Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten

APLIKASI AGNPS UNTUK MENGANALISIS KUALITAS AIR
SUNGAI CIUJUNG KABUPATEN SERANG, BANTEN

YULIANINGSIH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi AGNPS untuk
Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis
saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Yulianingsih
NIM F44100046

ABSTRAK
YULIANINGSIH. Aplikasi Model AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air
Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten. Dibimbing oleh ASEP SAPEI dan
SUTOYO.
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari
daerah tangkapan. Kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan
aktivitas manusia. Sehingga penurunan kualitas air sungai sangat dipengaruhi oleh
aktivitas masyarakat disekitarnya. Kasus ini terjadi di DAS Ciujung terutama
bagian Kabupaten Serang, Banten. Sungai ini telah mengalami penurunan kualitas
air. Namun, pada penelitian ini penurunan kualitas air hanya dilihat dari aktivitas
pertanian dikarenakan lahan pertanian di sekitar DAS ini masih cukup besar.
Untuk itu, tujuan dari penelitian ini menganalisis kualitas air sungai dilihat dari
parameter N, P dan COD di Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten. Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan pemodelan AGNPS dengan mensimulasikan
perilaku aliran permukaan, sedimen dan transport hara dari suatu tangkapan.
Tahap penelitian yang telah dilakukan yaitu gridding. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Ciujung telah mengalami penurunan
kualitas air oleh bahan organik. Sesuai kondisi eksisting, konsentrasi BOD, COD,
DO, Cu, dan Cr tidak memenuhi baku mutu air kelas II. Berdasarkan hasil
simulasi model AGNPS secara keseluruhan parameter COD, N, dan P memenuhi
kriteria mutu air kelas II karena hanya dilihat sesuai aktivitas pertanian.
Kata kunci: AGNPS, Kualitas Air, Sungai Ciujung

ABSTRACT
YULIANINGSIH. Analyzing the Water Quality in Ciujung Watershed, Serang
Regency by Using AGNPS Application. Supervised by ASEP SAPEI and
SUTOYO.
The water quality of river is affected by quality of water supply from the
catchment area. The quality of water supply from catcment area associated with
human activity. Human activities that affect the water quality also occured in
Ciujung watershed in Banten Province. In this research, the decline of water
quality from agricultural activities. Agricultural land in this watershed still large.
The objective of this research is to analyze the water quality based on N, P, and
COD parameters by using AGNPS. This application is a model that used to
simulate and nutrient transport in catchment area. The methods that has been done
is the gridding phase. The result showed that the water quality of Ciujung has

descreased because of the organic matter. In the existing condition of the river,
BOD, COD, DO, Cu and Cr parameters not contained the criteria of water quality
class II. Based on the results of AGNPS simulation model, COD, N and P water
quuality fits the criteria for class II based for agricultural activity.
Keywords: AGNPS, Water Quality, Ciujung River

APLIKASI AGNPS UNTUK MENGANALISIS KUALTAS AIR
SUNGAI CIUJUNG KABUPATEN SERANG, BANTEN

YULIANINGSIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas Air Sungai Ciujung
Kabupaten Serang, Banten
Nama
: Yulianingsih
NIM
: F44100046

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Asep Sapei, MS
Pembimbing I

Sutoyo, STP MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Budi Indra Setiawan, MAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
kualitas air sungai, dengan judul Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Kualitas
Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Asep Sapei, MS dan
Bapak Sutoyo, STP MSi selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Heny Hindriani yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, juga teman-teman SIL 47 atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Yulianingsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

DAS (Daerah Aliran Sungai)

2

Sungai

3

Pencemaran Air

4

Kualitas Air

5

Parameter Kimia pada Model AGNPS


5

Model AGNPS

6

Parameter Masukan Model AGNPS

7

Parameter Keluaran Model AGNPS

7

METODE

8

Waktu dan Tempat


8

Alat dan Bahan

8

Tahapan dan Prosedur Penelitian

8

Tahapan Analisis

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Karakteristik DAS Ciujung


10

Pemasukan Model AGNPS

11

Kualitas Air Sungai Ciujung

16

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1 Luas DAS Ciujung berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng
2 Hasil analisis kualitas air Sungai Ciujung
3 Nilai masukan tekstur model AGNPS

11
17
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Bagan alir penelitian
Peta grid model AGNPS
Tampilan pemasukan inisial data
DEM DAS Ciujung
Arah aliran
Peta jenis tanah
Peta penggunaan lahan
Nilai COD simulasi dan observasi
COD simulasi dan observasi
Nilai NO2 simulasi dan observasi
NO2 simulasi dan observasi
Nilai NO3 simulasi dan observasi
NO3 simulasi dan observasi
Hasil Phospor simulasi
Arah aliran pada model AGNPS

9
12
13
14
14
15
16
17
18
19
19
20
20
21
28

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peta Lokasi Penelitian
Peta lokasi sampling Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang
Tahapan Analisis
Kriteria mutu air pada Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2001
Tampilan pemasukan data model AGNPS

24
25
26
30
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan sumber air bagi kebutuhan rumah tangga, industri
maupun pertanian. Namun banyaknya kegiatan masyarakat disekitar sungai
mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air. Hal ini dikarenakan banyaknya
pembuangan limbah yang dilakukan masyarakat baik dari kegiatan pertanian,
industri maupun kegiatan domestik ke badan sungai. Pencemaran di sungai ini
sangat bersifat dinamis, apabila pencemaran terjadi di hulu sungai maka akan
berdampak pula di hilir sungai. Selain itu, kualitas air sungai dipengaruhi oleh
kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas
pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada di
dalamnya (Wiwoho 2005). Salah satu sungai yang mengalami penurunan akibat
kegiatan masyarakat sekitarnya yaitu DAS Ciujung.
Pencemaran air sungai umumnya lebih sering diakibatkan oleh aktivitas
industri maupun domestik. Namun, pada kasus ini pencemaran akan dianalisis
dilihat dari aktivitas pertanian di sekitar sungai Ciujung. Penggunaan pupuk
organik dan anorganik maupun pestisida yang digunakan sebagai penunjang
keberhasilan panen akan berdampak pada air sungai. Hal ini terjadi karena pupuk
maupun pestisida terbawa aliran air permukaan hingga ke sungai sehingga
menyebabkan penurunan kualitas air sungai itu sendiri.
Salah satu sungai yang telah mengalami pencemaran adalah Sungai Ciujung.
Sungai ini merupakan sungai utama di Provinsi Banten. Sungai ini dilalui air
buangan dari pertanian. Lahan pertanian di Provinsi Banten terutama di sekitar
Sungai Ciujung masih terbilang cukup luas. Aktivitas pertanian ini dapat menjadi
salah satu penyebab penurunan kualitas sungai. Status penurunan kualitas Sungai
Ciujung diperlukan analisis kualitas dilihat dari aktivitas masyarakat yang
dilakukan di sekitar sungai terutama pertanian dengan menggunakan pemodelan.
Penelitian dengan pemodelan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas air
sungai di Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model AGNPS
(Agricultural Non Point Source Pollution Model) yang merupakan model yang
mampu menganalisa dan menduga kualitas aliran permukaan yang berasal dari
daerah tangkapan. Dengan menggunakan AGNPS, kondisi yang terjadi di
lapangan dapat dimodelkan dengan memasukkan parameter-parameter yang telah
ditentukan. Selain itu, dengan menggunakan model ini, hasil pendugaan dapat
digunakan untuk perbandingan dengan penampilan suatu DAS dengan kejadian
hujan yang sama. Apabila potensi pencemarannya dapat diidentifikasi, maka
usaha-usaha penanganan dapat direkomendasikan dengan dasar penilaian dampak
penerapan alternatif kegiatan pengelolaan tertentu.

