Perencanaan Lanskap Jalan Western By Pass di Kotamadya Denpasar, Bali

RINGKASAN
INE NILASARI.

Perencanaan Lanskap Jalan Westertz By Pass di Kotamadya

Denpasar, Bali @i bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).
Jalan Western By Pass dengan panjang keseluruhan .t 13 km merupakan salah
satu jalan yang akan dibangun di wilayah Denpasar bagian barat, digunakan untuk
menghubungkan daerah-daerah di sebelah utara (Tabanan, Kintamani, Sangeh, dll)
dan selatan Denpasar (Kuta dan Nusa Dua). Jalan yang berfungsi sebagai jalan Arteri
Primer ini bersama-sama dengan Northern dan Sorrthertz By Pass akan membentuk
jaringan Outer Ring Road yang mengelilingi Kotamadya Denpasar dan direncanakan
selesai serta mulai beroperasi secara optimal pada tahun 2002.
Pada umumnya, pembangunan berbagai fasilitas di perkotaan termasuk
pembangunan jalur-jalur jalan telah menyita lahan-lahan terbuka yang berdampak pada
berkurangnya ruang bervegetasi dan bentukan ruang terbuka lainnya. Kondisi ini lambat
laun berdampak pada perubahan iklim mikro perkotaan, antara lain terhadap suhu
udara, kecepatan angin dan intensitas cahaya serta berdampak pada menurunnya
kualitas udara akibat polusi oleh kendaraan bermotor. Oleh karena itu, dewasa ini
lanskap jalan menjadi ha1 yang sangat penting dan tak terpisahkan dalam proses
pembangunan sebuah jalan.

Selain memperhatikan aspek lingkungan/ekologi di sekitarnya, jalan beserta
lanskap jalan juga hams memberikan fungsi keamanan, kenyamanan dan keindahan
baik bagi para penggunanya maupun pada masyarakat di sekitarnya. Dalam ha1 ini,
untuk mewujudkan fungsi-fungsi tersebut, jalan beserta lanskap jalan yang ada di
sekitarnya tersebut hams dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh. Di samping
itu, keunikan budaya yang dimiliki oleh Bali merupakan daya tarik tersendiri bagi
wisatawan yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun dan menjadi sumber
pemasukan devisa yang cukup besar bagi pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu
dalam studi ini perencanaan lanskap yang dilakukan diupayakan untuk menampilkan
ciri khas Bali tersebut. Selain bermanfaat dalam membentuk mental nzap pengemudi
juga untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi para penggunanya.

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survei dengan tahapan
pekerjaan menurut Rachman (1984), yaitu Cara Berfikir Lengkap Merenca~mdan

Melaksal~ameliputi tahap inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan dibatasi sampai
dengan tahap perencanaan. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, faktor-faktor
yang dianalisa dalam studi ini antara lain faktor fisik dan biofisik tapak, faktor teknik
jalan, faktor sosial serta kebijakan pemerintah daerah setempat.
Dengan mempertimbangkan kendala dan potensi pada tapak serta manfaat

jalan dan lanskap jalan tersebut bagi pengguna, masyarakat dan lingkungan sekitarnya,
maka fungsi-fungsi yang dapat dikembangkan pada Western By Pass adalah fungsi
keamanan, kenyamanan, pelayanan, keindahan, konservasi dan penyangga. Sedangkan
lanskap yang berciri khas Bali dibentuk antara lain melalui penerapan konsep yang
terdapat dalam budaya tradisional Bali.
Konsep dasar perencanaan lanskap jalan Western By Pass adalah penataan
lanskap yang secara keseluruhan mampu menunjang beragam fungsi jalan tersebut,
yaitu fungsi keamanan, kenyamanan dan keindahan, memberi dampak positif bagi
masyarakat dan lingkungan sekitarnya serta memiliki ciri khas Bali. Konsep dasar ini
ditunjang oleh konsep pengembangan yang terdiri dari konsep lanskap, konsep ruang,
konsep sirkulasi, konsep tata hijau dan konsep fasilitas/perlengkapan jalan.
Kriteria tanaman yang umum digunakan pada WesternBy Puss adalah dari jenisjenis yang toleran terhadap gas-gas polutan, hama dan penyakit serta intensitas cahaya
yang tinggi. Selain itu, memiliki daun yang hijau sepanjang tahun, batang dan akar yang
kokoh, pemeliharaannya mudah serta memiliki nilai estetika. Penggunaan jenis-jenis
tanaman lokal dengan nilai budaya tertentu yang memenuhi kriteria tersebut lebih
diutamakan. Penempatannya pada tapak hams memperhatikan kondisi s t ~ k t u r j a l a n ,
jaringan utilitas di bawahnya serta bentuk dan ukuran tanaman pada saat dewasa.
Perencanaan lanskap pada daerah penerimaan mengutamakan fungsi identitas
dan fungsi mempertegas arah lalu lintas. Fungsi identitas dimaksudkan untuk memberikan
kesan yang mendalam sehingga pengguna jalan dapat mengetahui dirinya akan

