The Development of Brazilin Isolation Method from Sappan Wood (Caesalpinia sappan)

1

PENGEMBANGAN METODE ISOLASI BRAZILIN DARI
KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN)

BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN Pengembangan Metode Isolasi
Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan). Dibimbing oleh IRMANIDA
BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode isolasi brazilin dari kayu
secang (Caesalpinia sappan) yang efektif dan efisien untuk mendapatkan
rendemen dan kemurnian yang tinggi. Brazilin merupakan senyawa yang
memiliki banyak aktivitas, tetapi senyawa ini sulit ditemukan sebagai standar.

Pengembangan metode ini dilakukan dengan memodifikasi metode ekstraksi dan
mengoptimasi fase gerak dan fase diam. Modifikasi ekstraksi dilakukan dengan
cara menghilangkan senyawa nonpolar dari ekstrak metanol dengan n-heksana.
Rendemen yang didapat dari fraksi methanol sebesar 8.64 % (b/b) dan dari fraksi
n-heksana sebesar 0.93 %. Fase gerak dan fase diam yang terbaik adalah
kloroform:metanol (5:1) dan silika gel untuk kromatografi lapis tipis (KLT) dan
kromatografi kolom. Ekstrak metanol diaplikasikan pada kromatografi kolom
dengan kondisi fase gerak kloroform:metanol (5:1) sehingga didapatkan fraksi
awal (Rf 0.89 di kondisi KLT). Fraksi dimurnikan lebih lanjut dengan KLT
preparatif. Hasil pemurnian dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) dan dikarakterisasi dengan spektrometri ultraviolet-tampak dan
inframerah transformasi Fourier (FTIR). Rendemen brazilin yang didapat sebesar
21.43 % (b/b) dengan nilai Rf pada KLT 0.54 dan waktu retensi pada KCKT
15.695 menit.

ABSTRACT
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN. The Development of Brazilin
Isolation Method from Sappan Wood (Caesalpinia sappan). Supervised by
IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.
The objectives of this research was to develop efficient and effective the

brazilin isolation method from sappan wood (Caesalpinia sappan) to obtain high
yield and high purity. Brazilin is a compound with a lot of activities, but it is
difficult to find this compound as standard. The development method was done by
modifying the extraction method and optimizing the mobile and stationary phase
in the separation process. Modification of the extraction was done by removing
non-polar compounds with n-hexane. The yield of methanol fraction was 8.64 %
(w/w) while the yield of n-hexane fraction was 0.93 %. The optimum mobile and
stationary phase were chloroform: methanol (5:1) and silica gel for thin layer
chromatography (TLC) and column chromatography. Methanol extract was
column chromatographed, eluted with chloroform;methanol (5:1) to get the early
fractions (Rf 0.89 in TLC condition). The fractions were further purified by
preparative TLC. The results were analyzed by high performance liquid
chromatography (HPLC) and characterized by UV-Vis and FTIR spectrometry.
The yield of brazilin obtained 21.43 % (w/w) Rf value on TLC was 0.54 and the
HPLC retention time was 15.695 minutes.

PENGEMBANGAN METODE ISOLASI BRAZILIN DARI
KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN)

BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN


Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi : Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dari Kayu Secang
(Caesalpinia sappan)
Nama
: Boris Yesaya Manumpak Hangoluan
NIM
: G44070079

Menyetujui,


Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. Irmanida Batubara, S.Si M.Si.
NIP 19750807 200501 2 001

Wulan Tri Wahyuni. S.Si, M.Si

Mengetahui,
Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas

berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan
Metode Isolasi Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan)” ini dapat
diselesaikan. Penelitian ini mengoptimalkan metode isolasi brazilin dari secang
(Caesalpinia sappan) untuk mendapatkan rendemen dan kemurnian yang tinggi
serta metode yang didapat lebih efisien dan efektif dari penelitian sebelumnya.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium
Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irmanida Batubara,
S.Si, M.Si dan Wulan Tri Wahyuni, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang selalu
memberi bimbingan, motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis
selama berkonsultasi. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah
memberikan fasilitas dan penggunaan peralatan selama penulis melaksanakan
penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Mama,
Bang Ganda, Kak Natalia, S.S, Dek Yeyep, dan seluruh keluarga yang senantiasa
mendoakan, memberi motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak Dede, dan para
pegawai di Laboratorium Kimia Analitik, juga kepada Bang Endi, Bang Jaim,
Nio, dan para pegawai di Pusat Studi Biofarmaka. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Monika Tiur Apriani, Kimia 44 yang selalu memberi

dukungan dan menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Akhir kata, semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

Boris Yesaya Manumpak Hangoluan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 15 Juli 1989 dari pasangan
Hinsa Paian Sitorus, SE. dan Ronna M Sinaga. Penulis merupakan anak ketiga
dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 2 Pamulang pada tahun 2007 dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007,
penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi
Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB
(2009), Kimia Organik S1 (2009), Kimia Pangan D3 (2010), Kimia Organik D3
(2011), dan Kimia Analitik Layanan (2011). Penulis pernah berkesempatan

mengikuti program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyrakat (PKM-M)
dengan judul Taman Edukasi Obat-obatan Tropika sebagai Media Edukasi
Pembuatan Jamu Tradisional Tanah Karo “Siralada” untuk Peningkatan Kuantitas
dan Kualitas ASI di Posyandu, Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penulis juga
berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium quality
control (QC) dan water treatment and deposites analysis PT Nalco Indonesia pada
tahun 2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................

1

BAHAN DAN METODE ...................................................................................
Alat dan Bahan .............................................................................................

Metode..........................................................................................................

1
1
1

HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
Kadar Air ......................................................................................................
Ekstraksi .......................................................................................................
Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase Diam Terbaik ............................
Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak untuk Fase Diam Terbaik serta
Identifikasi Brazilin......................................................................................
Isolasi brazilin ..............................................................................................

2
2
3
3
4
5


SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
Simpulan ......................................................................................................
Saran .............................................................................................................

7
7
7

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

7

LAMPIRAN .......................................................................................................

8

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Nilai Rf pada noda yang berependar biru dari KLT preparative ..................


5

2 Data bilangan gelombang pada spektrum IR ...............................................

6

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal etanol, asetonitril, aseton,
tetrahidrofuran, n-heksana, dietil eter, butanol, diklorometana, kloroform,
metanol, etil asetat, asam asetat pada fase diam silika gel dengan visualisasi
UV 366 nm ................................................................................................... 3
2 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal butanol, asam asetat, etil asetat pada
fase diam kalsium karbonat dengan visualisasi UV 366 nm......................... 4
3 Pola KLT menggunakan pelarut campuran kloroform:metanol (2:1), (3:1),
(5:1), (7:1), (11:1) dengan visualisasi UV 366 nm ..............................................

