Pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.

(1)

PENGARUH KONSENTRASI LIMBAH CAIR TAHU

TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA

Scenedesmus

sp.

ZAHARA FADILLA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH KONSENTRASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP

PERTUMBUHAN MIKROALGA Scenedesmus sp.

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ZAHARA FADILLA 105095003149

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan Mikroalga Scenedesmus sp.” yang ditulis oleh Zahara Fadilla, NIM 105095003149 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui, Penguji 1,

Fahma Wijayanti, M.Si NIP. 150 326 910

Penguji 2,

Dra. Nani Radiastuti, M.Si NIP. 19650902 200112 2 001 Pembimbing 1,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 19690404 200501 2 005

Pembimbing 2,

Dasumiati, M.Si NIP. 19730923 199903 2 002

Mengetahui, Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001

Ketua Program Studi Biologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 19690404 200501 2 005


(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 19 Mei 2010

Zahara Fadilla 105095003149


(5)

ABSTRAK

Zahara Fadilla. Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair tahu terhadap pertumbuhan Mikroalga Scenedesmus sp. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan mikroalga Scenedemus sp. yang dihasilkan dengan menggunakan limbah cair tahu sebagai medium pertumbuhan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas enam perlakuan. Kultur Scenedemus sp. dipelihara pada laboratorium kultur dengan 6 perlakuan yang berbeda, yaitu limbah cair tahu konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%, Medium Basal Bold (kontrol positif), dan akuades (kontrol negatif) selama 13 hari. Analisis data menggunakan analisis varian yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis varian diketahui bahwa terdapat perbedaan kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. di antara keenam konsentrasi limbah cair tahu dan kontrol. Pertumbuhan sel tertinggi berada pada konsentrasi limbah cair tahu 30% dengan rata-rata jumlah sel 541.666,67 sel/ml yang dicapai pada hari ke-3 dan konsentrasi 0% Medium Basal Bold (kontrol positif) dengan rata-rata jumlah sel 930.833,33 sel/ml yang dicapai pada hari ke-10.


(6)

ABSTRACT

Zahara Fadilla. Effect of The Liquid Waste Tofu Concentration on Growth of Microalgae Scenedesmus sp. Minithesis. Departement of Biology. Faculty of Science and Technology. State Islamic University of Jakarta.

The liquid waste of tofu is use as a medium of Scenedesmus sp. growth. The research was conducted the effect of the liquid waste to the growth of microalgae Scenedesmus sp. It was a completely random design which has 6 variety concentration 10%, 20%, 30%, 40%, Bold Basal Medium (Positive control) and aquades (negative control). It was observed for 13 days. Data obtained were analyzed by analysis of variance then continued with Duncan analysis. The result showed differences on the density of cell Scenedesmus sp. The highest cell density is 30% consentration, with 541.666,67 cell/ml wich was achieved at 3rd day observation and 0% consentration with 930.833,33 cell/ml wich was achieved at 10th day observation.


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan nikmat, rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Muhammad SAW yang diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang tegak diatas Din-Nya hingga akhir zaman.

Skripsi berjudul “ Pengaruh Konsentrasi Limbah Cair tahu terhadap pertumbuhan Mikroalga Scenedesmus sp. disusun untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar S.Si.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga kepada kedua orang tua dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.

2. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(8)

3. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku pembimbing I dan ibu Dasumiati, M.Si selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan nasihatnya untuk penulis.

4. Ibu Fahma Wijayanti M.Si dan Ibu Dra.Nani Radiastuti, M.Si selaku penguji dalam sidang munaqosyah.

5. Bapak Paskal Sukandar, M.Si dan ibu Etyn Yunita, M.Si selaku penguji yang telah memberikan masukan untuk proposal dan hasil penelitian ini.

6. Ibu Mega R. Pikolli selaku ketua Laboratorium Biologi (PLT UIN) dan staf-staf laboran yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Mama, Ayah, kakak dan adik tercinta yang selalu memberikan motivasi, do’a yang tulus , serta dukungan materil dan moril.

8. Mba Dini Damayanti, S.Si yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Teman-teman Mahasiswa Biologi khususnya angkatan 2005 (Bioma), Wulan, Nelly, Habibah, Diah, Susti, Mai, k’ Qq, k’ Helma, Devi, Ainul, k’Iis dan orang-orang “spesial” yang tak lelah memberikan semangat, tausiyah dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi terciptanya karya yang lebih sempurna. Semoga karya ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk pembaca.

Di akhir kalimat ini, penulis memohon kepada Allah SWT, semoga orang-orang yang telah bermurah hati membantu penulis mendapatkan limpahan rizki


(9)

dan semoga amalnya menjadi amal yang sholeh dan mendapatkan balasan yang dari Allah SWT. Amin

Jakarta, Mei 2010

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

JUDUL Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah cair tahu ... 5

2.2. Mikroalga Scenedesmus sp. ... 6

2.2.1. Klasifikasi dan Struktur Scenedesmus sp. ... 6

2.2.2. Habitat, Reproduksi Scenedesmus sp. ... 8

2.2.3. Fisiologi Scenedesmus sp. ... 9

2.3. Kultur Mikroalga ... 10

2.3.1. Teknik Kultur Mikroalga ... 10

2.3.2. Faktor Yang berpengaruh terhadap Kultur Mikroalga ... 13

2.3.3. Kurva Tumbuh ... 15

2.4. Kerangka Berfikir ... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 19


(11)

3.2. Bahan dan Alat ... 19

3.3. Rancangan Penelitian…………. ... 20

3.4. Cara Kerja ... 20

3.4.1. Persiapan Alat. ... 20

3.4.2. Isolasi Mikroalga Scenedesmus sp. ... 21

3.4.3. Pembuatan Medium Basal Bold (MBB) ... 21

3.4.4. Pemurnian Scenedesmus sp.. ... 22

3.4.5. Pembuatan Medium Ekstrak Tauge ... 22

3.4.6. Perbanyakan Kultur Mikroalga Scenedesmus sp. ... 23

3.4.7. Pembuatan Medium Limbah Cair Tahu. ... 23

3.4.8. Inokulasi Scenedesmus sp. ... 24

3.4.9. Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 25

3.4.10. Pengukuran pH Medium.. ... 26

3.4.11. Pengukuran Kondisi Fisik Ruang Kultur ... 26

3.4.12. Pembuatan Kurva Tumbuh ... 26

3.5. Analisis Data ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi dan Perbanyakan Sel Scenedesmus sp ... 28

4.2. Rata-Rata Kerapatan Jumlah Sel Scenedesmus sp ... 30

4.3. Kurva Pertumbuhan Scenedesmus sp ... 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Kerapatan Sel Scenedesmus sp. (sel/ml) pada enam

Perlakuan yang berbeda ... 34

Tabel 2. Jumlah sel Scenedesmus sp. (sel/ml) pada medium limbah cair tahu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 0%(MBB), dan 0% (Akuades) selama 13 hari pengamatan ... 49

Tabel 3. Total Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 50

Tabel 4. Total Kuadrat Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 51

Tabel 5. Rata-Rata dan Log Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 53

Tabel 6. Analisis Sidik Ragam Limbah Cair Tahu dan Waktu (hari) ... 55

Tabel 7. Pembanding (Duncan) Untuk Konsentrasi Limbah Cair Tahu dan Waktu (Hari) Terhadap Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 56

Tabel 8. Uji Jarak Berganda Duncan untuk konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 56

Tabel 9. Uji Jarak Berganda Duncan untuk Waktu (Hari) Pengamatan Terhadap Jumlah Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp. ... 57

Tabel 10. Ringkasan Pengujian Pengaruh Interaksi Limbah Cair Tahu TerhadapWaktu (Hari) Pengamatan Dalam Bentuk Tabel Dua Arah ... 59

Tabel 11. Komposisi Medium Basal Bold ... 60

Tabel 12. Pengukuran pH Medium Perlakuan ... 61

Tabel 13. Data Kondisi Lingkungan Ruang kultur meliputi : Suhu, dan Intensitas Cahaya ... 61


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Sel Scenedesmus sp. ... 7

Gambar 2. Sel Scenedesmus sp. ... 7

Gambar 3. Reproduksi Scenedesmus obliquus... 9

Gambar 4. Fase Pertumbuhan Mikroalga... 16

Gambar 5. Budidaya Mikroalga Skala Laboratorium ... 25

Gambar 6. Pola Kotakkan pada Haemocytometer (Improved Neubauer) ... 26

Gambar 7. Hubungan antara Log Jumlah Sel Perlakuan Limbah Cair Tahu dan Kontrol (MBB dan Akuades) Dengan waktu ... 36

Gambar 8. Hubungan antara nilai pH Dengan waktu ... 39

Gambar 9. Bagan Proses Pembuatan Tahu ... 63

Gambar 10. Rak Perlakuan ... 65

Gambar 11. Pemeliharaan Kultur Starter Sel Scenedesmus sp. ... 65


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian... 48 Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Data Kerapatan Jumlah

Sel Scenedesmus sp... 49 Lampiran 3. Komposisi Medium Basal Bold... 60 Lampiran 4. Data Derajat Keasaman (pH) dan Pengukuran Kondisi Fisik

Ruang Kultur... 61 Lampiran 5. Hasil Analisis Limbah Cair Tahu ... 62 Lampiran 6. Bagan Proses Pembuatan Tahu ... 63 Lampiran 7. Penampakan Makroskopis kultur Mikroalga Scenedesmus sp

Pada Medium Perlakuan ... 64 Lampiran 8. Foto Pengamatan Penelitian ... 65


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tahu merupakan salah satu produk olahan kedelai yang telah lama dikenal dan banyak disukai, karena harganya murah dan mudah didapat. Selain itu industri tahu ini juga ikut berperan dalam meningkatkan nilai gizi masyarakat, karena terbuat dari protein nabati (Fatha, 2007). Zat gizi utama yang terkandung dalam tahu adalah protein yang berbentuk gumpalan pada proses pembuatan tahu (Hariyadi, 2002).

Industri tahu di Indonesia semakin berkembang dengan meningkatnya kebutuhan gizi masyarakat. Industri tahu saat ini telah menjadi salah satu industri rumah tangga yang tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil. Dalam proses produksinya, industri tahu menghasilkan limbah padat dan cair (Rossiana,2006).

