BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Meningoensefalitis

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis adalah peradangan otak dan meningen, nama lainnya yaitu cerebromeningitis, encephalomeningitis, meningocerebritis.17 Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus.18 Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga disebut meningoensefalitis. Alasannya yaitu selama meningitis bakteri, mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak. Pada ensefalitis, reaksi radang mencapai cairan serebrospinal (CSS) dan menimbulkan gejala-gejala iritasi meningeal di samping gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat menyerang meninges maupun otak misalnya enterovirus.19,20

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah Mycobacterium tuberculosa, Toxoplasma gondii, Ricketsia dan virus. Meningitis purulenta adalah radang bernanah


(2)

araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeuruginosa.18

2.2. Etiologi Meningoensefalitis19,21

Agen penyebab umum meningoensefalitis sebagai berikut: Tabel 2.1. Etiologi Penyebab Meningoensefalitis

No Agen Penyebab 1. Virus

Togaviridae Alfavirus

Virus Ensefalitis Equine Eastern Virus Ensefalitis Equine Western Virus Ensefalitis Equine Venezuela

Flaviviridae

Virus Ensefalitis St. Louis Virus Powassan

Bunyaviridae

Virus Ensefalitis California Virus LaCrosse

Virus Jamestown Canyon

Paramyxoviridae Paramiksovirus

Virus Parotitis Virus Parainfluenza

Morbilivirus Virus Campak Orthomyxoviridae


(3)

Influenza A Influenza B Arenaviridae

Virus khoriomeningitis limfostik Picornaviridae

Enterovirus Poliovirus Koksakivirus A Koksakivirus B Ekhovirus

Reoviridae Orbivirus

Virus demam tengu Colorado

Rhabdoviridae Virus Rabies Retroviridae Lentivirus

Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2 Onkornavirus

Virus limfotropik T manusia tipe 1 Virus limfotropik T manusia tipe 2

Herpesviridae Herpes virus

Virus Herpes simpleks tipe 1 Virus Herpes simpleks tipe 2 Virus Varisela zoster

Virus Epstein Barr Sitomegalovirus

Sitomegalovirus manusia

Adenoviridae Adenovirus


(4)

2. Bakteri

Haemophilus influenza Neisseria menigitidis Streptococcus pneumonia Streptococcus grup B Listeria monocytogenes Escherichia coli

Staphylococcus aureus Mycobacterium tuberkulosa 3. Parasit

Protozoa

Plasmodium falciparum, Toxoplasma gondii,

Naegleria fowleri (Primary amebic meningoencephalitis),

Granulomatous amebic encephalitis Helminthes

Taenia solium,

Angiostrongylus cantonensis Rickettsia

Rickettsia ( Rocky Mountain) 4. Fungi

Criptococcus neoformans Coccidiodes immitis Histoplasma capsulatum Candida species

Aspergillus Paracoccidiodes

Penyebab karena Mumpsvirus ditularkan melalui kontak langsung, titik ludah atau muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi. Penularan Mumpsvirus terjadi sekitar 4 hari sebelum sampai 7 hari sesudah timbulnya gejala klinik. Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar


(5)

terjadi penularan Mumpsvirus, bila dibandingkan dengan penularan virus Measles atau Varicella-zoster.22

Penyebab karena Togavirus dalam siklus biologiknya membutuhkan invertebrata/arthropoda pengisap darah, misalnya nyamuk dan caplak. Infeksi pada manusia terjadi melalui gigitan arthropoda, misalnya nyamuk yang mengandung Togavirus. Manusia adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain yang patogenik terhadap berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus, marmot, anak ayam dan kera. Virus ini mencapai otak melalui saraf olfaktoris, kemudian menyebar dari sel ke sel sehingga menimbulkan nekrosis neuron yang luas.22

Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO, Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan ensefalitis para infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis epidemika, Mononukleosis infeksiosa.23

Virus penyebab meningoensefalitis memiliki variasi geografis yang besar yaitu: di negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV-1), virus gondok, enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di Amerika Serikat terdapat ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern equine virus, Bunyavirus termasuk Virus Ensefalitis California. Di Eropa Tengah dan Timur, Virus Ensefalitis Tick-born adalah endemis. Herpes simpleks-type 2 merupakan penyebab penyakit paling banyak pada neonatus. Di Asia, Ensefalitis


(6)

Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak. Virus Valley fever di Afrika dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia. Ensefalomieletis pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan dengan campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr, cytomegalovirus, coxsackie B, Virus Herpes zooster. Pasien dengan imunodefisiensi sangat rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang lemah termasuk pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes zoster atau Cytomegalovirus.2

Pada umumnya invasi jamur ke dalam otak merupakan penyebaran hematogen dari infeksi di paru-paru. Penyebaran hematogen dari paru-paru ke otak dan selaputnya sebanding dengan metastasis kuman tuberculosa ke ruang intrakranial, baik di permukaan korteks maupun di araknoid dapat dibentuk granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya berkembang menjadi abses.23

Penyebab karena bakteri yang mencapai cairan serebrospinal akan memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H. influenzae eksperimental, hanya memerlukan satu bakteri hidup untuk memulai infeksi pada CSS. Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua kelompok umur, dan pada penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen penyebab yang paling sering.19


(7)

2.3. Anatomi dan fisiologi 2.3.1. Anatomi Otak

Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang terdapat di kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala.24

2.3.2. Histologi Susunan Saraf Pusat

Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan saraf pusat, akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian tampak berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas dasar itu, susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia grisea yang berwarna kelabu dan substansia alba yang berwarna putih. Warna kelabu ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di bagian tersebut, sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf yang bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat dibagi menjadi sel saraf dan sel penunjang. Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat yang tidak berfungsi untuk menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan diameter besar ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk yang lebih kecil dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan


(8)

macam-macam zat kimia. Karena demikian banyaknya sinaps yang terdapat di otak, secara keseluruhan otak dapat dianggap sebagai sebuah kelenjar yang sangat besar.25

2.3.3. Anatomi Selaput Otak

Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninx. Durameter dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang membungkus otak dan durameter spinalis yang membungkus medula spinalis. Di samping itu, durameter masih dapat dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal yang lebih dekat ke otak (lapisan dalam) dan lapisan endostium yang melekat erat pada tulang tengkorak. 25 b. Lapisan Tengah (Araknoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan araknoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini dapat dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal fungsi.24 c. Lapisan dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan lapisan ini


(9)

melekat erat pada permukaan luar otak atau medula spinalis.25 Ruangan di antara araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.26

Gambar 2.1. Bagian Otak

Sumber: http://brainconnection.positscience.com/topics/?main=gal/home

Gambar 2.2. Anatomi Selaput Otak Sumber: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/meninges


(10)

2.4. Patofisiologi Meningoensefalitis

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat mengakibatkan meningitis.27

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-virus yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain


(11)

ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak, peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.27

Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam. Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu penderita berenang di air yang bertemperatur hangat.28 Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat. Pada fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.23

2.5. Gejala Klinis

Kebanyakan pasien meningoensefalitis menunjukkan gejala-gejala meningitis dan ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan kesadaran, konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau gejala-gejala psikiatrik.29 Kualitas


(12)

kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.30 Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : compos mentis, incompos mentis (apatis, delirium, somnolen, sopor, coma).

- Compos mentis : sadar sepenuhnya baik terhadap dirinya maupun lingkungan. - Apatis : sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, tidak segera menjawab bila

ditanya.

- Delirium : penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gelisah, disorientasi dan meronta-ronta

- Somnolen : mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan tetapi saat rangsangan dihentikan, pasien tertidur lagi

- Sopor : penurunan kesadaran yang dalam, dimana penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang

- Coma adalah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap nyeri. 31


(13)

Pada riwayat pasien meliputi demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas marah, dan kaku kuduk.32 Neonatus memiliki gambaran klinik berbeda dengan anak dan orang dewasa. Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan takikardi karena septikimia.27,33

Meningitis yang disebabkan Mumpsvirus ditandai dengan anoreksia dan malaise, diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, sakit tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan


(14)

timbulnya ruam kulit makulo papular yang tidak disertai gatal terdapat pada wajah, leher, dada dan badan.22

Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit kepala, demam, kejang disertai penurunan kesadaran. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi Famili Togavirus (memiliki gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala sampai terjadinya sindrom demam akut disertai demam berdarah dan gejala-gejala sistem saraf pusat). Western Equine Virus (WEE) pada umumnya menimbulkan infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa dapat berupa letargi, kaku kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma yang tidak tetap. Gejala berat pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah, yang sesudah sembuh akan menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat.30,22 Gejala yang mungkin tampak dengan penyebab Japanese B enchephalitis virus adalah panas mendadak, nyeri kepala, kesadaran yang menurun, fotofobi, gerak tidak terkoordinasi, hiperhidrosis. Pemeriksaan laboratorium berupa uji serologis misalnya ELISA terhadap bahan atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya IgM. Uji fiksasi komplemen menunjukkan nilai titer yang meningkat 4 kali lipat.34,35