4


4 Kromatogram standar brazilin dan fraksi paling atas (Rf 0.89) pada fase
gerak kloroform:metanol (5:1) .....................................................................

5

5 Profil pemisahan fraksi atas (Rf 0.89 pada KLT) kromatografi kolom silika gel
pada KLT dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1)................................ 5
6 Kromatogram fraksi dengan Rf 0.54 ............................................................

6

7 Spektrum UV-Vis dari fraksi pertama (Rf 0.54) ...........................................

6

8 Spektrum IR dari fraksi pertama (Rf 0.54) ....................................................

6

9 Struktur brazilin ............................................................................................

6

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................

8

2 Kadar air .......................................................................................................

9

3 Rendemen ekstrak kayu secang dalam metanol dan n-heksana ...................

9

4 Hasil elusi KLT ekstrak kayu secang untuk 12 macam fase gerak dan fase
diam silika gel dengan deteksi UV 254 nm ................................................. 10
5 Kromatogram KCKT ekstrak kasar, fraksi bawah pada fase gerak
kloroform:metanol (3:1), fraksi atas pada fase gerak kloroform:metanol

(5:1), fraksi 1 (Rf 0.54) dengan fase gerak kloroform:metanol pada KLT
preparatif (5:1), standar brazilin pada kayu secang ..................................... 11
6 Rendemen ekstrak fraksi atas pada kromatografi kolom ............................. 13
7 Rendemen ekstrak brazilin pada KLT preparatif .......................................... 14
8 Warna fraksi atas kolom (Rf 0.89) ............................................................... 14

1

PENDAHULUAN
Penemuan berbagai senyawa obat baru
dari bahan alam semakin memperjelas peran
penting metabolit sekunder tanaman sebagai
sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder
adalah senyawa hasil biogenesis dari
metabolit primer (Zahid & Gray 2006).
Senyawa metabolit sekunder yang ingin
diisolasi adalah brazilin. Brazilin merupakan
senyawa antioksidan yang mempunyai
katekol dalam struktur kimianya, dalam
suasana asam dan basa berwarna kuning dan
merah
sementara
jika
teroksidasi
menghasilkan senyawa brazilein yang
berwarna merah kecokelatan (Oliveira et al.
2002). Senyawa ini hanya terdapat pada
tanaman brazilwood atau Caesalpinia sp.
Brazilin mempunyai aktivitas farmakologis
seperti proteksi hati, antikonvulsan, antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, antivirus,
anticomplementary,
penghambat
xantin
oksidase, penghambat aldosa reduktase,
proteksi otak (Zhao et al. 2008), dan yang
terakhir kali diteliti adalah sebagai anti
jerawat. Senyawa ini merupakan komponen
utama dan merupakan senyawa penciri dari
kayu secang (Batubara et al. 2010).
Brazilin memiliki banyak aktivitas,
sehingga dapat dijadikan standar dalam
kontrol kualitas kayu secang. Kontrol kualitas
bahan alam dilakukan untuk mengevaluasi
kualitas dan keaslian tanaman obat sehingga
mencegah adanya pencampuran obat dari
tanaman lain (Soares & Scarmino 2008).
Kontrol kualitas bahan alam dapat dilakukan
dengan cara model autentikasi komposisi
bahan alam, teknik kromatografi sidik jari,
dan lain-lain (Gong et al. 2003). Untuk
memenuhi kontrol kualitas kayu secang
berdasarkan senyawa penciri, digunakan
brazilin.
Sering kali senyawa metabolit sekunder
dihasilkan dengan rendemen dan kemurnian
yang relatif kecil sehingga sulit didapatkan
sebagai standar. Hal ini dikarenakan kurang
tepatnya pelarut atau eluen, fase diam, teknik
ekstraksi, dan teknik pemisahan yang
digunakan. Metode yang sering dipakai dalam
mendapatkan atau mengisolasi senyawa
metabolit sekunder adalah ekstraksi dan
kromatografi. Pemilihan pelarut atau eluen,
fase diam, teknik ekstraksi, dan teknik
pemisahan merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengisolasi senyawa metabolit
sekunder. Di dalam penelitian Saitoh et al.
(1986), fase diam yang dipakai adalah silika
gel dan Sephadex LH-20 serta eluen CHCl3-

MeOH
(5:1)
dan
CHCl3-MeOH-H2O
(10:2:0.2). Dengan menggunakan fase diam
dan eluen tersebut, dapat dihasilkan rendemen
brazilin sebesar 13%. Dalam penelitian
Batubara et al. (2010), etil asetat dipilih
sebagai eluen untuk mengisolasi brazilin.
Eluen ini menghasilkan rendemen brazilin
lebih kecil daripada eluen yang dipakai Saitoh
et al. (1986).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan
metode isolasi brazilin dari secang
(Caesalpinia sappan L.) untuk mendapatkan
rendemen dan kemurnian yang tinggi serta
metode yang didapat efektif dan efisien.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
kaca, pipet ukur, botol vial bertutup, neraca
analitik, pengaduk magnetik, kertas saring
Whatman No. 2, penguap putar, kromatografi
kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) pusat studi biofarmaka (PSB) dengan
fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu
21.5 mm i.d. x 300 mm), spektrofotometer
ultraviolet-tampak (UV-Vis), dan inframerah
transformasi Fourier (FTIR). Bahan-bahan
yang digunakan ialah kayu C. sappan berasal
dari Semarang, n-heksana teknis, dietil eter, nbutanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran,
asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton,
asetonitril, kloroform, silika gel, CaCO3,
akuades, dan asam triflouroasetat.
Lingkup Kerja
Secara garis besar metode penelitian ini
dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama
adalah ekstraksi maserasi kayu secang dengan
metanol lalu ekstraksi cair-cair dengan nheksana. Tahap kedua, yaitu pemilihan dua
fase gerak dan satu diam terbaik,
pengoptimuman komposisi fase gerak untuk
fase diam terbaik, identifikasi keberadaan
brazilin, dan isolasi brazilin. Bagan alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penentuan Kadar air (AOAC 2006)
Penentuan kadar air diawali dengan
mengeringkan cawan porselen dalam oven
pada suhu 105 °C selama 30 menit. Kemudian
cawan didinginkan dalam eksikator, lalu
ditimbang. Sebanyak 3 g kayu secang
ditimbang (a) (dicatat sampai 4 desimal dalam
g), dimasukkan dalam cawan porselen dan

2

dikeringkan pada suhu 105 °C. Setelah 6 jam,
sampel diambil dan didinginkan dalam
eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan
beberapa kali sampai diperoleh bobot yang
konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
dengan persamaan:
Kadar air =

Identifikasi Keberadaan Brazilin
Hasil optimasi fase gerak, yaitu
kloroform:metanol
(5:1),
diaplikasikan
dengan KLT preparatif untuk mengambil
senyawa berpendar biru yang kemungkinan
adalah brazilin. Fraksi yang berpendar
tersebut kemudian dianalisis dengan KCKT
untuk identifikasi keberadaan brazilin pada
fraksi tersebut.

