Karakter Agronomi Dan Marka Ssr Sebagai Karakter Seleksi Generasi Awal Untuk Toleransi Suhu Tinggi Pada Padi

KARAKTER AGRONOMI DAN MARKA SSR SEBAGAI
KARAKTER SELEKSI GENERASI AWAL UNTUK
TOLERANSI SUHU TINGGI PADA PADI

VICTOR MANOTAR PADEMAN MANALU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakter Agronomi dan
Marka SSR sebagai Karakter Seleksi Generasi Awal untuk Toleransi Suhu Tinggi
pada Padi” benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2016

Victor Manotar Pademan Manalu
A253130031

RINGKASAN
VICTOR MANOTAR PADEMAN MANALU. Karakter Agronomi dan Marka
SSR sebagai Karakter Seleksi Generasi Awal untuk Toleransi Suhu Tinggi pada
Padi. Dibimbing oleh DESTA WIRNAS dan SUDARSONO.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh informasi tentang aksi gen
dan pewarisan sifat karakter agronomi padi terhadap cekaman suhu tinggi di
rumah kaca; (2) memperoleh marka simple sequence repeat (SSR) terpaut
toleransi cekaman suhu tinggi melalui metode bulk segregrant analisis dan single
marker analysis.
Penelitian pertama bertujuan untuk mencari kriteria karakter seleksi dan
memilih segregan terbaik di generasi awal berdasarkan beberapa karakter
agronomi untuk adaptasi padi terhadap cekaman suhu tinggi. Penelitian
dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015. Materi
genetik yang digunakan adalah 213 individu segregant F2 yang berasal dari

persilangan IPB 4S dan Situ Patenggang, 20 individu tetua IPB 4S, 20 individu
tetua Situ Patenggang. Semua materi genetik ditanam dalam kondisi tercekam
suhu tinggi di rumah kaca Institut Pertanian Bogor. Rata-rata suhu minimum dan
maksimum pada penelitian ini adalah 24 °C dan 42.09 °C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakter: jumlah anakan produktif dan total, jumlah gabah
bernas, dan bobot gabah bernas memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, aksi gen
aditif, dan koefisien keragaman genetik yang tinggi. Karakter-karakter tersebut
dapat dijadikan kriteria seleksi pada generasi awal untuk adaptasi padi terhadap
cekaman suhu tinggi. Karakter seleksi dapat dilakukan baik dengan satu karakter
atau beberapa kriteria karakter.
Penelitian kedua bertujuan untuk memperoleh primer SSR terpaut toleran
terhadap suhu tinggi dengan menggunakan bulked segregant analysis (BSA) dan
dilanjutkan dengan single marker analysis (SMA). Penelitian dilakukan di
Laboratorium Biologi Molekuler Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (IPB). Bahan genetik yang digunakan DNA
tetua IPB 4S, Situ Patenggang, DNA genotipe F2, 12 Primer SSR. Hasil penelitian
menunjukkan primer SSR RM 337 mengikuti segregasi hukum Mendel, kemudian
berdasarkan single marker analysis dengan menggunakan karakter bobot gabah
bernas menunjukkan primer SSR RM 337 terpaut toleran terhadap suhu tinggi
dengan nilai peluang yang sangat nyata. Genotipe F2 yang memiliki pola pita

DNA seperti Situ Patenggang (Tetua toleran) dan daya hasil tinggi di dapatkan 54
genotipe F2. Diferensial seleksi berdasarkan genotyping dengan menggunakan
primer RM 337 menghasilkan kenaikan bobot gabah bernas sebesar 37.96%.
Kata kunci: aksi gen, cekaman suhu tinggi, heritabilitas, karakter seleksi, marka
molekuler, SSR

SUMMARY
VICTOR MANOTAR PADEMAN MANALU. Characters Agronomy and SSR
Marker as Selection Characters in Early Generation for Heat Stress Tolerance in
Rice. Supervised by DESTA WIRNAS dan SUDARSONO.
This study aims to (1) obtain information about gene action and inheritance
of agronomic traits of rice to stress the high temperatures in the greenhouse; (2)
obtaining simple sequence repeat (SSR) markers linked to high temperature stress
tolerance through bulked segregant anlysis (BSA) and single marker analysis
(SMA) method.
The first research was aimed to find selection characters and to select the
best segregant in early generation based on agronomic characters for adaptation of
rice to heat stress. The experiment was carried out in September 2014 to Januari
2015. About 213 F2 segregants generated trough hybiridization between IPB 4S
(sensitive parent) and Situ Patenggang (tolerant parent), 20 individuals of IPB 4S,

and 20 indiviudals of Situ Patenggang, were used as genetic materials. All genetic
materials were exposed to high temperature stress by growing in a green house of
Bogor Agricultural University. The average temperature in the research period was
24 °C and 42.09 °C, respectively for minimum and maximum temperature. The
results showed charachter: productive and total tiller number, total grain number,
and seed weight have high heritability, gene action additive and high coeffiecient
variability genetics. That charachters could be proposed as selection characters in
early generation for rice breeding for adaptation to high temperature stress. The
characters could be applied in either single trait or multiple traits selection.
The second study aims to obtain SSR marker linked to tolerance to high
temperature using bulked segregant analysis (BSA) and continued with use single
marker analysis (SMA). The experiment was conducted at the Laboratory of Plant
Molecular Biology, Departement Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural
University (IPB). The genetic materials include parental DNA IPB 4S, Situ
Patenggang, and the DNA of F2 genotypes and the 12 primer SSR. The primary
result showed that the primer RM 337 was folowing segragation based on Law of
Mendel. After that based on single marker analysis with use the weight grain
character, the primer RM 337 was linked to tolerance to high temperature with
show the significant result. Based on analysis of molecular, F2 genotypes have
similiar to DNA pattern of Situ Patenggang (tolerant parent) and high yielding

was result 54 genotypes F2. Selection differential based on genotyping use primer
RM 337 can be increase weight grain were 37.96%.
Keywords: characters selection, gene action, heat stress, heritability, molecular
marker, SSR.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTER AGRONOMI DAN MARKA SSR SEBAGAI
KARAKTER SELEKSI GENERASI AWAL UNTUK
TOLERANSI SUHU TINGGI PADA PADI

VICTOR MANOTAR PADEMAN MANALU


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc.

