Identifikasi lahan potensial untuk mendukung usulan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan

IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK MENDUKUNG
USULAN PERENCANAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT)

DWI RATNAWATI CHRISTINA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Lahan Potensial untuk
Mendukung Usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Studi
Kasus di Provinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, April 2011
Dwi Ratnawati Christina
NRP. A156090134

i

ABSTRACT
DWI RATNAWATI CHRISTINA. Identificaton of Potential Land for Supporting
Proposed of The Planning of Sustainable Food Farming Land (Case Study in West
Java Province). Under direction of ERNAN RUSTIADI and BABA BARUS.
The passing of Law 41, 2009 on the Protection of Sustainable Food Farming
Land (PSFFL) is expected to control the pace of agricultural land use change in
particular fields. This law is still new so that many of its implementation have not
been done, including the planning and establishment of regions, prime land and
reserve land. West Java Province is the province's second-largest contributor to the
national rice with the support of a potential wetland. Spatial analysis can be used to
determine the potential of component sustainable food farming in province based on
data and supporting information. The purposes of this study are (1) To analyze the
projection needs of wetland at the provincial and district levels, (2) To identify

potential land for prime sustainable food farming land and reserve sustainable food
farming land at the provincial and district levels, (3) To define potential locations for
the proposed as the sustainable food farming region at the provincial and district
levels. The results show that the availability of land is the main deciding factor,
otherwise suitability of land has not influence in deciding of sustainable food farming
area. At the provincial level, the result shows that more general planning area
proposed, including assemblage of some small regions, and indication of prime and
reserve land. The proposed planning at the provincial level is a reference in the
preparation of the proposed planning district, with more a detail data for regions,
prime and reserve land along with prediction size of area.
Keywords: potential land for food farming, sustainable food farming, sustainable
food farming region, prime and reserve land

RINGKASAN
DWI RATNAWATI CHRISTINA. Identifikasi Lahan Potensial untuk Mendukung
Usulan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Studi Kasus di
Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan BABA BARUS.
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi penyumbang beras terbesar kedua
nasional dengan dukungan lahan sawah yang potensial. Permasalahan yang
dihadapi oleh provinsi ini adalah potensi alih fungsi lahan yang tinggi. Dengan

disahkannya UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (PLP2B) diharapkan mampu mengendalikan laju alih fungsi
lahan pertanian khususnya sawah. UU ini masih baru sehingga banyak
implementasi di lapangan belum pernah dilakukan termasuk perencanaan dan
penetapan kawasan, lahan dan lahan cadangan. Analisis spasial dapat digunakan
untuk mengetahui potensi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B), dan Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (KP2B) yang ada di provinsi ini berdasarkan data dan
informasi pendukung.
Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis proyeksi kebutuhan lahan sawah
di tingkat provinsi dan kabupaten, 2) Melakukan identifikasi lahan pertanian pangan
potensial untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan di tingkat provinsi dan kabupaten, dan 3)
Menetapkan lokasi-lokasi potensial untuk diusulkan sebagai Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di tingkat provinsi dan kabupaten. Penelitian ini dibatasi pada
tahap usulan perencanaan dan penetapan lokasi yang berpotensi ditetapkan
sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan di tingkat provinsi dan kabupaten
dari aspek spasial. Lokasi penelitian tingkat provinsi berada di Provinsi Jawa Barat
sementara tingkat kabupaten di Kabupaten Garut dengan wilayah di DAS Cimanuk
Hulu.

Penelitian menggunakan data sekunder yang terdiri dari data spasial dan data
tabular. Data spasial antara lain peta penggunaan lahan, peta kesesuaian lahan
basah, peta status irigasi dan peta intensitas pertanaman. Data tabular antara lain
produksi, produktivitas, luas panen, luas tanam padi di wilayah penelitian. Analisis
yang digunakan adalah analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah, identifikasi dan
pemetaan lahan potensial untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan identifikasi dan pemetaan kawasan
potensial untuk Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Analisis kebutuhan lahan
sawah dihitung berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan
pangan. Identifikasi dan pemetaan lahan potensial untuk Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dilakukan dengan metode pembobotan pada 2 model spasial. Model
1 yaitu dengan melakukan pembobotan terhadap lahan sawah dan lahan bukan
sawah. Model 2 yaitu melakukan pembobotan hanya pada lahan sawah saja.
Identifikasi dan pemetaan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilakukan
dengan mendelineasi secara visual lahan potensial untuk Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan berdasarkan
spatial contiguity.
Berdasarkan analisis kebutuhan lahan sawah diketahui bahwa kebutuhan
lahan sawah Provinsi Jawa Barat selama 20 tahun yang akan datang untuk


pemenuhan kebutuhan pangannya sendiri berada di bawah ketersediaan lahan
sawah yang ada namun ada kecenderungan terjadinya defisit lahan sawah setelah
20 tahun tersebut. Untuk berkontribusi pada tingkat yang lebih tinggi, kebutuhan
lahan sawah berada di atas ketersediaan lahan dimulai pada tahun 2019 terjadi
defisit lahan sawah. Ketersediaan lahan sawah di Kabupaten Garut masih cukup
untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan berkontribusi terhadap provinsi
untuk 20 tahun yang akan datang namun ada kemungkinan terjadi defisit lahan
sawah setelah 20 tahun tersebut.
Perbaikan faktor pembatas yaitu drainase berupa pembangunan jaringan
irigasi mampu menaikkan nilai total skor sehingga lahan dengan kesesuaian lahan
rendah mempunyai nilai total skor tinggi. Dengan nilai total skor tinggi tersebut,
lahan yang mempunyai kesesuaian lahan N termasuk sebagai lahan potensial
untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kriteria kesesuaian lahan tidak efektif
digunakan untuk penggunaan lahan sawah, kriteria ini lebih efektif jika digunakan
untuk lahan-lahan bukan sawah.
Dari identifikasi dan pemetaan lahan potensial untuk Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat memiliki
lahan potensial untuk Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas
780.850 Ha sementara Kabupaten Garut seluas 21.998 Ha. Identifikasi dan
pemetaan lahan pertanian pangan potensial dilakukan dengan menggunakan