Ekstraksi
Sebanyak 200 g kayu C. sappan yang telah
dikeringkan dan dihaluskan, dimaserasi
dengan 2 L metanol selama 12 jam. Proses
maserasi diulang 2 kali. Ekstrak hasil
maserasi disaring dengan menggunakan kertas
saring Whatman No. 2 lalu dipekatkan dengan
penguap putar sampai kental. Setelah itu,
dilakukan
ekstraksi
cair-cair
untuk
menghilangkan minyak (senyawa nonpolar)
dengan menggunakan pelarut n-heksana
teknis sebanyak 5 L.
Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase
Diam Terbaik
Sebanyak 12 macam fase gerak diujikan,
yaitu n-heksana, dietil eter, n-butanol, etanol,
metanol, tetrahidrofuran, asam asetat,
diklorometana, etil asetat, aseton, asetonitril,
dan kloroform. Pelat KLT yang dipilih ialah
silika gel dan CaCO3. Pelat yang telah
ditotolkan ekstrak dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi. Setelah pengembangan
dilakukan, pelat diangkat dan dikeringkan.
Deteksi komponen dilakukan untuk melihat
jumlah pita yang muncul pada pelat. Dua fase
gerak dan salah satu fase diam dipilih, yaitu
fase gerak dan fase diam yang memberikan
penampakan brazilin dengan deteksi UV 366
nm menghasilkan warna biru terang (Herdiana
2010) dan terpisah sempurna dengan
komponen yang lain.
Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak
untuk Fase Diam Terbaik
Dua fase gerak dan satu fase diam yang
terbaik adalah kloroform serta metanol dan
silika gel. Kedua fase gerak dicampur dengan
berbagai nisbah, yaitu 2:1, 3:1, 5:1, 7:1, dan
11:1. Komposisi fase gerak tersebut lalu
diaplikasikan pada silika gel, setelah itu
dideteksi dengan UV 366 nm menghasilkan
warna biru terang dan terpisah dengan
sempurna dengan komponen yang lain.

Isolasi brazilin
Sebanyak 1.6544 g ekstrak yang
mengandung brazilin diaplikasikan dalam
kromatografi kolom silika gel dengan fase
gerak kloroform:metanol (5:1). Fraksi awal
(Rf 0.89 pada KLT) pada kromatografi kolom
silika gel ditampung di tabung reaksi dengan
volume eluat sebanyak 3 mL dalam setiap
tabung reaksi. Kemudian eluat tersebut
diidentifikasi
keberadaan
brazilinnya
menggunakan KLT dengan visualisasi UV
366 nm. Setelah dilakukan identifikasi, eluat
hasil tampungan tabung reaksi sebanyak 150
mL memiliki pola pemisahan yang sama
sehingga dapat dikatakan merupakan fraksi
atas (Rf 0.89). Fraksi atas tersebut kemudian
dipekatkan, sebanyak 0.0406 g fraksi pekat
yang diperoleh diaplikasikan dengan KLT
preparatif dan diidentifikasi dengan UV 366
nm. Fraksi yang berpendar diambil, lalu
dianalisis dengan KCKT untuk mengetahui
keberadaan brazilin dan dicirikan dengan
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis)
(spektrofotometer U-2800) serta inframerah
transformasi Fourier (FTIR) Bruker untuk
karakterisasi brazilin.
Analisis KCKT dilakukan dengan kondisi
fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu
15 mm i.d.
4.6 mm) yang dipantau pada
panjang gelombang 280 nm. Sistem pelarut
yang digunakan adalah sebuah gradient
program selama 45 menit dari 5% sampai
100% metanol di dalam larutan asam
trifluoroasetat 0.05% dengan laju alir 10
mL/menit dan injeksi sampel sebanyak 10 L
(Batubara et al. 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Sampel dikeringkan dan digiling terlebih
dahulu sebelum digunakan lebih lanjut.
Pengeringan sampel bertujuan menghilangkan
kandungan air yang terdapat dalam sampel
untuk menghindari tumbuhnya mikrob yang

3

akan
merusak
sampel,
sehingga
memungkinkan sampel disimpan dalam
jangka waktu lama. Suatu bahan relatif stabil
dari serangan mikrob jika kandungan airnya
kurang dari 10% (Harjadi 1986).
Kadar air yang diperoleh dari serbuk kayu
secang sebesar 4.89% (Lampiran 2). Nilai ini
lebih kecil dari 10% yang berarti sampel dapat
disimpan dalam jangka waktu yang relatif
lama. Nilai kadar air juga diperlukan sebagai
faktor koreksi untuk penghitungan rendemen.
Penggilingan sampel menjadi ukuran lebih
kecil bertujuan memperbesar luas permukaan
bahan dan dapat membantu penetrasi pelarut
ke
dalam
sel
tumbuhan,
sehingga
mempercepat pelarutan komponen bioaktif
dan meningkatkan rendemen. Namun, ukuran
sampel juga tidak boleh terlalu kecil karena
bahan yang terlalu halus akan sulit disaring
(Ilmiawati 2010).
Ekstraksi
Sebelum melakukan isolasi, dilakukan
ekstraksi terhadap serbuk kayu secang.
Metode ekstraksi yang dipakai adalah
maserasi dan ekstraksi cair-cair. Alasan
memilih metode maserasi adalah relatif
sederhana, mudah, dan dapat menghindari
rusaknya komponen senyawa akibat panas,
khususnya brazilin. Proses maserasi dibantu
dengan pengadukan untuk memaksimumkan
pencampuran dan kontak antara sampel dan
pelarut,
sehingga
akan
meningkatkan
rendemen ekstrak.
Pelarut yang dipakai dalam metode
maserasi adalah metanol. Dalam penelitian
sebelumnya, yaitu Saitoh et al. (1986), Nagai
& Nagumo (1987), dan Batubara et al. (2010)
menggunakan metanol untuk ekstraksi kayu
secang. Metanol dapat melarutkan senyawa
polar dan nonpolar walaupun sifat pelarut
tersebut polar. Ini merupakan kelemahan
dalam isolasi brazilin yang sifatnya polar.
Senyawa lain yang bersifat nonpolar perlu
dibuang untuk memudahkan dalam proses
pemisahan. Oleh karena itu, dilakukan
ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana
untuk membuang senyawa-senyawa yang
bersifat nonpolar.
Ekstraksi cair-cair adalah teknik ekstraksi
yang
menggunakan
pelarut
berbeda
kepolarannya. Dalam proses ini digunakan
pelarut n-heksana, memiliki sifat nonpolar
dan titik didih relatif rendah sehingga mudah
diuapkan. Selain itu, n-heksana juga tidak
terlalu toksik dibandingkan dengan petroleum
eter atau dietil eter sehingga relatif tidak

