Status Kualitas Air Sungai Ciambulawung, Banten

STATUS KUALITAS AIR SUNGAI CIAMBULAWUNG,
BANTEN

ROMANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Status Kualitas Air
Sungai Ciambulawung, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Romanto
NIM C24070035

iv

ABSTRAK
ROMANTO. Status Kualitas Air Sungai Ciambulawung, Banten. Dibimbing oleh
HEFNI EFFENDI dan YUSLI WARDIATNO.
Sungai Ciambulawung terletak di desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Masyarakat sekitar memanfaatkan sungai
Ciambulawung untuk irigasi pertanian, kegiatan pemukiman dan mikrohidro.
Kegiatan masyarakat sekitar sungai merupakan faktor utama dalam penyumbang
buangan limbah ke perairan sungai. Tujuan penelitian ini adalah menentukan
status mutu air Sungai Ciambulawung menggunakan indeks pencemaran dan NSF
WQI. Penelitian ini mengkaji studi parameter fisika dan kimia perairan dengan
pendekatan indeks kualitas air. Analisis parameter kualitas air dilakukan di lapang
dan laboratorium. Perhitungan data lanjutan parameter kualitas air menggunakan

indeks pencemaran dan NSF WQI. Hasil indeks pencemaran diperoleh nilai
dengan kisaran 0,56-0,78 dan NSF WQI diperoleh kisaran nilai 87-88. Hal ini
menunjukan bahwa perairan tersebut tergolong baik. Indeks pencemaran dan NSF
WQI menyatakan bahwa kegiatan masyarakat dan kegiatan mikrohidro tidak
berpengaruh negatif terhadap kualitas air Sungai Ciambulawung.
Kata kunci: Indeks Pencemaran, kualitas air, NSF WQI, Sungai Ciambulawung.

ABSTRACT
ROMANTO. Water quality status of Ciambulawung River, Banten. Guided by
HEFNI EFFENDI dan YUSLI WARDIATNO.
Ciambulawung River is located in the village of Hegarmanah, in the Subdistrict of Cibeber, Lebak Regency, Banten Province. Communities around the
Ciambulawung River using the river for several purposes such as irrigation
farming, settlement activities and micro-hydro. The community activities around
the river is a major factor in contributing the sewage into the river. The purpose of
this study was to determine the water quality status of Ciambulawung River using
water pollution index and NSF WQI. This research examines the physical and
chemical parameters of waters with water quality index approach. Analysis of
water quality parameters is conducted in the field and laboratory. The advanced
data calculations of water quality parameters is done by using Pollution Index and
NSF WQI. The pollution index ranged 0.56 to 0.78 and NSF WQI ranged 87-88.

Hence these waters are classified as good. Based on pollution index and NSF
WQI index it is stated that communities as well as micro-hydro activities do not
negatively affect the water quality of Ciambulawung River.
Keywords: Pollution Index, water quality, NSF WQI, Ciambulawung River.

v

STATUS KUALITAS AIR SUNGAI CIAMBULAWUNG,
BANTEN

ROMANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

vi

Judul Skripsi

Status Kualitas Air Sungai Ciambulawung, Banten

Nama
NIM

Romanto

C24070035

Disetujui oleh

f'
Dr. Ir. Hefni Effendi, M .Phil.
Pem bimbing I


Dr. Ir. Yusli War iatno MSc.
Pembimbi g II

Diketahui oleh

Tanggal Lulus :

vii

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Status Kualitas Air Sungai Ciambulawung, Banten
: Romanto
: C24070035

Disetujui oleh


Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil.
Pembimbing I

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, MSc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Majariana Krisanti, SPi. MSi.
Plh. Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dilaksanakan sejak bulan Februari 2011 dengan judul Status Kualitas Air Sungai
Ciambulawung, Banten. Penelitian ini merupakan proyek Mikrohidro dari PPLH

IPB. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil
selaku ketua komisi pembimbing skripsi dan Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, MSc
selaku anggota pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan,
masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga dan Bapak Dr. Ir. Sigid
Hariyadi, MSc selaku dosen penguji tamu. Terima kasih kepada Ibu Dr. Majariana
Krisanti, SPi. MSi selaku dosen penguji dari program studi yang telah
memberikan masukan dan saran yang berarti untuk penulis. Terima kasih kepada
Bapak Ir. Zairion, MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
nasihat selama menjalani perkuliahan.
Penghargaan penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, khususnya Ayah,
Ibu, Kakak dan Adik atas segalanya. Terima kasih kepada Ibu Dra. Farida Hanum,
MSi, Ibu Hj. Enok Juaenah, Ibu Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS (Alm), Ibu
Mewa, Ibu Prof. Dr. Ir. Nurhajati Ansori Mattjik, MS, Ibu Hj. Etty Eidman, SH,
Ibu Dr. Ir. Etty Riani, MS, Ibu Fana Dewi Syafitri, SS, Ibu Dr. Ir. Yunizar
Ernawati, MS, Ibu Dr. Ir. Diniah, MSi, Ibu Ir. Hj. Khayatun, Ibu Arie Sundari
Isdradjad, Ibu Erma Rahmawati, SE. MM, Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc
(Alm), Ibu Siti, Ibu Lala, Mba Anna dan Teh Citra atas dukungan, doa, semangat,

dan kasih sayangnya yang begitu tulus kepada penulis. Di samping itu, penulis
ucapkan terima kasih kepada para Staf Tata Usaha MSP terutama Ibu Widaryanti,
SPi serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas
bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada
rekan rekan lapang (Nta, kang Tovan, Pak Ate, dan warga kampung Lebakpicung)
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada PPLH IPB serta teman-teman MSP 44, MSP 42 dan MSP 46
atas dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan
khususnya dalam bidang Manajemen Sumber Daya Perairan.

