Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) untuk Acid Stimulation Agent pada Lapangan Sandstone (Studi Kasus: Lapangan B)

FORMULASI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
(MES) UNTUK ACID STIMULATION AGENT PADA
LAPANGAN SANDSTONE (STUDI KASUS: LAPANGAN B)

DZIQI HANIFULLOH KURNIAWAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Surfaktan
Metil Ester Sulfonat (MES) untuk Acid Stimulation Agent pada Lapangan
Sandstone (Studi Kasus: Lapangan B) adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing akademik serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dziqi Hanifulloh Kurniawan
NIM F34090137

ABSTRAK
DZIQI HANIFULLOH KURNIAWAN. Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat
(MES) untuk Acid Stimulation Agent pada Lapangan Sandstone (Studi Kasus:
Lapangan B). Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan PUDJI PERMADI.
Minyak bumi yang tertinggal dalam reservoir merupakan minyak bumi
yang terperangkap pada pori-pori batuan dan tidak dapat diproduksi dengan
teknologi konvensional. Acid stimulation adalah metode untuk meningkatkan
produktivitas sumur minyak dan gas. Pada lapangan sandstone, asam
hidrofluorida (HF) dan beberapa aditif adalah solusi yang biasa digunakan sebagai
formula acid stimulation agent. Metil ester sulfonat (MES) dapat digunakan
sebagai salah satu aditif tersebut. MES untuk metode acid stimulation memiliki
peran untuk mengurangi tegangan antarmuka dan mengubah sifat kebasahan
batuan dari oil-wet menjadi water-wet.
Penelitian ini diawali dengan penentuan konsentrasi MES atau SMES yang

dapat menurunkan tegangan antarmuka dan dikombinasikan dengan HF pada
berbagai konsentrasi untuk memperbesar pori-pori batuan. Formula terbaik akan
masuk ke tahap pengujian kinerja sebagai acid stimulation agent. Pengujian
kinerja stimulation agent yang dilakukan adalah thermal stability test, phase
behavior, dan wettability. Formula surfaktan terbaik untuk acid stimulation agent
adalah formula surfaktan MES 3% dengan penambahan HF 9%. Hasil pengujian
kinerja formula menunjukkan bahwa untuk thermal stability test dapat melarutkan
batuan hingga 77.48 % dan memiliki sudut kontak yang semakin meningkat.
Untuk pengujian wettability dari kelima perlakuan yang dirancang sesuai dengan
kondisi reservoir didapat hasil kenaikan sudut kontak yang cukup signifikan
walaupun tidak lebih dari 90º atau sesuai dengan sifat water-wet. Sedangkan hasil
dari uji phase behavior diketahui bahwa fasa yang terbentuk adalah fasa atas atau
tipe II (+).
Kata kunci: Acid stimulation agent dan metil ester sulfonat

ABSTRACT
DZIQI HANIFULLOH KURNIAWAN. Formulation of Surfactant Methyl Ester
Sulfonate (MES) for Acid Stimulation Agent on the Field Sandstone (Case Study:
Field B). Supervised by ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI.
Reservoir productivity normally declines with producing time or may be

low initially. Acid stimulation is a method to increase the productivity of oil and
gas wells. For sandstone field, hidrofluoride acid (HF) and some additives are
ussually used as the solution for an acid stimulation agent. Methyl ester sulfonate
(MES) can be used as one of the additives. MES for acid stimulation methods
have a role to reduce the interfacial tension and modify wettability of the reservoir
rock oil-wet to water-wet.
The objective of this research is to obtain a formula with the best
concentrations of MES or SMES that can reduce interfacial tension and combined
with HF at various concentrations to enlarge rock pores. The best formula will be

employed for futher testing in the laboratory. The performance tests included were
thermal stability test, phase behavior and wettability. The best formula found for
acid stimulation agent is surfactant MES 3% with addition of HF 9%. The results
of performance test indicated that the thermal stability test at 80 0C can dissolves
rocks up to 77.48% and have increased contact angle. For wettability test, the
result obtained of the five treatments are that the contact angel increase
significantly although more than 90 º. While the results of the phase behavior test
was known that phase formed was in top phase or type II (+).
Keywords: Acid stimulation agent and methyl ester sulfonate


FORMULASI SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT
(MES) UNTUK ACID STIMULATION AGENT PADA
LAPANGAN SANDSTONE (STUDI KASUS: LAPANGAN B)

DZIQI HANIFULLOH KURNIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) untuk Acid
Stimulation Agent pada Lapangan Sandstone (Studi Kasus:

Lapangan B)
Nama
: Dziqi Hanifulloh Kurniawan
NIM
: F34090137

Disetujui oleh

Prof. Dr. Erliza Hambali
Pembimbing I

Prof. Dr. Pudji Permadi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Formulasi Surfaktan Metil Ester
Sulfonat (MES) untuk Acid Stimulation Agent pada Lapangan Sandstone (Studi
Kasus: Lapangan B) ini dapat diselesaikan. Skripsi ini ditulis berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai September 2013 di
Laboratorium EOR Surfactant and Bioenergy Research Center, LPPM-IPB.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
mendalam kepada :
1. Prof. Dr. Erliza Hambali dan Prof. Dr. Pudji Permadi selaku pembimbing,
yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasinya kepada penulis.
2. Dr. Mira Rivai, STP, MSi yang telah banyak memberikan saran.
Disamping itu, penghormatan penulis sampaikan kepada Ari STP, MSi
dan seluruh staff laboratorium EOR Surfactant and Bioenergy Research
Center (SBRC) LPPM-IPB, yang telah membantu selama penelitian dan
dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Januari 2014
Dziqi Hanifulloh Kurniawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2


Bahan dan Alat

2

Metode Penelitian

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)

4

Batuan dan Fluida Reservoir Lapangan Sandstone

5


Acid Stimulation Agent

7

Formulasi Acid Stimulation Agent

7

Uji Kinerja Formula Larutan Surfaktan
SIMPULAN DAN SARAN

12
17

Simpulan

17

Saran


17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1 Analisis sifat fisiko-kimia MES
2 Hasil analisis minyak lapangan B
3 Data fluida lapangan B

4
6
6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Grafik hasil perbandingan nilai IFT MES dan SMES
Grafik hasil analisis densitas formula larutan surfaktan
Grafik hasil analisis nilai pH formula larutan surfaktan
Grafik hasil analisis optimalisasi asam HF
Grafik hasil analisis derajat kelarutan MES 3% + HF 9% + berbagai
konsentrasi HCL
Grafik hasil analisis derajat kelarutan pada pengujian themal stability
MES 3% + HF 9%
Grafik hasil analisis sudut kontak pada pengujian themal stability MES
3% + HF 9%
Diagram hasil analisis sudut kontak pada tiap perlakuan
Hasil analisis kelakuan fasa formula larutan acid stimulation agent

