Pb2+ Adsorption Using Mixture of Kaolinite-Sago Waste and Bentonite-Sago Waste.

ADSORPSI ION Pb2+ MENGGUNAKAN CAMPURAN
KAOLIN-AMPAS SAGU DAN BENTONIT-AMPAS SAGU

YUYUN YUNITA

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
YUYUN YUNITA. Adsorpsi Ion Pb2+ Menggunakan Campuran Kaolin-Ampas
Saguu dan Bentonit-Ampas Sagu. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan
HENNY PURWANINGSIH.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi pencemaran logam berat,
di antaranya dengan metode fisikokimia seperti presipitasi kimia dan ultrafiltrasi,
akan tetapi metode-metode tersebut mahal dan tidak efektif. Metode alternatif
yang lebih murah dan efektif diperlukan untuk mengatasi pencemaran logam
berat. Pada penelitian ini, adsorpsi ion logam berat Pb2+ dilakukan menggunakan
ampas sagu, campuran ampas sagu dengan kaolin, dan campuran ampas sagu

dengan bentonit. Adsorben yang dibuat terlebih dahulu diaktivasi secara asam dan
basa. Arang aktif komersial digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua adsorben campuran ampas sagu dengan kaolin dan
bentonit berpotensi untuk mengadsorpsi ion logam berat Pb2+. Namun adsorben
ampas sagu teraktivasi asam dan campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
(75:25) memiliki kapasitas adsorpsi yang paling tinggi. Kapasitas adsorpsi kedua
adsorben ini lebih tinggi daripada arang aktif. Jenis isoterm adsorpsi dari kedua
adsorben ini menunjukkan model isoterm Langmuir, artinya lapisan adsorbat
yang terbentuk pada permukaan adsorben membentuk satu lapisan (monolayer).

ABSTRACT
YUYUN YUNITA. Pb2+ Adsorption Using Mixture of Kaolinite-Sago Waste and
Bentonite-Sago Waste. Supervised by KOMAR SUTRIAH and HENNY
PURWANINGSIH.
Various efforts have been conducted to overcome heavy metal
contamination, among other things with physical and chemical method such as
chemical precipitation and ultra-filtration. However, these methods are costly and
ineffective. Therefore, there is a need to find alternatives to investigate a low cost
and effective method. In this experiment, heavy metal ions Pb2+ were adsorbed on
sago waste, mixture of sago waste with kaolinite, and mixture of sago waste with

bentonite. The adsorbents were activated using acid and base. The activated
charcoal was used as a comparation. The result showed that all adsorbents made
of mixture of sago waste with kaolinite and with bentonite were potential to
adsorb Pb2+. However, sago waste with acid-activation and the mixture of sago
waste acid-treated as well as the acid-treated kaolinite (75:25) adsorbents gave
adsorption capacity higher than the others. Adsorption capacity of both adsorbents
were higher than the activated charcoal. Adsorption type of the adsorbent can be
evaluated by the determination of Langmuir and Freundlich isotherm test. The
result showed that both adsorbents had Langmuir isotherm type, so it can be
estimated that the adsorbed layers on the adsorbent surface is monolayer.

ADSORPSI ION Pb2+ MENGGUNAKAN CAMPURAN
KAOLIN-AMPAS SAGU DAN BENTONIT-AMPAS
SAGU

YUYUN YUNITA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

: Adsorpsi Ion Pb2+ Menggunakan Campuran Kaolin-Ampas Sagu
dan Bentonit-Ampas Sagu
: Yuyun Yunita
: G44062679

Judul
Nama
NIM

Menyetujui

Pembimbing I,


Pembimbing II,

Drs. Komar Sutriah, M.S.
NIP 19630705 199103 1 004

Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si.
NIP 19741201 200501 2 001

Mengetahui
Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.
NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih

dalam penelitian ini ialah Adsorpsi Ion Pb2+ Menggunakan Campuran KaolinAmpas sagu dan Bentonit-Ampas sagu, yang dilaksanakan pada bulan September
2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Kimia Fisik dan
Lingkungan, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Komar Sutriah,
M.S. selaku pembimbing pertama dan Ibu Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si.
selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan
selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima
kasih penulis berikan kepada Mama dan Bapa yang tidak pernah berhenti
memberikan semangat, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis. Terima kasih
juga penulis haturkan kepada Bapak Nano, Ibu Ai, dan Bapak Ismail dari
Laboratorium Kimia Fisik serta Bapak Wawan dari laboratorium bersama atas
fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga
disampaikan semua teman-teman KIMIA 43 terutama Ismi, Erika,Susi, Ka Alvin,
Ka Ifan, dan Ka Sidiq yang turut membantu memberikan bantuan, semangat, dan
dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

Yuyun Yunita


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Juni 1986 dari ayah Suhardi
dan ibu Junariah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2009 penulis
melaksanakan praktik lapangan di Laboratorium Instrumen Balai Besar Industri
Agro (BBIA) Bogor dengan judul laporan Validasi Metode Pengujian Kadar
Acesulfam-K dalam Minuman Serbuk Menggunakan HPLC. Tahun 2010/2011
penulis melaksanakan penelitian tugas akhir di Laboratorium Kimia Fisik dan
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis
aktif dalam organisasi dan beberapa kegiatan kepanitiaan antara lain menjadi
pengurus Ikatan Mahasiswa Kimia sebagai staf Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa pada tahun ajaran 2008/2009 serta staf Komunikasi dan Informasi
pada tahun ajaran 2009/2010 dan sebagai bendahara UKM Seroja Putih pada
tahun ajaran 2007/2008. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum
Kimia Dasar Tingkat Persiapan Bersama pada tahun ajaran 2008/2009 sampai
dengan 2010/2011, asisten praktikum Kimia Biologi pada tahun ajaran 2009/2010

dan 2010/2011, asisten praktikum Spektrofotometri mahasiswa kimia IPB
penyelenggaraan khusus pada tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, asisten
praktikum Kimia Analitik II pada tahun ajaran 2009/2010, asisten praktikum
Kimia Fisik Layanan ITP dan mahasiswa penyelenggaraan khusus pada tahun
ajaran 2009/2010 dan 2010/2011, serta asisten praktikum Kimia Lingkungan pada
tahun ajaran 2010/2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

x

PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA

Ampas Sagu ............................................................................................
Kaolin ......................................................................................................
Bentonit ...................................................................................................
Timbal .....................................................................................................
Adsorpsi ..................................................................................................
Isoterm Adsorpsi .....................................................................................
Isoterm Adsorpsi Langmuir ....................................................................
Isoterm Adsorpsi Freundlich ...................................................................

1
2
2
3
3
3
3
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ........................................................................................

Metode ....................................................................................................

