Kebutuhan energi dan protein domba induk pada fase akhir kebuntingan dan laktasi
KF,BUTUHAN ENERGI DAN PROTEIN DOMBA INDUK PADA
FASE AKHIR ICEBUNTINGAN DAN LAKTASI
DISERTASI
PROGRAM P W A S W A N A
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1996
Energy and Crude Protein Requirements of Ewes During Late
Pregnancy and Lactation
ABSTRACT
Thuty-six Javanese thin-tail ewes were caged individually and
allotted randomly to a 3 x 3 factorial arrangement of dietary treatments,
consistingof three levels of crude protein (15,18 and 21% on DM basis) and
three levels of metabolable energy ( 10,11.7 and 13.4 MJ/kgDM), with four
replicates. Dry and organic matter intakes ( g ~ k g B ~ 'dunng
~ ) late
pregnancy, as well as during lactation, were not significauly different
between treatments. It was also found that the apparent digestibility of the
nutrients were unaffected by the dietary treatments. Increasing both dietary
protein and energy level , however, significantly (P < 0.05) increased
nitrogen retention and metabolizable energy intake. A significant linear
relationship (P < 0.01) was found between nitrogen intake and nitrogen
retention. Based on the data obtained, that the metabolize energy
requirement of pregnant and lactation ewes can be described by the equation;
E M 0 = - 40.63 + 0.35 BWms(kg) - 4.63 ADG (kg)+ 9.61 Log EMICP
(MJ/kg); and EM (MJ)=-43.66 + 0 . 2 2 4 ~ w ~
+ 9.397
w DMP (kg) + 9.71
log EMEP (MJncs), mpestively. While, model predictions of crude protein
requhment d d be c a l w by equation; CP (kg) = 1.03 + 0.008 BV'
0.0997 ADG (kg) 0.204 log W C P @4J/kg) for pregnat ewes and CP (kg)
= 0.5344 + 0.0085 BW O
". + 0.299 DMP (kg)- 0.1123log EM/CP(MJflaksm dua lcsralcteristik mum reprodssi domba di Indonesia.
2
Selmjutnya dilaporkan bahwa domba di Iadonesia d q a t bcranak lebih dsri satu
&or jxdcelahinm, munun tbgkat kematian anak p e r i d pra-sapih, cadcup tinggi
(Inounu, 1995).
Keadaan tersebut disebabkan anak yang d i l a h i h pada
umumnya lemah (Gatenby, 1993) dan pcngadaan surm selama fssc lalctasi olch
domba induk tidak men~ukupikebutuhan domba a&
Hal -but
diakibdcm
-
domba in& tidak menclapat oukup pasolcan nutrien baik sclarna fase akhit
kebuntingan maupun selama fase laktasi. Oleh katma itu,
kumulatif
dua fak;for status fisiologis tersebut akan m e m p e n g d h & t pmduksi a n d
per domba induk.
Ross (1989) melapodcan bahwa kebutuhan akan nutrien dari domba
induk bunting atau yang sedang laldasi lebih besar daripada domba induk yang
tidak dalam keadaan bunting. Kebuahan nutria yang lebih bear pada domba
induk bunting dan laktasi, =lain dipenmtulcan kebutuhaa hidup pdrolq antara
lain digunakan untuk (i) paturnbutran foetus y q dik&hui meningkat pada
6 minggu akhir kebunthpq (ii) keperluan
induk scbagai cadangan energi
tubuh yang akan dipergmdcm pada periode laktasi dan (iii) perkembangan
organ ambing sebagai penghasil susu ( Robinson, 1983; Orr et d , 1983;
Anniscm et d,1984; Foldager and Sejrsen, 1987). Disisi lain, Orr et d(1983)
melaporkan bahwa kentampuan konsumsi
pakan
domba
bunting akan
3
menurun sejalan dcngan umur kebuntingan. Dua keadaan yang kontravmial,
yakni kebutuhan akan nutrien yang menin&& dan kemampusn yang tcrbatag
untuk dapat mengkommsi nutrien pada saat bunting menimbdkm d a h ,
khususnya bagi praktisi, untuk d a p t meneqkan pengetahuan yang dimiliki.
Sebagai konsekuensi keadaan terstbut menyebabkm h b a induk ymg stdang
bunting atau laktasi akan kekurangan nutrien (Russel,1979). Akibatnya bob&
lahir lebih ringan dari bobd lahir normal, sehingga dapat menyebabkan tinkematian anak sebelum disapih menjadi ting@(Inounu, 1995). Demikian pula
domba in@ yang mengalami kekutrrngan nutrien akan mengalami p e n h
siklus berabi (Egan, 1984).
Oleh karena itu fase Icebuntingan dan laktasi
mcnrpakankcadaan yang paling lcritis selama siklus hidup domba betina
Penelitian di d a d beriklim sejuk mcnwjukkan bahwa dengm
pemberian pakan Yang mengmd=g p"tein
memenuhi kebutub domba induk
energi Yang cukup
dapst mengurangi tingkat kematian p-a-
sapih dan sebagai konsekutnsinya produksi total dmba anak per kelahiran
dapat meningkat (Van de Wiel et aL, 1976; Russel, 1979). Demikian juga
dilaporkan bahwa daya hidup ahak domba mempunyai hubungan yang positif
dengan k e t e d 1979).
sum, terutama pada bulan pertama kelahiran (Treaoher,
K w u a n menghasilkan air susu
ccrmin dari
4
kemampuan induk dombrr (Russel., 1979). Pakan yang oukup selama fase
bunting menyebabkan domba inctuk dapat menimbun sebagim cncrgi yang
dikonsumsi dalatn bentuk energi cadangan Encrgi cadangan t m c h t ummmya
d-i
selama fase laktasi dalam upaya memenuhi kebutuhan domba
snak akan susu.
Kebutuhan energi dan protein domba inckrlt di daerah tropika belm
h y a k diketahui temtam untuk domba di daerah tropika basah, d a g a h m
yang terjadi terhadap h b a ekor tipis di Indonesia. Kondisi lingkmgan di
Indonesia yang bdeda, besar kcmungkinannya akan mcnyebabkm kcbutdum
energi dan protein domba induk pada fase bunting dan laktasi, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kebutuhan energi dan protein domba induk di d a d
beriklim scjuk.
Penelititin ini bertujuanmemberi gambaran ktbutuhan energi dan protein
domba induk ekor tipii lokal Jawa pada fase akhir bunting dan laktasi.
Diharapkan dengan meqetahui gambaran kebutuhan enctgi dan w i n domba
induk bunting dan laldasi dapat merupakan langkah awal pen-
strategi
pola pembcrian pakan damba induk stlama siklus rqmduksi, khumsnya dalam
upaya mempertinggi tingkat produktivitas t
d domba di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
T e d Domba di Indoneda.