Limbah padat berupa ampas tahu, umumnya telah dapat ditanggulangi dengan memanfaatkannya sebagai bahan pembuatan oncom dan bahan makanan ternak. Limbah cairnya adalah whey tahu yang merupakan cairan buangan (Rossiana,2006).

Sebagian besar industri tahu mengalirkan langsung limbah cairnya ke saluran-saluran pembuangan, sungai ataupun badan air penerima lainnya tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini seringkali menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya karena dapat menyebabkan pencemaran. Jumlah limbah cair tahu yang melimpah jika tidak ditangani secara tepat, maka dikhawatirkan akan


(16)

menyebabkan terganggunya kualitas lingkungan perairan di sekitar industri tahu (Rossiana, 2006).

Limbah cair tahu dapat diolah dengan cara fisika, kimia, maupun biologi. Pengolahan limbah cair secara biologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai dasar fungsional dalam proses penanganan (Citroreksono, 1996). Hal utama dalam penanganan limbah cair adalah pengembangan dan pemeliharaan kultur mikoorganisme yang cocok (Jenie & Rahayu, 1993).

Vegetasi tingkat rendah terutama kelompok mikroalga lebih dominan diangkat sebagai agen pengolahan limbah mineral di lingkungan perairan. Pemilihan mikroalga ini adalah karena mikroalga dapat memanfaatkan mineral yang terlarut di dalam air untuk pertumbuhan dan perkembangannya, serta mikroalga dapat hidup di kolom air mulai dari permukaan hingga ke batas daya tembus cahaya di badan air tersebut (Mulyadi, 1999).

Menurut Nurtiyani (1998), salah satu mikroalga yang sering digunakan dalam memecahkan masalah pencemaran limbah adalah Scenedesmus sp. Mikroalga ini mampu merombak nutrient yang terkandung di dalam limbah cair tahu menjadi biomassa. Steenblock (1987 dalam Sriharti dan Carolina, 2000) menyatakan bahwa Scenedesmus sp. merupakan sumber daya potensial yang mempunyai prospek yang cerah di masa mendatang, karena kandungan proteinnya cukup tinggi, juga mengandung karbohidrat, lemak, vitamin, asam-asam amino esensial, asam lemak esensial, enzim, beta karoten dan klorofil. Sebagai salah satu sumber daya hayati, mikroalga ini memiliki beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, antara lain sebagai pakan alami (jenis udang, ikan),


(17)

bahan makanan non-konvensional, bahan baku industri kimia dan farmasi, indikator pencemaran air serta sebagai agen bioremediasi (Prihantini dkk, 2007).

Dari penelitian ini diharapkan mikroalga Scenedemus sp. dapat menghasilkan biomasa sel Scenedesmus sp. yang dapat dimanfaatkan.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah limbah cair tahu dapat dimanfaatkan sebagai medium pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.?

2. Apakah konsentrasi limbah cair tahu berpengaruh terhadap kerapatan sel Scenedesmus sp.?

1.3. Hipotesis

1. Limbah cair tahu dapat dimanfaatkan sebagai medium pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.

2. Konsentrasi limbah cair tahu berpengaruh terhadap kerapatan sel Scenedesmus sp.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Memanfaatkan limbah cair tahu sebagai medium pertumbuhan Mikroalga Scenedesmus sp.

2. Mengetahui pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap kerapatan kultur sel Scenedesmus sp.


(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap penanganan limbah cair tahu dan limbah cair tahu juga dapat digunakan sebagai medium alternatif untuk kultur sel Scenedesmus sp.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Cair Tahu

Limbah cair industri tahu berasal dai proses pencucian dan perendaman kedelai, serta dari proses pengepresan dan pencetakan tahu (Djarwati dkk, 2000). Selain itu juga dari sisa larutan serta dari proses pencucian peralatan. Pada proses pembuatan tahu akan dihasilkan limbah (Lampiran 6). Limbah dari pengolahan tahu ini berupa limbah padat dan limbah cair (Hariyadi, 2002).

Limbah padat berupa ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan pangan yaitu tempe gambus dan oncom, sedangkan limbah cairnya adalah whey (air buangan) sisa proses penggumpalan tahu. Di dalam whey tahu masih terdapat sisa protein yang tidak menggumpal dan zat-zat lain yang larut dalam air, termasuk lesitin dan oligosakarida. Whey tahu yang tidak dimanfaatkan akan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena membusuknya senyawa-senyawa organik tersebut, sedangkan pemanfaatannya masih sangat terbatas (Hariyadi, 2002).

Limbah cair dan ampas tahu berbeda dengan ampas kedelai yang diperoleh dari kedelai segar, dimana limbah cair dan ampas tahu berasal dari kedelai yang sudah dimasak. Protein limbah cair dan ampas tahu mempunyai nilai lebih tinggi dari pada biji kedelai itu sendiri (Dahiyat, 1990).

Buangan dalam limbah cair tahu masih banyak mengandung zat organik, seperti protein, karbohidrat, lemak, zat terlarut yang mengandung zat padatan


(20)

tersuspensi (Sola, 1994). Dalam hasil analisis limbah cair tahu oleh Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta (1995, dalam Johari 1999) lihat (Tabel 14), terdapat unsur-unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroalga antara lain N, P, K, dan Mg.

Berdasarkan kandungan nutrisi yang masih terdapat pada limbah cair tahu, maka pemanfaatannya sebagai medium alternatif pertumbuhan mikroalga merupakan salah satu bentuk pemecahan masalah limbah cair tahu. Cara ini memiliki banyak keunggulan di antaranya adalah penanganannya mudah dan murah (Aspuranto, 1989).

Pengolahan limbah cair tahu dengan mikroalga telah dilakukan oleh Johari pada tahun 1999 dengan menggunakan Chlorella. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa Chlorella mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada medium limbah cair tahu, sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah cair tahu juga dapat digunakan sebagai medium alternatif untuk pertumbuhan Scenedesmus.

2.2. Mikroalga Scenedesmus sp.

2.2.1. Klasifikasi dan Struktur Scenedesmus sp.

Dalam Bold dan Wyne (1985), Scenedesmus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Chlorococcales Famili : Scenedesmaceae


(21)

Genus : Scenedesmus Spesies: Scenedesmus sp.

Scenedesmus talusnya terdiri dari 1 atau 2 sel terkadang 3 sel, biasanya membentuk koloni yang terdiri dari 2,4, atau 8 bahkan bisa mencapai 16 sel sampai 32 sel pada setiap koloninya (Gambar 2.). Sel berbentuk silindris, oval, bulat, dengan ujung sel berbentuk bulat atau lancip (John dkk, 2002). Sel Scenedesmus memiliki 1 inti sel, dan kloroplas yang terdapat satu pyrenoid (Graham dan Wilcox, 2000).

Gambar 2. Sel Scenedesmus sp. Gambar 3. Sel Scenedesmus sp. Sumber: Zahara Fadilla Sumber: Zahara Fadilla

Pada bagian terminal sel Scenedesmus terdapat ornamen sel yang disebut dengan spina, yang ukurannya dapat mencapai panjang sampai 20 mikrometer. Spina ini berguna untuk menjaga keseimbangan, mendeteksi keberadaan prey (predator) atau juga dapat membantu sel dalam mencapai tempat yang memiliki cahaya dan nutrien yang optimum (Graham dan Wilcox, 2000). Scenedesmus berwarna hijau rumput karena adanya klorofil a dan b yang lebih dominan dibanding pigmen lain. Pigmen-pigmen terdapat dalam plastid dan sangat tahan


(22)

terhadap cahaya panas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin sedangkan lapisan dalam dari selulosa (Bachtiar, 2007).

2.2.2. Habitat dan Reproduksi Scenedesmus sp.

Bold dan Wynne (1985) menyatakan bahwa Scenedesmus merupakan alga hijau yang terdistribusi secara luas. Terdapat pada hampir semua tipe perairan dan tanah.

Reproduksi aseksual Scenedesmus sp. terjadi melalui pembentukan autokoloni. Sel induk membelah membentuk koloni anakan. Pembelahan akan dilakukan sampai terbentuk empat sel anakan. Pelepasan autokoloni dilakukan dengan cara memecah dinding sel induk, tiap koloni yang dihasilkan mempunyai kemampuan untuk memproduksi autokoloni (Graham dan Wilcox, 2000).

Beberapa spesies Scenedesmus sp. Dapat melakukan reproduksi seksual dengan pembentukan zoospore biflagel dan isogami, menurut Pickett-Heaps (1975 dalam Damayanti, 2006) reproduksi seksual diawali dengan pembentukan sel gamet pada masing-masing sel induk. Dua buah sel gamet akan melebur dan membentuk zigot. Zigot kemudian akan tumbuh menjadi koloni anak dan akhirnya menjadi sel induk.


(23)

Gambar 3. Reproduksi Scenedesmus obliquus

Sumber: Hori (1993 dalam Damayanti, 2006)

Keterangan Gambar: 1.Koloni Sel induk a.Kloroplas 2.Autospora b.Pirenoid

3.Koloni sel anak c.Flagela 4.Gamet d.Dinding Sel 5.Zigot

2.2.3. Fisiologi Scenedesmus sp.

Mikroalga merupakan makhluk bersel tunggal yang hidup di lingkungan yang mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis serta dapat memanfaatkan nutrien anorganik sederhana seperti CO2 serta komponen N, P, K dan komponen lainnya (Setiawan dkk, 2008). Namun dalam kondisi tanpa cahaya, mikroalga menggunakan bahan organik sama halnya seperti organisme non-fotosintetik. Jadi, mikroalga dapat melakukan metabolismenya


(24)

dengan menggunakan energi kimia dari degradasi simpanan pati atau minyak, atau dari konsumsi protoplasma alga itu sendiri (Saeni, 1989).

Menurut (Muslimin, 1995) Mikroalga bersifat fotoautotrof yang akan menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbonnya. Pada proses ini CO2 akan diubah menjadi karbohidrat melalui proses fotosintesis.

2.3. Kultur Mikroalga

2.3.1. Teknik Kultur Mikroalga

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), tahapan yang akan dilakukan dalam kultur mikroalga, yaitu koleksi, isolasi dan perbanyakan.

