda menuju anoda
dalam satu paparan untuk menghasilkan sinar-x (Orpet & Welsh 2002).
Energi yang dhasilkan oleh sinar-x untuk melakukan penetrasi melalui
benda atau bagian tubuh yang sampai ke permukaan film dinamakan Kilovoltage
peak. Peningkatan kilovoltage (kV) akan meningkatkan densitas radiografi atau
kehitaman film karena peningkatan foton sinar-x yang melewati tubuh pasien.
Penurunan kilovoltage sebaliknya, yaitu akan menurunkan densitas film (Orpet &
Welsh 2002). Pengaturan kilovoltage yang paling sering digunakan untuk
diagnostik radiologi berkisar dari 40 sampai 150 kV. Pengaturan kV yang tinggi
dan mAs yang rendah digunakan untuk pemeriksaan jaringan lunak. Sementara
itu, untuk struktur yang keras seperti struktur tulang digunakan kV yang rendah
dan mAs yang tinggi (Partington 2006).
Jarak focus spot tabung sinar-x dengan permukaan film disebut Focal spotFilm Distance. Faktor ini pada dasarnya tetap atau konstan selama pengambilan
foto dari satu paparan dengan paparan yang lain. Jarak yang biasa digunakan
untuk hewan besar berkisar dari 70 sampai 85 cm dan untuk hewan kecil berkisar
dari 90 sampai 105 cm. Menjaga Focal spot-Film Distance sangat penting karena
akan mempengaruhi faktor eksposur lainnya. Penurunan Focal spot-Film Distance
akan menyebabkan densitas film semakin meningkat karena intensitas sinar-x
yang melewati pasien meningkat (Partington 2006; Menendez 2007).
Kontras Radiografi
Kontras adalah istilah yang digunakan pada perbedaan opasitas (kekeruhan)
antara dua regio atau area dari radiografi. Kontras ini memberikan kemudahan
bagi radiografer untuk membaca hasil radiografi dalam membedakan bentukan
organ yang ada. Kontras dikatakan tinggi bila gambar yang dihasilkan berwarna
hitam atau putih. Kondisi tersebut tidak menunjang dengan baik ke arah suatu
pembacaan karena organ yang berbeda akan diekspresikan dengan warna yang
sama. Prinsip radiografi sendiri adalah digunakan untuk menghasilkan banyaknya

10

gradasi bayangan abu-abu di antara hitam (udara) dan putih (tulang). Jumlah
gradasi bayangan abu-abu antara hitam dan putih disebut dengan istilah latitude
(Martin 2000). Kontras radiograf dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu;
1). Peningkatan nilai KVP menyebabkan daya tembus meningkat sehingga
kontras film akan rendah atau menurun dan terbentuk banyak gradasi bayangan
abu-abu, dan 2). Penurunan nilai KVP menyebabkan daya tembus dari sinar-x
menurun sehingga kontras film akan tinggi atau meningkat dan menghasilkan
sedikit gradasi bayangan abu-abu (Thrall & Widmer 2002).
Interpretasi Radiografi
Interpretasi radiografi dilakukan untuk mengumpulkan semua data-data dan
bukti, menganalisa, dan akhirnya adalah mengambil keputusan terhadap
pemeriksaan yang telah dilakukan. Ada beberapa tahap yang harus diperhatikan
untuk mendapatkan interpretasi yang baik dan berujung pada diagnosa yang
akurat yaitu pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik, teknik radiografi yang
benar, dan evaluasi radiograf. Foto radiografi selalu diinterpretasi berdasarkan
tahapan yang telah disebutkan diatas (Morgan & Wolvekomp 2004).
Pemeriksaan anamnesa selalu dilengkapi dengan signalemen serta rekam
medik lain yang digunakan untuk mendiagnosa. Anamnesa hewan diketahui dari
pemilik hewan atau dari orang yang berhubungan dekat dan mengetahui keadaan
hewan. Anamnesa yang tidak benar dapat memberikan diagnosa yang diambil
salah dan tidak akurat. Signalemen hewan memberikan informasi khusus sehingga
memudahkan dalam mengenali hewan dan tindakan penanganan yang akan
diambil selanjutnya. Signalemen hewan terdiri atas nama hewan, jenis hewan, ras,
warna bulu dan kulit, jenis kelamin, umur, dan tambahan khusus berupa berat
badan, petanda buatan, petanda bawaan, petanda khusus, dan penggunaan hewan.
Rekam medik lain juga diperlukan untuk mendukung arah diagnosa yang benar
dan akurat (Thrall & Widmer 2002).
Pemeriksaan fisik selalu dilakukan sebelum pengambilan tindakan
Roentgen. Pemeriksaan tersebut memberikan pertimbangan mengenai perlu atau
tidaknya tindakan Roentgen serta sekaligus menentukan area atau lesio
pengambilan foto apabila hewan tersebut memang harus dilakukan pemeriksaan