Bogor, Juli 2013
Romanto

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...……………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
PENDAHULUAN ……………………………………………………….
Latar Belakang ………………………………………………………..
Perumusan Masalah …………………………………………………..
Tujuan Penelitian ……………………………………………………..
Manfaat Penelitian ……………………………………………………
METODOLOGI ………………………………………………………….
Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………
Prosedur Penelitian …………………………………………………...
Analisis Data ………………………………………………………….
Indeks Pencemaran …………………………………………………
NSF WQI …………………………………………………………...
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………….
Suhu …………………………………………………………………...
Kekeruhan ……………………………………………………………..
Padatan Tersuspensi Total (TSS) ……………………………………...
Padatan Terlarut Total (TDS) …………………………………………
pH ……………………………………………………………………...
Oksigen Terlarut (DO) ………………………………………………...
Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD) ………………………………

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) ………………………………….
Amonia ………………………………………………………………...
Nitrit …………………………………………………………………...
Nitrat …………………………………………………………………..
Total Fosfat ……………………………………………………………
Karakteristik Perairan …………………………………………………
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan Indeks Pencemaran (IP) ……….
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan National Sanitation’s
Foundation Water Quality Index (NSF WQI) ………………………...
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan Gabungan dari Indeks
Pencemaran dan NSF WQI ……………………………………………
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………..
Kesimpulan …………………………………………………………….
Saran ……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
LAMPIRAN ……………………………………………………………...
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………

X
X

X
1
1
1
1
2
2
2
3
5
5
5
7
7
7
8
9
10
10
11
12
13
13
14
15
15
16
16
17
18
18
18
18
21
31

x

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alat/metode yang digunakan dalam analisis parameter kualitas air
(Eaton et al. 2005) ………………………………….........................
Penentuan status mutu air berdasarkan indeks pencemaran ………..
Bobot nilai 9 parameter polutan pada index NSF WQI …………….
Bobot nilai baru untuk 8 parameter polutan pada indeks NFS WQI ..
Nilai rata-rata indeks pencemaran setiap stasiun selama pengamatan
Klasifikasi hasil gabungan Indeks Pencemaran dan NSF WQI ……..

3
5
6
6
16
17

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Lokasi pengambilan contoh di Sungai Ciambulawung, Banten
Sebaran suhu setiap stasiun selama pengamatan ……………………
Sebaran kekeruhan setiap stasiun selama pengamatan ……………..
Sebaran TSS setiap stasiun selama pengamatan …………………….
Sebaran TDS setiap stasiun selama pengamatan ……………………
Sebaran pH setiap stasiun selama pengamatan ……………………...
Sebaran DO setiap stasiun selama pengamatan ……………………..
Sebaran BOD setiap stasiun selama pengamatan …………………...
Sebaran COD setiap stasiun selama pengamatan …………………...
Sebaran Amonia setiap stasiun selama pengamatan ………………..
Sebaran Nitrit setiap stasiun selama pengamatan …………………...
Sebaran Nitrat setiap stasiun selama pengamatan …………………..
Sebaran Total Fosfat setiap stasiun selama pengamatan ……………
Sebaran debit air setiap stasiun selama pengamatan ………………...
Sebaran nilai NSF WQI di Hulu Sungai Ciambulawung ……………

2
7
8
8
9
10
11
11
12
13
14
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Tabel hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
Sungai Ciambulawung …………………………………………...
Baku mutu air menurut Pereturan Pemerintah RI No. 28 tahun 2001..
Contoh perhitungan Indeks Pencemaran (IP) ………………………...
Prosedur penggunaan Indeks Pencemaran (IP) ……………………….
Contoh perhitungan NSF WQI ………………………………………..
Gambar lokasi penelitian ……………………………………………...

22
23
25
27
28
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai Ciambulawung terletak di kaki Gunung Halimun, Kampung
Lebakpicung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Kampung ini terletak berbatasan dengan kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak sebagai akibat dari perluasan wilayah Taman Nasional
pada tahun 2003. Jumlah kepala keluarga (KK) saat ini adalah 52 KK. Dengan
adanya pemukiman menyebabkan perubahan di daerah tersebut.
Sungai banyak dimanfaatkan untuk keperluan manusia seperti tempat
penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah, keperluan peternakan,
keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan air, pengendali banjir,
ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi.
Komponen utama dari kualitas air dikendalikan oleh litologi, gradien kemiringan,
drainase yang buruk, lamanya air tinggal, pertukaran ion, pelapukan mineral,
penggunaan pupuk dan limbah rumah tangga (Bhardwaj et al. 2010). Penurunan
kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung
dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan
kekayaan sumber daya alam. Untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi
alamiahnya, perlu dilakukan pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana.
Perumusan Masalah
Sungai Ciambulawung merupakan salah satu sungai yang banyak
dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan manusia, antara lain sebagai irigasi
pertanian, kegiatan pemukiman dan mikrohidro. Di daerah ruas sungai diduga
terdapat perbedaan jumlah dan jenis buangannya. Daerah hulu lebih jarang
buangan limbahnya daripada di daerah hilir karena jumlah penduduk yang lebih
banyak memanfaatkan daerah hilir sungai. Salah satu jenis buangannya adalah
limbah organik.
Kegiatan masyarakat sekitar sungai merupakan faktor utama dalam
penyumbang buangan limbah ke perairan sungai selain faktor hidrologi sungai.
Limbah yang masuk ke badan sungai akan mengakibatkan perubahan karakteristik
sungai tersebut yaitu karakteristik fisika dan kimia perairan. Karakteristik fisika
dan kimia perairan dapat menggambarkan kondisi kualitas perairannya. Dari
kondisi perairan tersebut dapat ditentukan status mutu air sungai yang terkena
buangan limbah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status mutu air Sungai
Ciambulawung menggunakan indeks pencemaran dan NSF WQI (National
Sanitation’s Foundation Water Quality Index).

2

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah dan data
masukan mengenai kondisi perairan Sungai Ciambulawung, Kampung
Lebakpicung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten. Selanjutnya penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan
pemanfaatan dan pengelolaan di sungai tersebut.

METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perairan Sungai Ciambulawung, Desa
Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten (Gambar 1
dan Lampiran 6). Lokasi ini terletak berbatasan dengan kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak sebagai akibat dari perluasan wilayah Taman Nasional
pada tahun 2003 dengan posisi antara 106º 21’ - 107º 07’ BT dan 6º 19’ - 6º 47’
LS. Daerah pengamatan atau pengambilan contoh air dilakukan di daerah perairan
Sungai Ciambulawung dengan 3 titik sampling dengan masing-masing titik
dilakukan 3 kali pengukuran yaitu di tengah sungai dan di kedua sisi sungai.
Penelitian dilakukan selama 3 bulan berlangsung pada 19 Februari 2011,
19 Maret 2011 dan 21 Mei 2011. Kegiatan di lapang meliputi pengukuran secara
in situ parameter fisika-kimia air dan pengambilan contoh air yang akan diteliti.
Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia Perairan, Bagian
Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumber Daya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Lokasi pengambilan contoh di Sungai Ciambulawung, Banten

3

Prosedur Penelitian
Bahan yang digunakan selama penelitian meliputi bahan yang digunakan
dalam proses pengambilan air sampel dan analisis kualitas perairan (fisika-kimia).
Alat dan metode yang digunakan dalam analisis kualitas perairan parameter fisika
kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat/metode yang digunakan dalam analisis parameter kualitas air (Eaton et
al. 2005)
Parameter
Fisika
Suhu
Kekeruhan
Arus
TSS
TDS
Debit Air
Kimia
pH
DO
BOD5
COD
NO3-N
NO2-N
NH3-N
Total Fosfat

Unit

Alat/Metode

Analisis

°C
NTU
m/s
mg/l
mg/l
m3/s

Termometer/ pemuaian
Turbidimeter / Spektrofotometrik
Pelampung, stopwatch/ visual
Filter/ gravimetrik
TDS meter/ prinsip sensor
Perhitungan

in situ
Laboratorium
in situ
Laboratorium
Laboratorium
in situ

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

pH meter/potensiometrik
Alat titrasi/ modifikasi Winkler
Modifikasi Winkler/ inkubasi
Reflux K2Cr2O7
Spektrofotometer/ metode Brucine
Spektrofotometer/ Sulfanilic Acid
Spektrofotometer/ metode Phenate
Spektrofotometer/ metode Asorbic Acid

in situ
in situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Jenis data yang dikumpulkan untuk keperluan penelitian ini adalah data
primer yang terdiri atas pengambilan air contoh dengan melakukan pengambilan
air ke botol contoh. Air contoh untuk parameter fisika dan kimia air dibagi
menjadi tiga ulangan secara melintang, yaitu pada bagian tengah dan di kedua
tepian sungai.
Penanganan air contoh dilakukan dengan menggunakan botol sampel air
yang ditutup rapat dan dimasukan ke dalam kotak pendingin yang berisi es. Air
yang sudah diambil kemudian dimasukan ke dalam botol contoh berukuran 250
ml dan diawetkan dengan menggunakan H 2 SO 4 pekat sebanyak 0,3 ml (6 tetes)
untuk analisa parameter nitrat, nitrit, dan ammonia. Untuk parameter total posfat,
contoh air disimpan dalam kotak pendingin berisi es dan tidak menggunakan
pengawet. Selanjutnya disimpan dalam pendingin untuk dianalisis. Sebelum
dilakukan analisis air contoh harus didiamkan terlebih dahulu sampai suhunya
normal pada suhu kamar antara 26-28º C. Parameter in situ yang diukur adalah
suhu, kecepatan arus, debit air, pH, dan oksigen terlarut (DO). Pengujian air
contoh di laboratorium adalah kekeruhan, TDS, TSS, BOD, COD, nitrat, nitrit,
amonia, dan total fosfat (PO 4 ).
Parameter fisika yang diukur mencakup suhu, kekeruhan, arus, TSS, TDS,
dan debit Air. Suhu diukur langsung di lapang menggunakan termometer air
raksa. Saat pembacaan skala pada termometer, termometer harus tetap berada
dalam air. Parameter kekeruhan diukur dengan mengambil air contoh pada lokasi

4

penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan alat Turbidimeter.
Pengukuran TSS menggunakan kertas saring membran Whatman 934-AH yang
memiliki pori 0,45 µm.
Penentuan lebar sungai pada setiap stasiun dilakukan dengan cara
membentangkan meteran secara melintang dari sisi bagian kiri sampai sisi bagian
kanan yang masih terdapat aliran. Penentuan lebar sungai dari masing-masing
stasiun dilakukan sebanyak tiga kali ulangan yang membentang searah aliran
sungai sepanjang 10 meter, dimana pembagian ulangan tersebut ditentukan
berdasarkan inteval 5 meter (0 meter, 5 meter, dan 10 meter).
Kedalaman perairan sebanyak tiga titik pada setiap stasiun. Pengukuran ini
dilakukan di tengah dan sisi sungai secara langsung dengan menggunakan papan
berskala yang dicelupkan sampai dasar perairan.
Kecepatan arus pada masing-masing stasiun diukur dengan menggunakan
botol plastik berisi ¾ air yang diikat tali dengan skala 10 meter. Botol
dihanyutkan dan dicatat waktunya pada saat botol dihanyutkan sampai tali
menegang. Pencatatan waktu menggunakan stopwatch. Titik pengukuran
dilakukan di titik yang sama dengan pengukuran kedalaman air.
Pengukuran debit air dilakukan dengan cara mengetahui dan mengukur
nilai kecepatan arus, kedalaman dan lebar sungai. Setelah itu pengukuran debit air
dilakukan dengan cara mengalikan luas penampang dengan kecepatan arus. Nilai
luas penampang didapat dari perkalian kedalaman dengan lebar sungai. Kemudian
perhitungan debit air dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

D=VxA
D = V x (d x w)
(Jeffries dan Mills 1996 in Effendi 2003)

Keterangan :
D = Debit air sungai (m3/s)
V = Kecepatan arus sungai (m/s)
A = Luas penampang sungai (m2)
d = Kedalaman sungai (m)
w = Lebar sungai (m)
Parameter kimia perairan yang diukur diantaranya pH, DO, nitrat, amonia,
nitrit, total fosfat, dan BOD. Pengukuran DO dan pH langsung dilakukan di
lapang dengan menggunakan modifikasi Winkler. Pengukuran amonia, nitrit,
nitrat, total fosfat, dan BOD dilakukan di laboratorium. Pengukuran COD dan
BOD menggunakan modifikasi Winkler untuk menentukan oksigen yang
diinkubasi pada suhu 20ºC di inkubator selama lima hari. Pengukuran pH
menggunakan pH meter. Sedangkan untuk pengukuran parameter amonia, nitrit,
nitrat, dan total fosfat diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang masing-masing 640 nm, 410 nm, 543 nm, dan 880 nm.