pembobotan dan dilakukan pada dua model. Dengan menggunakan model 1,
teridentifikasi di Jawa Barat memiliki lahan pertanian pangan potensial Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 522.640 Ha sementara di Kabupaten Garut
terdapat lahan potensial untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas
19.458 Ha. Model 2 mengidentifikasi di Jawa Barat memiliki lahan potensial Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 843.390 Ha sementara di Kabupaten Garut
memiliki lahan potensial Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas 28.178 Ha.
Dari hasil identifikasi dan pemetaan kawasan potensial untuk Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, dengan model 1 menggunakan pendekatan
delineasi visual berdasar spatial contiguity dan luas hamparan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat terdapat 8 Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Provinsi dan 8 Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten
dengan total luas kawasan 1.083.770 Ha yang berada di 20 kabupaten/kota
sedangkan di Kabupaten Garut teridentifikasi 4 Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan Kabupaten dengan luas 15.328 Ha dan berada di 23 kecamatan.
Dengan model 2 menggunakan pendekatan delineasi visual berdasar spatial
contiguity dan luas hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, teridentifikasi
di Provinsi Jawa Barat terdapat 11 Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Provinsi dan 10 Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten dengan total
luas kawasan 853.060 Ha yang berada di 21 kabupaten/kota sementara di

Kabupaten Garut dengan kawasan seluas 21.225 Ha yang terdiri atas 3 Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan Kabupaten yang tersebar pada 23 kecamatan.
Kata Kunci: Lahan Potensial Pertanian Pangan, Kawasan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

IDENTIFIKASI LAHAN POTENSIAL UNTUK MENDUKUNG USULAN
PERENCANAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS DI PROVINSI JAWA BARAT)


DWI RATNAWATI CHRISTINA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc

Judul Tesis

:

Nama

NRP

:
:

Identifikasi Lahan Potensial untuk Mendukung Usulan
Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Studi Kasus
di Provinsi Jawa Barat)
Dwi Ratnawati Christina
A156090134

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Ketua

Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc
Anggota


Diketahui
Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 09 April 2011

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala anugerah dan
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
dalam rangka penyelesaian studi S2 Program Pascasarjana di Institut Pertanian
Bogor.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:
1.

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.
2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran yang
bermanfaat dalam masa studi, penelitian dan penulisan tesis ini.
3. Dr. Ir Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) sebagai pemberi beasiswa
tugas belajar.
5. Segenap pimpinan dan staf Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, dan
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian
yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.
6. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB.
7. Bapak dan Ibu yang telah memberikan dukungan dan doa yang luar biasa
selama penulis melanjutkan studi.
8. Kakak dan adik tercinta, Marya, Mas Jefri, Agustin, Catur dan The Sastro’s atas
dorongan dan dukungannya sehingga penulisan tesis ini dapat selesai.
9. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah angkatan 2009, sahabat untuk selamanya atas kebersamaan,
kekompakan, semangat, dan rasa kekeluargaannya selama studi hingga
selesainya tesis ini.
10. Para Sahabat atas waktu, dorongan, dukungan dan semangat sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi ini.
11. Semua pihak yang berperan pada masa studi dan penulisan tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini berguna dan membawa manfaat bagi kita. Tuhan
memberkati kita.

Bogor, April 2011

Dwi Ratnawati Christina

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 15 Maret 1979.
Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari Bapak Panut dan Ibu Sri
Haryuti.
Tahun 1997 penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Klaten. Pendidikan
sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadjah Mada dan lulus dengan gelar S.TP pada tahun 2002.
Tahun 2009 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah, Sekolah Pascasarjana IPB atas biaya dari
Pusbindiklatren Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).
Tahun 2005 penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Kementerian
Pertanian dan ditempatkan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air sampai
Desember 2010. Mulai Januari 2011, penulis ditugaskan di Direktorat Jenderal
Prasarana dan Sarana Pertanian.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang

…………………………………………………………..

1

Ruang Lingkup

……………………………………………………………

5

…………………………………………………….

7

Kerangka Pemikiran…………………………………………………………

8

Tujuan dan Manfaat Penelitian .............……………………………………

11

Perumusan Masalah

Hipotesis ......................……………………………………………………… 11
TINJAUAN PUSTAKA
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan....................................................

13

Perlindungan Lahan Pertanian ..........................................................

17

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan ……………………...………

20

Kriteria Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan …………….....……….

22

Multi Criteria Analysis..............................................................……....…

25

Lahan Pertanian di Jawa Barat ……………………………...............……

26

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………………..

29

Bahan dan Alat… …………………………………………………………….. 31
Cara Pengumpulan Data……………………………………………………… 31
Analisis Data ...............................………………………………………….. 32
Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah ..................…………

35

Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.…...….......................................

