Nunukan Chicken In Tarakan Island As Germplasm Of Kalimantan Timur Province

AYAM NUNUKAN DI PULAU TARAKAN SEBAGAI PLASMA
NUTFAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MUHAMMAD ALWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ayam Nunukan di Pulau Tarakan
sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan Timur, adalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2013
Muhammad Alwi
NIM D151100131

RINGKASAN
MUHAMMAD ALWI. Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah
Provinsi Kalimantan Timur. Dibimbing oleh CECE SUMANTRI dan SRI
DARWATI.
Ayam nunukan merupakan ayam lokal yang memiliki potensi untuk
dikembangkan. Beberapa keunggulan ayam nunukan adalah warna bulu spesifik,
pertumbuhan bulu lambat sehingga sangat cocok di daerah panas, dan lebih
efisien pada metabolisme protein yang mengandung sulfur (sistin dan metionin),
dan ayam nunukan lebih unggul dibandingkan ayam kampung, yaitu pada
pertambahan bobot badan dan produksi telur. Kajian tentang karakteristik ayam
nunukan akan memberikan tambahan informasi sebagai bahan acuan me nentukan
kebijakan yang tepat untuk pelestarian, pemanfaatan, pengembangan ayam
nunukan, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah melakukan karakterisasi
ayam nunukan di Pulau Tarakan, yaitu karakteristik fenotipik dari sifat kualitatif
dan kuantitatif sebagai landasan pengembangan dan pemuliaan.
Metode pengamatan dan pengambilan data dilakukan secara langsung.

Pengamatan sifat kualitatif dilakukan pada sembilan sifat, yaitu: bentuk jengger,
warna paruh, warna daun telinga, warna shank, warna kulit, warna bulu, pola
bulu, kerlip bulu dan corak bulu. Pengukuran sifat kuantitatif dengan
menggunakan jangka sorong digital, penggaris, pita ukur, timbangan digital, dan
tali, yaitu pada 20 sifat, terdiri dari: panjang paruh, lebar paruh, tebal paruh,
panjang kepala, lebar kepala, tinggi jengger, lebar jengger, tebal jengger, bobot
badan, panjang badan, lingkar dada, panjang punggung, panjang sayap, panjang
leher, lebar pelvis, panjang femur, panjang tibia, panjang shank (metatarsus),
lingkar shank, dan panjang jari ketiga, serta karakteristik telur: berat telur, panjang
telur, lebar telur, berat kuning telur, berat putih telur, persentase kuning telur,
persentase putih telur, warna kerabang telur, dan bobot kerabang. Karakteristik
peternak diamati dengan teknik wawancara dan pengisian kuisioner oleh peternak.
Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan dianalisis secara deskriptif.
Frekuensi gen dihitung berdasarkan hukum hardy-weinberg. Karakteristik sifat
kuantitatif antar sampel ayam nunukan diuji denga n menggunakan uji t untuk
mengetahui perbedaan tiap sifat antar lokasi. Uji t dilakukan menggunakan
software Minitab versi 14.0. Dilakukan uji T2 hotteling untuk mengetahui
perbedaan antar populasi ayam antar lokasi penelitian, jika berbeda nyata
dilanjutkan dengan analisis komponen utama (AKU), pada analisis AKU, sifat
bobot badan tidak diikutkan dalam proses analisis. Analisis dilakukan

menggunakan software Minitab versi 14.0. Karakteristik peternak dianalisis
secara deskriptif.
Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan relatif sama untuk semua lokasi
pengamatan, yaitu jengger tunggal, warna paruh dan shank kuning, bulu berwarna
coklat kemerahan dengan pola columbian. Dugaan genotip berdasarkan fenotip
ternak adalah pp ZId Z- ZIdW ii ee Zs Zs Zs W Zb Zb Zb W, dan warna kerabang telur
putih (prpr).
Karakteristik sifat kuantitatif pada ayam nunukan jantan terdapat 13 sifat
yang berbeda nyata yaitu sifat lebar paruh, tebal paruh, lebar kepala, lebar
jengger, tebal jengger, bobot badan, panjang badan, panjang p unggung, panjang

sayap, panjang leher, panjang femur, lingkar shank, dan panjang jari ketiga. Ayam
nunukan betina hanya terdapat dua sifat yang berbeda nyata, yaitu sifat lebar
paruh dan panjang shank, menandakan bahwa sifat kuantitatif ayam jantan lebih
bervariasi dibandingkan pada ayam betina.
Karakteristik terlur ayam nunukan berbeda nyata pada parameter tebal
kerabang, sedangkan pada parameter yang lain, tidak ada perbedaan antara semua
lokasi penelitian. Karakteristik telur ayam nunukan di Pulau Taraka n agak
berbeda dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh peneliti yang lain,
namun tidak berbeda signifikan.

Populasi ayam nunukan di Pulau Tarakan adalah 155 ekor di Tarakan
Tengah (32.26% dewasa kelamin), 245 ekor di Tarakan Timur (42.86% dewasa
kelamin), dan 940 ekor di Tarakan Barat (34.26% dewasa kelamin). Persentase
populasi efektif cukup tinggi, yang bernilai lebih dari 85% pada tiap lokasi, yaitu
92% di Tarakan Tengah, 86.67% di Tarakan Timur, dan 87.57% di Tarakan Barat.
Peningkatan inbreeding cukup rendah (0.17%) untuk keseluruhan ayam, dengan
nilai paling kecil pada Tarakan Barat (0.32%) dan paling besar pada Tarakan
Tengah (1.08%).
Penciri ukuran tubuh ayam nunukan jantan adalah sifat panjang badan dan
penciri bentuk tubuh adalah sifat panjang sayap. Pada ayam betina penciri ukuran
tubuh adalah sifat lingkar dada, dan penciri bentuk tubuh adalah sifat panjang
tubuh.
Peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan berjumlah 16 orang. Peternak
tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Tarakan Tengah (tiga peternak), Tarakan
Timur (empat peternak), dan Tarakan Barat (sembilan peternak). Sebagian besar
peternak berada pada usia produktif dengan pengalaman beternak yang cukup
tinggi. Semua peternak memelihara ayam nunukan hanya sebagai usaha sambilan.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik ayam nunukan di Pulau Tarakan
adalah sama dengan karakteristik ayam nunukan pada umumnya, dengan sifat
kualitatif jengger tunggal, paruh dan shank berwarna kuning, bulu berwarna

coklat kemerahan untuk jantan dan kuning kemeraha n untuk betina dengan pola
columbian, dan bulu sayap dan bulu ekor pada jantan dan betina tidak tumbuh
sempurna, dugaan genotip pp ZId Z- ZIdW ii ee Zs Zs Zs W Zb Zb Zb W. Keragaman
sifat fenotip kuantitatif ayam jantan antar lokasi masih tinggi, sedangkan pada
betina lebih seragam, yaitu terdapat 13 sifat kuantitatif yang berbeda nyata antar
kecamatan pada ayam jantan, dan dua sifat pada ayam betina.
Kata kunci: ayam nunukan, karakteristik genetik dan fenotip, Pulau Tarakan