begitu berbahaya digunakan di laboratorium.
Rendemen ekstrak metanol sebesar 8.64%
(b/b kering) dan ekstrak n-heksana sebesar
0.93% (b/b kering) (Lampiran 3).
Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase
Diam Terbaik
Pemilihan fase diam terbaik didasarkan
pada daya afinitas terhadap brazilin, yang
tinggi dengan ditunjukkan warna berpendar
biru paling terang (Herdiana 2010),
sedangkan pemilihan 2 fase gerak terbaik
yang akan dikombinasikan sebagai fase gerak
diawali dengan menguji 12 pelarut tunggal.
Kedua belas pelarut ini diharapkan dapat
mewakili tingkat kepolaran senyawa yang
terdapat pada kayu secang dan dapat
mengidentifikasi brazilin (berpendar warna
biru) dengan keterpisahan yang baik dengan
senyawa lain pada visualisasi UV 366 nm.
Pola KLT pada fase diam silika gel dapat
dilihat pada Gambar 1 dan pola KLT pada
fase diam kalsium karbonat dapat dlihat pada
Gambar 2. Kromatogram dengan visualisasi
254 nm dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk
fase diam silika gel.

a

b

c

d

g

h

i

j

e

k

f

l

Gambar 1 Pola KLT menggunakan pelarut
tunggal etanol (a), asetonitril
(b), aseton (c), tetrahidrofuran
(d), n-heksana (e), dietil eter (f),
butanol (g), diklorometana (h),
kloroform (i), metanol (j), etil
asetat (k), asam asetat (l) pada
fase diam silika gel dengan
visualisasi UV 366 nm

4

semipolar dapat memperbaiki pita pada
Gambar 4j yang menggunakan fase gerak
metanol (polar) sehingga fraksi berpendar biru
tersebut tidak menjadi berekor lagi.
Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak
untuk Fase Diam Terbaik serta Identifikasi
Brazilin

a

b

c

Gambar 2 Pola KLT menggunakan pelarut
tunggal butanol (a), asam asetat
(b), etil asetat (c) pada fase diam
kalsium
karbonat
dengan
visualisasi UV 366 nm.
Dengan membandingkan Gambar 1 dan 2,
terlihat fase diam silika gel memiliki noda
berpendar biru yang paling terang. Dapat
dikatakan silika gel mempunyai afinitas yang
lebih besar terhadap brazilin daripada fase
diam kalsium karbonat sehingga merupakan
fase diam terbaik.
Setelah mendapatkan fase diam terbaik,
dipilih 2 fase gerak terbaik pada silika gel.
Berdasarkan pola pemisahan pada Gambar 1,
pelarut yang cenderung polar akan
menghasilkan pita dengan jumlah sedikit yang
mendekati garis akhir dan berekor (Gambar
1a−d, 1j, dan 1l). Pelarut nonpolar akan
cenderung menahan sampel pada garis awal
dan tidak menghasilkan komponen (Gambar
1e),
sedangkan
pelarut
semipolar
menghasilkan banyak pita dengan jarak
antarpita yang berdekatan serta ada yang
tertahan seperti diklorometana dan kloroform
(Gambar 1f−i dan 1k). Perbedaan pola
pemisahan ini disebabkan masing-masing
pelarut memiliki kekuatan yang berbeda untuk
memisahkan senyawa komponen.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa pita
berpendar biru terdapat pada seluruh eluen
yang digunakan. Warna berpendar biru pada
KLT yang disinari UV 366 nm tersebut
kemungkinan brazilin (Herdiana 2010). Saitoh
et al. (1986) dan Nagai & Nagumo (1987)
mengisolasi brazilin memakai komposisi fase
gerak kloroform dan metanol pada fase diam
silika gel. Pemilihan fase gerak tersebut
dikarenakan kedua fase gerak tersebut dapat
memisahkan brazilin dengan senyawa yang
lain (fraksi yang berpendar selain biru). Oleh
karena itu, kedua eluen tersebut dipilih
dengan harapan kloroform yang bersifat

Dua fase gerak terpilih, yaitu kloroform
dan metanol, dibuat menjadi 5 komposisi
campuran, yaitu 2:1, 3:1, 5:1, 7:1, dan 11:1
pada pelat silika gel yang merupakan fase
diam terbaik. Hasil dari optimasi komposisi
ditunjukkan pada Gambar 3.

a

b

m

d

e

Gambar 3 Pola KLT menggunakan pelarut
campuran
kloroform:metanol
(2:1) (a), (3:1) (b), (5:1) (c), (7:1)
(d), (11:1) (e) dengan visualisasi
UV 366 nm.
.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa semakin
banyak ditambahkan kloroform atau senyawa
semipolar, noda yang berpendar biru di posisi
paling bawah akan semakin menghilang dan
noda yang berependar biru di posisi paling
atas akan semakin ke bawah. Hal ini
disebabkan kekuatan pelarut kloroform lebih
lemah daripada metanol untuk membawa spot
berpendar biru yang kemungkinan brazilin
(polar) semakin tidak terbawa oleh campuran
fase gerak. Komposisi fase gerak yang
optimum ialah yang memisahkan fraksi
berpendar biru (brazilin) relatif jauh dengan
fraksi yang lain (bukan berependar biru),
diduga fase gerak yang terbaik adalah
kloroform:metanol (3:1) (Gambar 3c)
dikarenakan
fraksi paling bawah yang
berpendar berwarna biru (Rf 0.03) terpisah
jauh dengan fraksi yang lain kemudian fraksi
tersebut dianalisis dengan KCKT, tidak
menunjukkan kandungan brazilin dikarenakan
tidak ada puncak pada waktu retensi sebesar
15.440 menit yang dimiliki oleh kromatogram
standar brazilin (Gambar 4a). Selain fraksi
yang paling bawah, fraksi paling atas (Rf 0.89)
juga menghasilkan warna berpendar biru.

5

Fase gerak kloroform:metanol (5:1 memiliki
pemisahan terbaik pada fraksi paling atas
dengan fraksi yang di bawahnya (bukan
berpendar biru) diantara fase gerak yang
lainnya sehingga dijadikan sebagai fase gerak
terbaik. Fraksi paling atas (Rf 0.89) dianalisis
dengan KCKT, fraksi tersebut mengandung
brazilin di waktu retensi sebesar 15.4 menit
yang sama dengan waktu retensi standar
brazilin (Gambar 4a). Akan tetapi, fraksi
tersebut belum murni karena masih ada
puncak-puncak yang lain pada profil
kromatogram fraksi paling atas dengan
kemurnian sebesar 12.1%. (Gambar 4b).

bobot ekstrak kasar (Lampiran 6). Fraksi
tersebut didapatkan dengan fase gerak
kloroform:metanol (5:1) sebagai fraksi
berwarna kuning dan merah yang berposisi
paling atas sebanyak 150 mL. Profil
pemisahan fraksi tersebut dengan KLT dapat
dilihat pada Gambar 5.

