Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
1
Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
MORA YANTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
ABSTRAK
MORA YANTI. Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus. Dibimbing oleh ENDANG
NURHAYATI.
Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda
yaitu Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical
waikavirus (RTSV) yang ditularkan terutama oleh wereng hijau Nephotettix
virescens secara semipersisten. Gejala utama pada tanaman yang terinfeksi virus
tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan
penurunan jumlah anakan. Penggunaan varietas tahan virus tungro merupakan
salah satu komponen pengendalian penyakit tungro. Penelitian ini bertujuan
mengetahui tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan
(GH) terhadap Rice tungro virus. Varietas padi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah HIPA4, galur-galur harapan IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, IPB120-F-92-1-1, dan sebagai
pembanding IR64 (rentan) dan Tukad Petanu (tahan). Padi IR64 digunakan untuk
perbanyakan wereng N. virescens dan perbanyakan inokulum virus tungro. Isolat
virus tungro berasal dari padi IR64 yang terserang virus tungro di daerah Situ
Gede, Bogor. Penularan virus tungro pada tanaman padi menggunakan vektor N.
virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae). Pengamatan dilakukan terhadap tipe
gejala yang muncul, masa inkubasi penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi,
tinggi tanaman, dan masa berbunga. Pengamatan penyakit tungro di lahan Situ
Gede dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas
yang rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus
tungro. Infeksi virus tungro menunjukkan tingkat ketahanan yang beragam pada
tanaman padi yang diuji. Galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1,
dan IPB102-F-92-1-1, dan varietas HIPA 4 menunjukkan tingkat ketahanan yang
moderat terhadap infeksi virus tungro, sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan
IPB97-F-20-2-1 menunjukkan tingkat ketahanan yang sama dengan varietas IR64
sebagai pembanding varietas yang peka terhadap penyakit tungro yaitu rentan.
Perbedaan gejala infeksi virus tungro menunjukkan adanya interaksi yang berbeda
antara patogen, inang, dan lingkungan di rumah kaca dan di lapangan.
Kata kunci: Virus tungro, galur harapan, tingkat ketahanan
3
Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
Mora Yanti
A34062996
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
4
Judul
: Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
Nama
: MORA YANTI
NRP
: A34062996
Disetujui
Pembimbing
Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS.
NIP. 19610430 198603 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc.
NIP. 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
5
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata'ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Mei sampai November 2010,
dengan judul Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, bantuan, masukan, dan
arahan dalam merencanakan, melaksanakan, dan menyusun laporan akhir ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS
selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan
bimbingan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu dan bimbingan yang
diberikan selama menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Bunda atas kasih
sayangnya, doanya, dukungan semangatnya yang selalu diberikan. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. dan Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, yang telah menyediakan
benih padi untuk digunakan dalam penelitian saya. Terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman di Proteksi Tanaman terutama kepada teman
seperjuangan Lara Hikmahayati dan Atrie Yuni Sonia, juga kepada teman-teman
saya lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang selalu
memberikan bantuan, semangat selama pelaksanaan tugas akhir ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada anggota laboratorium Virologi Tumbuhan yang
selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian serta Pak Saefudin dan Bapakbapak pengurus Rumah Kaca yang atas bantuannya di Rumah Kaca Cikabayan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan tugas
akhir ini. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
siapa pun yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Mora Yanti
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simpanggambir, Mandailing Natal, Sumatera Utara
pada tanggal 25 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari Bapak
Muhammad Tohar dan Ibu Ratna Wati.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Batang
Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara tahun 2006 dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis pernah magang di PT. BISI Malang,
Jawa Timur dan menjadi pengurus organisasi Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal
(IKMAMADINA) tahun 2006-2007.
7
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Tanaman Padi ..................................................................................
Botani dan Morfologi Padi .....................................................
Taksonomi Padi ......................................................................
Varietas Padi ..........................................................................
IR64 ........................................................................................
Tukad Petanu ..........................................................................
HIPA 4 ...................................................................................
Padi Tipe Baru........................................................................
4
4
5
5
6
7
7
7
Tungro .............................................................................................
Penyakit Tungro .....................................................................
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
Virus Tungro ..........................................................................
Penularan Virus Tungro .........................................................
9
9
9
10
11
Resistensi (ketahanan) Tanaman .....................................................
12
BAHAN DAN METODE .........................................................................
14
Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................
Persiapan Tanaman Padi .................................................................
Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens) ............
Persiapan Isolat Virus Tungro .........................................................
Perbanyakan Isolat Virus Tungro ....................................................
Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus
Tungro .............................................................................................
Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro .................................
Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede
sebagai Pembanding .......................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ........................................
14
14
14
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
18
Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida
dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca .......................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala ...........
18
18
15
16
17
17
8
Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode
Inkubasi ..................................................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit
dan Indeks Penyakit ...............................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman ....
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Masa Berbunga .....
Hasil Pengamatan Infeksi Virus Tungro pada Dua Varietas Padi
di Lahan Situ Gede ..........................................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala ...........
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit
dan Indeks Penyakit ...............................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman ....
19
20
21
25
26
26
27
27
Respon Ketahanan Varietas Hibrida dan beberapa Galur Padi
terhadap Infeksi Virus Tungro .........................................................
28
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
31
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................
31
31
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
32
LAMPIRAN ..............................................................................................
35
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Skala keparahan penyakit tungro .....................................................
16
2.
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada
varietas hibrida dan beberapa galur padi .........................................
20
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan
indeks penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi ......
21
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap pertambahan tinggi
dan penghambatan tinggi tanaman pada varietas hibrida dan
beberapa galur padi ..........................................................................
24
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan masa
berbunga pada verietas hibrida dan beberapa galur padi .................
25
Kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada tanaman padi
di lahan Situ Gede............................................................................
27
Respon ketahanan sembilan jenis padi terhadap infeksi virus
tungro ...............................................................................................
30
3.
4.
5.
6.
7.
10
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi ...................
10
2.
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi ................
18
3.
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan tinggi
tanaman pada varietas hibrida dan galur padi pada 1-8
minggu setelah inokulasi virus (MSIV) di rumah kaca ...................
22
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi
di lahan Situ Gede............................................................................
26
Pengaruh infeksi virus tungro terhadap penghambatan tinggi
tanaman padi pada 1-4 minggu setelah tanam (MST)
di lahan Situ Gede............................................................................
28
4.
5.
11
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
Halaman
Analisis ragam untuk pengaruh inokulasi virus tungro terhadap
periode inkubasi pada varietas hibrida dan beberapa galur padi ......
36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebaran penyakit tungro tidak hanya
di Indonesia tetapi di beberapa negara Asia lainnya seperti India, Malaysia,
Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling 1979).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus yaitu Rice tungro bacilliform
badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Kedua virus
tersebut ditularkan secara semipersisten terutama oleh wereng hijau Nephotettix
virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tanaman padi yang
terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala perubahan warna pada daun muda
menjadi kuning-oranye dimulai dari ujung daun, tanaman kerdil, jumlah anakan
sedikit, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Berat dan ringannya gejala yang
ditimbulkan menunjukkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman yang
terinfeksi virus tungro. Tingkat keparahan penyakit tergantung pada tingkat
ketahanan varietas padi dan umur tanaman pada saat terinfeksi. Tanaman muda
lebih rentan terhadap infeksi virus tungro dibandingkan tanaman tua (Said dan
Widiarta 2007).
Penyakit tungro menyebabkan kerugian yang cukup tinggi pada pertanaman
padi bila dibandingkan penyakit lainnya. Pada tahun 1972/1973 terjadi ledakan
penyakit tungro mencapai 43.151 ha yang tersebar di Kabupaten Pinrang, Sidrap,
Luwu, dan Polmas, Sulawesi Selatan (Halteren dan Sama 1973). Selanjutnya pada
tahun 1988/1999 ledakan penyakit tungro mencapai 15 ha di Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat (Widiarta dan Daradjat 2000). Pada akhir tahun 1995 di wilayah
Surakarta, Jawa Tengah ledakan penyakit tungro mengakibatkan sekitar 12.340 ha
sawah puso, dan nilai kehilangan hasil akibat penyakit tersebut diperkirakan
setara dengan Rp 25 milyar. Secara nasional pada periode 1996-2002, luas
ledakan virus tungro pada tanaman padi rata-rata 16.477 ha sawah dan
menyebabkan tanaman puso seluas 1.027 ha. Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan menyebutkan bahwa penyakit yang seringkali merusak tanaman padi
2
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir salah satunya penyakit tungro dengan luas
serangan mencapai 12.078 ha/tahun (BBPT Padi 2008b).
Penggunaan varietas tahan virus tungro/Rice tungro virus (RTV) merupakan
salah satu komponen pengendalian penyakit tungro (Widiarta 2011). Varietas
tahan penyakit tungro dikelompokkan sebagai varietas yang tahan terhadap
wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen dan tahan terhadap virus yang
merupakan patogen penyebab penyakit tungro (Said dan Widiarta 2007).
Penggunaan varietas unggul telah menyebar cukup luas di Indonesia.
Penyebaran varietas unggul diperkirakan sekitar 90% areal tanaman padi di
Indonesia telah ditanami dengan varietas unggul (Swasti et al. 2008). Beberapa
varietas unggul yang berproduksi tinggi telah dikembangkan namun rentan
terhadap virus tungro maupun wereng hijau. Varietas tersebut apabila ditanam di
daerah endemis akan tertular tungro dan akan menyebabkan kehilangan hasil
(Yasin dan Bastian 2008).
Perkembangan teknologi pertanian menunjukkan bahwa penggunaan
varietas unggul padi mampu mendorong peningkatan produksi beras, sehingga
pada tahun 1984 Indonesia berhasil berswasembada beras. Walaupun demikian
dalam beberapa tahun terakhir produktivitas padi cenderung menurun. Hal ini
diakibatkan antara lain oleh menurunnya ketahanan varietas yang ada untuk
berproduksi maksimal (Bastian et al. 2006). Varietas unggul padi yang berdaya
hasil tinggi sangat penting dalam peningkatan produksi padi dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pangan terutama beras (Aswidinnoor et al. 2008).
Peningkatan produktivitas padi nasional dapat dilakukan melalui pengembangan
dan perakitan galur harapan padi tipe baru (PTB) (Halimah 2010).
Pembentukan dan pengembangan varietas unggul padi merupakan rangkaian
kegiatan yang berkesinambungan untuk mendapatkan suatu varietas yang berdaya
hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit utama, dan berkualitas. Varietas
unggul padi dihasilkan dari pembentukan dan pengembangan PTB yang berupa
adaptasi galur-galur harapan yang kemudian dilepas menjadi varietas baru
(Abdullah et al. 2008).
Namun pengembangan dan perakitan varietas padi unggul tersebut kadang
tidak disertai dengan teknologi untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap
3
penyakit tungro. Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat ketahanan padi
hibrida dan galur harapan terhadap virus tungro sangat bermanfaat sebagai sumber
informasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan padi varietas
hibrida dan beberapa galur harapan (GH) terhadap Rice tungro virus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi
mengenai tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan (GH)
terhadap Rice tungro virus sehingga dapat digunakan untuk membantu menyusun
strategi pengendalian RTV.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Tanaman padi menurut para sejarahwan diduga berasal dari India. Tanaman
ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia bagian timur, seperti Philipina,
Jepang, dan kepulauan-kepulauan di lautan Pasifik. Malaysia merupakan negara
pertama penaman padi di sebelah selatan India. Tanaman padi masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1500 sebelum masehi (SM) (Siregar 1981). Tanaman pertanian kuno
ini berasal dari dua benua yaitu benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang, China sudah
dimulai pada 3000 tahun SM (Purwono dan Purnamawati 2007).