5

Analisis Data
Analisis data mengenai kondisi kualitas perairan Sungai Ciambulawung,
dilakukan melalui pendekatan penentuan status mutu air dengan metode Indeks
Pencemaran (Lampiran 2-4) dan NSF WQI (Lampiran 5) dengan baku mutu kelas
II Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001, bahwa air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow 1974
in KepMen LH No 115 tahun 2003). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk
suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi
seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air
atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil
keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta
melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas
akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemaran mencakup berbagai
kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna. Pembagian kriteria
berdasarkan hasil skor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penentuan status mutu air berdasarkan indeks pencemaran
(KepMen LH No. 115 Tahun 2003).
Skor
0,0 ≤ PIj ≤ 1,0
1,0 ˂ PIj ≤ 5,0
5,0 ˂ PIj ≤ 10
PIj > 10

Kriteria
Kondisi baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat

NSF WQI
National Sanitation’s Foundation Water Quality Index (NSF WQI) adalah
suatu hasil kuisioner yang dilakukan oleh para ahli perairan dari berbagai negara
Amerika Serikat yang dijadikan sebagai responden (Brown et al. in Ott 1997).
Hasil metode tersebut digunakan untuk menentukan 9 parameter yang merupakan
bagian dari indeks. Parameter tersebut diantaranya adalah BOD, DO, nitrat, total
fosfat, suhu, kekeruhan, total padatan, pH, dan Fecal Coliform. Nilai persentase
dari masing-masing parameter akan dituangkan dalam Tabel 3.
Pada penelitian ini hanya 8 parameter yang dimasukan kedalam indeks,
yaitu BOD, DO, nitrat, total fosfat, perubahan suhu, kekeruhan, total padatan, dan
pH. Ada parameter yang tidak dimasukan kedalam NSF WQI yakni Fecal
Coliform. Jika pengukuran Fecal Coliform tidak dilakukan, maka ada sedikit

6

perubahan perhitungan bobot untuk 8 parameter tersebut yaitu dengan
mengurangkan jumlah keseluruhan bobot dari 9 parameter dengan Fecal Coliform
kemudian hasil yang didapat dikalikan dengan bobot masing-masing 8 parameter
sehingga didapat bobot baru yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Bobot nilai 9 parameter polutan pada NSF WQI (Ott 1978)
Parameter
DO
Fecal Coliform
pH
BOD
Perubahan suhu
Total fosfat
Nitrat
Kekeruhan
Padatan total

Bobot
0,17
0,16
0,11
0,11
0,10
0,10
0,10
0,08
0,07

Selanjutnya bobot nilai (Wi) tersebut digandakan dengan nilai sub-indeks
(Ii) yang disesuaikan dari kurva polutan parameter ke-i. hasil penggandaan
tersebut dijumlahkan seperti persamaan berikut:


Keterangan :
Wi : Bobot nilai
Li : Nilai sub-indeks

��� ��� = � ����
�=0

Tabel 4. Bobot nilai baru untuk 8 parameter polutan pada NFS WQI
Parameter
DO
pH
BOD
Perubahan suhu
Total fosfat
Nitrat
Kekeruhan
Padatan total

Bobot
0,20
0,13
0,13
0,12
0,12
0,12
0,10
0,08

Bobot selanjutnya hasil dari penjumlahan tersebut dicocokan ke dalam kelas
seperti di bawah ini:
0 – 25 : sangat buruk
71 – 90 : baik
26 – 50 : buruk
91 – 100 : sangat baik
51 – 70 : sedang

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air mengenai Sungai
Ciambulawung masih pada kondisi yang diperbolehkan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II yaitu untuk sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman. Hasil
rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia pada perairan hulu Sungai
Ciambulawung, desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak,
Propinsi Banten dapat dilihat pada Lampiran 1.
Suhu
Hasil pengamatan selama penelitian memiliki rataan nilai suhu di perairan
Sungai Ciambulawung berkisar antara 22 ºC - 26 ºC (Gambar 2 dan Lampiran 1).
Kisaran tersebut masih dalam kondisi baik karena pada suhu tersebut
megindikasikan bahwa limbah di perairan relatif sedikit. Banyaknya limbah di
perairan akan menaikan suhu perairan (Eletta et al. 2005).

Gambar 2. Sebaran suhu setiap stasiun selama pengamatan
Suhu berubah berdasarkan waktu sampling yang semakin menurun dari
waktu sampling sebelumnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan cuaca,
kelembaban udara dan pemaparan cahaya matahari. Pada saat sampling pertama
intensitas matahari cukup mempengaruhi suhu dengan cuaca cerah, namun pada
saat sampling kedua dan ketiga cahaya matahari yang masuk ke badan air sedikit
dikarenakan cuaca pada saat itu hujan gerimis. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan harus
memiliki nilai suhu dengan deviasi 3 ºC, sehingga nilai suhu dari ketiga stasiun
pengamatan Sungai Ciambulawung masih memenuhi kriteria baku mutu.
Kekeruhan
Kekeruhan di sungai disebabkan oleh adanya erosi dari daratan yang
terbawa masuk ke sungai. Kekeruhan yang berada di daerah pegunungan atau
hulu memiliki nilai yang sangat rendah dibandingkan dengan sungai yang berada
pada daerah hilir. Pada perairan, kekeruhan berasal dari bahan-bahan tersuspensi
seperti lumpur, pasir, bahan organik dan anorganik, plankton dan organisme

8

mikroskopik lainnya (Welch 1952). Hasil pengamatan selama penelitian, rataan
nilai kekeruhan di perairan hulu Sungai Ciambulawung berkisar antara 1,5 NTU 3,7 NTU (Gambar 3 dan Lampiran 1).