Sebagai hewau hcrbivora ptmamahbiak, ternak domba digolongkan
dalam famili Ovis Aries, dan merupakan hewas pertama yang berhasil
didomestikasi dan ditenrakkan (Eaminger dan Parker, 1986) untuk mcmenuhi
sebagian kebutuhan pangan proteinhewani.
Bangsa domba asli Indonesia tidak diietahui dengan pasti (Merken dan
Soetllirat, 1991). Namun, Mason (1978) melapodcan bahwa domba di Indonesia
dapat dikelompokkan dalam tiga kattgori, yakni domba ekor gem& (fat-tailed
sheep), domba ekor d m (rump-tailed sheep) dan domba ckor tipis (thintailed sheep). Diperkedkamya beberapa bangsa domba dari daaah beriklim
dingin menyebabkm ragam domba ymg terdapat di I n h i a semakin banyak.
Hal ini dapat menyebablcan tingkat kern&
aeekor domba tidak diketahui
&ngan jelas. Bangsa domba Priangan, ysng sering juga dkbut sebagai domba
Garut (ekor medium) n w m p a h hasil persilangan antara domba Iokd Gartit,
Cape dan Merino yang didatangkan ke Indonesia pada -811
tahun 1860-
an (Merken dan Soemirat, 1991). Dilaporkan juga bahwa domba "Priangan"
hasil persilangan tersebut mempakm salah satu jenis &mba yang telah mampu
beriadaptasi dengan bdc pada kondisi Indonesia dan memiliki potensi genetik
6
produksi yang oukup tinggi (Mason, 1980; Tunex, 1978). Psda tahun 1992,
&ah
penyebaran terpadat ternak domba terdapt di wifayah Propinsi Jawa
Barat dan Jawa Tengah dengan populasi sebanyak 3.052.143 dan 1.402.429
ekor atau masing-masingsebtsat 49 % dan 22 % dari populasi total (Dir. Jen
Petemakan, 1995).
Sistem Pencernaan Domlm d m Fungsinya.
Seperti halnya ternak ruminansia lainnya, domba mentQakan tcrnak yang
mampu menoerna pakan hijauan yang tidak berguna atau yang bedaditas
rendah menjd prod& bernilai gizi tin& untuk memenuhi kcbutuhan pokok
m a t manusia (Brown and Johnson, 1984). Keadaan tmebut discbabkan tenrak
domba memiliki sistem perroernaan yang sangat kompleks. Sbtem
pen-ya
mempmyai kematnpuan yang tinggi untuk dapat merombak
nutrien dari p&an hijauan dan butiran mtnjadi produk antara, yang berguna
bagi mikroba rumen dan t
d yang
Alat pemamm tenrak domba terdiri atas perut depan (yore stomach ")
dan pemt belakcmg ("lower truct'c). Perut depm terdiri atas rethlum dan
nmen. Bagian retikulum dan nrmen dilaporkan mcxupakan suatu kesatuan yang
disebut juga sebagai "reticula-rumen", dan dibatasi oleh &at
yang disebut
7
Reticulo-rumen berfUngsi 8ebagai tempat
"reticulo-ruminal fold".
penqungan pakan, homogenisasi pskan dengan oairan rumen, terjadinya
kegiatan mikroba rumen (f-hi),
clan pcnyenpn beberapa nutria yang
berpatikel keoil dan air. Fungsi utama rumen adalah sebagai tempat p a e x d m
selulosc menjadi produk antara (Perry, 1984). Pemtoahan selulose dilakukan
-
oleh miluoba rumen, yang pada tingkat kessaman m e n (pH) sntara 6 7, suhu
rumen 390 C, perkembangan mikroba rumen dapat berlmpng dengan baik.
Tingkat keasamm rumen dipert&nkan dengm adanya oairan saliva yatlg
. .
diwkresikan selama ptostir makan dan mastikasi. Produk utama yang d h d k a n
selama proses penoernaan dalam nunen adalah asam lemak atsiri (wlatilefatty
acid - W A ) (Moe and Tyrrell, 1973; Leng et aL, 1977; Sutton, 1980). Asam
lernak atsiri akan d i i dan diper-
untuk kebutuhan induk semangnya.
Saluran petloernaan bagian belakang (nlarcler tract")terdiri atas omasum,
abomssum, usus keoil (dwznodum, jejextum dm ileum), usw besar (caecum dan
colon) dan rektum. Anatomi den fimgsi frsiologis dari saluran penoanaan
bagian be-
d i l m ssma dengan saluran penocnraan ternak non-
nrminansia (Van Socst, 1982), yalrni sebagai tempat ttjudinya pcncernaan oleh
enzim dan penyerapan n&i
(Moe and Tyrrell, 1973).
Omasurn menpkm bagian organ ketiga dari saluran penoernaan yang
8
berbentuk oval dan kecil serta berhubungm dengan retikulo-rumen dan
abomasum pada sisi yang berlawanan. Fungsi lltrtma omasurn diketahui sebagai
pompa peny+
untuk mcmisahkan air dengan digesta yang berpatikel kecil
dan homogen untuk selanjutnya disalurkan ke sbomasum (Anderaan and Weber,
1%9).
Keadaan yang dernikian menyebabkan e e l "digestan yang masih
kasar tidak dapat masuk ke abomam. Pads bagian omasurn juga terjadi
penyerapan air dan molekul kecil nutrisi, eeperti VFA, ion K, Na dan lainlaixmya (Moe and Tyrrell, 1973).
Ingesta yang lolog dari omasum akan sampai ke abomasum dalam waktu
yang relatif singkat, yakni 1-2 jam (Van Soest, 1982). Demgan bantuan kelenjar
lambung, in-
a h mengalami perombakan melalui suatu
penctrnaan
yang untuk selanjutnya sebagian hasil p e r o m b b a h disersp dan sebagian
besar &an 1010s ke bagian saluran pencernaan berikutnya yakni usus halus.
Ingcsta ymg berasal dari abomasum basifat asam dan dengan bantuan cairan
kelenjar empedu akan dindrallran. In-
tersebut sclanjutnya akan dihidrolisis
oleh enzim arnilolitik, triptik dan lipolitik yang dikeluatican oleh kelenjar
pankreas (Van Soest, 1982). Produk yang dihasilkan akan diserap dalam usus
halus dengan tingkat e f i s ' i i yang tinggi sehingga asam amino ysng dapat
menCapai caecum relatif sadikit (Lloyd et al., 1978).
10
kebutuhan dm perkembangan mikroba rumen. P m i terbesar ATP, berasal dari
hasil fermentmi kmbohidrat menjadi VFA. Jumlah energi ATP tersebut sebesar
dengan 3,5
- 4,5 moles per mole glukoee yang terfkmentasi (Swan, 1979;
Harrison and MoAllen, 1980).