Padi merupakan tanaman pangan dan makanan pokok utama bagi lebih dari
sepertiga penduduk dunia. Padi yang diproduksi dan dikonsumsi lebih dari 90%
terpusat di Asia. Padi yang diperkirakan sebanyak 20 spesies tersebar di daerah
tropik Afrika Selatan, Asia Tenggara, China Selatan, Amerika Tengah, Amerika
Selatan (De Datta 1981).
Tanaman padi dengan faktor lingkungan sangat berkaitan erat, dan antar
faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya faktor fisik seperti tanah,
iklim, faktor sarana produksi (pupuk dan pestisida) yang diberikan oleh manusia
dan faktor biotik seperti serangga, cendawan, bakteri, virus, dan lain-lain. Pada
keadaan tertentu bila salah satu faktor lebih dominan pengaruhnya dari faktorfaktor yang lainnya sehingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit (Siregar
1981).
Botani dan Morfologi Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae (rumput-rumputan) dari
genus Oryza (Purwono dan Purnamawati 2007). Padi merupakan tumbuhan
dengan batang yang beruas-ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong yang
pada kedua ujungnya ditutupi oleh buku. Pada buku bagian bawah dari ruas
tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Sedangkan
buku bagian atas, ujung daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana
5
cabang terpendek menjadi lidah daun atau ligula dan bagian yang terpanjang dan
terbesar disebut daun kelopak. Daun kelopak terdapat dua embelan sebelah kiri
dan kanan yang disebut auricle. Daun kelopak yang membalut ruas paling atas
dari batang disebut daun bendera (flag-leaf). Tepat pada lidah daun dan daun
bendera teratas muncul ruas yang menjadi bulir padi. Bulir ini terdiri dari ruasruas yang pendek. Pada tiap ruas kiri dan kanan timbul cabang-cabang bulir, dan
pada tiap-tiap ujung cabang bulir tedapat bunga padi (Siregar 1981).
Tumbuhan ini bersifat merumpun yaitu satu bibit yang ditanam membentuk
satu rumpun dengan 20-30 anakan atau lebih. Bagian-bagian tanaman dibagi
menjadi dua yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar,
batang, dan daun. Bagian generatif terdiri dari malai, bunga, dan gabah (Siregar
1981).
Taksonomi Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil)
dengan urutan secara taksonomi (Siregar 1980):
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida (Monocotyledons)
Subclass
: Commelinidae
Order
: Cyperales
Family
: Poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Varietas Padi
Varietas padi merupakan segolongan tanaman yang satu sama lain
mempunyai sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan olah tanaman
tersebut kepada keturunannya. Suatu varietas padi dikatakan unggul apabila
varietas tersebut mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki
6
oleh varietas padi lainnya. Sifat-sifat unggul tersebut antara lain seperti daya hasil
yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, tahan terhadap hama dan penyakit,
lebih tahan terhadap tumbangnya pertanaman, mutu beras, dan rasa nasi yang
lebih enak (Siregar 1981).
Oryza memiliki 25 sepesies. Jenis yang lebih dikenal adalah Oryza sativa
dengan dua spesies yaitu Japonica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis
dan indica (padi cere) yang ditanam di Indonesia. Varietas unggul padi yang
banyak ditanam saat ini berasal dari hasil silangan International Rice Research
Institute (IRRI) atau silangan dalam negeri. Varietas hasil silangan IRRI biasanya
diawali dengan IR, seperti IR48, IR64, IR65, IR70, IR72, dan IR74. Varietas hasil
silangan dalam negeri biasanya didasarkan pada nama Sungai, Orang, antara lain
Cisadane, Cisanggarung, Cisantana, Cisokan, Citanduy, Citarum, Fatmawati,
Sintanur, Winongo, dan Yuwono. Varietas padi hibrida saat ini mulai
dikembangkan antara lain Batang Kampar, Batang Samo, serta Hibrindo 1 dan 2
(Purwono dan Purnamawati 2007).
IR64
Varietas padi IR64 merupakan padi tipe indica dengan umur tanaman
115 hari. IR64 dikeluarkan oleh IRRI (1985-1989) dengan masa berbunga 87 hari.
Varietas padi ini rentan terhadap virus tungro tetapi resisten terhadap wereng
hijau (Hibino 1987). IR64 merupakan hasil persilangan antara IR 5657-33-2-1/IR
2061-465-1-5-5. Rataan hasil varietas tersebut mencapai kurang lebih 5 ton/ha.
Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak dengan tinggi lebih kurang
85 cm, warna batang hijau, permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping
dan panjang berwarna kuning bersih, tidak mudah rontok, dan kerebahannya tahan.
Jumlah anakan maksimum yang dapat dihasilkan oleh padi IR64 adalah 25 anakan
per tanaman, sedangkan jumlah anakan produktif terbanyak yang dapat dihasilkan
adalah 22-23 anakan per tanaman (BBPT Padi 2008a).
7
Tukad Petanu
Varietas padi Tukad Petanu merupakan padi sawah golongan padi cere
dengan umur tanaman 115-125 hari. Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk
tanaman tegak dengan tinggi berkisar antara 115-120 cm, warna batang hijau,
permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping berwarna kuning jerami,
mudah rontok, dan kerebahannya agak tahan. Anakan produktif sekitar
17-20 batang, potensial hasil dapat mencapai 7 ton/ha dengan rata-rata hasil
4 ton/ha. Varietas ini hasil persilangan IR52256-84-2-3/IR72//2*IR1561-2283/Utri Merah. Varietas ini tahan terhadap penyakit tungro, agak tahan terhadap
hawar daun bakteri strain VIII, dan agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3.
Tukad petanu memiliki tekstur nasi yang pulen. Varietas ini baik ditanam di
daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat
(BPPP 2009).
HIPA 4
Varietas padi HIPA 4 merupakan padi sawah golongan padi cere, kadangkadang berbulu yang memiliki umur 114-116 hari. Varietas ini hasil persilangan
antara IR62829A/MTU9992, dilepas secara komersil sejak tahun 2004. Varietas
ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak, tinggi 86-95 cm, warna batang hijau,
permukaan daun kasar, posisi daun tegak, leher malai keluar, bentuk gabah
ramping berwarna kuning jerami, mudah rontok, kerebahan tahan, dan tekstur nasi
pera. Anakan produktif sekitar 16-24 batang, potensial hasil dapat mencapai
10 ton/ha dengan rata-rata hasil 8 ton/ha. Varietas ini agak tahan terhadap
penyakit
tungro dan terhadap hawar daun bakteri strain IV dan VIII, dan agak
tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 (BBPT Padi 2009).
Padi Tipe Baru
Padi tipe baru (PTB) merupakan salah satu hasil pemuliaan yang dicirikan
dengan karakter agronomi malai yang lebat dan panjang (Halimah 2010). Galurgalur harapan merupakan hasil pemuliaan PTB menjadi varietas tanaman melalui
perakitan varietas baru. Program perakitan PTB sejak tahun 1989 diinisiasi oleh
8
IRRI merupakan hasil persilangan antara padi indica dan japonica (Las et al.
2003).
Tahun 1995 pembentukan PTB dimulai di Indonesia oleh Balai Penelitian
Tanaman Padi (Balitpa). Selama perkembangannya telah dihasilkan varietas dan
sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi (Las et al. 2003).
Pembentukan PTB di Indonesia diarahkan pada PTB yang memiliki ciri-ciri
jumlah anakan yang sedang tetapi semuanya produktif (12-18 batang), jumlah
gabah per malai 150-250 butir, persentase gabah bernas 85-95%, bobot 1000 butir
gabah 25-26 g, batang kokoh dan pendek (80-90 cm), daun tegak, sempit
berbentuk huruf V, berwarna hijau sampai hijau tua, 2-3 daun terakhir tidak cepat
luruh, akar banyak dan menyebar dalam, gabah langsing, mutu beras baik, serta
tahan terhadap hama dan penyakit utama (Abdullah et al. 2008).
Halimah (2010) melaporkan bahwa galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1,
IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1,
IPB97-F-44-2-1,
IPB120-F-91-2-1,
dan
IPB120-F-92-1-1 dihasilkan dari tetua persilangan antara Fatmawati x IPB6-d10s-1-1-1. Galur-galur ini dihasilkan oleh Laboratorium Pemuliaan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Umur galur-galur tersebut berkisar antara 106-118 hari. Ciri galur-galur
tersebut antara lain tinggi tanaman berkisar antara 108-136 cm, panjang malai
30-36 cm, jumlah gabah total 241-3030 butir/malai, jumlah gabah isi
175-268 butir/malai, semua anakan produktif (9-13 batang), bobot 1000 butir
gabah sebesar 24-29 g, bentuk daun tegak, lebat, dan berwarna hijau. Nilai
produksi gabah kering giling (GKG) galur-galur tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas pembanding Ciherang dan IR64 dari dua lokasi
pengujian yaitu Bogor dan Kulon Progo sehingga dapat diusulkan untuk
pelepasan varietas. Lokasi pengujian berpengaruh terhadap keragaman beberapa
karakter agronomi galur-galur yang diuji, misalnya adanya interaksi antar genetik
dengan lingkungan pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan total, panjang
malai, bobot 1000 butir gabah dan produksi GKG (ton/ha).
9
Tungro
Penyakit Tungro
Tungro yang berarti ‘pertumbuhan terhambat’ untuk pertama kali ditemukan
di Philiphina pada tahun 1963 dan merupakan penyakit yang sangat merugikan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan wereng daun terutama
Nephotettix virescens (Semangun 1991).
Penyakit tungro dikenal dengan beberapa nama seperti penyakit merah
di Malaysia, accep na pula di Philipina, dan yellow orange leaf di Thailand (Ling
1972). Penyakit tungo merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara (Cabautan et al. 1995).
Di Indonesia, penyakit tungro mula-mula hanya terbatas penyebarannya
di daerah tertentu seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara
Barat (Said et al. 2007). Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah
seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Pada awal tahun 1970-an
ledakan penyakit tungro dilaporkan terjadi di beberapa daerah sentra produksi
padi di Indonesia (Ou 1985). Kini, penyakit tungro hampir ditemukan di seluruh
daerah penghasil padi (Said et al. 2007).
Penyakit tungro pada padi secara ekonomi merupakan penyakit yang sangat
penting karena menimbulkan kerugian yang sangat besar. Pada tahun 2005/2006,
virus tungro menyerang tanaman padi di NTB dan Manokwari dengan tingkat
serangan sedang sampai berat. Selanjutnya pada musim tanam tahun 2010
produksi padi menurun hingga lebih dari 10% di Bengkulu (Bengkulu Express
2010). Kehilangan hasil akibat serangan virus tungro di Indonesia diperkirakan
rata-rata 12.000 ha/tahun atau kerugiannya senilai Rp 48 miliar/tahun (asumsi
harga gabah Rp 1.000/kg) (Puslitbangtan 2007).
Gejala Penyakit Tungro
Gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah
perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan penurunan jumlah
anakan (Hibino et al. 1978).