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakter Agronomi dan Marka SSR sebagai Karakter Seleksi
Generasi Awal untuk Toleransi Suhu Tinggi pada Padi

: Victor Manotar Pademan Manalu
: A253130031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Desta Wirnas, SP, MSi
Ketua

Prof Dr Ir Sudarsono, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K, MS


Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal ujian: 05 April 2016

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan tesis yang berjudul “Karakter agronomi dan marka SSR sebagai
karakter seleksi generasi awal untuk toleransi suhu tinggi pada padi”.
Penelitian dan penulisan tesis ini berlangsung di bawah bimbingan Dr
Desta Wirnas, SP, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir
Sudarsono, MSc selaku anggota komisi pembimbing. Penulis menyampaikan
terima kasih dan penghargaan yang tulus atas ilmu yang bermanfaat, motivasi,
kesabaran, dan waktu yang telah diluangkan dalam mengarahkan dan
membimbing penulis mulai dari perencanaan, penyusunan dan penyelesaian tesis.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
selaku penguji luar komisi yang berkenan untuk menjadi penguji luar komisi dan

atas masukannya dalam penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) yang telah memberikan penulis beasiswa
melalui Program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN)
Calon Dosen (Caldos) pada tahun 2013.
Penghargaan yang setinggi-tingginya serta rasa terima kasih yang tulus,
penulis sampaikan kepada Kepala University Farm, Institut Pertanian Bogor
beserta staf di rumah kaca untuk pelaksanaan penelitian, teknisi rumah kaca
Bapak Mamat dan Mas Eki yang banyak membantu di lapangan, teknisi
Laboratorium Plant Biology Molecular (PMB) Departemen Agronomi dan
Hortikultura Yudiansyah, S.Si yang telah banyak membantu penelitian.
Penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura, khususnya program studi Pemuliaan dan
Bioteknologi Tanaman (PBT) atas ilmu yang telah diberikan selama penulis
mengikuti studi di sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada teman-teman seperjuangan PBT IPB angkatan 2013, rekanrekan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Laboratorium Plant Biology
Molecular IPB, dan sahabatku Eka Jan Virgin Harquasum, SP., Merry G. Meliala,
SP., Listya Pramudita, SP., untuk persahabatan dan kebersamaan dalam berbagi
ilmu, berbagi suka maupun duka. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Prof Dr Ir Kartina, AM, MP, Dr Ir Rusmana, MP, Dr Susiyanti, SP, MP, (Dosen

di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa-Untirta) atas surat rekomendasi untuk
melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB, dan (Alm) Ir. Sahiral Yakub, MP
(Pembimbing akademik sewaktu S1 di Untirta) serta Ratna Fitry, SP, MP (Dosen
S1 sewaktu di Untirta) atas saran untuk melanjutkan studi pascasarjana di bidang
Pemuliaan Tanaman. Semoga segala kebaikan dibalas berlipat oleh Tuhan Yang
Maha Esa.
Rasa terima kasih dan syukur yang mendalam atas dukungan, keikhlasan,
pengorbanan dan doa tulus dari keluargaku tercinta, khususnya istri tercinta Rotua
Devi Sianturi, S.Kep., Ners yang telah memberikan dukungan semangat, opungku
br Simamora yang ku kasihi, papa dan mamaku tersayang, mertuaku tersayang,
adik-adikku tercinta Thomson P. Manalu, Morris R.N. Manalu (+), Jessica Y.
Manalu, dan Yeremia H. Manalu, kemudian Bapauda-Inanguda, Namboru-

Amangboru (dari silsilah keluarga Manalu), Tulang-Nantulang dan TanteBapauda (dari silsilah keluarga Limbong dan Hutagaol) atas kasih sayang, doa
dan suportnya bagi penulis untuk terus melangkah dan berjuang menyelesaikan
studi. Semoga tulisan ini membawa manfaat dalam bidang pemuliaan tanaman
dan menambah rasa syukur penulis kepada sang Pencipta.
Bogor, Mei 2016

Victor Manotar Pademan Manalu


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis

1
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Pemuliaan Tanaman Padi terhadap Cekaman Abiotik
Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi
Analisis Pendugaan Nilai Parameter Genetik
Marka Molekuler

5
6
7
8
9

3 STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI PADI TERHADAP
CEKAMAN SUHU TINGGI
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

11
12
13
14
18
30
31

4 SELEKSI MARKA SSR UNTUK TOLERANSI TERHADAP CEKAMAN
SUHU TINGGI PADA POPULASI F2 PADI
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
5 PEMBAHASAN UMUM

33
34
35
35
39
50
51
55

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

59
59

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

69

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

82

DAFTAR TABEL
1
2

3

4

5
6
7

8
9
10
11
12
13

Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia
pertumbuhan
Nilai tengah karakter agronomi tetua IPB 4S, Situ Patenggang dan F2
padi hasil persilangan IPB 4S x Situ Patenggang pada kondisi
tercekam suhu tinggi
Pendugaan aksi gen dan jumlah gen karakter agronomi populasi F2
padi hasil persilangan IPB 4S dan Situ Patenggang pada kondisi
tercekam suhu tinggi
Nilai pendugaan komponen ragam, hertitabilitas dan Koefisien
Keragaman Genetik arti luas populasi F2 padi (hasil persilangan IPB
4S dan Situ Patenggang) pada kondisi tercekam suhu tinggi
Diferensial seleksi berdasarkan karakter bobot gabah bernas pada
populasi F2 padi
Diferensial seleksi multikarakter pada populasi F2 padi
Kemajuan genetik dan dugaan respon seleksi pada padi generasi F3
berdasarkan seleksi langsung dan multikarakter dengan indeks seleksi
terboboti
Jenis primer SSR yang digunakan dalam penelitian ini
Nilai fenotipe bobot gabah bernas populasi F2 padi (IPB 4S x Situ
Patenggang) pada kondisi tercekam suhu tinggi
Hasil uji square pada primer RM 337 pada padi
Keragaan bobot gabah bernas 54 genotipe F2 padi hasil seleksi
berdasarkan single marker analysis
Kemajuan seleksi berdasarkan primer RM 337 pada padi
Kemajuan genetik dan dugaan respon seleksi pada padi generasi F3
berdasarkan seleksi primer RM 337

7
21

23

26

28
29
30

37
41
43
48
49
50

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6

7
8

Diagram Alir penelitian
Keragaan pertanaman padi di lapangan
Suhu maksimum dan minimum selama penelitian
Kelembapan udara selama penelitian
Pola sebaran jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif
pada padi (IPB 4S x Situ Patenggang) pada kondisi tercekam suhu
tinggi
Pola sebaran kehijauan daun SPAD 105 HST dan lama pengisian
biji pada padi (IPB 4S x Situ Patenggang) pada kondisi tercekam
suhu tinggi
Pola sebaran tinggi tanaman saat panen dan panjang malai pada
padi (IPB 4S x Situ Patenggang) pada kondisi tercekam suhu
tinggi
Pola sebaran jumlah gabah bernas malai-1dan jumlah gabah
hampai malai-1 pada padi (IPB 4S x Situ Patenggang) pada kondisi
tercekam suhu tinggi