Gambar 3. Sebaran kekeruhan setiap stasiun selama pengamatan
Nilai kekeruhan paling besar berada pada stasiun 2. Hal ini karena
sedimen yang dominan di stasiun tersebut berupa lumpur berpasir, lumut pada
penyangga jembatan dan bebatuan besar. Selain itu pada stasiun tersebut juga
sering dijadikan tempat untuk aktivitas mencuci seperti menyuci sepeda motor,
pakaian, dan alat-alat pertanian yang kotor oleh lumpur tanah. Kekeruhan yang
lebih tinggi sangat mempengaruhi kehidupan akuatik (Swer dan Singh 2004).
Padatan Tersuspensi Total
Padatan tersuspensi total menggambarkan bahan-bahan tersuspensi yang
terdapat di dalam air. Nilai TSS diperoleh dengan menimbang padatan yang
tertampung pada kertas saring milipore berukuran 0,45 µm, yaitu pada saat
menyaring air untuk tujuan pengukuran TDS (Total Dissolved Solid). Hasil
analisis padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) berkisar antara 1 mg/l 4 mg/l (Gambar 4 dan Lampiran 1).

Gambar 4. Sebaran TSS setiap stasiun selama pengamatan
Gambar 4 menjelaskan bahwa kisaran nilai TSS yang diperoleh masih
rendah. Nilai TSS di perairan tersebut disebabkan oleh masukan limbah dari
kegiatan manusia. Nilai TSS pada stasiun 2 sampling 3 diperoleh nilai yang paling

9

rendah berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan pada lokasi yang sama.
Widigdo (2000) in Feriningtyas (2005) menjelaskan bahwa tinggi rendahnya nilai
TSS tidak selalu diikuti oleh tinggi rendahnya nilai kekeruhan secara linear,
karena pengukuran kekeruhan berdasarkan atas banyaknya cahaya yang tersisa
setelah diserap oleh bahan-bahan yang terkandung dalam air (baik yang
tersuspensi maupun yang terlarut), sedangkan TSS didasarkan atas bobot residu
(setelah air diuapkan) dari bahan-bahan yang terkandung dalam air sebagai
suspensi. Tingginya TSS dalam perairan akan meningkatkan suhu di perairan.
Peningkatan jumlah TDS dan TSS dapat meningkatkan suhu air karena padatan
menyerap panas dari sinar matahari (Martinez dan Galera 2011). Curah hujan
akan menurunkan nilai TSS karena pada saat hujan air sungai mengalami
pengenceran (Amneera et al. 2013). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan kandungan padatan
tersuspensi total (TSS) di bawah 50 mg/l, sehingga nilai TSS dari ketiga stasiun
Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
Padatan terlarut total (TDS)
Padatan terlarut total atau TDS (Total Dissolved Solid) menggambarkan
bahan-bahan terlarut di dalam air, yaitu didasarkan pada banyaknya bahan-bahan
yang lolos pada saat dilakukan penyaringan dengan kertas saring berukuran 0,45
µm (Rao 1992 in Effendi 2003). Hasil analisis padatan terlarut total (Total
Dissolved Solid) berkisar antara 27,40 mg/l - 53,80 mg/l (Gambar 5 dan Lampiran
1).

Gambar 5. Sebaran TDS setiap stasiun selama pengamatan
Nilai TDS pada stasiun 3 karena pelapukan yang berasal dari limpasan
tanah, buangan limbah rumah tangga dan sedimen lumpur. Hal tersebut
disebabkan oleh arus yang kencang, sehingga dapat menggerus batuan dan tanah
yang berada di sekitar aliran sungai. Menurut Effendi (2003) nilai padatan terlarut
total (Total Dissolved Solid) perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan,
limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (berupa limbah domestik dan
industri).
Liu et al. (2003) mengungkapkan bahwa TDS dapat melepaskan polutan
dari dasar sedimen selama resuspensi oleh gelombang. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan

10

kegunaan kandungan TDS di bawah 1000 mg/l, sehingga nilai TDS dari ketiga
stasiun di hulu Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
pH
Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang
lebih tinggi, karena makin ke arah hilir pH air akan menurun menuju suasana
asam. Hal ini dikarenakan oleh adanya peningkatan bahan-bahan organik yang
terurai (Sastrawijaya 2000). Hasil analisis rataan nilai pH berkisar antara 5,8 – 6,5
(Gambar 6 dan Lampiran 1).

Gambar 6. Sebaran pH setiap stasiun selama pengamatan
Nilai pH dari setiap stasiun hampir memiliki nilai yang sama. Pada stasiun
2 sampling 1 diperoleh nilai pH yang rendah yaitu 5,8. Hal ini karena adanya
aktivitas MCK (mandi, cuci, kakus) selama pengamatan yang masuk ke badan
sungai. Sisa dari aktivitas tersebut diduga membawa bahan organik yang akan
didekomposisi oleh mikroorganisme air. Proses tersebut akan menggunakan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Pada saat sampling juga telah terjadi
hujan. Sisa proses tersebut dan hujan bersifat asam (Egereonu dan Emezium
2006).
Menurut Mays (1996) in Puspita (2003) nilai pH untuk perairan sungai
berkisar antara 4,5 – 8,5. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun
2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan kandungan pH sebesar 6 9, sehingga nilai pH dari ketiga stasiun Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria
baku mutu, namun pada stasiun 2 sampling 1 nilai pH tidak memenuhi kriteria
baku mutu.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) adalah konsentrasi gas
oksigen yang terlarut dalam air. Menurut Effendi (2003) di parairan alami
memiliki kadar oksigen yang bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi
air, dan tekanan atmosfer. Hasil analisis DO diperoleh rataan nilai berkisar antara
6,91 mg/l - 9,98 mg/l (Gambar 7 dan Lampiran 1). Ketiga stasiun memiliki nilai
DO yang hampir sama dan masih baik. Hal ini karena aktivitas manusia yang
membuang limbah secara tidak berlebihan ke sungai. Sehingga akumulasi bahan
organik yang dioksidasi oleh mikroba tidak membutuhkan oksigen yang terlalu

11

banyak. Menurut Martinez dan Galera (2011) Oksigen terlarut diperlukan untuk
kelangsungan hidup organisme akuatik. Rendahnya nilai DO menunjukkan
tingginya kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme.