8
9
9
10
11
12
13
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Prosedur analisis surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)
Prosedur analisis fluida lapangan B
Prosedur analisis formula acid stimulation agent
Prosedur analisis kinerja formula surfaktan berbasis MES
Data hasil analisis formula larutan surfaktan MES atau SMES
Data hasil analisis kinerja larutan surfaktan MES

19
21
25
26
29
30

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak bumi menjadi salah satu sumber energi yang sangat penting bagi
dunia baik itu sebagai bahan bakar kendaraan bermotor maupun sumber energi
lainnya. Berdasarkan publikasi OPEC (Organization of Petroleum Exporting
Countries) pada bulan Juni 2013, diperkirakan terjadi peningkatan permintaan
minyak mentah dunia tahun 2013 sebesar 0.8 juta barel per hari sehingga
mencapai 90.2 juta barel per hari pada triwulan 3 tahun 2013. Terdapat beberapa
penurunan pasokan minyak mentah dari beberapa Negara termasuk Indonesia
yang mengakibatkan kelangkaan bahan bakar. Data KESDM (2011) menyebutkan
bahwa dalam kurun waktu 23 tahun diprediksi cadangan minyak bumi Indonesia
akan habis dengan asumsi bila tidak ada penemuan cadangan baru. Rendahnya
kemampuan produksi minyak bumi Indonesia disebabkan karena terdapat sekitar
13.079 sumur tua yang tidak dapat dioptimalkan produksinya. Sumur tua yang
tersebar di berbagai lokasi di Indonesia ini adalah sumur yang dioperasikan sejak
tahun 1970.
Improved Oil Recovery (IOR) merupakan salah satu kajian tahap lanjut
perolehan minyak bumi dari dalam reservoir melalui mekanisme penurunan
tegangan antarmuka (Interfacial Tension disingkat IFT) dan pengubahan sifat
kebasahan batuan (wettability). Acid stimulation merupakan salah satu metode
Improved Oil Recovery (IOR). Metode ini menggunakan bahan kimia asam
sebagai agent untuk meningkatkan produktivitas sumur minyak dengan
memperbesar pori-pori batuan, serta membersihkan lubang-lubang perforasi dan
rekahan batuan formasi dari scale yang terbentuk selama masa produksi.
Minyak bumi yang tertinggal dalam reservoir merupakan minyak bumi
yang tidak dapat diproduksi dengan teknologi konvensional. Surfaktan dalam
metode acid stimulation memiliki peran untuk menurunkan tegangan antarmuka
dan mengubah sifat kebasahan batuan reservoir yang mulanya bersifat hidrofobik
(suka minyak) menjadi hidrofilik (suka air) sehingga dengan turunnya tegangan
antarmuka maka tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori batuan
reservoir dapat dikurangi dan memudahkan pendesakan minyak ke sumur
produksi.
Penggunaan surfaktan sangat membantu proses stimulasi sumur minyak.
Salah satu jenis surfaktan yang dapat digunakan dalam proses tersebut adalah
Metil Ester Sulfonat (MES) yang berbahan dasar minyak nabati. Menurut Watkins
(2001), minyak kelapa sawit merupakan salah satu jenis minyak yang sangat baik
untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES. Kelebihan dari surfaktan
MES bersifat terbarukan, biaya produksi lebih rendah (sekitar 57% dari biaya
produksi surfaktan dari petrokimia yaitu Linear Alkilbenzen Sulfonat (LAS)),
karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama dengan air
yang kesadahannya tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, pada konsentrasi
MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat
mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik pada formula deterjen, dan
memiliki toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium (Watkins 2001).
Kemampuan surfaktan MES dalam formulasi ini diharapkan mampu menurunkan

2
tegangan antarmuka pada proses pendesakan minyak bumi sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan reservoir dan mengubah sifat kebasahan batuan formasi
menjadi water-wet.

Tujuan Penelitian
Mendapatkan formula acid stimulation agent yang mampu menurunkan
interfacial tension (IFT) dan mengubah sifat kebasahan batuan sandstone, serta
mendapatkan hasil analisis dari uji kinerja acid stimulation agent yang didapat.

Ruang Lingkup Penelitian
1. Analisis surfaktan MES dari olein sawit dan fluida reservoir dari lapangan
B.
2. Formulasi acid stimulation agent melalui pemilihan konsentrasi surfaktan
MES dan pemilihan konsentrasi asam (HF) untuk mendapatkan nilai
tegangan antarmuka terbaik.
3. Pengujian kinerja formula acid stimulation agent yang dihasilkan meliputi
thermal stability test (uji kelarutan batuan dan sifat kebasahan batuan),
wettability (sifat kebasahan batuan) dan phase behavior (kelakuan fasa).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 – September 2013 di
Laboratorium EOR Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) yang
berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah surfaktan metil ester
sulfonat (MES) yang terbuat dari olein sawit. Bahan kimia yang digunakan untuk
proses formulasi acid stimulation agent adalah air injeksi dan air formasi
lapangan B, NaCl, HCl teknis 37%, HF teknis 40%, alkohol netral 95%, aquades,
hexane, batuan berea, minyak mentah B dan bahan-bahan lain untuk analisis.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
gelas piala, gelas ukur, pipet mohr, pipet serologis, oven, labu takar, pH-meter,
spinning drop tensiometer, density meter Anton Paar DMA 4500M, botol
tuperware (for microwave), filter holder, oven, flame torch, magnetic stirer,
centrifuge, cutting core, spektrofotometer, rheometer brookfield DV-III Ultra,
soxchlet, hot plate, serta alat-alat lain yang dibutuhkan untuk analisis.