11

radiografi. Radiografi merupakan langkah konfirmasi terhadap hasil diagnosa
klinis atau kecurigaan terhadap kelainan tertentu, sehingga dengan radiograf
didapatkan diagnosa yang benar dan akurat. Pemeriksaan fisik sangat penting
sebagai pertimbangan tindakan Roentgen karena menyangkut kesehatan pasien
serta operator dari berlebihnya dosis akumulasi sinar-x yang terpapar (Kleine
1994; Tayal 2004).
Prosedur radiografi yang benar memberikan radiograf yang benar sehingga
memudahkan dalam pembacaan. Prosedur yang salah dapat menyebabkan
radiograf tidak mempunyai nilai diagnosa sama sekali apabila radiograf tersebut
tidak dapat dibaca serta informasi yang diinginkan dari radiograf hewan tidak
dapat ditemukan. Prosedur radiografi yang salah akan memberi kesimpulan
diagnosa yang salah. Selain prosedur radiografi, harus diperhatikan juga tata cara
pengamatan radiografi yang benar agar tidak salah dalam menyimpulkan
diagnosa. Radiografi merupakan gambaran dua dimensi dari suatu struktur atau
organ yang tiga dimensi sehingga perlu diimajinasikan ke dalam bentuk asalnya
yang berupa tiga dimensi. Untuk mendapatkan imajinasi tiga dimensi tersebut,
pengambilan foto harus dengan posisi sudut pandang yang tepat serta diperlukan
minimal dua radiograf dengan sudut pandang yang berbeda ketika pengamatan
radiografi. Radiograf yang diamati harus ada tanda posisi pasien seperti tanda kiri
atau kanan yang memudahkan pengamat untuk menentukan kelainan yang terjadi
apakah di tubuh pasien bagian kanan atau bagian kiri. Penandaan posisi pasien
tersebut dilakukan ketika prosedur pengambilan foto (Tayal 2004).
Pengamatan radiografi dilakukan dalam ruangan tertutup dan lingkungan
yang tenang. Radiograf digantung pada illuminator dengan prosedur standar dan
pola tetap. Hasil pengambilan radiograf lateral maka bagian cranial pasien
diletakkan di sisi kiri pada illuminator atau sebelah kiri pembaca. Hasil
pengambilan radiograf ventro-dorsal atau dorso-ventral maka bagian cranial
diletakkan di atas dan bagian kiri pasien berada di kanan pembaca. Pencahayaan
illuminator yang digunakan dalam ruangan harus cukup. Cahaya yang terlalu
banyak dan terang dapat menyulitkan dalam pengamatan, maka cahaya ruangan
lain yang tidak perlu harus dikurangi. Lesio organ yang diamati difokuskan pada
titik tertentu untuk mendapatkan pengamatan yang jelas dan baik. Pengamatan ini