(15)

Gambar 2.3. Pemeriksaan tanda Kernig Gambar 2.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski

Tanda Kernig positif: Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna. Tanda Brudzinski: tanda ini didapat apabila leher klien difleksikan, maka hasilnya fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas yang berlawanan.30

Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak.18 Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi klinik, yaitu:

2.5.1. Bentuk asimtomatik

Umumnya gejalanya ringan, vertigo, diplopia. Diagnosis hanya ditegakkan atas pemeriksaan CSS.

2.5.2. Bentuk abortif

Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal.


(16)

2.5.3. Bentuk fulminan

Bentuk ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam.

2.5.4. Bentuk khas ensefalitis

Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas bagian atas. Kemudian muncul tanda radang Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, gangguan bicara, gangguan mental.34

Manifestasi klinis yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans berupa nyeri kepala akut atau subakut, demam dan kadang kejang tetapi jarang ditemukan defisit neurologis fokal.36 Gejala awal pada amuba meningoensefalitis adalah radang hidung dan sakit tenggorokan yang diikuti oleh demam dan sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan gangguan kesadaran yang dapat diikuti oleh kematian penderita 1 minggu kemudian.28


(17)

2.6. Epidemiologi Meningoensefalitis

2.6.1. Distribusi Frekuensi Meningoensefalitis a. Orang/Manusia

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberkulosa varian hominis dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan - 5 tahun.27,37 Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada laki-laki yaitu sekitar 3-5 kali lebih banyak. Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan 40% berusia di atas 15 tahun.38

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus banyak menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun.35 Ensefalitis herpes virus dapat terjadi pada semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. Ensefalitis herpes virus memiliki angka mortalitas 15-20% dengan pengobatan dan 70-80% tanpa pengobatan.39 Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia.23

H. influenzae penyebab yang paling sering di Amerika Serikat, mempunyai insiden tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun. Insiden ini jauh lebih tinggi pada anak-anak Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan


(18)

409/100.000/tahun). Insiden yang tinggi pada populasi ini mungkin juga menggambarkan status sosio-ekonomi yang rendah, yang beberapa cara tidak diketahui dapat mengurangi daya tahan terhadap mikroorganisme ini. Insiden dengan infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar pada orang kulit hitam daripada orang kulit putih.19

Tabel 2.2. Perkiraan insidensi dengan pada meningitis bakteri40

No. Kelompok usia Insiden (%)

1.

2.

3.

Neonatus

Streptococcus grup B

E.coli, enteri gram negatif lain L. monocytogenes Batita N. meningitidis S. pneumoniae H. influenzae Lain-lain

Anak yang lebih tua S. pneumoniae N. meningitidis Lain-lain 60 30 5 45 40 10 5 50 40 10 b. Tempat

Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan.40 Sekitar 20.000 kasus ensefalitis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis herpes simpleks menyebabkan sekitar 10% dari kasus ini. Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Tick born encephalitis dengan CFR di Asia yaitu 20% dan di Eropa (1-5%).41

Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Ensefalitis Jepang tersebar luas di Asia Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan Kepulauan Pasifik Barat.42


(19)

Infeksi West Nile Virus meningkat di Amerika Serikat dengan kasus pertama dilaporkan di New York pada tahun 1999. Tahun 2002 ada 4.161 kasus yang dilaporkan di 41 negara, dan dari catatan 8.500 kasus dilaporkan pada tahun 2003.20 Infeksi Plasmodium falciparum tersebar di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara. Taenia Solium tersebar di Amerika Latin dan Rickettsia di Amerika bagian tenggara.21

c. Waktu

Meningoensefalitis arbovirus sebagian besar terjadi selama bulan-bulan musim panas karena penularan virus terjadi oleh arthropoda seperti nyamuk atau kutu yang aktif selama waktu itu. Infeksi virus parotitis lebih sering pada akhir musim dingin dan awal musim semi. Infeksi herpes virus dan virus imunodefisiensi manusia terjadi sporadis selama setahun.19 Infeksi dengan mumps virus bersifat endemik sepanjang tahun. Di daerah 4 musim, puncak periode terjadi pada musim dingin dan musim semi.22