1. Koleksi

Proses koleksi ini bertujuan untuk mendapatkan satu atau beberapa jenis mikroalga yang diinginkan yang berasal dari alam untuk dikultur secara murni. Pengambilan fitoplankton dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net. Kemudian diperiksa dengan bantuan mikroskop kemudian dilakukan isolasi. 2. Isolasi

Ada lima metode isolasi yang dapat dilakukan, yaitu: a) Metode Isolasi secara Biologis

Metode ini dilakukan berdasarkan pergerakan fitoplankton, yaitu menggunakan pengaruh fototaksis positif organisme. Organisme akan bergerak menuju cahaya, sehingga dapat dikumpulkan.


(25)

Metode yang akan dilakukan bila jumlah organisme yang terkumpul sangat banyak dan ada salah satu spesies yang dominan. Cara ini dilakukan dengan memindahkan sampel ke dalam beberapa tabung reaksi dengan komposisi hara, suhu dan cahaya yang cocok untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.

c) Metode Isolasi Pengulangan Sub-Kultur

Metode ini dilakukan jika organisme yang terkumpul jumlah dan jenisnya sedikit sehingga dilakukan kultur pada media dengan komposisi hara, suhu dan intensitas cahaya yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan disolasi. d)Metode Isolasi Pipet Kapiler

Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan sampel sebanyak 10-15 tetes ditengah-tengah cawan petri. Kemudian memasukan 6-8 tetes medium yang sesuai di sekeliling sampel tersebut. Isolasi dilakukan dengan memindahkan sampel air pada salah satu tetesan media dengan pipet kapiler steril, kemudian diamati di bawah mikroskop hingga diperoleh unit fitoplankton tunggal yang diinginkan.

e) Metode Isolasi Goresan

Metode ini menggunakan media agar-agar sebanyak 1,5% yang dicampur dengan sampel air, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan terlarut sempurna dan berwarna kuning jernih. Larutan agar-agar ini disterilisasi dan dituangkan kedalam cawan petri atau tabung reaksi yang sudah steril. Setelah agar membeku dilakukan penebaran bibit fitoplankton dengan cara menggoreskan sampel air


(26)

dengan menggunakan ose. Bibit fitoplankton digoreskan pada agar dengan pola zig-zag untuk mencegah kontaminasi

Untuk proses penumbuhannya diletakkan pada rak kultur yang disinari dengan lampu TL 40 watt secara terus menerus. Setelah beberapa hari fitoplankton akan tumbuh pada goresan agar, tetapi masih tercampur dengan fitoplankton jenis lain, kemudian dilakukan penggoresan berulang-ulang pada media agar-agar yang sama sampai diperoleh fitoplankton yang telah murni. Hasil Kultur murni dari media agar dikembangkan dalam media cair yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton yang diinginkan.

3. Perbanyakan

a) Kultur Skala Laboratorium

Kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 liter hingga 5 liter. Pupuk yang digunakan adalah stok pupuk cair dengan unsur-unsur hara yang lengkap baik hara makro (N, P, K, S, Mg) maupun hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, Si, dan unsur mikro lainnya). Untuk pemeliharaanya dilakukan pada rak kultur dengan pencahyaan lampu TL dan dilakukan aerasi pada kultur.

b) Kultur Skala Massal

1) Kultur Skala Massal Semi Out-Door

Kultur ini dimulai dari volume 30 liter hingga 100 liter dalam wadah berupa akuarium yang diletakkan di luar laboratorium. Pupuk yang digunakan sama dengan pupuk pada skala laboratorium yang diberikan sesuai takaran yang dibutuhkan.


(27)

2) Kultur Skala Massal Out-Door

Kultur skala massal out-door ini dimulai dari volume 1 ton hingga 20 ton atau lebih. Pada kultur skala massal out-door ini pupuka yang digunakan adalah pupuk pertanian seperti ZA, Urea dan TSP.

2.3.2. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap kultur Mikroalga

Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton atau mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersedian hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan berupa nutrien, suhu, cahaya, pH dan Karbondioksida (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

a.) Nutrien

Fitoplankton (mikroalga) membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Beberapa unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar dan disebut hara makro (macro-nutrient) misalnya C (karbon), H (hidrogen), O (oksigen), N (nitrogen), P (fosfor), Si (silikon), S (sulfur), Mg (magnesium), K (Kalium) dan Ca (kalsium). Selain hara makro diperlukan juga hara mikro ( micro-nutrient) untuk pertumbuhan alga fitoplankton. Menurut Nontji (2006), hara mikro ini berupa unsur-unsur kelumit (trace elements) yang diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil seperti Fe (besi), Mn (mangan), Cu (tembaga), Zn (seng), B (boron), Mo (molybdenum), V (vanadium), dan Co (kobal).

Setiap unsur hara ini mempunyai fungsi-fungsi khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai, tanpa mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan


(28)

protein, dan K berfungsi dalam metabolism karbohidrat. Fe dan Na berperan untuk pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

b.) Suhu

Suhu berpengaruh langsung karena reaksi kimia enzimatik yang berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Peningkatan suhu sampai batas tertentu akan menaikkan laju fotosintesis (Nontji, 2006). Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara 20-24 °C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara 16-36 °C. Suhu di bawah 16 °C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36 °C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1998; Taw, 1990).

c.) Cahaya

Cahaya matahari mutlak diperlukan untuk reaksi fotosintesis. Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organik. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1998; Taw, 1990). Pertambahan intensitas cahaya pada mulanya akan membantu proses awal pertumbuhan sel, namun


(29)

setelah intensitas cahaya meningkat melebihi batas optimum bisa menjadi faktor penghambat (Darley, 1982).

d.) pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan. Menurut Suriawiria (2005), batas pH untuk pertumbuhan mikroorganisme merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzim. Untuk tiap mikroorganisme dikenal dengan nilai pH minimum, optimum dan maksimum. Variasi pH dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan mikroalga dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organik, mengubah ketersediaan nutrien, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel.

2.3.3. Kurva Tumbuh

Pertumbuhan jasad hidup, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertumbuhan secara individu dan pertumbuhan secara kelompok dalam satu populasi. Pertumbuhan individu diartikan sebagai adanya penambahan volume sel serta bagian-bagian lainnya dan diartikan pula sebagai penambahan kuantitas isi dan kandungan di dalam selnya. Pertumbuhan populasi merupakan akibat adanya pertumbuhan individu. Pada mikroorganisme, pertumbuhan dapat berubah langsung menjadi pertumbuhan populasi (Suriawiria, 2005).


(30)

Gambar 4. Fase Pertumbuhan Mikroalga (Sumber: Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) dan Suriawiria (2005) menyatakan, hingga saat ini kerapatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan fitoplankton dalam kultur pakan alami. Ada empat fase pertumbuhan yaitu fase lag, logaritmik, stasioner dan kematian (gambar 4).

a) Fase Lag (Adaptasi)

Selam fase ini pertumbuhan tidak secara nyata terlihat, karena itu fase ini juga dinamakan fase adaptasi (Sesaat setelah penambahan inokulum ke dalam media kultur, populasi tidak mengalami perubahan). Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara fisiologis fitoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru. Organisme mengalami metabolism, tetapi belum terjadi pembelahan sel hingga kepadatan sel belum meningkat.

b) Fase Logaritmik (Eksponensial)

Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada kondisis kultur yang optimum. Laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal karena pada fase ini sel melakukan konsumsi nutrient dan proses fisiologis lainnya.


(31)

c) Fase Stasioner

Pada fase ini pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah fitoplankton relatif sama atau seimbang sehingga kepadatan fitoplankton tetap.

d) Fase Kematian

Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel menurun secara geometrik. Penurunan kepadatan mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh suhu, cahaya, pH air, jumlah hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.


(32)

2.4. Kerangka Berfikir

Tingginya tingkat konsumsi tahu di Indonesia

Limbah cair tahu

Limbah cair tahu Berlimpah

Pemanfaatan limbah padat menjadi sumber pakan Pemanfaatan limbah cair

tahu sebagai medium kultur mikroalga Scenedesmus sp.

Produksi sel mikroalga Scenedesmus sp.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ekologi dan Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun waktu penelitian adalah selama lima bulan, mulai dari bulan Juni sampai dengan November 2009.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan adalah biota peliharaan yang digunakan berupa mikroalga Scenedesmus sp. yang sebelumnya diisolasi terlebih dahulu dari danau Agathis Universitas Indonesia, limbah cair tahu yang digunakan sebagai medium kultur mikroalga berasal dari pabrik tahu sumedang “Mekar Sari” Pamulang-Tangerang Selatan, akuades steril, formalin, alkohol, alumunium foil. Bahan kimia untuk Medium Basal Bold (MBB) berupa NaNO3, CaCl.2H2O, MgSO4.7H2O, K2HPO4, KH2PO4, NaCl, EDTA, FeSO4.7H2O, H3BO3, ZnSO4.7H2O, MoO3, CuSO4.5H2O, MnCl2.4H2O, Co(No3)2.6H2O , dan Medium Ekstrak Tauge (MET).

Alat-alat yang digunakan adalah akuarium, wadah isolat Scenedesmus sp. berupa akuarium, erlenmeyer, aerator, timbangan analitik, sentrifuge, autoclave, lampu, selang aerator, mikroskop cahaya, pipet, tabung ukur, Haemacytometer


(34)

(Improved Neubauer), object glass, cover glass, hand counter, thermometer, dan luxmeter.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas enam perlakuan dan tiga kali ulangan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi konsentrasi limbah cair tahu dan kerapatan rata-rata jumlah sel mikroalga Scenedesmus sp. Berikut ini merupakanperlakuan yang akan diberikan.

1. Perlakuan I : Limbah Cair Tahu konsentrasi 10% 2. Perlakuan II : Limbah Cair Tahu konsentrasi 20% 3. Perlakuan III : Limbah Cair Tahu konsentrasi 30% 4. Perlakuan IV : Limbah Cair Tahu konsentrasi 40%

5. Perlakuan V : Medium Basal Bold (MBB) sebagai kontrol positif. 6. Perlakuan VII : Akuades streril sebagai control negatif

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Persiapan Alat

Erlenmeyer, tabung ukur, dan pipet yang akan digunakan dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121oC selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.