Produk fermentasi oleh mikroba dalam nnnen
menyedialcan scbagian besar kebutuhan ternak akan w i n dan energi. Produk
pembekal energi tersebut pada umumnya dalam bentuk VFA dan dipetkirakan
75% diserap melalui nrmen (Leng, 1980). Komposisi asam lemak dslam VFA
sangat ditenthn oleh jenis pakan yang dikonsumsi. P
h yang terdiri dari
sebagian be= hijauan a h mengasilkan konsentrasi asam asetat yang lebih
tinggi, sedanglccm konsentrasi asam propionat akan meningkat apabila palcan
ternak krdnd tenliri dari sebagian besar konsentrat (Yost et aL,1977). VFA
hasil perombakan tersebut selanjutnya akan digunstcan Cpebagai sdxtrat untuk
pembentuh produk lain.
Pen-
asam asetat dan butirat akan
mengasilkan asam keton, yang selanjutnya akan terserap dan diangkut oleh
darah ke hati. Peningkatan konscnttssi asam ptopionst dapat menpnmgi
produksi asrrm ketan, semenhm asam propionat t e r d u t d m dikonversikan
mcnjadi asam taktaf yang untuk selanjutnya
bahan m a
pembentdm glukose di hati (Leng et al, 1977; Yost et al, 1977).
Protein pakan akan dihidrolisis menjadi ssam amino. Sebagian asam
11
amino tersebut akan digunakan oleh mikroba rumem untuk sintesis protein
mikroba, dan sebagian besar terfennentasi menjadi NH,.
A d a k akan
digunakan sebagai 8umber N dalam sintesis protein, dan sisanya akan diserap
melalui dinding
Tingkat penyerapan NH, 01th retikulo-men
ditentukan oleh tingkat konsentrasi NH, dan keasaman dalam m e n . Tingkat
sintesis protein mikroba dalam m e n sangat tergantung pada ketersediaan
nitrogen (van't Klooster and Boekholt, 1972; Orakov, 1982). Oleh karena itu,
NH, rnenpkan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan mikroba
seoara normal (KaufriuwZ 1979).
Roffler and Satter (1975) melaporkan bahwa koasentrasi protein kasar
pakan sebesar (10
- 13)%
amoniak nrmen sebesar 4
memiliki nilai yang setara dengan konsentrasi
-
5
m M NH, per 1 cairan rumen.
Frekuensi
pemberian pakan dapat meninglcathn laju sintesa protein mikroba yang lebih
tinggi. Egan (1980) m e l q o d m bahwa laju dan tempat terjadinya sintesis
protein berbeda, demikisnjuga laju "turnoverpmtein" tubuh berbtda. Sebagai
konselcuensinya jumlsh asam amino dan moniak yang dibutuhkan untuk
sintesis protein dan j d a h yang dirombak selama proses tltttabo1isme
bervariasi.
Perturnbuhan dcmba rumen ditentukan oleh p.oduksi ATP selama
12
proses fermentasi dan hubungan -but
d i n y h sebagai gram mikroba-N
per kg bahan otganik tercema (van't Klmter and Boekholt, 1972; Ka1979). Niai rataan bahan kering mikroba yang dapat dihasiJkan dari 100 g
bahan organik yang terfermentasi adalah 20-25 g atau jumlah ini setara dengm
3-4 g mikroba-N (Hogan dan Weston, 1971; Kaufmann, 1979).
Protein mikroba yang berhasil diitesis dalam rumen menrpakan
amber utama asam amino untuk ternak Nminansia setelah mengalami proam
perombakan (penoemaan) di abomasum. Selanjutnya produk h d w t diserap
melalui dinding usus halus, dengan tingkat kcaxman antara (75-85)% (Lag
et aL,1977). Dalam abomasum, rnikroba rumen yang telah mati ddam insiap untuk dioerna seem enzimatik. Ingesta yang telah rnengalami proses
enzimatik a h meninggallcan abomasum. Ingesta
mengandung scdikit
VFA, aampuran protein pakm yang tidak terfhmentasi, protein mikroba clan
sebagian protein endogenous, l&
dan xjumlah kecil karbohidrat. Dalam
usus halus (kecil), ingesta akan beroampur dengan cairanendokrin dari pankreas
dan ean..eduserta cairan usus kecil. Oleh karcna itu, dengan bantuan enzimenzim ttnsebuf proses pencemaan yang sejati tejudi pada bagian ini. Hasil
perombakan tersebut sebagian besar terserap pada bagian ini dengan tingkat
-k
antara (75-85)Yo (Leng, 1977).
13
Tidak semua sisa ingesta, bahan endogeaous dan mikroba dioerna dalam
usus halus. Oleh karena itu sebagian akan lolos dan terferrncntasi dalam usus
besar dan caecum.
Diperkirakan VFA h i 1 fmentasi dalam bagian
penoetnaan ini &ipat menyedialcan (5
- 10) %
kebutuhan ternak akan VFA
(Egan, 1980). Komponen lain yang terdapat pctda bagian ini adalah protein
endogenous dan "non protein nitrogenN(NPN) yang digunakan oleh bakteri
sebagai rmbsttat. Mikmba yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh temak,
karena tidak tersedianya enzim yang *at
merombak mikroba tersebut serta
posisi bagian duran ini terletak di bagian belakang saluran yang bcrfimgsi
d a g a i ternpet pcn~e=P=
Produk lain yang dihasillcan dari proses f-tasi
(CH,),
adalah gas methan
dari hasil f m t a s i pati. Gas methan tidak dapat digunakan
baik oleh mikroba rumen maupm tenrak sebagsi s u m k enerS; (Perry, 1984).
Oleh karma itu p.oduk -but
dikatakan scbagai a
r
e yang terbuang
perouma. Pcrombakan pati dalain rumen dilaporkan tidak sacfektif yang terjadi
di bagian duran
per#.~trrsenusus.
Produk lain yang juga diiillcan dari
perombakan pati adalah asam lemak bebas dan aeaan femak tidak bebas.
Sumber Energi untuk Domba
Komponen dmmr nutrisi pakan yang dapat digunakm sebagai amber
14
energi oleh ternak adalah kabhidrat, protein dan lemak. Dalam rraluran
pencemaan, komponen tersebut mengalami p e r o m b h baik secara mekanis
flt8'4-
enzimatis menjadi produk antara yang selanjutnya dajwt digunakan
sebagai sumber energi, setelah melewati beberapa tapak jalan biologis
(biokimia).
Karbohidrat. Karbohidrat menplum bagian komporten nuttisi yang
umumnya terdii dari umur hihogen, oksigen dan karbon, serta diklasifikasikan
menjadi mmosakarida, disakarida dan polisakarida.