10
Gambar 1
Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi. Warna daun
menguning (oranye) dimulai dari ujung daun dan berkembang
sejajar dengan tulang daun (http://www.agrilands.net)
Virus tungro yang menginfeksi tanaman juga menyebabkan helaian dan
pelepah daun memendek, dan jumlah anakan sedikit. Pada bagian bawah helai
duan muda terjapit oleh pelepah daun sehingga daunnya terpuntir dan
menggulung. Daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro kadang terlihat
ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selanjutnya infeksi virus tungro
menyebabkan malai pendek, gabah tidak terisi sempurna atau kebanyakan hampa
dan terdapat bercak-bercak coklat yang menutupi malai (Ling 1972).
Penurunan jumlah anakan sangat tinggi bila infeksi terjadi pada stadium
pertumbuhan sangat awal. Jumlah anakan tanaman padi dipengaruhi umur
tanaman dan jumlah anakan mungkin akan meningkat apabila infeksi virus tungro
terjadi setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Namun jumlah anakan akan
tetap sedikit jika selama infeksi terjadi penghambatan pertumbuhan pada tanaman
padi (Ling 1972).
Ukuran atau tinggi tanaman akan menurun tajam dengan bertambahnya
umur tanaman pada saat terjadi infeksi. Semakin tua tanaman yang terinfeksi
maka reduksi ukuran tanaman yang terjadi akan semakin rendah. Semakin muda
daun tanaman yang terinfeksi maka reduksi tanaman akan semakin tinggi (Ling
1972).
11
Virus Tungro
Tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda, yaitu
Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus
(RTSV) (Hibino et al. 1978). Kedua virus tersebut tidak mempunyai hubungan
kekerabatan karena secara morfologi dan genom keduanya tidak mempunyai
kesamaan (Dahal et al. 1997). Kedua virus tersebut hidup bebas di dalam tanaman
padi, RTSV terbatas hanya di dalam jaringan floem dan RTBV terdapat pada
jaringan xylem dan floem (Azzam dan Choncellor 2002). Menurut Hibino (1987)
partikel virus tungro ditemukan di daun, akar, jaringan parenkim, floem, dan
sitoplasma.
RTBV termasuk famili Caulimoviridae, genus Badnavirus. Bentuk partikel
RTBV adalah bacilliform dengan diameter 30-35 nm dan panjang kira-kira 100300 nm yang bervariasi antara isolat (Hibino et al. 1978). Asam nukleat RTBV
adalah DNA utas ganda dan bulat lebih kurang 8 kb (kilo base). Asam nukleat
tersebut mengandung dua daerah yang tidak bersambung yang merupakan hasil
dari proses replikasi oleh reverse transcriptase dan mempunyai empat open
reading frames (ORFs) (Hull 1996)
RTSV termasuk kedalam famili Sequiviridae, genus Waikavirus. RTSV
mempunyai genom poliadenil ssRNA, unipartit, terbungkus partikel isometrik
dengan diameter 30 nm (Hibino et al. 1978). Genom RNA RTSV kira-kira 11 kb
dan protein selubungnya terdiri dari dua jenis molekul protein (Agrios 1997).
Penularan Virus Tungro
Virus tungro dapat ditularkan oleh wereng daun yang terdiri dari dua genus
yaitu Nephotettix dan Recilia. Spesies dari genus Recilia yang dapat menularkan
virus tungro yaitu Recilia dorsalis. Genus Nephotettix yang dapat menularkan
virus tungro terdiri dari 4 spesies, yaitu N. virescens, N. nigropictus, N. parvus,
dan N. malayanus. Virus tungro ditularkan terutama oleh wereng hijau
N. virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tingkat serangan
N. virescens dalam mentransmisikan virus mencapai 85-100%, diikuti oleh
N. nigropictus kurang dari 35%, R. dorsalis kurang dari 5%, N. parvus dan
N. malaynus 1-2% (Ling 1979).
12
Sifat hubungan virus tungro dengan vektornya adalah semipersisten
(lamanya virus ditahan dalam vektor hanya beberapa hari). Vektor makan pada
jaringan floem tanaman yang sakit untuk memperoleh virus dan membutuhkan
waktu yang agak panjang. Virus yang telah diperoleh hanya dapat bertahan untuk
beberapa hari dan daya tularnya akan hilang pada saat pergantian kulit (Bos 1990).
Lama waktu yang dibutuhkan vektor untuk memperoleh virus berkisar antara 5-30
menit. Vektor yang telah mendapatkan virus dapat segera menularkan virus secara
terus-menerus
sampai
vektor
tersebut
kehilangan
kemampuan
untuk
menularkannya. Periode retensi atau masa terlama vektor untuk menularkan virus
adalah 6 hari (Wathanakul dan Weerapat 1969 dalam Widiarta 2005). Sedangkan
waktu yang dibutuhkan untuk menularkan virus berkisar antara 7-30 menit (Ling
1968 dalam Widiarta 2005).
Cabautan dan Hibino (1984) menyatakan bahwa wereng hijau dapat
menularkan RTSV dari tanaman padi yang hanya terinfeksi RTSV, tetapi tidak
mampu menularkan RTBV dari tanaman yang hanya terinfeksi RTBV. RTBV
dapat ditularkan oleh wereng hijau yang telah terinfeksi RTSV. Dalam penularan
virus tungro, RTBV merupakan virus dependent sedangkan RTSV berfungsi
sebagai virus pembantu.
Wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro adalah pada fase nimfa,
imago jantan dan betina, namun tidak bisa melalui telur. Faktor lain seperti tanah,
air, polen dan biji padi tidak dapat menularkan virus tungro. Virus tungro juga
tidak dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis atau kontak antar tanaman
(Hibino 1987).
Ketahanan Tanaman
Ketahanan merupakan kemampuan inang dalam mempertahankan diri
terhadap virus dengan berbagai cara, antara lain membatasi penyebaran virus dan
memelihara kenormalan proses pertumbuhan. Dalam tanaman yang tahan, virus
tidak menyebabkan timbulnya gejala dan virus tidak bereplikasi. Mekanisme
ketahanan inang dapat berupa ketahanan statis yaitu pertahanan struktural,
anatomikal, dan morfologikal, dan pertahanan dinamis yang menghasilkan
13
senyawa yang dapat menekan dan menginaktifkan virus (Grec 1992 dalam
Sariningsih 2005).
Agrios (1997) menyatakan bahwa mekanisme katahanan inang terhadap
patogen berupa pertahanan struktural dan pertahanan biokimia. Pertahanan
struktural inang merupakan pertahanan melalui hambatan fisik yang dapat
menekan patogen mulai dari masuk sampai menyebar ke dalam tubuh tanaman.
Sedangkan pertahanan biokimia adalah pertahanan reaksi biokimia sel dan
jaringan tanaman dengan memproduksi substansi. Substansi dalam reaksi tersebut
bersifat toksik terhadap patogen yaitu dengan menciptakan kondisi yang dapat
menghambat pertumbuhan patogen di dalam tanaman.
Matthews (1992) menyebutkan bahwa faktor genetis menjadikan inang
seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap infeksi virus, yaitu (1) imun,
dimana tanaman tidak terinfeksi dalam berbagai keadaan, (2) resisten terhadap
penyakit, (3) hipersensitif atau tanpa adanya penyebaran virus lebih lanjut, (4)
toleran, dimana virus dapat memperbanyak diri dan menyebar luas di dalam tubuh
tanaman tetapi gejala yang terlihat sangat lemah atau tidak berarti.
Ketahanan tanaman terhadap virus tungro dan wereng hijau dikendalikan
oleh beberapa gen yang independen. Berdasarkan gen tahan yang dimiliki suatu
varietas dapat digolongkan menjadi empat varietas, yaitu T0-T4. Varietas yang
termasuk golongan T0 (tidak memiliki gen tahan) adalah varietas IR5, Pelita,
Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi. Varietas yang tergolong T1 (Glh1)
adalah IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh, dan
Begawan Solo. Varietas yang tergolong T3 (Glh5) adalah IR50, IR48, IR54, IR52,
dan IR64. Varietas yang tergolong T4 (Glh4) adalah IR66, IR70, IR72, IR68,
Barumun, dan Klara (Widiarta et al. 2004).
14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di lahan tanaman padi
petani di Situ Gede. Penelitian dilakukan dari Mei sampai November 2010.
Persiapan Tanaman Padi
Padi yang digunakan untuk pengujian terdiri dari HIPA 4 yang didapat dari
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, Subang, Jawa
Barat, dan galur-galur harapan IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB120-F-92-1-1 yang didapat dari
Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai pembanding varietas padi
yang rentan terhadap penyakit tungro adalah IR64 yang diperoleh dari BBPT Padi,
dan sebagai pembanding varietas padi yang tahan terhadap penyakit tungro adalah
Tukad Petanu yang diperoleh dari Kebun Percobaan Rumah Kaca Muara, Bogor,
Jawa Barat.
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1, kemudian diisikan ke dalam ember yang berdiameter
25 cm sampai penuh serta disiram air hingga tergenang. Sebelum disemai benih
padi direndam dengan air selama 24 jam atau sampai berkecambah. Kemudian
benih tersebut disemai pada media kompos lembab dalam baki. Kompos yang
digunakan tersebut diperoleh dari Toko Pertanian. Benih padi yang telah disemai
dipindahkan pada media ember yang digunakan untuk perbanyakan N. virescens,
perbanyakan virus tungro, dan persiapan tanaman uji.
Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Perbanyakan N. virescens dilakukan dengan mengikuti prosedur Heinrichs
et al. (1985 dalam Azzam et al. 2000). Imago N. virescens jantan dan betina
diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetika (BBPP Biogen). Wereng hijau dewasa tersebut diletakkan
15
pada tanaman padi varietas IR64 yang rentan terhadap wereng hijau di dalam
kurungan yang berukuran 90x60x60 cm. Wereng hijau ini dibiarkan makan dan
berkembang biak pada tanaman padi tersebut sampai jumlah imagonya cukup
untuk menularkan virus tungro ke tanaman perbanyakan dan tanaman uji.
Pemeliharaan wereng hijau dilakukan dengan mengganti tanaman padi yang telah
kering dengan yang segar.
Persiapan Isolat Virus Tungro
Isolat virus tungro pada tanaman padi sakit diperoleh dari pertanaman padi
di daerah Situ Gede, Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Semua tanaman
padi yang bergejala tungro ini digunakan sebagai sumber inokulum untuk
perbanyakan virus tungro yang selanjutnya digunakan untuk pengujian.
Perbanyakan Isolat Virus Tungro
Perbanyakan isolat virus tungro dilakukan pada tanaman padi IR64 sehat
berumur 7-10 hari dengan cara ditularkan dengan N. virescens (Azzam et al.
2000). N. virescens diletakkan pada tanaman padi sakit selama 3-4 hari untuk
makan akuisisi. Selanjutnya wereng hijau yang telah mendapatkan virus
(viruleferous) sebanyak 2-3 wereng diletakkan pada tanaman padi dalam ember
yang disungkup untuk menularkan virus selama 1 hari. Tanaman yang terinfeksi
dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada pengujian selanjutnya.
Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus Tungro
Tanaman uji yang diinokulasi virus tungro berumur 7 hari. Cara penularan
diakukan sama seperti pada perbannyakan inokulum. Penularan terhadap tanaman
uji terdiri dari dua perlakuan yaitu yang diinokulasi virus tungro dan yang tidak
diinokulasi virus tungro. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan
masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Pada saat padi berumur 4 MST
(Minggu Setelah Tanam) dilakukan pemupukan yang terdiri dari pupuk UREA,
SP-18, dan KCl dengan dosis berturut-turut 2,5 g/tanaman; 1,5 g/tanaman;
1,5 g/tanaman.