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kualitas air sungai Ciujung
Kabupaten Serang, Banten dengan memprediksi menggunakan model AGNPS.
Ide penelitian muncul karena semakin menurunnya kualitas air Sungai Ciujung

2

baik oleh aktivitas domestik, industri maupun pertanian. Oleh karena itu dalam
penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi parameter N, P, dan COD yang dihasilkan oleh Model
AGNPS.
2. Membandingkan hasil parameter tersebut dengan data kualitas air sungai
Ciujung tahun 2013
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air sungai di Sungai
Ciujung Kabupaten Serang, Banten yang terdiri dari :
1. Melakukan analisis kualitas air sungai dilihat dari parameter N, P dan
COD dengan menggunakan model AGNPS.
2. Membandingkan hasil analisis tingkat pencemar dengan model AGNPS
dengan data analisis sesuai data sekunder yang telah ada.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan informasi mengenai penurunan kualitas air Sungai
Ciujung Kabupaten Serang, Banten baik bagi pemerintah maupun
masyarakat setempat.
2. Sebagai rekomendasi data masukan bagi pemerintah setempat dalam
melakukan pengelolaan daerah aliran Sungai Ciujung agar lebih baik.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian dilakukan di Bagian Hilir Sungai dengan pengambilan data
debit dan mengamati kondisi Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten
di beberapa titik lokasi yang berbeda oleh Badan Lingkungan Hidup
Kabupaten Serang.
2. Penelitian ini hanya membahas mengenai tentang aplikasi AGNPS dalam
mengetahui tingkat kualitas air Sungai Ciujung berdasarkan parameter
kimia yaitu N (Nitrogen), P (Phospor) dan COD (Chemical Oxygen
Demand) dilihat dari sumber polutan yang berasal dari aktivitas pertanian.

TINJAUAN PUSTAKA
DAS (Daerah Aliran Sungai)
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggungpunggung gunung sehingga air hujan yang jatuh pada daerah tersebut dapat

3
ditampung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak
1995). Menurut Chow et al (1988) dalam Sudono (1993) DAS dipandang sebagai
suatu sistem hidrologi dimana curah hujan merupakan input dan aliran sungai
serta evapotranspirasi adalah output sistem. Secara operasional DAS dapat
didefinisikan sebagai wilayah yang terletak di atas suatu titik pada sungai yang
oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh diatasnya ke dalam sungai
yanga sama pada sungai tersebut.
Menurut Sinukaban (1999) dalam Hadinugroho (2000) DAS yang baik
adalah DAS yang memiliki ciri:
1. Produktivitas yang tinggi secara lestari/terus menerus yang meliputi
pertanian, perdagangan, kehutanan, rekreasi serta semua pengelolaan
sumberdaya yang ada di dalamnya yang bisa menjamin kehidupan yang
layak
2. Hasil air yang baik, meliputi kuantitas, kualitas dan distribusinya
3. Pendapatan masyarakat terbatas (equity), dimana semua orang
mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendapatan
yang layak.
4. Kelenturan (resilient), dalam artian apabila dalam satu titik dalam DAS
tersebut terjadi guncangan dapat ditopang oleh tempat lain.
Dari segi fisik, Asdak (1995) menyebutkan indikator normal tidaknya suatu
DAS:
1. Koefisien air larian (C) yang menunjukan perbandingan antara besarnya
air larian terhadap curah hujan, berfluktuasi secara normal, dalam artian
nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan cenderung kurang
lebih sama dari tahun ke tahun.
2. Nisbah debit maksimum (Qmaks)/debit minimum (Qmin) relatif stabil
dari tahun ke tahun
3. Tidak banyak terjadi perubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpur
(Cs) terhadap debit sungai (Q)
Sedangkan kondisi suatu DAS dianggap mulai terganggu apabila:
1. Koefisien air larian cenderung terus naik dari tahun ke tahun
2. Nisbah Qmax/Qmin cenderung terus naik dari tahun ke tahun
3. Kurva kadar lumpur (Cs) terhadap debit sungai (Q) semakin tajam dari
tahun ke tahun
4. Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrem

Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011, sungai adalah tempattempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis
sempadan. Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi kemiringan lahan yang curam
berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, landai dan relatif rata. Arus atau
kecepatan alir air sungai berbanding lurus dengan kemiringan lahan. Arus relatif
cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih lambat dan makin lambat pada
daerah hilir.

4
Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya
yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sungai yang mensuplai
air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga.
Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku
penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunya kualitas air lebih baik
daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana
dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin arah hilir
keragaman pemanfataan lahan semakin meningkat. Sejalan dengan hal tersebut
suplai air limbah cair dari daerah hulu yang menuju ke hilir pun menjadi
meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses
pembuangan limbah cair yang dimulai dari hulu (Wiwoho 2005).