39

i

Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Potensial untuk Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan……...........................................

51

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Karakteristik Provinsi Jawa Barat …………………………………………

53

Lokasi dan Administrasi………………………………………………….. 53
Kondisi Biofisik

………………………………………………………

53

Kependudukan…………………………………………………………… 55
Penggunaan Lahan………………………………………………………. 56
Karakteristik DAS Cimanuk Hulu

……………………………………….

58

Lokasi dan Administrasi ......…………………………………………… 58
Iklim dan Curah Hujan………………………………………………….. 59
Kependudukan ......…….............……………………………………… 59
Penggunaan Lahan…………....……………………………………….. 60
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah .....................………………

62

Inventarisasi Data dan Informasi ........................………………………… 70
Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk Lahan Cadangan
Pertanian Pangan Berkelanjutan..…....................................................

75

Identifikasi dan Pemetaan Lahan Potensial untuk Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan..…......................................................................

79

Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Potensial untuk Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan……....................................................

94

SIMPULAN DAN SARAN
………………………………………………………………..

106

………………………………………………………………………

107

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….

109

Simpulan
Saran

LAMPIRAN …………………………………………………………………………. 113

ii

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Data Produksi dan Impor Beras Tahun 1990-2009 ................................

14

2. Perbandingan Pelaksanaan Perlindungan Lahan Pertanian
di Berbagai Negara ...............................................................................

19

3. Jenis Data yang Dibutuhkan ............................................................…….

31

4. Perbedaan Kedetilan Informasi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten…....

32

5. Kriteria Penilaian Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi………………… 40
6. Kriteria Penilaian Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi………………… 40
7. Pembobot LP2B Provinsi 1a ...................................................................

43

8. Pembobot LP2B Provinsi 1b ............................…………………………….

44

9. Pembobotan LP2B Provinsi 2a ..........................................……………….

45

10. Pembobotan LP2B Provinsi 2b ...............................................................

45

11. Pembobotan LP2B Provinsi 2c ........................................................... ….

46

12. Pembobotan LP2B Kabupaten 1 ...........……………………………………. 49
……………………………………..

50

14. Pembobotan LP2B Kabupaten 2b …………………………………………..

51

15. Sebaran Jenis Tanah dan Arahan Penggunaan .....................................

55

16. Perkembangan Penggunaan Lahan Tahun 1994-2005 .........................

56

17. Kecamatan dan Luas Wilayah Daerah Penelitian .....................…………

58

18. Penggunaan Lahan Kabupaten Garut Tahun 2009 .......................... ….

61

19. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat..……………….

65

20. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Garut……………......….

69

21. Kawasan Hutan Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 ..................................

63

22. Penutupan/Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2009..........

69

23. Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cimanuk Hulu Tahun 2009...........

71

24. Indikasi Luas Lahan Potensial untuk LCP2B DAS Cimanuk Hulu
Kabupaten Garut .................................................................................... .

72

25. Hasil Skoring LP2B Provinsi 1 ................................................................

81

26. Hasil Skoring LP2B Provinsi 2 ...............................................................

85

27. Spesifikasi Kriteria Teknis Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1....

88

13. Pembobotan LP2B Kabupaten 2a

iii

Halaman
28. Hasil Pembobotan LP2B Kabupaten 2 ...................................................

91

29. Lokasi Penyebaran Kawasan Potensial untuk KP2B……………………….

99

30. Perbandingan KP2B Provinsi 1 dan Provinsi 2...................………..……… 100
31. Lokasi Kawasan Potensial di Kabupaten Garut ………………..………...... 103
32. Perbandingan Kabupaten 1 dan Kabupaten 2 .........................................

iv

104

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka Pikir Penelitian ..............…………………………………………… 10

2.

Grafik Perkembangan Produksi Padi Sawah Selama 2001-2008 ……….

27

3.

Grafik Perkembangan Luas Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat
Tahun 1993-2008…………………………………………………………….

27

4.

Lokasi Penelitian Tingkat Provinsi di Provinsi Jawa Barat ....................

30

5.

Lokasi Penelitian Tingkat Kabupaten di DAS Cimanuk Hulu
Kabupaten Garut ................................................................................…..

30

6.

Diagram Alir Penelitian Tingkat Provinsi ..................................................

33

7.

Diagram Alir Penelitian Tingkat Kabupaten………………………………… 34

8.

Diagram Alir Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi .......................

9.

Diagram Alir Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten..................... 37

36

10. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LCP2B ..............................….

40

11. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1 ...............….

43

12. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 2 ...............….

44

13. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten1 ...............…. 49
14. Konsep Pemetaan Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten2 ...............…. 50
15. Konsep Pemetaan Kawasan Potensial untuk KP2B .............................…. 52
16. Ilustrasi Pendelineasian KP2BP................................................................. 52
17. Ilustrasi Pendelineasian KP2BK ................................................................. 52
18. Peta Guna Lahan Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 ..............……………

48

………………………

53

19. Perkembangan Luas Lahan Sawah (2004-2009)

20. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Nasional .........................................

61

21. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Jawa Barat …………………

64

22. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Garut .......................... ..

68

23. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Lahan Basah di Provinsi Jawa Barat ...... 73
24. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Lahan Basah di DAS Cimanuk Hulu …..

73

25. Status Irigasi DAS Cimanuk Hulu ...................……………………………..

74

26. Intensitas Pertanaman DAS Cimanuk Hulu……...............................…….

75

27. Luas Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi Jawa Barat………..............

75

v

Halaman
28. Peta Lahan Potensial untuk LCP2B Provinsi Jawa Barat .......................