(35)

3.4.2. Isolasi mikroalga Scenedesmus sp.

Untuk mengisolasi spesies yang diinginkan dari alam, diambil 5 liter air danau Agathis UI Depok. Kemudian air danau tersebut dimasukkan ke dalam wadah isolasi berupa akuarium dan ditambahkan dengan pupuk NPK yang sebelumnya telah dilarutkan dengan akuades terlebih dahulu. Selanjutnya wadah tersebut diletakkan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dimasukkan selang aerator. Pembiakan mikroalga ini ditunggu hingga hari ke-4 setelah didapatkannya biota yang diinginkan yaitu Scenedesmus sp.

3.4.3. Pembuatan Medium Basal Bold (MBB)

Sebelum membuat MBB, terlebih dahulu dibuat larutan stok MBB yang terdiri atas :

a) NaNO3 b) CaCl2.2H2O c) MgSO4.7H2O d) K2HPO4 e) NaCl

f) Trace element EDTA dan KOH g) Trace element FeSO4.7H2O h) Trace element H3BO3

i) dan Trace element ZnSO4.5H2O, MoO3, CuSO4.5H2O, MnCl2.4H2O, Co(No3)2.6H2O


(36)

Larutan stok MBB ini dibuat dengan cara melarutkan bahan kimia sesuai dengan komposisi medium yang ditetapkan (Tabel 11). Menurut Nichols (1973 dalam Damayanti, 2006), Pembuatan Medium Basal Bold (MBB) dilakukan dengan cara menambahkan 10 ml dari setiap larutan stok makronutrien dan mikronutrien ke dalam erlenmeyer 1 liter kemudian ditambahkan akuades. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 menit.

3.4.4. Pemurnian Scenedesmus sp.

Kultur Scenedesmus dimurnikan menggunakan metode pengenceran. Sebanyak 1 ml biakan Scenedesmus dari hasil isolasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml MBB kemudian dicampur hingga homogen. Selanjutnya dari kultur tersebut diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi ke dua. Proses ini dilakukan hingga tabung reaksi keempat. Kultur selanjutnya diletakkan di rak kultur dan diinkubasi selama 14 hari. Kultur Scenedesmus yang tumbuh dengan baik dan murni (tanpa kontaminan) diperbanyak lagi secara bertahap hingga didapatkan 100 ml kultur murni Scenedesmus (Damayanti, 2006).

3.4.5. Pembuatan Medium Ekstrak Tauge (MET)

Tauge kacang hijau seberat 100 gram dicuci di bawah air mengalir sampai bersih, kemudian direbus di dalam air sebanyak 500 ml selama 1 jam. Air rebusan tauge disaring dengan menggunakan kain kasa untuk diambil air rebusannya


(37)

(ekstraknya). Selanjutnya ekstrak tauge disterilisasi selama 15 menit dengan suhu 121oC. Medium ekstrak tauge yang dinginkan adalah dengan MET dengan konsentrasi 4%. Dengan menggunakan rumus M1.V1=M2.V2 untuk membuat MET 4% sebanyak 300 ml, maka dibutuhkan 12 ml ekstrak tauge yang di tambahkan dengan aquades steril sebanyak 288 ml.

3.4.6. Perbanyakan Kultur Mikroalga Scenedesmus sp.

Dalam memperbanyak kultur mikroalga Scenedesmus sp. digunakan medium ekstrak tauge (MET) 4% yang digunakan sebagai kultur starter. Pemberian ekstrak tauge ini dilakukan secara kontinyu setiap 3-4 hari sebanyak 200-300 ml sampai tercukupinya kebutuhan akan sel-sel Scenedesmus sp. yang akan diinokulasikan pada medium perlakuan.

3.4.7. Pembuatan Medium Limbah Tahu

Pembuatan medium limbah cair tahu dibuat sesuai perlakuan penelitian yaitu, konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%, masing-masing perlakuan dibutuhkan sebanyak 250 ml. Pembuatan limbah cair tahu adalah sebagai berikut : a. 0% (250 ml medium MBB tanpa limbah cair tahu) sebagai kontrol positif b. 0% (250 ml aquades steril) sebagai kontrol negatif

c. 10% (25 ml limbah cair tahu steril+ 225 ml akuades steril) d. 20% (50 ml limbah cair tahu steril + 200 ml akuades steril) e. 30% (75 ml limbah cair tahu steril + 175 ml akuades steril) f. 40% (100 ml limbah cair tahu steril + 150 ml akuades steril)


(38)

3.4.8. Inokulasi Scenedesmus sp.

Sel Scenedesmus sp. dari hasil pemurnian yang ditumbuhkan pada medium ekstrak tuage (MET) disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan biomassa mikroalga Scenedesmus sp. dari media. Supernatan dibuang dan endapan sel diinokulasikan ke dalam medium perlakuan kontrol dan limbah cair tahu dengan jumlah sel antara 5x 104sel/ml. Berikut ini cara penghitungan jumlah sel/ml yang akan di inokulasikan.

Inokulum yang dibutuhkan: 50.000 sel/ml Volume kultur : 250 ml

Total sel yang dibutuhkan : 50.000 sel/ml x 250 ml = 12.500.000 sel/ml 1 ml = 2.905.000

x ml = 12.500.000

1/x = 2.905.000/12.500.000 x = 12.500.000/ 2.905.000 = 4,30 sel/ml

Jadi dalam pada setiap perlakuan akan dimasukkan 4,30 sel/ml kultur sel Scenedesmus sp. ke dalam 250 medium perlakuan. Labu kultur diletakkan di rak kultur dan diberi pencahayaan dari dua buah lampu TL masing-masing berkekuatan 36 watt.


(39)

Gambar 5. Budidaya Mikroalga Skala Laboraotium Sumber: (Jusadi, 2003)

3.4.9. Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Penghitungan jumlah sel untuk mendapatkan data kerapatan sel dilakukan setiap 24 jam sekali mulai dari t0 (hari ke-0) hingga t10 (hari ke-10). Sebanyak 1 ml kultur diambil secara aseptik dari tiap-tiapperlakuan. Penghitungan jumlah sel dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Haemocytometer (Improved Neubauer).

Rumus yang digunakan untuk menghitung kerapatan sel Scenedesmus sp. adalah :

dalam Michael (1994) Keterangan:

K = kerapatan sel Scenedesmus sp. (sel/ml)

n = jumlah total sel dalam 4 kotak kamar hitung Improved Neubauer (white) p = adalah tingkat pengenceran yang digunakan.

Cara penghitungan kerapatan sel mikroalga adalah pertama-tama Haemocytometer dibersihkan dan dipasang cover glass. Sampel air mikroalga yang akan dihitung kerapatannya diteteskan dengan pipet pada bagian parit yang melintang hingga penuh. Selanjutnya Haemocytometer diamati di bawah


(40)

mikroskop serta dilakukan penghitungan jumlah sel pada setiap bidang kotak (sel darah putih/leukosit) dengan bantuan hand counter.

Gambar 6. Pola Kotakkan pada Haemocytometer (Improved Neubauer) Sumber: (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)

3.4.10.Pengukuran pH medium

Pengukuran pH dilakukan setiap hari selama penelitian dengan cara menyelupkan kertas pH universal ke dalam sampel kultur yang akan dihitung.

3.4.11. Pengukuran kondisi fisik ruang kultur

Pengukuran kondisi fisik ini dilakukan setiap hari selama penelitian. Pengukuran ini meliputi suhu ruang (oC), kelembaban (%), dan intensitas cahaya (lux).

3.4.12. Pembuatan Kurva Tumbuh

Pembuatan kurva tumbuh dilakukan setelah dilakukan kultur sampai hari ke14 dengan cara mentransformasikan data dari rata-rata kerapatan pertumbuhan sel Scenedesmus sp. dengan waktu (hari) dalam bentuk logaritma.


(41)

3.6. Analisis Data

Data hasil pengamatan kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. diolah secara statistik dengan menggunakan matode analisis sidik ragam dengan rancangan acak lengkap pada taraf signifikansi 5%.

Hipotesis0 (H0) = parameter pada kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata. Hipotesis1 (H1) = parameter pada kontrol dan perlakuan berbeda nyata. Dasar penentuan keputusan:

1. Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak. 2. Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima.

Jika hasil berbeda nyata maka dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Duncan


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi dan Perbanyakan Sel Scenedesmus sp.

Untuk mendapatkan isolat Scenedesmus sp. dilakukan pengambilan sampel air di danau Agathis UI. Sebagai medium pertumbuhan digunakan akuades yang di tambahkan dengan 1% pupuk NPK, karena untuk mendapatkan biomassa mikroalga dibutuhkan unsur-unsur hara yang digunakan sebagai nutrisi dalam pertumbuhannnya.

Setiap unsur mempunyai fungsi-fungsi khusus yang tercermin pada pertumbuhan dan kerapatan yang dicapai dan pada kultur mikroalga N, P, dan K termasuk hara makro yang dibutuhkan oleh mikrolaga (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Pemeliharaan mikroalga dalam tahap isolasi dilakukan ditempat yang langsung terkena sinar matahari, karena cahaya sangat dibutuhkan sebagai sumber energi dalam proses fotosintesis mikroalga (Darley, 1982).

Metode yang digunakan dalam mengisolasi mikroalga yang diinginkan dalam hal ini Scenedesmus sp. adalah menggunakan metode pengenceran berseri (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pada proses isolasi Scenedesmus ini digunakan medium basal bold (MBB) yang merupakan medium selektif bagi pertumbuhan mikroalga khusunya dari divisi Chlorophyta atau alga hijau. Penggunaan medium selektif ini sangat penting karena pada media ini hanya dapat ditumbuhi oleh mikroalga jenis tertentu dan akan menghambat mikroalga


(43)

jenis-jenis lain (Suriawiria, 2005). Pemeliharaan dalam tahap isolasi ini dilakukan selama 14 hari.

Setelah didapatkan isolat murni Scenedemus sp. akan dilakukan perbanyakan sel. Dalam tahap perbanyakan sel ini digunakan medium ekstrak tauge (MET) 4%, ini dilakukan berdasarkan penelitian Damayanti (2006) yang menggunakan ekstrak tauge dalam kultur Scenedesmus sp. dan kerapatan sel yang dihasilkan cukup tinggi. Selain itu perbanyakan kultur sel Scenedesmus sp. dengan menggunakan medium ekstrak tauge (MET) juga mudah dilakukan serta menghemat biaya bila dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia sebagai medium kultur.