Noda yang
berpendar
biru

Gambar 5 Profil pemisahan fraksi atas (Rf
0.89 pada KLT) kromatografi
kolom silika gel pada KLT
dengan
fase
gerak
kloroform:metanol (5:1).
a

b
Gambar 4

Kromatogram standar brazilin
(a) dan fraksi paling atas (Rf
0.89)
pada
fase
gerak
kloroform:metanol (5:1) (b)

Hasil ini dapat menjadi petunjuk untuk
melakukan isolasi tahap selanjutnya. Teknik
kromatografi kolom digunakan untuk
mendapatkan fraksi paling atas dengan Rf 0.89
dan
teknik
KLT
preparatif
untuk
pemurniannya.
Isolasi brazilin
Berdasarkan informasi sebelumnya, fraksi
atas mengandung brazilin. Rendemen fraksi
tersebut
yang didapat dari kromatografi
kolom silika gel sebesar 28.85% berdasarkan

Tabel 1

Nilai Rf pada noda berependar
biru dari KLT preparatif
Noda

Rf

1

0.54

2

0.65

3

0.68

4

0.80

Tabel 1 menunjukkan terdapat 4 noda
yang berpendar biru pada ekstrak fraksi atas.
Analisis KCKT dilakukan pada fraksi 1 (Rf
0.54). Kromatogram fraksi yang dihasilkan
Gambar 6 menunjukkan bahwa fraksi ini
mengandung brazilin karena memiliki puncak
yang muncul pada waktu retensi 15.695
menit. Waktu retensi tersebut tidak berbeda
signifikan dengan waktu retensi standar
brazilin yang ditunjukkan pada Gambar 4a.
Namun, masih ada puncak lain di waktu
retensi 13.371 dan 14.456 menit sehingga
fraksi tersebut belum dapat dikatakan murni.
Kemungkinan saat pengambilan fraksi
tersebut, fraksi yang lain yang tidak berpendar
biru sehingga senyawa lain ikut terdeteksi.
Rendemen fraksi 1 yang didapat adalah
sebesar 21.43% (8.7 mg) berdasarkan bobot
ekstrak fraksi awal pada kromatografi kolom
(Rf 0.89 pada kondisi KLT) (Lampiran 7)
dengan kemurnian sebesar 66.94% (Lampiran
5). Di dalam Batubara et al. (2010), kayu

6

secang mengandung brazilin sebanyak
5.81−24.85 mg/g. Oleh karena itu, brazilin
yang diisolasi belum spenuhnya terambil di
dalam kayu secang dan nilai kemurnian yang
didapati lebih tinggi daripada nilai kemurnian
dari hasil proses sebelumnya, yaitu sebesar
12.1%.

Gambar 6

Kromatogram fraksi dengan Rf
0.54

Hasil dari analisis UV-Vis dari fraksi
pertama (Rf 0.54) tersebut dapat dilihat dari
Gambar 7.

Gambar 8

Spektrum IR dari
pertama (Rf 0.54)

Gambar 9

Struktur brazilin

Tabel 2

Data bilangan gelombang pada
spektrum IR (Creswell et al
2005)

Bilangan
Gugus
gelombang
fungsi
-1
(cm )
3437.44
Regang –OH
terikat
2928.04
C=C, Ar−H
2856.44

Regang C−H

1624.08

Regang C=C
(aromatik)

Spektrum UV-Vis dari fraksi
pertama (Rf 0.54)

1098.72

C−O

Pada Gambar 7 dapat ditentukan nilai panjang
gelombang maksimum fraksi brazilin ( maks).
Panjang gelombang maksimum ditentukan
dengan melihat puncak yang terdapat di
dalam spektrum UV-Vis (Creswell et al
2005). Nilai maks dari fraksi tersebut adalah
206.0 dan 254.0 nm dengan nilai absorbans
sebesar 0.417
dan 0.099 abs. Panjang
gelombang sebesar 206 nm merupakan
transisi π → π* yang dimiliki kromofor C=C
dan panjang gelombang sebesar 254 nm
merupakan merupakan transisi n → π* yang
dimiliki kromofor C=C−O. Kromofor
tersebut terdapat di dalam struktur brazilin
(Gambar 9).

803.01

Lentur C=C

Gambar 7

fraksi

Struktur pada
brazilin

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai bilangan
gelombang dari serapan fraksi pertama (Rf
0.54) memiliki karakter ikatan karbon dan
gugus fungsi yang sama dengan brazilin. Dari
hasil karakterisasi UV-Vis dan FTIR dapat
memperkuat hasil isolasi bahwa fraksi
pertama (Rf 0.54) tersebut merupakan fraksi
brazilin.
Isolasi brazilin pada penelitian ini relatif
singkat, murah serta rendemen yang tinggi
untuk mendapatkannya. Ini bisa dilihat dari
metode ekstraksi sampai dengan isolasi.
Khususnya dari metode kromatografi kolom

7

silika
gel
dengan
fase
gerak
kloroform:metanol (5:1), yaitu fraksi paling
atas merupakan fraksi yang mengandung
brazilin dan pengumpulan eluat hanya
sebanyak 150 mL. Ini dapat dikatakan relatif
singkat untuk mendapatkannya. Metode ini
juga memakai bahan-bahan yang relatif murah
dan mudah ditemukan, seperti metanol, nheksana, kloroform, dan silika gel.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fase gerak dan fase diam yang optimum
adalah kloroform:metanol (5:1) dan silika gel.
Hasil analisis KCKT, UV-Vis dan FTIR fraksi
pertama dengan nilai Rf pada KLT dan waktu
retensi pada KCKT sebesar 0.54 dan 15.695
menit merupakan brazilin. Rendemen brazilin
yang didapat sebesar 21.43 % (b/b) dengan
kemurnian sebesar 66.94 %. Metode ini relatif
singkat untuk mendapatkan brazilin dan
menghasilkan rendemen lebih tinggi dari
penelitian sebelumnya serta relatif murah
dalam biaya.
Saran
Perlu pemurnian lebih lanjut untuk
menghilangkan komponen-komponen yang
terdapat di ekstrak brazilin dan perlu berhatihati dalam pengambilan fraksi 1 (Rf 0.54)
pada KLT preparatif.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] The Association og Official
Analytical Chemist. 2006. Official
Methods of Analysis. Ed ke-18.
Washington DC: Association of Official
Analytical Chemist.
Batubara
I, Mitsunaga T, Ohashi H.
2010. Brazilin from Caesalpinia sappan
wood as an antiacne. Journal of Wood
Science 56: 77-81.
Batubara I, Rafi M, Sadiah S, Zaim MA,
Inarianis, Mitsunaga T. 2010. Brazilin
content, antioxidative and lipase inhibitor
effects of sappan wood (Caesalpinia
sappan) from Indonesia. Journal of
Chemistry and Chemical Engineering
4: 35-50.
Cresswell CJ, Runquist OA, Campbell MM.
2005. Analisis Spektrum Senyawa