12

dilakukan dari jarak dekat maupun jauh. Hal ini dilakukan untuk memberi
kejelasan dari radiograf tersebut, apakah gambar yang terbentuk hanyalah noda
atau hamburan dari kesalahan teknik pencucian atau memang suatu lesio.
Informasi mengenai tanggal pembuatan radiografi juga harus dilakukan
pengecekan. Bayangan yang muncul dari radiograf harus dievaluasi dan diberikan
penjelasan apakah berupa bentukan normal anatomi, pecahan atau gambaran dari
struktur yang bertumpuk, artefak dari kesalahan posisi, atau lesio patologi (Tayal
2004).
Evaluasi dari radiograf dilakukan pada semua bagian dari foto radiograf
yang diambil. Terdapat beberapa pendekatan dalam melakukan evaluasi,
pendekatan tersebut yaitu pendekatan melalui sistem organ, organ, dan daerah
organ atau area. Pendekatan melalui sistem organ adalah pendekatan dengan
evaluasi dari susunan organ yang membentuk sistem dalam tubuh, contohnya
sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, dan lain-lain.
Pendekatan melalui organ adalah pendekatan evaluasi dari organ-organ yang
ditemukan, contohnya jantung, hati, usus, dan lain-lain. Pendekatan melalui area
adalah pendekatan dengan evaluasi dari area yang ditemukan, contohnya regio
abdomen area epigastrikus, mesogastrikus, dan hipogastrikus. Berdasarkan ketiga
pendekatan evaluasi tersebut, pendekatan dengan sistem organ adalah yang paling
disarankan untuk digunakan. Hal ini karena pendekatan dengan sistem organ lebih
mudah dan berurut sesuai dengan susunan organ dalam sistem (Bischoff 2003;
Tayal 2004).
Evaluasi radiograf digunakan untuk menemukan dan menjelaskan adanya
kelainan dari pasien. Kelainan tersebut dapat berupa perubahan dari organ atau
struktur berupa perubahan ukuran, bentuk atau kontur, jumlah, lokasi, marginasi,
opasitas (radiopacity atau radiolucent), dan perubahan fungsi normal organ
(Bischoff 2003; Tayal 2004). Setelah evaluasi radiograf selesai, kelainan yang
ditemukan dikonfirmasi dengan anamnesa dan data rekam medik dari pasien
untuk mengambil kesimpulan diagnosa. Apabila terdapat diagnosa banding yang
mungkin dari kelainan tersebut dengan gejala yang mirip, maka kelainan tersebut
dibandingkan dan diambil satu kelainan khas yang muncul dari suatu penyakit
untuk mengambil kesimpulan akhir diagnosa (Tayal 2004).

13

Posisi Pemotretan Radiografi Hewan Kecil
Posisi pemotretan radiografi hewan dengan standar pandang yang lazim
digunakan adalah;
x Cranio-caudal (CC)
x Latero-medial (LM)/ Lateral recumbency
x Ventro-dorsal (VD)
x Dorso-ventral (DV)
x Obique (-Oblique)
Penamaan ini berdasarkan terminologi pada Nomina Anatomica Veterinaria.
Selain posisi standar pandang di atas, terdapat standar pandang lain sebagai
standar pandang spesifik seperti contohnya dorsolateral palmaromedial oblique
(DLPaMO) untuk pemotretan os carpal, namun standar pandang spesifik ini
hanya digunakan untuk beberapa daerah struktur tubuh (Thrall & Widmer 2002).
Posisi yang digunakan untuk pemotretan radiografi abdomen adalah lateral
recumbency, dorso-ventral, dan ventro-dorsal. Posisi lateral recumbency baik
kanan maupun kiri biasa digunakan untuk pengambilan radiografi dan evaluasi
organ-organ di regio abdomen. Posisi dengan standar pandang ventro-dorsal lebih
baik daripada dorso-ventral. Hal ini disebabkan posisi ventro-dorsal memberikan
ruang yang lebih luas bagi abdomen sehingga gambaran organ-organ yang berada
di abdomen terpisah dan lebih jelas pada radiografi. Selain itu, gambaran organ
juga didukung oleh cara pengambilan radiografi yang baik yaitu pada saat hewan
ekspirasi maksimum (Redrobe 2001).
Interpretasi Radiografi Daerah Abdomen
Ketika melakukan interpretasi radiograf, pembaca radiograf harus
mengetahui terlebih dahulu bentukan normal organ suatu hewan serta ditunjang
dengan ilmu-ilmu yang mendukung seperti anatomi dan fisiologi, fisika
radiografi, patofisiologi, dan prinsip dasar kesehatan dan bedah (Thrall & Widmer
2002).

14

Gambar 3 Anatomi organ viscera dengan proyeksi kiri (A) dan kanan (B) di ruang
abdomen anjing (Dyce et al. 2002).

Keterangan: 1. Diafragma; 2. Hati; 3. Lambung; 4. Limpa; 5. 5’. Ginjal kiri dan kanan; 6. Kolon
deskenden; 7. Usus halus; 7’. Duodenum deskenden; 8. Pankreas; 9. Rektum; 10. Saluran
perkemihan dan reproduksi hewan betina; 11. Vesika urinaria.