Pencemaran Air
Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Bahan-bahan yang masuk dan
mencemari lingkungan menurut Hynes (1978) dalam Nugroho (2003) dapat
berupa zat-zat beracun, bertambahnya padatan tersuspensi, dioksidasi dan naiknya
air akan merubah kondisi ekologi perairan pada umumnya dan kualitas biota pada
khususnya.
Berdasarkan sumbernya, bahan pencemar dapat dibedakan menjadi
pencemaran yang disebabkan alam maupun oleh kegiatan manusia. Bahan
pencemar di perairan dapat berasal dari sumber buangan yang dapat
diklasifikasikan sebagai sumber titik (point source discharge) dan sumber
menyebar (non point source). Sumber titik adalah sumber pencemaran terpusat
seperti berasal dari air buangan industri maupun domestik. Sumber menyebar
yaitu polutan yang masuk ke perairan melalui limpasan dari permukaan tanah atau
pertanian (Hindriani 2013).
Menurut Saeni (1989) sumber pencemaran yang terjadi di sungai berasal
dari buangan penduduk, pertanian dan industri. Sugiharto (1987) menyebutkan
sumber pencemar yang berasal dari permukiman (penduduk) akan menghasilkan
limbah detergen, zat padat, BOD, COD, DO, nitrogen, fosfor, pH, kalsium,
klorida dan sulfat. Sumber pencemar yang berasal dari pertanian akan
menghasilkan limbah pestisida, bahan beracun dan logam berat. Sumber pencemar
yang berasal dari industri antara lain akan menghasilkan limbah BOD, COD, DO,
pH, TDS, minyak dan lemak, urea, fosfor, suhu, bahan beracun dan kekeruhan.
Akibat dari adanya limbah ini, mengakibatkan penurunan kualitas air.
Pencemaran air sungai pernah terjadi di kawasan sungai Citarum.
Pencemaran di sungai Citarum ini sudah termasuk kedalam kategori parah
diakibatkan mengandung limbah cair kimia bahan beracun dan berbahaya (B3).
Menurut catatan Greenpeace Indonesia, sekitar 2.800 ton bahan kimia B3 dibuang
ke Citarum setiap tahun. Bahkan akibat terjadinya pencemaran air ini, pH air
sungai berada pada angka 14, padahal yang diperbolehkan di perairan umumnya
pH sebesar 6 (Pokja AMPL 2013).

5
Kualitas Air
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu,
misalnya air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya.
Kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian tertentu terhadap
air tersebut. Pengujian yang biasa dilakukan adalah uji kimia, fisik biologi atau uji
kenampakan (bau dan warna). Kualitas air dapat dinyatakan dengan beberapa
parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan
sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar garam dan
sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya
(Yuliastuti 2011).
Salah satu kasus penurunan kualitas air sungai terjadi di Sungai Ngringo
Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Hasil pemantauan Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Karangaanyar tahun 2010 menunjukkan bahwa semakin ke arah
hilir kualitas semakin menurun, untuk parameter TSS tidak memenuhi Kriteria
Mutu Air Kelas I, II, III maupun IV menurut PP No. 82 Tahun 2001. Sedangkan
untuk parameter COD, masih memnuhi Kriteria Mutu Air Kelas IV (Yuliastuti
2011).

Parameter Kimia pada Model AGNPS
COD (Chemical Oxygen Demand)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat di perairan menjadi
CO2 dan H2O. Nilai COD ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan
organik di perairan (APHA 1976).
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l.
Sementara pada perairan yang telah tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi
200 mg/l. Oleh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik
untuk kegiatan perikanan (Fakhri 2000).
Nutrien (terutama N dan P)
Nutrien dalam air yang menjadi parameter kunci pada pengujian kualitas air
adalah N (Total Nitrogen) dan P (Total Phospor). Keberadaan Nitrogen (N) dalam
air dapat menunjukkan keberadaan senyawa organik seperti protein, urea, hingga
hasil proses penguraian. Turunan Nitrogen dalam air dapat berupa ammonia
nitrogen (NH3), ion ammonia (NH4+), ion nitrit (NO2-), dan ion nitrat (NO3-). Bila
keberadaan total nitrogen dalam air tidak ada, maka seluruh turunan nitrogen juga
tidak ada. Bila keberadaan total nitrogen ada, maka diperlukan pengujian lanjut
untuk mengidentifikasi turunan nitrogen yang berada dalam badan air.
Keberadaan Phospor tidak berbeda jauh dengan keberadaan Nitrogen.
Phospor juga menunjukkan keberadaan senyawa organik seperti protein, urea, dan
hasil proses penguraian. Keberadaan Phospor dapat menyebabkan perkembangan

6
pesat alga dan tanaman air yang mengakibatkan turunnya nilai oksigen terlarut
karena pengonsumsian berlebihan di waktu bersamaan (Hidayah 2013).

Model AGNPS
AGNPS (Agricutural Non Point Source Pollution Model) pertama kali
dikembangkan di North Central Soil Conservation Research Laboratory USDAAgricultural Research Service (ARS) bekerjasama dengan Minnesota Pollution
Control Agency (MPCA) dan Soil Conservation Service (SCS) (Young et al 1987).
Model ini dikembangkan untuk menganalisa dan menduga kualitas aliran
permukaan yang berasal dari daerah tangkapan suatu kegiatan dengan luasan kecil
sampai dengan luas 50.000 acres atau kurang lebih sekitar 20.242 Ha (202 km2).
Hasil pendugaan bisa digunakan untuk perbandingan dengan penampilan suatu
DAS dengan kejadian hujan yang sama. Setelah DAS dapat diidentifikasi potensi
pencemarannnya, usaha-usaha penanganannya dapat direkomendasikan dengan
dasar penilaian dampak penerapan alternatif kegiatan pengelolaan tertentu.
Dengan memasukan input data yang selaras dengan berbagai alternatif kegiatan
pengelolaan maka potensi pencemaran dan alternatif penanggulangannya dapat
diduga dan direncanakan.
Model ini mensimulasikan perilaku aliran permukaan, sedimen dan
transport hara dari suatu tangkapan dimana kegiatan pertanian merupakan
kegiatan utama di daerah tersebut. Unsur hara yang dimaksud meliputi Nitrogen
(N) dan phospor (P). Kedua unsur tersebut merupakan unsur esensial dalam hara
tanaman dan merupakan penyumbang utama pencemaran air oleh unsur hara.
Selain unsur tersebut, model juga mempertimbangkan faktor COD. COD adalah
oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik yang
terkandung dalam air. Dengan demikian COD bisa digunakan sebagai indikator
pencemaran air. Komponen dasar model adalah komponen, erosi serta transport
sedimen dan unsur hara.
Model AGNPS bekerja berbasis sel. Sel yang dibuat merupakan areal
persegi empat dengan ukuran ynag sama untuk semua sel. Seluruh daerah
tangkapan dibagi kedalam sel-sel yang berukuran sama. Pencemar potensial
ditelusuri melalui sel menuju ke outlet. Semua karakteristik dan input dalam
daerah tangkapan tercermin dalam level sel. Ukuran sel yang direkomendasikan
yaitu 1 Ha (2,5 acre) apabila luas DAS kurang dari 2.000 acre, namun untuk DAS
dengan luas lebih dari 2000 acre (800 hektar), disarankan sel yang dibuat
berukuran 40 acre (16 hektar) atau lebih (Young et al 1989). AGNPS ini
merupakan model terdistribusi dengan kejadian hujan tunggal dan homogen.
Untuk meningkatkan akurasi/ketepatan hasil dilakukan dengan memperkecil
ukuran sel. Tetapi hal ini akan meningkatkan jumlah waktu dan tenaga yang
diperlukan untuk menjalankan model. Sebaliknya dengan ukuran sel yang besar
akan memperkecil jumlah tenaga dan waktu yang dibutuhkan dengan konsekuensi
akurasi hasil menjadi turun sebagai akibat memperlakukan daerah yang luas
sebagai unit yang homogen.