Bakteri dengan penyebab N. meningitidis dan S. pneumoniae yang memuncak pada bulan-bulan musim dingin, H.influenzae memperlihatkan penyebaran bifasik yang memuncak pada permulaan musim dingin dan musim semi, dan L. monocytogenes yang terjadi paling sering pada bulan-bulan musim panas. Penjelasan atas pola musiman ini terletak pada cara penularan organisme; Meningokokus, Pneumokokus, dan Haemofilus menyebar melalui jalur pernapasan biasa, dan Listeria didapat akibat kontaminasi melalui makanan atau akibat berkontak dengan hewan ternak.40


(20)

2.6.2. Determinan Meningoensefalitis a. Host/Pejamu

Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna. Neonatus selamanya kekurangan antibodi IgM yang spesifik, oleh karena ia tidak dapat melintasi plasenta. Maka dari itu, neonatus mudah terkena infeksi kuman enterik gram negatif. Prematuritas mempermudah infeksi susunan saraf pusat, demikian juga kelainan kongenital, seperti meningomielokel ataupun sinus neurodermal. Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang latent. Virus herpes simpleks tersebut berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin di ganglion Gasseri. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-faktor yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenik atau dapat terjadi sewaktu bepergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya.23

Kerentanan terhadap agent penyebab infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh umur dan genetik tetapi juga oleh defisiensi didapat atau kongenital dalam mekanisme pertahanan hospes. Individu dengan defisiensi IgG atau komplemen, penderita yang mengalami splenektomi, atau mereka yang asplenia kongenital menambah insiden septikimia dan meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan H.influenzae tipe B. Penderita dengan anemia sel sikel dan hemoglobinopati akan berisiko terinfeksi meningitis karena fungsi limpa yang tidak baik dan cacat


(21)

pada jalur komplemen. Infeksi meningokokus beresiko pada individu yang menderita defisiensi komponen terminal sistem komplemen.19

Meningoensefalitis mumps terutama menyerang secara akut anak-anak dan dewasa muda. Angka kejadian yang sukar dipastikan karena infeksi subklinis dari sistem saraf pusat dilaporkan terjadi lebih dari 65% kasus. Bang dan Bang menemukan adanya peningkatan sel yang abnormal pada cairan otak dari 62% kasus, dimana hanya 28% dari penderita memberikan gambaran pembesaran kelenjar. Parotitis epidemika merupakan penyebab 10-15% kasus aseptik meningitis di Amerika.22,38 Paramyxovirus ini memiliki infeksi yang tinggi pada individu dengan sistem imun yang rendah. Kematian karena virus gondongan ini jarang, mayoritas kematian ( >50%) terjadi pada orang yang lebih tua dari 19 tahun.43

Biasanya bentuk meningoensefalitis mumps jinak pada anak dan ditandai dengan demam, muntah, kaku kuduk, letargi, parotitis, sakit kepala, konvulsi, nyeri perut, diare dan delirium.17 Faktor pejamu yang merupakan predisposisi infeksi termasuk keadaan defisiensi imun didapat atau kongenital, hemoglobinopati sabit, asplenia, dan penyakit hati atau ginjal kronis. Umumnya individu ini memperlihatkan peningkatan kerentanan terhadap organisme berkapsul seperti S. pneumoniae. Pemberian imunisasi efektif dini terhadap H. influenzae tipe b telah menurunkan insidensi meningitis akibat organisme ini sebesar 90%.40

b. Agent

Banyak bakteri dengan spektrum etiologi yang berbeda pada usia yang berbeda dan pada kelompok pasien yang berbeda. Eschericia coli, Streptococcus grup B, Listeria biasanya terjadi pada Neonatus, Haemophilus influenzae pada umur


(22)

< 5 tahun, Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), Streptococcus pnemoniae pada dewasa, Mycobacterium tuberculosa dan Cryptococcus pada pasien yang immunosuppressed.30,44

