Formulasi Surfaktan MES Sebagai Acid Stimulation Agent untuk Lapangan Karbonat (Studi Kasus: Lapangan T)

FORMULASI SURFAKTAN MES SEBAGAI ACID STIMULATION
AGENT UNTUK LAPANGAN KARBONAT
(STUDI KASUS: LAPANGAN T)

RAYSA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Surfaktan
MES Sebagai Acid Stimulation Agent Untuk Lapangan Karbonat (Studi Kasus:
Lapangan T)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Raysa
NIM F34090159

ABSTRAK
RAYSA. Formulasi Surfaktan MES Sebagai Acid Stimulation Agent Untuk
Lapangan Karbonat (Studi Kasus: Lapangan T). Dibimbing oleh ERLIZA
HAMBALI dan PUDJI PERMADI.
Penurunan produktivitas suatu sumur minyak dapat diakibatkan oleh
penyumbatan oleh scale dan juga kondisi di dalam sumur minyak itu sendiri.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
melakukan suatu proses stimulasi dengan menggunakan acid stimulation agent.
Larutan ini terdiri dari surfaktan, air injeksi, dan asam. Surfaktan berperan
menurunkan tegangan permukaan dan antar muka, air injeksi sebagai media
pelarut surfaktan, dan asam berperan sebagai pelarut scale karbonat. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari formula acid stimulation agent terbaik yang dapat
meningkatkan produktivitas sumur minyak. Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan air injeksi dan minyak mentah yang diambil dari sumur

minyak Lapangan T. Surfaktan diujikan pengaruhnya pada konsentrasi 0,5%; 1%;
1,5%; 2%; 3%; 4%; 5%; dan 6% (b/b). HCl ditambahkan pada larutan surfaktan
sebanyak 5%, 10%, dan 15% (b/b). Sedangkan CH3COOH ditambahkan sebanyak
2%. Dari hasil formulasi diperoleh formula dengan kinerja terbaik pada formula
SMES 4% + HCl 5% + CH3COOH 2% dengan nilai IFT sebesar 6.74 x 10-2
dyne/cm dan derajat kelarutan 20.7%. Formula ini memiliki ketahanan yang baik
terhadap suhu tinggi hingga 90oC dan mampu merubah sifat kebasahan batuan
menjadi semakin water wet.
Kata kunci: scale karbonat, surfaktan MES, asam, acid stimulation agent

ABSTRACT
RAYSA. Methyl Ester Sulphonate Surfactant Formulation as Acid Stimulation
Agent For Carbonate Field Application (Case Study: T Field). Supervised by
ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI.
The decrease of oil well productivity can be affected by the scale blockage and the
conditions inside of the oil well. This problem can be solved by stimulating the oil
well with an acid stimulation agent. This chemical solution contains of surfactant,
brine, and acid. The surfactant reduces the interfacial and surface tension, the
brine dissolves the surfactant, and the acid has a function as carbonate scale
solvent. This research was conducted to find the formula of acid stimulation agent

that gives the best performance to improve the oil well productivity. The materials
used in this research were the oil well fluids that consist of formation water and
crude oil from T oil field. The surfactants (MES and SMES) concentration used in
this research was 0.5%, 1%, 1.5%, 2%; 3%, 4%, 5%, and 6% (w/w). HCl
concentration added to surfactant solution were 5%, 10%, and 15% (w/w). At the
last, 2% CH3COOH was added to this formula. The formula that gave the best
performance was SMES 4% + HCl 5% + CH3COOH 2% with IFT value 6.74x10-2

dyne/cm and the solubility degree 20.7%. This formula has good resistance to
high temperature of 90oC and has good capability of changing the core wettability
to become more water-wet.
Keyword: carbonate scale, methyl ester sulphonate, acid, acid stimulation agent

FORMULASI MES SEBAGAI ACID STIMULATION AGENT
UNTUK LAPANGAN KARBONAT
(STUDI KASUS: LAPANGAN T)