3
Metode Penelitian
1. Analisis Sifat Fisiko-Kimia Surfaktan MES Olein Sawit dan Fluida pada
Lapangan B
Analisis sifat fisiko-kimia surfaktan MES seperti pengukuran pH (SMEWW
21th (2005): 4500-H*B), densitas (Density Meter Anton Paar DMA 4500M),
pengukuran bilangan iod (AOAC 1995), pengukuran viskositas (Rheometer
Brookfield DV-III Ultra) dan bahan aktif (Schmitt 2001). Prosedur pengujian sifat
fisiko-kimia surfaktan MES dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis fluida (air injeksi dan air formasi) dan minyak bumi seperti
salinometry, sulphate (SO42-) (SMEWW 21th (2005): 3111B), sulfide (H2S-)
(SMEWW 21th (2005): 3111B), total dissolved solid (TDS) (SMEWW 21th
(2005): 2540C), sodium (Na+) (SMEWW 21th (2005): 3111B), barium (Ba2+)
(SMEWW 21th (2005): 3111B), magnesium (Mg2+) (SMEWW 21th (2005):
3111B), calcium (Ca2+) (SMEWW 21th (2005): 3111B), iron (Fe2+) (SMEWW
21th (2005): 3111B), pengukuran pH (SMEWW 21th (2005): 4500-H*B),
ammonia (NH3-) (SMEWW 21th (2005): 3111B), nitrat (SMEWW 21th (2005):
uji asphaltene (IP-143 Mod), pengukuran viskositas (Rheometer Brookfield DVIII Ultra), pengukuran densitas (Density Meter DMA 4500M Anton Paar),
penentuan API Gravity (Density Meter DMA 4500M Anton Paar) dan penentuan
API Specific Gravity (Density Meter DMA 4500M Anton Paar). Prosedur analisis
fluida dan minyak bumi dapat dilihat pada Lampiran 2.
2. Data Reservoir Mengenai Lapangan B
Tahapan ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
sekunder mengenai fluida dan kondisi reservoir lapangan B. Data sekunder
diperoleh melalui penelusuran studi pustaka yang bersangkutan.
3. Formulasi acid stimulation agent
Tahapan yang dilakukan untuk pembuatan formula acid stimulation agent
yang diawali dengan pemilihan konsentrasi surfaktan MES dan SMES dengan
variasi konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 3; 4; 5 dan 6 %, kemudian dilanjutkan dengan
pemilihan konsentrasi asam (HF untuk sandstone) pada konsentrasi 1-9 % dan
penambahan HCl pada berbagai konsentrasi 2-10 %. Parameter uji pada tahapan
ini adalah uji interfacial tension (IFT), pH dan densitas. Prosedur pembuatan
formula acid stimulation agent dapat dilihat pada Lampiran 3.
4. Uji Kinerja acid stimulation agent
Pengujian kinerja yang akan dilakukan dalam formulasi acid stimulation ini
adalah:
a. Thermal Stability Test
Uji ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan panas dari formula surfaktan
yang telah dibuat. Hal tersebut ditunjukkan dengan stabil atau tidaknya nilai
derajat kelarutan dan sifat kebasahan batuan (wettability) pada suhu 80°C (suhu
reservoir) dalam oven dalam kurun waktu 1 hari. Untuk prosedur thermal stability
test dapat dilihat pada Lampiran 4.

4
b. Wettability (Sifat Kebasahan Batuan)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui sifat kebasahan batuan apakah waterwet atau oil-wet ketika diberikan formula surfaktan. Hasil yang diharapkan dari
pengujian ini adalah batuan akan menjadi water-wet setelah direndam dengan
formula surfaktan. Prosedur pengujian wettability (sifat kebasahan batuan) dapat
dilihat pada Lampiran 4.
c. Phase Behavior (Kelakuan Fasa)
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis fasa yang terbentuk
antara formulasi surfaktan dan minyak sehingga dapat diketahui adanya
mikroemulsi yang menunjukkan bahwa formula mudah terdispersi
(teremulsifikasi). Untuk prosedur pengujian phase behaviour (kelakuan fasa)
dapat dilihat pada Lampiran 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)
Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas pada
permukaan yang tinggi. Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian
hidrofilik dan hidrofobik pada molekul surfaktan. Kehadiran gugus hidrofobik dan
hidrofilik yang berada dalam satu molekul, menyebabkan pembagian surfaktan
cenderung berada pada antarmuka yang berbeda derajat polaritas seperti
minyak/air. Pembentukan film pada antarmuka ini mampu menurunkan energi
antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas pada molekul surfaktan (Foster
1996).
Dalam proses formulasi larutan surfaktan MES untuk aplikasi pada acid
stimulation diperlukan MES yang mempunyai sifat fisiko-kimia yang tepat
sehingga dapat menurunkan tegangan antarmuka minyak-air dan mengubah sifat
kebasahan batuan sandstone. Tabel 1. merupakan hasil analisis sifat fisiko-kimia
MES.
Tabel 1. Analisis Sifat Fisiko-Kimia MES
Pengujian
Densitas
Viskositas pada suhu 70 0C (cP)
Bilangan Iod
Bahan aktif
pH

Satuan
g/cm3
Cp
mg iod/g MES

Rata-rata
0.91735
1.38
35.86
12.55
3.52

Bilangan iod menunjukkan banyaknya gram iodin yang diserap oleh 100
gram minyak atau lemak. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap atau tidak jenuh (Ketaren 1986). Berdasarkan analisis
didapat bilangan iod 35.86 mg iod/ g MES. Nilai ini mendekati kisaran bilangan
iod minyak sawit menurut Hui (1996) yaitu 34 – 54 mg iod/g sampel. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ikatan rangkap pada rantai karbon olein tidak mengalami
perubahan, yang mengindikasikan tidak terjadi kerusakan berupa putusnya ikatan

5
rangkap akibat kondisi proses transesterifikasi yang diterapkan dalam pembuatan
MES.
Bahan aktif merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kualitas
surfaktan. Metode untuk pengukuran bahan aktif surfaktan adalah teknik titrasi
menggunakan surfaktan kationik sebagai penitar, yang dikenal dengan teknik
titrasi dua fasa (Schmitt 2001). Prosedur lengkap untuk teknik titrasi dua fasa
dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan aktif
sebesar 12.55%. Kandungan bahan aktif berkorelasi linear terhadap kinerja
surfaktan, jadi semakin tinggi kandungan bahan aktif suatu jenis surfaktan maka
kinerja sufaktan akan semakin baik pula.
Viskositas menunjukkan tingkat kekentalan dari MES. Dalam pengujian kali
ini nilai viskositas di ukur pada suhu 25oC dan memperoleh hasil 1.38 cP.
Viskositas berkorelasi linier terhadap suhu dan karakteristik lainnya seperti
fluiditas, tegangan antarmuka, sebagaimana disebutkan oleh Fisher (1998).
Sehingga semakin rendah nilai viskositas maka semakin rendah tegangan
antarmukanya.
Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada
suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Dari hasil analisis
data didapat nilai densitas MES 0.91735 g/cm3 yang menunjukkan bahwa densitas
MES memilki nilai dibawah densitas air yaitu kurang dari 1. Hal tersebut
dikarenakan surfaktan yang digunakan merupakan produk turunan minyak sawit
yang memiliki densitas dibawah air.
Nilai pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu bahan. Nilai pH dari
hasil analisis surfaktan MES adalah 3.52 yang menandakan bahwa MES cukup
asam.

Batuan dan Fluida Reservoir Lapangan Sandstone
Pada reservoir lapangan B komposisi penyusun batuan yang utama adalah
batuan pasir/ sandstone. Batuan pasir merupakan reservoir yang paling banyak
dijumpai, 60% dari semua batuan reservoir adalah batuan pasir. Porositas yang
didapat didalam batuan pasir bersifat intergranular yaitu pori-pori terdapat
diantara butir-butir batuan dan khususnya terjadi secara primer yang berarti
porositas terbentuk pada waktu pengendapan sedimen.
Fluida reservoir lapangan B dalam penelitian ini meliputi, minyak
bumi/crude oil dan air injeksi. Persiapan fluida diperlukan untuk keperluan
memformulasi larutan surfaktan yang diinjeksikan kedalam sumur. Tabel 2.
merupakan hasil dari analisis minyak mentah lapangan B.