Organik. Padmawinata K, penerjemah.
Bandung:
ITB. Terjemahan
dari:
Spectrum
Analysis
of
Organic
Compound.
Gong F, Liang Y-Z, Xie P-S, Chau F-T. 2003.
Information
theory
applied
to
chromatographic fingerprint of herbal
medicine for quality control. Journal of
Chromatography A 1002:25-40.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar.
Jakarta: Gramedia.
Herdiana M. 2010. Analisis sidik jari kayu
secang
(Caesalpinia
sappan
L.)
dengan
kromatografi lapis tipis.
[skripsi].
Bogor:
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ilmiawati A. 2010. Optimisasi ekstraksi
daun dandang gendis menggunakan
parameter waktu, nisbah sampel-pelarut,
dan jenis pelarut. [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian
Bogor.
Nagai M, Nagumo S. 1987. Protosappanin C
from sappan lignum and absolute
configuration
of
protosappanins.
Chemical Pharmeutical Bulletin. 35:
3002-3005.
Oliveira LFC, Edwards HGM, Velozo ES,
Nesbitt
M.
2002.
Vibrational
spectroscopic study of brazilin and
brazilein, the main constituents of
brazilwood from brazil. Vibrational
Spectroscopy 28: 243-249.
Saitoh T, Sakashita S, Nakata H,
Shimokawa T, Kinjo JE, Yamahara J,
Yamasaki M, Nohara T. 1986. 3
Benzylchroman derivatives related to
brazilin from sappan lignum. Chemical &
Pharmeutical Bulletin 34: 2506-2511.
Soares PK, Scarmino IS. 2008. Multivariate
chromatographic fingerprint preparation
and authentication of plant material from
the genus Bauhinia. Phytochemical
Analysis 19:78-85.
Zahid L, Gray AI. 2006. Nature Products
Isolation. New Jersey: Humana Press.
Zhao H, Bai H, Wang Y, Li W, Koike K.
2008. A new homoisoflavon from
Caesalpinia sappan. Journal of Natural
Medicine 62: 325-327.

LAMPIRAN

9

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Kayu secang yang
telah kering dan
halus
200 g
maserasi MeOH, V= 2 L,
t= 12 jam (2x)

Ekstraksi
cair-cair

n-heksana,
V=5 l (partisi)

Ekstrak kayu
C. sappan kasar
Optimasi fase diam dan gerak (silika
gel dan CaCO3) dengan KLT

Fase gerak dan fase
diam optimum
Kromatografi kolom menggunakan
fase gerak dan diam yang sudah
dioptimasi

Fraksi-fraksi
Uji kualitatif brazilin
dengan KLT (Herdiana
2010)

Fraksi yang
mengandung
brazilin
Diambil

Brazilin

KCKT fase balik kolom Inertsil ODS-3
(Shimadzu 15 mm i.d. x 4.6 mm) = 280
nm serta analisis UV-Vis dan FTIR

10

Lampiran 2 Kadar air

Ulangan
1
2
3

Bobot
cawan
kosong (g)
1.9916
1.9821
1.9226

Bobot contoh
kering +
cawan (g)
5.0419
5.0143
4.9766
Rerata

Bobot
contoh
(g)
3.0503
3.0322
3.054

Bobot
contoh
kering (g)
2.9013
2.8874
2.9063

Kadar
air
(%b/b)
4.89
4.78
4.84
4.83

Contoh Perhitungan:
Kadar air (%) = A  B 100%
A
3
.
= 0503 2.9013100%
3.0503
= 4.89 % (b/b)
Keterangan:
A adalah bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
B adalah bobot contoh setelah dikeringkan (g)
Lampiran 3 Rendemen ekstrak kayu secang dalam metanol dan n-heksana
Bobot contoh
(g)
200.9769

Pelarut

metanol
nheksana
Contoh Perhitungan:
Faktor koreksi =

Bobot ekstrak
(g)
16.5503

Faktor
koreksi
1.0489

Rendemen
(%b/b)
8.64

1.7843

1.0489

0.93

=
= 1.0489
Rendemen (% b/b kering)

=
=
= 8.64% (b/b kering)

11

Lampiran 4 Hasil elusi KLT ekstrak kayu secang untuk 12 macam fase gerak dan
fase diam silika gel dengan deteksi UV 254 nm

a

g

b

h

c

e

d

i

f

l
j

k

Keterangan:
Etanol (a), asetonitril (b), aseton (c), tetrahidrofuran (d), n-heksana (e), dietil eter
(f), butanol (g), diklorometana (h), kloroform (i), metanol (j), etil asetat (k), asam
asetat (l)

12

Lampiran 5 Kromatogram KCKT ekstrak kasar (a), fraksi bawah pada fase gerak
kloroform:metanol (3:1) (b), fraksi atas pada fase gerak
kloroform:metanol (5:1) (c), fraksi 1 (Rf 0.54) dengan fase gerak
kloroform:metanol pada KLT preparatif (5:1) (d), dan standar
brazilin (e) pada kayu secang

(a)

13

(b)

(c)

14

(d)

(e)

15

Lampiran 6 Rendemen ekstrak fraksi atas (Rf 0.89) pada kromatografi kolom
Bobot contoh
Bobot ekstrak fraksi atas
(g)
(g)
1.6544
0.4773
Contoh Perhitungan:
Rendemen =

Rendemen
(%b/b)
28.85

=
= 28.85%

Lampiran 7 Rendemen ekstrak brazilin pada KLT preparatif
Bobot contoh
Bobot ekstrak brazilin
(g)
(g)
0.0406
0.0087
Contoh Perhitungan:
Rendemen =

Rendemen
(%b/b)
21.43

=
= 21.43%
Lampiran 8 Warna fraksi awal kolom (Rf 0.89 pada kondisi KLT)

Fraksi atas
Pemisahan
dengan kolom

ABSTRAK
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN Pengembangan Metode Isolasi
Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan). Dibimbing oleh IRMANIDA
BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode isolasi brazilin dari kayu
secang (Caesalpinia sappan) yang efektif dan efisien untuk mendapatkan
rendemen dan kemurnian yang tinggi. Brazilin merupakan senyawa yang
memiliki banyak aktivitas, tetapi senyawa ini sulit ditemukan sebagai standar.
Pengembangan metode ini dilakukan dengan memodifikasi metode ekstraksi dan
mengoptimasi fase gerak dan fase diam. Modifikasi ekstraksi dilakukan dengan
cara menghilangkan senyawa nonpolar dari ekstrak metanol dengan n-heksana.
Rendemen yang didapat dari fraksi methanol sebesar 8.64 % (b/b) dan dari fraksi
n-heksana sebesar 0.93 %. Fase gerak dan fase diam yang terbaik adalah
kloroform:metanol (5:1) dan silika gel untuk kromatografi lapis tipis (KLT) dan
kromatografi kolom. Ekstrak metanol diaplikasikan pada kromatografi kolom
dengan kondisi fase gerak kloroform:metanol (5:1) sehingga didapatkan fraksi
awal (Rf 0.89 di kondisi KLT). Fraksi dimurnikan lebih lanjut dengan KLT
preparatif. Hasil pemurnian dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) dan dikarakterisasi dengan spektrometri ultraviolet-tampak dan
inframerah transformasi Fourier (FTIR). Rendemen brazilin yang didapat sebesar
21.43 % (b/b) dengan nilai Rf pada KLT 0.54 dan waktu retensi pada KCKT
15.695 menit.