Kultur Scenedemus sp. ini akan digunakan sebagai kultur stok yang nantinya akan dipersiapkan untuk diinokulasikan kedalam medium perlakuan yaitu limbah cair tahu. Pemeliharan kultur sel Scenedesmus sp. dilakukan pada ruang kultur dengan kondisi yang disesuaikan untuk pertumbuhan sel Scenedesmus sp. Suhu ruangan kultur selama penelitian berkisar antara 20-22 0C (Tabel 13). Suhu tersebut masih berada dalam kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan sel Scenedesmus sp. karena suhu yang optimal untuk kultur fitoplankton secara umum adalah antara 20-24 °C. Suhu ruangan untuk kultur ini sangat penting bagi pertumbuhan mikroalga, Oh-Hama dan Miyachi (1992) menyatakan bahwa suhu mempengaruhi aktivitas fisiologi membran tilakoid pada kloroplas sehingga mempengaruhi kecepatan transpor elektron dalam proses fotosintesis. Sedangkan kelembapan berkisar antara 55-65 % dengan intensitas cahaya bekisar antara 1424- 1546 lux.


(44)

Scenedesmus sp. yang ditumbuhkan pada medium ekstrak tauge pada awalnya berwarna hijau muda kemudian setelah hari ketujuh kultur Scenedesmus sp. menjadi berwarna hijau tua yang pekat lihat (Gambar 12). Menurut Agustini dan Kabinawa (1993), kadar klorofil meningkat sejalan dengan waktu kultur. Warna hijau pada kultur menandakan bahwa pigmen fotosintesis (klorofil) ini yang dominan dalam sel mikroalga tersebut (Sze, 1993). Sel Scenedemus sp. yang dihasilkan pada medium ekstrak tauge ini tumbuh sangat baik dengan bentuk sel yang utuh tanpa adanya kontaminasi mikroalga lainnya.

4.2. Rata-Rata Kerapatan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Pertumbuhan mikroalga diamati berdasarkan rata-rata kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. Hasil penelitian pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp. pada kontrol dan perlakuan yang menggunakan medium limbah cair tahu disajikan dalam data kerapatan rata-rata sel selama 13 hari pengamatan, lihat (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata kerapatan sel Scenedesmus sp. dalam perlakuan limbah cair tahu bervariasi.

Hasil hasil analisis sidik ragam (Tabel 6) pada taraf nyata 5% menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi limbah cair tahu, waktu (hari), dan interaksi antara keduanya.

Hasil uji Duncan untuk konsentrasi berdasarkan jumlah kerapatan sel Scenedesmus menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada konsentrasi 40% dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, kontrol (MBB), dan kontrol (akuades). Perbedaan yang nyata juga ditunjukan pada konsentrasi 10% dengan konsentrasi


(45)

20%, 30%, kontrol (MBB), dan kontrol (akuades). Hal ini menunjukan bahwa konsentrasi limbah cair tahu mempengaruhi pertumbuhan Scenedesmus sp. Namun, pada konsentrasi 20% berdasarkan uji Duncan menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap konsentrasi 0% (akuades). Sama halnya dengan konsentrasi 30% yang menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan konsentrasi 20% dan 0% (akuades).

Unsur-unsur yang terdapat pada limbah cair tahu sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan Scenedesmus sp. karena unsur tersebut digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan. Berdasarkan daftar komposisi tahu Pranoto dalam Fatha (2007), kandungan limbah cair tahu yang dihasilkan oleh industri tahu antara lain kalsium, Phospor dan besi. Masing-masing unsur tersebut mempunyai fungsi-fungsi khusus, unsur Kalsium dan Posphor penting untuk metabolisme karbohidrat dan pembentukan protein. Unsur besi (Fe) penting bagi pembentukan pigmen fotosintesis yaitu klorofil (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Pengaruh konsentrasi medium memang terlihat nyata pada medium perlakuan 40% yang konsentrasi limbah cair tahunya lebih tinggi, kerapatan jumlah selnya paling rendah. Menurut (Chrismada dan Nofdianto, 1994) penurunan pertumbuhan pada konsentrasi yang tinggi adalah karena konsentrasi nutrien yang tinggi tersebut meracuni sel-sel mikroalga, sehingga keberadaan nutrsi dalam konsentrasi yang tinggi malah menghambat pertumbuhan.

Perbedaan yang nyata juga terdapat pada konsentrasi limbah cair tahu 10% dengan konsentrasi limbah cair tahu 20%, 30%, dan kontrol (MBB dan akuades). Terdapatnya perbedaan yang nyata ini diduga karena rendahnya konsentrasi


(46)

nutrien dalam medium akibat pengenceran atau pemberian akuades steril pada limbah cair tahu. Sehingga nutrisi menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan yang akan berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan ketersedian nutrien yang cukup akan menyebabkan terjadinya pembelahan sel dengan cepat (Sriharti dan Carolina, 2000).

Pada konsentrasi limbah cair tahu 20% dan 30% tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga karena pengenceran yang dilakukan dengan penambahan akuades ini mengurangi kepekatan limbah, sehingga sel dapat menyerap nutrien dengan mudah.

Pada uji Duncan untuk lamanya waktu pengamatan terhadap jumlah kerapatan sel menunjukan perbedaan yang nyata antara hari 0 dengan hari ke-1 sampai hari ke-ke-13, begitupula pada hari ke-ke-13 terdapat perbedaan yang nyata terhadap hari ke-1 sampai hari ke-11 kecuali pada hari ke-12 yang menunjukan tidak berbeda nyata. Ini tampak dari notasi yang didapatkan pada uji Duncan, lihat (Tabel 9) hari ke-0, hari ke-4, dan hari ke-7 memiliki notasi yang berbeda dengan hari yang lain.

Perbedaan nyata yang tampak pada lamanya waktu pengamatan ini membuktikan bahwa sesungguhnya sel Scenedesmus sp. dalam selang waktu tertentu mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perbedaan yang nyata pada hari ke-0 dengan hari berikutnya selama pengamatan selama 13 hari membuktikan bahwa pada awal inokulasi terdapat ketersedian nutrisi yang cukup dalam media. Sama halnya dengan hari ke-4 dan hari ke-7. Selain itu faktor lain berupa umur kultur yang menyangkut dengan daur hidup mikroalga Scenedesmus


(47)

sp. tersebut. Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) menyatakan bahwa mikroalga umumnya mempunyai daur hidup yang cukup singkat berkisar antara 3 sampai 7 hari setelah inokulasi. Untuk hari ke-13 menunjukan perbedaan yang nyata dengan hari pertama sampai hari ke-11. Hal ini menunjukan bahwa setelah meningkatnya pertumbuhan sel mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan akan nutrisi. Sementara ketersediaan nutrisi tidak bertambah, maka berakibat terjadinya penurunan populasi mikroalga Scenedesmus sp.

Pada perlakuan kontrol (MBB) dan perlakuan limbah cair tahu terdapat perbedaan waktu pada saat kerapatan tertinggi. Kontrol MBB (medium basal bold) kerapatan tertinggi terjadi hari ke 9 sedangkan perlakuan limbah air tahu antara hari ke 2 sampai hari ke 4. Kemungkinan hal ini terjadi karena pada perlakuan kontrol MBB tidak terdapat unsur trace element EDTA yang berfungsi sebagai ion pengelat atau sebagai unsur yang berfungsi untuk mengikat ion-ion logam yang memang dibutuhkan mikroalga dalam metabolisme selnya (Damayanti, 2006).

Rata-rata kerapatan sel Scenedesmus sp. pada ke enam perlakuan berbeda yang dihitung pada saat puncak yaitu pada media limbah cair tahu 10% sebesar 363.333,33 sel/ml yang dicapai pada hari ke-3, 20% sebesar 383.333,33 sel/ml yang dicapai pada hari ke-2, 30% sebesar 541.666,67 sel/ml yang dicapai pada hari ke-3, 40% sebesar 340.000 sel/ml yang dicapai pada hari ke-4. Pada perlakuan tanpa limbah cair tahu yaitu 0% (kontrol MBB) sebesar 930.833,33 sel/ml dicapai pada hari ke-10, dan 0% (kontrol akuades) sebesar 460.000 sel/ml dicapai pada hari ke-9.


(48)

Tabel 1. Data rata-rata kerapatan pertumbuhan sel Scenedesmus sp. pada enam perlakuan (konsentrasi) yang berbeda selama 13 hari pengamatan. Hari

(t)

Rata-rata Kerapatan Jumlah Sel (sel/ml) Pada Enam Perlakuan

10% 20% 30% 40% 0% (MBB) 0%(Akuades)

0 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 50.000,00 1 296.666,67 236.666,67 170.000,00 60.000,00 266.666,67 120.000,00 2 44.000,00 383.333,33 311.666,67 40.833,33 370.000,00 80.000,00 3 363.333,33 180.000,00 541.666,67 166.666,67 403.333,33 270.000,00 4 174.166,67 320.000,00 413.333,33 340.000,00 926.666,67 330.000,00 5 223.333,33 253.333,33 270.000,00 173.333,33 463.333,33 333.333,33 6 170.000,00 310.000,00 156.666,67 166.666,67 533.333,33 390.000,00 7 310.000,00 236.666,67 150.000,00 150.000,00 338.600,00 310.000,00 8 313.333,33 230.000,00 326.666,67 170.000,00 740.000,00 380.000,00 9 156.666,67 296.666,67 253.333,33 166.666,67 740.000,00 460.000,00 10 225.000,00 311.666,67 194.166,67 200.000,00 930.833,33 290.000,00 11 180.833,33 211.666,67 195.000,00 80.833,33 850.000,00 243.333,33 12 37.500,00 74.166,67 62.500,00 78.333,33 381.666,67 148.333,33 13 49.166,67 32.500,00 58.333,33 55.000,00 359.166,67 27.500,00

Rata-rata peningkatan jumlah sel Scenedesmus sp. terlihat dari terjadinya perubahan warna kultur itu sendiri baik pada kontrol, medium basal bold, dan medium ekstrak tauge. Berdasarkan hasil penampakan makroskopik pada awal perlakuan (hari ke 0) kultur sel tampak berwarna bening, baru beberapa hari setelah inokulasi tampak warna hijau pada masing-masing perlakuan.