76

29. Peta Lahan Potensial untuk LCP2B DAS Cimanuk Hulu
Kabupaten Garut ......................................................................................

78

30. Peta Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1 ..........................................

83

31. Persentase Luas Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 1 ........................ 83
32. Peta Lahan Potensial untuk LP2B Provinsi 2 ..........................................

87

33. Luas Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1 .....................................

89

34. Peta Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 1 ......................................

90

35. Peta Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2 .....................................

93

36. Persentase Lahan Potensial untuk LP2B Kabupaten 2
DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut .....................................................

94

37. Peta Kawasan Potensial untuk KP2B Provinsi 1 ....................................

96

38. Peta Kawasan Potensial untuk KP2B Provinsi 2 ......................................

98

39. Peta Kawasan Potensial untuk KP2B Kabupaten 1...............................

101

40. Peta Kawasan Potensial untuk KP2B Kabupaten 2.........…………….….

103

41. Delineasi Kawasan yang Terfragmentasi ................................................

105

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat Tahun 20003…

113

2.

Peta Kesesuaian Lahan Basah Provinsi Jawa Barat………………………. 114

3.

Peta Penutupan/Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Barat…………………. 115

4.

Peta Intensitas Pertanaman Provinsi Jawa Barat………………………….. 116

5.

Peta Status Irigasi Provinsi Jawa Barat……………………………………….. 117

6.

Peta Status Irigasi DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut Tahun 2002...… 118

7.

Peta Kesesuaian Lahan untuk Padi DAS Cimanuk Hulu Kab. Garut ......... 119

8.

Peta Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cimanuk Hulu
Kabupaten Garut Tahun 2009 ................................................................... 120

9.

Peta Intensitas Pertanaman DAS Cimanuk Hulu Kabupaten Garut
Tahun 2002................................................................................................. 121

10. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Skenario Optimis ................... 122
11. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Provinsi Skenario Pesimis .................. 123
12. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Skenario Pesimis ............. 124
13. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Skenario Optimis ............. 125

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi penyumbang beras nasional
nomor dua setelah Provinsi Jawa Timur. Kontribusi beras pada tahun 2008
sebesar 16,76% dari total nasional. Produksi beras ini didukung oleh luas lahan
sawah yang ada di daerah ini. Berdasarkan data Bappeda Provinsi Jawa Barat
(2010) pada tahun 2005, luas baku sawah sebesar 925.900 hektar (Ha) sebagian
besar merupakan lahan irigasi teknis (41%), tadah hujan (18,8%), irigasi
perdesaan (17,1%), irigasi setengah teknis (12,6%), sisanya irigasi sederhana
(1,0%) dan sawah pasang surut (0,4%).
Permasalahan yang dihadapi provinsi ini adalah besarnya laju konversi
lahan pertanian menjadi peruntukan lain. Selama tahun 1994 – 2005 telah terjadi
perubahan lahan sawah ke peruntukan lain seluas 202.975 Ha. Potensi
hilangnya lahan produktif di wilayah ini sangat besar apabila dilihat dari jumlah
penduduknya. Berdasarkan data Sensus Penduduk (SP) 2010, provinsi ini
berpenduduk sebanyak 43.021.826 jiwa atau terbesar di Indonesia (18,11 %),
dan merupakan salah satu pusat kegiatan industri manufaktur dan strategis
nasional. Selain itu, Jawa Barat merupakan lintasan utama arus regional barang
dan penumpang Sumatera-Jawa-Bali.
Lahan sawah yang beralih fungsi tersebut biasanya terletak di dekat kota
baik kota besar maupun kota yang sedang berkembang dimana industri,
perdagangan dan perumahan berkembang pesat dan umumnya pada lahan
sawah produktif dengan irigasi yang baik. Penambahan areal sawah melalui
optimasi lahan terlantar memang dilakukan namun belum menutup potensi lahan
sawah yang hilang.
Hilangnya lahan pertanian produktif ini apabila tidak dikendalikan akan
mengganggu kelangsungan dan produksi yang akhirnya bisa menyebabkan
terancamnya ketahanan pangan, baik itu ketahanan pangan daerah maupun
nasional.

Selain fungsi pasokan produksi, lahan pertanian juga mempunyai

berbagai fungsi lain yaitu sebagai penyedia dan pembuka lapangan kerja, fungsi
lingkungan dan fungsi wilayah tangkapan air (water catchment area). Terjadinya
alih fungsi lahan pertanian ini menyebabkan hilangnya fungsi–fungsi lain
tersebut.

2

Konversi lahan pertanian pangan ke nonpertanian, secara umum
disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal
merupakan akibat dari pertumbuhan kebutuhan lahan untuk keperluan
nonpertanian akibat perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, serta
perpajakan lahan (PBB) yang mengakibatkan pergeseran penggunaan lahan dari
fungsi

pertanian

menjadi

fungsi

nonpertanian,

karena

dinilai

lebih

menguntungkan. Faktor internal adalah kemiskinan. Salah satu penyebab
kemiskinan petani ini adalah kepemilikan lahan yang sempit. Dengan
peningkatan jumlah penduduk yang masih sekitar 1,34 persen per tahun,
sementara luas lahan yang ada relatif tetap, telah menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan terhadap sumberdaya lahan dan air terutama di