4
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi ampas sagu, kaolin, dan bentonit .............................................. 5
Seleksi adsorben ...................................................................................... 6
Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam ...................................... 7
Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) ........... 8
Kondisi optimum ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) .............. 8
Kondisi optimum arang aktif .................................................................. 9
Pengaruh waktu adsorpsi dan bobot adsorben ........................................ 9
Perbandingan kinerja adsorben ............................................................... 10
Isoterm adsorpsi ...................................................................................... 11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................. 13
Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13
LAMPIRAN ........................................................................................................ 15


DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ampas sagu ....................................................................................................

2

2 Struktur kristal kaolin .....................................................................................

2

3 Struktur kristal bentonit ..................................................................................

2

4 Skema interaksi proton pada struktur kaolin ..................................................

6

5 Skema interaksi pada dengan struktur bentonit ..............................................


6

6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi setiap adsorben pada tahap seleksi ...

7

7 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam ................................

8

8 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam .................................

8

9 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) .....

8

10 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25) ......

8

11 Waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25). .......

9

12 Bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25). ........

9

13 Waktu optimum arang aktif ...........................................................................

9

14 Bobot optimum arang aktif.............................................................................

9

15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam .............. 11
16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+ oleh ampas sagu teraktivasi asam ............. 11
17 Isoterm Langmuir oleh ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) ............ 11
18 Isoterm Freundlich oleh ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25) ........... 11
19 Adsorpsi ion positif pada permukaan adsorben ............................................ 12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Diagram alir penelitian ................................................................................... 16
2 Seleksi adsorben ............................................................................................. 17
3 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam ............... 20
4 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit

22

5 Penentuan waktu optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin .... 24
6 Penentuan waktu optimum adsorben arang aktif ......................................... 26
7 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam ................ 28
8 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-bentonit

30

9 Penentuan bobot optimum adsorben ampas sagu teraktivasi asam-kaolin..... 32
10 Penentuan bobot optimum arang aktif............................................................ 34
11 Penentuan isoterm adsorpsi ............................................................................ 36

PENDAHULUAN
Berkembangnya IPTEK, industri, dan
pertambahan jumlah penduduk yang pesat
memacu terjadinya pencemaran lingkungan
antara lain pencemaran air, tanah, dan udara.
Salah satu zat pencemar lingkungan adalah
logam berat. Logam berat merupakan polutan
yang umumnya bersifat racun bagi makhluk
hidup walaupun beberapa diantaranya
diperlukan dalam jumlah kecil. Logam berat
dapat terdistribusi ke dalam tubuh manusia
melalui berbagai perantara, seperti udara,
makanan, maupun air yang terkontaminasi
(Dewi 2009).
Timbal (Pb) merupakan salah satu logam
berat. Limbah yang mengandung Pb dapat
berasal dari limbah penggunaan batu bara,
minyak, campuran bensin, pembuatan baterai,
pewarna, amunisi, tinta koran dan untuk
bahan campuran logam lainnya (Dewi 2009).
Metode-metode yang biasa digunakan untuk
mengatasi pencemaran oleh logam berat
antara lain presipitasi, adsorpsi, pertukaran
ion, elektrodeposisi, ekstraksi pelarut,
pemisahan melalui membran, dan osmosis
balik. Pada penelitian ini, metode yang
digunakan adalah adsorpsi karena prosesnya
mudah dan biaya yang diperlukan lebih
ekonomis (Quek et al. 1998).
Adsorben logam berat yang sering
digunakan di perusahaan dan pusat
pengolahan limbah adalah arang aktif dan
zeolit yang
mudah didapatkan secara
komersil. Adsorben logam berat lain selain
arang aktif dan zeolit, yaitu kaolin dan
bentonit. Kaolin adalah tanah liat golongan
filosilikat dengan tipe 1:1, sedangkan
bentonit adalah tanah liat golongan filosilikat
dengan tipe 2:1 (Supeno 2007). Penelitian
tentang kaolin dan bentonit sebagai adsorben
logam berat sudah banyak dilakukan antara
lain adsorpsi ion Pb2+ dari larutan dengan
kaolin (Omar & Hossam 2007), adsorpsi
logam Pb dan Cu dengan bentonit (Inel et al.
1998), adsorpsi Cu dan Ni dengan Bentonit
(Zhi-Rong & Shao-Qi 2010), dan lain-lain.
Adsorben logam berat dari limbah hasil
pertanian saat ini banyak dikembangkan.
Cara ini diharapkan dapat mengurangi
pembuangan
limbah
yang
dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan serta
dapat menambah nilai ekonomis limbah
tersebut. Limbah pertanian yang dapat
digunakan sebagai adsorben logam berat
antara lain ampas sagu, ampas tebu, tongkol

jagung, dan bonggol pisang (Kadirvelu et al.
2003).
Indonesia memiliki areal tanaman sagu
terbesar di dunia hingga 1.2 juta ha atau
51.3% dari 2.2 juta ha areal sagu dunia
terutama di Irian Jaya, Maluku, dan
Sumatera, namun limbah hasil pengolahan
pohon sagu, khususnya ampas sagu sampai
saat ini masih sedikit yang dimanfaatkan
secara optimal padahal potensinya cukup
besar (Tampoebolon 2009). Pada proses
pengolahan sagu menjadi tepung sagu,
jumlah ampas yang dihasilkan sekitar 75%
dari jumlah bahan mentahnya Selama ini,
limbah ampas sagu umumnya langsung
dibuang ke lingkungan, terutama ke sungai
sehingga dapat meningkatkan pencemaran.
Sebagian kecil limbah ampas sagu selama ini
dimanfaatkan sebagai bahan bakar, campuran
pakan ternak, dan media penanaman jamur
(Djoefrie1999).
Beberapa penelitian tentang pemanfaatan
ampas sagu telah dilakukan, diantaranya
asetilasi selulosa ampas sagu dan aplikasinya
sebagai fase diam kromatografi kolom
(Cahyani 2010), pembuatan arang aktif dari
ampas sagu sebagai adsorben logam Cu
(Maheswari 2008), dan pemanfaatan ampas
sagu sebagai adsorben logam Pb dan Cu
(Quek et al. 1998).
Pembuatan adsorben saat ini sedang
banyak dikembangkan dengan melakukan
modifikasi misalnya dengan mencampur
beberapa jenis adsorben tertentu sehingga
adsorben yang dihasilkan diharapkan
memiliki kapasitas adsorpsi dan efisiensi
penjerapan yang tinggi, serta harganya lebih
ekonomis (Sembiring et al. 2008).
Penelitian ini mencampurkan ampas sagu
dengan kaolin dan ampas sagu dengan
bentonit pada perbandingan tertentu yang
masing-masing telah diaktivasi secara kimia,
kemudian gabungan keduanya digunakan
sebagai adsorben ion Pb2+. Penelitian ini
bertujuan untuk memilih adsorben terbaik
dari ampas sagu, campuran ampas sagubentonit, dan campuran ampas sagu-kaolin
dalam mengadsorpsi ion Pb2+.