Evaluasi radiograf digunakan untuk menjelaskan adanya kelainan dari
struktur organ dan menentukan lokasi lesio. Radiograf abdomen dari pasien yang
mengalami kelainan dievaluasi dengan temuan berupa salah satu atau gabungan
dari perubahan ukuran organ atau struktur organ, variasi dari kontur dan bentuk,
variasi dari jumlah organ, perubahan posisi dari organ dan struktur organ,
peningkatan opasitas dari organ atau struktur organ, peningkatan bentukan organ
atau struktur organ,dan perubahan dari fungsi normal organ. Evaluasi radiograf
abdomen dilakukan dengan pendekatan sistem organ yang memudahkan
radiografer dalam interpretasi dan deskripsi bila terjadi kelainan (Love & Berry
2002; Bischoff 2003; Tayal 2004).

15

A
B
Gambar 4 Anatomi organ viscera dengan radiograf standar pandang lateral
rekumbensi kanan (A) dan ventro-dorsal (B) di ruang abdomen anjing
normal (Zwingenberger 2008).

Keterangan: 1. Diafragma; 2. Hati; 3. Lambung; 4. Limpa; 5. Ginjal; 6. Kolon; 7. Usus halus;
8. Rektum; 9. Saluran perkemihan dan reproduksi hewan jantan; 10. Vesika urinaria.

Pemeriksaan radiograf abdomen dilakukan mulai dari struktur eksternal
abdomen termasuk struktur tulang belakang, tulang rusuk, dan tulang iliaca.
Selanjutnya evaluasi dinding abdominal dari adanya retakan atau sobekan pada
integritas, perubahan pada opasitasnya atau adanya benda asing. Pemeriksaan
selanjutnya adalah diafragma serta evaluasi seluruh konfigurasi abdominal.
Evaluasi yang paling utama adalah evaluasi untuk sistem pencernaan, sistem
perkemihan dan reproduksi, proporsi sistem musculoskeletal, dan ruang
peritoneum (Kleine 1994).
Visualisasi organ-organ yang berada di abdomen dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu perbedaan kerapatan atau densitas antara satu organ dengan organ
lain, banyaknya lemak dalam abdomen, pergerakan pasien selama pemotretan,
dan ketebalan hewan. Indikasi dilakukan pemotretan daerah abdomen adalah
adanya muntah yang persisten, rasa sakit pada regio abdomen, hematuria atau
dysuria, evaluasi massa abdomen, evaluasi distensi abdomen, tenesmus, jaundice,
diare persisten, dan evaluasi adanya kebengkakan (Menendez 2007).

16

Sistem Pencernaan
Evaluasi radiografi sistem pencernaan dilakukan terhadap rongga mulut dan
pharynx, namun evaluasi tersebut sangat jarang dilakukan karena kasus yang
terjadi sedikit. Evaluasi radiografi selanjutnya dilakukan pada esofagus dan
lambung. Lambung terletak berdekatan dengan hati yaitu di caudal hati serta di
cranial kolon transversa. Axis dari lambung mempunyai posisi yang paralel
dengan tulang rusuk pada sudut pandang lateral. Bagian pylorus anjing pada
umumnya terletak pada sebelah lateral kanan dari median tubuh anjing (Dyce et
al. 2002). Ukuran lambung dari ras anjing bervariasi, namun sama dalam hal
opasitas yang bergantung kepada isi dari lambung. Radiografi lambung dilakukan
untuk mengevaluasi karakter dan lokasi dari dinding lambung apabila terjadi lesio
berupa lesio ekstramural, mural, dan intramural (Love & Berry 2002).
Usus halus terletak di bagian tengah abdomen, caudal lambung dan hati,
berhubungan langsung dengan lambung dan usus besar. Usus halus normal pada
anjing menempati tidak lebih luas dari bagian tengah tubuh tulang vertebra lumbal
dan ukurannya tidak melebihi dua kali diameter dari tulang rusuk. Di dalam usus
halus yang normal, biasanya ditemukan jumlah cairan atau gas dalam jumlah yang
sedikit (Love & Berry 2002).
Usus besar termasuk diantaranya sekum, kolon, rektum, dan saluran anus
dievaluasi gambaran radiografinya. Sekum pada umumnya terletak di bagian
lateral kanan dari median tubuh hewan dengan sudut pandang ventro-dorsal.
Sementara itu, pada sudut pandang lateral terlihat di bagian tengah abdomen.
Sekum pada anijng terlihat seperti bentuk huruf “C”. Kolon askenden terletak di
bagian lateral kanan dari median tubuh hewan. Pada flexura hati, kolon askenden
berbelok ke kiri dengan melintasi sumbu tubuh hewan ke kiri. Dibagian flexura
limpa, kolon melintas ke caudal dan berlanjut sampai ke ruang pelvis, kolon yang
berada di ruang pelvis namanya berubah menjadi rektum (Dyce et al. 2002).
Ketika pemeriksaan usus besar dan yang termasuk di dalamnya, maka perlu
diperhatikan perbedaan struktur anatomi antara hewan jantan dan betina. Struktur
anatomi hewan jantan bagian ventral rektum merupakan kelenjar prostat dan
uretra. Sementara itu, pada hewan betina adalah vagina (Love & Berry 2002).