Jawa

(Departemen Pertanian, 2006).
Dengan rata-rata penguasaan lahan yang sangat sempit, maka terjadi
persaingan yang tidak seimbang dalam penggunaan lahan, terutama antara
sektor pertanian dan nonpertanian. Buruknya kondisi sosial ekonomi memicu
petani menjual lahan pertaniannya, karena merasa tidak mendapat keuntungan
ekonomis dari lahan itu. Dua faktor tersebut berakibat pada kurangnya
kemampuan menaikkan kapasitas produksi, dan secara psikologis semakin
memojokkan citra produktivitas petani dan sektor pertanian pangan (Departemen
Pertanian, 2006).
Penataan ruang merupakan salah satu kebijakan yang diharapkan mampu
mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian. Dalam Undang-Undang Nomor
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang diamanatkan peraturan mengenai lahan
pertanian abadi. Amanat tersebut telah dilaksanakan dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Dengan terbitnya UU ini, diharapkan dapat
menekan tingginya laju alih fungsi lahan pertanian sawah. Apabila laju alih fungsi
lahan pertanian dapat dikendalikan diharapkan fungsi lain seperti fungsi ekologi
dapat dipertahankan dan dijaga keberadaannya.
Implementasi UU Nomor 41 Tahun 2009 berupa peraturan terkait seperti
peraturan pemerintah, peraturan menteri ataupun peraturan daerah saat ini
masih dalam proses penyusunan. Peraturan yang baru saja disahkan adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Peraturan ini antara lain berisi mengenai
kriteria dan persyaratan serta tata cara penetapan ketiga komponen PLP2B

3

tersebut yaitu Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), dan Lahan Cadangan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disusun baik di
tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Perencanaan Lahan

Pertanian Pangan Berkelanjutan nasional menjadi acuan perencanaan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi dan kabupaten/kota sementara
Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi menjadi acuan
perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota.
Adanya perencanaan dan penetapan ketiga komponen PLP2B dalam suatu
wilayah akan mempermudah pemerintah dalam pembuatan rencana, kebijakan,
dan program. Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan di
wilayah kabupaten dalam rencana tata ruang kabupaten. Penetapan LP2B dan
LCP2B merupakan bagian dari penetapan dalam bentuk rencana rinci tata ruang
wilayah

kabupaten/kota.

Penetapan

ketiga

komponen

PLP2B

tersebut

merupakan dasar peraturan zonasi. Di tingkat provinsi, KP2B merupakan bagian
dari penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi. Pada UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, jangka waktu masa berlaku rencana tata ruang
wilayah (RTRW) telah disesuaikan dengan jangka waktu rencana pembangunan
yaitu

20

tahun

dengan

peninjauan

kembali

setiap

5

tahun.

Dengan

terintegrasinya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam
dokumen

rencana

tata

ruang

wilayah

tersebut

diharapkan

rencana

pembangunan bersinergi dan tidak akan bertolak belakang.
KP2B secara hierarki terdiri atas Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan
nasional (KP2BN), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan provinsi (KP2BP),
dan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan kabupaten/kota (KP2BK). KP2BN
meliputi KP2B lintas provinsi, sementara KP2BP meliputi KP2B lintas
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi sedangkan KP2BK meliputi KP2B dalam
1 kabupaten/kota.
Perencanaan PLP2B yang dilakukan dalam berbagai tingkatan ini
membawa konsekuensi adanya beberapa tingkatan spasial. Permasalahan
dalam perencanaan wilayah adalah bagaimana membuat perencanaan wilayah
perdesaan tersebut berbeda namun masih dalam satu kerangka kerja yang
sama. Tingkatan tertinggi harus bersifat lebih umum dan menjadi acuan bagi

4

rencana pembangunan tingkatan dibawahnya. Metode yang dimodifikasi perlu
digunakan dalam perencanaan regional dan lokal agar mampu memperlihatkan
konsekuensi dari perbedaan tingkatan tersebut. Sistem Informasi Geografi (SIG)
dan pendekatan model sangat efisien untuk digunakan dalam permasalahan
tersebut (Hermann dan Osinski, 1999).
Tahapan pertama penyelenggaraan perlindungan LP2B ini adalah
menentukan dan menetapkan lahan pertanian menjadi suatu kawasan, lahan
dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Perencanaan ini diawali
dengan penyusunan usulan perencanaan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Kesulitan utama yang ditemui
dalam melakukan penyusunan usulan ketiga komponen perlindungan lahan
pertanian pangan tersebut adalah ketentuan terkait dengan kriteria teknisnya
yang belum ada. Pedoman kriteria teknis dan persyaratan ketiga komponen
tersebut akan diatur dengan Peraturan Menteri yang sampai saat sekarang
belum selesai disusun.
Pada tahun 2007, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 41 tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya
yang salah satunya menjelaskan kriteria teknis kawasan budi daya pertanian
untuk lahan basah namun hanya mencakup pola tanam dan tindakan
konservasinya saja. Pada pedoman tersebut tidak disebutkan mengenai luasan
yang bisa dikatakan sebagai kawasan dan lahan pertaniannya, kondisi
infrastruktur yang mendukung, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat di dalam
maupun di sekitar kawasan.
Berdasarkan penelitian Ceballos-Silva dan Lo’pez-Blanco (2003), SIG dan
pendekatan model dapat digunakan untuk melakukan delineasi lahan-lahan
pertanian yang sesuai dengan komoditas tertentu. Pengaplikasian pendekatan
Multi Criteria Evaluation mampu digunakan untuk mengidentifikasi wilayah yang
sesuai untuk komoditas tertentu. Faktor-faktor yang berpengaruh seperti iklim,
topografi, kesesuaian lahan diintegrasikan dalam SIG. Informasi ini diperlukan
untuk mendapatkan kriteria yang optimal yang akan digunakan sebagai input
dalam MCE algoritm. Hasilnya akan dioverlay dengan peta penggunaan lahan
terbaru sehingga akan dihasilkan lahan-lahan potensial dengan komoditas
tertentu.
Perencanaan dan penetapan ketiga komponen PLP2B ini membutuhkan
data dan informasi lahan pertanian. Kekurangan informasi sering menyebabkan