Gambar 7. Sebaran DO setiap stasiun selama pengamatan
Buchari et al. (2001) menyatakan jika bahan-bahan organik yang
mencemari badan air cukup banyak maka jumlah oksigen yang dikonsumsi untuk
menguraikan bahan-bahan tersebut semakin banyak pula sehingga kandungan
oksigen terlarut dalam air turun sampai sedemikian rendah.
Selain itu, hal ini juga karena lokasi penelitian merupakan dataran tinggi
yang memiliki suhu rendah. Hynes (1972) menyatakan bahwa nilai DO pada
ketinggian yang lebih tinggi akan memiliki kandungan yang lebih besar daripada
dengan ketinggian yang lebih rendah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan kandungan
oksigen terlarut (DO) di atas 4 mg/l, sehingga nilai sebaran DO dari ketiga stasiun
pengamatan Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)
Kebutuhan oksigen biokimiawi atau Biochemical Oxygen Demand (BOD)
merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme
dalam menguraikan bahan-bahan organik dalam air dalam waktu paling lama lima
hari (Buchari et al. 2001). Analisis BOD diperoleh rataan nilai BOD di Sungai
Ciambulawung berkisar antara 1,54 mg/l dan 3,84 mg/l (Gambar 8 dan Lampiran
1).

Gambar 8. Sebaran BOD setiap stasiun selama pengamatan

12

Hasil pengukuran BOD dari setiap stasiun menunjukan nilai BOD yang
relatif rendah, akan tetapi ada titik yang melebihi baku mutu yaitu pada stasiun 1
sampling 1&3 dan stasiun 2 sampling 3. Hal tersebut karena proses dekomposisi
bahan organik oleh mikroba yang menggunakan oksigen. Buchari et al. (2001)
menyatakan BOD merupakan banyaknya oksigen dalam mg/l yang dibutuhkan
oleh bakteri aerobik untuk menguraikan dan menstabilkan banyaknya senyawa
organik dalam air melalui proses oksidasi biologis aerobik. Menurut Ferdiaz
(1992) nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, akan
tetapi hanya untuk mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan.
Fatoki (2009) menyatakan tingginya kandungan BOD di perairan tidak
diharapkan karena hal itu akan menurunkan kandungan DO. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air
dengan kegunaan kandungan BOD di bawah 3 mg/l, sehingga nilai sebaran BOD
dari ketiga stasiun pengamatan di hulu Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria
baku mutu. Namun pada stasiun 1 sampling 2, sampling 3 dan stasiun 2 sampling
3 nilai BOD tidak memenuhi kriteria baku mutu.
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD)
Kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand COD) adalah
banyaknya oksigen dalam ppm (mg/l) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus
untuk menguraikan benda secara kimiawi (Boyd 1990). Hasil analisis COD
memiliki rataan nilai COD berkisar antara 5,82 mg/l - 25,24 mg/l (Gambar 9 dan
Lampiran 1). Nilai COD dari tiap stasiun tidak berbeda jauh kecuali pada stasiun
2 sampling 2.

Gambar 9. Sebaran COD setiap stasiun selama pengamatan
Pada stasiun 2 sampling 2 diperoleh nilai COD yang melebihi standar
baku mutu yaitu 25,24 mg/l. Hal ini karena adanya buangan limbah rumah tangga
mengakibatkan terjadinya metabolisme bahan organik yang cukup banyak
menggunakan oksigen. Akan tetapi nilai tersebut masih dalam batas wajar dengan
mengacu pada Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2001. Konsumsi oksigen yang
tinggi dalam proses kimia menunjukan pencemaran air oleh polutan organik
(Senila et al. 2007). Menurut UNESCO/WHO/UNEP (1992) in Effendi (2003)
Keberadaan bahan organik berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah tangga
dan industri. Perairan yang terdapat COD tinggi tidak diinginkan bagi

13

kepentingan perikanan dan pertanian. Semakin tinggi kandungan BOD atau COD
di perairan maka akan meningkatkan pencemaran pada perairan tersebut. Nilai
COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l, sedangkan
perairan dengan nilai COD melebihi 200 mg/l dinyatakan perairan yang tercemar
dan pada limbah industri biasanya dapat mencapai 20.000 mg/l. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air
dengan kegunaan kandungan COD dibawah 25 mg/l, sehingga nilai sebaran COD
dari ketiga pengamatan Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
Namun pada stasiun 2 sampling 2 nilai COD tidak memenuhi kriteria baku mutu.
Amonia
Hasil analisis amonia berkisar antara 0,0059 mg/l - 0,0178 mg/l (Gambar
10 dan Lampiran 1). Hasil pengukuran diperoleh kandungan nilai amonia yang
rendah. Hal ini karena sedikitnya kandungan urea dan proses amonifikasi yang
berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Selain itu daerah
pemukiman yang masih sedikt dan masih rendahnya masyarakat dalam
penggunaan pupuk urea untuk pertanian sehingga limpasan dari daratan yang
mengandung urea relatif rendah.

Gambar 10. Sebaran amonia setiap stasiun selama pengamatan
Air limbah domestik dan industri merupakan sumber polusi konstan,
sedangkan aliran permukaan merupakan fenomena musiman terutama
dikendalikan oleh iklim (Bhardwaj et al. 2010). Amneera et al. (2013)
menyatakan jika nilai ammonia tinggi maka air sungai dianggap tercemar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan
mutu air dengan kegunaan kandungan ammonia ≤ 0,02 mg/l, sehingga nilai
sebaran amonia dari ketiga pengamatan Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria
baku mutu.
Nitrit
Hasil analisis nitrit diperoleh rataan nilai dengan kisaran 0,0094 mg/l –
0,0246 mg/l (Gambar 11 dan Lampiran 1). Dari ketiga stasiun pengamatan
diperoleh nilai nitrit yang rendah. Hal ini karena buangan limbah dari pemukiman

14

ke badan sungai sedikit. Effendi (2003) menyatakan bahwa nitrit di perairan
berasal dari limbah industri dan limbah domestik.

Gambar 11. Sebaran nitrit setiap stasiun selama pengamatan
Menurut Canadian Council of Resources and Environment Minister 1987
in Effendi (2003) kandungan nitrit pada perairan alami sekitar 0,001 mg/l dan
sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/l. Dapat dikatakan kandungan konsentrasi nitrit
di Sungai Ciambulawung masih aman untuk kehidupan organisme karena
kandungannya tidak melebihi 0,06 mg/l. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan
kandungan nitrit dibawah 0,06 mg/l, sehingga nilai sebaran nitrit dari ketiga
stasiun pengamatan Sungai Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
Nitrat
Hasil analisis nitrat berkisar antara 0,05 mg/l - 0,29 mg/l (Gambar 12 dan
Lampiran 1). Konsentrasi nitrat dari ketiga stasiun diperoleh nilai yang masih
rendah. Hal ini karena relatif sedikitnya kegiatan manusia yang menghasilkan
limbah ke badan sungai.