16
Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro
Pengamatan dilakukan terhadap tipe gejala yang muncul, masa inkubasi
penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi, tinggi tanaman, dan masa berbunga.
Dari data jumlah tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit
(KP) dengan menggunakan rumus (Azzam et al. 2000):
Jumlah tanaman terinfeksi
KP =
x 100%
Jumlah tanaman yang diinokulasi
Berdasarkan skala keparahan penyakit dapat diketahui indeks penyakit (IP)
dengan rumus (Azzam et al. 2000):
n(1)+n(3)+n(5)+n(7)+n(9)
IP =
tn
Keterangan:
IP = Indeks penyakit tungro
n = Jumlah tanaman yang terinfeksi virus tungro dengan skala tertentu
tn = Total rumpun yang diskor
Tingkat keparahan penyakit diketahui dengan menggunakan Standart
Evaluation System (SES) for rice (INGER 1996 dalam Azzam et al. 2000) dengan
skor sebagai berikut:
Tabel 1 Skala keparahan penyakit tungro
Skala
Gejala
1
0% tidak terdapat gejala
3
1-10% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat
gejala daun kuning yang jelas
5
11-30% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat
gejala daun kuning yang jelas
7
31-50% terjadi penghambatan tinggi tanaman, terdapat gejala
daun kuning yang jelas
9
>50% terjadi penghambatan tinggi tanaman, terdapat gejala
daun kuning yang jelas
17
Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede sebagai Pembanding
Pengamatan penyakit tungro di lahan tanaman padi petani di Situ Gede,
Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat dilakukan untuk mendapatkan data
pembanding dari data yang diperoleh di rumah kaca. Pengamatan penyakit tungro
dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang
rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus tungro.
Pengamatan ini diakukan terhadap jumlah tanaman terinfeksi, tipe gejala yang
muncul, dan tinggi tanaman dari umur 1 MST sampai 4 MST. Dari data jumlah
tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit (KP) dan dari
data tinggi tanaman dan tipe gejala pada daun yang terinfeksi virus tungro dapat
diperoleh indeks penyakit (IP) tungro berdasarkan rumus sebelumnya. Jumlah
tanaman yang diamati pada masing-masing varietas adalah 15 tanaman yang
terinfeksi virus tungro dan 15 tanaman kontrol.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor pembeda yaitu varietas
tanaman dan perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus tungro
(kontrol). Setiap perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus
tungro terdiri atas 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 tanaman. Data
hasil perlakuan dianalisis dengan menggunakan software SPSS 17. Perbedaan
nilai rata-rata dan interaksi setiap perlakuan diuji dengan menggunakan uji lanjut
Duncan pada taraf 5%.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan
Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala
Gambar 2 menunjukkan variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman
padi yang terinfeksi virus tungro. Daun sehat atau daun tanaman yang tidak
diinokulasi virus tungro tidak menunjukan adanya gejala (A). Gejala pada semua
tanaman yang diinokulasi virus tungro tidak berbeda. Pada awalnya gejala yang
terlihat pada daun muda yang terinfeksi virus tungro adalah mosaik (B) yang
dicirikan bercampurnya warna putih dengan warna hijau yang normal pada daun
atau strip putih-hijau yang memanjang sejajar tulang daun (C). Kemudian warna
tersebut berubah menjadi kuning sampai oranye yang dimulai pada ujung dan
pinggir daun yang memanjang sejajar tulang daun (D dan E).
A
Gambar 2
B
C
D
E
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi. (A) daun
tanaman sehat (HIPA 4), (B) mosaik dan (C) strip putih (HIPA 4),
(D) strip kuning (IPB97-F-20-2-1), (E) strip kuning-oranye (IPB97F-15-1-1).
Bentuk daun yang terinfeksi virus tungro menjadi tidak normal atau terlihat
bergelombang serta permukaan daun menjadi tidak rata dibandingkan dengan
daun yang sehat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Suparyono et al.
(2003) bahwa daun muda yang terinfeksi virus tungro sering menunjukkan gejala
belang atau mempunyai strip putih dan hijau yang berbatasan dan memanjang
19
sejajar tulang daun. Pada daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro juga
menunjukkan bahwa daun padi menggulung keluar seperti spiral. Ling (1972)
juga menyatakan bahwa biasanya daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro
kadang terlihat ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selain itu infeksi
virus tungro menunjukkan bahwa pada daun yang kuning berkembang bintikbintik berwarna coklat gelap tidak beraturan dan kadang-kadang pada daun
tanaman hijau bila infeksi terjadi pada bibit muda. Selain variasi gejala pada daun
tanaman padi, respon tanaman terhadap virus tungro juga ditunjukkan oleh
penghambatan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang sedikit. Hibino et al.
(1978) menyebutkan bahwa gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan terjadi
penurunan jumlah anakan.
Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode Inkubasi
Periode inkubasi virus tungro bervariasi pada semua tanaman uji yang
diinokulasi virus tungro yang berkisar antara antara 8,13-13,99 HSIV (Hari
Setelah Inokulasi Virus). Periode inkubasi virus tungro pada varietas Tukad
Petanu sebagai pembanding varietas yang tahan terhadap penyakit tungro berbeda
nyata dengan semua tanaman uji. Periode inkubasi virus tungro pada 5 galur
harapan tidak berbeda nyata dengan IR64 sebagai pembanding varietas yang
rentan terhadap penyakit tungro. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
periode inkubasi virus tungro paling cepat telihat pada galur IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB97-F-13-1-1. Selanjutnya periode
inkubasi virus tungro paling lama terlihat pada HIPA 4 dan galur
IPB102-F-92-1-1 (Tabel 2). Perbedaan periode inkubasi virus tungro pada semua
tanaman uji diduga karena galur dan varietas yang digunakan berbeda dan adanya
perbedaan faktor genetis yang mempengaruhi tingkat ketahanan dari setiap jenis
padi yang diuji. Menurut Walkey (1991) bahwa periode inkubasi dan tipe gejala
yang muncul pada tanaman yang terinfeksi virus dipengaruhi oleh faktor inang,
konsentrasi virus, dan faktor lingkungan. Periode inkubasi yang berbeda
kemungkinan disebabkan oleh sifat virus dan kecepatan perkembangan virus
dalam jaringan tanaman pada tingkat kerentanan tanaman yang berbeda. Dalam
20
tanaman yang rentan terhadap virus, infeksi menyebabkan terjadinya suatu gejala
yang lebih cepat daripada tanaman yang tahan terhadap virus (Bos 1990).
Tabel 2
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada varietas
hibrida dan beberapa galur padi
Jenis padi
IR64 (pembanding rentan)
Periode inkubasi (HSIV)*
9,06ab
Tukad Petanu (pembanding tahan)
13,99d
HIPA 4
11,33c
IPB97-F-13-1-1
8,73ab
IPB97-F-15-1-1
9,73b
IPB97-F-20-2-1
8,13a
IPB97-F-31-1-1
8,86ab
IPB97-F-44-2-1
8,86ab
IPB102-F-92-1-1
11,66c
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(uji selang berganda Duncan α 0,05)
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit dan Indeks
Penyakit
Rata-rata kejadian penyakit (KP) pada semua tanaman uji adalah sama,
yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua tanaman padi yang diinokulasi
virus tungro terinfeksi virus tungro. Walaupun demikian nilai indeks penyakit (IP)
bervariasi tergantung jenis varietas dan galur padi yang diuji. Indeks penyakit
tungro berkisar antara 3,5%-9% (Tabel 3). Indeks penyakit tungro paling rendah
yang diobservasi adalah pada varietas Tukad Petanu yang diketahui tahan. IR64
sebagai pembanding varietas yang rentan terhadap virus tungro menunjukkan nilai
IP paling tinggi yaitu 9%. Nilai indeks penyakit tungro pada varietas HIPA 4 dan
galur yang diuji berada diantara nilai indeks penyakit tungro Tukad Petanu dan
IR64. Diantara galur yang diuji, IP galur IPB97-F-44-2-1 adalah paling rendah
yaitu 4,5% yang berarti menunjukkan tingkat ketahanan yang paling tahan
terhadap virus tungro. Indeks penyakit yang rendah menunjukkan tanaman padi
pada perlakuan tersebut mempunyai skor yang rendah dalam persentase
penghambatan tinggi tanaman dan tingkat keparahan gejala pada daun. Hal ini
21
berarti tanaman padi mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi dan keparahan
gejala yang relatif ringan. Sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1
merupakan tanaman uji dengan nilai IP paling tinggi. Nilai indeks penyakit yang
tinggi menunjukkan tingkat ketahanan tanaman padi yang rendah terhadap virus
yang menginfeksi tanaman. Sehingga kedua galur tersebut merupakan jenis padi
yang menunjukkan tingkat ketahanan yang paling rentan diantara semua tanaman
uji. Menurut Matthews (1992) bahwa ketahanan suatu tanaman dapat diwujudkan
sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel
tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain.
Tabel 3 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan indeks
penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi
Jenis padi
IR64 (pembanding rentan)
Kejadian penyakit
(%)
100
Indeks penyakit
9
Tukad Petanu (pembanding tahan)
100
3,5
HIPA 4
100
6,5
IPB97-F-13-1-1
100
5
IPB97-F-15-1-1
100
7,5
IPB97-F-20-2-1
100
7,5
IPB97-F-31-1-1
100
5,5
IPB97-F-44-2-1
100
4,5
IPB102-F-92-1-1
100
6,5
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman
Infeksi virus tungro mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman dan
menyebabkan penghambatan tinggi tanaman padi (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan Hibino et al. (1978) bahwa tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro menjadi kerdil atau
Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
MORA YANTI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
2
ABSTRAK
MORA YANTI. Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus. Dibimbing oleh ENDANG
NURHAYATI.
Penyakit tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda
yaitu Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical
waikavirus (RTSV) yang ditularkan terutama oleh wereng hijau Nephotettix
virescens secara semipersisten. Gejala utama pada tanaman yang terinfeksi virus
tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan
penurunan jumlah anakan. Penggunaan varietas tahan virus tungro merupakan
salah satu komponen pengendalian penyakit tungro. Penelitian ini bertujuan
mengetahui tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan
(GH) terhadap Rice tungro virus. Varietas padi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah HIPA4, galur-galur harapan IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97F-20-2-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, IPB120-F-92-1-1, dan sebagai
pembanding IR64 (rentan) dan Tukad Petanu (tahan). Padi IR64 digunakan untuk
perbanyakan wereng N. virescens dan perbanyakan inokulum virus tungro. Isolat
virus tungro berasal dari padi IR64 yang terserang virus tungro di daerah Situ
Gede, Bogor. Penularan virus tungro pada tanaman padi menggunakan vektor N.
virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae). Pengamatan dilakukan terhadap tipe
gejala yang muncul, masa inkubasi penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi,
tinggi tanaman, dan masa berbunga. Pengamatan penyakit tungro di lahan Situ
Gede dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas
yang rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus
tungro. Infeksi virus tungro menunjukkan tingkat ketahanan yang beragam pada
tanaman padi yang diuji. Galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1,
dan IPB102-F-92-1-1, dan varietas HIPA 4 menunjukkan tingkat ketahanan yang
moderat terhadap infeksi virus tungro, sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan
IPB97-F-20-2-1 menunjukkan tingkat ketahanan yang sama dengan varietas IR64
sebagai pembanding varietas yang peka terhadap penyakit tungro yaitu rentan.