SUMMARY
MUHAMMAD ALWI. Nunukan Chicken in Tarakan Island as Germplasm of
Kalimantan Timur Province. Supervised by CECE SUMANTRI and SRI
DARWATI.
Nunukan chicken is local chicken which has the potential to be developed.
Some advantages nunukan chicken is specific coat color, hair growth is slow so it
fits in the hot area, and more efficient in the metabolism of proteins containing
sulfur (cystine and methionine), and nunukan chicken was superior on body
weight gain and production eggs then general local chicken. Studies on the
characteristics of nunukan chicken will provide additional information as a
reference to conserve, utilization, and development of nunukan chicken, therefore
the purpose of this study was to characterize the nunukan chicken in Tarakan

Island on phenotypic characteristics of qualitative and quantitative trait as the
basis for development and advancement.
Methods of observation and data collection was done directly. Qualitative
trait of the observations made on nine traits, namely: shape comb, beak color, ear
color, shank color, skin color, hair color, hair pattern, flicker feathers and feather
patterns. Quantitative trait measurements used digital calipers, ruler, measuring
tape, digital scales, and a rope, which was at 20 traits, consisting of: beak length,
beak wide, thick beak, head length, head width, comb height, comb width,
thickness comb, body weight, body length, chest circumference, long backs, long
wings, long neck, wide pelvis, femur length, tibia length, length of shank
(metatarsus), shank circumference, and length of the third finger, and egg
characteristics: egg weight, egg length, egg width, yolk weight, weight of egg
white, egg yolk percentage, percentage of egg white, egg shell color, and shell
weights. Farmer characteristics observed by filling the questionnaire and
interview with the farmers.
Characteristics of qualitative traits of nunukan chicken was analyzed by
descriptive statistical methods. Gene frequency was calculated based on HardyWeinberg law. Quantitative trait characteristics between the samples of nunukan
chicken was tested using t-student test to determine any differences between
locations. T-student test performed using Minitab software version 14.0. Hotteling
T2 test done to know the difference between chicken populations among study

sites, and followed by principal component analysis (AKU). The analysis of the
AKU, the trait of body weight were not included in the analysis process. Analyses
were performed using Minitab software version 14.0. Farmer characteristics were
analyzed by descriptive statistical methods.
The characteristics of qualitative properties of nunukan chicken relatively
similar for all sampling sites, namely single comb, beak and shank color yellow,
reddish-brown fur with columbian pattern. Alleged genotype based on phenotype
livestock was pp ZIdZ- ZId W ii ee Zs Zs Zs W Zb Zb Zb W, and white eggshell color
(prpr).
The characteristics of quantitative traits on males nunukan chickens, there
were 13 properties that are significantly different between sites (beak width, thick
beak, head width, comb wide, thickness comb, body weight, body length, back
length, wing length, neck length, femur length, shank circumference, and the third

finger length), whereas in females nunukan chicken there are only two real
different properties, that was beak width and shank length, indicating that on the
quantitative trait, the male nunukan chicken is more varied than in the female.
The characteristics of egg significantly different on eggshell thickness,
while the other parameters there was not difference between sites. Characteristics
of nunukan chicken eggs in Tarakan Island was somewhat different than the

results reported by other researchers, however, it was not differ significantly.
The number of nunukan chicken population in Tarakan Island was 155
heads in the Middle Tarakan (32.26% sexual maturity), 245 heads in East Tarakan
(42.86% sexual maturity), and 940 heads in West Tarakan (34.26% sexual
maturity). Generally, percentage of effective population was high, which was
worth more than 85% at each location. It was 92% in the Middle Tarakan, 86.67%
in East Tarakan, and 87.57% in the West Tarakan. Inbreeding Increase was quite
low (0.17%) for the whole chicken, with the smallest value in the West Tarakan
(0.32%) and greatest in the Middle Tarakan (1.08%).
Identifier of body size on male nunukan chicken was the body length, and
identifier on body shape was the wing lenght. Whereas on female nunukan
chicken, identifier of body size was the chest circumference, and identifier on
body shape was the body length.
The farmer of nunukan chicken on the Tarakan Island was numbered 16
person. Farmers spread in three districts, namely Central Tarakan (three farmers),
East Tarakan (four farmers), and West Tarakan (nine farmers). Most of the
farmers were in the productive age with experience raising high enough. All
farmers breed the nunukan chicken only as a sideline.
The conclude is nunukan chicken in Tarakan Island was not different
between other locations, with the characteristics of the qualitative nature was a

single comb, beak and shank are yellow, reddish-brown fur for males and for
females with reddish yellow columbian pattern, and wing feathers and tail feathers
in males and females do not grow perfectly, with genotype assesment was pp
ZId Z- ZIdW ii ee Zs Zs Zs W Zb Zb ZbW. Quantitative phenotypic trait variability
between sites male chicken was still high, while the female was more uniform,
there are 13 different quantitative traits between locations on male chicken, and
two traits on female chicken.
Keywords: genetic and phenotypic characteristic, nunukan chicken, Tarakan
Island

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

AYAM NUNUKAN DI PULAU TARAKAN SEBAGAI PLASMA

NUTFAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

MUHAMMAD ALWI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada ujian tesis: Dr Ir Sumiati, MSc

Judul Tesis
Nama
NIM


: Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi
Kalimantan Timur
: Muhammad Alwi
: D151100131

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua

Dr Ir Sri Darwati, MSi
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Muladno, MSA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 25 Juli 2013

Tanggal Lulus

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan karunia yang tak
terhitung bilangannya, dan atas izin-Nya lah semata sehingga karya ilmiah ini
dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan mulai
bulan September hingga Desember 2012 adalah Ayam Nunukan, dengan judul
Ayam Nunukan di Pulau Tarakan sebagai Plasma Nutfah Provinsi Kalimantan
Timur.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir
Cece Sumantri, MAgrSc dan Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi selaku komisi
pembimbing yang telah memberi arahan, bimbingan dan masukan kepada penulis
sejak awal penelitian hingga terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini,
demikian juga kepada Prof Dr Ir Ronny Rachman Noor, MrurSc yang telah
banyak memberi arahan pada awal penelitian. Penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada Ibu Dr Ir Sumiati, MSc selaku dosen penguji ujian tesis yang telah
memberi banyak saran dan masukan. Ungkapan terima kasih dan penghargaan
juga disampaikan kepada peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan, Dinas
Peternakan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan (Disnaktan), dan rekan kerja saat
proses pengumpulan data. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada kedua orang tua (Bapak Rustam dan Ibu Hafsah), saudara,
keluarga, dan sahabat, atas dukungan doa, dana, dan kasih sayang yang selalu
menjadi pendukung penulis dalam berkarya.
Semoga karya ini menjadi amal jariyah bagi penulis, dan memberi manfaat
bagi bangsa dan negara.