RAYSA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Formulasi Surfaktan MES Sebagai Acid Stimulation Agent untuk
Lapangan Karbonat (Studi Kasus: Lapangan T)
: Raysa
Nama
: F34090159
NIM

Disetujui oleh


Prof Dr Erliza Hambali
Pembimbing I

TanggaJ Lulus:

Prof Dr Pudii Permadi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Formulasi Surfaktan MES Sebagai Acid Stimulation Agent untuk
Lapangan Karbonat (Studi Kasus: Lapangan T)
Nama
: Raysa
NIM
: F34090159

Disetujui oleh

Prof Dr Erliza Hambali
Pembimbing I


Prof Dr Pudji Permadi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah
aplikasi surfaktan Metil Ester Sulfonat sebagai produk turunan kelapa sawit di
bidang perminyakan.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Erliza Hambali dan Bapak
Prof Dr Pudji Permadi atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis
selama pengerjaan karya ilmiah ini. Juga kepada Surfactant and Bioenergy

Research Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB
yang telah mensposori penelitian penulis.
Terima kasih yang tak terhingga juga penulis haturkan kepada Umar
Alkatiri dan Firdaus Saleh yang telah memberikan dukungan moril, materil, serta
kasih sayang yang tak pernah putus kepada penulis. Selain itu penghargaan
penulis sampaikan kepada Ibu Mira Rivai, Bapak Ari Imam, Devita, Gita, Rian,
Aji, Fery, Fandji, Abi, Nurdin, Saeful, Ainun, serta seluruh staf peneliti di SBRC
yang telah banyak membantu penulis.
Tidak lupa, penulis juga berterimakasih kepada teman-teman Departemen
Teknologi Industri Pertanian angkatan 46 atas segala dukungan, kebersamaan, dan
rasa persaudaraan yang menyenangkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Raysa

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Surfaktan Metil Ester Sulfonat

3

Reservoir

4

Fluida Reservoir


5

Surfaktan Sebagai Acid Stimulation Agent

6

METODE

7

Waktu dan Tempat

7

Alat dan Bahan

7

Metode Penelitian


8

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Hasil Analisis Bahan Baku

9

Pembentukan Scale

11

Acid Stimulation Agent

12

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1. Hasil analisis sufaktan SMES
2. Hasil analisis kandungan air injeksi Lapangan T
3. Hasil analisis minyak mentah Lapangan T
4. Hasil uji kelarutan batuan terhadap larutan

9
10
10
18

DAFTAR GAMBAR
1. Tingkat produksi dan konsumsi minyak bumi Indonesia
2. Struktur molekul surfaktan
3. Struktur kimia MES
4. Reaksi kimia pembentukan MES
5. Hubungan antara capillary number dengan nilai recovery minyak pada
batuan
6. Tahapan penelitian
7. Reaksi pembentukan scale CaCO3
8. Reaksi pembentukan scale oleh kation dan anion air injeksi
9. Reaksi pelarutan karbonat oleh HCl
10.Reaksi asam asetat dengan kalsium karbonat
11.Grafik perbandingan kinerja MES dan SMES pada berbagai
konsentrasi
12.Grafik pemilihan konsentrasi SMES dan HCl optimal
13.Hasil thermal stability test
14.Sudut kontak antara minyak dan batuan setelah perendaman air
formasi
15.Sudut kontak antara minyak dan batuan setelah perendaman crude oil
16.Sudut kontak antara minyak dan batuan setelah perendaman asam
17.Sudut kontak antara minyak dan batuan setelah perendaman surfaktan
18.Sudut kontak antara minyak dan batuan setelah perendaman air
formasi
19.Grafik hasil pengukuran sudut kontak batuan

1
3
4
4
7
8
11
11
12
13
13
14
15
15
16
16
17
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1. Prosedur analisis surfaktan
2. Prosedur analisis air injeksi
3. Prosedur analisis crude oil
4. Hasil formulasi surfaktan MES
5. Hasil formulasi surfaktan SMES
6. Hasil thermal stability test formula surfaktan
7. Hasil pengujian wettability
8. Hasil perhitungan uji kelarutan
9. Hasil pengamatan kelakuan fasa larutan