17

Pemeriksaan hati dan limpa dikategorikan masih sebagai satu sistem
pencernaan karena berhubungan sangat erat dalam mekanisme bekerjanya. Hati
terletak oblique tepat di caudal (menempel) dengan diafragma. Sementara itu,
lambung yang mempunyai kerapatan atau densitas yang sama terletak di caudal
diafragma dan hati. Letak keduanya dengan kesamaan densitas sering
menyebabkan kesulitan saat menentukan marginasi keduanya. Untuk hewan kecil,
pemeriksaan hati biasanya bersamaan dengan organ limpa. Letak organ limpa
pada anjing dapat diamati dengan baik dari radiografi yang diambil, sementara
pada kucing letak limpa sangat sulit diidentifikasi karena kerapatan daerah
abdomen yang lebih rapat dibandingkan dengan anjing (Newel & Graham 2002).
Sistem Perkemihan dan Reproduksi
Sistem perkemihan dan reproduksi meliputi pemeriksaan ginjal, ureter,
vesika urinaria (VU), uretra, kelenjar prostat, dan uterus. Pengambilan radiografi
sistem perkemihan umumnya tidak menggunakan anestesi sebagai wujud
mengurangi penggunaan obat-obatan bagi pasien. Penggunaan sedasi atau anestesi
direkomendasikan pada beberapa keadaan, yaitu apabila prosedur biasa tidak
dapat dilakukan. Penggunaan restrain nonmanual dapat digunakan dengan
menggunakan beberapa peralatan bantu seperti kantung pasir, sarung tangan
timbal, tali pengikat, dan lain-lain. Pemeriksaan organ untuk pengambilan
radiografi sistem perkemihan dapat dilakukan sekali waktu untuk beberapa organ
dengan penggunaan bahan kontras (Feeney et al. 1994).
Ginjal mempunyai bentuk anatomi seperti biji kacang dengan arah obliquecranioventral. Letak anatomi ginjal kanan berada dekat dengan columna
vertebralis antara vertebrae thoracalis ke-13 sampai lumbal ke-3. Ginjal kiri
posisinya antara vertebrae lumbalis ke-2 sampai ke-5. Ginjal normal anjing kirakira 2,5-3,5 kali panjang vertebrae lumbalis ke-2 dan kucing 2 kali panjang
lumbalis 2 (Love & Berry 2002). Pemeriksaan radiografi ginjal untuk memeriksa
ukuran, bentuk, lokasi, dan integritas ginjal termasuk keberadaan sistem
pengumpulan urin di ginjal. Ginjal selalu dapat divisualisasikan karena ukurannya
yang besar serta terbentuk dari jaringan adiposa (Bischoff 2003).