3
19
20
20
24

24

24
25

9

10
11
12
13

14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Pola sebaran jumlah gabah total malai-1dan bobot gabah bernas
tanaman-1 pada padi (IPB 4S x Situ Patenggang) pada kondisi
tercekam suhu tinggi
Pola sebaran bobot 100 butir tanaman pada padi (IPB 4S x Situ
Patenggang) pada kondisi tercekam suhu tinggi
Seleksi primer pada tetua tanaman padi (gel 1)
Seleksi primer pada tetua tanaman padi (gel 2)
Pola sebaran data bobot gabah bernas sebelum dan setelah
distandarisasi dengan nilai Z pada populasi F2 padi (IPB 4S x Situ
Patenggang)
Seleksi primer RM 127 pada bulk DNA padi
Seleksi primer RM 337 pada bulk DNA padi
Seleksi primer RM 3586 pada bulk DNA padi
Seleksi primer RM 471 pada bulk DNA padi
Seleksi primer RM 310 pada bulk DNA padi
Boxplot hasil single marker analysis pada padi F2 (IPB 4S x Situ
Patenggang)
Primer RM 127 pada individu F2 padi
Primer RM 471 pada individu F2 padi
Primer RM 3586 pada individu F2 padi
Primer RM 310 pada individu F2 padi
Primer RM 337 pada individu F2 padi

25

25
40
40
40

41
42
42
42
42
45
45
45
46
46
46

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6

7

Deskripsi padi varietas IPB 4S
Deskripsi padi varietas Situ Patenggang
Suhu dan kelembapan selama penelitian
Algoritma eksplorasi kecenderungan sebaran sifat-sifat kuantitatif
kaitannya dengan aksi gen aditif, dominan serta epistasis
komplementer dan duplikat.
Keragaan segregan padi IPB 4S x Situ Patenggang hasil seleksi
berbasis 1 karakter dengan intensitas seleksi 25%
Keragaan segregan padi IPB 4S x Situ Patenggang hasil seleksi
berbasis indeks seleksi terboboti multikarakter dengan intensitas
seleksi 25%
Keragaan segregan padi IPB 4S x Situ Patenggang hasil seleksi
berbasis primer RM 337

71
72
73
74

75
77

79

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk
Indonesia. Kebutuhan akan konsumsi beras terus semakin meningkat dari tahun ke
tahun seiring dengan pertambahan penduduk.
Diduga salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya produktivitas
padi adalah pemanasan global sehingga menyebabkan peningkatan suhu
permukaan bumi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman padi (Las et al. 1986; IRRI 2004). Data peningkatan suhu muka bumi di
beberapa kota besar Indonesia antara lain: Jakarta antara 1.04 – 1.4 °C 100 tahun-1,
Cilacap antara 3.38 – 3.41°C 100 tahun-1, Medan antara 1.55 –1.98 °C 100 tahun-1,
Surabaya antara 1.46 – 3.29 °C 100 tahun-1, Bau Bau hingga 3.63 °C 100 tahun-1
dan Makassar antara 1.84 – 2.83 °C 100 tahun-1 (Aldrian et al. 2014). Terdapat
kemungkinan bahwa wilayah disekitarnya juga mengalami peningkatan suhu.
Menurut Taiz dan Zeiger (2002) cekaman suhu tinggi didefinisikan
sebagai kenaikan suhu yang melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu
cukup menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik (irreversible) pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan suhu secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman padi (Yoshida 1978; Wassmann et al. 2009), mulai dari
perkecambahan, pertumbuhan vegatatif sampai dengan pertumbuhan generatif
(Jagadish et al. 2008). Cekaman suhu tinggi selama fase berbunga padi
menyebabkan penurunan vigor serbuk sari, dan fertilitas spikelet (Prasad et al.
2006; Jagadish et al. 2011; Poli et al. 2013). Penurunan vigor serbuk sari dapat
dianggap sebagai faktor fisiologi yang bertanggung jawab terhadap penurunan
produksi gabah pada kondisi suhu tinggi (Tang et al. 2008; Zhang et al. 2008;
Xiao et al. 2011).
Sifat toleransi padi terhadap cekaman suhu tinggi dapat diperbaiki melalui
seleksi dalam program pemuliaan tanaman. Keberhasilan seleksi atau efisiensi
seleksi untuk meningkatkan daya hasil ditunjukkan oleh perolehan kemajuan
genetik dari genotipe terpilih. Kemajuan genetik yang diperoleh sangat tergantung
kepada variabilitas genetik, heritabilitas, dan korelasi genetik (Roy 2000).
Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan memilih karakter seleksi yang
tepat, yaitu yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dan berkorelasi dengan hasil.
Oleh karena itu informasi tentang pola pewarisan diperlukan.
Seleksi pada lingkungan bercekaman harus dilakukan di lingkungan target
dengan tujuan untuk dapat memaksimalkan ekspresi gen-gen yang mengendalikan
daya hasil maupun daya adaptasi (Cooper dan Byth 1996). Seleksi pada kondisi
bercekaman dapat dilakukan berdasarkan fenotipe, marka molekuler, dan
gabungan antara fenotipe dan marka molekuler (Bernando 2002).
Seleksi akan efisien jika tersedia populasi yang memiliki keragaman
genetik yang dapat diperoleh melalui persilangan. Peningkatan keragaman genetik
tanaman padi akan mempermudah usaha dalam menyeleksi untuk mendapatkan
genotipe dengan sifat yang diinginkan. Seleksi menggunakan karakter agronomi
lebih praktis, cepat, dan murah, karena pengamatan dapat dilakukan secara visual,
tetapi karakter ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