21
23
26
27
28
29
30
31
31

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor migas masih memegang peranan penting dalam menunjang
pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan oleh data yang diterbitkan
Kementrian ESDM pada tahun 2011 yang mencatat bahwa industri hulu dan hilir
minyak dan gas bumi berhasil menyumbangkan devisa sebesar USD 34,4 miliar.
Namun, data tersebut juga menunjukkan tingkat produksi minyak mentah
Indonesia hanya mencapai 942 ribu barrel per hari atau mengalami penurunan
sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2012. Hal ini juga didukung oleh data dari
Statistical Review of World Energy yang dipublikasikan oleh BP (2012)
menyatakan bahwa volume produksi minyak mentah Indonesia menunjukkan tren
penurunan yang signifikan sejak tahun 2000. Sejak tahun 2004, tingkat produksi
minyak bumi nasional lebih rendah daripada tingkat konsumsinya seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa produksi
minyak bumi sudah tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan nasional.

Gambar 1 Tingkat produksi dan konsumsi minyak bumi Indonesia (BP 2012)
Penurunan produksi minyak mentah menjadi masalah yang cukup serius
bagi Pemerintah Indonesia. Penyebabnya adalah kondisi sebagian besar lapangan
minyak di Indonesia yang telah tua dan berproduktivitas rendah. Masalah
produktivitas tersebut dapat diatasi dengan melakukan pengurasan minyak tahap
lanjut atau EOR (Enhanced Oil Recovery). Namun cara ini tidak akan
memberikan hasil optimal apabila terjadi penyumbatan sumur minyak oleh scale.
Oleh karena itu, maka dikembangkanlah metode acid stimulation pada sumur
minyak. Metode ini tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas, tetapi juga
membersihkan sumur minyak dari penyumbatan oleh scale.

2
Mekanisme oil well stimulation dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah perekahan batuan, hydraulic fracturing, dan injeksi bahan
kimia. Metode injeksi bahan kimia dapat dilakukan dengan menginjeksikan asam
beserta bahan-bahan aditif lainnya. Salah satu bahan kimia yang dinilai potensial
untuk dipakai adalah surfaktan. Penambahan surfaktan dinilai sangat efektif untuk
melarutkan sejumlah material penyumbat dan memperbesar pori-pori batuan.
Ada banyak jenis surfaktan yang dapat dipakai dalam mekanisme oil well
stimulation. Sebagian besar surfaktan yang banyak dipakai dalam mekanisme
tersebut merupakan produk turunan dari minyak bumi itu sendiri, yaitu petroleum
sulfonat. Bahan baku pembuatan surfaktan yang dianggap tidak terbarukan
membuat para peneliti mengembangkan surfaktan nabati untuk diaplikasikan pada
oil well stimulation. Salah satu surfaktan nabati yang saat ini sedang
dikembangkan untuk aplikasi oil well stimulation adalah MES (Metil Ester
Sulfonat) berbasis olein sawit yang bersifat terbarukan.
MES merupakan surfaktan nabati yang disintesis dari minyak sawit (palm
oil) melalui serangkaian proses. Sifat deterjensi surfaktan MES yang menjadi
semakin baik dan stabil pada salinitas, kesadahan, dan suhu reservoir yang tinggi
merupakan salah satu kelebihan surfaktan tersebut untuk dipakai sebagai material
injeksi dalam mekanisme oil well stimulation. Namun, untuk dapat diaplikasikan,
surfaktan MES harus terlebih dahulu diformulasikan dengan komposisi tertentu
agar sesuai dengan kondisi lapangan minyak yang ingin distimulasi.

Tujuan Penelitian
1.
2.

Mengembangkan formula larutan surfaktan sebagai acid stimulation agent
untuk diaplikasikan pada Lapangan T
Mendapatkan informasi hasil uji kinerja acid stimulation agent yang
dihasilkan.

Ruang Lingkup Penelitian
1.
2.
3.
4.