Berdasarkan pengamatan makroskopis (lampiran 7) tampak bahwa pada seluruh perlakuan limbah cair tahu, kontrol MBB dan kontrol aquades pada akhir pengamatan (hari ke-13) kultur tampak semakin hijau padahal rata-rata kerapatan sel sudah menurun jumlahnya. Pemberian cahaya secara terus menerus selama penelitian diduga dapat memacu peningkatan kadar klorofil. Tidak adanya fase gelap (tanpa cahaya) dalam penelitian ini karena pembentukan ATP jauh lebih


(49)

banyak dilakukan oleh kloroplas, sehingga klorofil sebagai pigmen penangkap cahaya akan semakin banyak terbentuk (Irawati, 1998).

Pada pengamatan akhir limbah cair tahu yang digunakan sebagai medium pertumbuhan Scenedesmus sp. di ketahui bahwa bau aroma limbah cair tahu telah berkurang bahkan untuk perlakuan yang konsentrasi limbahnya lebih kecil bau limbah tersebut telah hilang. Perubahan warna juga terjadi pada masing-masing perlakuan, hampi semua limbah yang telah di tumbuhi Scenedesmus sp. ini telah berubah warna menjadi hijau kecuali pada perlakuan limbah cair tahu 40% yang masih tampak kekuningan.

Bila dibandingkan dengan penelitian Damayanti (2006) yang mengkultur mikroalga Scenedesmus sp. dengan menggunakan medium ekstrak tauge, kepadatan sel Scenedesmus sp.yang didapat dengan medium limbah cair tahu jauh lebih rendah. Walaupun limbah cair tahu juga mengandung bahan organik sama halnya dengan medium ekstrak tauge, namun faktor lingkungan berupa nilai pH yang sangat rendah diduga sebagai penyebab terhambatnya pertumbuhan sel Scenedesmus sp. Berbeda dengan medium ekstrak tauge yang mempunyai pH cendrung mendekati netral yang memang sesuai untuk pertumbuhan Scenedesmus sp.

4.3. Kurva Pertumbuhan Scenedesmus sp.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap pertumbuhan kerapatan sel Scenedesmus sp. (sel/ml) pada medium kultur selama 13 hari


(50)

didapatkan kurva pertumbuhan pada masing-masing perlakuan yang ditransformasikan dalam bentuk logaritma.

Gambar 7. Hubungan antara log jumlah sel perlakuan limbah cair tahu(LCT) dan kontrol (MBB dan akuades) dengan waktu (hari)

Pola pertumbuhan pada masing-masing perlakuan medium limbah cair tahu (LCT) 10%, 20%, 30 %, 40% , 0% (MBB), dan 0% ( Akuades) membentuk kurva pertumbuhan yang berbeda-beda. Pada seluruh perlakuan, kecuali pada perlakuan limbah cair tahu 40% fase lag (adaptasi) tidak tampak nyata, karena jumlah pertumbuhan biomassa sel langsung meningkat setelah hari ke-1. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan fase lag ini berlangsung singkat kurang dari 24 jam sehingga tidak dapat diamati. Hal ini membuktikan bahwa sel Scenedesmus sp. yang diinokulasikan kedalam medium limbah cair tahu (LCT) dan medium kontrol mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru sehingga mampu


(51)

membelah diri dengan cepat. Menurut (Fogg & Thake, 1987) lamanya fase lag bergantung pada jumlah dan umur inokulum serta substrat yang digunakan sebagai media.

Fase eksponensial pada masing-masing perlakuan tampak berbeda, untuk perlakuan yang menggunakan medium limbah cair tahu (LCT) 10%, 20%, 30%, 40% kerapatan jumlah sel tertinggi adalah pada hari ke-2 sampai hari ke-4. Berbeda dengan perlakuan kontrol, baik kontrol (MBB) atau akuades mengalami fase eksponensial ini pada hari ke-10 dan hari ke-9. Fase eksponensial tertinggi terdapat pada perlakuan 30% dan kontrol (MBB) sedangkan untuk seluruh perlakuan yang menggunakan medium limbah cair tahu (LCT) kepadatan selnya lebih rendah.

Peningkatan kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. pada periode awal pertumbuhan disebabkan karena tersedianya nutrisi dalam media (Sriharti dan Carolina, 2000). Menurut Graham dan Wilcox (2000), kandungan nutrisi pada medium sangatlah penting. Unsur N berperan dalam pembentukan senyawa asam amino dan klorofil, unsur P berperan dalam pembentukan ATP, DNA dan fosfolipid pada sel sedangkan Cl dan Mg membantu proses fotosintesis.

Pada perlakuan yang kosentrasinya lebih rendah yaitu 10 % dan 20 % kepadatan jumlah selnya lebih rendah, hal ini diduga terjadi karena rendahnya nutrien yang terdapat dalam medium. Walaupun pada kondisi yang demikian, sel-sel mikroalga dapat tetap tumbuh tetapi proses pembelahannya terhambat (Chrismada dan Nofdianto, 1994). Pada medium kontrol (MBB) jumlah kerapatan selnya adalah yang tertinggi karena komposisi bahan-bahan kimia


(52)

dalam MBB (Lampiran 3) dapat memenuhi kebutuhan nutrien mikroalga. Dalam penelitian ini juga tampak jelas pada perlakuan 20%, 30%, kontrol (MBB), dan kontrol (akuades) mengalami beberapa kali fase peningkatan dan penurunan kerapatan jumlah sel sehingga fase stasioner tidak tampak nyata. Jadi kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. setelah fase lag mengalami fluktuasi kerapatan jumlah sel. Fluktuasi kerapatan jumlah sel ini terjadi kemungkinan disebabkan oleh perubahan nilai pH pada medium. Pertumbuhan sel Scenedesmus sp. dipengaruhi oleh pH medium. Berdasarkan data pengukuran pH tampak bahwa nilai pH seluruh perlakuan selama 13 hari mengalami perubahan . Nilai pH dari masing-masing perlakuan mengalami peningkatan selama pengamatan berlangsung.

Nilai pH medium pada perlakuan yang mengunakan limbah cair tahu 10%, 20%, 30% dan 40 % pada awalnya adalah 4 sampai pada hari ke-5 .Kemudian nilai pH pada media limbah cair tahu yang konsentrasinya lebih rendah yaitu 10% dan 20% mulai mengalami peningkatan di hari ke-6 menjadi 5 hingga hari ke-9, sedangkan untuk media limbah cair tahu yang konsentrasinya lebih tinggi, yaitu 30% dan 40% nilai pHnya tetap yaitu 4. Kenaikan nilai pH itu berlanjut hingga nilai pH pada medium limbah cair tahu mendekati pH netral yaitu 6, kecuali pada medium limbah cair tahu konsentrasi 40% nilai pH tertingginya adalah 5.


(53)

Gambar 8. Hubungan antara nilai pH dengan waktu (hari)

Berbeda dengan perlakuan yang menggunakan limbah cair tahu, pada perlakuan kontrol positif (MBB) pH menunjukan nilai netral , yaitu 7 hingga hari ke-8 dan peningkatan pH berlanjut hingga pH bernilai 9, tetapi kemudian pH kontrol positif ini kembali turun menjadi 8. Dan untuk nilai pH pada kontrol negatif (Akuades) cendrung konstan dengan nilai pH 5-6, walaupun pada hari ke-9 pH turun menjadi 5.

Pada awal penelitian nilai pH untuk perlakuan 10%, 20%, 30% dan 40% bersifat asam yaitu 4, kemudian di hari ke-6 dan ke-10 pH meningkat menjadi 5 dan 6. Kemungkinan pH yang awalnya asam ini menyebabkan terganggunya proses metabolisme sel pada awal inokulasi, sehingga menyebabkan kemampuan sel untuk menyerap nutrien tidak optimal dan mempengaruhi proses pertumbuhan sel selanjutnya (Putri, 2005).

Peningkatan nilai pH dapat terjadi karena terjadinya penguraian protein dan persenyawaan nitrogen lain seperti Amonium (NH4+), Nitrat(NO3-), dan


(54)

Nitrit (NO2-) (Darley, 1982). Menurut Goldman & Horne (1983), peningkatan nilai pH ini terjadi karena adanya aktivitas fotosintesis dari mikroalga, pada saat dilakukan fotosintesis yang menggunakan CO2, karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-). Penyerapan CO2 bebas dan bikarbonat ini dapat menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 terlarut sehingga akan meningkatkan nilai pH (Sze,1993).

Fase kematian ini diawali dengan berkurangnya kerapatan sel. Sel-sel alga mengalami kematian dan materi organik yang bersifat menghambat pertumbuhan dilepaskan oleh sel-sel alga (Becker, 1994). Berkurangnya kerapatan jumlah sel Scenedesmus sp. ini ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi oleh temperatur, cahaya, pH, dan ketersediaan nutrisi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Pada masing-masing perlakuan mengalami fase kematian yang ditandai dengan semakin menurunnya kerapatan sel. Pada fase kematian ini rata-rata dimulai pada hari ke-11 sampai hari ke-13, kecuali pada perlakuan 10% jumlah kerapatan selnya masih mengalami peningkatan. Peningkatan kerapatan sel kembali setelah mengalami fase stasioner diduga sel-sel Scenedesmus sp. mengalami periode kriptik, yaitu sel-sel yang masih hidup memanfaatkan tambahan nutrisi dari sel-sel yang lisis untuk pertumbuhannya (Suantika dan Hendrawandi, 2008). Terjadinya penurunan kerapatan sel ini diduga karena semakin melimpahnya zat padatan tersuspensi di dalam medium sehingga menghambat cahaya yang masuk kedalam medium yang menyebabkan sel Scenedesmus sp. tidak mampu menyerap cahaya dengan baik. Hal ini diperkuat


(55)

dengan penelitian yang dilakukan oleh Johari (1999), yang juga mengalami penurunan kerapatan pada kultur sel Chlorella sp. karena adanya zat padatan yang tersuspensi dalam medium limbah cair tahu.

Selain itu umur kultur juga diduga sebagai pemicu terjadinya fase kematian pada kultur perlakuan. Serta mulai tumbuhnya kontaminan dalam kultur, terutama dari golongan Cilliata. Dalam penelitian Suantika dan Hendrawandi, (2008), kontaminan dalam kultur berasal dari golongan Cilliata yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik (sel mati dan hasil metabolit) dan juga bahan anorganik sebagai sumber makanan.