Meningoensefalitis mumps disebabkan oleh virus RNA yang termasuk famili Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA.43 Virus mumps stabil pada Ph 5,8-8 dan tetap hidup bertahun-tahun pada suhu < -200 - 700C. Virulensi virus mumps akan hilang bila virus ini dipanaskan pada suhu 550C sampai dengan 600C, selama 20 menit. Virus mumps dapat diisolasi dari kelenjar air liur, hasil swab dari orificium ductus Stensen atau dari mulut, darah, kencing, air susu ibu dan cairan otak. Meningoensefalitis biasanya terjadi setelah 3-10 hari pembesaran kelenjar parotis. Meskipun demikian pernah dilaporkan bahwa meningoensefalitis dapat terjadi lebih awal, bahkan dapat terjadi tanpa adanya pembesaran kelenjar.38

Di daerah endemik, meningoensefalitis yang disebabkan oleh Japanese B encephalitis virus termasuk dalam kelompok virus yang ditularkan oleh serangga atau arthropoda lainnya, serangga penular di Indonesia adalah nyamuk Culex tritaeniohynchus.35 Sebelum tahun 1974, semua strain H. influenzae sensitif terhadap ampisilin. Pada waktu tersebut, akibat munculnya strain penghasil ß-laktamase, terapi akibat organisme ini diperluas hingga meliputi ampisilin dan kloramfenikol sampai uji kepekaan selesai. Beberapa belahan dunia sekarang melaporkan bahwa insidensi organisme yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol sudah melebihi 50%, sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak dapat digunakan di daerah tersebut.40

Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderita adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus Herpes simpleks (31%),


(23)

yang disusul oleh virus ECHO (17%). Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki.23

Enterovirus adalah penyebab signifikan dari meningoensefalitis pada periode neonatal, tetapi jarang menyebabkan ensefalitis pada bayi yang lebih tua, anak-anak atau orang dewasa.20 Penyebab amuba meningoensefalitis adalah amuba terutama Naegleria fowleri. N.fowleri merupakan organisme termofilik golongan amuba flagelata yang hidup bebas di air tawar yang panas.35

Infeksi saraf yang disebabkan oleh infeksi oportunistik telah dilaporkan menjadi manifestasi utama dari AIDS.

Tabel 2.3. Resiko Infeksi Oportunistik Sistem Saraf Pusat pada Pasien dengan HIV/AIDS berdasarkan jumlah CD445

No. Jumlah CD4 Infeksi Sistem Saraf Pusat 1. Jumlah CD4<100 - Toxoplasma gondii

- Cryptococcus neoformans

2. Jumlah CD4 <50 - Primary Amoeba

Meningoencephalitis, Epstein Barr virus

- Cytomegalovirus

Toxoplasma gondii memiliki 3 macam bentuk, menyebabkan bermacam-macam cara penularan penyakit dan patogenesis yang berbeda-beda. Bentuk takhizoit adalah bentuk proliferatif yang ditemukan selama infeksi akut. Bentuk bradizoit ada dalam kista jaringan. Bentuk ookista ditemukan hanya dalam usus kucing. Ookista menjadi infeksius sesudah mengalami sporulasi yang terjadi dari 1 sampai 21 hari pasca defekasi. Hanya sekitar 10% individu yang terinfeksi menunjukkan gejala-gejala.19


(24)

c. Lingkungan

Infeksi meningokokus dan H.influenzae berkolerasi dengan kontak antar individu. Kolonisasi nasofaringeal dari N.meningitidis meningkat jumlahnya jika banyak anak muda wajib dinas militer dikumpulkan di barak-barak. Amuba meningoensefalitis dapat bersangkut paut dengan berenang di danau segar yang mengandung amuba. Infeksi arbovirus terjadi jika ada kontak dengan vektor yang berupa arthropoda yang telah terinfeksi. Binatang peliharaan sering terinfeksi Toksoplasma gondii dan mudah menularkan infeksinya kepada manusia di sekelilingnya.23

Meningoensefalitis (tuberkulosa) banyak terdapat pada penduduk dengan keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, higiene yang buruk, dan tidak mendapat fasilitas imunisasi.27

2.7. Prognosis Meningoensefalitis

Prognosis meningoensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, di samping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit seperti hidrosefalus, gangguan mental, yang dapat muncul selama perawatan. Bila meningoensefalitis (tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu. Angka kematian pada umumnya 50%. Prognosisnya jelek pada bayi dan orang tua. Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,


(25)

serta adanya kondisi patologik lainnya.46,27 Tingkat kematian virus mencakup 40-75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.37

Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit visual dan motorik, serta epilepsi.36 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.40

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.37


(26)

2.9. Pencegahan Meningoensefalitis 2.9.1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.46 Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif.38

Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat organisme tersebut.40 Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.29

Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 250 C. Meningoensefalitis dengan penyebab Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), dan pencahayaan yang cukup. 47

Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.