Bogor, Agustus 2013
Muhammad Alwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Nunukan
Asal Usul
Karakteristik dan Performans
Karakteristik Fenotipik
Analisis Komponen Utama
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Materi
Prosedur
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Sifat Kualitatif
Karakteristik Sifat Kuantitatif
Karakteristik Telur
Populasi Efektif
Analisis Komponen Utama
Bahan Pakan
Karakteristik Peternak
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Halaman
xii
xii
xii
1
1
2
3
3
3
4
4
4
4
7
9
11
11
11
11
13
15
15
16
19
23
24
25
27
28
30
30
30
31
33

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Halaman
Karakteristik kualitatif ayam nunukan
5
Karakteristik kuantitatif ayam nunukan
6
Karakteristik telur ayam nunukan
7
Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam
8
Sifat kualitatif ayam nunukan jantan dan betina
17
Sifat kuantitatif ayam nunukan jantan
20
Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan jantan dengan ayam
21
kampung jantan
Sifat kuantitatif ayam nunukan betina
22
Hasil uji t sifat kuantitatif ayam nunukan betina dengan ayam
22
kampung betina
Karakteristik telur ayam nunukan
23
Hasil uji t telur ayam nunukan dengan ayam kampung
24
Jumlah populasi dan populasi efektif ternak
24
Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan
25
Persamaan ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan betina
26
Jenis-jenis pakan yang digunakan oleh peternak ayam nunukan
28
Data peternak ayam nunukan
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Ayam nunukan jantan dan betina
Bentuk dan letak tulang pada kerangka ayam
Pulau Tarakan
Ayam nunukan dewasa kelamin jantan dan betina
Matrik plot ukuran dan bentuk tubuh ayam nunukan jantan dan
betina

Halaman
5
12
15
16
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuisioner identitas dan karakteristik peternak
Borang pengamatan sifat kualitatif ayam nunukan/kampung
Borang pengukuran sifat kuantitatif ayam nunukan/kampung
Borang pengukuran karakteristik telur ayam nunukan/kampung
Hasil analisis komponen utama (AKU) ayam nunukan jantan

Halaman
34
35
36
37
38

6
7
8
9

Hasil analisis komponen utama (AKU) ayam nunukan betina
Data ukuran dan bentuk tubuh dengan sifat yang diamati pada
ayam nunukan jantan berdasarkan persamaan AKU
Data ukuran dan bentuk tubuh dengan sifat yang diamati pada
ayam nunukan betina berdasarkan persamaan AKU
Riwayat hidup

44
49
51
53

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan unggas di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan peternakan, karena merupakan ujung tombak dalam pemenuhan
kebutuhan pangan hewani. Ternak unggas saat ini memberikan kontribusi terbesar
terhadap produksi daging nasional, yaitu 66.29%, kemudian disusul daging sapi
sebesar 19%. Dari jumlah daging unggas tersebut, sekitar 79% berasal dari ternak
ayam ras, sekitar 15.64% berasal dari ternak ayam kampung (ayam lokal), dan
sisanya (5.35%) adalah dari ternak unggas lainnya (Statistik Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2012).
Ternak unggas tetap menjadi tumpuan sumber bahan pangan hewani karena
beberapa hal yang menguntungkan bagi masyarakat yaitu: murah, mudah didapat
dan relatif lebih disukai. Pengembangan peternakan ayam diusahakan tidak hanya
bertumpu pada ayam ras pedaging (Suprijatna 2010). Hal ini didasarkan beberapa
pertimbangan, yaitu (1). ayam ras pedaging tingkat ketergantungannya sangat
tinggi terhadap luar negeri dalam pengadaan sarana produksi (bibit, ransum dan
obat) dan teknologi, (2). penyebaran produk ayam ras pedaging belum mampu
menjangkau pelosok-pelosok wilayah terpencil, hanya terbatas di kota-kota besar.
Menurut Ahmad dan Siswansyah (2006), Indonesia memiliki wilayah yang sangat
luas, dan yang mampu memenuhi kebetuhan pangan hewani adalah ayam lokal,
karena dipelihara oleh masyarakat sampai di pelosok-pelosok.
Pengembangan ayam lokal belum optimal dalam menyediakan pangan
hewani dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Menurut Yusdja
dan Ilham (2006), hampir semua jenis ternak domestik tidak mendapat sentuhan
teknologi pembibitan yang intensif. Mutu ternak semakin buruk karena ternak
yang baik selalu dipilih untuk dipotong. Menurut Suprijatna (2010),
pengembangan ternak ayam lokal sebagai produk pangan daging unggas memiliki
prospek yang baik. Indikasinya adalah bahwa permintaan produk daging ayam
lokal meningkat setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa: 1) ayam lokal masih
istimewa bagi masyarakat karena rasa daging yang khas; 2) terdapat
kecenderungan beralihnya konsumen tertentu ke produk daging organik; 3)
adanya pangsa pasar tersendiri bagi ayam lokal yang tercermin dari semakin
banyaknya restoran dan gerai yang menggunakan ayam lokal. Ternak ayam lokal
juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu mampu beradaptasi secara baik
terhadap lingkungannya dan memiliki keragaman genetik yang sangat tinggi. Hal
ini sesuai dengan data statistik bahwa populasi ayam lokal selalu meningkat, yaitu
tercatat 243.423.389 ekor pada tahun 2008, 249.963.499 ekor pada 2009,
257.544.104 ekor pada 2010, dan 264.339.634 ekor pada 2011. Hal ini juga
terlihat pada jumlah konsumsi daging ayam lokal, yaitu 0.521 kg/kapita/tahun
pada 2009, 0.626 kg/kapita/tahun pada 2010, dan 0.626 kg/kapita/tahun pada 2011
(Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).
Menurut Noor (2012), Indonesia memiliki banyak sumber daya genetik
hewan ternak yang sudah beradaptasi dengan baik terhadap kondisi iklim tropis
termasuk ayam kampung. Ternak ayam lokal memiliki resistensi yang lebih baik
terhadap berbagai jenis penyakit. Menurut Sulandari et al. (2006) dan Muladno
(2008), sebagian besar ayam lokal Indonesia tahan terhadap virus avian influenza