(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh konsentrasi limbah cair tahu sebagai medium pertumbuhan terhadap kerapatan sel mikroalga Scenedesmus sp. dapat disimpulkan bahwa :

1. Sel Scenedesmus sp. memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan hidup pada medium limbah cair tahu, sehingga medium ini dapat dijadikan sebagai medium alternatif untuk pertumbuhan mikroalga Scenedesmus sp.

2. Hasil analisis sidik ragam pada taraf nyata 5% terdapat perbedaan pertumbuhan sel Scenedesmus sp. diantara keenam konsentrasi limbah cair tahu yang digunakan (10%, 20%, 30% dan 40%) dengan kontrol (Medium Basal Bold dan Akuades). Pertumbuhan sel tertinggi berada pada konsentrasi limbah cair tahu 30% dan Medium Basal Bold (kontrol positif).

5.2. Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk:

1. Dilakukan analis kandungan klorofil sel Scenedesmus sp. serta kandungan gizinya.

2. Memperhatikan faktor pH pada kultur mikroalga Scenedesmus sp. sehingga pertumbuhan sel dapat tetap optimal.


(57)

3. Dilakukan analisis limbah cair tahu sebelum dan sesudah dipakai sebagai medium pertumbuhan kerapatan sel Scenedesmus sp.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, N.W.S dan I.N.K. Kabinawa 1993. Pengaruh Konsentrasi Nitrat sebagai Sumber N dalam Media Kultur terhadap Pembentukan As. Arakidonat dari Mikroalga Poryphyridium cruentum. Jurnal: Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Bogor.

Anonim.2008.http:///www.dr-ralf-wagner.de/Bilder/Scenedesmus_longispina.jpg. Tanggal 13Mei 2009 pukul 16:45

Aspuranto.1989. Identifikasi dan Studi Peranan Mikroalga Dalam Proses Stabilisasi Mikrobiologis Beberapa Jenis Limbah Cair. Skripsi: Fakultas Teknologi Pertanian IPB,Bogor.

Bachtiar, E. 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) Sebagai Biotarget Industi. Makalah: Universitas Padjajaran, Bandung.

Becker, E.W. 1994. Microalgae.: Biotechnology dan Microbiology. Cambridge University Press, Cambridge.

Bold, H.C dan M, J. Wynne. 1985. Introduction to The Algae Structure and Reproduction. Prentice-Hall Inc,New Jersey.

Coetteau, P. 1998. Alga Production. University of Gent, Rome.

Chrismandha,T. dan Nofdianto, 1994. Pengaruh Konsentrasi Nutrien Terhadap Pertumbuhan dan Produktifitas Chlorella sp pada system Kultur Semikontinyu. Limnotek perikanan darat Tropis di Indonesia, Bogor. Citroreksono,P.1996.Pengantar Bioremediasi. Prosiding:Pelatihan dan Lokakarya

Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Puslitbang Bioteknologi-LIPI Cibonong.1-11

Dahiyat. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya dengan Eceng Gondok (Eicchornia craaipers (Mart) Solms). Tesis : Program Pasca Sajana IPB, Bogor.

Damayanti, D. 2006 . Pengaruh Beberapa Konsentrasi Medium Ekstrak Tauge Terhadap Kerapatan Sel Mikroalga Marga Scenedesmus Meyen Selama 10 hari Pengamatan. Skripsi: Universitas Indonesia, Depok.

Djarwati, S. Moertinah ,dan N. Harihastuti. 2000. Penerapan IPAL Terpadu Industri Kecil Tahu di Adiwerna Kabupaten Tegal. Laporan Penelitian: Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Semarang.


(59)

Darley, W.M. 1982. Alga Biology: A Physiological Approach. Black Well Scientific Publications, London.

Fatha A. 2007. Pemanfaatan Zeolit Aktif Untuk Menurunkan BOD dan COD Limbah Tahu. Skripsi: Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Foog, G.E. dan B.Thake.1987. Algal Cultures and phytoplankton ecology 3rd .The Univ. of Wisconsin Press, London.

Goldman, C.R. dan A. J. Horne. 1983. Limnology. McGraw-Hill Inc., Auckland. Graham, L.E & L, W. Wilcox. 2000 . Algae.Prentice Hall, New Jersey

Hariyadi, P. 2002 . Pemanfaatan Limbah Cair Tahu Untuk Memproduksi Ingredien Pangan Fungsional. Karya Ilmiah: IPB, Bogor.

Irawati, R.P. 1998. Pengaruh Limbah cair Pabrik Karet Terhadap kadar Kadar Klorofil Chorella pyrenoidosa Chick. Skripsi: Universitas Indonesia, Depok.

Isnansetyo A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton & Zoozplankton Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius, Yogyakarta.

Jenie, B.S.L dan W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Johari, A.I. 1999. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Skripsi: Univ. Indonesia, Depok.

John, D.M., B.A. Whitton dan A.J. Brook. 2002 . The Freshwater AlgaFlora of the British Isles. The Natural History & The British Phycological Society, United Kingdom.

Jusadi, D. 2003. Modul: Budidaya Pakan Alami Air Tawar (Budidaya Chorella). Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Kantor Pengkajian Perkotaan Dan Lingkungan (KPPL) DKI Jakarta. 1995. Laporan pengolahan limbah organik (industri tahu). Kerjasama Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan DKI Jakarta dengan Puslitek ITB, Jakarta.

Michael, P. 1994. Metode Ekoogi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press, Jakarta.


(60)

Mulyadi, A.1999. Pertumbuhan dan Daya Serap Nutrien dari Mikroalga Dunaliella tertiolecta Yang Dipelihara Pada Limbah Domestik. Jurnal Penelitian: Jurnal Natur Indonesia II(1): 65-68.

Muslimin, L.W.1995. Mikrobiologi Lingkungan. Modul:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin, Jakarta.

Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. LIPI Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta.

Nurtiyani. 1998. Sistem Skala Kecil Limbah Cair Tahu Berbasis Mikroalga Chorella sp. Tahap 1. Laporan Penelitian : Univ. Indonesia, Depok. Oh-Hama, T. dan S. Miyachi. 1992. Chorella. University Press, New York.

Prihantini, N.B., W. Rachmayanti, W. Wardhana. 2007. Pengaruh Variasi Fotoperioditas Terhadap Pertumbuhan Chlorella dalam Medium Basal Bold. Jurnal: Biota Vol 12 (1): 32-39

Putri, B. 2005. Pengaruh Derajat Keasaman (pH) awal Medium Ekstrak Tauge (MET) terhadap Kerapatan Sel Mikroalga Marga Chlorella Beijerinck pada saat Peak. Skripsi: Universitas Indonesia, Depok.

Rossiana, N. 2006 . Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap Reproduksi Daphnia carinata King. Karya Ilmiah :Univ. Padjajaran, Bandung.

Setiawan, A., Kardono, R.A. Darmawan, A.D. Santoso, A.H. Stani, Prasetyadi, L. Panggabean, D. Radini, S. Sapulete. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur Plankton pada Fotobioreaktor. Pertemuan Ilmiah Tahunan V Ikatan Sarjana Oseanografi Indonesia : BPPT dan LIPI Pusat Oseanografi, Jakarta.

Saeni, M.S.1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan Nasional Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor.

Sriharti dan Carolina. 2000. Pengaruh Media Terhadap Kualitas Alggae Bersel Tunggal (Scenedesmus sp.) Jurnal: Seminar Nasional Biologi. 877-882. Sola, L. 1994. Pengembangan dan Uji Coba Peralatan Pengolahan Air Limbah

Industri Tempe dan Tahu. Laporan Penelitian: Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Ujung Pandang.


(61)

Suantika, G. dan D. Hendrawandi. 2008. Efektivitas Teknik Kultur Menggunakan Sistem Kultur Statis, Semi-Kontinyu dan Kontinyu terhadap Produk dan Kualitas Kultur Spirulina sp. Jurnal:Matematika dan Sains Vol:14 No.2. Sriharti, T. Salim, dan Sukirno. 2004. Teknologi Penanganan Limbah Cair Tahu.

Prosiding : Seminar Nasional Rekayasa Kimia UPT Balai Pengembangan Teknologi Tepat Guna-LIPI, Subang.

Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Air Dan dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. PT. Alumni, Bandung.

Sze, P. 1993. Algae. Brown Publisher, Dubuque.

Taw, N. 1990. Petunujuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang. United Development Program Food and Agriculture Organization of United Nations.


(62)

Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian

Pemurnian Mikroalga Scenedesmus sp.

Perbanyakan Kultur Murni Scenedesmus sp.

Penghitungan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Pengukuran pH medium Pengukuran

Kondisi Fisik Ruang Kultur

Analisis Data Isolasi Mikroalga

Scenedesmus sp.

Isolasi Mikroalga Scenedesmus sp. Pada medium perlakuan limbah cair tahu dan kontrol


(63)

Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan dan Analisis Data Kerapatan Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Tabel 2. Jumlah sel Scenedesmus sp. (sel/ml) pada medium limbah cair tahu dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 0%(MBB), dan 0% (Akuades)

selama 13 hari pengamatan

Konsentrasi Limbah Cair Tahu

Ulangan Hari ke-

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

10%

1 50.000 440.000 710.000 580.000 180.000 130.000 240.000 180.000 210.000 60.000 202.500 177.500 50.000 47.500 2 50.000 230.000 410.000 400.000 177.500 210.000 150.000 400.000 390.000 210.000 135.000 112.500 45.000 27.500 3 50.000 220.000 200.000 110.000 165.000 330.000 120.000 350.000 340.000 200.000 337.500 252.500 17.500 72.500

20%

1 50.000 320.000 630.000 100.000 430.000 210.000 80.000 160.000 250.000 210.000 135.000 132.500 57.500 15.000 2 50.000 120.000 300.000 310.000 300.000 280.000 270.000 410.000 280.000 330.000 430.000 227.500 62.500 20.000 3 50.000 270.000 220.000 130.000 550.000 270.000 580.000 140.000 160.000 350.000 370.000 275.000 102.500 62.500

30%

1 50.000 180.000 625.000 675.000 450.000 170.000 270.000 160.000 310.000 250.000 272.500 210.000 82.500 30.000 2 50.000 260.000 110.000 390.000 420.000 370.000 110.000 130.000 330.000 170.000 175.000 352.500 37.500 80.000 3 50.000 70.000 200.000 560.000 370.000 270.000 90.000 160.000 340.000 340.000 135.000 22.500 67.500 65.000