Gambar 12. Sebaran nitrat setiap stasiun selama pengamatan
Menurut Rui dan Fulazzaky (2011) bahwa sumber utama pencemaran
sungai berasal dari limbah domestik, limbah hewan, limbah pertanian, erosi tanah
dan limpasan dari pemukiman. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82

15

tahun 2001 kelas II mensyaratkan mutu air dengan kegunaan kandungan nitrat di
bawah 10 mg/l, sehingga nilai sebaran nitrat dari ketiga stasiun Sungai
Ciambulawung memenuhi kriteria baku mutu.
Total Fosfat
Hasil analisis rataan nilai total fosfat Sungai Ciambulawung, berkisar
antara 0,11 mg/l dan 0,15 mg/l (Gambar 13 dan Lampiran 1). Sebaran nilai total
fosfat pada tiap stasiun tidak jauh berbeda dan berkonsentrasi rendah. Hal ini
karena sedikitnya buangan limbah rumah tangga dari pemukiman yang
menyebabkan proses dekomposisi masih sedikit. Menurut Saeni (1989) bahwa
sumber fosfat pada perairan berasal dari pelapukan bebatuan mineral,
dekomposisi bahan organik, deterjen, pupuk buatan, limbah industri, limbah
rumah tangga, dan mineral-mineral fosfat.

Gambar 13. Sebaran total fosfat setiap stasiun selama pengamatan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 kelas II
mensyaratkan mutu air dengan kegunaan kandungan total fosfat di bawah 0,2
mg/l, sehingga sebaran total fosfat dari ketiga stasiun Sungai Ciambulawung
memenuhi kriteria baku mutu.
Karakteristik Perairan
Hasil analisis nilai debit air Sungai Ciambulawung berkisar antara 1,05
m /s - 6,53 m3/s (Gambar 14 dan Lampiran 1). Berdasarkan nilai yang diperoleh
pada saat pengamatan debit air yang lebih banyak terdapat pada stasiun 3 dan
yang paling sedikit pada stasiun 2. Hal ini karena pada stasiun 2 merupakan lokasi
pembelokan air yang digunakan untuk menggerakan turbin mikrohidro. Pada
stasiun 3 juga banyak mendapat masukan dari saluran-saluran pembuangan
pertanian, pemukiman, dan pembuangan mikrohidro.
3

16

Gambar 14. Sebaran debit air setiap stasiun selama pengamatan
Menurut Effendi (2003) kecepatan arus dari suatu badan air sangat
berpengaruh terhadap kemampuan badan air untuk mengasimilasi dan
mengangkat bahan pencemar. Perbedaan gradien/kemiringan antara hulu dan hilir
akan mempengaruhi kecepatan arus. Jika perbedaan gradien cukup besar maka
arus akan semakin deras. Kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan.
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan Indeks Pencemaran (IP)
Pengelolaan kualitas air dengan mengacu pada indeks pencemaran dapat
memberi masukan pengambilan keputusan untuk dapat menilai kualitas dan
melakukan tindakan memperbaiki kualitas perairan apabila terjadi penurunan
kualitas akibat masukan bahan pencemar. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan indeks pencemaran diperoleh klasifikasi dan evaluasi perairan
Sungai Ciambulawung pada tiap stasiun selama pengamatan (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai rata-rata indeks pencemaran setiap stasiun selama pengamatan
Stasiun
1
2
3

Nilai PI
0.75
0.78
0.56

Klasifikasi
Kondisi Baik
Kondisi Baik
Kondisi Baik

Berdasarkan data Tabel 5 menyatakan bahwa kualitas perairan Sungai
Ciambulawung terlihat adanya persamaan antar stasiun. Ketiga stasiun termasuk
perairan kondisi baik dengan kisaran 0,56 – 0,78. Nilai tersebut didapat dari ratarata semua parameter dan ketiga sampling yang diolah menggunakan indeks
pencemaran. Secara umum kondisi kualitas perairan di hulu Sungai
Ciambulawung berdasarkan indeks pencemaran termasuk dalam klasifikasi
kondisi baik yang menunjukan bahwa aktivitas manusia terhadap perairan tidak
berpengaruh negatif.
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan National Sanitation’s Foundation
Water Quality Index (NSF WQI)
Evaluasi kualitas air berdasarkan NSF WQI di Sungai Ciambulawung
hanya dilakukan terhadap 8 parameter kualitas air yaitu BOD, persentase DO,

17

nitrat, total fosfat, perubahan suhu, kekeruhan, total solid, dan pH. Berdasarkan
analisis yang dilakukan dengan menggunakan NSF WQI diperoleh hasil
klasifikasi perairan Sungai Ciambulawung pada setiap stasiun selama pengamatan
sepert pada Gambar 15.

Gambar 15. Sebaran nilai NSF WQI Sungai Ciambulawung
Dari Gambar 15 dapat dinyatakan bahwa kualitas perairan Sungai
Ciambulawung terlihat adanya kesamaan antar stasiun. Ketiga stasiun termasuk
kedalam klasifikasi perairan baik pada kisaran nilai 87-88. Berdasarkan hasil
analisis menggunakan NSF WQI menunjukan bahwa pada setiap stasiun tidak
adanya parameter yang secara langsung mempengaruhi kondisi kualitas perairan
Sungai Ciambulawung. Hal tersebut karena pada NSF WQI hanya tergantung
pada 8 parameter yaitu BOD, persentase DO, nitrat, total fosfat, perubahan suhu,
kekeruhan, total solid, dan pH. Secara umum kondisi perairan Sungai
Ciambulawung berdasarkan baku mutu air kelas II Peraturan Pemerintah Nomor
82 tahun 2001 termasuk kedalam perairan kondisi baik.
Evaluasi Kualitas Air Menggunakan Gabungan dari Indeks
Pencemaran dan NSF WQI
Kondisi kualitas perairan Sungai Ciambulawung dapat diketahui dengan 2
pendekatan untuk analisis parameter fisika dan kimia. Pendekatan tersebut yaitu
menggunakan Indeks Pencemaran dan NSF WQI. Berdasarkan hasil yang
diperoleh dengan 2 indeks tersebut menunjukan klasifikasi perairan yang sama
(Tabel 6 ).
Tabel. 6. Klasifikasi hasil gabungan Indeks Pencemaran dan NSF WQI