6
Tabel 2. Hasil analisis minyak lapangan B
Parameter
Hasil
Kandungan Asphaltene (%)
0.5
3
Densitas (g/cm )
0.81124
0
38.47
API Gravity 15 0C
API Specific Gravity
0.81325
Wujud (pada suhu ruang)
Padat
Warna
Hitam Pekat
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asphaltene dalam minyak B
terhitung sebesar 5% atau sekitar 0.05 gram per 10 gram sampel minyak.
Kandungan asphaltene ini mengindikasikan jumlah aspal yang terdapat dalam
minyak. Semakin tinggi kandungan asphaltene dalam minyak maka semakin polar
sifat minyak tersebut. Tidak hanya itu, nilai 0API Gravity menunjukkan nilai
diatas 37 yaitu sebesar 38.47, menandakan kandungan asphaltene pada minyak
mentah yang tergolong rendah karena semakin tinggi nilai 0API gravity suatu
minyak mentah, maka semakin sedikit kandungan asphaltene yang ada di minyak
tersebut. 0API (American Petroleoum Institute) gravity menunjukkan kualitas
minyak bumi berdasarkan standar dari Amerika. API Specific Gravity yang
merupakan perbandingan antara densitas minyak dengan densitas air yang diukur
pada tekanan dan temperatur standar (14.7 psia dan 15 ºC). Dari hasil analisis
didapat bahwa nilai API Specific Gravity adalah 0.81325 yang tidak berbeda jauh
dengan densitas minyaknya.
Air injeksi merupakan air yang digunakan sebagai media pembawa
surfaktan yang telah diformulasi sebelumnya. Air injeksi yang digunakan dapat
berasal dari air laut, air sungai, danau, air suling, sumur resapan ataupun dari air
formasi itu sendiri yang sebelumnya dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu.
Hasil analisis air injeksi lapangan B yang digunakan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data fluida lapangan B
Parameter
Satuan
Air Injeksi
Salinitas
ppm
3500
Kesadahan
mg/l
28.91
Sulfida
mg/l
< 0.045
Sulfat
mg/l
587
Zat padat terlarut (TDS)
mg/l
4616
Natrium
mg/l
29.87
Calsium (Ca2+)
mg/l
3.87
Magnesium (Mg2+)
mg/l
1.58
2+
Besi (Fe )
mg/l
0.217
Barium (Ba2+)
mg/l
3.55
+
Kalium (K )
mg/l
25.51
Ammonium (NH3-)
mg/l
3.99
Nitrat
mg/l
14.78
pH
9
Dari hasil analisis, kandungan air injeksi terdapat anion dan kation. Untuk
kandungan kation dari air injeksi seperti ion Ca2+ dan Mg2+ sebanyak 3.87 mg/I dan
1.58 mg /I. Jumlah kation tersebut tidak terlalu banyak sehingga akan meminimalisir

7
pembentukan endapan dalam bentuk CaCO3. Kadar besi secara alamiah yang
terdapat pada air injeksi mempunyai konsentrasi yang kecil yaitu 0.217 mg/l.
Keberadaan besi menunjukkan kecenderungan sifat korosif. Jumlah ion barium
pun tidak cukup banyak terdapat didalam air injeksi. Kemudian kandungan anion
dari injeksi seperti karbonat (CO3-) dan bikarbonat (HCO3-) yang dapat
membentuk scale yang mempunyai sifat tidak larut. Lalu sulfat (SO4-) yang dapat
membentuk scale setelah bereaksi dengan barium atau kalsium.

Acid Stimulation Agent
Kerusakan reservoir minyak bumi menyebabkan produktifitas sumur
minyak bumi menurun. Kerusakan ini disebabkan oleh menurunnya permeabilitas
akibat berubahnya sifat kebasahan batuan (wettability) menjadi oil-wet. Sifat oilwet disebabkan karena terbentuknya endapan asphaltene pada permukaan butirbutir batuan reservoir. Pada beberapa kasus, permeabilitas yang rendah juga
terjadi pada daerah sekitar sumur bor yang mengalami penyumbatan selama
proses pengeboran (drilling) berlangsung. Penyumbatan pada sumur produksi
biasa terjadi karena mengandung kation dan anion serta mempunyai salinitas pada
air injeksi dan air formasi sehingga membentuk scale. Keberadaan CaCO3 dan
kation pada air injeksi dalam jumlah yang besar akan memicu pembentukan scale
pada sumur-sumur minyak pada saat tahap produksi. Penurunan tekanan yang
menyebabkan terlepasnya CO2 akan menurunkan kelarutan CaCO3 pada air
hingga membentuk scale.
Acid stimulation agent merupakan metode yang dilakukan untuk
meningkatkan permeabilitas minyak pada reservoir yang mengalami kerusakan,
dimana asam akan bereaksi dengan mineral batuan sehingga menciptakan poripori dan saluran pori yang lebih besar (McCune 1976). Pada penerapan formulasi
acid stimulation agent pada lapangan sandstone asam yang digunakan adalah
asam hidrofluorida (HF) yang akan dikombinasikan dengan surfaktan MES
dengan berbagai konsentrasi. Pada pengasaman batuan sandstone, asam HF akan
melarutkan mineral-mineral sand (pasir) dan clay (lempung). Asam HF dalam
pengasaman batuan sandstone pada umumnya dikombinasikan dengan asam HCl atau
dengan asam organik. Kombinasi ini dimaksudkan untuk membantu melarutkan
batuan jika didalam batuan sandstone terdapat beberapa kandungan batuan carbonat
(limestone dan dolomite).

Formulasi Acid Stimulation Agent
Formulasi Acid Stimulation Agent MES atau SMES dengan Media Pembawa
Air Injeksi dari Lapangan B
Surfaktan memegang peranan penting di dalam proses acid stimulation
dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, mengubah kebasahan (wettability),
bersifat sebagai emulsifier, mendispersi mineral-mineral sand (pasir) dan clay
(lempung) sehingga akan memudahkan proses mengalirnya minyak bumi yang
terperangkap dalam pori-pori batuan. Surfaktan yang digunakan dalam acid

8
stimulation harus dibuat agar membentuk micelles yaitu surfaktan yang aktif dan
mampu mengikat air dan minyak pada konsentrasi tertentu. Jika konsentrasinya
masih kecil, maka campuran surfaktan tersebut masih berupa monomer (belum
aktif). Untuk itu setiap formula larutan surfaktan perlu diketahui critical micelles
concentration (CMC) yaitu konsentrasi nilai IFT 10-3 dyne/cm, sehingga surfaktan
yang semula monomer berubah menjadi micelles.
Pada tahap pertama formulasi yang dilakukan adalah dengan mencampurkan
surfaktan MES atau SMES dengan air injeksi pada kosentrasi 0.5; 1; 1.5; 2; 3; 4; 5
dan 6 %. Penentuan kosentrasi ini bertujuan untuk mendapatkan nilai tegangan
antarmuka paling rendah diantara tiap konsentrasi. Dalam formulasi kali ini
dilakukan formulasi dengan menggunakan 2 jenis surfaktan yaitu MES dan
SMES. Berikut grafik perbandingan nilai tegangan antarmuka minyak-air injeksi
pada penambahan berbagai konsentrasi surfaktan MES dan SMES disajikan pada
Gambar 1.