5

model–model tidak efektif atau tidak dapat dioperasikan sehingga akan
menimbulkan kasalahpahaman mekanisme sistem dan terhadap keputusan yang
tidak konsisten yang pada nantinya dapat menimbulkan beragam konflik.
Permasalahan data dan informasi lahan pertanian adalah ketersediaannya
masih terbatas dalam kondisi yang diuraikan secara deskriptif sehingga
identifikasi wilayah dan pengelompokan lahan produktif secara geografis
mengalami kesulitan. Permasalahan tersebut dapat ditanggulangi dengan
menggunakan teknologi pengolahan dan penyajian informasi spasial. Informasi
ini selanjutnya memberikan dukungan informasi lebih tepat untuk analisis
kuantitatif ketersediaan pangan. Informasi lainnya adalah letak geografis lahan
produktif, luasannya, kondisi topografi dan keterkaitannya dengan informasi
infrastruktur termasuk akses untuk dukungan budidaya pertanian (sumber air,
tata distribusi air, dan akses pengolahan pasca panen) perlu ditingkatkan secara
meluas, dan jaringan sarana perhubungan (jalan raya antar wilayah dan kota,
jalan penghubung daerah perdesaan) antara sentra produksi dengan pasar untuk
meningkatkan kelancaran bagi distribusi pangan (Praptomosunu, 2007).
Ketersediaan peta sangat terbatas, khususnya peta dasar seperti peta
tanah, terlebih bila untuk perencanaan yang sifatnya rinci. Koleksi nasional untuk
peta provinsi skala 1: 250.000, peta kabupaten/kota skala 1: 50.000 dan 1:
25.000, belum mencakup wilayah semua provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara ini, peta pendukung lainnya masih terbatas cakupan wilayah, tingkat
kerincian dan jumlahnya, misalnya : peta potensi lahan, peta iklim, peta liputan
lahan. Dari aspek ketersediaan data dasar untuk inventarisasi yang mencakup
data citra satelit masih terbatas karena kendala cuaca di wilayah tropis maupun
tingkat kerincian datanya, disamping belum lengkapnya data kontur serta
terbatasnya sebaran data curah hujan sehingga mengurangi tingkat akurasi data
potensi lahan yang dihasilkan. Untuk Provinsi Jawa Barat, peta yang tersedia
bermacam-macam tingkat kerinciannya, antara lain: skala Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI) adalah 1:25.000 sementara peta geologi berskala 1:100.000,
sedangkan peta tanah lebih bervariasi.
Ruang Lingkup
Lahan pertanian pangan merupakan lahan pertanian tanaman pokok yang
terdiri atas sagu, ubi, jagung, padi, ketela pohon dan lain-lain. Untuk penelitian
ini, lahan yang dimaksud adalah lahan sawah karena makanan pokok di wilayah

6

penelitian adalah beras dan lahan sawah merupakan andalan utama produksi
padi. Berdasarkan data produksi padi, beras tidak hanya dihasilkan pada lahan
sawah tetapi juga di lahan kering. Padi ladang baik dari segi luas panen,
produksi maupun produktivitas jauh lebih rendah dibanding padi sawah. Produksi
padi ladang di provinsi ini hanya 3,49% terhadap total produksi padi Jawa Barat.
Dengan produksi padi sawah yang tinggi dibanding padi ladang, maka lahan
yang dipilih untuk penelitian adalah lahan sawah. Penelitian ini hanya pada
penyusunan usulan perencanaan LP2B dan merekomendasikan satuan
hamparan lahan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan
berkelanjutan (KP2B) dari aspek spasial di tingkat provinsi dan kabupaten.
Beberapa pengertian yang dijadikan referensi sebagai konsepsi dari
pelaksanaan penelitian ini bersumber dari UU No. 41 Tahun 2009 yaitu:
1)

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) adalah lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna
menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan
pangan nasional.

2)

Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) adalah lahan
potensial

yang

dilindungi

pemanfaatannya

agar

kesesuaian

dan

ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) pada masa yang akan datang.
3)

Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) adalah wilayah
budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki
hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau hamparan lahan
cadangan pertanian pangan berkelanjutan serta unsur penunjangnya
dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan dan
kedaulatan pangan nasional.

4)

Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat

permukiman perdesaan,

pelayanan jasa

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
5)

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) adalah
sistem

dan

proses

dalam

merencanakan

dan

menetapkan,

mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan
mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

7

Perumusan Masalah
Perencanaan LP2B diawali dengan penyusunan usulan perencanaan oleh
Pemerintah,

pemerintah

daerah

provinsi,

dan

pemerintah

daerah

kabupaten/kota. Penyusunan usulan perencanaan LP2B dilakukan berdasarkan
inventarisasi, identifikasi, dan penelitian. Hasil usulan perencanaan ini kemudian
disebarkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan dan saran
perbaikan.