Berdasarkan tingkat
kelarutannya, b h i d r a t digolongkan menjadi dua, yaitu yang larut dan tidak
larut. Perombakan karbohidrat yang soluble (seperti "nitrogen pee extract")
terjadi dalam usus kecil. Kdohi&at, terutama yang tidak land, seperti selulose
dan m a t kasar akan dicema dalam rumen. Meskipun pada kenyataannya
perombakan komponen ini terjadi juga pada bagian belakang saluran
penottnaan P e r o m b h selulose dan serat kasar yang terjadi di bagian perut
belakang (tambahan) tidak banyak berman€' baik untuk mikmorganisme
maupun untuk ternak yaag bersangkutm. Hal ini disebabiran perombakan
tersebut tujadi di b e a n belakang organ salunur pewemam yang bedimgsi
un~peny-
produk.
M i k r o + r g k e dalam rumen akan rner0mba.k selulose menjadi
15
komponen monosakarida dan selanjutnya melalui proses fermentasi skan
menjadi ssam organik, atau sering disebut sebagai VFA. Produk lain yang juga
gas b n d i d c s i d a (CQ) dm panas (Leng et
d i h a s i h adalah methan (0,
al., 1977). Sebagian beirar produk hasit fennentasi -but
akan diserap melalui
dinding rumen ke saluran darah, yang untuk selanjutnya dim-
dan disimpan
&lam bentuk glikogen didalam hati. Glukose dalam bentuk glikogen ini pada
umumnya terbentuk dari asam propionat.
Protein. Senyawa ini rnenrpakan kompmen organik yang mengandung
nitrogen, dan apabila dihidrolisis akan menghasilkan
888m-asam
amoniak. Umumnya asam amino terdiri dari kelampoCr amino
terikat pada gugus o
amino dan
yang
h dari kelompok karboksil (COOH).Laju perombakan
protein asal pakan dan eintesis protein mikroba akan sangat bergantung pada
t i n w kelarutan dalam rumen dan perband'igan w i n dengan tingkat
keocraaan bahan organik (van't Klooskr and Boekholt, 1972). Diperkhkan 50
% daripada protein yang masuk ke usus halus domba benrsal dari mikroba
rumen (Hogan and Wcstan, 1970). IQdmtm (1979) melaporkan bahwa (60
-
80)% protein pakan didegrasi atau dirombak di m e n Hal ini menunjukkan
bahwa hanya (20
- 40)%
rumen dan masuk ke usus.
protein ransum dapat 1010s dari perombakan dalam
16
Keberadaan enzim proteolitik asal mikroba rumen menyebabkan protein
pakan a h d'Ihidrolisis. Kecepatan hidrolisis ini a h sangat ditentukan olch
tingirat kelanrtan protein dan lamanya protein terstbut di &am
Sebagian besar am&&
men.
akan diubah menjadi urea dalam hati yang untuk
selanjutnya skan dikeluarkan bersama-sama urine. Sebagiam kecil amoniak
akan d i k e m b a l h ke rumen baik melalui cairn saliva maupun dengan oara
difusi melalui epitelium rumen.
Protein asal pakan dapat digunakan oleh tenrak dengan bebcrapa cam.
Protein pakan yang 1010s dari perombakan dalam rumen akan masuk abamasum
dan usus yang untuk selanjutnya akan mengalami fermentasi. H a d f m t a s i
tersebut akan diserap rnelalui dinding usus, sedangkaa protein yang mcngalami
perombakan dalm rumen akan diubah menjadi peptida,
asclm
amino dan
amoniak. Asam amino dapat diangkut atau diubah menjadi protein mikroba dan
selanjutnya W w a ke abomasum dan usus. Amoniak yang terbentuk dapat
menempuh tiga cara, yakni (i) dapat dipakai untuk pcmbentuh protein
mikroba, (ii) dilceluarkan bemama-sama urine setelah d i r d menjadi urea di
hati, dan (iii) amonia mungkin a h r n d ke abomasum dan usus.
Penyerapan asam amino yeng terjadi cialam rumen sangat sedikit jumlahnya
jika dibandingkm dengan yang terjadi di usus.
Asam amino yang tenmap
17
umumnya digunakan untuk pembenhkm protein jaringan tubuh, enzim, rrusu
dan/atau dapat juga mengalami deamihasi M a t a u disjxnpan dalam organ tubuh,
sedangkan asam d
o yang bemifat glukogenik dapat digunakan sebagai
pengadaan atom karbon dalam proses pembentukan gfukose. Bergman (1983)
melapotiran bahwa sumbangan asam amino gluk&
tcrhadap sintesis
glukose adalah sebesar 15036%dari total glukose.
Lemak.
Nutrien lain yang juga mengalami perubalutn dalam rumen
adaltrh lem& Miluo-ofg-
utama yang m e l a hidrolisis lemak adalah
anaerobvibrio lipolitik dengan sedikit dari bakteria dan B. fibriosolvens
(Baldwin dan Allison, 1983). Lemak W a h menjdi asam lemak, gliserol dan
galdctose.
Selanjutnya glisetol dan gal&
akan mengalami fenmenhi
menjadi VFA, terutama asam propionat (Egan, 1976a). Selanjutnya juga
dikatakan bahwa sumbangan gliserol terhadap sin-
glukose sangat kecil.
Secara mum, palcan yang rneqpdung karbhidmt, protein dan lemak
-
diubah menjadi asam lemak atsiri (wlatilefatiy acid VFA), protein milroba,
amoniak, lemak mikroba, gas methan (CH,), lcdxmdioksida (CQ ) dan panaj
(van Es and van der Honing, 1979; Van Soest, 1982; Hunggate, 1%6; Sutton
et al., 1994; Bird, 1991). Di antara komponen dalam VFA yang penting adalah
asetat, propionat dan butirat.
Hanya propionat yang dapat dig\malran (Orskov
18
and Mohnald, 1980) dan mempkm p r e k utama pembentukanglukose
(Matras and Preston,1989). Sumbangan propionat sangat besar jumlahnya pada
kebutuhan glukose domba bunting (Leng et al., 1977).
Wiltrout and Satter (1972)clan Yost et al. (1977)melaporican bahwa
(40-70)% dari komentrasi glukose yang terbentuk dalam tubuh berasal dari
sumbangan asam propionat. Sementara komentrasi glukosa has'd penyerapan
dari usus halus lebih rendah dari 10% (Yost et a1.,1977). Oleh lrarena itu
pengamatan k e b w glukose menjadi topik penelitian yang menarik, terutama
pada saat jumlah yang dibutuhkan meningkat. Misalnya pada saat ternak
bunting dan laktasi (MacRae and Egan, 1980). Proses fermentasi tet.