2
Kemajuan dalam bidang biologi molekuler memungkinkan keragaman
genetik suatu populasi dapat diamati pada tingkat deoxyribo nucleic acid (DNA).
Marka molekuler ini tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Marka molekuler
yang digunakan dalam penelitian ini adalah marka simple sequence repeat (SSR)
yang berdasarkan pada sejumlah sekuen DNA berulang (2 – 5 nukleotida) yang
terdapat dalam mikrosatelit. Jumlah pengulangan SSR ini bervariasi antar individu
dan merupakan sumber polimorfisme di tanaman. Marka SSR merupakan marka
berlokus tunggal, multialelik dan kodominan (Acquaah 2007). Marka SSR dipilih
karena jumlahnya yang melimpah dan terdistribusi merata, dihasilkan cepat
melalui mesin polymerase chain reaction (PCR), mudah diskoring dan informasi
sekuen primernya mudah diakses melalui publikasi (Saghai-Maroof et al. 1994).
Penggunaan marka molekuler SSR sebagai alat bantu seleksi telah dilakukan pada
padi untuk sifat ketahanan terhadap suhu tinggi (Zhu et al. 2005; Xiao et al. 2011;
Buu et al. 2014).
Informasi marka SSR yang dapat digunakan sebagai alat bantu seleksi padi
untuk adaptasi pada cekaman suhu tinggi di Indonesia masih perlu diperoleh.
Salah satu metode untuk mengembangkan marka seleksi berbasis marka
molekuler adalah bulked segregant analysis (BSA) atau single marker analyisis
(SMA).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Memperoleh informasi tentang pola pewarisan karakter agronomi pada padi
toleran suhu tinggi pada populasi F2.
2. Memperoleh karakter kuantitatif sebagai karakter seleksi untuk toleransi
terhadap suhu tinggi.
3. Memperoleh marka molekuler yang spesifik terpaut toleransi suhu tinggi.
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat keragaman genetik pada populasi F2 untuk toleran suhu tinggi.
2. Terdapat karakter kuantitatif sebagai karakter seleksi untuk toleran suhu tinggi.
3. Terdapat marka SSR terpaut toleran suhu tinggi.

3
Screening 64 genotipe padi, terpilih yang ekstrim peka dan toleran:
Peka: IPB 6R, IR64, IPB 4S,
Toleran: Mekongga, Situ Patenggang dan Marinah.

Persilangan

F1 IPB 4S x Situ Patenggang

Populasi Padi F2
Penelitian
Sebelumnya

Percobaan 1 Studi Pewarisan

Percobaan 2 Seleksi Marka

Genotyping

Phenotyping

Pola pewarisan dan karakter seleksi

1 kelompok Bulk
Toleran

Seleksi Marka SSR pada
tetua

1 kelompok
Bulk Peka

Metode Bulked
Analysis (BSA)

Segregant

Verifikasi dengan Single Marker
Analysis pada Populasi F2 untuk
karakter bobot gabah bernas

1. Informasi pola pewarisan.
2. Karakter seleksi
3. Marka seleksi SSR terpaut toleran suhu tinggi
tinggi.

Gambar 1 Alur penelitian

4

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk ke dalam genus oryza. Genus oryza
terdiri dari 22 spesies dengan 2n = 2x = 24 dan 2n = 4x = 48 yang mewakili
genom-genom AA, BB, CC, BBCC, CCDD, EE dan FF (Vaughan 1994). Dengan
menggunakan pendekatan molekuler, yaitu hibridisasi total genom DNA, telah
berhasil ditemukan genom baru untuk dua komplek spesies liar, O. meyeriana dan
O. ridleyi. Genom GG untuk O. meyeriana diploid dan HHJJ untuk komplek O.
rdleyi alotetraploid (IRRI 1997).
Padi merupakan golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang
tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang
ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di
pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang
lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang
membalut ruas sampai buku bagian atas (Siregar 1987). Tepat pada buku bagian
atas ujung daun pelepah meperlihatkan percabangan dengan cabang yang
terpendek menjadi ligule (lidah) daun serta bagian yang terpanjang dan terbesar
menjadi helaian daun. Daun pelepah itu menjadi ligule dan pada helaian daun
terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricular. Auricular dan
ligule yang kadang-kadang berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat
untuk mendeterminasi dan identifikasi suatu varietas (Siregar 1987). Daun
pelepah yang membalut ruas yang paling atas batang umumnya disebut daun
bendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligule dan daun bendera,
disitulah timbul ruas yang menjadi bulir padi (de Datta 1981).
Bunga padi adalah bunga terminal yang berbentuk malai terdiri dari
bunga-bunga tunggal (spikelet). Tiap bunga tunggal terdiri dari 2 lemma steril,
lemma (sekam besar), palea (sekam kecil), 6 buah benang sari yang masingmasing memiliki 2 kotak sari dan sebuah putik (Syukur et al. 2012). Pada dasar
bunga terdapat ladicula (berperan penting terhadap mekarnya bunga). Ladicula
berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu berbunga ia menghisap
air dari bakal buah, sehingga mengembang. Pengembangan ini mendorong lemma
dan palea terpisah dan terbuka (Grist 1975).
Buah padi yang disebut biji padi atau bulir/gabah merupakan buah padi
yang tertutup oleh lemma dan palea. Lemma dan 4 palea serta bagian lain akan
membentuk sekam atau kulit gabah, lemma selalu lebih besar dari palea dan
menutupi hampir 2/3 permukaan beras, sedangkan sisi palea tepat bertemu pada
bagian sisi lemma. Gabah terdiri atas biji yang terbungkus sekam. Sekam terdiri
atas gluma rudimenter dan sebagian dari tangkai gabah (pedicel) (Badan Litbang
2009).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas–ruas dan di antara ruas yang satu
dengan ruas yang lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi di
dalamnya berongga dan bentuknya bulat, dari atas ke bawah ruas buku itu
semakin pendek. Ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan
ruas–ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas–ruas yang berdiri sendiri.
(de Datta 1981; Yoshida 1981).