TINJAUAN PUSTAKA
Ampas Sagu
Ampas sagu (Gambar 1) merupakan
limbah berupa serat-serat empulur yang
diperoleh dari hasil pemrosesan batang sagu.

2

Kandungan serat kasarnya sekitar 28.30%,
sedangkan kandungan proteinnya sekitar
1.36% (Tampoebolon 2009). Sumber lain
menyebutkan bahwa ampas sagu yang berasal
dari Malaysia mengandung 66% pati dan
24% serat kasar berupa lignin dan selulosa
(Adenil 2010).
.

Gambar 1 Ampas sagu.
Kaolin
Kaolin merupakan salah satu senyawa
mineral alumino-silikat. Komposisi kaolin
yaitu Al2O3 : SiO2 : H2O (1:1:2) atau
2SiO2.Al2O3.2H2O pada setiap satuan selnya.
Kaolin merupakan golongan filosilikat
dengan tipe 1:1 karena struktur satuan sel
kristalnya (Gambar 2) terdiri dari satu lembar
lapisan aluminium oktahedral pada satu sisi
dan satu lembar lapisan silika tetrahedral
pada sisi yang lain. Kedua lapisan tersebut
dihubungkan oleh atom oksigen melalui
ikatan hidrogen antara silika-oksigen dan
alumina-oksigen (Supeno 2007).

hidroksil bergantung pada pH larutan (Nandi
et al. 2009).
Sifat-sifat fisik kaolin, yaitu berwarna
putih, berbentuk butiran rapuh, sulit larut
dalam air, memiliki titik lebur 1850°C, serta
memiliki daya hantar listrik dan panas yang
rendah, Kaolin banyak digunakan di industri
keramik sebagai bahan glasir, industri cat
sebagai bahan pewarna, industri plastik untuk
melicinkan permukaan plastik, dan industri
kertas sebagai bahan pengisi (Silitonga
2008).
Bentonit
Bentonit merupakan salah satu jenis
batuan dari tanah liat. Nama bentonit
digunakan dalam dunia perdagangan untuk
tanah
lempung
yang
mengandung
montmorillonit lebih dari 85%. Rumus kimia
umum bentonit adalah Al2O3.4SiO2.xH2O.
Bentonit merupakan mineral tanah liat tipe
2:1 karena struktur kristalnya (Gambar 3)
terdiri dari 2 lembar lapisan silika tetrahedral
dan satu lembar lapisan aluminium
oktahedral. Setiap satuan selnya terdiri dari 2
lapisan tetrahedral yang disusun oleh unsur
utama Si(O,OH) dan mengapit satu lapisan
oktahedral yang disusun oleh unsur M(O,OH)
dimana M adalah logam Al, Mg, dan Fe, di
antara lembaran-lembaran ini, terdapat ruang
yang diisi oleh molekul-molekul air dan
kation-kation lain (Supeno 2007).
Sifat-sifat fisik bentonit, yaitu memiliki
warna yang bervariasi tergantung jenis dan
kandungan fragmen mineralnya, pada
umumnya, bentonit berwarna kecoklatan.
Bentonit bersifat lunak, mudah menyerap air,
dan memiliki berat jenis berkisar antara 2,4 2,8 g/ml.

Gambar 2 Struktur kristal kaolin.
Bagian permukaan dari kristal kaolin
mempunyai muatan negatif yang tetap.
Muatan negatif tersebut disebabkan adanya
subtitusi isomorf Si4+ dan Al3+ pada lapisan
silika. Muatan pada permukaan dan tepi-tepi
alumina
dapat menyebabkan terjadinya
protonasi maupun deprotonasi dari gugus

Gambar 3 Stuktur kristal bentonit.

3

Bentonit banyak digunakan di industri
insektisida dan pestisida sebagai bahan
carrier, industri kertas sebagai bahan pengisi
dan pengental, industri pengeboran minyak,
dan lain-lain.
Timbal (Pb)
Pencemaran perairan oleh Pb2+ sangat
berbahaya karena sulit diuraikan atau
nonbiodegradable dan dapat menyebabkan
masalah kesehatan pada manusia dan
lingkungan. Pada manusia, akumulasi Pb
dalam tubuh dapat menyebabkan anemia,
kerusakan
ginjal, kerusakan otak, dan
paralysis pada urat saraf. World Health
Organization (WHO) telah menetapkan batas
maksimal kandungan Pb2+ di perairan adalah
0.01 ppm (Omar & Hossam 2007).
Adsorpsi
Adsorpsi
merupakan
peristiwa
terakumulasinya
partikel
pada
suatu
permukaan. Zat yang diadsorpsi disebut fase
teradsorpsi (adsorbat) dan zat yang
mengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben
pada umumnya adalah zat padat yang
berongga, contohnya zeolit dan arang aktif
(Atkins 1999).
Mekanisme adsorpsi dapat dibedakan
menjadi dua yaitu, adsorpsi secara fisika
(fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia
(kimisorpsi). Pada proses fisisorpsi gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah
gaya-gaya Van der Waals. Molekul terikat
sangat lemah dan energi yang dilepaskan
pada adsorpsi fisika relatif rendah yaitu
sekitar 20 kJ/mol. Pada proses kimisorpsi,
interaksi adsorbat dengan adsorben melalui
pembentukan ikatan kimia. Kimisorpsi terjadi
diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikelpartikel adsorbat mendekat ke permukaan
adsorben melalui gaya Van der Waals atau
melalui ikatan hidrogen, diikuti oleh adsorpsi
kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika.
Pada adsorpsi kimia, partikel melekat pada
permukaan dengan membentuk ikatan kimia
(biasanya ikatan kovalen) dan cenderung
mencari tempat yang memaksimumkan
bilangan koordinasi dengan substrat (Atkins
1999).
Kemampuan adsorpsi pada adsorben
dapat dinyatakan oleh kapasitas adsorpsi.
Adsorben yang baik memiliki kapasitas
adsorpsi dan persentase efisiensi penjerapan
yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Q = V(Co – C)
m
Persentase penjerapan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
%E = (C o – C) x 100%
Co
Keterangan:
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
%E = persentase penjerapan
V = volume larutan (L)
Co = konsentrasi awal (mg/L)
C = konsentrasi akhir (mg/L)
m = massa adsorben (g)
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan fungsi
konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi pada
adsorben terhadap konsentrasi adsorbat
dalam larutan. Kesetimbangan terjadi pada
saat laju pengikatan adsorben terhadap
adsorbat sama dengan laju pelepasannya.
Terdapat beberapa tipe isoterm yang
digunakan untuk menggambarkan interaksi
antara adsorben dan adsorbat. Tipe isoterm
adsorpsi yang umum digunakan untuk
menggambarkan fenomena adsorpsi padatcair adalah tipe isoterm Langmuir dan
Freundlich (Atkins 1999).
Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm adsorpsi Langmuir didasarkan
atas beberapa asumsi, yaitu adsorpsi hanya
terjadi pada lapisan tunggal, panas adsorpsi
tidak tergantung pada penutupan permukaan,
semua bagian, permukaannya bersifat
homogen, dan terdapat sejumlah tertentu sisi
aktif adsorben yang membentuk ikatan
kovalen atau ion. Persamaan isoterm adsorpsi
Langmuir dapat diturunkan secara teoritis
dengan
menganggap
terjadinya
kesetimbangan antara molekul-molekul zat
yang diadsorpsi pada permukaan adsorben
dengan molekul-molekul zat yang tidak
teradsorpsi. Persamaan isoterm adsorpsi
Langmuir adalah sebagai berikut,

C
x/m

=

1
αβ

+

1
α

C

C merupakan konsentrasi kesetimbangan
adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi, x/m
adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben, α dan β adalah konstanta
yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi
(Atkins 1999).