7
Parameter Masukan Model AGNPS
Ada dua parameter masukan dalam model AGNPS yaitu inisial data dan
data per sel. Parameter masukan inisial data meliputi: (1) identifikasi DAS, (2)
deskripsi DAS, (3) luas sel (acre), (4) jumlah sel, (5) curah hujan (inci), (6)
konsentrasi N dalam curah hujan (ppm), (7) energi intensitas curah hujan
maksimum 30 menit (EI30), (8) durasi curah hujan (jam), (9) perhitungan debit
puncak aliran, (10) perhitungan geomorfik dan (11) faktor bentuk hidrograf.
Parameter masukan per sel dalam model AGNPS terdiri dari 22 parameter.
Parameter masukan tersebut adalah: (1) nomor sel, (2) nomor sel penerima, (3)
divisi sel, (4) divisi sel penerima, (5) arah aliran, (6) bilangan kurva aliran
permukaan, (7) kemiringan lereng (%), (8) faktor bentuk lereng, (9) panjang
lereng, (10) koefisien aliran manning, (11) faktor erodibilitas tanah, (12) faktor
pengelolaan tanaman, (13) faktor pengelolaan tanah, (14) konstanta kondisi
permukaan, (15) faktor COD, (16) tekstur tanah, (17) indikator pemupukan, (18)
indikator pestisida, (19) indikator point source, (20) indikator tambahan erosi,
(21) faktor genangan, dan (22) indikator saluran (Young et al 1989).

Parameter Keluaran Model AGNPS
Hasil keluaran dari model AGNPS dapat berupa grafik dan tabular dengan
informasi yang sangat lengkap, baik keluaran DAS maupun keluaran per sel.
Keluaran DAS meliputi: (1) volume aliran permukaan, (2) laju puncak aliran
permukaan, (3) total hasil sedimen, (4) total N dalam sedimen, (5) total N terlarut
dalam aliran permukaan, (6) konsentrasi N terlarut dalam aliran permukaan, (7)
total P dalam sedimen, (8) total P terlarut dalam aliran permukaan, (9) konsentrasi
P terlarut dalam aliran permukaan, (10) total COD terlarut, dan konsentrasi
terlarut dalam aliran permukaan. Keluaran per sel dari masing-masing sel yang
terdapat dalam DAS dapat berupa:
a. Hidrologi, meliputi: (1) volume aliran permukaan, (2) laju puncak aliran
permukaan, dan (3) bagian aliran permukaan yang dihasilkan di dalam sel.
b. Sedimen, meliputi: (1) hasil sedimen, (2) konsentrasi sedimen, (3) distribusi
ukuran partikel sedimen, (4) erosi yang dipasok dari sel sebelah atasnya, (5)
jumlah deposisi, (6) sedimen di dalam sel, (7) rasio pengkayaan oleh ukuran
partikel dan (8) rasio pengangkutan oleh ukuran partikel
c. Kimiawi, meliputi: (1) nitrogen (massa N per satuan luas dalam sedimen,
konsentrasi dari material terlarut, dan massa dari material terlarut), (2) phospor
massa P per satuan luas dalam sedimen, konsentrasi dari material terlarut dan
massa dari material terlarut), dan (3) COD (konsentrasi COD, dan massa COD
terlarut per satuan luas (Young et al 1989)

8

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian “Aplikasi AGNPS untuk Menganalisis Tingkat Kualitas Air
Sungai Ciujung Kabupaten Serang, Banten” dilaksanakan selama 3 bulan pada
bulan Februari-April 2014. Pengambilan data sekunder didapat dari badan-badan
dan instansi terkait yaitu BPDAS Ciliwung-Cisadane, Badan Penelitian Tanah dan
Agroklimat Bogor serta BPLHD Kabupeten Serang. Pengolahan dan analisis data
dilakukan di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian
Bogor. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah software
MWAGNPS sebagai model untuk menduga kualitas air aliran permukaan dari
daerah tangkapan, komputer, peta lokasi, dan peta-peta penunjang seperti peta
jenis tanah (Lampiran 4) dan peta penggunaan lahan (Lampiran 3).

Tahapan dan Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan 2 tahapan, yaitu tahap pengumpulan data dan
tahap analisis. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data-data
terkait yang akan digunakan pada proses analisis. Data sekunder diperoleh dari
instansi terkait dan studi literatur. Data yang diperlukan pada penelitian ini antara
lain data luas lahan pertanian dan curah hujan Tahun 2013. Penelitian akan bisa
dilaksanakan dengan baik jika telah dilakukan rencana tahapan pelaksanaan dan
prosedur analisis yang benar. Dalam penelitian ini dilakukan tahapan pelaksanaan
dan prosedur sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah
2. Studi pustaka
3. Pengumpulan data dasar berupa peta penutupan lahan, peta kontur, peta
jenis tanah, peta jaringan sungai, dan data curah hujan
4. Pembuatan grid sel model AGNPS
5. Analisis kualitas air sungai menggunakan AGNPS
6. Perbandingan hasil pemodelan AGNPS dengan data sekunder yang telah
ada
Tahapan dan prosedur penelitian akan lebih jelas seperti disajikan dalam
Gambar 1.