FASE AKHIR ICEBUNTINGAN DAN LAKTASI
DISERTASI
PROGRAM P W A S W A N A
INSTlTUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1996
Energy and Crude Protein Requirements of Ewes During Late
Pregnancy and Lactation
ABSTRACT
Thuty-six Javanese thin-tail ewes were caged individually and
allotted randomly to a 3 x 3 factorial arrangement of dietary treatments,
consistingof three levels of crude protein (15,18 and 21% on DM basis) and
three levels of metabolable energy ( 10,11.7 and 13.4 MJ/kgDM), with four
replicates. Dry and organic matter intakes ( g ~ k g B ~ 'dunng
~ ) late
pregnancy, as well as during lactation, were not significauly different
between treatments. It was also found that the apparent digestibility of the
nutrients were unaffected by the dietary treatments. Increasing both dietary
protein and energy level , however, significantly (P < 0.05) increased
nitrogen retention and metabolizable energy intake. A significant linear
relationship (P < 0.01) was found between nitrogen intake and nitrogen
retention. Based on the data obtained, that the metabolize energy
requirement of pregnant and lactation ewes can be described by the equation;
E M 0 = - 40.63 + 0.35 BWms(kg) - 4.63 ADG (kg)+ 9.61 Log EMICP
(MJ/kg); and EM (MJ)=-43.66 + 0 . 2 2 4 ~ w ~
+ 9.397
w DMP (kg) + 9.71
log EMEP (MJncs), mpestively. While, model predictions of crude protein
requhment d d be c a l w by equation; CP (kg) = 1.03 + 0.008 BV'
0.0997 ADG (kg) 0.204 log W C P @4J/kg) for pregnat ewes and CP (kg)
= 0.5344 + 0.0085 BW O
". + 0.299 DMP (kg)- 0.1123log EM/CP(MJflaksm dua lcsralcteristik mum reprodssi domba di Indonesia.
2
Selmjutnya dilaporkan bahwa domba di Iadonesia d q a t bcranak lebih dsri satu
&or jxdcelahinm, munun tbgkat kematian anak p e r i d pra-sapih, cadcup tinggi
(Inounu, 1995).
Keadaan tersebut disebabkan anak yang d i l a h i h pada
umumnya lemah (Gatenby, 1993) dan pcngadaan surm selama fssc lalctasi olch
domba induk tidak men~ukupikebutuhan domba a&
Hal -but
diakibdcm
-
domba in& tidak menclapat oukup pasolcan nutrien baik sclarna fase akhit
kebuntingan maupun selama fase laktasi. Oleh katma itu,
kumulatif
dua fak;for status fisiologis tersebut akan m e m p e n g d h & t pmduksi a n d
per domba induk.
Ross (1989) melapodcan bahwa kebutuhan akan nutrien dari domba
induk bunting atau yang sedang laldasi lebih besar daripada domba induk yang
tidak dalam keadaan bunting. Kebuahan nutria yang lebih bear pada domba
induk bunting dan laktasi, =lain dipenmtulcan kebutuhaa hidup pdrolq antara
lain digunakan untuk (i) paturnbutran foetus y q dik&hui meningkat pada
6 minggu akhir kebunthpq (ii) keperluan
induk scbagai cadangan energi
tubuh yang akan dipergmdcm pada periode laktasi dan (iii) perkembangan
organ ambing sebagai penghasil susu ( Robinson, 1983; Orr et d , 1983;
Anniscm et d,1984; Foldager and Sejrsen, 1987). Disisi lain, Orr et d(1983)
melaporkan bahwa kentampuan konsumsi
pakan
domba
bunting akan
3
menurun sejalan dcngan umur kebuntingan. Dua keadaan yang kontravmial,
yakni kebutuhan akan nutrien yang menin&& dan kemampusn yang tcrbatag
untuk dapat mengkommsi nutrien pada saat bunting menimbdkm d a h ,
khususnya bagi praktisi, untuk d a p t meneqkan pengetahuan yang dimiliki.
Sebagai konsekuensi keadaan terstbut menyebabkm h b a induk ymg stdang
bunting atau laktasi akan kekurangan nutrien (Russel,1979). Akibatnya bob&
lahir lebih ringan dari bobd lahir normal, sehingga dapat menyebabkan tinkematian anak sebelum disapih menjadi ting@(Inounu, 1995). Demikian pula
domba in@ yang mengalami kekutrrngan nutrien akan mengalami p e n h
siklus berabi (Egan, 1984).
Oleh karena itu fase Icebuntingan dan laktasi
mcnrpakankcadaan yang paling lcritis selama siklus hidup domba betina
Penelitian di d a d beriklim sejuk mcnwjukkan bahwa dengm
pemberian pakan Yang mengmd=g p"tein
memenuhi kebutub domba induk
energi Yang cukup
dapst mengurangi tingkat kematian p-a-
sapih dan sebagai konsekutnsinya produksi total dmba anak per kelahiran
dapat meningkat (Van de Wiel et aL, 1976; Russel, 1979). Demikian juga
dilaporkan bahwa daya hidup ahak domba mempunyai hubungan yang positif
dengan k e t e d 1979).
sum, terutama pada bulan pertama kelahiran (Treaoher,
K w u a n menghasilkan air susu
ccrmin dari
4
kemampuan induk dombrr (Russel., 1979). Pakan yang oukup selama fase
bunting menyebabkan domba inctuk dapat menimbun sebagim cncrgi yang
dikonsumsi dalatn bentuk energi cadangan Encrgi cadangan t m c h t ummmya
d-i
selama fase laktasi dalam upaya memenuhi kebutuhan domba
snak akan susu.
Kebutuhan energi dan protein domba inckrlt di daerah tropika belm
h y a k diketahui temtam untuk domba di daerah tropika basah, d a g a h m
yang terjadi terhadap h b a ekor tipis di Indonesia. Kondisi lingkmgan di
Indonesia yang bdeda, besar kcmungkinannya akan mcnyebabkm kcbutdum
energi dan protein domba induk pada fase bunting dan laktasi, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kebutuhan energi dan protein domba induk di d a d
beriklim scjuk.
Penelititin ini bertujuanmemberi gambaran ktbutuhan energi dan protein
domba induk ekor tipii lokal Jawa pada fase akhir bunting dan laktasi.
Diharapkan dengan meqetahui gambaran kebutuhan enctgi dan w i n domba
induk bunting dan laldasi dapat merupakan langkah awal pen-
strategi
pola pembcrian pakan damba induk stlama siklus rqmduksi, khumsnya dalam
upaya mempertinggi tingkat produktivitas t
d domba di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
T e d Domba di Indoneda.