Analisis surfaktan MES berbasis olein sawit dan fluida Lapangan T
Perbaikan kinerja surfaktan MES dari olein sawit menggunakan bahan aditif
larut air
Formulasi larutan surfaktan berbasis MES sebagai acid stimulation agent
untuk diaplikasikan pada Lapangan T
Analisis dan uji kinerja formula larutan surfaktan berbasis MES untuk
aplikasi oil well stimulation pada Lapangan T (IFT, thermal stability, phase
behavior, dan wettability)

3

TINJAUAN PUSTAKA
Surfaktan Metil Ester Sulfonat
Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan antar muka, antara minyak dan air karena strukturnya yang
amphibik, yaitu terdapatnya dua gugus yang memiliki polaritas yang berbeda pada
satu molekul yang sama. Gugus polar bersifat hidrofilik sehingga mudah larut
dalam air, sedangkan gugus non polar bersifat hidrofobik sehingga larut dalam
minyak (Pratomo 2005). Struktur molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur molekul surfaktan (Mehling et al.2007)
Sheng (2011) menerangkan bahwa surfaktan terdiri dari hidrokarbon rantai
(kelompok hidrofobik) dan kelompok hidrofilik. Oleh karena itu surfaktan dapat
larut pada pelarut organik dan air. Surfaktan mengadsorpsi atau berkonsentrasi
pada permukaan atau pada antarmuka cairan/fluida untuk mengubah sifat
permukaan secara signifikan, khususnya untuk mengurangi tegangan permukaan
atau tegangan antarmuka (IFT, Interfacial Tension).
Swern et al. (1997) membagi surfaktan menjadi empat kelompok
berdasarkan kandungan ionnya, yaitu:
a. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang pada bagian pangkalnya
berupa gugus hidrofilik dengan ion bermuatan positif (kation). Umumnya
merupakan garam-garam amonium kuartener atau amina.
b. Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofobiknya dengan
ion bermuatan negatif (anion). Umumya berupa garam natrium, akan
terionisasi menghasilkan Na+ dan ion surfaktan yang bermuatan negatif.
c. Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam air,
kelarutan diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak membawa
muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang menyebabkan
terjadinya momen dipol.
d. Surfaktan amfoterik, mengandung gugus yang bersifat anionik dan kationik
seperti pada asam amino. Sifat surfaktan ini tergantung pada kondisi media
dan nilai pH.
Surfaktan MES (Metil Ester Sulfonat) termasuk golongan surfaktan anionik
(Hui 1996). Surfaktan MES diproduksi dengan mereaksikan metil ester dengan
gas SO3 (Rosen 2004). Sheats dan MacArthur (2002) menyampaikan bahwa MES
dapat disintesis dari beberapa jenis minyak, seperti minyak kelapa, minyak sawit,
tallow (lemak sapi), dan minyak kedelai.
Kelebihan MES dibanding dengan surfaktan yang berbasis petrokimia
adalah sifatnya yang renewable, biaya produksi yang lebih rendah, karakteristik
dispersi yang baik, sifat deterjensi yang baik walaupun berada pada air dengan
tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, daya
deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat pada konsentrasi yang lebih

4
rendah, dapat mempertahankan aktifitas enzim yang lebih baik, toleransi yang
lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih
rendah. Selain itu, aktifitas permukaan MES 90 persen lebih baik daripada LAS
(Matheson 1996). Struktur kimia surfaktan MES dapat dilihat pada Gambar 3.