2

(AI), ditandai dengan tingginya frekuensi gen antiviral Mx, yaitu 42,3%, dan juga
ayam lokal berpotensi untuk dijadikan strain ternak penghasil daging dan telur
yang tahan terhadap serangan virus AI.
Ayam nunukan merupakan salah satu jenis ayam lokal yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai ayam tipe dwiguna, yaitu sebagai penghasil
daging dan telur. Beberapa keunggulan ayam nunukan menurut Sartika et al.
(2006) adalah warna bulu spesifik, pertumbuhan bulu lambat sehingga sangat
cocok di daerah panas, dan lebih efisien pada metabolisme protein yang
mengandung sulfur (sistin dan metionin), dan ayam nunukan lebih unggul
dibandingkan ayam kampung, yaitu pada pertambahan bobot badan dan produksi
telur. Menurut Hadinoto (1987), ayam nunukan merupakan ayam jenis berat tubuh
sedang. Berat badan umur empat bulan sekitar 1.2 sampai 1.5 kg. Berat badan
betina dewasa (umur 12 bulan) dapat mencapai 2 sampai 2.5 kg, dan pada jantan
mencapai 2.5 sampai 3.5 kg. Produksi telur rata-rata per tahun adalah 100 sampai
140 butir per ekor. Mulai bertelur pada umur 6 sampai 7 bulan, dengan lama
produksi hingga 2.5 tahun. Harga ayam nunukan cukup tinggi dibandingkan
dengan harga ayam ras di daerah pulau Tarakan. Harga ayam nunukan Rp. 60 000
per kilogram bobot hidup, hal ini sama dengan harga ayam kampung, sebagai
perbandingan harga ayam ras pedaging (ayam broiler) adalah Rp. 25 000 per
kilogram bobot hidup (Dinas Peternakan dan Tanaman Pangan Kota Tarakan
2011).
Menurut Wafiatiningsih et al. (2005), beberapa permasalahan yang dihadapi
dalam pemeliharaan ayam nunukan ini hampir tidak ada bedanya dengan
permasalahan yang dihadapi pada pengembangan ayam buras pada umumnya,
seperti kurang mendapat perhatian pemerintah, pemuliaan ternak kurang intensif,
masalah pakan dan manajemen pemeliharaan, selain itu tujuan utama
pemeliharaan ayam nunukan hanya terbatas untuk pemenuhan konsumsi keluarga
dan untuk keperluan tradisi ritual keagamaan. Saat ini, populasi ayam nunukan
mulai berkurang, namun belum ada data yang menyebutkan jumlah populasi ayam
nunukan saat ini. Populasi ayam nunukan tersebar di Pulau Tarakan dan
Kabupaten Nunukan, dan beberapa tempat lain di Provinsi Kalimantan Timur
(Wafiatiningsih et al. 2005).
Pengetahuan tentang karakteristik ayam nunukan merupakan langkah awal
untuk pelestarian, peningkatan produktifitas dan pengembangan lebih lanjut.
Penelitian ini dilakukan di Pulau Tarakan karena merupakan daerah asal ayam
nunukan, dan tempat pertama kali ayam nunukan dipelihara secara luas oleh
masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya langkah-langkah yang
dilakukan untuk pelestarian dan peningkatan produktifitas ayam nunukan di Pulau
Tarakan Provinsi Kalimantan Timur.
Perumusan Masalah
Ayam nunukan adalah salah satu ayam lokal yang potensial untuk
dikembangkan. Namun demikian, proses pemuliaan dan pengembangannya
kurang intensif. Karakteristik ternak, jumlah populasi ternak, dan keadaan
peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan merupakan hal-hal yang penting untuk
diketahui sebagai landasan pengembangan ayam nunukan di Pulau Tarakan
Provinsi Kalimantan Timur.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ayam nunukan
secara fenotipik berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif, dan keadaan sosial
ekonomi peternak ayam nunukan di Pulau Tarakan Provinsi Kalimantan Utara.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan informasi
yang akurat dan lengkap tentang karakteristik ayam nunukan di Pulau Tarakan
sebagai bahan acuan untuk pelestarian, pengembangan, dan pemuliaan ayam
nunukan di Pulau Tarakan oleh pihak yang berwenang.
Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah ayam nunukan di Pulau Tarakan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan ayam nunukan pada umumnya dan
tidak memiliki ciri yang spesifik, akibat adanya campuran gen ayam lokal lainnya.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Nunukan
Asal Usul
Ayam nunukan berasal dari Pulau Tarakan di Kalimantan Timur (Creswell
dan Gunawan 1982). Ayam ini pernah dikembangkan di pulau Nunukan sehingga
disebut juga ayam nunukan. Konon ayam ini berasal dari dataran Cina, dan masuk
ke Pulau Tarakan sekitar tahun 1920 sampai 1922 (Hadinoto 1987). Menurut
Disnak Kalimantan Timur (1995), asal muasal ayam nunukan menurut sejarahnya
pada waktu zaman Belanda sekitar tahun 1920, dua per usahaan besar yaitu NHM
(Noenoekan Houtanchap Matschappij) di Pulau Nunukan dan BPM (Bataafse
Petroleum Matschappij) di Pulau Tarakan banyak mempekerjakan imigran dari
dataran Cina yang kemudian menetap di wilayah tersebut. Diperkirakan rute
perjalanan para imigran tersebut membawa ayam adalah Hongkong-SandakanTawau-Nunukan-Tarakan. Maka ayam ini dikenal juga sebagai ayam cina atau
ayam tawau, dan datang pertama kali ke Pulau Nunukan sehingga dinamakan
ayam nunukan.
Ayam nunukan lebih banyak berkembang di Pulau Tarakan. Hal ini
disebabkan para imigran dari Cina beralih profesi menjadi pedagang sambil
memelihara ayam nunukan dan menetap di Pulau Tarakan setelah perusahaanperusahaan tersebut tutup. Perkembangan selanjutnya ayam nunukan banyak juga
dipelihara oleh masyarakat setempat dan beradaptasi dengan baik selama ± 80
tahun. Oleh karena itu, ayam nunukan telah diklaim sebagai ayam lokal
Kalimantan Timur yang merupakan plasma nutfah unggulan daerah (Sartika et al.
2006).
Menurut Zein dan Sulandari (2009), ayam nunukan termasuk ayam asli
Indonesia hasil domestikasi yang berada dalam satu clade dengan ayam hutan
merah (G.g. gallus) yang termasuk ayam hutan Indonesia, sehingga dapat
dikatakan berdekatan secara geneologis (berbagai leluhur yang sama) dengan
ayam hutan merah. Sulandari (2006) menyatakan bahwa dari 15 rumpun ayam
lokal Indonesia, ayam nunukan termasuk dalam rumpun ayam berukuran tubuh
sedang dan memiliki kesamaan ukuran tubuh dengan ayam lokal yang berada
pada kelompok yang sama, yaitu ayam kedu hitam, cemani, arab golden, arab
silver dan kalosi. Berdasarkan matriks jarak genetik, ayam nunukan memiliki
jarak genetik paling dekat dengan ayam tolaki (ayam kampung dari Kabupaten
Konawe, Sulawesi Tenggara).
Karakteristik dan Performans
Ciri-ciri fisik ayam nunukan dewasa adalah warna bulu merah atau merah
kekuning-kuningan. Warna paruh kuning atau kuning keputih-putihan. Warna
kaki kuning keputih-putihan. Pial berbentuk bilah (tunggal) bergerigi delapan,
empat gerigi tengah runcing, gerigi pinggir tumpul dan rata. Bulu sayap kurang
berkembang dan pertumbuhannya tidak sempurna, demikian juga pada bulu ekor,
tidak terdapat bulu lancur, hanya bulu waris. Ayam nunukan dapat dilihat pada
Gambar 1.