Sebagai hewau hcrbivora ptmamahbiak, ternak domba digolongkan
dalam famili Ovis Aries, dan merupakan hewas pertama yang berhasil
didomestikasi dan ditenrakkan (Eaminger dan Parker, 1986) untuk mcmenuhi
sebagian kebutuhan pangan proteinhewani.
Bangsa domba asli Indonesia tidak diietahui dengan pasti (Merken dan
Soetllirat, 1991). Namun, Mason (1978) melapodcan bahwa domba di Indonesia
dapat dikelompokkan dalam tiga kattgori, yakni domba ekor gem& (fat-tailed
sheep), domba ekor d m (rump-tailed sheep) dan domba ckor tipis (thintailed sheep). Diperkedkamya beberapa bangsa domba dari daaah beriklim
dingin menyebabkm ragam domba ymg terdapat di I n h i a semakin banyak.
Hal ini dapat menyebablcan tingkat kern&
aeekor domba tidak diketahui
&ngan jelas. Bangsa domba Priangan, ysng sering juga dkbut sebagai domba
Garut (ekor medium) n w m p a h hasil persilangan antara domba Iokd Gartit,
Cape dan Merino yang didatangkan ke Indonesia pada -811
tahun 1860-
an (Merken dan Soemirat, 1991). Dilaporkan juga bahwa domba "Priangan"
hasil persilangan tersebut mempakm salah satu jenis &mba yang telah mampu
beriadaptasi dengan bdc pada kondisi Indonesia dan memiliki potensi genetik
6
produksi yang oukup tinggi (Mason, 1980; Tunex, 1978). Psda tahun 1992,
&ah
penyebaran terpadat ternak domba terdapt di wifayah Propinsi Jawa
Barat dan Jawa Tengah dengan populasi sebanyak 3.052.143 dan 1.402.429
ekor atau masing-masingsebtsat 49 % dan 22 % dari populasi total (Dir. Jen
Petemakan, 1995).
Sistem Pencernaan Domlm d m Fungsinya.
Seperti halnya ternak ruminansia lainnya, domba mentQakan tcrnak yang
mampu menoerna pakan hijauan yang tidak berguna atau yang bedaditas
rendah menjd prod& bernilai gizi tin& untuk memenuhi kcbutuhan pokok
m a t manusia (Brown and Johnson, 1984). Keadaan tmebut discbabkan tenrak
domba memiliki sistem perroernaan yang sangat kompleks. Sbtem
pen-ya
mempmyai kematnpuan yang tinggi untuk dapat merombak
nutrien dari p&an hijauan dan butiran mtnjadi produk antara, yang berguna
bagi mikroba rumen dan t
d yang
Alat pemamm tenrak domba terdiri atas perut depan (yore stomach ")
dan pemt belakcmg ("lower truct'c). Perut depm terdiri atas rethlum dan
nmen. Bagian retikulum dan nrmen dilaporkan mcxupakan suatu kesatuan yang
disebut juga sebagai "reticula-rumen", dan dibatasi oleh &at
yang disebut
7
Reticulo-rumen berfUngsi 8ebagai tempat
"reticulo-ruminal fold".
penqungan pakan, homogenisasi pskan dengan oairan rumen, terjadinya
kegiatan mikroba rumen (f-hi),
clan pcnyenpn beberapa nutria yang
berpatikel keoil dan air. Fungsi utama rumen adalah sebagai tempat p a e x d m
selulosc menjadi produk antara (Perry, 1984). Pemtoahan selulose dilakukan
-
oleh miluoba rumen, yang pada tingkat kessaman m e n (pH) sntara 6 7, suhu
rumen 390 C, perkembangan mikroba rumen dapat berlmpng dengan baik.
Tingkat keasamm rumen dipert&nkan dengm adanya oairan saliva yatlg
. .
diwkresikan selama ptostir makan dan mastikasi. Produk utama yang d h d k a n
selama proses penoernaan dalam nunen adalah asam lemak atsiri (wlatilefatty
acid - W A ) (Moe and Tyrrell, 1973; Leng et aL, 1977; Sutton, 1980). Asam
lernak atsiri akan d i i dan diper-
untuk kebutuhan induk semangnya.
Saluran petloernaan bagian belakang (nlarcler tract")terdiri atas omasum,
abomssum, usus keoil (dwznodum, jejextum dm ileum), usw besar (caecum dan
colon) dan rektum. Anatomi den fimgsi frsiologis dari saluran penoanaan
bagian be-
d i l m ssma dengan saluran penocnraan ternak non-
nrminansia (Van Socst, 1982), yalrni sebagai tempat ttjudinya pcncernaan oleh
enzim dan penyerapan n&i
(Moe and Tyrrell, 1973).
Omasurn menpkm bagian organ ketiga dari saluran penoernaan yang
8
berbentuk oval dan kecil serta berhubungm dengan retikulo-rumen dan
abomasum pada sisi yang berlawanan. Fungsi lltrtma omasurn diketahui sebagai
pompa peny+
untuk mcmisahkan air dengan digesta yang berpatikel kecil
dan homogen untuk selanjutnya disalurkan ke sbomasum (Anderaan and Weber,
1%9).
Keadaan yang dernikian menyebabkan e e l "digestan yang masih
kasar tidak dapat masuk ke abomam. Pads bagian omasurn juga terjadi
penyerapan air dan molekul kecil nutrisi, eeperti VFA, ion K, Na dan lainlaixmya (Moe and Tyrrell, 1973).
Ingesta yang lolog dari omasum akan sampai ke abomasum dalam waktu
yang relatif singkat, yakni 1-2 jam (Van Soest, 1982). Demgan bantuan kelenjar
lambung, in-
a h mengalami perombakan melalui suatu
penctrnaan
yang untuk selanjutnya sebagian hasil p e r o m b b a h disersp dan sebagian
besar &an 1010s ke bagian saluran pencernaan berikutnya yakni usus halus.
Ingcsta ymg berasal dari abomasum basifat asam dan dengan bantuan cairan
kelenjar empedu akan dindrallran. In-
tersebut sclanjutnya akan dihidrolisis
oleh enzim arnilolitik, triptik dan lipolitik yang dikeluatican oleh kelenjar
pankreas (Van Soest, 1982). Produk yang dihasilkan akan diserap dalam usus
halus dengan tingkat e f i s ' i i yang tinggi sehingga asam amino ysng dapat
menCapai caecum relatif sadikit (Lloyd et al., 1978).
10
kebutuhan dm perkembangan mikroba rumen. P m i terbesar ATP, berasal dari
hasil fermentmi kmbohidrat menjadi VFA. Jumlah energi ATP tersebut sebesar
dengan 3,5
- 4,5 moles per mole glukoee yang terfkmentasi (Swan, 1979;
Harrison and MoAllen, 1980).
Produk fermentasi oleh mikroba dalam nnnen
menyedialcan scbagian besar kebutuhan ternak akan w i n dan energi. Produk
pembekal energi tersebut pada umumnya dalam bentuk VFA dan dipetkirakan
75% diserap melalui nrmen (Leng, 1980). Komposisi asam lemak dslam VFA
sangat ditenthn oleh jenis pakan yang dikonsumsi. P
h yang terdiri dari
sebagian be= hijauan a h mengasilkan konsentrasi asam asetat yang lebih
tinggi, sedanglccm konsentrasi asam propionat akan meningkat apabila palcan
ternak krdnd tenliri dari sebagian besar konsentrat (Yost et aL,1977). VFA
hasil perombakan tersebut selanjutnya akan digunstcan Cpebagai sdxtrat untuk
pembentuh produk lain.
Pen-
asam asetat dan butirat akan
mengasilkan asam keton, yang selanjutnya akan terserap dan diangkut oleh
darah ke hati. Peningkatan konscnttssi asam ptopionst dapat menpnmgi
produksi asrrm ketan, semenhm asam propionat t e r d u t d m dikonversikan
mcnjadi asam taktaf yang untuk selanjutnya
bahan m a
pembentdm glukose di hati (Leng et al, 1977; Yost et al, 1977).
Protein pakan akan dihidrolisis menjadi ssam amino. Sebagian asam
11
amino tersebut akan digunakan oleh mikroba rumem untuk sintesis protein
mikroba, dan sebagian besar terfennentasi menjadi NH,.
A d a k akan
digunakan sebagai 8umber N dalam sintesis protein, dan sisanya akan diserap
melalui dinding
Tingkat penyerapan NH, 01th retikulo-men
ditentukan oleh tingkat konsentrasi NH, dan keasaman dalam m e n . Tingkat
sintesis protein mikroba dalam m e n sangat tergantung pada ketersediaan
nitrogen (van't Klooster and Boekholt, 1972; Orakov, 1982). Oleh karena itu,
NH, rnenpkan faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan mikroba
seoara normal (KaufriuwZ 1979).
Roffler and Satter (1975) melaporkan bahwa koasentrasi protein kasar
pakan sebesar (10
- 13)%
amoniak nrmen sebesar 4
memiliki nilai yang setara dengan konsentrasi
-
5
m M NH, per 1 cairan rumen.
Frekuensi
pemberian pakan dapat meninglcathn laju sintesa protein mikroba yang lebih
tinggi. Egan (1980) m e l q o d m bahwa laju dan tempat terjadinya sintesis
protein berbeda, demikisnjuga laju "turnoverpmtein" tubuh berbtda. Sebagai
konselcuensinya jumlsh asam amino dan moniak yang dibutuhkan untuk
sintesis protein dan j d a h yang dirombak selama proses tltttabo1isme
bervariasi.
Perturnbuhan dcmba rumen ditentukan oleh p.oduksi ATP selama
12
proses fermentasi dan hubungan -but
d i n y h sebagai gram mikroba-N
per kg bahan otganik tercema (van't Klmter and Boekholt, 1972; Ka1979). Niai rataan bahan kering mikroba yang dapat dihasiJkan dari 100 g
bahan organik yang terfermentasi adalah 20-25 g atau jumlah ini setara dengm
3-4 g mikroba-N (Hogan dan Weston, 1971; Kaufmann, 1979).
Protein mikroba yang berhasil diitesis dalam rumen menrpakan
amber utama asam amino untuk ternak Nminansia setelah mengalami proam
perombakan (penoemaan) di abomasum. Selanjutnya produk h d w t diserap
melalui dinding usus halus, dengan tingkat kcaxman antara (75-85)% (Lag
et aL,1977). Dalam abomasum, rnikroba rumen yang telah mati ddam insiap untuk dioerna seem enzimatik. Ingesta yang telah rnengalami proses
enzimatik a h meninggallcan abomasum. Ingesta
mengandung scdikit
VFA, aampuran protein pakm yang tidak terfhmentasi, protein mikroba clan
sebagian protein endogenous, l&
dan xjumlah kecil karbohidrat. Dalam
usus halus (kecil), ingesta akan beroampur dengan cairanendokrin dari pankreas
dan ean..eduserta cairan usus kecil. Oleh karcna itu, dengan bantuan enzimenzim ttnsebuf proses pencemaan yang sejati tejudi pada bagian ini. Hasil
perombakan tersebut sebagian besar terserap pada bagian ini dengan tingkat
-k
antara (75-85)Yo (Leng, 1977).
13
Tidak semua sisa ingesta, bahan endogeaous dan mikroba dioerna dalam
usus halus. Oleh karena itu sebagian akan lolos dan terferrncntasi dalam usus
besar dan caecum.
Diperkirakan VFA h i 1 fmentasi dalam bagian
penoetnaan ini &ipat menyedialcan (5
- 10) %
kebutuhan ternak akan VFA
(Egan, 1980). Komponen lain yang terdapat pctda bagian ini adalah protein
endogenous dan "non protein nitrogenN(NPN) yang digunakan oleh bakteri
sebagai rmbsttat. Mikmba yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh temak,
karena tidak tersedianya enzim yang *at
merombak mikroba tersebut serta
posisi bagian duran ini terletak di bagian belakang saluran yang bcrfimgsi
d a g a i ternpet pcn~e=P=
Produk lain yang dihasillcan dari proses f-tasi
(CH,),
adalah gas methan
dari hasil f m t a s i pati. Gas methan tidak dapat digunakan
baik oleh mikroba rumen maupm tenrak sebagsi s u m k enerS; (Perry, 1984).
Oleh karma itu p.oduk -but
dikatakan scbagai a
r
e yang terbuang
perouma. Pcrombakan pati dalain rumen dilaporkan tidak sacfektif yang terjadi
di bagian duran
per#.~trrsenusus.
Produk lain yang juga diiillcan dari
perombakan pati adalah asam lemak bebas dan aeaan femak tidak bebas.
Sumber Energi untuk Domba
Komponen dmmr nutrisi pakan yang dapat digunakm sebagai amber
14
energi oleh ternak adalah kabhidrat, protein dan lemak. Dalam rraluran
pencemaan, komponen tersebut mengalami p e r o m b h baik secara mekanis
flt8'4-
enzimatis menjadi produk antara yang selanjutnya dajwt digunakan
sebagai sumber energi, setelah melewati beberapa tapak jalan biologis
(biokimia).
Karbohidrat. Karbohidrat menplum bagian komporten nuttisi yang
umumnya terdii dari umur hihogen, oksigen dan karbon, serta diklasifikasikan
menjadi mmosakarida, disakarida dan polisakarida.