H
Gambar 3 Struktur kimia MES (Watkins 2001)
MES dibuat dengan mereaksikan metil ester dengan pereaksi sulfonasi.
Pereaksi tersebut antara lain oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4) dan sulfur
trioksida (SO3). Dan untuk menghasilkan spesifikasi produk yang diinginkan,
maka faktor rasio mol, waktu netralisasi, suhu reaksi, konsentrasi penambahan
gugus sulfat, jenis dan konsentrasi katalis, serta pH dan suhu netralisasi harus
sangat diperhatikan (Ghazali 2002). Reaksi kimia pembentukan MES dapat dilihat
pada Gambar 4.
Sulfonasi

Transesterifikasi

H
Palm Olein
Gambar 4 Reaksi kimia pembentukan MES (Foster dan Rollock 1997)
Reservoir
Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon
(minyak dan gas) dan air. Reservoir tersebut tersusun atas beberapa unsur, yaitu:
1. Batuan reservoir (reservoir rock) yang bersifat jenuh terhadap fluida
reservoir, yaitu minyak bumi, gas bumi, air, atau ketiganya.
2. Lapisan penutup (cap rock). Lapisan ini disebut lapisan penutup karena
sifatnya yang impermeable terhadap fluida reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap) yang merupakan suatu lapisan
berbentuk konkav ke bawah sehingga menyebabkan fluida reservoir berada
di bagian teratas reservoir.
4. Kondisi reservoir yang mencakup tekanan dan temperatur yang
mempengaruhi sifat-sifat fluida reservoir dan kemampuannya untuk
diproduksikan ke atas (Rukmana dan Kristianto 2012).
Batuan adalah gabungan dari mineral-mineral yang terbentuk oleh beberapa
ikatan kimia. Menurut Rukmana dan Kristianto (2012), batuan reservoir
umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir (sandstone) dan
karbonat (limestone) yang masuk dalam kelompok sedimen klastik, dan batuan
shale yang merupakan batuan sedimen non-klastik.
Batu pasir (sandstone) masuk ke dalam golongan batuan klastik detritus
yang sebagian besarnya terbentuk di perairan dalam. Sekitar 60 persen dari semua

5
batuan reservoir merupakan jenis batu pasir. Rukmana dan Kristianto (2012) juga
menjelaskan dalam bukunya bahwa batu pasir terdiri dari framework primer yang
di dalamnya terdapat pecahan pasir dan pori. Framework ini dibentuk dari
material berukuran pasir dengan diameter antara 1/16 hingga 2 mm. Karakter batu
pasir beragam, mulai dari well-badded hingga massive.
Batuan karbonat adalah kelompok batuan yang mengandung paling sedikit
80 persen kalsium karbonat atau magnesium. Istilah tersebut juga dipakai untuk
menyebut batuan yang mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur nonkarbonatnya. Unsur utama yang menyusun batuan ini adalah mineral kalsit yaitu
mencapai lebih dari 95 persen. Batuan karbonat terjadi akibat proses
pengendapan. Batuan ini terbentuk dari proses sedimentasi kimia dan biokimia
yang berupa karbonat, sulfat, silikat, fosfat, dan lain-lain (Rukmana dan Kristianto
2012).
Fluida Reservoir
Menurut Rukmana dan Kristianto (2012), fluida reservoir terdiri dari
hidrokarbon dan air formasi. Di alam, hidrokarbon dapat berbentuk gas, cair, atau
padat. Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya.
Komposisi Kimia Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan senyawa alamiah. Senyawa ini dapat berupa gas,
cair, atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus, serta tekanan dan
temperatur yang mempengaruhinya. Endapan hidrokarbon yang berbentuk cair
dikenal dengan minyak bumi, sedangkan yang berbentuk gas dikenal dengan gas
bumi.
Berdasarkan rantai ikatannya, hidrokarbon digolongkan menjadi dua, yaitu
hidrokarbon asiklik (parafin) dan hidrokarbon siklik. Hidrokarbon siklik
merupakan golongan hidrokarbon yang mempunyai rantai ikatan antar atom yang
terbuka. Hidrokarbon asiklik juga dibagi menjadi dua berdasarkan jumlah ikatan
rangkap yang terdapat pada rantai hidrokarbon tersebut. Hidrokarbon dengan
ikatan rangkap pada rantainya disebut dengan hidrokarbon tak jenuh. Sedangkan
hidrokarbon tanpa ikatan rangkap disebut hidrokarbon jenuh. Berdasarkan
keberadaan ikatan rangkapnya hidrokarbon siklik juga digolongkan menjadi dua,
yaitu golongan naftalena (sikloparafin) dan aromatik. Golongan naftalena tidak
memiliki ikatan rangkap pada rantai sikliknya, sedangkan hidrokarbon aromatik
mempunyai tiga ikatan rangkap yang berselang-seling dengan ikatan tunggalnya.
Komposisi Kimia Non-Hidrokarbon
Selain mengandung unsur hidrogen dan karbon (hidrokarbon), minyak bumi
juga mengandung komponen lain dalam jumlah sedikit. Komponen-komponen
tersebut antara lain belerang, oksigen, nitrogen, dan air.
Belerang terkandung di dalam minyak bumi umumnya sebanyak 4 hingga 6
persen dari berat minyak bumi tersebut. Namun minyak bumi yang ada di
Indonesia hanya mengandung rata-rata 1 persen belerang. Distribusi belerang