4

Isoterm Adsorpsi Freundlich
Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich
didasarkan atas terbentuknya beberapa
lapisan (multilayer) dari molekul-molekul
adsorbat pada permukaan adsorben, namun
pada adsorpsi Freundlich bagian sisi aktif
pada permukaan adsorben bersifat heterogen.
Isotherm Freundlich hanya melibatkan gaya
Van der Waals sehingga adsorbat dapat
bergerak dari satu bagian permukaan ke
bagian permukaan lain dari adsorben. Isoterm
Freundlich menganggap bahwa pada semua
sisi permukaan adsorben akan terjadi proses
adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan.
Isoterm
Freundlich
tidak
mampu
memperkirakan adanya sisi-sisi pada
permukaan yang mampu mencegah adsorpsi
pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya
ada beberapa sisi aktif saja yang mampu
mengadsorpsi molekul terlarut. Persamaan
isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan
sebagai berikut,
Log (x/m) = log k + 1/n log C
C merupakan konsentrasi kesetimbangan
adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi, x/m
adalah massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben, k dan n adalah konstanta
yang berhubungan dengan afinitas adsorpsi
(Atkins 1999).

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat
kaca, pengaduk magnet, pemanas listrik,
refluks,
oven,
alat
pengocok,
dan
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA/AAS).
Bahan-bahan yang digunakan adalah ampas
sagu dari pabrik pengolahan sagu Cimahpar
Bogor, bentonit dari PT Sud Chemie, kaolin
komersil, arang aktif komersil, H2SO4,
NaOH, H3PO4 (Merck), Pb(NO3)2, dan
akuades.
Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas beberapa tahap.
Tahap pertama ialah preparasi ampas sagu,
kaolin, dan bentonit. Tahap kedua adalah
aktivasi. Tahap ketiga adalah pembuatan
campuran adsorben kaolin-ampas sagu dan
bentonit-ampas sagu. Tahap keempat adalah
penentuan waktu dan bobot optimum
adsorben pada adsorpsi larutan Pb2+. Tahap
terakhir adalah penentuan jenis isoterm
adsorpsi Pb2+.

Preparasi Ampas Sagu, Kaolin, dan
Bentonit
Ampas sagu, kaolin, dan bentonit dicuci
dengan akuades, kemudian dikeringkan di
dalam oven pada suhu 105 °C.
Aktivasi Asam Ampas Sagu
Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang
sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 250 mL H3PO4 30%. Campuran
tersebut diaduk dengan pengaduk magnet
selama 6 jam, kemudian disaring residu
padatnya. Setelah disaring, ampas sagu
tersebut dicuci beberapa kali dengan akuades
untuk membersihkan sisa asam, lalu
dikeringkan pada suhu 105 oC di dalam oven,
kemudian digiling dan diayak.
Aktivasi Basa Ampas Sagu
Ampas sagu yang telah dicuci ditimbang
sebanyak 10 g ke dalam Erlenmeyer dan
ditambahkan 250 mL NaOH 0.1 N.
Campuran tersebut diaduk selama 6 jam,
kemudian disaring residu padatnya. Setelah
disaring, ampas sagu tersebut dicuci beberapa
kali dengan akuades untuk membersihkan
sisa basa, lalu dikeringkan pada suhu 105 oC
di dalam oven, kemudian digiling dan diayak.
Aktivasi Asam Kaolin dan Bentonit
Kaolin ditimbang sebanyak 30 g ke
dalam labu bulat dan ditambahkan 250 mL
H2SO4 30%. Campuran tersebut diaduk
dengan pengaduk magnet sambil dipanaskan
pada suhu 90−100 °C selama 6 jam,
kemudian didinginkan dan disaring dengan
penyaring vakum. Kaolin lalu dicuci
beberapa kali dengan akuades untuk
membersihkan sisa asam. Keberadaan ion
SO42- dideteksi menggunakan larutan BaCl2.
Kaolin yang telah dicuci tersebut dikeringkan
pada suhu 105 °C, kemudian diayak. Aktivasi
bentonit merujuk pada metode aktivasi
kaolin.
Pembuatan Adsorben Kaolin-Ampas sagu
dan Bentonit-Ampas sagu
Kaolin dan bentonit yang telah diaktivasi
dicampur hingga merata dengan sejumlah
ampas sagu yang juga telah diaktivasi.
Komposisi campuran ampas sagu dengan
kaolin dan bentonit yang dibuat yaitu 100:0
:25:75; 50:50; dan 75:25. Selanjutnya
adsorben diberi nama sebagai berikut,
A. ampas sagu teraktivasi basa,
B. ampas sagu teraktivasi asam,
C. bentonit teraktivasi asam,
D. kaolin teraktivasi asam,

5

E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (25 : 75),
F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (50 : 50),
G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit
teraktivasi asam (75 : 25),
H. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin
teraktivasi asam (25 : 75),
I. ampas
sagu
teraktivasi-basa-kaolin
teraktivasi asam (50 : 50),
J. ampas sagu teraktivasi basa-kaolin
teraktivasi asam (75 : 25),
K. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (25 : 75),
L. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (50 : 50),
M. ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75 : 25),
N. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (25 : 75),
O. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (50 : 50), dan
P. ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75 : 25).
Adsorpsi Pb2+
Pembuatan Larutan Pb2+
Larutan stok Pb2+ 1000 mg/L dibuat
sebanyak 1L dari Pb(NO3)2. Larutan Pb2+
1000 ppm kemudian diencerkan menjadi 100
pm dan dibuat kurva standar dari larutan hasil
pengenceran larutan stok
ini dengan
konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/L.
Seleksi Adsorben
Masing-masing adsorben dari 16 jenis
tersebut ditimbang sebanyak 0.4 g ke dalam
Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 mL
larutan Pb2+ 16 mg/L. Larutan berisi adsorben
tersebut lalu dikocok selama 15 menit,
setelah itu disaring dan diambil filtratnya,
kemudian diukur absorbansnya dengan AAS
pada panjang gelombang 217 nm. Setelah itu
dihitung masing-masing nilai kapasitas dan
efisiensi adsorpsinya. Adsorben yang
memiliki nilai kapasitas tertinggi selanjutnya
ditentukan waktu dan bobot optimumnya.
Penentuan Waktu Optimum Adsorben
Sebanyak 0.5 g adsorben yang sudah
diseleksi dimasukkan ke dalam 50 mL larutan
Pb2+ 100 mg/L, kemudian larutan dikocok
selama waktu yang ditentukan. Variasi waktu
adsorpsi yang digunakan ialah 15, 30, 45, 60,
90, dan 120 menit. Campuran kemudian
disaring filtratnya dan diukur absorbansnya
dengan AAS pada panjang gelombang 217

nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi
adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.
Penentuan Bobot Optimum Adsorben
Variasi bobot adsorben yang digunakan
adalah 0.25, 0.5, 1.0, dan 2.0 g. Masingmasing ditambahkan 50 mL larutan Pb2+ 60
mg/L, kemudian dikocok selama waktu
optimum. Campuran disaring dan absorbans
filtrat diukur dengan AAS pada panjang
gelombang 217 nm. Setelah itu, dihitung nilai
efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya
Penentuan Isoterm Adsorpsi
Adsorben ditimbang sebanyak bobot
optimum kemudian ditambahkan 50 mL
larutan Pb2+ pada berbagai konsentrasi, yaitu
50, 75, 100, 125, dan 150 mg/L, kemudian
dikocok pada waktu optimum. Setelah itu,
disaring dan diambil filtratnya untuk diukur
absorbansnya dengan AAS pada panjang
gelombang 217 nm.
Persamaan regresi linear menggunakan
persamaan Langmuir dan Freundlich dibuat
untuk menentukan jenis isoterm yang sesuai.
Penentuan Waktu Optimum dan
Pengaruh Bobot Adsorben Arang Aktif
Metode penentuan waktu dan bobot
optimum adsorben arang aktif dilakukan
dengan merujuk pada metode penentuan
waktu optimum dan bobot optimum adsorben
diatas.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Ampas Sagu, Kaolin, dan
Bentonit
Adsorben yang akan digunakan diaktivasi
terlebih dahulu agar jumlah pori-pori yang
terbuka lebih banyak sehingga luas
permukaannya semakin bertambah. Ampas
sagu, kaolin, dan bentonit mula-mula dicuci
dengan akuades untuk membersihkan
pengotor-pengotor yang larut di dalam air.
Ampas sagu kemudian diaktivasi dengan 2
cara, yaitu ada yang menggunakan H3PO4
30% dan ada yang menggunakan NaOH 0.1
N untuk membersihkan senyawa-senyawa
selain polisakarida seperti mineral, protein,
dan lemak yang larut dalam asam dan basa
sehingga diharapkan tidak menutupi pori-pori
adsorben
yang
dapat
mengganggu
mekanisme adsorpsi ion Pb2+.
Aktivasi
kaolin
dan
bentonit
menggunakan asam diharapkan akan

6

menghasilkan mineral dengan situs aktif dan
keasamaan permukaan yang lebih besar,
sehingga
kemampuan
adsorpsi
yang
dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan
sebelum diaktivasi. Asam yang digunakan
untuk mengaktivasi kaolin dan bentonit
adalah H2SO4 karena H2SO4 memiliki jumlah
ekivalen H+ lebih tinggi dibanding dengan
HCl ataupun HNO3 (Suarya 2008).
Proses yang terjadi pada aktivasi kaolin
menggunakan H2SO4 30%, yaitu komponenkomponen seperti Fe2O3, Al2O3, CaO, dan
MgO yang mengisi ruang antarlapisan kaolin
menjadi larut serta pengotor-pengotor yang
melekat pada permukaan kaolin pun
dibersihkan sehingga menambah luas
permukaan adsorben. Ion-ion Ca2+ dan Mg2+
yang berada pada permukaan adsorben secara
berangsur-angsur juga akan digantikan oleh
ion H+ dari H2SO4 (Gambar 4).

Gambar 4 Skema interaksi proton pada
struktur kaolin (Dudkin et al.
2004).
Begitu juga halnya pada aktivasi bentonit.
Kation logam seperti Na+, Ca2+, dan Mg2+
dalam struktur bentonit digantikan dengan H+
dari H2SO4 (Gambar 5), aktivasi bentonit
dengan asam mineral juga diharapkan dapat
melarutkan sebagian Al2O3 pada daerah antar
ruang dan meningkatkan perbandingan SiO2 :
Al2O3 dari (2 – 3):1 menjadi (5 – 6):1
(Supeno 2007).

Lapisan Silikat
Lapisan Kation 7Na

+

Pertukaran Kation

Kalsinasi

Gambar 5 Skema interaksi proton pada
struktur
bentonit
(Darma
2010).
Seleksi Adsorben
Adsorben yang digunakan pada tahap
seleksi adalah ampas sagu teraktivasi asam,
ampas sagu teraktivasi basa, bentonit
teraktivasi asam, kaolin teraktivasi asam, dan
masing-masing campuran antara ampas sagu
dengan bentonit dan kaolin yang dibuat
dengan perbandingan 100:0 ; 25:75 ; 50:50 ;
dan 75:25, sehingga total adsorben yang
diseleksi terdapat 16 jenis (Lampiran 2).
Adsorpsi
masing-masing
adsorben
dilakukan pada bobot dan waktu yang sama
yaitu selama 15 menit dengan bobot 0.4 g.
Larutan yang digunakan adalah larutan
tunggal Pb2+ dengan konsentrasi awal 16
mg/L (Lampiran 2). Berdasarkan nilai
efisiensi adsorpsinya, adsorben ampas sagu
yang teraktivasi asam maupun basa serta
campurannya mampu menjerap Pb2+ dengan
kisaran 60–90% dan nilai kapasitas
adsorpsinya berkisar antara 1-2 mg/g
(Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa
ampas sagu dan campurannya dengan
bentonit maupun kaolin dapat digunakan
sebagai adsorben ion Pb2+. Sebaliknya,
adsorben bentonit teraktivasi asam (C) dan
kaolin teraktivasi asam (D) memiliki nilai
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang
lebih rendah dibandingkan dengan ampas
sagu dan campurannya yaitu 0.16 dan 0.64
mg/g serta 7.45% dan 30.72%.