Gambar 1. Grafik hasil perbandingan nilai IFT MES dan SMES
Dapat diketahui dari grafik bahwa dengan penambahan konsentrasi
surfaktan MES pada air injeksi dihasilkan nilai IFT terendah adalah MES 3%
dengan nilai 1.97E-02 dyne/cm. Kemudian untuk penambahan konsentrasi
surfaktan SMES pada air injeksi dihasilkan nilai IFT terendah adalah SMES 0.5%
dengan nilai 1.15E-02 dyne/cm. Pada aplikasi acid stimulation dibutuhkan nilai
tegangan antarmuka minyak-air yang rendah. Dari data tersebut yang memenuhi
standar penggunaan konsentrasi MES untuk acid stimulation agent adalah MES
3% karena kisaran-kisaran yang umum diterapkan di industri perminyakan adalah
2-6% dengan nilai IFT yang rendah.
Kemudian pengukuran densitas yang merupakan berat jenis dari larutan.
Dalam formulasi, densitas berkaitan dengan selisih densitas (density difference)
antara densitas larutan surfaktan dengan densitas minyak bumi lapangan B
(0.81124 g/cm3). Nilai selisih densitas yang lebih kecil cenderung menghasilkan
nilai tegangan antarmuka yang lebih rendah. Analisis densitas formula surfaktan
MES disajikan pada Gambar 2.

9

Gambar 2. Grafik hasil analisis densitas formula larutan surfaktan
Hasil yang diperoleh dari densitas menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi surfaktan yang ditambahkan semakin berkurang nilai densitas. Hal
tersebut sesuai dengan fakta yang ada bahwa densitas larutan surfaktan lebih kecil
dibandingkan densitas air yang bernilai 1 karena surfaktan yang digunakan
merupakan produk turunan minyak sawit yang memiliki densitas dibawah air.
Sehingga semakin banyak konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka akan
semakin kecil nilai densitasnya.
Untuk pengukuran nilai pH cenderung mangalami penurunan seiring dengan
penambahan konsentrasi dari surfaktan hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hasil analisis nilai pH formula larutan surfaktan
Dari hasil analisis diketahui bahwa pH semakin menurun seiring
bertambahnya konsentrasi MES. Hal tersebut karena surfaktan MES memiliki pH
rendah (asam) sehingga ketika dicampurkan dengan air injeksi akan menurunkan
pH dari formula surfaktan tersebut.
Penambahan Asam Hidroflourida (HF) dan Asam Klorida (HCl)
Asam hidrofluorida (HF) merupakan jenis asam yang digunakan untuk
pengasaman pada batuan sandstone. Pada pengasaman batuan sandstone, asam
HF akan melarutkan mineral-mineral sand (pasir) dan clay (lempung). Asam HF
dalam pengasaman batuan sandstone pada umumnya dikombinasikan dengan
asam HCl untuk membantu proses kelarutan batuan jika batu sandstone
mengandung batuan carbonat (limestone dan dolomite). Dalam penentuan

10
konsentrasi asam, parameter yang digunakan adalah derajat kelarutan. Hal
tersebut dikarenakan tujuan utama acid stimulation agent adalah untuk melarutkan
batuan mineral sand (pasir) dan clay (lempung) sehingga dapat memperbesar poripori batuan dan meningkatkan produktifitas minyak.
Batu yang digunakan pada formulasi ini adalah batu berea yang merupakan
jenis batuan sandstone dengan komposisi sand 85.3%, dolomite 4 %, clay 5.7 %
dan beberapa mineral lainnya (Hendrikson 1961). Metode yang dilakukan adalah
dengan memotong batuan berea sebesar dadu kemudian batu ditimbang bobot
keringnya. Batu berea direndam selama satu hari didalam formula. Setelah
direndam batu dicuci dan keringkan dalam oven, kemudian ditimbang kembali.
Prosedur pembuatan formula acid stimulation agent dan pengujian derajat
kelarutan dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis penentuan konsentrasi asam HF
dilakukan dengan mencampur MES 3% dengan HF berbagai konsentrasi dan
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik hasil analisis MES 3% pada berbagai konsentrasi asam
HF
Hasil dari analisis penentuan konsentrasi asam HF menunjukkan bahwa
kelarutan batuan paling tertinggi adalah MES 3% dengan konsentrasi HF 9%.
Pada dasarnya untuk derajat kelarutan dapat dikatakan efektif apabila nilai derajat
kelarutannya mencapai 80% sesuai dengan penerapan di industri perminyakan
akan tetapi formulasi penambahan asam HF hanya mampu mencapai 75.07%
dengan konsentrasi HF 9%. Sedangkan untuk penambahan konsentrasi melebihi
dari 9% tidak dapat dilakukan karena konsentrasi HF yang berlebih akan
menyebabkan longsornya batuan yang terkandung dalam sumur. Asam HF
mempunyai sifat dapat melarutkan mineral-mineral sand (pasir) dan clay
(lempung), akan tetapi kecepatan reaksinya berbeda. Asam HF lebih cepat
bereaksi dengan mineral clay dibandingkan dengan mineral sand karena
permukaan mineral yang lebih luas (Hendrikson 1961). Faktor tersebut diduga
menjadi salah satu alasan kenapa penggunaan HF tidak terlalu efektif dalam
melarutkan batuan karena batuan berea yang dipakai hanya sedikit mengandung
clay dibandingkan dengan sand.
Asam HF mempunyai kemampuan mendispersi sand dan clay sehingga
menghasilkan senyawa fluosilisic acid dan fluoaluminic acid. Senyawa asam
tersebut mempunyai potensi untuk bereaksi dengan NaCl, KCl atau CaCl2 yang
terdapat pada air formasi atau air injeksi sehingga membentuk endapan (Allen and
Robert, 1993). Untuk mencegah proses pengendapan tersebut maka diperlukan