Indeks Pencemaran
NSF WQI

1
Baik
Baik

Stasiun
2
Baik
Baik

3
Baik
Baik

Berdasarkan indeks pencemaran dan NSF WQI bahwa setiap stasiun
termasuk kedalam perairan dengan kondisi baik. Hasil klasifikasi perairan dari
indeks pencemaran dan NSF WQI dapat mejelaskan kondisi kualitas perairan

18

Sungai Ciambulawung. Hasil analisis parameter yang tidak memenuhi baku mutu
air kelas II PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah pH, BOD, dan COD. Hal tersebut
dikarenakan terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba relatif
banyak menggunakan oksigen yang terdapat di perairan. Air hujan dan
peningkatan bahan-bahan organik yang terurai juga mempengaruhi. Menurut
metode NSF WQI tidak ada parameter COD karena dalam metode ini telah
ditetapkan parameter baku.
Adapun pengujian berdasarkan indeks Storet menyatakan bahwa perairan
Sungai Ciambulawung tergolong baik. Berdasarkan parameter biologi perairannya
juga menunjukan bahwa kondisi perairan Sungai Ciambulawung tergolong baik
(Anzani 2012).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kondisi kualitas air Sungai Ciambulawung termasuk dalam perairan yang
baik. Namun ada parameter yang tidak memenuhi baku mutu air kelas II Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 yaitu parameter pH pada stasiun 2, BOD pada
stasiun 1 & 2, dan COD pada stasiun 2. Berdasarkan Indeks pencemaran dan NSF
WQI bahwa Sungai Ciambulawung dikategorikan ke dalam perairan baik. Kondisi
ini menyatakan bahwa kegiatan masyarakat dan kegiatan mikrohidro tidak
berpengaruh negatif terhadap kualitas air Sungai Ciambulawung.
Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian Sungai
Ciambulawung yaitu, untuk mengetahui dan memantau kondisi kualitas air
dengan menggunakan indeks Storet dan pendugaan parameter Biologi perairan.
Menjaga kondisi agar tetap baik perlu adanya upaya dalam pengelolaan yang
harus tetap dilakukan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Amneera WA, Najib NWAZ, Yusof SRM, Ragunathan S. 2013. Water Quality
Index of Perlis River, Malaysia. IJCEE-IJENS. Malaysia.
Anzani YM. 2012. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di
Sungai Ciambulawung, Lebak, Banten. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Bhardwaj V, Singh DS, Singh AK. 2010. Water quality of the Chhoti Gandak
River using principal component analysis, Ganga Plain, India. J Earth Syst
Sci. 119(1):117-127.
Boyd CE. 1990. Water Quality in Pond for Aquacultur. Auburn University.
Agricultural Experiment Stasion. Alabama.

19

Buchari, Arka IW, Putra KGD, Dewi I. 2001. Kimia Lingkungan. Jakarta (ID):
DJPT. 237 hlm.
Eaton AD, Clesceri LS, Rice EW, Greenberg AE. 2005. Standard Method for The
Examination of Water and Waste Water 21st ed. America Publi Health
Association (APHA), American Water Work Association (AWWA). Water
Environment Federation. Washington DC.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Eletta OAA, Adekola FA. 2005. Studies of the physical and chemical properties
of Asa River water, Kwara state, Nigeria. Sci Foc. Nigeria. 72-76 p.
Egereonu UU, Emezium D. 2006. Physicochemical analysis of selected ground
water in River State, Nigeria, to ascertain pollution level, encrustation and
corrosion potential. Nigeria. 141-146 p.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr.
Fatoki OS. 2009. Water issue in Africa: South Africa perspective. Faculty of
Science Special Lecture. University of Ilorin. Ilorin, Nigeria. 5 p.
Feriningtyas D. 2005. Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk
Cirata, Jawa Barat Selama Periode 2000-20004. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Hynes HBN. 1972. The Ecology of Running Waters. Toronto (CA): University of
Toronto Pr.
[KepMen LH] Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003,
Tentang Penentuan Status Mutu Air.
Liu C, Wang ZY, Yun H. 2003. Water Pollution in The River Mouths Around
Bohai Bay. Intern J Sed Res. 18(4): 326-332.
Martinez F, Galera BIC. 2011. Monitoring and Evaluation of The Water Quality
of Taal Lake, Talisay, Batangas, Philippines. De La Salle Univ. 229-236 p.
Mason CF. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman. New York. 250 p.
Ott WR. 1978. Environmental Indices : Theory and Practice. Ann Arbor Science,
Michigan, United States. 357p.
[PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001.Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Puspita L. 2003. Kualitas Air Sungai Citeureup-Cileungsi dan Kaitanya dengan
Buangan Limbah Cair Industri. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rui LM, Fulazzaky MA. 2011. Assessment of Bekok River Water Quality Status
and Its Suitability for Supporting The Defferent Uses: A Review.
Departemen of Water and Environmental Engineering. Univ Tun Hussein
Onn Malay. Malaysia.
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor(ID): IPB Pr.
Sastrawidjaya AT. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Senila M, Levei E, Miclean M. Tanaselia, C. David, L. Cordos, E. 2007. Study
Regarding the Water Quality in Aries Catchment. Babes-Bolyai Univ.
Romania.
Swer S, Singh OP. 2004. Status of Water Quality in Coal Mining Areas of
Meghalaya, India. IPHE. India.
Welch EB. 1980. Ecological Effects of Waste Water. Cambrigde. 337 p.

20

21

LAMPIRAN

22

Lampiran 1. Tabel hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Sungai Ciambulawung
Parameter

Satuan

Baku Mutu*

Sampling 1

Sampling 2

Smpling 3

St. 1

St. 2

St. 3

St. 1

St. 2

St. 3

St. 1

St. 2

St. 3

Fisika
Suhu

(°C)

Deviasi 3