7

Gambar 6 Kurva kapasitas dan efisiensi adsorpsi masing-masing adsorben pada tahap seleksi
Adsorben yang memiliki nilai efisiensi
adsorpsi yang cukup besar (kisaran 90%) ada
8 jenis yaitu ampas sagu teraktivasi basa (A),
ampas sagu teraktivasi asam (B), ampas sagu
aktivasi basa-bentonit aktivasi asam (50:50)
(F), ampas sagu aktivasi basa-bentonit
aktivasi asam (75:25) (G), ampas sagu
aktivasi basa-kaolin aktivasi asam (75:25) (J),
ampas sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi
asam (75:25) (M), ampas sagu aktivasi asamkaolin aktivasi asam (25:75) (N), dan ampas
sagu aktivasi asam-kaolin aktivasi asam
(75:25) (P). Hal ini menunjukkan bahwa
aktivasi ampas sagu dengan asam lemah dan
basa encer dapat meningkatkan luas
permukaan dan pori-pori adsorben, sehingga
dapat meningkatkan efisiensi adsorpsi
bentonit dan kaolin yang relatif rendah.
Berdasarkan hasil seleksi, adsorben
campuran yang diambil untuk ditentukan
kondisi optimumnya adalah campuran ampas
sagu aktivasi asam-bentonit aktivasi asam
(75:25) (M) dan campuran ampas sagu
aktivasi asam-kaolin aktivasi asam (75:25) (P)
karena kedua adsorben campuran ini memiliki
nilai kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi
dibandingkan adsorben campuran lainnya
(Lampiran 2). Ampas sagu teraktivasi asam
(B) yang tanpa dicampur kaolin maupun
bentonit dicari kondisi optimumnya sebagai
blanko, sedangkan arang aktif komersil yang
sering digunakan di perusahaan-perusahaan

dicari pula kondisi optimumnya untuk
dibandingkan dengan ketiga adsorben ini,
maka jumlah adsorben yang ditentukan
kondisi optimumnya ada empat jenis. Kondisi
optimum adsorpsinya diukur berdasarkan dua
parameter, yaitu waktu adsorpsi dan bobot
adsorben. Setelah itu, ditentukan jenis isoterm
adsorpsinya.
Waktu optimum atau waktu setimbang
adalah waktu dimana adsorben telah jenuh
dengan
adsorbat.
Faktor
lain
yang
mempengaruhi kapasitas dan efisiensi
adsorpsi adalah bobot adsorben. Semakin
banyak bobot adsorben yang digunakan maka
diharapkan luas permukaan akan lebih besar
sehingga mampu mengadsorpsi lebih banyak
adsorbat. Kisaran bobot yang digunakan
adalah 0.25 – 2 g.
Kondisi Optimum Adsorben Ampas Sagu
Teraktivasi Asam
Waktu optimum adsorben ampas sagu
teraktivasi asam (adsorben B) adalah 45 menit
(Gambar 7) dengan kapasitas adsorpsi rerata
maksimum 11.59 mg/g dan efisiensi adsorpsi
rerata 98.92% (Lampiran 3), artinya setiap 1
gram adsorben B mampu mengadsorpsi 11.59
mg ion Pb2+ dalam waktu 45 menit. Larutan
Pb2+ yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.6000
mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisensi
adsorpsinya, adsorben ampas sagu teraktivasi

8

asam dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 1.2809 mg/L.

mengadsorpsi 6.52 mg ion Pb2+ dalam waktu
90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi
berkonsentrasi 111.0256 mg/L, sehingga
berdasarkan nilai efisiensi adsorpsinya,
adsorben campuran ampas sagu teraktivasi
asam-bentonit teraktivasi asam (75:25) dapat
menurunkan konsentrasi Pb2+ menjadi 45.8092
mg/L.

Gambar 7 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asam.
Pada penentuan bobot optimum adsorben
ampas sagu teraktivasi asam, hasilnya
menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi ion
Pb2+ meningkat dari 28.75% sampai 95.14%.
Bobot optimum didapatkan pada 0.5 g
(Gambar 8) dengan kapasitas adsorpsi
maksimum yaitu 3.00 mg/g. Setelah melewati
0.5 g, kapasitas adsorpsinya menurun
(Lampiran 7).

Gambar 9 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asambentonit aktivasi asam (75:25).
Pada penentuan bobot optimum adsorben
campuran ampas sagu teraktivasi asambentonit teraktivasi asam (75:25) (adsorben
M), hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi
adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 31.32%
sampai 96.81%. Bobot optimum didapatkan
pada 0.5 g (Gambar 10) karena kapasitas
adsorpsinya maksimum yaitu 4.28 mg/g
(Lampiran 8).

Gambar 8 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam.
Kondisi Optimum Adsorben Campuran
Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Bentonit
(75:25)
Waktu optimum adsorben campuran
ampas sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75:25) (adsorben M) adalah
90 menit (Gambar 9) dengan kapasitas
adsorpsi rerata maksimum 6.52 mg/g dan
efisiensi adsorpsi rerata 58.74% (Lampiran 4),
artinya setiap 1 g adsorben M mampu

Gambar 10 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-bentonit
teraktivasi asam (75:25).
Kondisi Optimum Adsorben Campuran
Ampas Sagu Teraktivasi Asam-Kaolin
(75:25)
Waktu optimum adsorben campuran
ampas sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi
asam (75:25) (adsorben P) adalah 30 menit

9

(Gambar 11) dengan kapasitas adsorpsi rerata
maksimum 8.22 mg/g dan efisiensi adsorpsi
rerata 69.31% (Lampiran 5), artinya setiap 1 g
adsorben M mampu mengadsorpsi 8.22 mg
ion Pb2+ dalam waktu 30 menit. Larutan Pb2+
yang diadsorpsi berkonsentrasi 118.8800
mg/L, sehingga berdasarkan nilai efisiensi
adsorpsinya, adsorben campuran ampas sagu
teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 36.4843 mg/L.

Gambar 11 Waktu optimum adsorpsi adsorben
ampas sagu teraktivasi asamkaolin aktivasi asam (75:25).
Pada penentuan bobot optimum adsorben
campuran ampas sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75:25) (adsorben P),
hasilnya menunjukkan bahwa efisiensi
adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari 38.31%
sampai 97.25%. Bobot optimum didapatkan
pada 0.25 g (gambar 12) karena kapasitas
adsorpsinya maksimum yaitu 5.02 mg/g
(Lampiran 9).

Kondisi Optimum Adsorben Arang Aktif
Waktu optimum adsorben arang aktif
adalah 90 menit (Gambar 13) dengan
kapasitas adsorpsi rerata maksimum 2.72
mg/g dan efisiensi adsorpsi rerata 24.52%
(Lampiran 6), artinya 1 g arang aktif mampu
mengadsorpsi 2.72 mg ion Pb2+ dalam waktu
90 menit. Larutan Pb2+ yang diadsorpsi
berkonsentrasi 116.8250 mg/L, sehingga
berdasarkan nilai efisensi adsorpsinya, arang
aktif dapat menurunkan konsentrasi Pb2+
menjadi 88.1795 mg/L.