9

Gambar 1 Bagan alir penelitian

Tahapan Analisis
Grid Sel Model AGNPS
Pembuatan grid sel dilakukan pada MapWindow version 4.8.8 dengan
ukuran sel yang direkomendasikan. Setiap selnya diberikan nomor berurutan dari
kiri ke kanan dan dimulai dari atas ke bawah sesuai ketentuan model AGNPS.
Pemilihan sel disesuaikan dengan yang direkomendasikan yaitu 1 Ha (2,5 acre)
apabila luas DAS kurang dari 2000 acre, namun untuk DAS dengan luas lebih dari
2000 acre (800 hektar), disarankan sel yang dibuat berukuran 40 acre (16 hektar)
atau lebih (Young et al 1989). Pada pembuatan grid DAS Ciujung Kabupten
Serang ini ukuran grid yang digunakan 2 km sehingga luas sel nya yaitu 4 km2.
Total sel yang dihasilkan yaitu sebanyak 531 sel.
Pembangkitan Data Masukan Model AGNPS
Pembangkitan data setiap sel untuk data spasial dilakukan dengan
menggunakan MapWindow. Tahapan pembangkitan data setiap sel yaitu overlay
peta kontur, peta jaringan sungai, peta jenis tanah, dan peta penutupan lahan
dengan peta daerah tangkapan air (DTA) yang telah terbentuk dan dilakukan
pemotongan. Selain peta, data masukan juga berasal dari data yang diperoleh dari
intansi terkait yaitu seperti curah hujan.
Data turunan peta kontur
Parameter panjang lereng diperoleh dari pengukuran peta kontur yang dioverlay dengan peta grid sel, sedangkan parameter kemiringan lereng dan arah
aliran diperoleh dari data DEM (Digital Elevation Model).

10
Data Turunan Peta Jenis Tanah
Dari peta jenis tanah dapat diturunkan parameter tekstur dan faktor
erodibilitas tanah. Pada peta jenis tanah dilakukan penambahan data atribut nilai
tekstur dan nilai erodibilitas tanah. Nilai tekstur tanah diperoleh dari peta tanah,
sedangkan nilai faktor erodibilitas tanah diperoleh dari hasil penelitian Balai
Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Data Turunan Peta Penutupan Lahan
Peta penutupan lahan dapat diturunkan parameter: faktor pengelolaan
tanaman, tindakan konservasi tanah, koefisien kekasaran Manning, dan bilangan
kurva aliran permukaan. Pemasukan nilai parameter tersebut disesuaikan dengan
hasil pengamatan dan identifiikasi lapangan. Untuk memperoleh nilai parameter
masukan setiap sel, dilakukan proses gridding terhadap peta tutupan lahan
tersebut (Young et al 1989)
Data Turunan Peta Jaringan Sungai
Dari peta jaringan sungai dapat diturunkan parameter: indikator saluran,
kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran. Nilai
kemiringan lereng saluran, kemiringan sisi saluran, dan panjang saluran diperoleh
dari hasil penghitungan maupun dengan asumsi sesuai dengan ketentuan model
AGNPS.
Analisis Keluaran Model AGNPS
Analisis keluaran model dilakukan terhadap keluaran model pada pelepasan
DTA (outlet) maupun pada setiap sel. Analisis hasil keluaran kualitas air sungai
dilihat dari parameter COD, N, dan P. Hasil analisis yang telah didapat dari model
AGNPS kemudian dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya.
Status Mutu Air Sungai
Penentuan kriteria mutu air sungai berdasarkan kelas menggunakan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Nilai parameter kimia COD, N, dan P yang telah
didapat dari model AGNPS dan telah dibandingkan dengan data sekunder
dibandingkan dengan baku mutu kualitas air sungai sesuai PP 82 Tahun 2001.
Baku mutu yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4. Tahapan analisis ini
disajikan lebih jelas pada Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik DAS Ciujung
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung terdiri dari sub DAS Ciujung Hulu,
Ciujung Tengah dan Ciujung Hilir. Bagian hulu DAS ini terletak di Kabupaten
Lebak yaitu antara 106˚ 03’-106˚ 16’ BT dan 6˚ 29’-6˚ 42’ LS. Bagian hulu ini
dibatasi oleh:

11
a.
b.
c.
d.

Sebelah Barat berbatasan dengan Sub DAS Cisimeut
Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Cilaman
Sebelah Utara berbatasan dengan Sub DAS Ciujung Tengah
Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Cimandur
DAS Ciujung Tengah-Hilir terletak antara 106°02’07”-106°21’36” BT dan
5°56’05”-6°18’36” LS yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Pandeglang dan
Kabupaten Serang. Adapun batas wilayah Sub DAS Ciujung Tengah-Hilir adalah
a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciruas, Kecamatan Baros,
Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Kasemen, dan Kecamatan Pontang
Kabupaten Serang
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Carenang, Kecamatan
Cikande, dan Kecamatan Kopo Kabupaten Serang
c. Sebelah Utara berbatsana dengan Laut Jawa
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kopo, Kecamatan
Pabuaran, dan Kecamatan Petir Kabupaten Serang
Luas DAS Ciujung sekitar 1850 km2 dengan panjang sungai 142 km. DAS
Ciujung mengalir dari sumber mata air yang berasa di Gunung Endut dan Gunung
Karang ke Laut Jawa dengan melewati Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang.
Sub DAS Ciujung Hulu mempunyai tiga anak sungai utama yaitu sungai Ciujung
Hulu, sungai Ciberang, dan sungai Cisimeut dengan pertemuan di daerah Kota
Raskasbitung.
Topografi DAS Ciujung Hulu sebagian besar terletak pada kemiringan agak
curam yaitu sekitar 30,37% dari total seluruh lahan sedangkan DAS Ciujung
Tengah-Hilir didominasi oleh kemiringan yang datar. Adapun luas DAS Ciujung
berdasarkan kelerengan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas DAS Ciujung berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng
Luas Sub DAS
Luas Sub DAS
Kemiringan
Ciujung Hulu
Ciujung Tengah Hilir
Kelas
Lereng (%)
Ha
%
Ha
%
I
0-8
2,23
10,52
62005
90,14
II
8-15
4,67
22,00
3445
5,01
III
15-25
6,53
30,73
3334
4,85
IV
25-45
4,19
19,74
V
>45
3,62
17,01
Jumlah
21,24
100
68784
100
Sumber: RTL-RLKT DAS Ciujung tahun 1999

Lahan yang berada di sisi kiri dan kanan Daerah Aliran Sungai Ciujung
secara umum merupakan daerah perbukitan, perkebunan, hutan, sawah,
pemukiman, industri dan sebagainya. Jenis lahan yang ada sangat dipengaruhi
oleh keberadaan tempat tersebut terhadap topografi sungai yang ada.