Inventarisasi

merupakan

pendataan

penguasaan,

pemilikan,

penggunaan, pemanfaatan, atau pengelolaan hak atas tanah pertanian pangan
sementara identifikasi dilakukan untuk mengetahui lahan pertanian yang sesuai
dengan kriteria dan persyaratan LP2B.
Ketidakadaan pedoman teknis ketiga komponen menyebabkan pemerintah
daerah yang saat ini sedang melakukan penyusunan revisi RTRW mengalami
kesulitan untuk merencanakan dan menetapkan ketiga komponen tersebut
dalam dokumen RTRW. Sangat mungkin terjadi, RTRW selesai disusun ketiga
komponen tersebut belum dimuat dalam dokumen yang telah sah. Saat ini
beberapa provinsi dan kabupaten/kota telah menyelesaikan RTRW dan belum
mencantumkan muatan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Namun ada juga
yang telah memasukkan muatan LP2B walaupun belum menggunakan istilah
LP2B tetapi kawasan budi daya pertanian sesuai dengan UU Penataan Ruang.
Untuk memasukkan muatan LP2B maka harus dilakukan revisi RTRW lagi. Hal
ini pasti memakan waktu yang lama sehingga untuk tetap memberlakukan
ketentuan UU ini maka LP2B ini perlu ditetapkan dalam suatu peraturan daerah.
Perencanaan usulan ini belum pernah dilakukan sehingga sehingga belum
diketahui bagaimana implementasinya di lapangan apakah dapat dilaksanakan
atau tidak. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diketahui metode dan kriteria
teknis untuk identifikasi lahan pertanian potensial yang dapat diusulkan dalam
perencanaan LP2B berdasarkan kriteria yang tersedia.
Untuk mempermudah penelitian, maka perlu dirumuskan permasalahan
yang terjadi pada Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut, yaitu :
1.

Berapa luas lahan sawah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan nasional, provinsi dan kabupaten?

2.

Kriteria teknis apa yang sesuai digunakan untuk identifikasi lahan potensial
LP2B di tingkat provinsi dan kabupaten?

3.

Bagaimana ketersediaan data dan informasi yang mendukung kriteria teknis
tersebut di tingkat provinsi dan kabupaten?

8

4.

Bagaimana melakukan identifikasi lahan potensial dengan menggunakan
kriteria teknis tersebut di tingkat provinsi dan kabupaten?
Kerangka Pemikiran
Padi adalah salah satu tanaman budi daya terpenting dalam peradaban.

Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung
dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi
mayoritas penduduk dunia termasuk penduduk Indonesia. Beras sebagai hasil
pengolahan padi akan tetap menjadi komoditas penting dan strategis selama
masih menjadi makanan pokok utama hampir seluruh penduduk Indonesia yang
mencapai 230 juta jiwa.
Proses konversi lahan sawah menjadi penggunaan lahan nonpertanian
seperti pemukiman dan industri merupakan kondisi yang sulit dihindari sebagai
akibat dari pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan sektor ekonomi yang
pesat. Ketersediaan lahan yang terbatas sementara permintaan terhadap lahan
terus meningkat menuntut realokasi penggunaan lahan ke arah yang paling
menguntungkan. Sebagian lahan sawah yang terkonversi tersebut beralih fungsi
menjadi lahan pertanian lahan kering, dan sebagian lainnya beralih fungsi ke
peruntukan

nonpertanian

untuk

memenuhi

kebutuhan

pemukiman,

pengembangan industri, jasa, dan lain-lain. Penyebab utama konversi tersebut
adalah kelayakan ekonomi.
Pertimbangan kelayakan ekonomi menjadi persyaratan yang diperlukan
dalam pengelolaan suatu penggunaan lahan. Budi daya pertanian pada lahan
yang sesuai akan memberikan keuntungan yang lebih besar dibanding pada
lahan yang tidak sesuai. Aksesibilitas dan atau jarak ke tempat pemasaran juga
sangat menentukan harga barang input dan harga barang produksinya.
Aksesibilitas juga terkait dengan harga jual dan nilai rente lahan. Harga jual dan
rente dari lahan-lahan dengan aksesibilitas yang baik akan lebih besar
dibandingkan dengan jenis lahan sejenis dengan aksesibilitas lahan buruk.
Selanjutnya, untuk mendapatkan keuntungan yang memadai

maka kenaikan

harga jual dan rente tersebut harus diikuti oleh kenaikan produk lahan. Apabila
harga jual lebih rendah maka pemilik lahan akan mengubah pemanfaatan
lahannya ke kepenggunaan lain yang produknya bermilai lebih tinggi. Hal ini
terjadi ketika petani mengkonversi lahan sawahnya karena penggunaan lahan