6
Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya. Anakan akan
tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan akan terjadi secara bersusun,
yaitu: 1) anakan pertama (primer), anakan primer ini tumbuh di antara dasar
batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang anakan primer
terbentuk perakaran. Anakan primer ini tetap melekat pada batang utama hingga
masa pertumbuhan berikutnya, namun dalam mendapatkan zat makanan, anakan
primer tidak tergantung pada batang utama sebab memiliki perakaran sendiri, 2)
anakan kedua (sekunder), anakan ini tumbuh pada batang bawah anakan primer,
yaitu pada buku pertama dan juga membentuk perakaran sendiri. 3) anakan ketiga
(tersier), anakan tersier yang tumbuh pada buku pertama pada batang anakan
sekunder dengan bentuk yang serupa dengan anakan primer dan sekunder
(Yoshida 1981; Siregar 1987).
Pemuliaan Tanaman Padi terhadap Cekaman Abiotik
Salah satu tahapan dalam pembentukan varietas baru adalah melakukan
perbaikan daya adaptasi tanaman terhadap lingkungan tumbuh yang menjadi
target pengembangan. Secara genetik adaptasi memiliki makna sebagai suatu
kondisi yang berkaitan dengan konstitusi genetik dari suatu genotipe sehingga
menjadikan genotipe tertentu cocok pada kondisi lingkungan tumbuh dimana
genotipe itu berada. Adaptasi adalah fungsi dari gen yang dimiliki tanaman dalam
merespon lingkungan tumbuh. Gen-gen tersebut mengatur dan mengendalikan
proses biokimia dan fisiologi tanaman selama proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sehingga beradaptasi dan sesuai atau sebaliknya, dengan
sumber daya lingkungan yang tersedia, dan dengan berbagai kemungkinan
cekaman yang ada (Bidinger et al. 1996).
Cekaman abiotik merupakan salah satu faktor pembatas baik dalam kegiatan
ekstensifikasi maupun intensifikasi pertanian. Lingkungan bercekaman
didefinisikan sebagai lingkungan suboptimum untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman (Wirnas 2007). Upaya perbaikan daya hasil dan adaptasi tanaman
terhadap cekaman abiotik dapat dilakukan melalui serangkaian program
pemuliaan tanaman.
Berbagai upaya pemuliaan tanaman dengan tujuan untuk memperbaiki
karakter terhadap toleransi cekaman abiotik pada tanaman padi telah dilakukan
oleh para pemulia, antara lain untuk toleransi terhadap kekeringan (Subashri et al.
2009), toleransi terhadap genangan (Neeraja et al. 2007), toleransi terhadap
salinitas (Islam et al. 2011), toleransi terhadap defisiensi unsur P (Mu et al. 2008),
toleransi terhadap cekaman Al (Nguyen et al. 2002), toleransi terhadap cekaman
suhu tinggi (Zhang et al. 2009), toleransi sifat ketahanan terhadap suhu tinggi
(Zhu et al. 2005; Zhang 2009; Buu et al. 2014).
Penelitian pemuliaan padi untuk toleransi cekaman suhu tinggi masih belum
banyak dilaporkan di Indonesia. Status perkembangan terkini adalah mengenai
penapisan plasma nutfah padi untuk toleransi cekaman suhu tinggi dilaporkan
antara lain oleh: Mubarrozah (2013); Noviarini (2013) dan Khamid (2014).
Peneliti lainnya melaporkan keragaan genotipe-genotipe padi F1 pada keadaan
tercekam suhu tinggi (Ginting 2014; Sasti 2014). Pemuliaan padi untuk toleransi
cekaman suhu tinggi pada generasi awal dan lanjut belum banyak peneliti yang
melaporkannya di Indonesia.

7
Pengaruh Suhu Tinggi terhadap Pertanaman Padi
Budi daya padi sawah sering dianggap sebagai penyumbang terhadap
perubahan iklim melalui emisi gas CO2, CH4 dan N2O, tetapi budi daya padi juga
terkena dampak negatif dari perubahan iklim. Menurut Koesmaryono (2014)
dampak perubahan iklim di Indonesia antara lain: pergeseran musim hujan dan
kemarau, pergeseran waktu tanam padi, ledakan serangan hama dan penyakit
(seperti ledakan wereng batang coklat dan blast akibat keberadaan tanaman yang
tidak serempak di lapangan dan suhu yang rendah di malam hari pada daerah yang
relatif kering), kerusakan lahan sawah akibat kekeringan dan kebanjiran.
Cekaman panas akibat suhu udara yang tinggi merupakan ancaman yang
serius bagi produksi tanaman di seluruh dunia. Emisi gas yang diakibatkan
aktifitas manusia secara substansial menambah konsentrasi gas-gas rumah kaca,
terutama CO2, metana, klorofluorokarbon, dan oksida-oksida nitrus. Sirkulasi
global yang berbeda memprediksi bahwa gas-gas rumah kaca secara bertahap
akan meningkatkan rata-rata suhu udara dunia.
Menurut laporan International Panel on Climatic Change (IPCC), rata –
rata suhu global akan meningkat 0.3 °C setiap dekadenya (Jones et al. 1999),
secara berturut-turut akan mencapai kurang lebih 1 dan 3 °C di atas nilai suhu
sekarang pada tahun 2025 dan 2100, dan mengarah pada pemanasan global.
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan perubahan persebaran geografis dan
musim tanam komoditas pertanian dengan cara menciptakan ambang batas suhu
untuk awal musim dan menyebabkan kemasakan tanaman yang lebih awal (Porter
2005).
Menurut Yoshida (1978) suhu kritis untuk stadium perkecambahan, proses
anakan, inisiasi dan perkembangan inflorens bunga, serta proses pemasakan bulir
padi telah diidentifikasi (Tabel 1).
Tabel 1 Respon tanaman padi terhadap suhu berbeda pada beberapa stadia
pertumbuhan (Yoshida 1978)
Kisaran suhu kritis (°C)
Stadia pertumbuhan

Perkecambahan
Pertumbuhan dan perkembangan
kecambah
Pengakaran
Pemanjangan daun
Penganakan
Inisiasi primordia malai
Diferensiasi malai
Antesis
Pematangan

Rendah
16-19
12-35
16
7-12
9-16
15
15-20
22
12-18

Tinggi
45
35
35
45
33
30
35-36
>30

Optimum
18-40
25-30
25-28
31
25-31
30-33
20-29

Suhu lebih tinggi dari optimal yang disebabkan kemandulan bunga
menyebabkan penurunan hasil padi (Nakagawa et al. 2003). Kehampaan gabah
meningkat pada suhu lebih tinggi dari 35 °C (Matsui et al. 1997). Percobaan
rumah kaca dengan genotipe indica dan japonica, Jagadish et al. (2007)
menemukan bahwa kurang dari 1 jam suhu di atas 33.7 °C mampu untuk
menginduksi sterilitas. Menurut Nishiyama dan Satake (1981) tanaman padi di

8
daerah tropis dapat mengalami gangguan pertumbuhannya akibat cekaman suhu
tinggi. Gejala gangguan cekaman suhu tinggi beragam pada berbagai fase
pertumbuhan padi. Beberapa gangguan yang dapat terjadi pada pertumbuhan padi
antara lain turunnya daya berkecambah pada benih padi, klorosis daun, penurunan
tinggi tanaman, penurunan jumlah anakan pada fase vegetatif, pemutihan spikelet,
penurunan jumlah bulir padi yang terbentuk, perlambatan fase heading,
peningkatan jumlah bulir hampa, peningkatan spikelet steril, proses pemasakan
bulir padi tidak sempurna (Nishiyama dan Satake 1981; Prasaad et al. 2006;
Jagadish et al. 2008; Wasmann et al. 2009).
Suhu daun yang tinggi dan kahat air akan mengarah pada cekaman panas.
Suhu tinggi mengurangi stabilitas membran. Salah satu bentuk adaptasi cekaman
suhu tinggi melindungi daun dari panas berlebihan (Levitt 1980). Menurut Zhang
et al. (2005), respon tanaman terhadap suhu tinggi di antaranya adalah penurunan
sintesa protein normal dan percepatan transkripsi dan translasi heat shock protein
(HSP). Faktor transkripsi memediasi akumulasi HSP dalam respon terhadap
kejutan panas. Secara umum perubahan yang terjadi pada tanaman yang tercekam
suhu tinggi dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu perubahan morfologis,
anatomis, fenologis, dan fisiologis (Wahid et al. 2007).
Suhu bersama dengan penyinaran adalah pendorong utama untuk
perkembangan tanaman (Kroff et al. 1995). Suhu optimum untuk perkembangan
normal padi berkisar 27 – 32 °C (Yin et al. 1996). Suhu tinggi mempengaruhi
hampir semua tahap pertumbuhan padi, yaitu dari munculnya bunga, pemasakan,
dan panen. Penyerbukan memainkan peran yang dominan dalam produktivitas
tanaman. Umumnya, reproduksi jantan pada perkembangan padi dikenal lebih
sensitif terhadap stress panas (Wassmann dan Dobermann 2007). Prasad et al.
(2006) melaporkan bahwa stress suhu tinggi selama berbunga pada padi
menyebabkan penurunan produksi serbuk sari. Penurunan gabah disebut karakter
fenotipe tanaman padi pada suhu tinggi, sedangkan penurunan perkecambahan
serbuk sari dan aktivitasnya dapat dianggap sebagai faktor fisiologi yang
bertanggung jawab terhadap penurunan gabah (Tang et al. 2008).

Pendugaan Nilai Parameter Genetik
Analisis pendugaan nilai parameter genetik yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi ragam lingkungan, ragam fenotipe, ragam genetik,
koefisien keragaman genetik, nilai heritabilitas, pendugaan aksi gen, diferensial
seleksi, dugaan kemajuan genetik, dan dugaan respon seleksi. Heritabilitas adalah
perbandingan antara besaran ragam genotipe dengan besaran ragam total fenotipe
dari suatu karakter yang menggambarkan seberapa jauh fenotipe yang tampak
merupakan refleksi dari genotipe. Nilai heritabilitas sangat menentukan efisiensi
seleksi karena menggambarkan proporsi ragam genetik yang diwariskan oleh tetua
pada zuriatnya. Heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa ragam genetik dari
sifat-sifat yang diuji bersifat heritable (memiliki keterwarisan yang tinggi) (Allard
1960). Seleksi tanaman akan efektif untuk karakter dengan nilai heritabilitas
tinggi (Fehr 1987). Pada karakter yang memiliki heritabilitas yang tinggi seleksi
akan berlangsung efektif karena pengaruh lingkungan sangat kecil sehingga faktor
genetik lebih dominan dalam penampilan genotipe tanaman (Ruchjaniningsih et

9
al. 2000). Heritabilitas dari suatu karakter dapat diketahui dengan menduga
komponen ragam menggunakan studi generasi dasar yaitu populasi P1, P2, F1,
F2, dan backcross (Syukur 2012).
Pendekatan untuk pendugaan aksi gen berupa pendugaan menggunakan
parameter kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) serta
sebaran populasi bersegregasinya pada F2. Nilai kemenjuluran kurva dapat
digunakan untuk menunjukkan aksi gen yang mengendalikan suatu karakter dan
nilai keruncingan kurva digunakan untuk menduga jumlah gen pengendali (Roy
2000).
Koefisien keragaman genetik digunakan untuk menduga luas atau tidaknya
keragaman genetik yang dimiliki masing-masing karakter. Bila tingkat keragaman
genetik sempit maka keragaman antar individu dalam populasi relatif seragam,
sehingga seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Kemudian apabila
keragaman genetik semakin luas, maka peluang keberhasilan seleksi dalam
meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan semakin besar pula (Chahal dan
Gosal 2003).
Seleksi untuk karakter kuantitatif dapat dijelaskan dalam perubahan atau
perbaikan nilai tengah dari generasi yang diturunkan dari individu-individu hasil
seleksi. Seleksi dilakukan dengan memilih individu-individu yang mempunyai
nilai fenotipe yang melebihi dari batas yang ditentukan. Selisih nilai tengah antara
populasi hasil seleksi dengan populasi dasarnya disebut diferensial seleksi.
Diferensial seleksi menunjukkan superioritas dari individu-individu yang terpilih
dibandingkan dengan populasi dasarnya (Falconer dan Mackay 1996).

Marka Molekuler
Penanda molekuler merupakan suatu penanda yang mampu membedakan
setiap spesies tanaman atau genotipe tanaman tanpa dipengaruhi oleh lingkungan.
Potensi penggunaan marka sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik
tanaman telah dikenal sejak lama. Marka bisa dikategorikan sebagai marka
morfologi, sitologi dan yang terbaru adalah marka molekuler (Moritz dan Hilis
1996).
Marka molekuler seringkali dikenal sebagai sidik jari DNA karena mengacu
pada pita polimorfisme berupa fragmen DNA. Keunggulan utama penanda
molekuler adalah (a) keakuratan tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan yang
mempengaruhi ekspresi gen, (b) dapat diuji pada semua tingkat perkembangan
tanaman, (c) pada pengujian hama dan penyakit tidak tergantung pada organisme
pengganggu (d) penggunaannya pada kegiatan seleksi pemuliaan tanaman dapat
mempercepat proses seleksi dan lebih hemat pada pengujian selanjutnya di
lapangan (Kasim dan Azrai 2004).
Mikrosatelit DNA juga disebut sebagai fragmen berulang sederhana atau
perulangan tandem sederhana, terdiri atas sekuen-sekuen pendek 2-5 bp dan ratarata pengulangannya maksimum 100 kali (Karp 1998) pengulangannya berurutan
dimana jumlah dari nukletidanya bervariasi (Rafalski et al. 1996). Marka
makrosatelit merupakan marka genetik yang bersifat kodominan, dapat
mendeteksi keragaman alel. Beberapa pertimbangan untuk penggunaan marka
mikrosatelit diantaranya: (a) marka terdistribusi secara melimpah dan merata
dalam genom, variabilitasnya sangat tinggi, dan lokasi genom dapat diketahui; (b)

10
merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan genotipe, evaluasi
kemurnian benih, pemetaan dan seleksi genotipe untuk karakter yang diinginkan;
(c) studi genetik populasi dan analisis diversitas genetik (Powell et al. 1996).
Variasi jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara genotip
yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik PCR (Hamada et al.
1982). Teknik PCR pada mikrosatelit hanya menggunakan DNA dalam jumlah
sedikit dengan daerah amplifikasi yang kecil 100-300 bp dari genom. Selain itu
marka mikrosatelit dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena
sample yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA sangat sedikit, selain itu dapat
menggunakan bagian tanaman lain seperti biji atau serbuk sari (Senior et al.
1996). Produk amplifikasi hasil PCR tersebut dapat dideteksi menggunakan
elektroforesis pada suatu gel dengan standar sekuen. Bila nol alel teramati maka
kondisi alel tidak teramplifikasi selama PCR (Rohrer et al. 1994).
Peta genetik dan peta fisik dari sekuensing genom memudahkan pencarian
marka molekuler yang secara kuat terpaut dengan suatu sifat yang menjadi target
dalam pemuliaan tanaman. Pemanfaatan marka molekuler tersebut dalam seleksi
materi pemuliaan tanaman disebut molecular marker assited selection (MAS).
Teknik MAS memiliki kelebihan, antara lain sifatnya yang stabil dan tidak
terpengaruh lingkungan. MAS dapat diujikan pada tanaman, bahkan pada saat
tanaman masih muda, dan ditanam di rumah kaca maupun di lapang, tanpa
terpengaruh musim. Beberapa kelebihan tersebut menyebabkan seleksi
berdasarkan marka molekuler berpotensi memberikan hasil yang lebih akurat
dibandngkan dengan seleksi berdasarkan fenotipe tanaman yang terpengaruh oleh
musim, iklim mikro, spesifik organ, dan fase pertumbuhan tanaman (Susanto et al.
2008).
Identifikasi marka molekuler untuk MAS dapat diupayakan salah satunya
melalui single marker analysis (SMA). Doerge (2002) menyatakan bahwa single
marker analysis merupakan analisis segregasi fenotipe dengan marker genotipe
dimana marker yang akan kita analisis apakah ada hubungan atau asosiasi pada
karakter kuantitatif yang kita inginkan. Collard et al. (2005) menyatakan bahwa
single marker analysis merupakan salah satu metode analisis quantitative trait
loci (QTL) dengan memanfaatkan analysis of varian (ANOVA). Single marker
analysis pada padi untuk toleransi cekaman suhu tinggi telah digunakan oleh Poli
et al. (2013).
Pendekatan marka molekuler untuk MAS dapat diupayakan salah satunya
melalui gene tagging (penanda gen). Gene tagging dapat pula ditentukan dengan
teknik bulk segregant analysis (BSA). Dalam BSA, DNA dipool dari individual
yang memiliki kesamaan fenotipe. Sebagai contoh, untuk mencari marka
molekuler yang terpaut dengan karakter ketahanan terhadap penyakit dalam suatu
populasi bersegregasi dibuat dua bulk sampel DNA; salah satu bulk terdiri atas
DNA tanaman-tanaman yang tahan, dan bulk kedua dari tanaman-tanaman yang
peka. Perbedaan (polymorphism) suatu marka antara kedua bulk diduga terpaut
dengan karakter ketahanan penyakit tersebut. BSA semula digunakan untuk
karakter kualitatif, tetapi karena sifatnya yang sederhana dan relatif murah telah
mendorong penggunaannya pada karakter kuantitatif (Mackay dan Caligari 2000).
Marka terseleksi dari kegiatan BSA dapat dilanjutkan dalam pemetaan QTL, fine
mapping dan gene tagging.

11

3 STUDI PEWARISAN SIFAT TOLERANSI PADI
TERHADAP CEKAMAN SUHU TINGGI

Abstrak
Perakitan varietas baru yang toleran terhadap cekaman suhu tinggi
diperlukan untuk keberlanjutan produksi padi dalam antisipasi pemanasan global
di masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kriteria karakter
seleksi dan memilih segregan terbaik di generasi awal berdasarkan beberapa
karakter agronomi untuk adaptasi padi terhadap cekaman suhu tinggi. Penelitian
dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan Januari 2015. Materi
genetik yang digunakan adalah 213 individu segregant F2 yang berasal dari
persilangan IPB 4S dan Situ Patenggang, 20 individu tetua IPB 4S, 20 individu
tetua Situ Patenggang. Semua materi genetik ditanam dalam kondisi tercekam
suhu tinggi di rumah kaca Institut Pertanian Bogor. Rata-rata suhu minimum dan
maksimum pada penelitian ini adalah 24 °C dan 42.09 °C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakter: jumlah anakan produktif dan total, jumlah gabah
bernas, dan bobot gabah bernas memiliki nilai heritabilitas yang tinggi, aksi gen
aditif, dan koefisien keragaman genetik yang tinggi. Karakter-karakter tersebut
dapat dijadikan kriteria seleksi pada generasi awal untuk adaptasi padi terhadap
cekaman suhu tinggi. Seleksi dapat dilakukan baik dengan satu karakter atau
beberapa kriteria karakter.
Kata kunci: aksi gen, diferensial seleksi, generasi awal, heritabilitas, koefisien
keragaman genetik.

12

Inheritance Trait Study for Heat Stress Tolerance in Rice
Abstract
Growing heat tolerance varieties is an essential way to sustain rice
production in future anticipation of global warming. This research was aimed to
find selection characters and to select the best segregant in early generation
based on agronomic characters for adaptation of rice to heat stress. The
experiment was carried out in September 2014 to Januari 2015. About 213 F2
segregants generated trough hybiridization between IPB 4S (sensitive parent) and
Situ Patenggang (tolerant parent), 20 individuals of IPB 4S, and 20 indiviudals of
Situ Patenggang, were used as genetic materials. All genetic materials were
exposed to high temperature stress by growing in a green house of Bogor
Agricultural University. The average temperature in the research period was
24 °C and 42.09 °C, respectively for minimum and maximum temperature. The
results showed charachter: productive and total tiller number, total grain number,
and seed weight have high heritability, gene action additive and high coeffiecient
variability genetics. That charachters could be proposed as selection characters
in early generation for rice breeding for adaptation to high temperature stress.
The characters could be applied in either single trait or multiple traits selection.
Keywords:

coeffiecient variability genetics,
generation, heritability, gene action.

differential

selection,

early

13
Pendahuluan
Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban
manusia karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas
penduduk dunia. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia
setelah jagung dan gandum (Idham dan Tjahyono 1995).
Cekaman suhu tinggi menjadi salah satu penyebab pembatas dalam upaya
peningkatan produktifitas padi. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) cekaman suhu
tinggi sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang melebihi ambang batas
kerusakan dalam suatu periode waktu yang cukup menyebabkan kerusakan yang
tidak dapat balik (irreversible) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan padi berkisar 27-32 °C
(Yoshida 1978). Wassmann et al. (2009) menyatakan bahwa suhu optimum padi
berada pada suhu sekitar 33 °C. Batasan suhu tinggi untuk tiap tanaman akan
tergantung habitat asal tanaman.
Menurut laporan International Panel on Climatic Change (IPCC), rata –
rata suhu global akan meningkat 0.3 °C setiap dekadenya (Jones et al. 1999),
secara berturut – turut akan mencapai kurang lebih 1 dan 3 °C di atas nilai suhu
sekarang pada tahun 2025 dan 2100, dan mengarah pada pemanasan global.
Peningkatan suhu dapat mengakibatkan perubahan persebaran geografis dan
musim tanam komoditas pertanian dengan cara menciptakan ambang batas suhu
untuk awal musim dan menyebabkan kemasakan tanaman yang lebih awal (Porter
2005).
Sifat toleransi padi terhadap cekaman suhu tinggi dapat diperbaiki melalui
program pemuliaan tanaman, yaitu seleksi. Keberhasilan seleksi atau efisiensi
seleksi untuk meningkatkan daya hasil ditunjukkan oleh perolehan kemajuan
genetik dari genotipe terpilih. Kemajuan genetik yang diperoleh sangat tergantung
kepada variabilitas genetik, heritabilitas, dan korelasi genetik (Roy 2000).
Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan memilih karakter seleksi yang
tepat, yaitu yang memiliki nilai heritabilitas tinggi, aksi gen aditif dan koefisien
keragaman genetik yang luas. Pemilihan karakter seleksi dapat dilakukan
berdasarkan analisa genetik untuk memperoleh pola pewarisan dari karakter yang
ingin diperbaiki.
Tim peneliti Institut Pertanian Bogor telah melakukan serangkaian
penelitian untuk penapisan toleransi cekaman suhu tinggi pada beberapa varietas
dan galur. Hasil penapisan tersebut kemudian akan dijadikan sebagai bahan materi
genetik untuk dijadikan tetua persilangan. Salah satu hasil penelitian yang di dapat
adalah varietas IPB 4S medium peka terhadap cekaman suhu tinggi dan berdaya
hasil tinggi, sementara varietas Situ Patenggang toleran terhadap cekaman suhu
tinggi namun berdaya hasil rendah (Noviarini (2013); Mubarrozah (2013); Wirnas
et al. 2015a). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang
pola pewarisan karakter agronomi padi pada populasi F2 untuk karakter toleransi
cekaman suhu tinggi dan menyeleksi individu-individu F2 terbaik.

14
Metode Penelitian
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan University
Farm IPB, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Penelitian akan dilaksanakan bulan
September 2014 sampai Januari 2015. Pengamatan pasca panen akan dilakukan di
Laboratorium Penelitian Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah benih P1 (IPB 4S) ditanam sebanyak
20 individu, P2 (Situ Patenggang) ditanam sebanyak 20 individu dan F2 hasil
kombinasi persilangan IPB 4S x Situ Patenggang ditanam sebanyak 213 individu,
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 2:1. Pupuk dasar yang digunakan adalah Urea 250 kg/ha, SP-36 100
kg/ha, KCl 75 kg/ha. Bahan lain yang diperlukan adalah insektisida dan fungisida.
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat pengolahan tanah, ember, bak
plastik penyemaian, meteran, alat tulis, SPAD 502 digital, termometer
maksimum-minimum, oven, timbangan digital, dan timbangan analitik.
Prosedur Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan dalam beberapa tahapan kegiatan yang
meliputi persiapan media tanam yaitu ember yang diisi campuran tanah dan pupuk
kandang dengan perbandingan 2:1. Penyemaian yaitu benih disemai pada bak
plastik di tempat persemaian dengan media tanam tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1. Bibit hasil persemaian dipindah tanam setelah berumur
14 hari ke media tanam dalam ember. Bibit ditanam satu bibit per ember. Pupuk
Urea diberikan sebanyak dua kali yaitu ½ bagian diberikan seminggu setelah
tanam (MST) dan sisanya pada 3 MST. Perlakuan cekaman suhu tinggi diberikan
dengan membiarkan tanaman berada di lapang pada bulan dengan suhu rata-rata
diatas 35 °C.
Penyiraman dilakukan berselang yaitu mengisi air dalam ember sampai
penuh dan setelah airnya kering lalu disiram kembali yang dilakukan sampai 10
hari sebelum panen. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan tingkat serangan.
Kondisi pertanaman siap panen ditandai dengan 80 % tanaman menguning.
Pemanenan dilakukan dengan cara memotong bagian pangkal batang
menggunakan alat tajam. Penanganan pasca panen yang dilakukan adalah
penjemuran, perontokan, pemisahan gabah bernas dan hampa, pengeringan,
perhitungan, dan penimbangan gabah padi. Padi dijemur agar mudah dirontokkan.
Setelah dirontokan gabah bernas dan hampa dipisahkan secara manual. Gabah
padi yang sudah terpisah dimasukan ke dalam amplop cokelat lalu dilakukan
pengeringan di dalam oven dengan suhu 37 ° C selama 24 jam. Perhitungan gabah

15
dilakukan secara manual dan penimbangan bobot 100 butir dan bobot gabah
bernas dilakukan menggunakan timbangan analitik.
Pengamatan telah dilakukan pada masing-masing individu dari populasi P1, P2
dan F2. Pengamatan dilakukan pada semua tanaman untuk karakter sebagai
berikut: 1) kehijauan daun 105 HST dengan SPAD Merk Minolta, 2) Tinggi
tanaman saat panen, 3) Jumlah anakan total, 4) jumlah anakan produktif, 5)
Panjang malai, 6) Jumlah gabah bernas dari setiap malai contoh, 7) Jumlah gabah
hampa dari setiap malai contoh, 8) Jumlah gabah total dari setiap malai contoh, 9)
lama pengisian biji, 10) bobot 100 butir per tanaman, 11) bobot gabah bernas per
tanaman yaitu pada saat gabah kering panen.
Analisis Data
1.

Analisis Nilai Tengah Karakter pada Tetua dan Populasi F2

Analisis nilai tengah karakter pada tetua dilakukan dengan
membandingkan antara tetua IPB 4S dengan Situ Patenggang menggunakan uji-T.
Nilai tengah populasi F2 dihitung nilai rata-ratanya dan kisara