Pemasukan Model AGNPS
Pembuatan grid DAS Ciujung Kabupaten Serang ini ukuran grid yang
digunakan 2 km sehingga luas setiap sel nya yaitu 4 km2. Total sel yang

12
dihasilkan yaitu sebanyak 531 sel. Semakin banyak jumlah sel yang digunakan
atau semakin kecil ukuran grid maka akan akurasi hasil akan semakin tinggi
namun akan mengurangi kemampuan model AGNPS dalam membaca data
masukan. Penomoran sel secara otomatis akan muncul di setiap sel dengan
berurutan dari kiri ke kanan dan dimulai dari atas ke bawah. Berikut ini tampilan
gridding yang dihasilkan pada model AGNPS pada DAS Ciujung Kabupaten
Serang.

Gambar 2 Peta grid model AGNPS
Pemotongan atau clip pada masing-masing sel digunakan yaitu sebesar 50%.
Besarnya presentase clip berguna untuk menentukan batas presentase lahan yang
akan di gridding per selnya. Sehingga lahan yang akan diberikan sel yaitu lahan
yang memenuhi lebih dari 50% per selnya.
Pemasukan data dibagi menjadi dua bagian yaitu inisial data dan data per sel.
Sebelum pemasukan data, diperlukan pembuatan file yang diperuntukan berisi
parameter-parameter masukan untuk data per sel. File database ini dalam bentuk
microsoft access database. Pemasukan inisial data berisi (1) identifikasi DAS, (2)
deskripsi DAS, (3) luas sel (acre), (4) jumlah sel, (5) curah hujan (inci), (6)
konsentrasi N dalam curah hujan (ppm), (7) energi intensitas curah hujan
maksimum 30 menit (EI30), (8) durasi curah hujan (jam), (9) perhitungan debit
puncak aliran, (10) perhitungan geomorfik dan (11) faktor bentuk hidrrograf.
Pengisian parameter tersebut berdasarkan data lapangan dapat dilihat pada
Gambar 3.

13

Gambar 3 Tampilan pemasukan inisial data
Parameter masukan pada database yaitu (1) nomor sel, (2) nomor sel
penerima, (3) divisi sel, (4) divisi sel penerima, (5) arah aliran, (6) bilangan kurva
aliran permukaan, (7) kemiringan lereng (%), (8) faktor bentuk lereng, (9) panjang
lereng, (10) koefisien aliran manning, (11) faktor erodibilitas tanah, (12) faktor
pengelolaan tanaman, (13) faktor pengelolaan tanah, (14) konstanta kondisi
permukaan, (15) faktor COD, (16) tekstur tanah, (17) indikator pemupukan, (18)
indikator pestisida, (19) indikator point source, (20) indikator tambahan erosi,
(21) faktor genangan, dan (22) indikator saluran (Young et al 1989). Nilai
parameter-parameter tersebut dimasukkan berdasarkan ketentuan yang ada sesuai
kondisi lahan, tanah dan topografi DAS tersebut. Pemasukan data per sel dapat
dilihat tampilannya pada Lampiran 5.
Pemodelan dengan menggunakan AGNPS ini juga dibutukan data DEM
(Digital Elevation Model). DEM ini merupakan suatu model yang
mempresentasikam ketinggian muka bumi dengan format raster. DEM digunakan
untuk memperoleh parameter kemiringan lereng dan arah aliran. Selain itu, karena
keterbatasan, data DEM yang digunakan yaitu ukuran 30m x 30 m. Contoh DEM
DAS Ciujung yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. DEM ini di extract
sehingga menghasil arah aliran seperti pada Gambar 5.

14

Gambar 4 DEM (Digital Elevation Model) DAS Ciujung

Gambar 5 Arah aliran

15

Peta yang digunakan selain data DEM yaitu peta tutupan lahan dan peta
jenis tanah. Format file yang dipergunakan sama seperti peta polygon yaitu berupa
shapefile. Attribute pada peta tanah harus disesuaikan dengan ketentuan AGNPS.
Hal ini dikarenakan atribut memiliki nilai sebagai masukan pada pemodelan
AGNPS.
Peta penutupan lahan dapat diturunkan parameter faktor pengelolaan
tanaman, tindakan konservasi tanah, koefisien kekasaran manning dan bilangan
kurva aliran permukaan. Pemasukan nilai tersebut disesuaikan dengan hasil
pengamatan dan identifikasi lapangan. Kedua peta ini dimasukkan ke dalam
model dengan cara di extract dari menu Model Data sama seperti dengan data
DEM. Berikut ini tampilan peta tanah dan peta penggunaan lahan yang digunakan.

Gambar 6 Peta jenis tanah

16

Gambar 7 Peta penggunaan lahan

Kualitas Air Sungai Ciujung
Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air Sungai Ciujung telah dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang di 5 titik lokasi dengan menggunakan 7
parameter yaitu BOD, COD, DO, NO3, NO2, Cr, dan Cu. Data ini didapatkan
berdasarkan pemantauan Sungai Ciujung Desember Tahun 2013 dari bagian Hulu
(Jembatan Pamarayan) sampai dengan Hilir (Jembatan Jongjing). Hasil ini
mengacu pada Kriteria Mutu Air sesuai kelas air pada Peraturan Pemerintah
No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Penelitian ini kualitas Sungai Ciujung dikaji menggunakan kriteria mutu air
kelas II. Kelas II ini diperuntukan sebagai prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut. Sehingga hasil pengukuran dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas
II. Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciujung disajikan pada Tabel 2.