9

untuk peruntukan yang baru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan
untuk lahan sawah.
Munculnya fenomena konversi (alih fungsi) lahan sawah ke nonsawah
ataupun

nonpertanian

di

Pulau

Jawa

menimbulkan

kekhawatiran

akan

terancamnya ketahanan pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh sebagian
besar sawah yang terkonversi tersebut merupakan lahan sawah yang beririgasi
baik teknis maupun semi teknis. Konversi ini mengakibatkan hilangnya produksi
pertanian dan nilainya, pendapatan usaha tani, dan kesempatan kerja pada
usaha tani. Selain itu, dampak negatif konversi ini adalah hilangnya peluang
pendapatan dan kesempatan kerja pada kegiatan ekonomi yang tercipta secara
langsung maupun tidak langsung dari kegiatan usaha tani tersebut seperti usaha
traktor, dan penggilingan padi. Kerugian tidak langsung adalah meningkatnya
pencemaran, banjir, jumlah petani berlahan sempit meningkat, dan tingkat
kriminalitas.
Penurunan luas lahan ini tidak sebanding dengan luas pencetakan sawah
baru sehingga terjadilah defisit lahan. Untuk Provinsi Jawa Barat tidak mungkin
lagi dilakukan penambahan lahan baku sawah, yang bisa dilakukan apabila laju
alih fungsi tidak bisa dikendalikan adalah dengan menzonasi lahan pertanian
sawah produktif.
Dengan adanya UU No. 41 Tahun 2009 ini diharapkan mampu
mengendalikan laju alih fungsi lahan tersebut. UU ini menyebutkan bahwa
perencanaan ketiga komponen LP2B dilakukan di tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Perencanaan ini diintegrasikan dengan RTRW baik nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota.
Pedoman teknis perencanaan dan penetapan KP2B, LP2B, dan LCP2B
belum ada, dan uji coba pelaksanaannya pun belum pernah dilakukan sehingga
belum diketahui bagaimana implementasinya di lapangan, apakah bisa
dilaksanakan ataukah tidak bisa dilaksanakan. Dari hal tersebut, maka dapat
diidentifikasi dan dirumuskan permasalahannya yaitu bagaimana melakukan
identifikasi ketiga komponen tersebut di tingkat kabupaten dan provinsi.
Untuk tingkat provinsi, perencanaan harus bersifat umum karena tingkat ini
hanya sebagai acuan saja bagi kabupaten. Operasional PLP2B berada di
kabupaten sehingga perencanaan LP2B harus lebih rinci. Pada tingkat provinsi,
hasil yang ingin diperoleh adalah arahan usulan perencanaan kawasan potensial
untuk KP2B. Kawasan potensial yang dapat didentifikasikan terdiri dari kawasan

10

potensial untuk KP2B provinsi (KP2BP) dan kawasan potensial untuk KP2B
kabupaten (KP2BK). Kawasan ini akan masuk dalam kawasan budi daya pada
RTRW provinsi.
Pada tingkat kabupaten, hasil yang ingin diperoleh adalah arahan usulan
kawasan potensial untuk KP2B kabupaten (KP2BK). Kawasan ini akan
digunakan untuk penyusunan revisi RTRW kabupaten dan masuk dalam
kawasan budi daya pertanian pada RTRW kabupaten tersebut. Masing-masing
tingkat menggunakan skala yang berbeda disesuaikan dengan skala pada
penyusunan RTRW. Untuk provinsi menggunakan skala 1:250.000, sedangkan
kabupaten menggunakan skala 1:50.000. Kerangka pikir penelitian sebagaimana
pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

11

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Wilayah yang menjadi obyek penelitian adalah Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, perumusan masalah dan kerangka
pemikiran maka dibuat tujuan penelitian ini yaitu:
1.

Menganalisis proyeksi kebutuhan lahan sawah di tingkat provinsi dan
kabupaten.

2.

Melakukan identifikasi lahan pertanian pangan potensial untuk LP2B dan
LCP2B di tingkat provinsi dan kabupaten.

3.

Menetapkan lokasi-lokasi potensial untuk diusulkan sebagai KP2B di tingkat
provinsi dan kabupaten.
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.

Sebagai bahan untuk penyusunan usulan perencanaan lahan pertanian
pangan berkelanjutan.

2.

Sebagai bahan pendukung bagi pemerintah daerah dalam pengambilan
keputusan mengenai perencanaan dan penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan.

3.

Sebagai bahan masukan untuk revisi rencana tata ruang provinsi dan
kabupaten terkait kawasan budi daya pertanian.
Hipotesis

1.

Lahan sawah yang tersedia saat ini di Provinsi Jawa Barat tidak akan
mampu memenuhi kebutuhan lahan baku sawah untuk mencukupi
kebutuhan pangannya sendiri apalagi berkontribusi terhadap nasional
dalam waktu 20 tahun yang akan datang karena tingginya laju
pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk yang tinggi. Kabupaten
Garut memiliki lahan sawah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
pangannya sendiri maupun untuk berkontribusi terhadap provinsi dalam
waktu 20 tahun ke depan.

2.

Faktor ada tidaknya jaringan irigasi sangat penting dalam menentukan
lahan potensial untuk LP2B di tingkat provinsi sementara di tingkat
kabupaten faktor yang menentukan lahan yang sesuai sebagai LP2B
adalah jenis irigasi (teknis, semi teknis, sederhana, nonirigasi) dan

12

intensitas pertanaman. Faktor kelas kesesuaian lahan pada kedua
tingkatan tidak mempunyai pengaruh yang nyata.
3.

Identifikasi dan pemetaan kawasan potensial untuk KP2B dapat dilakukan
dengan delineasi visual berdasarkan spatial contiguity, maximum coverage,
dan

batas

administrasi.

Faktor

yang

paling

berpengaruh

pada

pendelineasian berdasarkan spatial contiguity dan maximum coverage
adalah luas hamparan, dan adanya jaringan penunjang seperti irigasi, dan
jalan. Untuk pendelineasian berdasar batas administrasi, kawasan
potensial tersebut berada dalam 1 (satu) wilayah administrasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Ketersediaan dan Konsumsi Pangan
Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan