SELEKSI KARAKTER KETAHANAN TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS DAN KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG

ABSTRAK

SELEKSI KARAKTER KETAHANAN TERHADAP SOYBEAN MOSAIC
VIRUS DAN KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F2 HASIL
PERSILANGAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG
Oleh
Nurrul Aslichah

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan seleksi berdasarkan informasi tentang
keragaman genetik dan heritabilitas serta nilai tengah karakter keparahan penyakit
tanaman kedelai untuk ketahanan terhadap SMV dan karakter agronomi pada
generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014. Pengamatan
setelah panen dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman
Universitas Lampung. Perbanyakan virus dilakukan di Kampung Baru, Bandar
Lampung. Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan tanpa ulangan
dengan rancangan perlakuan tunggal terstruktur bersarang. Peubah yang diamati
adalah jumlah cabang produktif, tinggi tanaman, total jumlah polong, jumlah
polong bernas, persentase polong bernas, jumlah polong hampa, total jumlah biji,
jumlah biji sehat, persentase biji sehat, jumlah biji sakit, bobot 10 butir biji sehat,

bobot biji per tanaman, bobot biji sehat, persentase bobot biji sehat, bobot biji
sakit, umur panen, keparahan penyakit, dan periode inkubasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa karakter ketahanan dan sebagian besar karakter agronomi
yang diamati mempunyai nilai keragaman fenotipe maupun genotipe yang luas
dan nilai heritabilitas yang tinggi sehingga seleksi efektif dilakukan dengan
memanfaatkan informasi tentang keragaman genetik dan heritabilitas. Terdapat
delapan tanaman yang memiliki nilai keparahan penyakit rendah sebesar 25%
dikategorikan tahan dan bobot biji pertanaman yang lebih tinggi dari kedua tetua
serta rata-rata F2 keseluruhan.
Kata kunci: seleksi, SMV, karakter ketahanan, dan karakter agronomi.

SELEKSI KARAKTER KETAHANAN TERHADAP SOYBEAN MOSAIC
VIRUS DAN KARAKTER AGRONOMI KEDELAI GENERASI F2 HASIL
PERSILANGAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG

Oleh
NURRUL ASLICHAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN

Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Bandar Agung kecamatan Terusan Nunyai kabupaten
Lampung Tengah, pada tanggal 8 Juni 1992, sebagai anak pertama dari pasangan
Bapak Solichin dan Ibu Sumiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah
Dasar (SD) Negeri 2 Gunung Agung pada tahun 2004, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Negeri 3 Terusan Nunyai pada tahun 2007, dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2010.


Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Bulan Juli sampai Agustur 2013,
penulis melaksanakan Praktik Umum di Taman Bogo, Kecamatan Purbolinggo,
Kabupaten Lampung Timur. Bulan Januari sampai Maret 2014 penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Pekon Sukamulya, Kecamatan Banyumas,
Kabupaten Pringsewu.

MOTO

Mengeluh hanya menyebabkan hidup dan pikiran jadi lebih
berat. Nikmati ritme masalah yang dihadapi.
Tidak ada masalah, tidak hidup.
Tidak ada masalah, tidak belajar (Mario Teguh).

Malas akan memberikannu rasa nikmat selama beberapa jam
dan kerugian selama beberapa tahun (Bong Chandra).

PERSEMBAHAN


“Kepada ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW, hanya karena rahmat-Mu
hamba dapat menyelesaikan skripsi ini, dan hamba persembahkan skripsi ini
untuk Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan motivasi & do’a dalam
hidup penulis” dan “Almamater Tercinta”

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alaamiin segala puji bagi ALLAH SWT, Rabb yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Seleksi Karakter Ketahanan
Terhadap Soybean Mosaic Virus Dan Karakter Agronomi Kedelai Generasi F2
Hasil Persilangan Tanggamus Dan Taichung” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.
Penulis berharap, skripsi yang merupakan wujud dari kerja keras, dan do’a serta
didukung dengan bantuan dan keterlibatan berbagai pihak ini akan bermanfaat
dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1.


Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun
selama penulis melakukan perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian skripsi..

2.

Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat, dan kesabaran yang
tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini..

3.

Dr. Ir. Maimun Barmawi M.S., selaku penguji yang telah memberikan
pengarahan, memberikan ilmu pengetahuan, kritik, dan saran dalam proses
penyelesaian skripsi ini.

4.

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat. M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


5.

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., sekalu Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

6.

Orang tua tercinta Bapak Solichin dan Ibu Sumyati, Papah Saji, dan Mamah
Siti Sukaesih serta sahabat tercinta Yuni Susilawati yang selalu memberikan
motivasi dan memberikan masukan kepada penulis .

7.

Teman-teman satu penelitian Nidya Wanda, Riza Aprianti, S.P., Tety
Maryenti, S.P., Noviaz Adriani, Aulia Meydina, Christian Raymon, Jefri
Julkarnain, Dimas Nugroho, Miandri Sabli P., S.P., Ria Putri, S.P., Risa
Jamil, S.P., Yurida Sari, S.P, Lilis Wantini, S.P., Puput, dan Tisa Wulandari,
S.P. yang terlibat dalam penelitian dan memberikan masukan dalam
pembuatan skripsi ini.


8.

Sahabat tercinta Widiana E.W., Senja A., Tiya O., Rendina D.P., Sri Mulyani
dan Tri Purnama S., Wika M.F, dan Tika Mutiasari, dan Dewi Kartika C.,
yang telah membantu dalam penelitian, memberi motivasi dan memberi
masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih belum sempurna karena kesempurnaan
hanya milik ALLAH dan semoga ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin

Bandar Lampung, Agustus 2014
Penulis

Nurrul Aslichah

vii

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................

xii

PENDAHULUAN .....................................................................................

1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................

6


1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................

7

1.4 Kerangka Pemikiran ............................................................................

7

1.5 Hipotesis .............................................................................................

11

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

12

2.1 Tanaman Kedelai ................................................................................

12


2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai .............................................

12

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai .......................................................

13

2.1.3

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai ..........................................

14

2.2 Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai .......................................................

15

2.2.1 Penyebab Penyakit .....................................................................


15

2.2.2 Gejala Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai ................................

15

2.2.3

16

I.

Pengendalian Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai .................

2.3 Ketahanan Terhadap Penyakit .............................................................

17

2.3.1 Ketahanan Horizontal ...............................................................

17

2.3.2 Ketahanan Vertikal .....................................................................

18

2.4 Keragaman Genetik dan Heritabilitas .................................................

20

2.4.1 Keragaman Genetik ...................................................................

20

2.4.2 Heritabilitas................................................................................

22

III. BAHAN DAN METODE ..........................................................................

24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................

24

3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................

24

3.3 Metode Penelitian ................................................................................

25

3.4 Analisis Data .......................................................................................

25

3.5 Pelaksanaan Penelitian .........................................................................

27

3.5.1 Pembuatan Larutan Buffer Fosfat ..............................................

27

3.5.2 Perbanyakan Inokulum soybean mosaik virus ...........................

27

3.5.3Persiapan Lahan .........................................................................

28

3.5.4 Penanaman .................................................................................

28

3.5.5 Pemupukan .................................................................................

29

3.5.6 Inokulasi soybean mosaic virus di Lapangan ............................

30

3.5.7 Pelabelan ....................................................................................

30

3.5.8 Perawatan dan Pemeliharaan Tanaman ....................................

31

3.5.9 Pemanenan ..................................................................................

31

3.5.10 Pengamatan ............................................................................

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................

35

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................

35

ix

4.2 Pembahasan..........................................................................................

38

V. KEIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

45

VI. Kesimpulan ...........................................................................................

45

6.1 Saran ...................................................................................................

46

PUSTAKA ACUAN .........................................................................................

47

LAMPIRAN ......................................................................................................

50

x

DAFTAR TABEL

Tabel
1.

Halaman

Ragam dan kriteria keragaman genotipe dan fenotipe populasi
F2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung. ........................................

36

Heritabilitas arti luas populasi F2 hasil persilangan Tanggamus
dan Taichung. ............................................................................................

37

Peringkat genotipe hasil persilangan F2 Tanggamus dan
Taichung berdasarkan keparahan penyakit (%) dan bobot biji (g). . ........

38

Data asli jumlah populasi F2 persilangan Tanggamus x Taichung yang
Hidup. .......................................................................................................

51

5.

Data asli jumlah tetua Tanggamus yang hidup.

......................................

56

6.

Data asli jumlah tetua Taichung yang hidup. ...........................................

57

7.

Ragam fenotipe populasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung. ..................................................................................................

58

Ragam genotipe populasi F2 persilangan Tanggamus dan
Taichung. .................................................................................................

59

Peringkat genotipe hasil persilangan F2 Tanggamus dan Taichung
berdasarkan keparahan penyakit (%), bobot biji (g), bobot biji sehat,
dan bobot biji sakit(g). .............................................................................

60

2.

3.

4.

8.

9.

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1.

Halaman

Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x
Taichung dan kedua tetuanya. ................................................................

29

2.

Tahap-tahap inokulasi soybean mosaic virus di lapangan. ......................

30

3.

Skor gejala penyakit. ................................................................................

32

4.

Biji sakit dan biji sehat. ............................................................................

63

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500
SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi
pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke
berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia,
India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke16 dan penyebarannya yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa
Tenggara, dan pulau-pulau lainnya sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau
(Irwan, 2006).

Produksi kedelai di Indonesia tidak setinggi di negara subtropis. Pada tahun 1999
produksi kedelai di Amerika Serikat mencapai 9 milyar ton (Martin dkk., 2006).
Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2008 dan 2009 terus mengalami
peningkatan hingga mencapai 974.512 ton. Namun pada tahun 2010 produksi
kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031 ton. Tahun 2011 hingga
tahun 2012 produksi kedelai nasional terus mengalami penurunan hingga menjadi
843.153 ton. Sebagai catatan, tahun ini kebutuhan kedelai nasional diprediksi 2,5
juta ton, sedangkan produksi nasional berkisar 700 ton. Indonesia masih harus
mengimpor 1,8 juta ton atau 70 persen kebutuhan kedelai (BPS, 2013).

2

Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya yaitu perbedaan kondisi lingkungan. Pada negara asalnya kedelai
merupakan tanaman subtropis sedangkan di Indonesia kedelai merupakan
tanaman tropis. Oleh karena itu, adanya perbedaan lingkungan yang
menyebabkan produksi kedelai di Indonesia tidak setinggi di negara asalnya.
Perbedaan kondisi lingkungan tersebut antara lain yaitu adanya perbedaan
intensitas cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari mempengaruhi
pertumbuhan tinggi tanaman kedelai, karena intensitas cahaya matahari
mempengaruhi proses fotosintesis.

Menurut Martin dkk. (2006), kedelai termasuk tanaman berhari pendek yang
sangat sensitif terhadap fotoperiode. Kedelai memerlukan lama penyinaran 13,5
jam sehari untuk berbunga. Benih kedelai yang diproduksi di bawah kondisi suhu
tinggi cenderung menghasilkan kualitas yang rendah. Menurut Gardner dkk.
(1991), kultivar kedelai yang beradaptasi pada daerah subtropis mempunyai ruasruas yang lebih sempit, lebih pendek, serta berbunga lebih awal apabila
ditumbuhkan pada daerah tropis. Pada daerah subtropis pertumbuhan vegetatif
tanaman kedelai lebih lama. Pada daerah tropis periode pertumbuhan vegetatif
tanaman kedelai lebih singkat.

Keadaan di Indonesia yang beriklim tropis dapat memberikan kondisi yang
kondusif untuk perkembangan dan penyebaran patogen di lapangan. Hal tersebut
karena tidak ada musim dingin atau musim winter di negara tropis yang dapat
mematahkan siklus hidup patogen dan menekan keberadaan serangga vektor di

3

lapangan. Karena itu, patogen dan serangga vektor menjadi selalu tersedia dan
terakumulasi tingkat populasinya dari tahun ke-tahun (Akin, 2003).

Salah satu penyakit yang menyerang pertanaman kedelai di Indonesia yang
disebabkan oleh virus yaitu penyakit mosaik tanaman kedelai. Penyakit mosaik
tanaman kedelai disebabkan oleh soybean mosaic virus (SMV). SMV merupakan
salah satu jenis virus penting pada tanaman kedelai. Penyakit ini tersebar di
beberapa sentra produksi kedelai di Indonesia dan menyebabkan penurunan hasil.
Menurut Kameya (2001) serta Ooffei dan Albrechtsen (2005) yang dikutip
Prayogo (2012), penurunan hasil akibat SMV dapat mencapai 25% apabila
penularan terjadi pada fase vegetatif, namun kehilangan hasil dapat mencapai 90%
apabila tanaman terinfeksi sejak fase awal pertumbuhan.

Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam
nukleat tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel
serta organel, seperti mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologis tanaman
mengakibatkan tanaman inang menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman
seperti tanaman menjadi kerdil, perubahan warna daun, ukuran, dan bentuk buah
yang dihasilkan (Akin, 2006).

Gejala awal tanaman kedelai yang terserang SMV ditandai dengan tulang daun
dan anak daun muda menjadi kuning jernih. Setelah itu daun menjadi tidak rata
(berkerut) dan menunjukkan gejala mosaik dengan warna hijau gelap di sepanjang
tulang daun. Kemudian pada tepi daun tampak mengalami klorosis (Prayogo,
2012). Pada beberapa varietas kedelai terjadi gejala nekrotik disertai dengan
tulang daun menjadi coklat, daun menguning, tanaman menjadi kerdil, batang dan

4

tangkai daun menjadi berwarna coklat, tunas-tunas penuh bercak, daun cepat
rontok, dan akhirnya tanaman mati (Semangun, 1993).

Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pengendalian penyakit mosaik
tanaman kedelai adalah penggunaan kultivar unggul yang tahan terhadap SMV
dengan produktivitas tinggi. Menurut Putri (2013), varietas Tanggamus, Yellow
bean, zuriat Tanggamus dan Yellow bean, dan zuriat Tanggamus dan Taicung
pada populasi F1 tahan terhadap SMV. Orba merupakan varietas yang rentan
terhadap SMV.

Benih yang digunakan pada penelitian ini merupakan benih generasi F2 hasil
persilangan antara Tanggamus dan Taichung. Hasil persilangan antara
Tanggamus dan Taichung populasi F1 ini merupakan hasil persilangan Maimun
Barmawi menggunakan metode dialel setengah dengan lima tetua yaitu
Tanggamus, Yellow bean, Taichung, B3570, dan Orba dan menghasilkan 10
kombinasi persilangan. Kemudian penelitian tersebut diteruskan oleh Ria Putri
dan Risa Jamil pada populasi F1untuk menguji ketahanan tanaman kedelai
terhadap SMV pada generasi F1. Benih Tanggamus dan Taichung generasi F2 dari
generasi F1 genotipe No 8 tersebut dipilih dengan pertimbangan mempunyai
jumlah biji sehat sebanyak 423 butir, jumlah biji sakit sebanyak 29 butir, dan
persentase keparahan penyakit (KP) sebesar 25 % dan tergolong tahan. Perlu
dilakukan penelitian untuk melihat ketahanan tanaman kedelai terhadap infeksi
SMV pada generaasi F2. Dari hasil penelitian Putri (2013) menunjukkan bahwa
nilai estimasi heritabilitas dalam arti sempit untuk tingkat KP sebesar 32% dan
termasuk ke dalam kriteria sedang.

5

Menurut Aprianti (2014), ketahanan suatu tanaman terhadap penyakit tidak
berkorelasi positif dengan hasil tanaman. Tanaman yang rentan terhadap penyakit
khususnya yang disebabkan oleh virus tidak akan menurunkan hasil produksi.

Seleksi merupakan salah satu proses pemuliaan tanaman dan merupakan dasar
dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru.
Keberhasilan seleksi tergantung pada kemampuan pemulia untuk memisahkan
genotipe yang tidak diinginkan dari genotipe yang diinginkan. Heritabilitas dan
keragaman genetik merupakan salah satu parameter genetik yang dapat digunakan
sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien. Keragaman dan
heritabilitas dapat diamati pada karakter agronomi tanaman. Karakter agronomi
merupakan karakter-karakter yang berperan dalam penentuan hasil suatu tanaman.

Menurut Barmawi dkk. (2013), seleksi yang efektif terjadi jika populasi memiliki
keragaman genotipe dan fenotipe yang luas. Keragaman genetik yang luas, baik
keragaman fenotipe maupun genetik menunjukkan adanya peluang yang besar
untuk menyeleksi sifat-sifat yang diinginkan. Keragaman yang sempit dalam
suatu populasi menunjukkan bahwa individu dalam populasi tersebut cenderung
homogen dan proses seleksi untuk karakter tersebut tidak akan berjalan efektif
(Racmadi, 2000). Populasi F2 merupakan populasi yang mengalami segregasi
secara bebas yang mengakibatkan 50% dari populasi merupakan genotipe
heterozigot. Oleh karena itu, populasi F2 merupakan populasi yang memiliki
keragaman tertinggi. Menurut Belanger dkk. (2003), besarnya keragaman pada
populasi F2 disebabkan semakin banyak gen yang mengendalikan sehingga
kombinasi alel yang terbentuk semakin banyak.

6

Heritabilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan
seleksi karena dengan nilai heritabilitas dapat diketahui bahwa suatu sifat lebih
dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Menurut Sa’diyah dkk.
(2013), heritabilitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor
genetik pada suatu karakter. Rendahnya nilai duga heritabilitas karena pengaruh
faktor lingkungan lebih besar daripada faktor genetik sehingga seleksi menjadi
kurang efektif. Seleksi terhadap karakter yang heritabilitasnya tinggi dapat
dilakukan pada generasi awal (F2 dan F3).
Berdasarkan latar belakang maka dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana efektivitas seleksi berdasarkan keragaman genetik dan
heritabilitas karakter ketahanan dan agronomi kedelai terhadap infeksi SMV
generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung?

2.

Bagaimana keragaman genetik karakter ketahanan dan agronomi kedelai
terhadap infeksi SMV generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung?

3.

Berapa besaran nilai duga heritabilitas karakter ketahanan dan agronomi
kedelai terhadap infeksi SMV generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung?

4.

Berapa besaran nilai tengah keparahan penyakit karakter ketahanan kedelai
terhadap infeksi SMV generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung?

7

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
disusun tujuan penelitian sebagai berikut:
1.

Mengetahui kefektifan seleksi dengan memanfaatkan informasi berdasarkan
keragaman genetik dan heritabilitas karakter ketahanan dan agronomi kedelai
terhadap infeksi SMV pada generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung.

2.

Mengetahui keragaman genetik karakter ketahanan dan agronomi kedelai
terhadap infeksi SMV pada generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung.

3.

Mengetahui nilai duga heritabilitas karakter ketahanan dan agronomi kedelai
terhadap infeksi SMV pada generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung.

4.

Mengetahui nilai tengah keparahan penyakit karakter ketahanan kedelai
terhadap infeksi SMV pada generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung.

1.3 Kerangka Pemikiran

Untuk menjelaskan perumusan masalah dalam penelitian ini, maka disusun
kerangka pemikiran sebagai berikut:

Produksi tanaman kedelai di negara tropis tidak sebanding dengan produksi
kedelai di negara subtropis. Rendahnya produksi pada negara tropis disebabkan
oleh perbedaan kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya matahari. Kedelai di

8

daerah subtropis mempunyai periode vegetatif tanaman yang lebih lama
dibandingkan kedelai di negara tropis lebih pendek. Periode vegetatif yang lama
menyebabkan hasil fotosintesis tanaman banyak digunakan untuk pertumbuhan
batang yang akan mempengaruhi jumlah buku pada tanaman. Jika jumlah buku
pada tanaman banyak maka polong yang dihasilkan juga banyak, karena polong
pada kedelai terdapat pada buku dan juga akan meningkatkan hasil produksi.

Perbedaan kondisi lingkungan tersebut juga menybabkan timbulnya berbagai
penyakit. Umumnya kondisi lingkungan di negara tropis mendukung bagi
perkembangan penyakit. Di negara tropis tidak mempunyai musim winter yang
dapat menekan perkembangan penyakit. Salah satu penyakit yang menyerang
tanaman kedelai adalah penyakit mosaik tanaman kedelai yang disebabkan oleh
soybean mosaic virus (SMV). Penyakit mosaik tanaman kedelai merupakan
penyakit penting yang menjadi kendala dalam budidaya tanaman kedelai.

Virus merupakan mikroorganisme yang bersifat sistemik yang artinya apabila
virus masuk ke dalam tanaman maka virus ini akan menyebar ke seluruh tubuh
tanaman melalui pembuluh xylem maupun pembuluh floem. Oleh karena itu,
tanaman yang telah terinfeksi virus akan mengalami gangguan proses
metabolisme yang menyebabkan penurunan hasil. Hasil metabolisme tanaman
lebih banyak digunakan untuk sintesis virus sehingga tanaman akan mengalami
kahat metabolit. Pada tanaman yang terserang virus pertumbuhan dan
perkembangan tidak dapat berjalan dengan baik karena terhambatnya proses
fotosintesis yang menyebabkan asimilat tidak dapat disalurkan keseluruh bagian
tanaman secara maksimal. Hal ini berpengaruh pada penampilan karakter

9

agronomi tanaman tersebut. Tanaman yang terserang SMV ini memiliki ciri-ciri
yaitu pertumbuhan tanaman terhambat atau tanaman menjadi kerdil, adanya gejala
mosaik, dan permukaan daun menjadi keriting.

Penyakit yang menyerang tanaman dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu inang, virus
dan lingkungan. Virus dapat berkembang dengan cepat apabila strain virus yang
menyerang bersifat virulen, tanaman yang diserang rentan, dan kondisi
lingkungan mendukung untuk perkembangan penyakit. Oleh karena itu, salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan hasil akibat serangan
penyakit ini adalah dengan menggunakan varietas yang tahan. Tanaman
dikategorikan tahan apabila tanaman tersebut hanya mengalami sedikit infeksi
atau infeksi yang terbatas. Ketahanan terhadap infeksi virus dapat ditingkatkan
apabila tanaman tersebut mempunyai gen pengendali ketahanan.

Generasi F2 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil persilangan
antara Tanggamus dan Taichung. Varietas Tanggamus mempunyai daya hasil
yang cukup tinggi, dan rentan terhadap virus SMV. Taichung memilki daya hasil
dan kualitas rendah, namun tahan terhadap virus SMV. Generasi F2 mempunyai
keragaman genetik yang luas pada seluruh karakter agronomi yang diamati. Oleh
karena itu generasi ini mempunyai nilai keparahan penyakit yang sangat beragam.
Generasi F2 merupakan generasi yang bersegregasi paling tinggi karena memiliki
heterogenitas genetik tertinggi. Benih F2 memiliki gabungan karakter dari kedua
tetuanya.

Penampilan karakter-karakter yang berbeda dalam suatu populasi disebut
keragaman. Keragaman adalah perbedaan yang ditimbulkan dari suatu

10

penampilan populasi tanaman. Ragam genetik yang besar dalam suatu populasi
menunjukkan bahwa semakin besar peluang untuk memperoleh genotipe yang
diinginkan yaitu mendapatkan kultivar unggul yang tahan terhadap SMV dan
berdaya hasil tinggi. Keragaman dalam suatu tanaman ditentukan oleh faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti
iklim, kesuburan tanah, cahaya matahari, dan lain sebagainya. Faktor genetik
terjadi dari pewarisan kedua tetuanya. Keragaman genetik dapat terlihat jika
terdapat variasi genotipe ditanam pada lingkungan yang sama.

Estimasi heritabilitas perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi genotipe
populasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung yang menghasilkan nilai
heritabilitas tinggi. Heritabilitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh faktor genetik pada suatu karakter. Nilai duga heritabilitas tinggi berarti
fahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dari pada
faktor lingkungannya. Untuk mendapatkan nilai heritabilitas yang tinggi maka
ragam genetik harus mempunyai nilai yang lebih besar daripada ragam fenotipe.
Seleksi efektif dilakukan apabila tanaman tersebut mempunyai nilai keragaman
genetik yang luas dan nilai heritabilitas yang tinggi.

11

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
1.

Seleksi efektif dilakukan dengan memanfaatkan informasi tentang keragaman
genetik dan heritabilitas karakter ketahanan dan agronomi tanaman kedelai
generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan Taichung.

2.

Karakter ketahanan dan agronomi tanaman kedelai generasi F2 hasil
persilangan Tanggamus dan Taichung memiliki keragaman genetik yang luas.

3.

Karakter ketahanan dan agronomi tanaman kedelai generasi F2 hasil
persilanganTanggamus dan Taichung mempunyai nilai heritabilitas yang
tinggi.

4.

Karakter ketahanan kedelai generasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan
Taichung mempunyai nilai keparahan penyakit (KP) yang rendah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Sejarah Singkat Tanaman Kedelai

Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu tanaman pangan pengasil protein
nabati. Tanaman ini berasal dari daratan Cina Pusat dan Cina Utara. Hal ini
didasarkan pada penyebaran Glycine ussuriensis, spesies yang diduga sebagai
tetua Glycine max. Penyebaran kedelai di kawasan Asia, seperti Jepang,
Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, Birma, Nepal, dan India yang
dimulai sejak abad pertama setelah masehi sampai abad ke-15 hingga abad ke16
(Adie dan Krisnawati (2007) yang dikutip Wardoyo (2009)). Kedudukan tanaman
kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dycotiledonae
: Papilionoideae
: Leguminosae
: Glycine
: Glycine max (L.) Merill sama dengan G. soya (L.) Sieb da
atau Soya max atau S. hispida.

Zucc

13

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai

Kedelai adalah tanaman tahunan setahun yang tumbuh tegak dengan ketinggian
70–150 cm, berbatang menyemak, berbulu halus, dan mempunyai sistem
perakaran yang luas. Daunnya majemuk beranak-daun-tiga dan berselang-seling.
Tanaman ini menyukai tanah bertekstur ringan hingga sedang dan berdrainase
baik (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997). Tipe pertumbuhan tanaman kedelai dapat
dibedakan menjadi 3 macam yakni determinit, indenterminit, dan semi determinit.
Tipe semi determinit merupakan tipe antara indeterminit dan determinit dan
varietas orba termasuk tipe pertumbuhan semi determinit (Suprapto, 2001).

Tanaman kedelai memiliki bunga sempurna, yakni dalam setiap bunga terdapat
alat kelamin betina (putik) dan kelamin jantan (benang sari). Penyerbukan bunga
kedelai terjadi saat mahkota bunga masih tertutup, sehingga kemungkinan
terjadinya perkawinan silang alami sangat kecil (Suprapto, 2001). Bunganya
berwarna putih, ungu pucat, atau ungu. Polong berkembang dalam kelompok dan
biasanya mengandung 2–3 biji yang berbentuk bundar atau pipih dan sangat kaya
akan protein (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Kedelai mempunyai biji berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji.
Embrionya terletak di antara keping biji. Warna bijinya bermacam-macam yaitu
kuning, hitam, hijau, dan coklat. Besarnya biji kedelai bervariasi tergantung dari
varietas. Tanaman kedelai merupakan tanaman berakar tunggang. Pada akarnya
terdapat bintil–bintil yang merupakan koloni dari Rhizobium japonikum, dan bintil
akar mulai terbentuk sekitar 15–20 hari setelah tanam. Tanaman kedelai dapat

14

mengikat nitrogen dari udara bebas yang dapat digunakan untuk petumbuhan
tanaman (Suprapto, 2001).

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai tumbuh baik pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau
liat berpasir. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30 °C.
Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (30 °C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu
cepat. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan tanaman kedelai yaitu
24–25 °C.

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan lama penyinaran sinar matahari
karena kedelai termasuk tanaman―hari pendek.. Tanaman kedelai tidak akan
berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis yaitu 15 jam per hari. Apabila
varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14–16
jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas
tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi
pendek, yaitu dari umur 50–60 hari menjadi 35–40 hari setelah tanam. Selain itu,
batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran ruas subur juga lebih
pendek (Irwan, 2006).

15

2.2 Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai

2.2.1 Penyebab Penyakit

Penyakit mosaik pada tanaman kedelai disebabkan oleh SMV. Menurut Sudjono
dkk. (1993) yang dikutip oleh Mulia (2008), SMV tergolong genus potyvirus yang
berbentuk batang lentur dengan panjang rata–rata berukuran 750 nm dan lebar
rata-rata 15–18 nm. Virion yang paling infektif berukuran panjang > 656 nm.
Infektifitas SMV menurun bila terkena sinar ultraviolet atau berada dalam larutan
dengan pH9. Translokasi dan replikasi virus cepat terjadi pada suhu
26 °C, tetapi pada suhu dibawah 10°C translokasi virus terhenti. Menurut
Matthews (1992) yang dikutip oleh Mulia (2008), genom SMV terdiri atas RNA
utas tunggal yang berukuran sekitar 10 kb dan poli-A pada ujung tiganya. Genom
SMV menyandikan delapan protein yang pada awalnya merupakan satu protein
besar yang kemudian mengalami pemotongan (Posttranslationally processed)
menjadi protein virus.

2.2.2 Gejala Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai

Gejala penyakit mosaik tanaman kedelai yang disebabkan oleh SMV bervariasi
tergantung dari kerentanan tanaman. Gejala awal penyakit ini adalah tulang daun
pada anak daun yang masih muda berubah warna menjadi kuning jernih.
Permukaan daun menjadi tidak rata (berkerut), terdapat gambaran mosaik dengan
warna hijau gelap di sepanjang tulang daunnya, dan terjadi klorosis pada tepi
daun. Tanaman yang sakit membentuk polong kecil, rata, kurang berbulu dan
lebih melengkung, biji menjadi lebih kecil, dan terjadi penurunan daya kecambah.

16

Kemudian bintil akar yang dihasilkan pada tanaman sakit menjadi lebih sedikit
dan lebih kecil (Semangun, 1993).

Terjadi gejala nekrotik pada beberpa varietas yang disertai dengan perubahan
warna dari hijau menjadi coklat pada batang dan tulang daun, kemudian daun
menguning, tanaman menjadi kerdil, tunas-tunas penuh dengan bercak, daun cepat
rontok, dan mati. Perubahan warna belang di sekitar tulang daun disebabkan oleh
berkurangnya klorofil daun akibat adanya infeksi SMV (Prayogo, 2012).

Menurut Kholidah dkk. (2013), pada tanaman kedelai yang diinokulasi SMV
memiliki rata-rata tinggi tanaman lebih rendah yaitu sebesar 67,33–74,25 cm
dan masa inkubasi SMV pada tanaman kedelai hitam varietas Detam 1
menunjukkan bahwa gejala muncul rata-rata 14,67–1,.67 hari setelah inokulasi.

Menurut Kameya (2001) dan Jones (2003) yang dikutip Prayogo (2012), infeksi
virus dengan gejala mosaik pada tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan
respirasi, penurunan fotosintesis, keseimbangan hormon yang tidak normal,
penurunan kandungan air pada tanaman, sedangkan tanaman yang sehat tidak
menunjukkan gejala tersebut.

2.2.3 Pengendalian Penyakit Mosaik Tanaman Kedelai

Menurut Sudjono dkk. (1983) yang dikutip oleh Semangun (1993), pengendaliaan
penyakit mosaik tanaman kedelai yang disebabkan oleh SMV dapat dilakukan
dengan dengan berbagai cara antara lain:
1. Menanam benih yang bebas virus.
2. Segera mencabut dan membinasakan kedelai yang terinfeksi.

17

3. Menanam varietas kedelai yang tahan terhadap infeksi virus.
4. Jika perlu menggunakan insektisida untuk mengendalikan kutu daun yang
menjadi vektor virus.
5. Membasmi tumbuhan inang virus mosaik kedelai.

2.3 Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit

Menurut Van der Plank (1963) yang dikutip Semangun (2006), ketahanan
tanaman terhadap penyakit dibagi menjadi dua yaitu ketahanan horizontal dan
ketahanan vertikal.

2.3.1 Ketahanan Horizontal

Menurut Oka (1993), tanaman yang memiliki ketahanan secara alamiah itu
bersifat poligenik yang dikendalikan oleh sejumlah gen atau disebut juga tanaman
yang memiliki ketahanan horizontal, ketahanan lapangan, atau ketahanan umum.

Sifat ketahanan horizontal yaitu sebagai berikut:
1) Ketahananan yang dikendalikan oleh sujumlah gen;
2) Reaksinya tidak diferensial;
3) Tahan terhadap semua ras dari satu spesies patogen, terhadap spesies patogen
berbeda, atau genus;
4) Gen-gen tahan tidak dapat diidentifikasi;
5) Pewarisannya tidak mengikuti nisbah Mendel;
6) Ketahanannya relatif mantap.

18

Menurut plank (1968) yang dikutip oleh Semangun (2006), ketahanan horizontal
memberikan ketahanan yang lebih rendah tingkatannya dibandingkan dengan
ketahanan vertikal. Ketahanan ini juga diwariskan secara poligenik yang
diperkirakan bahwa banyak gen yang terkait dalam ketahanan ini. Oleh karena
itu, ketahanan ini sulit ditangani oleh pemulia.

2.3.2 Ketahanan Vertikal

Selain memiliki ketahanan horizontal tanaman biasanya memiliki ketahanan
vertikal disebut juga ketahanan spesifik. Tanaman yang memiliki ketahanan
vertikal ini merupakan tanaman yang benar-benar tahan dalam menghadapi gen
virulen dari patogen. Jadi interaksinya adalah gen tahan tanaman melawan gen
virulen patogen.
Sifat – sifat ketahanan verikal adalah sebagai berikut:
1) Ketahannya dikendalikan oleh satu gen utama (mayor);
2) Reaksinya diferensial;
3) Tahan terhadap satu ras dari suatu spesies patogen,
4) Mengikuti nisbah Mendel;
5) Gennya dapat diidentifikasi;
Ketahanannya sedikit menurun apabila menghadapi patogen yang bersifat
mutabilitas tingggi (Oka, 1993).

Menurut Semangaun (2006), timbulnya penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu tanaman inang, virus dan lingkungan. Penyakit tidak akan terjadi jika
patogen yang virulen bertemu dengan tanaman yang rentan tetapi kondisi
lingkungan tidak mendukung perkembangan patogen. Patogen mengadakan

19

interaksi dengan tumbuhan inang. Patogen melakukan aksi sedangkan tumbuhan
inang melakukan reaksi. Lingkungan yang mempengaruhi patogen maupun
tumbuhan inang yaitu unsur hara, kelembaban, suhu, dan sinar matahari. Berikut
ini adalah model segitiga penyakit menurut Semangun (2006):
Lingkungan

Tumbuhan

Patogen

Menurut Flor (1942) yang dikutip Semangun (2006), konsep ketahanan terhadap
penyakit diungkapkan melalui hipotesis gene for gene. Dalam konsep tersebut
dikemukakan bahwa setiap gen yang mengendalikan sifat tahan pada tanaman
inang memiliki pasangan gen komplementer yang mengendalikan sifat virulensi
pada patogen. Tanaman inang menunjukkan reaksi tahan jika gen yang
mengendalikan sifat tahan pada tanaman inang berpasangan dengan gen avirulen
patogen. Bila patogen memilki gen virulen pasangan tersebut, maka inang akan
menunjukkan reaksi rentan.

20

Menurut Flor (1956) yang dikutip Crowder (1990), konsep gene for gene dapat
digambarkan sebagai berikut:
Patogen

Keterangan:

R

V

v

R = Tahan

-

+

r = rentan

Tanaman inang

V = avirulen
r

+

+

v = virulen
- = tidak ada pertumbuhan
+ = patogenitas

2.4 Keragaman Genetik dan Heritabilitas

2.4.1 Keragaman Genetik

Seleksi merupakan dasar dalam perbaikan tanaman untuk mendapatkan varietas
unggul baru. Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang
peranan yang sangat penting. Keragaman genetik adalah suatu besaran yang
mengukur variasi penampilan yang disebabkan oleh komponen-komponen
genetik. Penampilan suatu tanaman dengan tanaman lainnya akan berbeda dalam
beberapa hal. Keragaman (variabilitas) suatu penampilan tanaman dalam populasi
dapat disebabkan oleh variabilitas genetik penyusun populasi, variabilitas
lingkungan, dan variabilitas interaksi genotipe x lingkungan (Rachmadi, 2000).
Untuk mengetahui keragaman tanaman perlu dilakukan pengamatan karakter
tanaman. Karakter tanaman, seperti tinggi tanaman, potensi hasil, dan lain-lain
yang secara umum terbagi menjadi dua, yaitu karakter kualitatif dan karakter
kuantitatif.

21

Karakter kualitatif adalah karakter-karakter yang perkembangannya dikendalikan
oleh aksi gen atau gen-gen yang memiliki sebuah efek yang kuat atau
dikendalikan oleh sedikit gen, seperti warna bunga, bentuk bunga, bentuk buah,
bentuk daun, dan bagian tanaman lain. Karakter kuantitatif merupakan karakter
yang dikendalikan oleh banyak gen-gen yang masing-masing berkontribusi
terhadap penampilan atau ekspresi karakter kuantitatif tertentu, seperti tinggi
tanaman, jumlah butir benih, hasil, dan lain sebagainya (Baihaki, 2000).
Semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi peluang untuk mendapatkan
sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki (Martono, 2009).

Ragam fenotipe yang luas pada tanaman kacang panjang terdapat pada karakter
yaitu umur berbunga, umur panen polong segar, umur panen polong kering,
jumlah tangkai bunga, jumlah polong tanaman, rata-rata jumlah polong tanaman,
rata-rata panjang polong tanaman, rata-rata jumlah lokul tanaman, rata-rata
panjang lokul, jumlah benih total, bobot benih, dan bobot 100. Keragaman
genotipe yang luas terdapat pada variabel umur berbunga, umur panen polong
kering, jumlah polong tanaman, rata-rata jumlah polong tanaman, rata-rata
panjang lokul, jumlah benih total, dan bobot benih tanaman (Sa’diyah dkk., 2013).
Tinggi rendahnya nilai keragaman genetik pada populasi hasil persilangan sangat
ditentukan oleh genotip tetua yang digunakan dalam persilangan tersebut. Jika
koefisien nilai keragaman genetik tinggi maka faktor genetik yang lebih dominan
dari pada faktor lingkungan pada penampilan suatu tanaman. Nilai keragaman
genetik tinggi yang diikuti dengan nilai heretabilitas yang tinggi menunjukkan

22

bahwa karakter penampilannya lebih ditentukan oleh faktor genetik (Sa’diyah
dkk., 2013).

Menurut Anderson dan Bancrof (1952) yang dikutip Wahdah (1996), keragaman
fenotipe dikatakan luas apabila keragaman fenotipenya lebih besar dua kali lipat
standar deviasinya. Sedangkan keragaman fenotipe dikatakan sempit apabila
keragaman fenotipenya lebih kecil dua kali lipat standar deviasinya.

2.4.2 Heritabilitas

Heritabilitas merupakan suatu parameter yang digunakan untuk mengukur
kemampuan suatu genotipe populasi tanaman dalam mewariskan karakteristik
yang dimiliki. Pendugaan nilai heritabititas suatu karakter sangat terkait dengan
faktor lingkungannya. Faktor genetik tidak akan mengekspresikan karakter yang
diwariskan apabila faktor lingkungan tidak mendukung. Sebaliknya, sebesar
apapun manipulasi yang dilakukan terhadap faktor lingkungan tidak akan mempu
mewariskan suatu karakter yang diinginkan apabila gen pengendali karakter
tersebut tidak ada (Rachmadi, 2000).

Heritabilitas terbagi menjadi dua yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti
sempit. Heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik total
terhadap ragam fenotipe. Ragam genetik terdiri atas ragam aditif, dominan, dan
epistasis. Heritabilitas arti sempit merupakan perbandingan antara ragam aditif
dengan ragam fenotipe (Rachmadi, 2000). Oleh karena itu heritabilitas dalam arti
sempit mempunyai nilai yang lebih kecil dari heritabilitas dalam arti luas.

23

Menurut Barmawi dkk. (2013), nilai duga heritabilitas (daya waris) tanaman
kedelai tinggi terdapat pada karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman,
jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman. Nilai duga heritabilitas
tanaman kedelai rendah terdapat pada karakter jumlah cabang produktif, dan
bobot 100 butir menunjukkan nilai duga heritabilitas yang sedang.

Nilai duga heritabilitas arti luas merupakan perbandingan antara ragam genetik
dan ragam fenotipe yang menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam
fenotipe suatu karakter. Heritabilitas arti sempit memberikan indikasi derajat
kemiripan antar tetua dengan keturunannya atau mengukur proporsi ragam genetik
yang diwariskan pada keturunannya (Fehr, 1987).

Menurut Rachmadi (2000), nilai duga heritabilitas berkisar antara 0-1. Nilai duga
heritabilitas 1 menunjukkan bahwa varians penampilan dari suatu tanaman
dilebabkan oleh faktor genetik. Sedangkan nilai duga heritabilitas 0 menunjukkan
bahwa tidak satupun varians dari suatu tanaman yang muncul disebabkan oleh
faktor genetik. Hal tersebut berarti bahwa tidak ada karakteristik suatu genotipe
yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Pada kondisi seperti itu, perbaikan
karakter melalui kegiatan pemulia tidak akan memberikan harapan kemajuan
secara genetik.

Berikut ini adalah kriteria nilai heritabilitas menurut Mendez-Natera dkk. (2012):
1. Heritabilitas tinggi apabila H ≥ 50% atau ≥ 0,5
2. Heritabilitas sedang apabila 20 % < H < 50 % atau 0,2 < H

Dokumen yang terkait

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS X MALANG 2521

0 25 45

POLA SEGREGASI KARAKTER AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS X B3570

3 33 52

KERAGAMAN DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max (L) Merill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS DAN MALANG 2521

3 24 50

ESTIMASI PARAMETER GENETIK KARAKTER AGRONOMI KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F2 HASIL PERSILANGAN WILIS X B3570

1 15 51

POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (GLYCINE MAX[L.] MERRILL) TERHADAP INFEKSI SOBEAN MOSAIC VIRUS POPULASI F2 KETURUNAN TAICHUNG x TANGGAMUS

1 11 53

Seleksi Karakter Ketahanan Terhadap Soybean Mosaic Virus Dan Karakter Agronomi Kedelai Generasi F2 Hasil Persilangan Tanggamus Dan Taichung

1 5 56

DIVERSITY AND CORRELATION TEST OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2) TANGGAMUS AND B3570 CROSSING AGAINST SOYBEAN MOSAIC VIRUS KERAGAMAN DAN UJI KORELASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570 TERHADAP SOYB

0 11 59

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

1 11 71

HERITABILITAS DAN HUBUNGAN ANTARA KARAKTER KETAHANAN DAN AGRONOMI TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 KETURUNAN TANGGAMUS x TAICHUNG YANG TERINFEKSI SOYBEAN MOSAIC VIRUS

1 22 62

POLA SEGREGASI KARAKTER KETAHANAN KEDELAI (Glycine max [L.] Merrill) GENERASI F3 TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS KETURUNAN TANGGAMUS DAN TAICHUNG

2 27 57