Gambar 13 Waktu optimum arang aktif.
Pada penentuan bobot optimum adsorben
arang aktif, hasilnya menunjukkan bahwa
efisiensi adsorpsi ion Pb2+ meningkat dari
2.73% sampai 97.09%. Bobot optimum
didapatkan pada 1 g (Gambar 14) karena
kapasitas adsorpsinya maksimum yaitu 2.32
mg/g (Lampiran 10).

Gambar 14 Bobot optimum arang aktif.
Pengaruh Waktu Adsorpsi dan Bobot
Adsorben
Gambar 12 Bobot optimum adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-kaolin
teraktivasi asam (75:25).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas dan efisiensi adsorpsi meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu adsorpsi,
selanjutnya setelah melewati waktu optimum,
kapasitas adsorpsi cenderung stabil bahkan

10

menurun. Penurunan kapasitas adsorpsi
setelah
mencapai
nilai
optimum
dimungkinkan karena terjadi pelepasan
kembali ikatan antara sisi aktif pada adsorben
dengan ion Pb2+ (desorpsi) akibat semakin
lamanya waktu kontak antara adsorben dan
adsorbat karena adsorben telah jenuh oleh ion
adsorbat. Pada penelitian ini, bobot optimum
diambil hanya berdasarkan nilai kapasitas
adsorpsi yang paling tinggi, namun nilai
efisiensi adsorpsinya sendiri tidak dalam
keadaan optimum. Hal ini karena dari hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai
kapasitas adsorpsi tidak berbanding lurus
dengan efisiensi adsorpsi, kenaikan bobot
adsorben meningkatkan efisiensi adsorpsi
namun justru menurunkan nilai kapasitas
adsorpsi. Hal ini karena kenaikan bobot
adsorben pada waktu adsorpsi dan konsentrasi
adsorbat yang
tetap menyebabkan
peningkatan jumlah tapak aktif yang akan
meningkatkan penyebaran adsorbat sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
kesetimbangan adsorpsi juga lebih lama.
Setelah melewati bobot optimum, kapasitas
adsorpsi cenderung menurun karena pada
bobot optimum, hampir seluruh permukaan
adsorben telah terikat dengan adsorbat,
sementara pada bobot di atas bobot optimum,
masih banyak tapak aktif yang belum
berikatan dengan adsorbat.
Perbandingan Kinerja Adsorben
Kinerja dari 3 jenis adsorben yang
ditentukan kondisi optimumnya dievaluasi
dengan cara membandingkan kemampuan
adsorpsinya dengan adsorben komersial, yaitu
arang aktif. Hasil penelitian pada Tabel 1
menunjukkan bahwa nilai kapasitas
dan
efisiensi adsorpsi ion Pb2+ ketiga adsorben ini
lebih besar daripada arang aktif komersial.
Tabel 1 Perbandingan kinerja adsorben
Waktu
Bobot
Qmax
optimum
optimum
%E
(mg/g)
(gram)
(menit)
B
45
11.59
98.92
0.5
M
90
6.52
58.74
0.5
P
30
8.01
68.77
0.25
AA
90
2.72
24.52
1
B = ampas sagu teraktivasi asam
M =ampas sagu teraktivasi asam-bentonit (75:25)
P = ampas sagu teraktivasi asam-kaolin (75:25)
AA = arang aktif
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g)
%E = efisiensi adsorpsi (%)
Adsorben

Adsorben ampas sagu teraktivasi asam (B)
memiliki kapasitas dan efisiensi adsorpsi
adsorpsi tertinggi. Hal ini kemungkinan

disebabkan proses aktivasi menggunakan
H3PO4 yang selain berfungsi membersihkan
pengotor-pengotor dan senyawa-senyawa lain
selain
polisakarida
sehingga
dapat
meningkatkan porositas granular padatan
adsorben. H3PO4 juga dapat mengaktifkan
gugus hidroksi (-OH) polisakarida yang
banyak terkandung di dalam ampas sagu.
Gugus hidroksi ini bersifat polar (Melisya
2010).
Adsorben
campuran
ampas
sagu
teraktivasi asam dengan kaolin dan bentonit
memiliki kapasitas adsorpsi lebih kecil
daripada ampas sagu yang tidak dicampur.
Pada tahap seleksi, bentonit dan kaolin
memang memiliki kapasitas adsorpsi yang
lebih rendah daripada ampas sagu teraktivasi
asam (Lampiran 2).
Karakteristik yang mempengaruhi proses
adsorpsi antara lain ukuran adsorbat dan
ukuran pori-pori adsorben. Semakin besar
ukuran pori-pori adsorben, maka adsorbat
akan semakin mudah terjerap (Suzuki 1990).
Ukuran jari-jari atom Pb sangat kecil, yaitu
175 pm. Ukuran pori-pori adsorben yang
digunakan lebih besar dari Pb.
Ampas sagu memiliki ukuran pori yang
sangat kecil atau ultramikropori karena ukuran
diameter porinya kurang dari 0,7 nm (Aripin
et al. 2010), namun ampas sagu mengandung
banyak polisakakarida. Salah satunya adalah
lignoselulosa.
Lignoselulosa
memiliki
kapasitas penukar ion karena banyak terdapat
sisi aktif untuk mengadsorpsi ion Pb2+.
Permukaan lignoselulosa memiliki porositas
yang cukup tinggi. Selain itu, adsorpsi ion
Pb2+ pada lignoselulosa tidak bergantung pada
ukuran partikelnya (Rowell 2006).
Kaolin memiliki pori-pori dengan diameter
berkisar antara 40 - 100 nm (Nandi et al.
2009). Bentonit memiliki 3 jenis ukuran poripori berdasarkan diameternya, yaitu mikropori
(diameter di bawah 2 nm), mesopori (diameter
2 – 50 nm), dan makropori (diameter di atas
50 nm) (Onal et al. 2002). Dilihat dari nilai
kapasitas adsorpsi bentonit yang lebih kecil
daripada kaolin, kemungkinan ukuran poripori bentonit untuk mengadsorpsi ion Pb2+
lebih kecil daripada kaolin.
Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan bentonit,
kemungkinan lain penyebab kecilnya nilai
kapasitas dan efisiensi adsorpsinya pada
proses aktivasi dengan H2SO4 selama 6 jam
pada suhu 90-100°C tidak cocok untuk
struktur bentonit. Kemungkinan ada sebagian
ikatan antara alumina dan silika yang putus
sehingga sisi aktif untuk mengadsorpsi Pb2+
berkurang. Hal ini dikarenakan sifat ikatan