Perbedaan gejala infeksi virus tungro menunjukkan adanya interaksi yang berbeda
antara patogen, inang, dan lingkungan di rumah kaca dan di lapangan.
Kata kunci: Virus tungro, galur harapan, tingkat ketahanan
3
Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
Mora Yanti
A34062996
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
4
Judul
: Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus
Nama
: MORA YANTI
NRP
: A34062996
Disetujui
Pembimbing
Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS.
NIP. 19610430 198603 2 001
Diketahui
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Dadang, MSc.
NIP. 19640204 199002 1 002
Tanggal Lulus:
5
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata'ala yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan tugas akhir ini dapat
diselesaikan. Laporan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada Mei sampai November 2010,
dengan judul Tingkat Ketahanan Padi Varietas Hibrida dan Beberapa Galur
Harapan (GH) terhadap Rice Tungro Virus.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, bantuan, masukan, dan
arahan dalam merencanakan, melaksanakan, dan menyusun laporan akhir ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Bonny PW Soekarno, MS
selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan
bimbingan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf
pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu dan bimbingan yang
diberikan selama menuntut ilmu di Departemen Proteksi Tanaman.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Bunda atas kasih
sayangnya, doanya, dukungan semangatnya yang selalu diberikan. Terima kasih
juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. dan Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, yang telah menyediakan
benih padi untuk digunakan dalam penelitian saya. Terima kasih juga
disampaikan kepada teman-teman di Proteksi Tanaman terutama kepada teman
seperjuangan Lara Hikmahayati dan Atrie Yuni Sonia, juga kepada teman-teman
saya lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang selalu
memberikan bantuan, semangat selama pelaksanaan tugas akhir ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada anggota laboratorium Virologi Tumbuhan yang
selalu membantu dalam pelaksanaan penelitian serta Pak Saefudin dan Bapakbapak pengurus Rumah Kaca yang atas bantuannya di Rumah Kaca Cikabayan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan tugas
akhir ini. Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi
siapa pun yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Mora Yanti
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Simpanggambir, Mandailing Natal, Sumatera Utara
pada tanggal 25 November 1988. Penulis adalah anak pertama dari Bapak
Muhammad Tohar dan Ibu Ratna Wati.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Batang
Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara tahun 2006 dan pada tahun
yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah penulis pernah magang di PT. BISI Malang,
Jawa Timur dan menjadi pengurus organisasi Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal
(IKMAMADINA) tahun 2006-2007.
7
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................
1
3
3
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
4
Tanaman Padi ..................................................................................
Botani dan Morfologi Padi .....................................................
Taksonomi Padi ......................................................................
Varietas Padi ..........................................................................
IR64 ........................................................................................
Tukad Petanu ..........................................................................
HIPA 4 ...................................................................................
Padi Tipe Baru........................................................................
4
4
5
5
6
7
7
7
Tungro .............................................................................................
Penyakit Tungro .....................................................................
Gejala Penyakit Tungro..........................................................
Virus Tungro ..........................................................................
Penularan Virus Tungro .........................................................
9
9
9
10
11
Resistensi (ketahanan) Tanaman .....................................................
12
BAHAN DAN METODE .........................................................................
14
Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................
Persiapan Tanaman Padi .................................................................
Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens) ............
Persiapan Isolat Virus Tungro .........................................................
Perbanyakan Isolat Virus Tungro ....................................................
Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus
Tungro .............................................................................................
Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro .................................
Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede
sebagai Pembanding .......................................................................
Rancangan Percobaan dan Analisis Data ........................................
14
14
14
15
15
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
18
Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida
dan Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca .......................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala ...........
18
18
15
16
17
17
8
Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode
Inkubasi ..................................................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit
dan Indeks Penyakit ...............................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman ....
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Masa Berbunga .....
Hasil Pengamatan Infeksi Virus Tungro pada Dua Varietas Padi
di Lahan Situ Gede ..........................................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala ...........
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit
dan Indeks Penyakit ...............................................................
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman ....
19
20
21
25
26
26
27
27
Respon Ketahanan Varietas Hibrida dan beberapa Galur Padi
terhadap Infeksi Virus Tungro .........................................................
28
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
31
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................
31
31
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
32
LAMPIRAN ..............................................................................................
35
9
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Skala keparahan penyakit tungro .....................................................
16
2.
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada
varietas hibrida dan beberapa galur padi .........................................
20
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan
indeks penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi ......
21
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap pertambahan tinggi
dan penghambatan tinggi tanaman pada varietas hibrida dan
beberapa galur padi ..........................................................................
24
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan masa
berbunga pada verietas hibrida dan beberapa galur padi .................
25
Kejadian penyakit dan indeks penyakit tungro pada tanaman padi
di lahan Situ Gede............................................................................
27
Respon ketahanan sembilan jenis padi terhadap infeksi virus
tungro ...............................................................................................
30
3.
4.
5.
6.
7.
10
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi ...................
10
2.
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi ................
18
3.
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap penghambatan tinggi
tanaman pada varietas hibrida dan galur padi pada 1-8
minggu setelah inokulasi virus (MSIV) di rumah kaca ...................
22
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi
di lahan Situ Gede............................................................................
26
Pengaruh infeksi virus tungro terhadap penghambatan tinggi
tanaman padi pada 1-4 minggu setelah tanam (MST)
di lahan Situ Gede............................................................................
28
4.
5.
11
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
Halaman
Analisis ragam untuk pengaruh inokulasi virus tungro terhadap
periode inkubasi pada varietas hibrida dan beberapa galur padi ......
36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Penyebaran penyakit tungro tidak hanya
di Indonesia tetapi di beberapa negara Asia lainnya seperti India, Malaysia,
Vietnam, Filipina, dan Thailand (Ling 1979).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus yaitu Rice tungro bacilliform
badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus (RTSV). Kedua virus
tersebut ditularkan secara semipersisten terutama oleh wereng hijau Nephotettix
virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tanaman padi yang
terinfeksi virus tungro menunjukkan gejala perubahan warna pada daun muda
menjadi kuning-oranye dimulai dari ujung daun, tanaman kerdil, jumlah anakan
sedikit, dan pertumbuhan tanaman terhambat. Berat dan ringannya gejala yang
ditimbulkan menunjukkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman yang
terinfeksi virus tungro. Tingkat keparahan penyakit tergantung pada tingkat
ketahanan varietas padi dan umur tanaman pada saat terinfeksi. Tanaman muda
lebih rentan terhadap infeksi virus tungro dibandingkan tanaman tua (Said dan
Widiarta 2007).
Penyakit tungro menyebabkan kerugian yang cukup tinggi pada pertanaman
padi bila dibandingkan penyakit lainnya. Pada tahun 1972/1973 terjadi ledakan
penyakit tungro mencapai 43.151 ha yang tersebar di Kabupaten Pinrang, Sidrap,
Luwu, dan Polmas, Sulawesi Selatan (Halteren dan Sama 1973). Selanjutnya pada
tahun 1988/1999 ledakan penyakit tungro mencapai 15 ha di Pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat (Widiarta dan Daradjat 2000). Pada akhir tahun 1995 di wilayah
Surakarta, Jawa Tengah ledakan penyakit tungro mengakibatkan sekitar 12.340 ha
sawah puso, dan nilai kehilangan hasil akibat penyakit tersebut diperkirakan
setara dengan Rp 25 milyar. Secara nasional pada periode 1996-2002, luas
ledakan virus tungro pada tanaman padi rata-rata 16.477 ha sawah dan
menyebabkan tanaman puso seluas 1.027 ha. Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan menyebutkan bahwa penyakit yang seringkali merusak tanaman padi
2
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir salah satunya penyakit tungro dengan luas
serangan mencapai 12.078 ha/tahun (BBPT Padi 2008b).
Penggunaan varietas tahan virus tungro/Rice tungro virus (RTV) merupakan
salah satu komponen pengendalian penyakit tungro (Widiarta 2011). Varietas
tahan penyakit tungro dikelompokkan sebagai varietas yang tahan terhadap
wereng hijau sebagai penular (vektor) patogen dan tahan terhadap virus yang
merupakan patogen penyebab penyakit tungro (Said dan Widiarta 2007).
Penggunaan varietas unggul telah menyebar cukup luas di Indonesia.
Penyebaran varietas unggul diperkirakan sekitar 90% areal tanaman padi di
Indonesia telah ditanami dengan varietas unggul (Swasti et al. 2008). Beberapa
varietas unggul yang berproduksi tinggi telah dikembangkan namun rentan
terhadap virus tungro maupun wereng hijau. Varietas tersebut apabila ditanam di
daerah endemis akan tertular tungro dan akan menyebabkan kehilangan hasil
(Yasin dan Bastian 2008).
Perkembangan teknologi pertanian menunjukkan bahwa penggunaan
varietas unggul padi mampu mendorong peningkatan produksi beras, sehingga
pada tahun 1984 Indonesia berhasil berswasembada beras. Walaupun demikian
dalam beberapa tahun terakhir produktivitas padi cenderung menurun. Hal ini
diakibatkan antara lain oleh menurunnya ketahanan varietas yang ada untuk
berproduksi maksimal (Bastian et al. 2006). Varietas unggul padi yang berdaya
hasil tinggi sangat penting dalam peningkatan produksi padi dalam upaya
pemenuhan kebutuhan pangan terutama beras (Aswidinnoor et al. 2008).
Peningkatan produktivitas padi nasional dapat dilakukan melalui pengembangan
dan perakitan galur harapan padi tipe baru (PTB) (Halimah 2010).
Pembentukan dan pengembangan varietas unggul padi merupakan rangkaian
kegiatan yang berkesinambungan untuk mendapatkan suatu varietas yang berdaya
hasil tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit utama, dan berkualitas. Varietas
unggul padi dihasilkan dari pembentukan dan pengembangan PTB yang berupa
adaptasi galur-galur harapan yang kemudian dilepas menjadi varietas baru
(Abdullah et al. 2008).
Namun pengembangan dan perakitan varietas padi unggul tersebut kadang
tidak disertai dengan teknologi untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap
3
penyakit tungro. Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat ketahanan padi
hibrida dan galur harapan terhadap virus tungro sangat bermanfaat sebagai sumber
informasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan padi varietas
hibrida dan beberapa galur harapan (GH) terhadap Rice tungro virus.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi
mengenai tingkat ketahanan padi varietas hibrida dan beberapa galur harapan (GH)
terhadap Rice tungro virus sehingga dapat digunakan untuk membantu menyusun
strategi pengendalian RTV.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi
Tanaman padi menurut para sejarahwan diduga berasal dari India. Tanaman
ini kemudian menyebar ke negara-negara Asia bagian timur, seperti Philipina,
Jepang, dan kepulauan-kepulauan di lautan Pasifik. Malaysia merupakan negara
pertama penaman padi di sebelah selatan India. Tanaman padi masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1500 sebelum masehi (SM) (Siregar 1981). Tanaman pertanian kuno
ini berasal dari dua benua yaitu benua Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang, China sudah
dimulai pada 3000 tahun SM (Purwono dan Purnamawati 2007).
Padi merupakan tanaman pangan dan makanan pokok utama bagi lebih dari
sepertiga penduduk dunia. Padi yang diproduksi dan dikonsumsi lebih dari 90%
terpusat di Asia. Padi yang diperkirakan sebanyak 20 spesies tersebar di daerah
tropik Afrika Selatan, Asia Tenggara, China Selatan, Amerika Tengah, Amerika
Selatan (De Datta 1981).