11
HCl sebagai retarder (penghambat). HCl juga berfungsi untuk membantu
memperbesar derajat kelarutan apabila batuan sandstone mengandung sedikit
batuan carbonat (limestone dan dolomite).
Pada proses acid stimulation untuk lapangan sandstone biasanya stimulasi
dilakukan melalui tiga tahap yaitu preflush, HF acid treatment dan overflush.
Tahap preflush merupakan proses injeksi asam yang digunakan untuk
membersihkan sumur dari mineral garam (NaCl, KCl dan CaCl2) sehingga
meminimalisir pembentukan endapan. Proses pada tahap ini menggunakan asam
HCl dan surfaktan sebagai agennya dengan konsentrasi HCl 5-10% tergantung
dengan kandungan mineral batuan (Allen and Robert, 1993). Tahap HF acid
treatment merupakan proses memperbesar pori-pori batuan dengan
menginjeksikan asam HF-HCl dan surfaktan sebagai agen yang mendispersi
mineral-mineral batuan sandstone. Penggunaan kombinasi HCl pada tahap ini
bertujuan untuk mendispersi mineral batuan carbonat yang terdapat dibatuan
sandstone. Untuk konsentrasi kombinasi HF-HCl tidak dapat ditentukan secara
pasti tergantung dengan kandungan mineral-mineral yang ada dalam batuan.
Kemudian tahap overflush yaitu tahap membersihkan HF dari sumur dengan cara
menginjeksikan HCl dengan konsentrasi 5-10% sehingga dapat menghambat
proses reaksi pelarutan batuan yang berlebihan, pembentukan endapan dan emulsi
yang disebabkan oleh asam HF (Allen and Robert, 1993). Formulasi yang
dilakukan adalah dengan menambahkan MES 3% + HF 9% dengan berbagai
konsentrasi HCl yaitu 2%, 6% dan 10%. Analisis penambahan konsentrasi HCl
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik hasil analisis derajat kelarutan MES 3% + HF 9% + berbagai
konsentrasi HCl
Dari hasil analisis kombinasi HCl menunjukkan bahwa nilai derajat
kelarutan mengalami penurunan dibandingkan dengan penambahan HF saja.
Tidak hanya itu penambahan HCl dengan konsentrasi berbeda tidak terlalu
berpengaruh dengan nilai derajat kelarutan karena hasil yang didapat hanya
berkisar 40-45%. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu:
pertama komposisi dari batuan berea yang digunakan hanya sedikit mengandung
mineral batuan carbonat yaitu 4% dolomite sehingga penambahan HCl kurang
begitu efektif dalam melarutkan batuan berea. Kedua, pada penelitian ini tidak
dilakukan tiga tahap acid stimulation pada lapangan sandstone, akan tetapi hanya

12
mewakili tahap kedua saja (HF acid treatment) sehingga penggunaan HCl yang
berperan sebagai retarder disini menghambat laju reaksi HF untuk mendispersi
mineral batuan sandstone. Untuk pengujian ini berdasarkan tujuannya didapat
kesimpulan bahwa nilai derajat kelarutan terbaik untuk lapangan B adalah formula
MES 3%+ HF 9%.

Uji Kinerja Formula Larutan Surfaktan
Uji kinerja merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
ketahanan dari suatu formula surfaktan apabila diberi suhu tinggi sesuai dengan
reservoir, kemampuan untuk melarutkan batuan sandstone dengan memperlebar
pori-pori batuan dan mengubah wettability batuan agar lebih water-wet. Pada
pengujian kali ini yang dilakukan adalah thermal stability test, wettability (sifat
kebasahan batuan) dan phase behaviour (kelakuan fasa).
Thermal Stability Test
Suatu formula surfaktan dapat dikatakan memiliki ketahanan yang baik
terhadap perlakuan suhu tinggi apabila tidak terjadi penurunan kinerja yang
signifikan. Pada formulasi lapangan sandstone untuk uji ketahanan panas
parameter yang digunakan adalah nilai derajat kelarutan dan sifat kebasahan
batuan (wettability). Suhu yang digunakan untuk menguji ketahanan dari formula
lapangan sandstone adalah 80 0C sesuai dengan kondisi suhu reservoir. Pengujian
ini dilakukan selama satu hari dengan pengukuran secara bertahap tiap 1, 6, 12
dan 24 jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai derajat kelarutan dan
wettability atau sudut kontak formula MES 3%+ HF 9% secara berturut- turut di
tunjukan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6. Grafik hasil analisis derajat kelarutan pada pengujian themal stability
MES 3%+ HF 9%

13

Gambar 7. Grafik hasil analisis sudut kontak pada pengujian themal stability MES
3 %+ HF 9%
Dari hasil analisis didapat nilai derajat kelarutan semakin meningkat seiring
dengan berjalannya waktu. Tidak hanya itu hasil analisis sudut kontak
menunjukkan hal yang sama dengan nilai sudut kontak yang semakin meningkat
seiring dengan berjalannya waktu. Hal tersebut dikarenakan reaksi dari asam HF
dalam melarutkan batuan berkorelasi linear terhadap waktu sehingga semakin
lama waktu yang diberikan maka akan semakin cepat laju reaksi. Laju reaksi yang
semakin cepat menyebabkan molekul-molekul bergerak bebas dan saling
bertubrukan dan semakin lama tubrukan akan menyebabkan batuan yang larut
semakin bertambah. Sedangkan sudut kontak yang meningkat menandakan bahwa
kinerja dari surfaktan mampu mengubah sifat batuan untuk menjadi lebih waterwet.
Wettability (sifat kebasahan batuan)
Wettability (sifat kebasahan batuan) merupakan ukuran yang menjelaskan
apakah permukaan dari batuan memiliki kemampuan lebih mudah terlapisi oleh
film minyak atau oleh film air. Surfaktan dapat menyusup ke daerah antarmuka
antar cairan dengan batuan dan dapat merubah kutub dari permukaan batuan,
sehingga akan merubah wettability dari batuan tersebut (Ashayer et al 2000).
Dalam pengujian ini lebih ditujukan untuk mengubah batuan agar bersifat waterwet atau dibasahi oleh air. Kemampuan pembasahan ini dapat diukur melalui nilai
sudut kontak antara minyak dengan batuan. Pengujian dilakukan melalui lima
perlakuan yang berbeda-beda untuk menunjukkan kemampuan formula dalam
mengubah sifat kebasahan batuan. Proses perancangan tahapan perlakuan pun
didesain agar dapat mengkondisikan stimulasi asam lapangan sandstone. Untuk
prosedur tiap tahapan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis
perubahan sudut kontak antara minyak dengan batuan pada berbagai perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 8.