17

Tabel 2 Hasil pengukuran kualitas air Sungai Ciujung
BOD
COD
DO
NO3
NO2
Cr
Lokasi
mg/L
Pamarayan 5,4
13,6
5,9
0,5
0,02
0,3
Keragilan 4,1
9,27
3,9
0,6
0,02
0,44
Sukamaju 5,6
13,53
5,9
0,5
0,02
0,51
Kamaruton 13
25,48
4,2
0,7
0,03
0,68
Jongjing
3,5
12,77
5,2
0,1
0,02
0,38
BML II
3
25
4
10
0,06
0,05

Cu
1,09
1,13
1,92
0,82
0,55
0,02

Sumber : BLH Kabupaten Serang (2013), Baku mutu air sungai mengacu PP No. 82 Tahun 2001

Dari hasil pengukuran yang dilakukan BLH Kabupaten Serang, parameter
yang tidak melebihi baku mutu air sungai kelas II menurut PP 82/2001 yaitu NO3
dan NO2. Parameter BOD, DO, Cr, dan Cu diseluruh lokasi melebihi baku mutu
sedangkan untuk parameter COD hanya di salah satu lokasi yang melebihi baku
mutu yaitu di Kamaruton.
Hasil Simulasi Model AGNPS
a. Chemical Oxygen Demand (COD)
Kandungan senyawa organik dalam air yang dinyatakan dalam COD
sesuai masing-masing lokasi disajikan pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8 Nilai COD hasil simulasi dan Observasi
Hasil simulasi dengan model AGNPS menunjukan bahwa nilai COD antar titik
terlihat beragam. Kandungan COD simulasi tertinggi berada di lokasi
Kamaruton yaitu sebesar 9,1 mg/L. Tingginya konsentrasi COD ini diduga
bersumber dari pupuk kandang yang tererosi dari lahan pertanian dan masuk ke
badan sungai.
Nilai COD simulasi kecenderungan sama dengan hasil observasi.
Kandungan COD pada setiap lokasi sesuai simulasi memiliki nilai lebih rendah
dibanding dengan hasil observasi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan
Hidup Kabupaten Serang. Rendahnya hasil dari simulasi dibandingkan dengan
hasil observasi menurut Guluda (1996) dikarenakan hasil dari simulasi
merupakan kandungan COD yang didasarkan pada penggunaan lahan pertanian.

18
Berdasarkan Gambar 8, kandungan COD dari hasil simulasi maupun
hasil observasi keduanya memenuhi kriteria mutu air kelas II Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kecuali kandungan COD pada obervasi pada
lokasi Kamaruton. Hal ini diduga terjadi karena senyawa organik pencemar
yang berasal dari limbah pertanian dan peternakan yang terbawa aliran
permukaan. Hasil observasi pada lokasi Kamaruton memiliki nilai kandungan
COD tertinggi dikarenakan pencemar bukan hanya berasal dari pertanian
melainkan juga dari domestik dan industri.

Gambar 9 COD simulasi dan observasi
Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh dari simulasi
dengan menggunakan AGNPS memiliki nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0,7896. Nilai koefisien determinasi umumnya antara 0-1. Nilai R2
menunjukkan besarnya kecocokan model dengan data yang telah ada. Semakin
tinggi nilai R2 atau mendekati angka 1 maka semakin sempurna hubungan
model dengan data yang ada. Nilai regresi linier lebih dari 0,7 dikatakan
hubungan sempurna (Gujarati 2003). Hal ini berarti hasil model AGNPS
menghasilkan memiliki hubungan sempurna dengan data yang telah ada.
b. Nitrogen (N)
Simulasi pada Model AGNPS juga menghasilkan Nitrogen (N). Sesuai
yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa Nitrogen dalam air dapat
berupa ammonia nitrogen (NH3), ion ammonia (NH4+), ion nitrit (NO2-), dan
ion nitrat (NO3-). Walaupun model AGNPS tidak merinci bentuk-bentuk
nitrogen yang ada pada aliran permukaan, tetapi dari hasil observasi Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang didapatkan konsentrasi nitrit dan nitrat.
Hasil simulasi Nitrogen dengan turunan nitrit yang dibandingkan dengan
hasil observasi beserta baku mutu dapat dilihat pada Gambar 10.

19

Gambar 10 Nilai NO2 (Nitrit) hasil simulasi dan Observasi
Sama halnya dengan COD, hasil simulasi nilai NO2 antar titik terlihat beragam.
Kandungan NO2 simulasi tertinggi berada di lokasi Kamaruton yaitu sebesar
0,006 mg/L. Tingginya konsentrasi NO2 ini juga bersumber dari pupuk
kandang yang tererosi dari lahan pertanian dan masuk ke badan sungai.
Nilai NO2 simulasi memiliki kecenderungan yang sama pada lokasi
Sukamaju hingga Jongjing. Hasil observasi lebih tinggi dibanding dengan hasil
simulasi. Adanya perbedaan hasil ini dikarenakan hasil simulasi hanya
berdasarkan pencemar yang berasal dari pertanian. Sedangkan hasil observasi
memiliki nilai tinggi dikarenakan pencemar juga berasal dari domestik dan
industri.
Berdasarkan Gambar 10, kandungan NO2 dari hasil simulasi maupun
hasil observasi keduanya memenuhi kriteria mutu kelas II Pemerintah No. 82
Tahun 2001. Begitu pula dengan hasil observasi secara keseluruhan memiliki
nilai kandungan NO2 dibawah kriteria baku mutu. Hasil kecocokan model
AGNPS NO2 simulasi dengan observasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 11 NO2 simulasi dan observasi
Gambar 11 diatas menunjukan hasil yang diperoleh dari simulasi dengan
menggunakan AGNPS memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
0,6382. Hal ini berarti hasil model AGNPS untuk parameter NO2 belum
memiliki hubungan sempurna dengan data yang telah ada. Hal ini dapat

20
disebabkan hasil simulasi yang belum akurat karena simulasi hanya
berdasarkan pencemar yang berasal dari pertanian.
Turunan nitrogen yang selanjutnya digunakan yaitu Nitrat (NO3). Nitrat
memiliki kesamaan dengan nitrit dan COD yaitu berasal dari penggunaan
pupuk. Hasil simulasi NO3 dapat dilihat pada Gambar 12 berikut.

Gambar 12 Nilai NO3 (Nitrat) hasil simulasi dan Observasi
Pada Gambar 12 baik nitrat pada simulasi maupun observasi keduanya
memenuhi kriteria baku mutu kelas II Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001. Secara keseluruhan, kecenderungan simulasi dan observasi memiliki
kesamaan dengan lokasi Kamaruton yang memiliki kandungan Nitrat yang
tertinggi yaitu sebesar 0,006 mg/L. Untuk melihat hubungan kecocokan model
dengan data yang ada, maka dapat dilihat Gambar 12 berikut.

Gambar 13 NO3 Simulasi dan Observasi
Hasil simulasi NO3 juga memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0,7151.
Hal ini menunjukkan model AGNPS memiliki hubungan sempurna dengan
data yang telah ada dikarenakan memiliki nilai R2 lebih dari 0,7. Tingginya
Nitrit dan Nitrat dalam air dapat menunjukkan keberadaan senyawa organik
seperti urea. Senyawa organik ini berasal dari dari pupuk yang digunakan
sebagai pendukung dalam aktivitas pertanian.