Tanaman padi dengan faktor lingkungan sangat berkaitan erat, dan antar
faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh misalnya faktor fisik seperti tanah,
iklim, faktor sarana produksi (pupuk dan pestisida) yang diberikan oleh manusia
dan faktor biotik seperti serangga, cendawan, bakteri, virus, dan lain-lain. Pada
keadaan tertentu bila salah satu faktor lebih dominan pengaruhnya dari faktorfaktor yang lainnya sehingga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit (Siregar
1981).
Botani dan Morfologi Padi
Padi (Oryza sativa L.) termasuk famili Gramineae (rumput-rumputan) dari
genus Oryza (Purwono dan Purnamawati 2007). Padi merupakan tumbuhan
dengan batang yang beruas-ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong yang
pada kedua ujungnya ditutupi oleh buku. Pada buku bagian bawah dari ruas
tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Sedangkan
buku bagian atas, ujung daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana
5
cabang terpendek menjadi lidah daun atau ligula dan bagian yang terpanjang dan
terbesar disebut daun kelopak. Daun kelopak terdapat dua embelan sebelah kiri
dan kanan yang disebut auricle. Daun kelopak yang membalut ruas paling atas
dari batang disebut daun bendera (flag-leaf). Tepat pada lidah daun dan daun
bendera teratas muncul ruas yang menjadi bulir padi. Bulir ini terdiri dari ruasruas yang pendek. Pada tiap ruas kiri dan kanan timbul cabang-cabang bulir, dan
pada tiap-tiap ujung cabang bulir tedapat bunga padi (Siregar 1981).
Tumbuhan ini bersifat merumpun yaitu satu bibit yang ditanam membentuk
satu rumpun dengan 20-30 anakan atau lebih. Bagian-bagian tanaman dibagi
menjadi dua yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar,
batang, dan daun. Bagian generatif terdiri dari malai, bunga, dan gabah (Siregar
1981).
Taksonomi Padi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil)
dengan urutan secara taksonomi (Siregar 1980):
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida (Monocotyledons)
Subclass
: Commelinidae
Order
: Cyperales
Family
: Poaceae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Varietas Padi
Varietas padi merupakan segolongan tanaman yang satu sama lain
mempunyai sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tersebut diwariskan olah tanaman
tersebut kepada keturunannya. Suatu varietas padi dikatakan unggul apabila
varietas tersebut mempunyai sifat-sifat yang lebih daripada sifat yang dimiliki
6
oleh varietas padi lainnya. Sifat-sifat unggul tersebut antara lain seperti daya hasil
yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, tahan terhadap hama dan penyakit,
lebih tahan terhadap tumbangnya pertanaman, mutu beras, dan rasa nasi yang
lebih enak (Siregar 1981).
Oryza memiliki 25 sepesies. Jenis yang lebih dikenal adalah Oryza sativa
dengan dua spesies yaitu Japonica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis
dan indica (padi cere) yang ditanam di Indonesia. Varietas unggul padi yang
banyak ditanam saat ini berasal dari hasil silangan International Rice Research
Institute (IRRI) atau silangan dalam negeri. Varietas hasil silangan IRRI biasanya
diawali dengan IR, seperti IR48, IR64, IR65, IR70, IR72, dan IR74. Varietas hasil
silangan dalam negeri biasanya didasarkan pada nama Sungai, Orang, antara lain
Cisadane, Cisanggarung, Cisantana, Cisokan, Citanduy, Citarum, Fatmawati,
Sintanur, Winongo, dan Yuwono. Varietas padi hibrida saat ini mulai
dikembangkan antara lain Batang Kampar, Batang Samo, serta Hibrindo 1 dan 2
(Purwono dan Purnamawati 2007).
IR64
Varietas padi IR64 merupakan padi tipe indica dengan umur tanaman
115 hari. IR64 dikeluarkan oleh IRRI (1985-1989) dengan masa berbunga 87 hari.
Varietas padi ini rentan terhadap virus tungro tetapi resisten terhadap wereng
hijau (Hibino 1987). IR64 merupakan hasil persilangan antara IR 5657-33-2-1/IR
2061-465-1-5-5. Rataan hasil varietas tersebut mencapai kurang lebih 5 ton/ha.
Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak dengan tinggi lebih kurang
85 cm, warna batang hijau, permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping
dan panjang berwarna kuning bersih, tidak mudah rontok, dan kerebahannya tahan.
Jumlah anakan maksimum yang dapat dihasilkan oleh padi IR64 adalah 25 anakan
per tanaman, sedangkan jumlah anakan produktif terbanyak yang dapat dihasilkan
adalah 22-23 anakan per tanaman (BBPT Padi 2008a).
7
Tukad Petanu
Varietas padi Tukad Petanu merupakan padi sawah golongan padi cere
dengan umur tanaman 115-125 hari. Varietas ini memiliki ciri yaitu bentuk
tanaman tegak dengan tinggi berkisar antara 115-120 cm, warna batang hijau,
permukaan daun kasar, tegak, bentuk gabah ramping berwarna kuning jerami,
mudah rontok, dan kerebahannya agak tahan. Anakan produktif sekitar
17-20 batang, potensial hasil dapat mencapai 7 ton/ha dengan rata-rata hasil
4 ton/ha. Varietas ini hasil persilangan IR52256-84-2-3/IR72//2*IR1561-2283/Utri Merah. Varietas ini tahan terhadap penyakit tungro, agak tahan terhadap
hawar daun bakteri strain VIII, dan agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3.
Tukad petanu memiliki tekstur nasi yang pulen. Varietas ini baik ditanam di
daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat
(BPPP 2009).
HIPA 4
Varietas padi HIPA 4 merupakan padi sawah golongan padi cere, kadangkadang berbulu yang memiliki umur 114-116 hari. Varietas ini hasil persilangan
antara IR62829A/MTU9992, dilepas secara komersil sejak tahun 2004. Varietas
ini memiliki ciri yaitu bentuk tanaman tegak, tinggi 86-95 cm, warna batang hijau,
permukaan daun kasar, posisi daun tegak, leher malai keluar, bentuk gabah
ramping berwarna kuning jerami, mudah rontok, kerebahan tahan, dan tekstur nasi
pera. Anakan produktif sekitar 16-24 batang, potensial hasil dapat mencapai
10 ton/ha dengan rata-rata hasil 8 ton/ha. Varietas ini agak tahan terhadap
penyakit
tungro dan terhadap hawar daun bakteri strain IV dan VIII, dan agak
tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 (BBPT Padi 2009).
Padi Tipe Baru
Padi tipe baru (PTB) merupakan salah satu hasil pemuliaan yang dicirikan
dengan karakter agronomi malai yang lebat dan panjang (Halimah 2010). Galurgalur harapan merupakan hasil pemuliaan PTB menjadi varietas tanaman melalui
perakitan varietas baru. Program perakitan PTB sejak tahun 1989 diinisiasi oleh
8
IRRI merupakan hasil persilangan antara padi indica dan japonica (Las et al.
2003).
Tahun 1995 pembentukan PTB dimulai di Indonesia oleh Balai Penelitian
Tanaman Padi (Balitpa). Selama perkembangannya telah dihasilkan varietas dan
sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi (Las et al. 2003).
Pembentukan PTB di Indonesia diarahkan pada PTB yang memiliki ciri-ciri
jumlah anakan yang sedang tetapi semuanya produktif (12-18 batang), jumlah
gabah per malai 150-250 butir, persentase gabah bernas 85-95%, bobot 1000 butir
gabah 25-26 g, batang kokoh dan pendek (80-90 cm), daun tegak, sempit
berbentuk huruf V, berwarna hijau sampai hijau tua, 2-3 daun terakhir tidak cepat
luruh, akar banyak dan menyebar dalam, gabah langsing, mutu beras baik, serta
tahan terhadap hama dan penyakit utama (Abdullah et al. 2008).
Halimah (2010) melaporkan bahwa galur IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1,
IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1,
IPB97-F-44-2-1,
IPB120-F-91-2-1,
dan
IPB120-F-92-1-1 dihasilkan dari tetua persilangan antara Fatmawati x IPB6-d10s-1-1-1. Galur-galur ini dihasilkan oleh Laboratorium Pemuliaan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Umur galur-galur tersebut berkisar antara 106-118 hari. Ciri galur-galur
tersebut antara lain tinggi tanaman berkisar antara 108-136 cm, panjang malai
30-36 cm, jumlah gabah total 241-3030 butir/malai, jumlah gabah isi
175-268 butir/malai, semua anakan produktif (9-13 batang), bobot 1000 butir
gabah sebesar 24-29 g, bentuk daun tegak, lebat, dan berwarna hijau. Nilai
produksi gabah kering giling (GKG) galur-galur tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas pembanding Ciherang dan IR64 dari dua lokasi
pengujian yaitu Bogor dan Kulon Progo sehingga dapat diusulkan untuk
pelepasan varietas. Lokasi pengujian berpengaruh terhadap keragaman beberapa
karakter agronomi galur-galur yang diuji, misalnya adanya interaksi antar genetik
dengan lingkungan pada karakter tinggi tanaman, jumlah anakan total, panjang
malai, bobot 1000 butir gabah dan produksi GKG (ton/ha).
9
Tungro
Penyakit Tungro
Tungro yang berarti ‘pertumbuhan terhambat’ untuk pertama kali ditemukan
di Philiphina pada tahun 1963 dan merupakan penyakit yang sangat merugikan.
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan wereng daun terutama
Nephotettix virescens (Semangun 1991).
Penyakit tungro dikenal dengan beberapa nama seperti penyakit merah
di Malaysia, accep na pula di Philipina, dan yellow orange leaf di Thailand (Ling
1972). Penyakit tungo merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi
di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara (Cabautan et al. 1995).
Di Indonesia, penyakit tungro mula-mula hanya terbatas penyebarannya
di daerah tertentu seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara
Barat (Said et al. 2007). Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah
seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Pada awal tahun 1970-an
ledakan penyakit tungro dilaporkan terjadi di beberapa daerah sentra produksi
padi di Indonesia (Ou 1985). Kini, penyakit tungro hampir ditemukan di seluruh
daerah penghasil padi (Said et al. 2007).
Penyakit tungro pada padi secara ekonomi merupakan penyakit yang sangat
penting karena menimbulkan kerugian yang sangat besar. Pada tahun 2005/2006,
virus tungro menyerang tanaman padi di NTB dan Manokwari dengan tingkat
serangan sedang sampai berat. Selanjutnya pada musim tanam tahun 2010
produksi padi menurun hingga lebih dari 10% di Bengkulu (Bengkulu Express
2010). Kehilangan hasil akibat serangan virus tungro di Indonesia diperkirakan
rata-rata 12.000 ha/tahun atau kerugiannya senilai Rp 48 miliar/tahun (asumsi
harga gabah Rp 1.000/kg) (Puslitbangtan 2007).
Gejala Penyakit Tungro
Gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus tungro adalah
perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan penurunan jumlah
anakan (Hibino et al. 1978).
10
Gambar 1
Gejala serangan virus tungro pada daun tanaman padi. Warna daun
menguning (oranye) dimulai dari ujung daun dan berkembang
sejajar dengan tulang daun (http://www.agrilands.net)
Virus tungro yang menginfeksi tanaman juga menyebabkan helaian dan
pelepah daun memendek, dan jumlah anakan sedikit. Pada bagian bawah helai
duan muda terjapit oleh pelepah daun sehingga daunnya terpuntir dan
menggulung. Daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro kadang terlihat
ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selanjutnya infeksi virus tungro
menyebabkan malai pendek, gabah tidak terisi sempurna atau kebanyakan hampa
dan terdapat bercak-bercak coklat yang menutupi malai (Ling 1972).