14

Gambar 8. Grafik perubahan sudut kontak antara minyak dengan batuan pada
berbagai perlakuan
Dari hasil analisis sudut kontak ini dimaksudkan untuk mengkondisikan
batuan agar sesuai dengan kondisi reservoir yang sebenarnya. Untuk semua
perlakuan diawali dengan tahap perendaman air formasi yang kemudian akan
dilanjutkan dengan tahap perendaman minyak. Hal tersebut bertujuan untuk
menunjukkan kondisi reservoir yang selalu terendam dengan air formasi dan
batuan yang mengandung minyak, kecuali untuk perlakuan keempat yang sengaja
tidak direndam minyak untuk menunjukkan pengaruh kontak minyak terhadap
sifat kebasahan batuan sebelum proses stimulasi. Perlakuan pertama didesain
untuk mensimulasikan kondisi acid stimulation lapangan sandstone dengan
tahapan perendaman batuan yaitu preflush, HF acid treatment dan overflush.
Perlakuan kedua didesain untuk mensimulasikan kondisi acid stimulation
lapangan sandstone tanpa tahapan overflush. Perlakuan ketiga didesain untuk
menunjukkan acid stimulation lapangan sandstone tanpa tahapan preflush. Ketiga
perlakuan ini juga dilakukan perendaman kembali dengan air formasi pada tahap
akhir rangkaian perendaman.
Dari hasil analisis tahap awal menunjukkan perlakuan pertama pada batuan
sudut kontaknya adalah 48.83º, perlakuan kedua 56.36º dan perlakuan ketiga
38.13º. Hal tersebut menunjukkan bahwa batuan masih bersifat oil–wet.
Kemudian batuan mengalami proses perendaman lanjut dengan tahapan preflush,
HF acid treatment dan overflush. Pada tahapan preflush komposisi agen yang
digunakan adalah MES 3% dengan HCl 10%. Untuk tahapan HF acid treatment
komposisi agen yang digunakan adalah MES 3% dengan HF 9%. Sedangkan
untuk tahapan overflush adalah HCl 10%. Setelah melewati tahapan tersebut
didapat hasil analisis sudut kontak tahap akhir yaitu: perlakuan pertama yang
merupakan pengujian dengan tahapan preflush, HF acid treatment dan overflush
adalah 79.51º. Perlakuan kedua yang merupakan pengujian tanpa tahapan
overflush didapat nilai sudut kontak 79.37º. Lalu perlakukan ketiga yang
merupakan pengujian tanpa tahapan preflush didapat nilai 78.14º.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa nilai sudut kontak perlakuan
pertama yang merupakan perlakuan dengan 3 tahapan pada stimulasi lapangan
sandstone tidak terlalu jauh berbeda nilai sudut kontaknya dengan perlakuan
kedua. Sehingga dapat disimpulkan perlakuan yang paling efektif dalam

15
mengubah sifat batuan agar lebih water-wet adalah perlakuan kedua yaitu
pengujian tanpa tahapan overflush, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tahapan
overflush ditujukan untuk menghilangkan reaksi pelarutan batuan yang
berlebihan, pembentukan endapan dan emulsi yang disebabkan oleh asam HF
bukan untuk melarutkan batuan dan mengubah sifat kebasahan batuan.
Pada perlakuan keempat dan kelima merupakan perlakuan yang dibuat
untuk menunjukkan pengaruh minyak terhadap sifat kebasahan batuan. Perlakuan
keempat dilakukan perendaman pada larutan MES 3% dengan HF 9% saja tanpa
perendaman minyak. Sedangkan perlakuan kelima dilakukan perendaman minyak
saja. Kedua perlakuan tersebut juga dilakukan perendaman kembali dengan air
formasi pada tahap akhir perendaman. Dari hasil analisis tahap awal menunjukkan
nilai sudut kontak setelah perendaman pada perlakuan keempat adalah 37.1º dan
perlakuan kelima adalah 43.7º. Sedangkan hasil analisis setelah melewati tahapan
perendaman adalah 65.43º untuk perlakuan keempat dan 55.56º untuk perlakuan
kelima. Dapat disimpulkan bahwa formula surfaktan MES 3% dengan HF 9%
dapat mengubah sifat batuan dari oil-wet kearah water-wet yang ditunjukkan
dengan kenaikkan sudut kontak yang cukup signifikan.
Hasil analisis dari kelima perlakuan menunjukkan kenaikan nilai sudut
kontak yang dianggap cukup signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat
batuan berubah kearah water-wet meskipun nilai dari sudut kontak tidak mencapai
lebih dari 900 atau sesuai dengan sifat water-wet. Hal tersebut disebabkan oleh
proses pengujian yang dilakukan belum sesuai dengan kondisi yang ada pada
reservoir dimana pengukuran sudut kontak seharusnya diukur terhadap larutan
(menghitung sudut kontak ketika batu direndam) bukan udara (ketika sudah
direndam).
Phase Behaviour (Kelakuan Fasa)
Pengujian kelakuan fasa dilakukan untuk mengetahui bentuk mikroemulsi
yang terbentuk akibat pengaruh formula surfaktan. Jenis emulsi yang paling
diharapkan dalam metode IOR adalah emulsi fasa tengah atau mikroemulsi atau
paling tidak emulsi fasa bawah (Tim lemigas 2002). Perhitungan dalam kelakuan
fasa ini dapat dihitung dengan melihat ketinggian antara fasa formula dengan
minyak. Pengujian dilakukan dengan menyimpan sample dalam oven dengan suhu
sesuai reservoir yaitu 80ºC dan pengambilan pengamatan dalam waktu 0, 3, 6 dan
9 jam.

16

A

B

A

Jam ke 0

A

Jam ke 3

B
Jam ke 6

B

A

B
Jam ke 9

Keterangan:
A
= (Air Injeksi + MES 3% + HF 9%) + Minyak B (70:30) ulangan 1
B
= (Air Injeksi + MES 3% + HF 9%) + Minyak B (70:30) ulangan 2

Gambar 9. Hasil analisis kelakuan fasa formula larutan acid stimulation agent
Pada A dan B komposisi formula surfaktan adalah 1.32 ml dan untuk
minyak juga 0.58 ml. Setelah dilakukan penyimpanan dalam oven jam ke 6 dapat
terlihat bahwa komposisi formula mulai berkurang begitu juga pada jam ke 9 juga
mulai berkurang menjadi 1.29 ml.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa fasa mikroemulsi yang terbentuk
adalah fasa atas atau tipe II (+) karena formula acid stimulation agent mulai
mencampur dengan minyak. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh
Sheng (2011) bahwa suatu larutan dengan salinitas yang tinggi akan cenderung
membentuk fasa atas.