40%

1 50.000 50.000 45.000 210.000 270.000 270.000 220.000 170.000 130.000 240.000 227.500 155.000 90.000 50.000 2 50.000 70.000 40.000 240.000 360.000 90.000 130.000 190.000 140.000 60.000 217.500 30.000 65.000 72.500 3 50.000 60.000 37.500 50.000 390.000 160.000 150.000 90.000 240.000 200.000 155.000 57.500 80.000 42.500

0% (MBB)

1 50.000 390.000 750.000 450.000

1.460.000 410.000 550.000 1.140.000 1.020.000 750.000 1.072.500 967.500 495.000 407.500 2 50.000 190.000 160.000 440.000 810.000 620.000 700.000 1.118.000 360.000 880.000 1.247.500 962.500 330.000 357.500 3 50.000 220.000 200.000 320.000 510.000 360.000 350.000 7.900.000 840.000 570.000 472.500 620.000 320.000 312.500

0%(Akuades)

1 50.000 70.000 110.000 400.000 510.000 450.000 440.000 220.000 250.000 500.000 297.500 170.000 242.500 27.500 2 50.000 170.000 70.000 180.000 170.000 350.000 320.000 220.000 380.000 540.000 235.000 167.500 82.500 25.000 3 50.000 120.000 60.000 230.000 310.000 200.000 410.000 490.000 510.000 340.000 337.500 392.500 120.000 30.000


(64)

Tabel 3. Tabel Total Rata-Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Konsentrasi Limbah Cair Tahu

Hari-Ke JUMLAH

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 (Yi)

10% 150000 890000 132000 1090000 522500 670000 510000 930000 940000 470000 675000 542500 112500 147500 7782000 20% 150000 710000 1150000 540000 1280000 760000 930000 710000 690000 890000 935000 635000 222500 97500 9700000 30% 150000 510000 935000 1625000 1240000 810000 470000 450000 980000 760000 582500 585000 187500 175000 9460000 40% 150000 180000 122500 500000 1020000 520000 500000 450000 510000 500000 600000 242500 235000 165000 5695000 0% (MBB) 150000 800000 1110000 1210000 2780000 1390000 1600000 10158000 2220000 2220000 2792500 2550000 1145000 1077500 31203000 0%(Akuades) 150000 360000 240000 810000 990000 1000000 1170000 930000 1140000 1380000 870000 730000 445000 82500 10297500


(65)

Tabel 4. Tabel Total Kuadrat Rata0Rata Jumlah Sel Scenedesmus sp.

Konsentrasi Limbah Cair Tahu

Ulangan Hari ke- JUMLAH

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

10% 1 2,5x109 1,94x1011 5,04x1011 3,36x1011 3,24x1010 1,69x1010 5,76x1010 3,24x1010 4,41x1010 3,6x109 4,101x1010 3,15x1010 2,5x109 2.256x109 1.30087x1012 2 2,5x109 5,29x1010 1,68x1011 1,6x1011 3,151x1010 4,41x1010 2,25x1010 1,6x1011 1,521x1011 4,41x1010 1,823x1010 1,27x1010 2,03x109 756250000

8.71469x1011 3 2,5x109 4,84x1010 4x1010 1,21x1010 2,723x1010 1,09x1011 1,44x1010 1,225x1011 1,156x1011 4x1010 1,139x1011 6,38x1010 3,06x108 5.256x109 7.1485x1011 20% 1 2,5x109 1,02x1011 3,97x1011 1x1010 1,849x1011 4,41x1010 6,4x109 2,56x1010 6,25x1010 4,41x1010 1,823x1010 1,76x1010 3,31x109 225000000 9.18713x1011

2 2,5x109 1.44x1010 9x1010 9,61x1010 9x1010 7,84x1010 7,29x1010 1,681x1011 7,84x1010 1,09x1011 1,849x1011 5,18x1010 3,91x109 400000000

1.04066x1012 3 2,5x109 7.29x1010 4,84x1010 1,69x1010 3,025x1011 7,29x1010 3,36x1011 1,96x1010 2,56x1010 1,23x1011 1,369x1011 7,56x1010 1,05x1010 3.906x109

1.24714x1012 30% 1 2,5x109 3,24x1010 3,91x1011 4,56x1011 2,025x1011 2,89x1010 7,29x1010 2,56x1010 9,61x1010 6,25x1010 7,426x1010 4,41x1010 6,81x109 900000000

1.49571x1012 2 2,5x109 6,76x1010 1,21x1010 1,52x1011 1,764x1011 1,37x1011 1,21x1010 1,69x1010 1,089x1011 2,89x1010 3,063x1010 1,24x1011 1,41x109 6.4x109

8.77088x1011 3 2,5x109 4,9x109 4x1010 3,14x1011 1,369x1011 7,29x1010 8,1x109 2,56x1010 1,156x1011 1,16x1011 1,823x1010 5,06x108 4,56x109 4.225x109

8.63213x1011 40% 1 2,5x109 2,5x109 2,03x109 4,41x1010 7,29x1010 7,29x1010 4,84x1010 2,89x1010 1,69x1010 5,76x1010 5,176x1010 2,4x1010 8,1x109 2.5x109

4.35106x1011 2 2,5x109 4,9x109 1.6x109 5,76x1010 1,296x1011 8,1x109 1,69x1010 3,61x1010 1,96x1010 3,6x109 4,731x1010 9x108 4,23x109 5.256x109

3.38188x1011 3 2,5x109 3,6x109 1,41x109 2,5x109 1,521x1011 2,56x1010 2,25x1010 8,1x109 5,76x1010 4x1010 2,403x1010 3,31x109 6,4x109 1.806x109 3.51444x1011 0% (MBB) 1 2,5x109 1,52x1011 5,63x1011 2,03x1011 2,132x1012 1,68x1011 3,03x1011 1,3x1012 1,04x1012 5,63x1011 1,15x1012 9,36x1011 2,45x1011 1.661x1011

8.92169x1012 2 2,5x109 3,61x1010 2,56x1010 1,94x1011 6,561x1011 3,84x1011 4,9x1011 1,25x1012 1,296x1011 7,74x1011 1,556x1012 9,26x1011 1,09x1011 1.278x1011

6.66159x1012 3 2,5x109 4,84x1010 4x1010 1,02x1011 2,601x1011 1,3x1011 1,23x1011 6,24x1013 7,056x1011 3,25x1011 2,233x1011 3,84x1011 1.02x1011 9.766x1010

6.49537x1013 0% (Akuades) 1 2,5x109 4,9x109 1,21x1010 1,6x1011 2,601x1011 2,03x1011 1,94x1011 4,84x1010 6,25x1010 2,5x1011 8,851x1010 2,89x1010 5,88x1010 756250000

1.37357x1012 2 2,5x109 2,89x1010 4,9x109 3,24x1010 2,89x1010 1,23x1011 1,02x1011 4,84x1010 1,444x1011 2,92x1011 5,523x1010 2,81x1010 6,81x109 625000000

8.97613x1011 3 2,5x109 1,44x1010 3,6x109 5,29x1010 9,61x1010 4x1010 1,68x1011 2,401x1011 2,601x1011 1,16x1011 1,139x1011 1,54x1011 1,44x1010 900000000

1.27666x1012


(1)

Lampiran 4. Data Derajat Keasaman (pH) dan Pengukuran Kondisi Fisik Ruang Kultur

Tabel 12. Tabel Pengukuran pH Medium Perlakuan

No Medium PH / Hari t ke-

Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

1 LCT 10% 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6

2 LCT 20% 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6

3 LCT 30% 4 4 4 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6

4 LCT 40% 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5

5 MBB (kontrol +) 7 7 7 7 7 7 7 7 8 9 8 8 8

6 Aquades (Kontrol -) 5 5 6 6 6 5 5 6 5 5 5 5 5

Tabel 13. Tabel Data Kondisi Lingkungan Ruang kultur meliputi : Suhu, pH, dan Intensitas Cahaya

waktu (hari) Suhu Kelembapan udara Intensitas Cahaya o

C % Lux

1 21 55 1546

2 21 55 1546

3 21 60 1546

4 22 60 1546

5 22 60 1424

6 20 65 1424

7 21 65 1546

8 21 65 1546

9 21 65 1546

10 22 65 1546

11 22 60 1546

12 21 60 1546


(2)

Lampiran 5. Hasil Analisis Limbah Cair Tahu Tabel 14. Tabel Analisis Limbah Cair Tahu

(Sumber : Kantor Pengkajian Perkotaan Dan Lingkungan DKI Jakarta (1995, dalam Johari 1999)

Parameter Satuan Jumlah

Warna pH BOD COD Zat Organik Ammonia Nitrit Nitrat Sulfat Fosfat Mg

Zat padat Tersuspensi Fluorida Kalsium DO Fenol Total Kesadahan Pt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt mg/lt 500 4,3 1600 7169,84 6160 29 0,04 6,74 405,8 21,8 139,08 1234 25,55 44,11 0 0,79 680


(3)

Lampiran 6. Bagan Proses Pembuatan Tahu Gambar 9. Bagan Proses Pembuatan Tahu

(Sumber : Sriharti, dkk, 2004)

Pencucian kedelai

Perendaman

(Air hangat 55oC: 1-2 jam)

Penggilingan

Pemasakan

(100oC selama 7-14 menit)

Penyaringan

Penggumpalan

Pencetakan/Pengerasan

Pemotongan

Perendaman (Air hangat 80oC)

Tahu

Tahu

Air Kotoran

Ampas tahu

Whey


(4)

Lampiran 7. Penampakan Makroskopik Kultur Mikroalga Scenedesmus sp. Pada Medium Perlakuan

A B

C D

Keterangan Gambar :

A.Pengamatan makroskopis pada hari ke-0 B.Pengamatan makroskopis pada hari ke-4 C.Pengamatan makroskopis pada hari ke-7 D.Pengamatan mikroskopis pada hari ke-13 1.0% (Aquabides)

2.0%(Medim Basal Bold) 3.Limbah Cair Tahu 10% 4.Limbah Cair Tahu 20% 5.Limbah Cair Tahu 30% 6.Limbah Cair Tahu 40%


(5)

Lampiran 8. Foto Pengamatan Penelitian

Gambar 10. Rak Perlakuan Gambar 11.Pemeliharaan Kultur Starter Scenedesmus sp.


(6)