ABSTRACT
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN. The Development of Brazilin
Isolation Method from Sappan Wood (Caesalpinia sappan). Supervised by
IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI.
The objectives of this research was to develop efficient and effective the
brazilin isolation method from sappan wood (Caesalpinia sappan) to obtain high
yield and high purity. Brazilin is a compound with a lot of activities, but it is
difficult to find this compound as standard. The development method was done by
modifying the extraction method and optimizing the mobile and stationary phase
in the separation process. Modification of the extraction was done by removing
non-polar compounds with n-hexane. The yield of methanol fraction was 8.64 %
(w/w) while the yield of n-hexane fraction was 0.93 %. The optimum mobile and
stationary phase were chloroform: methanol (5:1) and silica gel for thin layer
chromatography (TLC) and column chromatography. Methanol extract was
column chromatographed, eluted with chloroform;methanol (5:1) to get the early
fractions (Rf 0.89 in TLC condition). The fractions were further purified by
preparative TLC. The results were analyzed by high performance liquid
chromatography (HPLC) and characterized by UV-Vis and FTIR spectrometry.
The yield of brazilin obtained 21.43 % (w/w) Rf value on TLC was 0.54 and the
HPLC retention time was 15.695 minutes.

1

PENDAHULUAN
Penemuan berbagai senyawa obat baru
dari bahan alam semakin memperjelas peran
penting metabolit sekunder tanaman sebagai
sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder
adalah senyawa hasil biogenesis dari
metabolit primer (Zahid & Gray 2006).
Senyawa metabolit sekunder yang ingin
diisolasi adalah brazilin. Brazilin merupakan
senyawa antioksidan yang mempunyai
katekol dalam struktur kimianya, dalam
suasana asam dan basa berwarna kuning dan
merah
sementara
jika
teroksidasi
menghasilkan senyawa brazilein yang
berwarna merah kecokelatan (Oliveira et al.
2002). Senyawa ini hanya terdapat pada
tanaman brazilwood atau Caesalpinia sp.
Brazilin mempunyai aktivitas farmakologis
seperti proteksi hati, antikonvulsan, antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, antivirus,
anticomplementary,
penghambat
xantin
oksidase, penghambat aldosa reduktase,
proteksi otak (Zhao et al. 2008), dan yang
terakhir kali diteliti adalah sebagai anti
jerawat. Senyawa ini merupakan komponen
utama dan merupakan senyawa penciri dari
kayu secang (Batubara et al. 2010).
Brazilin memiliki banyak aktivitas,
sehingga dapat dijadikan standar dalam
kontrol kualitas kayu secang. Kontrol kualitas
bahan alam dilakukan untuk mengevaluasi
kualitas dan keaslian tanaman obat sehingga
mencegah adanya pencampuran obat dari
tanaman lain (Soares & Scarmino 2008).
Kontrol kualitas bahan alam dapat dilakukan
dengan cara model autentikasi komposisi
bahan alam, teknik kromatografi sidik jari,
dan lain-lain (Gong et al. 2003). Untuk
memenuhi kontrol kualitas kayu secang
berdasarkan senyawa penciri, digunakan
brazilin.
Sering kali senyawa metabolit sekunder
dihasilkan dengan rendemen dan kemurnian
yang relatif kecil sehingga sulit didapatkan
sebagai standar. Hal ini dikarenakan kurang
tepatnya pelarut atau eluen, fase diam, teknik
ekstraksi, dan teknik pemisahan yang
digunakan. Metode yang sering dipakai dalam
mendapatkan atau mengisolasi senyawa
metabolit sekunder adalah ekstraksi dan
kromatografi. Pemilihan pelarut atau eluen,
fase diam, teknik ekstraksi, dan teknik
pemisahan merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengisolasi senyawa metabolit
sekunder. Di dalam penelitian Saitoh et al.
(1986), fase diam yang dipakai adalah silika
gel dan Sephadex LH-20 serta eluen CHCl3-

MeOH
(5:1)
dan
CHCl3-MeOH-H2O
(10:2:0.2). Dengan menggunakan fase diam
dan eluen tersebut, dapat dihasilkan rendemen
brazilin sebesar 13%. Dalam penelitian
Batubara et al. (2010), etil asetat dipilih
sebagai eluen untuk mengisolasi brazilin.
Eluen ini menghasilkan rendemen brazilin
lebih kecil daripada eluen yang dipakai Saitoh
et al. (1986).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan
metode isolasi brazilin dari secang
(Caesalpinia sappan L.) untuk mendapatkan
rendemen dan kemurnian yang tinggi serta
metode yang didapat efektif dan efisien.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
kaca, pipet ukur, botol vial bertutup, neraca
analitik, pengaduk magnetik, kertas saring
Whatman No. 2, penguap putar, kromatografi
kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) pusat studi biofarmaka (PSB) dengan
fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu
21.5 mm i.d. x 300 mm), spektrofotometer
ultraviolet-tampak (UV-Vis), dan inframerah
transformasi Fourier (FTIR). Bahan-bahan
yang digunakan ialah kayu C. sappan berasal
dari Semarang, n-heksana teknis, dietil eter, nbutanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran,
asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton,
asetonitril, kloroform, silika gel, CaCO3,
akuades, dan asam triflouroasetat.
Lingkup Kerja
Secara garis besar metode penelitian ini
dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama
adalah ekstraksi maserasi kayu secang dengan
metanol lalu ekstraksi cair-cair dengan nheksana. Tahap kedua, yaitu pemilihan dua
fase gerak dan satu diam terbaik,
pengoptimuman komposisi fase gerak untuk
fase diam terbaik, identifikasi keberadaan
brazilin, dan isolasi brazilin. Bagan alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penentuan Kadar air (AOAC 2006)
Penentuan kadar air diawali dengan
mengeringkan cawan porselen dalam oven
pada suhu 105 °C selama 30 menit. Kemudian
cawan didinginkan dalam eksikator, lalu
ditimbang. Sebanyak 3 g kayu secang
ditimbang (a) (dicatat sampai 4 desimal dalam
g), dimasukkan dalam cawan porselen dan