Penurunan jumlah anakan sangat tinggi bila infeksi terjadi pada stadium
pertumbuhan sangat awal. Jumlah anakan tanaman padi dipengaruhi umur
tanaman dan jumlah anakan mungkin akan meningkat apabila infeksi virus tungro
terjadi setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Namun jumlah anakan akan
tetap sedikit jika selama infeksi terjadi penghambatan pertumbuhan pada tanaman
padi (Ling 1972).
Ukuran atau tinggi tanaman akan menurun tajam dengan bertambahnya
umur tanaman pada saat terjadi infeksi. Semakin tua tanaman yang terinfeksi
maka reduksi ukuran tanaman yang terjadi akan semakin rendah. Semakin muda
daun tanaman yang terinfeksi maka reduksi tanaman akan semakin tinggi (Ling
1972).
11
Virus Tungro
Tungro disebabkan oleh infeksi ganda dari dua virus yang berbeda, yaitu
Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV) dan Rice tungro spherical waikavirus
(RTSV) (Hibino et al. 1978). Kedua virus tersebut tidak mempunyai hubungan
kekerabatan karena secara morfologi dan genom keduanya tidak mempunyai
kesamaan (Dahal et al. 1997). Kedua virus tersebut hidup bebas di dalam tanaman
padi, RTSV terbatas hanya di dalam jaringan floem dan RTBV terdapat pada
jaringan xylem dan floem (Azzam dan Choncellor 2002). Menurut Hibino (1987)
partikel virus tungro ditemukan di daun, akar, jaringan parenkim, floem, dan
sitoplasma.
RTBV termasuk famili Caulimoviridae, genus Badnavirus. Bentuk partikel
RTBV adalah bacilliform dengan diameter 30-35 nm dan panjang kira-kira 100300 nm yang bervariasi antara isolat (Hibino et al. 1978). Asam nukleat RTBV
adalah DNA utas ganda dan bulat lebih kurang 8 kb (kilo base). Asam nukleat
tersebut mengandung dua daerah yang tidak bersambung yang merupakan hasil
dari proses replikasi oleh reverse transcriptase dan mempunyai empat open
reading frames (ORFs) (Hull 1996)
RTSV termasuk kedalam famili Sequiviridae, genus Waikavirus. RTSV
mempunyai genom poliadenil ssRNA, unipartit, terbungkus partikel isometrik
dengan diameter 30 nm (Hibino et al. 1978). Genom RNA RTSV kira-kira 11 kb
dan protein selubungnya terdiri dari dua jenis molekul protein (Agrios 1997).
Penularan Virus Tungro
Virus tungro dapat ditularkan oleh wereng daun yang terdiri dari dua genus
yaitu Nephotettix dan Recilia. Spesies dari genus Recilia yang dapat menularkan
virus tungro yaitu Recilia dorsalis. Genus Nephotettix yang dapat menularkan
virus tungro terdiri dari 4 spesies, yaitu N. virescens, N. nigropictus, N. parvus,
dan N. malayanus. Virus tungro ditularkan terutama oleh wereng hijau
N. virescens Distant (Hemiptera: Cicadellidae) (Hibino 1987). Tingkat serangan
N. virescens dalam mentransmisikan virus mencapai 85-100%, diikuti oleh
N. nigropictus kurang dari 35%, R. dorsalis kurang dari 5%, N. parvus dan
N. malaynus 1-2% (Ling 1979).
12
Sifat hubungan virus tungro dengan vektornya adalah semipersisten
(lamanya virus ditahan dalam vektor hanya beberapa hari). Vektor makan pada
jaringan floem tanaman yang sakit untuk memperoleh virus dan membutuhkan
waktu yang agak panjang. Virus yang telah diperoleh hanya dapat bertahan untuk
beberapa hari dan daya tularnya akan hilang pada saat pergantian kulit (Bos 1990).
Lama waktu yang dibutuhkan vektor untuk memperoleh virus berkisar antara 5-30
menit. Vektor yang telah mendapatkan virus dapat segera menularkan virus secara
terus-menerus
sampai
vektor
tersebut
kehilangan
kemampuan
untuk
menularkannya. Periode retensi atau masa terlama vektor untuk menularkan virus
adalah 6 hari (Wathanakul dan Weerapat 1969 dalam Widiarta 2005). Sedangkan
waktu yang dibutuhkan untuk menularkan virus berkisar antara 7-30 menit (Ling
1968 dalam Widiarta 2005).
Cabautan dan Hibino (1984) menyatakan bahwa wereng hijau dapat
menularkan RTSV dari tanaman padi yang hanya terinfeksi RTSV, tetapi tidak
mampu menularkan RTBV dari tanaman yang hanya terinfeksi RTBV. RTBV
dapat ditularkan oleh wereng hijau yang telah terinfeksi RTSV. Dalam penularan
virus tungro, RTBV merupakan virus dependent sedangkan RTSV berfungsi
sebagai virus pembantu.
Wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro adalah pada fase nimfa,
imago jantan dan betina, namun tidak bisa melalui telur. Faktor lain seperti tanah,
air, polen dan biji padi tidak dapat menularkan virus tungro. Virus tungro juga
tidak dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis atau kontak antar tanaman
(Hibino 1987).
Ketahanan Tanaman
Ketahanan merupakan kemampuan inang dalam mempertahankan diri
terhadap virus dengan berbagai cara, antara lain membatasi penyebaran virus dan
memelihara kenormalan proses pertumbuhan. Dalam tanaman yang tahan, virus
tidak menyebabkan timbulnya gejala dan virus tidak bereplikasi. Mekanisme
ketahanan inang dapat berupa ketahanan statis yaitu pertahanan struktural,
anatomikal, dan morfologikal, dan pertahanan dinamis yang menghasilkan
13
senyawa yang dapat menekan dan menginaktifkan virus (Grec 1992 dalam
Sariningsih 2005).
Agrios (1997) menyatakan bahwa mekanisme katahanan inang terhadap
patogen berupa pertahanan struktural dan pertahanan biokimia. Pertahanan
struktural inang merupakan pertahanan melalui hambatan fisik yang dapat
menekan patogen mulai dari masuk sampai menyebar ke dalam tubuh tanaman.
Sedangkan pertahanan biokimia adalah pertahanan reaksi biokimia sel dan
jaringan tanaman dengan memproduksi substansi. Substansi dalam reaksi tersebut
bersifat toksik terhadap patogen yaitu dengan menciptakan kondisi yang dapat
menghambat pertumbuhan patogen di dalam tanaman.
Matthews (1992) menyebutkan bahwa faktor genetis menjadikan inang
seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap infeksi virus, yaitu (1) imun,
dimana tanaman tidak terinfeksi dalam berbagai keadaan, (2) resisten terhadap
penyakit, (3) hipersensitif atau tanpa adanya penyebaran virus lebih lanjut, (4)
toleran, dimana virus dapat memperbanyak diri dan menyebar luas di dalam tubuh
tanaman tetapi gejala yang terlihat sangat lemah atau tidak berarti.
Ketahanan tanaman terhadap virus tungro dan wereng hijau dikendalikan
oleh beberapa gen yang independen. Berdasarkan gen tahan yang dimiliki suatu
varietas dapat digolongkan menjadi empat varietas, yaitu T0-T4. Varietas yang
termasuk golongan T0 (tidak memiliki gen tahan) adalah varietas IR5, Pelita,
Atomita, Cisadane, Cikapundung, dan Lusi. Varietas yang tergolong T1 (Glh1)
adalah IR32, IR38, IR36, IR47, Semeru, Asahan, Ciliwung, Krueng Aceh, dan
Begawan Solo. Varietas yang tergolong T3 (Glh5) adalah IR50, IR48, IR54, IR52,
dan IR64. Varietas yang tergolong T4 (Glh4) adalah IR66, IR70, IR72, IR68,
Barumun, dan Klara (Widiarta et al. 2004).
14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di lahan tanaman padi
petani di Situ Gede. Penelitian dilakukan dari Mei sampai November 2010.
Persiapan Tanaman Padi
Padi yang digunakan untuk pengujian terdiri dari HIPA 4 yang didapat dari
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPT Padi), Sukamandi, Subang, Jawa
Barat, dan galur-galur harapan IPB97-F-13-1-1, IPB97-F-15-1-1, IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB120-F-92-1-1 yang didapat dari
Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai pembanding varietas padi
yang rentan terhadap penyakit tungro adalah IR64 yang diperoleh dari BBPT Padi,
dan sebagai pembanding varietas padi yang tahan terhadap penyakit tungro adalah
Tukad Petanu yang diperoleh dari Kebun Percobaan Rumah Kaca Muara, Bogor,
Jawa Barat.
Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1, kemudian diisikan ke dalam ember yang berdiameter
25 cm sampai penuh serta disiram air hingga tergenang. Sebelum disemai benih
padi direndam dengan air selama 24 jam atau sampai berkecambah. Kemudian
benih tersebut disemai pada media kompos lembab dalam baki. Kompos yang
digunakan tersebut diperoleh dari Toko Pertanian. Benih padi yang telah disemai
dipindahkan pada media ember yang digunakan untuk perbanyakan N. virescens,
perbanyakan virus tungro, dan persiapan tanaman uji.
Perbanyakan Masal Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Perbanyakan N. virescens dilakukan dengan mengikuti prosedur Heinrichs
et al. (1985 dalam Azzam et al. 2000). Imago N. virescens jantan dan betina
diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumber Daya Genetika (BBPP Biogen). Wereng hijau dewasa tersebut diletakkan
15
pada tanaman padi varietas IR64 yang rentan terhadap wereng hijau di dalam
kurungan yang berukuran 90x60x60 cm. Wereng hijau ini dibiarkan makan dan
berkembang biak pada tanaman padi tersebut sampai jumlah imagonya cukup
untuk menularkan virus tungro ke tanaman perbanyakan dan tanaman uji.
Pemeliharaan wereng hijau dilakukan dengan mengganti tanaman padi yang telah
kering dengan yang segar.
Persiapan Isolat Virus Tungro
Isolat virus tungro pada tanaman padi sakit diperoleh dari pertanaman padi
di daerah Situ Gede, Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat. Semua tanaman
padi yang bergejala tungro ini digunakan sebagai sumber inokulum untuk
perbanyakan virus tungro yang selanjutnya digunakan untuk pengujian.
Perbanyakan Isolat Virus Tungro
Perbanyakan isolat virus tungro dilakukan pada tanaman padi IR64 sehat
berumur 7-10 hari dengan cara ditularkan dengan N. virescens (Azzam et al.
2000). N. virescens diletakkan pada tanaman padi sakit selama 3-4 hari untuk
makan akuisisi. Selanjutnya wereng hijau yang telah mendapatkan virus
(viruleferous) sebanyak 2-3 wereng diletakkan pada tanaman padi dalam ember
yang disungkup untuk menularkan virus selama 1 hari. Tanaman yang terinfeksi
dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada pengujian selanjutnya.
Pengujian Ketahanan beberapa Tanaman Padi terhadap Virus Tungro
Tanaman uji yang diinokulasi virus tungro berumur 7 hari. Cara penularan
diakukan sama seperti pada perbannyakan inokulum. Penularan terhadap tanaman
uji terdiri dari dua perlakuan yaitu yang diinokulasi virus tungro dan yang tidak
diinokulasi virus tungro. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan dan
masing-masing ulangan terdiri dari 3 tanaman. Pada saat padi berumur 4 MST
(Minggu Setelah Tanam) dilakukan pemupukan yang terdiri dari pupuk UREA,
SP-18, dan KCl dengan dosis berturut-turut 2,5 g/tanaman; 1,5 g/tanaman;
1,5 g/tanaman.