18

Ureter normal terletak di retroperitoneal. Ureter tidak terlihat dengan
radiografi biasa, sehingga diperlukan penggunaan bahan kontras yang dimasukkan
melalui intravena pyelografi. Ureter yang terinterpretasi biasanya memiliki
diameter tidak kurang dari 2-3 mm (Heuter 2005). Pemeriksaan ureter untuk
menentukan indikasi adanya kelainan kongenital ureter, kalkuli ureter, dan
hidroureter sebagai akibat adanya blok atau hambatan oleh batu ginjal dalam
ureter yang merusak dinding ureter. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat
ukuran, bentuk, dan lokasi ureter serta aktifitas peristaltik ureter (Bischoff 2003).
Menurut Love dan Berry (2002), vesika urinaria dari berbagai hewan
mempunyai ukuran yang sangat bervariasi. Pengamatan radiograf dengan sudut
pandang ventro-dorsal, vesika urinaria dapat menempati bagian lateral kiri atau
kanan dari median tubuh hewan, atau dapat juga di median. Vesika urinaria yang
kosong tidak akan terlihat pada radiograf. Pemeriksaan radiografi vesika urinaria
disebut juga cystography. Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi adanya lesio
ekstramural, mural, atau intramural pada dinding vesika urinaria.
Uretra dari hewan jantan terdiri atas tiga bagian; prostatic (bagian yang
paling sempit), membranous, dan penile. Prostatic uretra dibatasi oleh kelenjar
prostat, membranous uretra memanjang dari prostat sampai ke tulang penis, dan
penile uretra berada dorsal dari tulang penis. Uretra hewan betina lebih pendek
dan lebih lebar dibandingkan pada hewan jantan (Love & Berry 2002).
Uterus terletak di antara vesika urinaria dan kolon. Uterus normal tidak
terlihat pada gambaran radiografi. Uterus yang dapat terlihat pada gambaran
radiografi mengindikasikan adanya kebuntingan atau kelainan. Radiograf indikasi
kebuntingan akan memperlihatkan uterus berisi fetus dengan kerangkanya yang
akan terlihat kira-kira pada hari ke-41 pada anjing. Sementara itu, pada kucing
akan terlihat pada hari ke-35 (Dennis et al. 2010).
Teknik Bahan Kontras Radiografi
Penambahan bahan kontras berfungsi untuk meningkatkan perbedaan
densitas struktur anatomi organ. Penggunaannya harus memperhatikan dosis
pemakaian terhadap hewan. Pemakaian bahan kontras yang berlebihan dapat
memberikan efek samping terhadap hewan. Bahan kontras terdiri dari kontras

19

positif, kontras negatif, dan kontras campuran (double contrast) (Almén &
Aspelin 2009).
Kontras positif bersifat radiopaque dan terbagi dalam dua bentuk yaitu
bahan yang dapat larut dan tidak larut. Kontras positif yang dapat larut terbagi
menjadi terlarut tidak terionisasi contohnya adalah iohexol dan iopamidol yang
digunakan untuk myelography, dan terlarut terionisasi contohnya iothalamate,
diatrizoat, dan metrizoate yang tidak boleh digunakan untuk sistem pernapasan
dan myelography. Kontras positif yang tidak larut contohnya adalah BaSO4 untuk
penggunaan saluran pencernaan. Penggunaan BaSO4 tidak boleh diberikan kepada
pasien yang dicurigai mengalami rupture atau perforasi di saluran cernanya.
Sehingga penggantinya digunakan bahan kontras yang tidak membahayakan
hewan tersebut berupa iodine organik. Kontras negatif digunakan untuk memberi
bentuk organ sehingga bayangan di film akan berwarna hitam di tengah organ.
Contoh kontras negatif adalah udara, karbondioksida, oksigen, dan nitrit oksida.
Kontras negatif tidak boleh digunakan kepada pasien yang mengalami
hemorrhagie cystitis karena dimungkinkan terjadi penyerapan gas ke dalam sistem
sirkulasi. Double contrast digunakan untuk organ berupa bentukan kantung
seperti lambung, usus besar, dan vesika urinaria. Penggunaan double kontrast
untuk mengetahui perubahan struktur dinding organ (Almén & Aspelin 2009).
Sistem pencernaan mempunyai kerapatan obyek yang beragam, sehingga
perlu dilakukan perlakuan khusus sebelum pemotretan sinar-x. Perlakuan tersebut
berupa hewan dipuasakan, pemberian obat laksansia, pemberian cairan terusmenerus (enemas) atau defekasi, atau pemberian bahan kontras dengan
konsentrasi dan bentuk tertentu. Teknik yang sering dipakai untuk mendapatkan
pencitraan radiograf dari organ dengan jelas adalah menggunakan bahan kontras.
Penggunaan bahan kontras pada lambung diberikan peroral untuk melihat citra
kelainan di lambung berupa benda asing yang radiopaque, perubahan ukuran, atau
posisi. Cara lain untuk pemberian kontras dapat dilakukan dengan pneumogastrografi yaitu pemberian bahan kontras negatif dengan udara. Pada umumnya
udara yang diberikan 5 mL/Kg berat badan ke dalam lambung via tube untuk
mengetahui posisi dan citra massa ekstramural. Pemberian bahan kontras positif
pada lambung dengan jumlah 3-10 mL/Kg berat badan digunakan untuk

20

mengetahui posisi lambung, bentuk, dan waktu pengosongan lambung. Double
contrast pada lambung sangat bermanfaat untuk mengetahui adanya benda as