11

antar lapisannya yang lemah. Pada kaolin,
ikatan strukturnya lebih kuat sehingga tidak
mudah putus (Supeno 2007). Maka nilai
kapasitas dan efisiensi adsorpsi kaolin pun
lebih tinggi daripada bentonit.
Bentonit dan kaolin pada penelitian
sebelumnya terbukti dapat mengadsorpsi
senyawa-senyawa polutan organik persisten
seperti heksakloroetana (Darma 2010) dan
pemucat zat warna dengan efisiensi dan
kapasitas adsorpsi yang bagus. ion logam
berat memiliki sifat yang berbeda dengan
senyawa-senyawa
tersebut
sehinga
kemampuan adsorpsinya pada bentonit dan
kaolin pun berbeda.
Adsorben arang aktif komersil justru
memiliki nilai kapasitas dan efisiensi adsorpsi
yang paling kecil dibandingkan ketiga
adsorben yang lain. Hal ini kemungkinan
diakibatkan arang aktif kurang cocok sebagai
adsorben logam berat karena berdasarkan
fungsinya, arang aktif terbagi menjadi 2 jenis,
yaitu sebagai pemucat warna dan penyerap
uap (Sembiring & Sinaga 2003). Selain itu,
permukaan arang aktif bersifat nonpolar
sehingga kurang efektif untuk mengadsorpsi
Pb2+. Berdasarkan bentuknya pula, arang aktif
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu serbuk (powder
activated carbon) dan granul (granular
activated carbon). Ukuran partikel arang aktif
serbuk berkisar antara 15 – 25 pm (Suzuki
1990), sedangkan arang aktif granul
berdiameter antara 10 - 200Ǻ Arang aktif
yang digunakan pada penelitian ini
kemungkinan adalah jenis powder activated
carbon karena ukuran partikelnya lebih kecil,
maka ukuran pori-porinya pun semakin kecil.
Ukuran pori-pori yang kecil menyebabkan
proses adsorpsi menjadi tidak optimum
sehingga nilai kapasitas dan efisiensi
adsorpsinya pun rendah.
Adsorben campuran M dan P memiliki
kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari arang
aktif, namun pada adsorben M, waktu
optimumnya sama dengan arang aktif yaitu 90
menit.
Berdasarkan
data
tersebut,
kemungkinan besar adsorben yang akan
digunakan di industri adalah adsorben B dan P
karena waktu dan bobot yang digunakan lebih
sedikit namun kapasitas adsorpsinya lebih
besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi
produksi, maka adsorben yang diukur tipe
isotermnya hanya 2, yaitu ampas sagu
teraktivasi asam (B) dan ampas sagu
teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) (P).

Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan
untuk mengetahui proses terbentuknya lapisan
adsorbat pada permukaan adsorben apakah
monolayer atau multilayer. Kurva isoterm
adsorpsi Langmuir dibuat dengan cara
menghubungkan
c/(x/m)
terhadap
c,
sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dibuat
dengan menghubungkan log x/m terhadap log
c.

Gambar 15 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asam.

Gambar 16 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asam.

Gambar 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25).

12

Berdasarkan teori isoterm Langmuir,
terdapat sejumlah tertentu sisi aktif adsorben
yang membentuk ikatan kovalen atau ion.
Pada adsorpsi ion Pb2+ dengan ampas sagu,
kemungkinan terjadi proses pertukaran ion
dengan gugus –OH dari polisakarida pada
ampas sagu. Mekanisme pertukaran ionnya
diperkirakan sebagai berikut,

Gambar 18 Isoterm Freundlich adsorpsi Pb2+
oleh ampas sagu teraktivasi asamkaolin teraktivasi asam (75:25).
Berdasarkan kurva diatas, isoterm adsorpsi
Pb2+ dengan ampas sagu teraktivasi asam
mengikuti tipe isoterm Langmuir karena
memiliki linearitas 99.90% (Gambar 15)
dengan nilai α dan β masing-masing adalah
77.5194 dan 0.0393 (Lampiran 11). Adsorpsi
ion Pb2+ dengan campuran adsorben ampas
sagu teraktivasi asam-kaolin teraktivasi asam
(75:25) juga mengikuti tipe isoterm Langmuir
karena memiliki linearitas sebesar 99.5%
(Gambar 17) dengan nilai α dan β masingmasing adalah 6.0241 dan -0.2049 (Lampiran
11). Berdasarkan asumsi yang diambil dari
tipe isoterm Langmuir, maka situs aktif pada
permukaan adsorben ampas sagu teraktivasi
asam dan campuran ampas sagu teraktivasi
asam-bentonit (75:25) bersifat homogen dan
lapisan adsorbat yang terbentuk pada
permukaan adsorben adalah monolayer.
Pada tipe isoterm Langmuir, nilai α
menggambarkan jumlah yang dijerap atau
kapasitas adsorpsi untuk membentuk lapisan
sempurna pada permukaan adsorben. Nilai β
merupakan konstanta yang bertambah dengan
kenaikan
ukuran
molekuler
yang
menunjukkan kekuatan ikatan molekul
adsorbat pada permukaan adsorben.
Ion Positif
Adsorbat
Ion Positif

Permukaan Adsorben Negatif

Gambar 19 Adsorpsi ion positif pada
permukaan adsorben (Gunton 2004)

M2+ adalah ion logam Pb2+, -OH adalah gugus
hidroksil polisakarida dan Y adalah matriks
tempat gugus -OH terikat. Interaksi antara
gugus -OH dengan ion logam juga
memungkinkan
melalui
mekanisme
pembentukan kompleks koordinasi karena
atom oksigen (O) pada gugus -OH
mempunyai pasangan elektron bebas,
sedangkan ion logam mempunyai orbital d
kosong. Pasangan elektron bebas tersebut
akan menempati orbital kosong yang dimiliki
oleh ion logam, sehingga terbentuk suatu
senyawa atau ion kompleks. Ikatan kimia
yang terjadi antara gugus aktif pada zat
organik dengan ion logam berat berdasarkan
teori interaksi asam-basa Lewis yang
menghasilkan senyawa kompleks pada
permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi
larutan ion logam, kemungkinan interaksi
yang terjadi adalah,
[GH] + Mz+→[GM(z-1)]+ + H+
2[GH] + Mz+→[G2M(z-2)]+ + 2H+
dimana GH adalah gugus fungsional yang
terdapat pada zat organik, dan M adalah ion
bervalensi z (Amri et al. 2004).
Pada adsorben ampas sagu teraktivasi
asam, gugus –OH yang terdapat pada
adsorben lebih banyak sehingga lebih banyak
mengadsorpsi Pb2+, karena itulah nilai
kapasitas adsorpsinya lebih tinggi daripada
saat dicampur dengan kaolin yang diaktivasi
asam, namun kaolin tetap dapat mengadsorpsi
Pb2+ karena Pb2+ diikat oleh Si pada kaolin,
kemungkinan proses adsorpsinya adalah
2SiO- + Pb2+→(Si-O)2 – Pb
2Si-OH + Pb2+→(Si-O)2 – Pb + 2H+ (Omar
2007).
Mekanisme adsorpsi Pb2+ belum dapat
ditentukan apakah secara