5

Sumber: Salam (2012)

Gambar 1 Ayam nunukan jantan (kiri) dan betina (kanan).
Ayam nunukan umur kurang dari 120 hari, sayap dan ekor hanya berbulu
kapas (Priyono 1982). Menurut Sartika et al. (2006), ayam nunukan berwarna
merah kecoklatan (buff), dengan pola bulu columbian (bagian ujung sayap dan
ujung ekor berwarna hitam), kerlip bulu keemasan, corak bulu dominan polos,
tetapi masih ada yang bercorak lurik (barred) walaupun frekuensinya hanya
sedikit yaitu hanya 3.6%, warna ceker kuning atau putih yang ditunjukkan oleh
frekunesi gen qi, qe, qs dan qId masing-masing sebesar 100%, bentuk jengger
sebagian besar berbentuk tunggal (single) dan hanya sebesar 16.4% berbentuk
pea. Karakteristik fenotipik sifat kuantitatif ayam nunukan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik kualitatif ayam Nunukan
Bagian Tubuh

Betina Dewasa
Warna

Frekuensi
(%)
66.67
66.67
66.67

Jantan Dewasa
Warna
Frekuensi
(%)
Merah muda
57.14
Kuning kecoklatan
57.14
Merah tua
71.43

Jengger
Paruh
Daun telinga

Merah muda
Kuning kecoklatan
Putih,
merah muda

Kulit
Shank
Leher
Punggung

Krem muda
Kuning
Coklat, hitam
Abu-abu, coklat, hitam

52.38
100.00
61.9
47.62

Kuning
Kuning
Coklat tua
Abu-abu, coklat tua,
hitam

57,14
100.00
71.43
71.43

Dada
Sayap luar

Coklat muda
Coklat tua, hitam dan
coklat, hitam, putih
Coklat muda
Coklat, hitam
Coklat muda

76.19
33.33

Coklat tua
Coklat tua, hitam

42.86
57,14

42.86
42.86
76.19

Coklat muda, hitam
Tak berekor
Coklat muda

42.86
71.43
57.14

Sayap dalam
Ekor
Paha

Sumber: Wafiatiningsih et al. (2005)

6

Priyono (1982) menyatakan bahwa telur ayam nunukan yang ditetaskan
menghasilkan DOC yang berbobot 33 sampai 37 gram per ekor. Creswell dan
Gunawan (1982), melaporkan bahwa DOC ayam nunukan 30.2 gram, umur empat
minggu 168 gram, umur delapan minggu 482 gram, umur 12 minggu 843 gram,
umur 16 minggu 1 304 gram, dan umur 20 minggu 1 507 gram, dan bertelur pada
umur 146 hari (21 minggu), dengan teknik pemeliharaan intensif.
Menurut Sartika et al. (2006), ayam nunukan dewasa mempunyai bobot
badan berkisar 1.5 sampai 3 kg pada jantan, dan betinanya berkisar 1.1 sampai 2.8
kg. Menurut Hodijah (1991), ayam nunukan mulai bertelur pada umur 175 hari
(5.8 bulan) pada bobot badan 1.6 kg. Karakteristik fenotipik sifat kuantitatif ayam
nunukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik kuantitatif ayam nunukan
Bagian tubuh
Bobot badan (g)
Panjang paruh (mm)
Lebar paruh (mm)
Tebal paruh (mm)
Panjang kepala (mm)
Lebar kepala (mm)
Tinggi jengger (mm)
Lebar jengger (mm)
Tebal jengger (mm)
Panjang badan (cm)
Lingkar dada (cm)
Panjang punggung (cm)
Panjang sayap (cm)
Panjang leher (cm)
Lebar pelvis (mm)
Panjang femur (cm)
Panjang tibia (cm)
Panjang shank (cm)
Lingkar shank (cm)
Panjang taji (mm)
Lebar taji (mm)

Rataan
Jantan
2 151.48 ± 358.99
38.03 ± 2.77
16.74 ± 1.90
12.87 ± 1.29
45.30 ± 4.39
32.09 ± 2.35
46.15 ± 17.64
91.52 ± 24.57
13.71 ± 5.86
43.19 ± 2.98
42.29 ± 3.10
27.67 ± 2.88
22.57 ± 1.21
11.71 ± 1.31
16.59 ± 5.96
11.48 ± 0.98
14.88 ± 1.05
10.81 ± 0.68
5.24 ± 0.37
16.40 ± 12.69
8.78 ± 1.34

Betina
1 525.18 ± 307.16
34.82 ± 2.14
16.94 ± 2,93
11.9 ± 1.47
44.34 ± 4.01
29.98 ± 1.89
18.86 ± 6.98
45.11 ± 12.25
4.75 ± 2.30
39.40 ± 2.24
36.72 ± 3.17
24.41 ± 1.98
19.74 ± 0.99
10.56 ± 0.86
29.76 ± 7.92
9.76 ± 0.85
12.41 ± 0.92
8.97 ± 0.63
4.19 ± 0.35
-

Sumber: Sulandari et al. (2006)

Menurut Anom (1989), ayam nunukan yang diberi pakan dengan kandungan
nutrisi yang terdiri dari protein 15%, SK 8.8%, LK 9.98% dan energi bruto 3 889
kkal/kg memberikan pertambahan bobot badan rata-rata 11.28 gram per hari
selama pemeliharaan 16 minggu. Tingkat konsumsi ransum yaitu rata-rata 50.89
gram per hari dengan tingkat konversi ransum rata-rata 4.9. Menurut Hodijah

7

(1991), perlakuan ransum dengan tingkat energi berbeda (2 600 kkal/kg dan 2 900
kkal/kg) pada ayam nunukan hingga fase bertelur tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan bobot badan. Demikian juga terhadap pemberian ransum
dengan tingkat protein yang berbeda (yaitu 12% dan 14%) tidak berbeda nyata
terhadap pertambahan bobot badan. Perbedaan tingkat energi (2 600 kkal/kg dan 2
900 kkal/kg) dan protein (yaitu 12% dan 14%) dalam ransum ayam nunukan juga
tidak berpengaruh pada konversi ransum. Karakteristik telur ayam nunukan secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik telur ayam nunukan
Parameter
Berat telur (g)
Panjang telur (mm)
Lebar telur (mm)
Indeks telur
Berat kuning telur (g)
Berat putih telur (g)
Persentase kuning telur (%)
Persentase putih telur (%)
Warna kerabang telur

Rataan
47.12 ± 3.07
49.45 ± 1.61
38.62 ± 0.93
0.78 ± 0.02
17.43 ± 1.28
23.46 ± 3.24
42.81 ± 4,.22
57.19 ± 4.22
Coklat muda keputihan

Sumber: Wafiatiningsih et al. (2005)

Karakteristik Fenotipik
Karakteristik fenotipik pada hewan terdiri atas sifat kualitatif dan sifat
kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang dapat dibedakan atau dikelompokkan,
seperti warna bulu, warna shank dan bentuk jengger. Ekspresi sifat kualitatif
ditentukan oleh satu gen tunggal sampai dua pasang gen. Perbedaan sifat ini
hampir seluruhnya ditentukan oleh perbedaan genetik, sedangkan perbedaan
lingkungan memberikan pengaruh yang kecil bahkan tidak ada, sehingga variasi
sifat kualitatif juga merupakan variasi genetik (Warwick et al. 1995). Sifat
kualitatif sering dipertimbangkan dalam program pemuliaan, karena sifat-sifat
ini dapat dijadikan merek dagang tertentu atau dapat juga dijadikan ciri dari
breed tertentu. Sifat kualitatif dipengaruhi oleh satu atau beberapa pasang gen
(Warwick et al. 1995). Menurut (Noor 1996) bahwa sifat-sifat kualitatif, seperti
warna, pola warna, sifat bertanduk, atau tidak bertanduk sangat mudah dibedakan
tanpa harus mengukurnya. Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam dapat
disimak pada Tabel 4.
Ciri-ciri fenotipik dapat dijadikan patokan untuk menentukan suatu bangsa
ayam. Ciri-ciri ini ditentukan oleh gen-gen yang terdapat pada kromosom autosom
maupun kromosom kelamin. Beberapa sifat kualitatif penting yang merupakan
ciri-ciri khas yang dipakai sebagai patokan untuk penentuan suatu bangsa ayam
diantaranya adalah warna bulu, warna kerabang, warna cakar (shank) dan bentuk
jengger, yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Selanjutnya kemurnian suatu
bangsa ayam dapat ditentukan dari keseragaman dalam ciri-ciri fenotipik tersebut
(Tantu 2007).

