DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan. Adapun perumusan masalah yang
hendak dikemukakan penulis adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara
pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur?
2. Apakah kendala hakim serta upaya yang dilakukan hakim dalam
menjatuhkan putusan perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka peneliti menentukan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.
2. Untuk mengetahui kendala hakim serta upaya yang dilakukan hakim
dalam menjatuhkan putusan perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.
Berdasarkan permasalahan di atas, manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta
pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan pada khususnya mengenai pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.
b. Memberikan sumbangan pemikiran dan suatu gambaran yang lebih
nyata mengenai pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur dan kendala
serta upaya hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan bahan masukan bagi penulis sendiri mengenai ruang
lingkup yang dibahas dalam penelitian ini. b.
Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis dalam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan
perkara pidana persetubuhan dengan anak di bawah umur.
D. Kerangka Pemikiran
Persetubuhan merupakan kejahatan kesusilaan kemanusiaan. Dalam Kamus Istilah Fiqh menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan persetubuhan
adalah hubungan kelaminseks antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan perkawinan yang sah, yaitu memasukkan dzakarkelamin laki-laki ke
dalam farjikelamin perempuan, minimal sampai batas qulfah kepala dzakar.
13
Persetubuhan terhadap anak di bawah umur artinya persetubuhan yang dilakukan terhadap seseorang yang mana seseorang itu belum genap berusia
lima belas tahun.
14
Sementara itu, pengertian anak sendiri dapat kita lihat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yaitu: “Seorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Pengertian anak juga dapat kita lihat
dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yaitu: “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal
telah mencapai umur delapan tahun 8 tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin”
Mengenai perlindungan atas tindak pidana persetubuhan atas wanita di bawah umur, diatur dalam KUHP Pasal 287 ayat 1 selengkapnya berbunyi:
Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya
belum 15 tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Perlindungan terhadap tindakan persetubuhan atas wanita di bawah umur juga dapat kita lihat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak yaitu dalam Pasal 81, Pasal 82 dan Pasal 83. Dalam Pasal 81 menyebutkan bahwa:
13
Ibid. Hal. 123.
14
Pasal 287 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
1 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan penjara paling
lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan
paling sedikit Rp.60.000.000,00 enam puluh juta rupiah;
2 Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Dalam Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,
membujuk anak untuk melukukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15lima belas
tahun dan paling singkat 3tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. Sejalan dengan itu, Pasal 83 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa: Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak
untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15lima belas tahun dan paling singkat 3tiga tahun dan
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp. 60.0000.000,00 enam puluh juta rupiah.
Anak yang masih di bawah umur, yang mana mereka menjadi korban
persetubuhan berhak atas perlindungan. Jaminan perlindungan itu berupa hak, hak tersebut tercantum dalam aturan perundang-undangan yang legal. Dalam
Pasal 5 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban dijelaskan bahwa:
1 Seorang saksi dan korban berhak:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan
harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya;
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan; c.
Memberikan keterangan tanpa tekanan d.
Mendapat penerjemahan e.
Bebas dari pertanyaan yang menjerat f.
Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus g.
Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan h.
Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan i.
Mendapatkan identitas baru j.
Mendapatkan tempat kediaman baru k.
Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
l. Mendapat nasihat hukum;danatau
m. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir. Pada dasarnya hakim yeng mengetahui dan menghayati tugasnya, dapat
menjalankan peradilan sesuai dengan harapan masyarakat dan negara. Hakim dalam menegakkan hukum tidak hanya menegakkan “bunyi” dari ketentuan-
ketentuan undang-undang saja, melainkan di samping itu “mengadili” mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat untuk diterapkan
dalam putusannya dan yurisprudensi akan menjadi sumber hukum kearah cita-cita nasional berlandaskan cita-cita masyarakat.
15
E. Metode Penelitian