memasuki atau keluar dari mas jalan ini hanya dengan melihat keadaan di sekitarnya.

Sedangkan fungsi mempertegas arah sirkulasi diperlukan untuk membimbing pengguna
jalan memasuki atau keluar dari ruas jalan yang dimaksud.
Daerah penghantar mempakan daerah yang diakomodasikan untuk pergerakan
kendaraan. Dengan demikian, maka perencanaan lanskap pada ruang ini menekankan
fungsi keselamatan dan fungsi kenyamanan. Dengan mempertimbangkan kecepatan
kendaraan yang tinggi, maka untuk memberikan perubahan suasana yang dapat tertangkap
oleh pandangan mata, panjang penanaman yang dilakukan untuk setiap jenisnya adalah
i 500 m.

Daerah penyangga pada tapak berperan sebagai pembatas antara daerah pergerakan
kendaraan dengan lingkungan sekitarnya yang memiliki sifat penggunaan lahan yang
beragam dari pertanian, permukiman hingga perniagaan. Perencanaan lanskap pada
daerah ini menekankan fungsi penyangga, konservasi, kenyamanan dan estetika. Penataan
tanaman dilakukan secara massal dan rapat kecuali pada tempat-tempat yang memiliki
visual menarik.
Daerah persimpangan pada tapak berperan sebagai mang aksen yang bermanfaat
untuk memecah kemonotonan. Hal ini antara lain diwujudkan melalui penempatan
jenis-jenis tanaman dan lnndmnrk yang mampu menarik perhatian. Untuk memberikan

orientasi arah, jenis-jenis tanaman ditata sesuai dengan konsep Nawn Snngn.
Secara garis besar, fasilitas/perlengkapan jalan yang ditempatkan pada setiap
mang di Western By Pass disesuaikan dengan perkiraan kebutuhan, yaitu sesuai dengan
jenis aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Berdasarkan sifatnya dalam memenuhi
kebutuhan pengguna jalan, fasilitadperlengkapan jalan tersebut dibedakan atas fasilitad
perlengkapan jalan yang memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, pelayanan, identitas dan
penyangga. Sedangkan penempatannya diupayakan agar bersifat fungsional dan estetis.

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Agustus 1975. Penulis adalah
anak ketujuh dari tujuh bersaudara, putri pasangan (Alm.) Drs. Noerdin N. Zen, MS
dan (Alm.) Sri Winarni.
Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Taman Kanak-Kanak Negeri
Mexindo Bogor pada tahun 1980. Tahun 1988 penulis lulus dari Sekolah Dasar
Kesatuan Bogor dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Kesatuan di Bogor.
Setelah lulus pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 1994.
Pada tahun 1994 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Dan pada tahun berikutnya penulis diterima
sebagai mahasiswa di Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian IPB.

Selama menjadi mahasiswa Arsitektur Pertamanan IPB penulis berpartisipasi
aktif sebagai panitia maupun peserta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON). Pada awal tahun 1999 penulis
tercatat sebagai peserta international Student Conlpelition for Mzlsi Riverside

Tozlrisn~Development yang diselenggarakan oleh Centre for Research on Tourism Institut Teknologi Bandung.

PETA