8

Sifat kuantitatif adalah sifat-sifat produksi dan reproduksi (produktivitas)
atau sifat yang dapat diukur seperti bobot badan, ukuran-ukuran tubuh, produksi
daging dan telur. Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen (poligen)
yang bereaksi secara aditif, dominan maupun epistatis, dan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (Warwick 1995). Ukuran-ukuran tubuh (morfometrik tubuh)
yang penting untuk diamati dan dijadikan penentu karakteristik jenis ayam antara
lain adalah bobot tubuh, panjang bagian-bagian kaki, panjang sayap, panjang
paruh dan tinggi jengger (Mansjoer et al. 1989).
Tabel 4 Gen pengontrol sifat kualitatif pada ayam
Ekspresi
Warna bulu

Lokus
I-i

Pola bulu

E-e+-e

Kerlip bulu

S-s
(terkait kelamin)

Corak bulu

B-b
(terkait kelamin)

Warna shank

Id-id
(terkait kelamin)

Bentuk jengger

P-p

Genotip
Iii
Ee+ee
ZS ZZs Zs
ZSW
Zs W
ZBZZb Zb
ZBW
Zb W
ZId ZZid Zid
ZIdW
ZidW
Ppp

Fenotip
Putih
Berwarna
Hitam
Liar
Columbian
Jantan perak
Jantan emas
Betina perak
Betina emas
Jantan lurik
Jantan polos
Betina lurik
Betina polos
Jantan kuning/putih
Jantan hitam/abu-abu
Betina kuning/putih
Betina hitam/abu-abu
Pea/kapri
Tunggal

Sumber: Nishida et al. (1982)

Adanya daya pewarisan sifat-sifat produksi dari tetua kepada generasi
berikutnya dapat dijadikan patokan untuk meramalkan produksi keturunannya.
Nilai heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari
keragaman total (yang diukur dengan ragam) dari suatu sifat yang diakibatkan
oleh pengaruh genetik. Heritabilitas dapat diduga dalam dua konteks. Secara luas,
dengan memperhitungkan semua pengaruh gen, yaitu aditif, dominan dan
epistatik. Pengetahuan tentang nilai heritabilitas penting dalam menentukan
metode seleksi dan rencana perkawinan yang tepat untuk memperbaiki ternak.
Pengetahuan ini memberikan dasar untuk menduga besarnya kemajuan dalam
program pemulian yang berbeda-beda, serta memungkinkan para pemulia untuk
membuat suatu keputusan yang penting dalam kaitannya antara biaya yang
dikeluarkan dan hasil yang dicapai. Kemajuan genetik yang dapat dicapai pada

9

setiap generasi akibat tindakan seleksi ditentukan oleh nilai heritabilitas dan
jumlah kelebihan dari individu-individu terpilih terhadap rata-rata populasi di
tempat mereka berasal (Mansjoer 1985).
Sifat-sifat kuantitatif yang penting untuk penentuan morfologi ayam
diantaranya adalah bobot badan, panjang tulang femur (betis), tibia dan
tarsometatarsus, lingkar tulang tarsometatarsus, panjang jari kaki ketiga, panjang
sayap, panjang paruh (maxilla) dan tinggi jengger. Penampilan ukuran-ukuran
tubuh tersebut, selain dipengaruhi oleh sifat kegenetikan juga dipengaruhi oleh
lingkungan. Kemurnian suatu bangsa ayam ditentukan dari keseragaman ciri-ciri
tubuh tersebut (Mansjoer 1985). Dijelaskan juga beberapa sifat yang berhubungan
dengan produktifitas daging yang tinggi dapat digambarkan oleh ukuran lingkar
dada, panjang dada, panjang cakar (shank, tarsometatarsus), panjang betis,
panjang paha dan bobot badan. Panjang dan lingkar cakar (shank), panjang dada
dan lebar dada mempunyai korelasi positif dengan bobot badan. Panjang cakar
(shank) merupakan penduga paling tepat untuk bobot badan (Mansjoer 1985).
Kematian yang biasa dinyatakan dalam persen kematian ( mortalitas)
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan efisiensi produksi suatu
usaha beternak unggas. Banyaknya kematian dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya sanitasi serta makanan yang kurang memenuhi kebutuhan.
Beberapa bangsa ayam ditemukan perbedaan daya tahan terhadap penyakit,
misalnya pullorum (Jull 1978). Lebih lanjut Jull (1978) juga menjelaskan bahwa
silang dalam (inbreeding) akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap
lingkungan, sehingga akan meningkatkan kematian anak ayam, maupun ayam
muda. Hal ini telah dibuktikan oleh para peneliti yang terdahulu. Perkawinan
antara galur ayam yang mortalitasnya tinggi dengan yang rendah akan
menghasilkan keturunan dengan jumlah kematian yang sedikit.
Dewasa kelamin dapat diketahui dari umur pertama bertelur, hal ini dapat
dijadikan sebagai patokan dewasa kelamin (Mansjoer 1985). Dewasa kelamin
menggambarkan
sudah
berfungsinya
organ-organ
reproduksi
dan
perkembangbiakan dapat terjadi. Proses perkembangan alat kelamin mencapai
maksimal dan mulai bekerja pada umur yang berbeda pada spesies, bangsa,
makanan dan individu. Perkembangan alat kelamin diawasi oleh kelenjer
pituitaria. Menurut Hodijah (1991), ayam nunukan mencapai dewasa kelamin
pada umur 175 hari (5.8 bulan). Menurut Creswell dan Gunawan (1982), ayam
nunukan mulai bertelur pada umur 21 minggu (146 hari), dan menurut Hadinoto
et al. (1987), ayam nunukan mulai bertelur pada umur 6-7 bulan.
Analisis Komponen Utama (AKU)
Komponen utama dibentuk melalui dua cara (Everitt dan Dunn 1998). Cara
pertama, komponen utama dibentuk dari matriks kovarian variabel-variabel dan
cara yang kedua komponen utama dibentuk dari matriks korelasi variabelvariabel. Komponen utama yang dibentuk dari matriks kovarian lebih efektif
untuk menjelaskan deferensiasi antar-kelompok ternak dan mampu menerangkan
keragaman data yang lebih banyak dibanding komponen utama yang dibentuk dari
matriks korelasi.
Analisis Komponen Utama (AKU) bertujuan untuk menerangkan struktur
ragam-peragam melalui kombinasi linear dari peubah-peubah. AKU berfungsi
untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya. AKU menghasilkan sejumlah

10

komponen utama sebanyak peubah yang dianalisis, tetapi sering kali sebagian
kecil dari komponen utama yang dihasilkan telah mampu menerangkan sebagian
besar keragaman data (Gaspersz 1992). Pada aplikasi morfometrik biasanya hanya
digunakan dua buah komponen utama dari beberapa komponen utama yang
dihasilkan. Kedua komponen utama tersebut digunakan karena telah mampu
menerangkan sebagian besar keragaman data. Komponen utama pertama, yaitu
komponen utama yang mempunyai keragaman total tertinggi yang mewakili
vektor ukuran, dan komponen utama kedua, yaitu komponen utama yang memiliki
keragaman total terbesar setelah komponen utama pertama yang mewakili vektor
bentuk (Everitt dan Dunn 1998).