6
dalam fraksi-fraksi minyak bumi akan bertambah seiring dengan bertambahnya
berat fraksi.
Minyak bumi umumnya mengandung 1 hingga 2 persen oksigen.
Peningkatan kadar oksigen dalam minyak bumi terjadi karena peristiwa kontaknya
minyak bumi dengan udara. Di dalam minyak bumi, oksigen tersimpan sebagai
asam organik yang terdistribusi dalam semua fraksi, dengan konsentrasi yang
tinggi pada fraksi gas.
Kandungan nitrogen pada minyak bumi umumnya berada pada kisaran 0,1
hingga 2 persen. Nitrogen terkandung dalam setiap fraksi minyak bumi. Di dalam
minyak bumi, senyawa nitrogen berbentuk piridin, qinoloin, indol, dan karbosol.
Senyawa non-hidrokarbon lain yang terdapat dalam minyak bumi adalah air. Air
yang terdapat di dalam minyak bumi disebut juga dengan air formasi atau connate
water. Komposisi kimia air formasi berbeda di setiap reservoirnya. Air formasi
terdiri dari bahan-bahan mineral seperti logam-logam alkali dan alkali tanah,
belerang, oksida besi, alumunium, serta bahan-bahan organik seperti asam nafta
dan asam gemuk. Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari kation seperti Ca2+,
Mg2+, Fe2+, dan Ba2+, serta anion seperti klorida, CO32-, HCO31-, dan SO42-. Ionion tersebut yang nantinya berpotensi sebagai penyebab terbentuknya scale pada
sumur produksi.

Surfaktan Sebagai Acid Stimulation Agent
Surfaktan merupakan bahan kimia yang bersifat aktif permukaan. Surfaktan
memiliki dua gugus dengan polaritas yang berbeda pada satu molekul yang sama.
Gugus hidrofilik akan berikatan dengan senyawa-senyawa polar seperti air,
sedangkan gugus lipofilik akan berikatan dengan senyawa-senyawa non-polar
seperti minyak. Sifat inilah yang menyebabkan surfaktan banyak diaplikasikan
pada industri perminyakan.
Allen dan Roberts (1982) menerangkan dalam bukunya bahwa surfaktan
memiliki kemampuan untuk mengubah kondisi pada fluida dan batuan reservoir.
Perubahan tersebut diantaranya penurunan atau peningkatan tegangan antar muka;
pembentukan, pemecahan, pelemahan, ataupun penguatan suatu sistem emulsi;
pengubahan sifat kebahasan batuan, casing, tubing, dan juga saluran alir; dan
pendispersian ataupun penggumpalan lempung dan pasir. Kemampuan inilah yang
dimanfaatkan dalam mekanisme oil well stimulation untuk meningkatkan
perolehan minyak.
Analisis kinerja acid stimulation agent dilakukan pada beberapa parameter,
yaitu interfacial tension (IFT), sudut kontak, kelakuan fasa, ketahanan terhadap
panas (thermal stability), densitas, viskositas, dan pH. Data mengenai kinerja dari
parameter-parameter inilah yang menentukan tingkat keberhasilan dari proses
acid stimulation.
Pemakaian surfaktan pada proses stimulasi akan menurunkan IFT.
Penambahan surfaktan hingga konsentrasi tertentu akan menyebabkan nilai IFT
optimal. Nilai IFT yang rendah akan mampu mengemulsi suatu fasa cairan ke
dalam fasa cairan yang lainnya (Borchardt 2010). Nilai IFT yang rendah akan
menurunkan tekanan kapiler antara minyak dengan batuan. Rendahnya nilai
tekanan kalpiler ini sangat diharapkan untuk proses recovery minyak yang tersisa