1

PENDAHULUAN
Penemuan berbagai senyawa obat baru
dari bahan alam semakin memperjelas peran
penting metabolit sekunder tanaman sebagai
sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder
adalah senyawa hasil biogenesis dari
metabolit primer (Zahid & Gray 2006).
Senyawa metabolit sekunder yang ingin
diisolasi adalah brazilin. Brazilin merupakan
senyawa antioksidan yang mempunyai
katekol dalam struktur kimianya, dalam
suasana asam dan basa berwarna kuning dan
merah
sementara
jika
teroksidasi
menghasilkan senyawa brazilein yang
berwarna merah kecokelatan (Oliveira et al.
2002). Senyawa ini hanya terdapat pada
tanaman brazilwood atau Caesalpinia sp.
Brazilin mempunyai aktivitas farmakologis
seperti proteksi hati, antikonvulsan, antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, antivirus,
anticomplementary,
penghambat
xantin
oksidase, penghambat aldosa reduktase,
proteksi otak (Zhao et al. 2008), dan yang
terakhir kali diteliti adalah sebagai anti
jerawat. Senyawa ini merupakan komponen
utama dan merupakan senyawa penciri dari
kayu secang (Batubara et al. 2010).
Brazilin memiliki banyak aktivitas,
sehingga dapat dijadikan standar dalam
kontrol kualitas kayu secang. Kontrol kualitas
bahan alam dilakukan untuk mengevaluasi
kualitas dan keaslian tanaman obat sehingga
mencegah adanya pencampuran obat dari
tanaman lain (Soares & Scarmino 2008).
Kontrol kualitas bahan alam dapat dilakukan
dengan cara model autentikasi komposisi
bahan alam, teknik kromatografi sidik jari,
dan lain-lain (Gong et al. 2003). Untuk
memenuhi kontrol kualitas kayu secang
berdasarkan senyawa penciri, digunakan
brazilin.
Sering kali senyawa metabolit sekunder
dihasilkan dengan rendemen dan kemurnian
yang relatif kecil sehingga sulit didapatkan
sebagai standar. Hal ini dikarenakan kurang
tepatnya pelarut atau eluen, fase diam, teknik
ekstraksi, dan teknik pemisahan yang
digunakan. Metode yang sering dipakai dalam
mendapatkan atau mengisolasi senyawa
metabolit sekunder adalah ekstraksi dan
kromatografi. Pemilihan pelarut atau eluen,
fase diam, teknik ekstraksi, dan teknik
pemisahan merupakan faktor yang sangat
penting dalam mengisolasi senyawa metabolit
sekunder. Di dalam penelitian Saitoh et al.
(1986), fase diam yang dipakai adalah silika
gel dan Sephadex LH-20 serta eluen CHCl3-

MeOH
(5:1)
dan
CHCl3-MeOH-H2O
(10:2:0.2). Dengan menggunakan fase diam
dan eluen tersebut, dapat dihasilkan rendemen
brazilin sebesar 13%. Dalam penelitian
Batubara et al. (2010), etil asetat dipilih
sebagai eluen untuk mengisolasi brazilin.
Eluen ini menghasilkan rendemen brazilin
lebih kecil daripada eluen yang dipakai Saitoh
et al. (1986).
Penelitian ini bertujuan mengembangkan
metode isolasi brazilin dari secang
(Caesalpinia sappan L.) untuk mendapatkan
rendemen dan kemurnian yang tinggi serta
metode yang didapat efektif dan efisien.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan
kaca, pipet ukur, botol vial bertutup, neraca
analitik, pengaduk magnetik, kertas saring
Whatman No. 2, penguap putar, kromatografi
kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT) pusat studi biofarmaka (PSB) dengan
fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu
21.5 mm i.d. x 300 mm), spektrofotometer
ultraviolet-tampak (UV-Vis), dan inframerah
transformasi Fourier (FTIR). Bahan-bahan
yang digunakan ialah kayu C. sappan berasal
dari Semarang, n-heksana teknis, dietil eter, nbutanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran,
asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton,
asetonitril, kloroform, silika gel, CaCO3,
akuades, dan asam triflouroasetat.
Lingkup Kerja
Secara garis besar metode penelitian ini
dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama
adalah ekstraksi maserasi kayu secang dengan
metanol lalu ekstraksi cair-cair dengan nheksana. Tahap kedua, yaitu pemilihan dua
fase gerak dan satu diam terbaik,
pengoptimuman komposisi fase gerak untuk
fase diam terbaik, identifikasi keberadaan
brazilin, dan isolasi brazilin. Bagan alir
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Penentuan Kadar air (AOAC 2006)
Penentuan kadar air diawali dengan
mengeringkan cawan porselen dalam oven
pada suhu 105 °C selama 30 menit. Kemudian
cawan didinginkan dalam eksikator, lalu
ditimbang. Sebanyak 3 g kayu secang
ditimbang (a) (dicatat sampai 4 desimal dalam
g), dimasukkan dalam cawan porselen dan

2

dikeringkan pada suhu 105 °C. Setelah 6 jam,
sampel diambil dan didinginkan dalam
eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan
beberapa kali sampai diperoleh bobot yang
konstan (b). Kadar air sampel ditentukan
dengan persamaan:
Kadar air =

Identifikasi Keberadaan Brazilin
Hasil optimasi fase gerak, yaitu
kloroform:metanol
(5:1),
diaplikasikan
dengan KLT preparatif untuk mengambil
senyawa berpendar biru yang kemungkinan
adalah brazilin. Fraksi yang berpendar
tersebut kemudian dianalisis dengan KCKT
untuk identifikasi keberadaan brazilin pada
fraksi tersebut.

Ekstraksi
Sebanyak 200 g kayu C. sappan yang telah
dikeringkan dan dihaluskan, dimaserasi
dengan 2 L metanol selama 12 jam. Proses
maserasi diulang 2 kali. Ekstrak hasil
maserasi disaring dengan menggunakan kertas
saring Whatman No. 2 lalu dipekatkan dengan
penguap putar sampai kental. Setelah itu,
dilakukan
ekstraksi
cair-cair
untuk
menghilangkan minyak (senyawa nonpolar)
dengan menggunakan pelarut n-heksana
teknis sebanyak 5 L.
Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase
Diam Terbaik
Sebanyak 12 macam fase gerak diujikan,
yaitu n-heksana, dietil eter, n-butanol, etanol,
metanol, tetrahidrofuran, asam asetat,
diklorometana, etil asetat, aseton, asetonitril,
dan kloroform. Pelat KLT yang dipilih ialah
silika gel dan CaCO3. Pelat yang telah
ditotolkan ekstrak dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi. Setelah pengembangan
dilakukan, pelat diang