11

METODE PENELITIAN
Waktu dan Te mpat
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai September hingga
Desember 2012. Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat yang terdapat di
Pulau Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, yaitu di Kecamatan Tarakan Timur
(Tartim), Kecamatan Tarakan Barat (Tarbar), dan Kecamatan Tarakan Tengah
(Tarteng).
Materi
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis menulis, daftar
pertanyaan (kuisioner) untuk peternak dan borang pengukuran karakteristik
fenotipik ternak. Alat untuk mengukur sifat kuantitatif meliputi pita ukur satuan
milimeter, timbangan digital satuan gram, jangka sorong digital ketelitian 0.00
dengan satuan terkecil milimeter, dan penggaris ukur satuan milimeter.
Bahan yang digunakan adalah sampel ayam nunukan dewasa kelamin (umur
lebih dari enam bulan) sebanyak 211 ekor yang diperoleh dari tiga kecamatan di
Pulau Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur, dan sebagai pembanding digunakan
pula sampel ayam kampung dewasa kelamin (umur lebih dari enam bulan)
sebanyak 120 ekor. Teknik pengambilan sampel dengan cara purpossive
sampling, yaitu jumlah sampel yang diambil disesuaikan dengan jumlah populasi
ayam pada masing-masing kecamatan (korelasi positif).
Jumlah sampel yang diambil terdiri dari 14 ekor ayam jantan dan 25 ekor
ayam betina di Kecamatan Tarakan Tengah, 27 ekor ayam jantan dan 45 ekor
ayam betina di Tarakan Timur, dan 45 ekor ayam jantan dan 55 ekor ayam betina
di Tarakan Barat, sedangkan sampel ayam kampung 20 ekor untuk masing-masing
jenis kelamin ternak pada tiap lokasi. Sampel telur ayam nunukan sebanyak 15
butir dari Kecamatan Tarakan Tengah, 17 butir dari Kecamatan Tarakan Timur,
dan 19 butir dari Kecamatan Tarakan Barat. Sampel telur ayam kampung
sebanyak 15 butir tiap lokasi. Responden peternak ayam nunukan sebanyak 16
orang yang terdapat di Pulau Tarakan, yang terdiri dari tiga orang peternak dari
Kecamatan Tarakan Tengah, empat orang dari Kecamatan Tarakan Timur, dan
sembilan orang dari Kecamatan Tarakan Barat. Responden yang dipilih memiliki
lebih dari dua ekor ayam nunukan.
Prosedur
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran
karakteristik ayam, dan wawancara langsung pada peternak dalam bentuk
pengisian daftar pertanyaan (kuisioner). Pengamatan dan pengukuran beberapa
karakteristik sifat kualitatif dan sifat kuantitatif. Beberapa sifat kualitatif yang
diamati adalah: bentuk jengger, warna paruh, warna daun telinga, warna shank,
warna kulit, warna bulu, pola bulu, kerlip bulu, dan corak bulu.
Beberapa sifat kuantitatif yang diamati adalah; a). bagian tubuh: panjang
paruh, lebar paruh, tebal paruh, panjang kepala, lebar kepala, tinggi jengger, lebar
jengger, tebal jengger, bobot badan, panjang badan, lingkar dada, panjang
punggung, panjang sayap, panjang leher, lebar pelvis, panjang femur, panjang
tibia, panjang shank (metatarsus), lingkar shank, panjang jari ketiga, b). bagian

12

telur: berat telur, panjang telur, lebar telur, berat kuning telur, berat putih telur,
persentase kuning telur, persentase putih telur, warna kerabang telur, dan bobot
kerabang. Secara umum bagian-bagian tubuh ayam yang diukur sesuai dengan
kerangka ayam.

Sumber: Jull 1978.

Gambar 2 Bentuk dan letak tulang pada kerangka ayam
Pengukuran masing-masing peubah yang diamati adalah dengan cara sebagai
berikut:
1.
Panjang paruh, yaitu diukur dari pangkal paruh hingga ujung paruh
menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
2.
Lebar paruh, yaitu jarak bagian kiri ke bagian kanan pangkal paruh,
diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
3.
Tebal paruh, yaitu jarak antara bagian atas ke bagian bawah pangkal
paruh, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
4.
Panjang kepala, yaitu panjang antara tulang atlas dengan lacrimal,
diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
5.
Lebar kepala, yaitu jarak kedua bagian sisi kepala, diukur
menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
6.
Tinggi jengger, yaitu jarak dari pangkal jengger hingga puncak
jengger, diukur menggunakan penggaris mistar (dalam satuan mm).
7.
Lebar jengger, yaitu jarak bagian terdepan dengan bagian terbelakang
jengger, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
8.
Tebal jengger, yaitu jarak kedua sisi pada pangkal jengger, diukur
menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).

13

9.
10.
11.
12.
13.
14.

15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.

Bobot badan, yaitu bobot secara keseluruhan satu ekor ternak, diukur
menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram).
Panjang tubuh, yaitu panjang antara ujung paruh hingga pangkal ekor,
diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm).
Lingkar dada, yaitu panjang lingkaran tubuh ayam melalui tulang
sternum dan pelvis, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm).
Panjang punggung, yaitu jarak antara pangkal leher dengan pangkal
ekor, diukur menggunakan pita ukur (dalam satuan cm).
Panjang sayap, yaitu jarak antara pangkal sayap hingga ujung sayap
(phalanges), diukur menggunakan penggaris mistar (dalam satuan cm).
Panjang leher, yaitu panjang antara pangkal leher hingga tulang atlas,
diukur menggunakan tali, kemudian dikonversi dengan pita ukur
(dalam satuan mm).
Lebar pelvis, yaitu lebar tulang pelvis, diukur menggunakan jangka
sorong (dalam satuan mm).
Panjang femur, yaitu panjang tulang femur (paha), diukur
menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
Panjang tibia, yaitu panjang tulang tibia (betis), diukur menggunakan
jangka sorong (dalam satuan mm).
Panjang shank, yaitu panjang tulang metatarsus (shank), diukur
menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
Lingkar shank, yaitu panjang keliling shank, diukur menggunakan pita
ukur (dalam satuan mm).
Panjang jari ketiga, yaitu jarak dari pangkal jari ketiga hingga ujung
kuku, diukur menggunakan jangka sorong (dalam satuan mm).
Berat telur, yaitu bobot keselurahan satu butir telur ayam, diukur
dengan menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram)
Panjang telur, diukur dengan menggunakan jangka sorong (dalam
satuan mm)
Lebar telur, diukur dengan menggunakan jangka sorong (dalam satuan
mm)
Berat kuning telur, diukur dengan menggunakan timbangan digital
(dalam satuan gram)
Berat putih telur, diukur dengan mengurangkan bobot putih dan kuning
telur dengan bobot kuning telur (dalam satuan gram)
Persentase kuning telur, didapatkan dengan cara membagi berat kuning
telur dengan berat telur, lalu dikalikan 100
Persentase putih telur, didapatkan dengan cara membagi berat putih
telur dengan berat telur, lalu dikalikan 100
Bobot kerabang, yaitu bobot kerabang tanpa selaput telur, diukur
dengan menggunakan timbangan digital (dalam satuan gram).
Analisis Data

Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan dianalisis secara deskriptif.
Frekuensi gen dihitung berdasarkan hukum hardy-weinberg (Noor 2004), dengan
persamaan: p 2 + 2pq + q2 = 1, yaitu p dan q adalah pasangan gen yang diamati.
Frekuensi gen ayam jantan dan betina digabungkan.

14

Karakteristik sifat kuantitatif antar sampel ayam nunukan diuji dengan
menggunakan uji t-student untuk mengetahui perbedaan tiap sifat antar lokasi,
dengan persamaan:

=

� 1 −� 2

2

1
1
+
�1 �2

(Steel dan Torrie 1991). Uji t-student

dilakukan menggunakan software Minitab versi 14.0.
Uji T2 hotteling untuk mengetahui perbedaan antar populasi ayam antar
n1n2
lokasi penelitian, dengan persamaan: T 2 = n +
X 1 − X2 SG .−1 X1 −
n
1

2

X2 (Gaspersz 1992), jika berbeda nyata dilanjutkan dengan analisis komponen
utama (AKU) dengan persamaan: Yj = a 1jx1 + a2jx2 + a3jx3 + ... a19jx19 (sifat bobot
badan tidak dimasukkan dalam penghitungan AKU). Analisis dilakukan
menggunakan software Minitab versi 14.0. Populasi efektif ternak dihitung
dengan persamaan: Ne = (4n x jantan x n betina)/(n jantan + n betina)
(Christensen 2003). Peningkatan inbreeding (inbreeding increase) per generasi
dihitung menggunakan persamaan: ∆F = 1/(2Ne) (Christensen 2003).
Data karakteristik peternak dianalisis secara deskriptif. Umur peternak
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: belum produktif (usia kurang
dari 15 tahun), produktif (usia antara 15 sampai 55 tahun) dan tidak produktif
(usia lebih dari 55 tahun). Pengalaman beternak dihitung berdasarkan lamanya
responden beternak ayam nunukan, yaitu: 0 sampai 5 tahun (belum
berpengalaman), 6 sampai 10 tahun (cukup berpengalaman), dan >10 tahun
(sangat berpengalaman). Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang merupakan
usaha pokok responden. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang
diselesaikan responden, meliputi SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi.
Tujuan beternak adalah apa yang diharapkan responden dalam beternak.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Pulau Tarakan terletak di bagian utara Kalimantan Timur, pemerintahan
daerah berupa kotamadya tingkat dua (Kotamadya Tarakan). Kota Tarakan
mempunyai luas 657.33 km2 yaitu 38.2% bagiannya, atau 250.8 km2 berupa
daratan dan sisanya sebanyak 61.8% atau 406.53 km2 berupa lautan. Tarakan
terdiri dari empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Tarakan Timur, Tarakan Tengah,
Tarakan Barat dan Tarakan Utara (Gambar 3). Jumlah kelurahan di Kota Tarakan
pada tahun 2010 tercatat sebanyak 20 kelurahan (Pemkot Tarakan 2011).

Gambar 3 Pulau Tarakan. (Insert: Pulau Kalimantan).
Tarakan beriklim tropis mempunyai musim yang hampir sama dengan
wilayah Indonesia pada umumnya. Musim penghujan pada bulan Oktober
sampai dengan bulan April, sedangkan musim kemarau pada bulan April sampai
dengan bulan Oktober. Suhu udara berkisar antara 24.2 oC sampai 31.1 oC,
kelembaban udara berkisar antara 62.3% sampai 97,7%, rata-rata curah hujan
sepanjang tahun 2005 sampai 2010 tercatat sebesar 278.5 mm. Jumlah
penduduk Kota Tarakan tahun 2010 adalah 230 329 jiwa, dengan kepadatan 918
orang/km2. Kecamatan Tarakan Barat mempunyai kepadatan paling tinggi dan
Kecamatan Tarakan Utara mempunyai kepadatan paling rendah (Pemkot
Tarakan 2011).

16

Karakteristik Sifat Kualitatif
Karakteristik sifat kualitatif ayam nunukan (Tabel 5) untuk bentuk jengger
100% berbentuk tunggal, warna paruh 100% kuning emas, warna shank 100%
kuning emas, bulu 100% berwarna (coklat kemerahan untuk jantan dan kuning
kemerahan untuk betina),

Dokumen yang terkait

Economic Empowerment of Poor Vegetable Farmer (A Case Study at Kelurahan Nunukan Timur, Nunukan Subdistrict, Nunukan Regency, East Kalimantan Province)

0 5 196

Kajian Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan Kota Tarakan Kalimantan Timur (Studi Kasus Desa Binalatung Kecamatan Tarakan Timur)

0 10 302

Sustainable land productivity improvement for small scale cocoa plantations in the Border Area of East Kalimantan Malaysia case study on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan Province

1 10 195

Sustainable land productivity improvement for small scale cocoa plantations in the Border Area of East Kalimantan- Malaysia: case study on Sebatik Island, Nunukan Regency, East Kalimantan Province

2 17 369

Karakteristik Genetik dan Fenotip Ayam Nunukan di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur

0 3 9

Penyelidikan Batubara di Daerah Nunukan Timur, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara

0 0 10

Ex Situ Characterization of Dayak Local Chicken for National Poultry Germplasm Development… | Suhardi.Universitas Mulawarman.Kalimantan Timur.Indonesia

0 0 10

PENGENTASAN KEMISKINAN YANG KOMPREHENSIF DI BAGIAN WILAYAH TERLUAR INDONESIA - KASUS KABUPATEN NUNUKAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA (Comprehensive Poverty Reduction in Indonesian Outermost Regions - Case Study of Nunukan Regency-North Kalimantan Province) |

0 0 8

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA (Studi Kasus di Kecamatan Tarakan Barat Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur) (ANALYSIS OF HOUSEHOLD FOOD CONSUMPTION (CASE STUDY IN TARAKAN

0 1 16

RANCANGAN TEKNIS PENAMBANGAN BATUBARA DI KECAMATANSEBUKU, KABUPATEN NUNUKAN UTARA PROVINSI KALIMANTAN UTARA (Technical Design of Coal Mining on SebukuNorth Nunukan District North Kalimantan Province)

0 0 9