7
di dalam batuan core. Pengaruh capillary number terhadap recovery minyak
digambarkan oleh kurva pada Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan antara capillary number dengan nilai recovery minyak pada
batuan (Chatzis dan Marrow 1994)
Emegwalu (2010) menjelaskan bahwa capillary number (Nc) adalah rasio
viskositas dan gaya kapiler. Capillary number digambarkan oleh persamaan
berikut:

Keterangan :
v : laju alir efektif (cm/s)
µ : viskositas larutan pendesak (cP)
σ : tegangan antarmuka (dyne/cm)
฀ : sudut kontak kebasahan
Surfaktan akan menstimulasi batuan dengan mengubah sifat kebasahannya,
dari oil wet menjadi water wet. Pengubahan sifat kebasahan ini dilakukan dengan
cara mengubah muatan listrik dari batuan. Batuan karbonat (limestone) dapat
memiliki sifat water wet dan muatan permukaan positif pada kondisi asam (pH 08). Hal inilah yang menjadi dasar penambahan asam pada proses stimulasi sumur
minyak (Allen dan Robert 1982).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Surfaktan, Surfactant and Bioenergy
Research Center, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat, Institut
Pertanian Bogor dari bulan Februari hingga September 2013..
Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi pHmeter Schott, densitymeter DMA 4500M, viscometer Brookfield, gelas piala, labu
Erlenmeyer, neraca analitik, pipet volumetric, pipet mohr, pipet tetes, waterbath,

8
labu ukur, hot plate, gelas arloji, reflux extractor, glass evaporating dish, oven,
desikator, turbidimeter, filter serabut kaca, TDS-meter, konduktometer, buret,
corong, kolorimeter, spektrofotometer, kamera digital, mikroskop, gelas preparat,
spinning drop interfacial tensiometer, nitrogen tank, pressure vessel, membrane
filter older, stopwatch, dan botol borosilikat.
Bahan yang digunakan adalah MES (Metil Ester Sulfonat), minyak mentah
(crude oil) Lapangan T, air formasi Lapangan T, batuan reservoir, filter 500 mesh,
membran 0.45 μm, membran 0.22 μm, alumunium foil, aquades, larutan buffer
4.0, 7.0, dan 10.0, kertas tissue, kloroform, pereaksi Hanus, KI 15%, larutan
Na2S2O3 0,1 N, indikator PP, NaOH 0,1 N, NaOH 48%, larutan n-cetylpyridium
chloride, heptan, toluen, kertas saring, etanol 95% netral, KOH 0,1 N, larutan
baku KCl 0,01 N, indikator EBT (Erichrome Black T), larutan EDTA 0,01 N,
indikator diphenyl carbazone, HNO3 2,1%, Hg(NO3)2 0,01 N, tablet DPD No. 1,
larutan hydroksilamine hydrocloride 10 %, larutan buffer asetat, larutan 1,10 –
Orthopenatroline, NaOH 8%, indikator murexid, kertas Whatman dan gas
nitrogen.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan proses. Gambar 6
menunjukkan tahapan proses penelitian.