17

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa formula surfaktan terbaik
sebagai acid stimulation agent pada lapangan B adalah MES 3% dengan
penambahan HF 9%.
Dalam uji kinerja formula surfaktan sebagai acid stimulation agent formula
MES 3%+HF 9% dapat melarutkan batuan hingga 77.48 % dan memiliki sudut
kontak yang semakin meningkat selama proses uji ketahanan panas pada suhu
reservoir yaitu 80 0C dalam waktu 1 hari. Begitu juga dengan perhitungan nilai
sudut kontak pada pengujian wettability yang perlakuannya sengaja dilakukan
untuk mensimulasikan kondisi reservoir. Hasil analisis dari kelima perlakuan
menunjukkan kenaikan nilai sudut kontak yang dianggap cukup signifikan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa sifat batuan berubah kearah water-wet meskipun
nilai dari sudut kontak tidak mencapai lebih dari 900 atau sesuai dengan sifat
water-wet. Diketahui pula bahwa perlakuan yang paling efektif dalam mengubah
sifat batuan agar lebih water-wet adalah perlakuan kedua yaitu pengujian tanpa
tahapan overflush. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa tahapan overflush
ditujukan untuk menghilangkan reaksi pelarutan batuan yang berlebihan,
pembentukan endapan dan emulsi yang disebabkan oleh asam HF bukan untuk
melarutkan batuan dan mengubah sifat kebasahan batuan.
Hasil analisis kelakuan fasa formula menunjukkan nilai positif karena yang
terbentuk adalah fasa atas atau tipe II (+) sesuai dengan teori yang menunjukkan
bahwa mikroemulsi formula surfaktan mulai mencampur dengan minyak.

Saran
Pada penelitian acid stimulation untuk lapangan sandstone sebaiknya
digunakan alat yang dapat mengukur tegangan antarmuka yang mengandung asam
agar data yang didapat sesuai (fit). Kemudian batuan reservoir yang digunakan
sebaiknya berasal dari native core lapangan B bukan batuan Berea. Hal ini
dimaksudkan supaya hasil pengujian yang dilakukan dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya untuk lapangan B.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, T.O. dan A.P. Roberts. 1993. Production Operations 2 : Well Completions,
Workover, and Stimulation. Oil & Gas Consultants Inter-national (OGCI), Inc.,
Tulsa, Oklahoma, USA.
Ashayer R., C.A.Grattoni dan P.F.Luckham. 2000. Wettability Changes During
Surfactant Flooding. Imperial College. London, UK.
[AOAC] Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical
Chemist. 1995. Washington: AOAC.
Fisher CH. 1998. Correlating viscosity with temperature and other properties. J.
Am. Oil Chem. Soc. 75 (10) : 1229 – 1231.

18
Foster N.C. 1997. Sulfonation and Sulfation Processes.The Chemithon
Corporation.http://www.chemithon.com/papers_brochures/Sulfo_and_Sulfa.do
c.pdf [24 Mei 2013]
Hendrickson. A, R, Rosene, R. B, and Wiriand, 1961. The Role of Acid Reaction
Rates. in Planning Acidizing. Inggris: Trans AIEM 222:308
Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products 5th Edition. Volume 5.
New York: John Wiley & Sons Inc.
[KESDM] Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia. 2011.
Statistik Minyak Bumi. http://prokum.esdm.go.id/. [20-08-2013].
Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI
Press.
McCune C.C. 1976. Matrix Acidizing Model and Its Application to Different
Sandstones. Research Report, COFRC, Chevron Corp., Oktober.
OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). 2013. Permintaan
minyak mentah dunia. http://opec.go.id. [20-06-2013].
Schmitt TM. 2001. Analysis of Surfactant. Edisi ke-2. New York: Marcel Dekker,
Inc.
Sheng JJ. 2011. Modern Chemical Enhanced Oil Recovery:Theory and Practice.
Burlington: Gulf Professional Publishing.
Rivai M.2004. Produksi dan Formulasi Surfaktan Berbasis Metil Ester Sulfonat
dari Olein Sawit untuk Aplikasi Enhanced OilRecovery.[Disertasi] Bogor: IPB.
Tim Lemigas. 2002. Studi Awal Implementasi Injeksi Kimia di Formasi Talang
akar, Struktur Talang Akar Pendopo Lapangan Prabumulih: Penentuan
Parameter Batuan, Fluida reservoir dan rancangan Fluida Injeksi. Lemigas.
Watkins C. 2001. Surfactant and Detergent : All Eyes are On Texas. Inform 12 :
1152 – 1159.

19
Lampiran 1. Prosedur Analisis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)
1. Penentuan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui Titrasi Kationik (Schmitt
2001)
Surfaktan yang akan diuji ditimbang dengan tiga bobot yang berbeda (secara
berurutan 1, 2, dan 3 gram) dengan menggunakan neraca analitik dalam gelas
ukur asah 25 ml. Sebanyak 5 ml chloroform, 1 ml indikator bromocresol green,
dan 6 ml buffer phosfat ditambahkan lalu dikocok pelan sampai warna bagian atas
terlihat berwarna biru, sedangkan bagian bawah tidak berwarna. Larutan
kemudian dititrasi dengan hyamine 0.01 M. Titrasi dilakukan sampai warna biru
larutan bagian atas berpindah ke bagian bawah dan bagian atas menjadi tidak
berwarna. Setiap penambahan hyamine, kocok sampel dengan kuat. Volume titrasi
dicatat sebagai volume kationik. Dibuat grafik hubungan antara volume titran
(sumbu Y) dengan bobot sampel (sumbu X) kemudian dilihat slope dari garis
linier yang terbentuk dan hitung kadar bahan aktif dengan rumus berikut.
Bahan Aktif (%) = slope x konsentrasi titran (M) x BM surfaktan x 0.1
2. Pengukuran pH (pH-meter Schoot)
Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik
menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Alat pH-meter disiapkan
dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan
buffer pH 4.0; 5.0 dan 7.0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO2/
aquades yang memiliki pH antara 6.5 sampai 7.0. Selanjutnya elektroda
dicelupkan ke dalam formula larutan MES yang telah disiapkan. Nilai pH dibaca
pada pH-meter setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan
aquades. Pengukuran dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai
yang terbaca mempunyai selisih lebih dari 0.2 maka harus dilakukan pengulangan
pengukuran termasuk kalibrasi.
3. Penentuan Viskositas (Rheometer Brookfield DV-III Ultra)
Pertama spindle yang tersedia dipasang ke viscometer dan kemudian
diturunkan perlahan sehingga spindle masuk ke dalam sampel. Volume sampel
yang digunakan jangan terlalu banyak atau berlebihan karena sangat menentukan
sistem kalibrasi. Untuk memperoleh sampel yang mewakili, ketinggian cairan
diatur segaris dengan batang spindle pada garis kira-kira 3.2 mm di atas bagian
atas spindle yang meruncing dan kabel pengukur suhu pada alat dipasangkan.
Rheometer kemudian dijalankan dengan kecepatan 6 rpm dan kemudian
baca nilai viskositas setiap 2 detik selama 1 menit. Nilai viskositas akan terbaca
secara otomatis oleh alat. Data hasil pembacaan di-export ke dalam format .xlsx
dan beberapa data pertama dari hasil pembacaan dibuang karena dianggap kondisi
put