Berdasarkan tingkat
kelarutannya, b h i d r a t digolongkan menjadi dua, yaitu yang larut dan tidak
larut. Perombakan karbohidrat yang soluble (seperti "nitrogen pee extract")
terjadi dalam usus kecil. Kdohi&at, terutama yang tidak land, seperti selulose
dan m a t kasar akan dicema dalam rumen. Meskipun pada kenyataannya
perombakan komponen ini terjadi juga pada bagian belakang saluran
penottnaan P e r o m b h selulose dan serat kasar yang terjadi di bagian perut
belakang (tambahan) tidak banyak berman€' baik untuk mikmorganisme
maupun untuk ternak yaag bersangkutm. Hal ini disebabiran perombakan
tersebut tujadi di b e a n belakang organ salunur pewemam yang bedimgsi
un~peny-
produk.
M i k r o + r g k e dalam rumen akan rner0mba.k selulose menjadi
15
komponen monosakarida dan selanjutnya melalui proses fermentasi skan
menjadi ssam organik, atau sering disebut sebagai VFA. Produk lain yang juga
gas b n d i d c s i d a (CQ) dm panas (Leng et
d i h a s i h adalah methan (0,
al., 1977). Sebagian beirar produk hasit fennentasi -but
akan diserap melalui
dinding rumen ke saluran darah, yang untuk selanjutnya dim-
dan disimpan
&lam bentuk glikogen didalam hati. Glukose dalam bentuk glikogen ini pada
umumnya terbentuk dari asam propionat.
Protein. Senyawa ini rnenrpakan kompmen organik yang mengandung
nitrogen, dan apabila dihidrolisis akan menghasilkan
888m-asam
amoniak. Umumnya asam amino terdiri dari kelampoCr amino
terikat pada gugus o
amino dan
yang
h dari kelompok karboksil (COOH).Laju perombakan
protein asal pakan dan eintesis protein mikroba akan sangat bergantung pada
t i n w kelarutan dalam rumen dan perband'igan w i n dengan tingkat
keocraaan bahan organik (van't Klooskr and Boekholt, 1972). Diperkhkan 50
% daripada protein yang masuk ke usus halus domba benrsal dari mikroba
rumen (Hogan and Wcstan, 1970). IQdmtm (1979) melaporkan bahwa (60
-
80)% protein pakan didegrasi atau dirombak di m e n Hal ini menunjukkan
bahwa hanya (20
- 40)%
rumen dan masuk ke usus.
protein ransum dapat 1010s dari perombakan dalam
16
Keberadaan enzim proteolitik asal mikroba rumen menyebabkan protein
pakan a h d'Ihidrolisis. Kecepatan hidrolisis ini a h sangat ditentukan olch
tingirat kelanrtan protein dan lamanya protein terstbut di &am
Sebagian besar am&&
men.
akan diubah menjadi urea dalam hati yang untuk
selanjutnya skan dikeluarkan bersama-sama urine. Sebagiam kecil amoniak
akan d i k e m b a l h ke rumen baik melalui cairn saliva maupun dengan oara
difusi melalui epitelium rumen.
Protein asal pakan dapat digunakan oleh tenrak dengan bebcrapa cam.
Protein pakan yang 1010s dari perombakan dalam rumen akan masuk abamasum
dan usus yang untuk selanjutnya akan mengalami fermentasi. H a d f m t a s i
tersebut akan diserap rnelalui dinding usus, sedangkaa protein yang mcngalami
perombakan dalm rumen akan diubah menjadi peptida,
asclm
amino dan
amoniak. Asam amino dapat diangkut atau diubah menjadi protein mikroba dan
selanjutnya W w a ke abomasum dan usus. Amoniak yang terbentuk dapat
menempuh tiga cara, yakni (i) dapat dipakai untuk pcmbentuh protein
mikroba, (ii) dilceluarkan bemama-sama urine setelah d i r d menjadi urea di
hati, dan (iii) amonia mungkin a h r n d ke abomasum dan usus.
Penyerapan asam amino yeng terjadi cialam rumen sangat sedikit jumlahnya
jika dibandingkm dengan yang terjadi di usus.
Asam amino yang tenmap
17
umumnya digunakan untuk pembenhkm protein jaringan tubuh, enzim, rrusu
dan/atau dapat juga mengalami deamihasi M a t a u disjxnpan dalam organ tubuh,
sedangkan asam d
o yang bemifat glukogenik dapat digunakan sebagai
pengadaan atom karbon dalam proses pembentukan gfukose. Bergman (1983)
melapotiran bahwa sumbangan asam amino gluk&
tcrhadap sintesis
glukose adalah sebesar 15036%dari total glukose.
Lemak.
Nutrien lain yang juga mengalami perubalutn dalam rumen
adaltrh lem& Miluo-ofg-
utama yang m e l a hidrolisis lemak adalah
anaerobvibrio lipolitik dengan sedikit dari bakteria dan B. fibriosolvens
(Baldwin dan Allison, 1983). Lemak W a h menjdi asam lemak, gliserol dan
galdctose.
Selanjutnya glisetol dan gal&
akan mengalami fenmenhi
menjadi VFA, terutama asam propionat (Egan, 1976a). Selanjutnya juga
dikatakan bahwa sumbangan gliserol terhadap sin-
glukose sangat kecil.
Secara mum, palcan yang rneqpdung karbhidmt, protein dan lemak
-
diubah menjadi asam lemak atsiri (wlatilefatiy acid VFA), protein milroba,
amoniak, lemak mikroba, gas methan (CH,), lcdxmdioksida (CQ ) dan panaj
(van Es and van der Honing, 1979; Van Soest, 1982; Hunggate, 1%6; Sutton
et al., 1994; Bird, 1991). Di antara komponen dalam VFA yang penting adalah
asetat, propionat dan butirat.
Hanya propionat yang dapat dig\malran (Orskov
18
and Mohnald, 1980) dan mempkm p r e k utama pembentukanglukose
(Matras and Preston,1989). Sumbangan propionat sangat besar jumlahnya pada
kebutuhan glukose domba bunting (Leng et al., 1977).
Wiltrout and Satter (1972)clan Yost et al. (1977)melaporican bahwa
(40-70)% dari komentrasi glukose yang terbentuk dalam tubuh berasal dari
sumbangan asam propionat. Sementara komentrasi glukosa has'd penyerapan
dari usus halus lebih rendah dari 10% (Yost et a1.,1977). Oleh lrarena itu
pengamatan k e b w glukose menjadi topik penelitian yang menarik, terutama
pada saat jumlah yang dibutuhkan meningkat. Misalnya pada saat ternak
bunting dan laktasi (MacRae and Egan, 1980). Proses fermentasi tet.