16
Pengamatan Perkembangan Penyakit Tungro
Pengamatan dilakukan terhadap tipe gejala yang muncul, masa inkubasi
penyakit tungro, jumlah tanaman terinfeksi, tinggi tanaman, dan masa berbunga.
Dari data jumlah tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit
(KP) dengan menggunakan rumus (Azzam et al. 2000):
Jumlah tanaman terinfeksi
KP =
x 100%
Jumlah tanaman yang diinokulasi
Berdasarkan skala keparahan penyakit dapat diketahui indeks penyakit (IP)
dengan rumus (Azzam et al. 2000):
n(1)+n(3)+n(5)+n(7)+n(9)
IP =
tn
Keterangan:
IP = Indeks penyakit tungro
n = Jumlah tanaman yang terinfeksi virus tungro dengan skala tertentu
tn = Total rumpun yang diskor
Tingkat keparahan penyakit diketahui dengan menggunakan Standart
Evaluation System (SES) for rice (INGER 1996 dalam Azzam et al. 2000) dengan
skor sebagai berikut:
Tabel 1 Skala keparahan penyakit tungro
Skala
Gejala
1
0% tidak terdapat gejala
3
1-10% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat
gejala daun kuning yang jelas
5
11-30% terjadi penghambatan tinggi tanaman, tidak terdapat
gejala daun kuning yang jelas
7
31-50% terjadi penghambatan tinggi tanaman, terdapat gejala
daun kuning yang jelas
9
>50% terjadi penghambatan tinggi tanaman, terdapat gejala
daun kuning yang jelas
17
Pengamatan Penyakit Tungro di Lahan Situ Gede sebagai Pembanding
Pengamatan penyakit tungro di lahan tanaman padi petani di Situ Gede,
Kecamatan Darmaga, Bogor, Jawa Barat dilakukan untuk mendapatkan data
pembanding dari data yang diperoleh di rumah kaca. Pengamatan penyakit tungro
dilakukan pada tanaman padi varietas IR64 sebagai pembanding varietas yang
rentan dan varietas Santana sebagai varietas yang tahan terhadap virus tungro.
Pengamatan ini diakukan terhadap jumlah tanaman terinfeksi, tipe gejala yang
muncul, dan tinggi tanaman dari umur 1 MST sampai 4 MST. Dari data jumlah
tanaman terinfeksi dapat diketahui persentase kejadian penyakit (KP) dan dari
data tinggi tanaman dan tipe gejala pada daun yang terinfeksi virus tungro dapat
diperoleh indeks penyakit (IP) tungro berdasarkan rumus sebelumnya. Jumlah
tanaman yang diamati pada masing-masing varietas adalah 15 tanaman yang
terinfeksi virus tungro dan 15 tanaman kontrol.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor pembeda yaitu varietas
tanaman dan perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus tungro
(kontrol). Setiap perlakuan inokulasi virus tungro serta tanpa inokulasi virus
tungro terdiri atas 5 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 3 tanaman. Data
hasil perlakuan dianalisis dengan menggunakan software SPSS 17. Perbedaan
nilai rata-rata dan interaksi setiap perlakuan diuji dengan menggunakan uji lanjut
Duncan pada taraf 5%.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Inokulasi Virus Tungro pada Varietas Hibrida dan
Beberapa Galur Padi di Rumah Kaca
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tipe Gejala
Gambar 2 menunjukkan variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman
padi yang terinfeksi virus tungro. Daun sehat atau daun tanaman yang tidak
diinokulasi virus tungro tidak menunjukan adanya gejala (A). Gejala pada semua
tanaman yang diinokulasi virus tungro tidak berbeda. Pada awalnya gejala yang
terlihat pada daun muda yang terinfeksi virus tungro adalah mosaik (B) yang
dicirikan bercampurnya warna putih dengan warna hijau yang normal pada daun
atau strip putih-hijau yang memanjang sejajar tulang daun (C). Kemudian warna
tersebut berubah menjadi kuning sampai oranye yang dimulai pada ujung dan
pinggir daun yang memanjang sejajar tulang daun (D dan E).
A
Gambar 2
B
C
D
E
Variasi gejala penyakit tungro pada daun tanaman padi. (A) daun
tanaman sehat (HIPA 4), (B) mosaik dan (C) strip putih (HIPA 4),
(D) strip kuning (IPB97-F-20-2-1), (E) strip kuning-oranye (IPB97F-15-1-1).
Bentuk daun yang terinfeksi virus tungro menjadi tidak normal atau terlihat
bergelombang serta permukaan daun menjadi tidak rata dibandingkan dengan
daun yang sehat. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Suparyono et al.
(2003) bahwa daun muda yang terinfeksi virus tungro sering menunjukkan gejala
belang atau mempunyai strip putih dan hijau yang berbatasan dan memanjang
19
sejajar tulang daun. Pada daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro juga
menunjukkan bahwa daun padi menggulung keluar seperti spiral. Ling (1972)
juga menyatakan bahwa biasanya daun tanaman padi yang terinfeksi virus tungro
kadang terlihat ramping menggulung keluar dan seperti spiral. Selain itu infeksi
virus tungro menunjukkan bahwa pada daun yang kuning berkembang bintikbintik berwarna coklat gelap tidak beraturan dan kadang-kadang pada daun
tanaman hijau bila infeksi terjadi pada bibit muda. Selain variasi gejala pada daun
tanaman padi, respon tanaman terhadap virus tungro juga ditunjukkan oleh
penghambatan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang sedikit. Hibino et al.
(1978) menyebutkan bahwa gejala utama pada tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro adalah perubahan warna daun menjadi kuning-oranye, kerdil, dan terjadi
penurunan jumlah anakan.
Pengaruh Inokulasi Virus Tungro terhadap Periode Inkubasi
Periode inkubasi virus tungro bervariasi pada semua tanaman uji yang
diinokulasi virus tungro yang berkisar antara antara 8,13-13,99 HSIV (Hari
Setelah Inokulasi Virus). Periode inkubasi virus tungro pada varietas Tukad
Petanu sebagai pembanding varietas yang tahan terhadap penyakit tungro berbeda
nyata dengan semua tanaman uji. Periode inkubasi virus tungro pada 5 galur
harapan tidak berbeda nyata dengan IR64 sebagai pembanding varietas yang
rentan terhadap penyakit tungro. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa
periode inkubasi virus tungro paling cepat telihat pada galur IPB97-F-20-2-1,
IPB97-F-31-1-1, IPB97-F-44-2-1, dan IPB97-F-13-1-1. Selanjutnya periode
inkubasi virus tungro paling lama terlihat pada HIPA 4 dan galur
IPB102-F-92-1-1 (Tabel 2). Perbedaan periode inkubasi virus tungro pada semua
tanaman uji diduga karena galur dan varietas yang digunakan berbeda dan adanya
perbedaan faktor genetis yang mempengaruhi tingkat ketahanan dari setiap jenis
padi yang diuji. Menurut Walkey (1991) bahwa periode inkubasi dan tipe gejala
yang muncul pada tanaman yang terinfeksi virus dipengaruhi oleh faktor inang,
konsentrasi virus, dan faktor lingkungan. Periode inkubasi yang berbeda
kemungkinan disebabkan oleh sifat virus dan kecepatan perkembangan virus
dalam jaringan tanaman pada tingkat kerentanan tanaman yang berbeda. Dalam
20
tanaman yang rentan terhadap virus, infeksi menyebabkan terjadinya suatu gejala
yang lebih cepat daripada tanaman yang tahan terhadap virus (Bos 1990).
Tabel 2
Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap periode inkubasi pada varietas
hibrida dan beberapa galur padi
Jenis padi
IR64 (pembanding rentan)
Periode inkubasi (HSIV)*
9,06ab
Tukad Petanu (pembanding tahan)
13,99d
HIPA 4
11,33c
IPB97-F-13-1-1
8,73ab
IPB97-F-15-1-1
9,73b
IPB97-F-20-2-1
8,13a
IPB97-F-31-1-1
8,86ab
IPB97-F-44-2-1
8,86ab
IPB102-F-92-1-1
11,66c
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(uji selang berganda Duncan α 0,05)
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Kejadian Penyakit dan Indeks
Penyakit
Rata-rata kejadian penyakit (KP) pada semua tanaman uji adalah sama,
yaitu 100%. Hal ini menunjukkan bahwa semua tanaman padi yang diinokulasi
virus tungro terinfeksi virus tungro. Walaupun demikian nilai indeks penyakit (IP)
bervariasi tergantung jenis varietas dan galur padi yang diuji. Indeks penyakit
tungro berkisar antara 3,5%-9% (Tabel 3). Indeks penyakit tungro paling rendah
yang diobservasi adalah pada varietas Tukad Petanu yang diketahui tahan. IR64
sebagai pembanding varietas yang rentan terhadap virus tungro menunjukkan nilai
IP paling tinggi yaitu 9%. Nilai indeks penyakit tungro pada varietas HIPA 4 dan
galur yang diuji berada diantara nilai indeks penyakit tungro Tukad Petanu dan
IR64. Diantara galur yang diuji, IP galur IPB97-F-44-2-1 adalah paling rendah
yaitu 4,5% yang berarti menunjukkan tingkat ketahanan yang paling tahan
terhadap virus tungro. Indeks penyakit yang rendah menunjukkan tanaman padi
pada perlakuan tersebut mempunyai skor yang rendah dalam persentase
penghambatan tinggi tanaman dan tingkat keparahan gejala pada daun. Hal ini
21
berarti tanaman padi mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi dan keparahan
gejala yang relatif ringan. Sedangkan galur IPB97-F-15-1-1 dan IPB97-F-20-2-1
merupakan tanaman uji dengan nilai IP paling tinggi. Nilai indeks penyakit yang
tinggi menunjukkan tingkat ketahanan tanaman padi yang rendah terhadap virus
yang menginfeksi tanaman. Sehingga kedua galur tersebut merupakan jenis padi
yang menunjukkan tingkat ketahanan yang paling rentan diantara semua tanaman
uji. Menurut Matthews (1992) bahwa ketahanan suatu tanaman dapat diwujudkan
sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus dalam sel
tertentu sehingga virus tidak menyebar ke sel-sel yang lain.
Tabel 3 Pengaruh inokulasi virus tungro terhadap kejadian penyakit dan indeks
penyakit pada varietas hibrida dan beberapa galur padi
Jenis padi
IR64 (pembanding rentan)
Kejadian penyakit
(%)
100
Indeks penyakit
9
Tukad Petanu (pembanding tahan)
100
3,5
HIPA 4
100
6,5
IPB97-F-13-1-1
100
5
IPB97-F-15-1-1
100
7,5
IPB97-F-20-2-1
100
7,5
IPB97-F-31-1-1
100
5,5
IPB97-F-44-2-1
100
4,5
IPB102-F-92-1-1
100
6,5
Pengaruh Infeksi Virus Tungro terhadap Tinggi Tanaman
Infeksi virus tungro mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman dan
menyebabkan penghambatan tinggi tanaman padi (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan Hibino et al. (1978) bahwa tanaman padi yang terinfeksi virus
tungro menjadi kerdil atau