Gambar 6 Tahapan penelitian
Analisis bahan baku dilakukan untuk mengetahui spesifikasi teknis bahan
baku yang dipakai selama penelitian. Bahan utama yang dimaksud adalah
surfaktan MES dan air injeksi. Analisis surfaktan MES yang dilakukan meliputi
pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter Schott, pengukuran densitas
dengan menggunakan density meter DMA 4500M Anthon Paar, penentuan
viskositas menggunakan Rheometer Brookfield model RV, HA, HB , penentuan
bilangan iod (AOAC 1995), dan penentuan bilangan asam dan bahan aktif

9
surfaktan anionik (Epthon 1948). Prosedur analisis bahan baku yang dipakai dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Analisis yang dilakukan terhadap air injeksi meliputi pengukuran salinitas
dengan menggunakan salinometry, hardness (SMEWW 21th (2005): 2340Hardness.C), sulfat (SMEWW 21th (2005); 4500-SO42-), total dissolve solid
(SMEWW 21th (2005): 2540C), natrium (SMEWW 21th (2005); 3111 B), kalsium
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), magnesium (SMEWW 21th (2005); 3111 B), besi
(SMEWW 21th (2005): 3111 B), barium (SMEWW 21th (2005); 3111 B),
ammonium (SMEWW 21th (2005); 4500-NH3.F), nitrat (SMEWW 21th (2005):
3111 B ), dan pH (SMEWW 21th (2005): 4500-H*.B). Prosedur pengujian air
injeksi ditunjukkan pada Lampiran 2.
Surfaktan diujikan pengaruhnya pada konsentrasi 0,5%; 1%; 1,5%; 2%;
3%; 4%; 5%; dan 6% (b/b). Formulasi acid stimulation agent dilakukan dengan
mengkombinasikan larutan surfaktan terbaik dengan bahan-bahan aditif larut air
yang akan mendukung fungsinya sebagai pembersih scale dan penstimulasi.
Bahan kimia yang ditambahkan berupa HCl dan CH3COOH. HCl ditambahkan
pada larutan surfaktan sebanyak 5%, 10%, dan 15% (b/b). Sedangkan CH3COOH
ditambahkan sebanyak 2%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Bahan Baku
Bahan baku utama yang dipakai pada penelitian ini adalah surfaktan, air
injeksi, dan minyak mentah (crude oil). Sebelum dipakai, bahan-bahan utama
tersebut dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui spesifikasi teknisnya.
Surfaktan MES bersifat sangat asam. Untuk itu, sebagai alternatif dibuatlah
SMES (Sodium-Metil Ester Sulfonat) yang memiliki pH yang lebih netral. SMES
dibuat dengan menambahkan larutan NaOH 48% ke dalam surfaktan MES pada
suhu 80oC hingga dicapai pH 7.0 + 0.5. Tabel 1 menunjukkan hasil analisis
surfaktan SMES yang digunakan.
Tabel 1 Hasil analisis sufaktan SMES
PARAMETER
Densitasa
Viskositasb
Kadar Bahan Aktif
pH

SATUAN
g/cm3
cP
%
-

NILAI
0.94
1.92
30.54
7 + 0.5

Ket : a Suhu pengukuran 60oC
b
Suhu pengukuran 25oC

Air yang digunakan sebagai media pembawa dalam penelitian ini adalah air
injeksi Lapangan T. Sifat ionik air injeksi yang tidak berbeda jauh dengan air
formasi lapangan tersebut diharapkan tidak menyebabkan scale lain yang tidak
diharapkan. Air dipilih sebagai media pembawa dengan tujuan untuk melarutkan

10
scale yang bersifat water-soluble seperti kalsium karbonat (CaCO3) atau
magnesium karbonat (MgCO3) yang banyak terdapat pada Lapangan T. Tabel 2
menunjukkan hasil analisis kandungan air injeksi Lapangan T.
Tabel 2 Hasil analisis kandungan air injeksi Lapangan T
PARAMETER
Salinitas
Hardness (CaCO3)
Sulfida
Sulfat (SO42-)
Total Dissolve Solid (TDS)
Natrium (Na2+)
Kalsium (Ca2+)
Magnesium (Mg2+)
Besi (Fe2+)
Barium (Ba2+)
Kalium (K+)
Ammonium (NH4+)
Nitrat (NO3-)
pH

SATUAN
ppm
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
-

NILAI
18000
308,4