(27)

Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.35

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.48 Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik, pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.49

a. Diagnosis

a.1. Pemeriksaan Penunjang a.1.1. Pemeriksaan Pungsi Pumbal

a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.18

b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal.36

c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, gula menurun, klorida menurun.37


(28)

d. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.28

Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun.45

Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.40

a.1.2. Pemeriksaan darah

a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.18 Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.37

b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.37

a.1.3. Pemeriksaan Radiologis

a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.


(29)

b. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus.

c. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.36

b. Pengobatan

Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.2,50

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol.44 Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.35


(30)

2.9.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan belajar, oleh karena itu fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi kecacatan.18,48


(1)

serta adanya kondisi patologik lainnya.46,27 Tingkat kematian virus mencakup 40-75% untuk herpes simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok.37

Penyakit pneumokokus juga lebih sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus, palsi nervus kranials, defisit visual dan motorik, serta epilepsi.36 Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan kehilangan pendengaran.40

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari meningitis tuberkulosa adalah hidrosefalus, epilepsi, gangguan jiwa, buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI, hemiparesis. Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak, hidrosefalus, paralisis serebri, epilepsi, ensefalitis, tuli, renjatan septik.37


(2)

2.9. Pencegahan Meningoensefalitis 2.9.1. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.46 Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif.38

Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indeks) serta imunisasi aktif. Imunisasi aktif terhadap H. influenzae telah menghasilkan pengurangan dramatis pada penyakit invasif, dengan pengurangan sebanyak 70-85% akibat organisme tersebut.40 Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophilus influenzae (menggunakan vaksin H.influenzae tipe b) direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.29

Amuba penyebab meningoensefalitis, yang hidup dalam kolam renang dapat dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 250 C. Meningoensefalitis dengan penyebab Mycobacterium tuberkulosa dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), dan pencahayaan yang cukup. 47

Pencegahan untuk Virus Japanese B Encephalitis yaitu vaksinasi inaktif diberikan pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.


(3)

Selain itu dilakukan pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan pekerjaan laboratorium.35

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.48 Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena adanya kemungkinan untuk mengembangkan potensinya di kemudian hari melalui program intervensi diri. Untuk mengenal kelainan neurologik, pemeriksaan neurologik dasar merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.49

a. Diagnosis

a.1. Pemeriksaan Penunjang a.1.1. Pemeriksaan Pungsi Pumbal

a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri.18

b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal, biasanya disertai limfositosis, peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal.36

c. Penyebab dengan Mycobakterium tuberkulosa pada pemeriksaan cairan otak ditemukan adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, gula menurun, klorida menurun.37


(4)

d. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada amuba meningoensefalitis yang diperiksa secara mikroskopik, mungkin dapat ditemukan trofozoit amuba.28

Penyebab dengan Toxoplasma gondii didapat protein yang meningkat, kadar glukosa normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau meningkat, protein meningkat, kadar glukosa menurun.45

Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.30 Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI kepala.40

a.1.2. Pemeriksaan darah

a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.18 Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (Anti Diuretic Hormon) yang menurun.37

b. Pada Mycobacterium tuberculosa, leukosit meningkat sampai 500/mm3 dengan sel mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat sampai 20.000, dan test tuberkulin sering positif.37

a.1.3. Pemeriksaan Radiologis

a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa dan menunjukkan edema otak.


(5)

b. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini dapat dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus.

c. Elektroensefalografi (EEG) menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.36

b. Pengobatan

Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada ensefalitis virus dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75 mg/kg bb/hari maksimum 4 gr/hari.2,50

Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup B, dan Listeria) diobati dengan sefotaksim dan aminoglikosida, dengan menambahkan ampisilin jika Listeria dicurigai. Akibat Haemophilus memerlukan pengobatan sefotaksim. Meningitis tuberkulosis diobati dengan rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol.44 Herpetik meningoensefalitis diobati dengan asiklovir intravenous, cytarabin atau antimetabolit lainnya. Pengobatan amuba meningoensefalitis dilakukan dengan memberikan amfoterisin B secara intravena, intrateka atau intraventrikula. Pemberian obat ini dapat mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati meningoensefalitis yang disebabkan oleh amuba lainnya.35


(6)

2.9.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan belajar, oleh karena itu fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi kecacatan.18,48