21
c. Phospor (P)
Phospor dalam air umumnya berupa fosfat. Semakin rendah kadar fosfat
dalam air maka pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang. Namun,
apabila perkembangan alga dan tanaman air pesat maka akan mengakibatkan
turunnya nilai oksigen terlarut karena konsumsi yang berlebihan di waktu
bersamaan. Turunnya nilai oksigen ini yang menyebabkan kualitas air menurun.
Hasil simulasi konsentrasi Phospor pada semua lokasi memiliki nilai
dibawah baku mutu kelas II sesuai PP No. 82 Tahun 2001. Berikut ini
konsentrasi phospor pada lima lokasi disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil Phospor Simulasi
Nilai koefisien determinasi untuk hasil Phospor pada simulasi AGNPS tidak
dapat diketahui karena Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang tidak
melakukan observasi pada parameter Phospor. Konsentrasi Phospor tertinggi
berada di lokasi Jongjing yaitu sebesar 0,05 mg/L. Daerah ini sungai mengalami
kekeruhan yang meningkat akibat kandungan oksigen terlarut dalam perairan
menurun. Tinggi kadar Phospor ini dapat berasal dari urea yang digunakan
sebagai pupuk dalam pendukung keberhasilan panen pertanian. Terbawanya unsur
urea ini akibat limpasan pada saat hujan. Hal ini yang menyebabkan air limpasan
masuk ke dalam badan sungai sehingga kualitas air sungai menurun.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

Simpulan yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kualitas air yang didapat dengan model AGNPS menunjukkan kandungan
COD tertinggi berada di lokasi Kamaruton sebesar 9,1 mg/L. Kandungan
Nitrogen tertinggi berada di lokasi Kamaruton yaitu sebesar 0,006 mg/L
sedangkan untuk Phospor, kandungan tertinggi berada di lokasi Jongjing
yaitu sebesar 0,005 mg/L. Secara keseluruhan COD, N, dan P hasil simulasi
menunjukkan berada dibawah baku mutu air sesuai Peraturan Pemerintah
No. 82 Tahun 2001. Rendahnya konsentrasi masing-masing parameter ini
disebabkan karena analisis Model AGNPS hanya dilihat sesuai aktivitas
pertanian.

22
2.

Perbandingan hasil simulasi dan observasi menunjukan nilai R2 diatas 0,7.
Nilai R2 lebih dari 0,7 menunjukan model AGNPS memiliki korelasi yang
cukup erat dengan observasi, walaupun nilai hasil simulasi lebih rendah dari
observasi.

Saran
1.
2.
3.

Perlu dilakukan analisis mengenai parameter penyebab turunnya kualitas air
sungai selain COD, N, dan P.
Perlu dilakukan pengukuran langsung ke lapangan dengan beberapa titik
lokasi sampling agar didapatkan hasil yang lebih akurat.
Rekomendasi untuk pemerintah setempat yaitu untuk melakukan
pengelolaan yang baik di daerah aliran sungai Ciujung agar mengurangi
penurunan kualitas air.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Asrib A. R., Purwanto, Sukandi dan Erizal. 2014. Analysis of Erosion Level
Using Map Windows Agricultural Non-point Source Pollution
(MWAGNPS) on Jeneberang Sub-watershed South Sulawesi Province.
International Journal of Science and Engineering (IJSE).
Asrib, A R. 2012. Model Pengendalian Sedimentaso Waduk akibat Erosi Lahan
dan Longsoran di Waduk Bili-Bili Sulawesi Selatan. Program Pascasarjana.
IPB. Bogor.
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. 2013. Data Pengukuran Kualitas
Air Sungai Ciujung Kabupaten Serang Tahun 2013.
Gujarati. 2003. Regresi Liner dan Koefisien Determinasi. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
Guluda, R D. 1996. Penggunaan Model AGNPS untuk Memprediksi Aliran
Permukaan, Sedimen, dan Hara N, P dan COD di Daerah Tangkapan Citere,
Sub DAS Citarik, Pengalengan [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana IPB.
Hadinugroho, H Y S. 2000. Evaluasi Dampak Pengelolaan Lahan terhadap
Kualitas Aliran Sungai dan Pendapatan Petani di Sub DAS Gobeh,
Wonogiri, Jawa Tengah [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Hidriani, Heny. 2013. Kajian Peningkatan Kualitas Air Sungai Ciujung
berdasarkan Parameter Senyawa AOX (Adsorbable Organic Halides)
dengan Model WASP (Water Quality Analysis Simulation Program) dan
Model Dinamis [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Nugroho, S P. 2000. Analisis Aliran Permukaan, Sedimen, dan Hara Nitrogen,
Fosfor dan Kebutuhan Oksigen Kimiawi dengan Menggunakan Model
AGNPS di Sub DAS Dumpul [Disertasi], Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana
IPB.

23
Nugroho, S P. 2010. Pengaruh Ukuran Sel terhadap Hasil Prediksi Model AGNPS
dalam Evaluasi Pengendalian Kualitas Perairan dari Sumber Pencemar
pertanian. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 1: No. 3. Desember 2000 :
219-226.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai
Dengan QUAL2E [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Young, R A., C.A. Onstad, D.D. Bosch, W.P. Anderson. 1987. Agricultural NonPoint Source {PRIVATE} Pollution Model Version 4.03. AGNPS User
guide. USDA-ARS. United State of America.
Yuliastuti. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai Ngringo Karanganyar dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air [Tesis]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro.

24
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

25
Lampiran 2 Peta lokasi sampling Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang

26
Lampiran 3 Tahapan analisis model AGNPS
Grid Sel Model AGNPS
Tahapan dalam membuat grid sel model AGNPS dengan menggunakan Map
Window:
1. Melakukan gridding peta DTA Ciujung yang telah ada. Penentuan grid
didasarkan pada luas DTA dan luas maksimum model AGNPS. Apabila luas
DAS kurang dari 2000 acre maka direkomendasikan ukuran sel 2,5 acre atau
1 Ha (Young et al 1990).
2. DTA yang telah berbentuk grid selanjutnya diubah ke dalam bentuk point.
3. DTA yang telah berbentuk point dibuat gridding kembali dengan ukuran yang
sama dengan proses gridding sebelumnya. Hasil tersebut kemudian disimpan
dalam bentuk shapefile sehingga DTA menjadi grid-grid sel.
4. Selanjutanya penghapusan terhadap grid sel yang bentuknya tidak perseg