Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN
NINA LUCELLIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi
Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Nina Lucellia
NIM: I34090033
ABSTRAK
NINA LUCELLIA. Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka
Industrialisasi Kelautan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.
Kualitas mutu garam rakyat masih belum memenuhi syarat mutu yang
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Perilaku ekonomi petani garam belum
mampu menghasilkan garam yang sesuai dengan kebutuhan industri. Adanya
industrialisasi kelautan diharapkan mampu mendorong pengembangan industri
usaha garam. Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik
individu petani garam dengan perilaku ekonomi petani garam serta menganalisis
hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam.
Selain itu, penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan karakteristik usaha
dengan perilaku ekonomi petani garam, dan menganalisis hubungan perilaku
ekonomi petani garam terhadap produksi garam yang sesuai dengan kebutuhan
industri. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
karakteristik individu dengan perilaku ekonomi pada variabel tingkat pendidikan
dan orientasi mutu. Hubungan signifikan juga terdapat antara perilaku ekonomi
dengan kedua variabel intervensi pihak luar. Variabel teknologi dari karakteristik
usaha juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku ekonomi.
Kata kunci: petani garam, perilaku ekonomi, industrialisasi
ABSTRACT
NINA LUCELLIA. Economic Behavior of Salt Producersin Supporting Marine
Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA.
One of critical issues of traditional salt is low quality according to Indonesia
National Standar. Economic behavior of salt farmers haven't been able to produce
salt in accordance with industry needs. The industrialization of marine is expected
to encourage industrial development efforts of salt. The purpose of this research is
to analyze the relationship between the individual characteristics with economic
behavior of salt producers, to analyze the relationship between intervention from
outside with economic behavior of salt producers, to analyze the relationship
characteritics salt produvtion with economic behavior of salt producers. The study
results showed a significant relationship between behavioral economics to the
characteristics of the individual. There are also significant relationships between
economic behavior with both the intervention variables outside parties. The
characteristics of business also has a significant relationship with behavioral
economics.
Key words: salt, economic behavior, industrialization
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN
NINA LUCELLIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi
Kelautan
: Nina Lucellia
: 134090033
Disetujui oleh
」Oセ@
Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing
セ
Tanggal Lulus:
.. DilCet
_D_4⦅ セ ⦅ ZM ゥ I ⦅ ] ⦅ ] QS ⦅@
ui oleh
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi
Kelautan
: Nina Lucellia
: I34090033
Disetujui oleh
Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perilaku Ekonomi Petani Garam Dalam Kerangka
Industrialisasi Kelautan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Arif Satria, SP, MSi sebagai dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik dan motivasi selama
proses penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ir.
Melani Abdulkadir Sunito, MSc dan Ratri Virianita, S.Sos, MSi sebagai dosen
penguji skripsi. Terima kasih juga diucapkan kepada keluarga-keluarga di
Rembang, Bapak Mustain, Bapak Pungki, Bapak Sucipto, Ibu Agus, Mbak Fila
dan petani garam Desa Tasikharjo, yang telah memberikan bantuan kepada
penulis selama proses penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih untuk Bapak Agus Dwi Wahyudi
beserta Ibu Sugiati, sebagai orangtua yang senantiasa mendoakan dan
melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada Arif Rachman dan Faiza Libby S.L, teman satu bimbingan yang
turut membantu dan memberikan motivasi. Tidak lupa juga terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman, terutama para sahabat yang
selalu mendukung, memotivasi, membantu hingga mendampingi penulis dalam
proses penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2013
Nina Lucellia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
XI
DAFTAR LAMPIRAN
XI
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Sumberdaya Garam di Indonesia
5
Permasalahan Garam di Indonesia
7
Karakteristik Petani Garam di Indonesia
8
Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan
10
Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam
12
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis
15
Definisi Konseptual
15
Definisi Operasional
15
PENDEKATAN LAPANG
19
Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
19
Pengumpulan Data
20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN, KARAKTERISTIK
USAHA RESPONDEN, DAN INTERVENSI PIHAK LUAR
31
Karakteristik Individu
31
Karakteristik Usaha
34
Intervensi Pihak Luar
36
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM KERANGKA
INDUSTRIALISASI KELAUTAN
39
Orientasi Mutu
39
Adaptasi Teknologi
40
vi
Hubungan Sosial
40
Alokasi Ketenagakerjaan
41
Perilaku Konsumsi
42
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
43
Hubungan Usia dengan Perilaku Ekonomi
43
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ekonomi
45
Hubungan Pengalaman Kerja dengan Perilaku Ekonomi
47
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Ekonomi
49
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ekonomi
50
ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
53
Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi
53
Hubungan Penyuluhan dengan Perilaku Ekonomi
55
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
57
Hubungan Biaya Produksi dengan Perilaku Ekonomi
57
Hubungan Teknologi dengan Perilaku Ekonomi
58
Hubungan Luas Lahan dengan Perilaku Ekonomi
60
Hubungan Kuantitas Hasil Produksi dengan Perilaku Ekonomi
62
SIMPULAN DAN SARAN
65
Simpulan
65
Saran
65
DAFTAR PUSTAKA
67
LAMPIRAN
69
RIWAYAT HIDUP
83
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium
Syarat mutu garam konsumsi beryodium
Identifikasi permasalahan dalam usaha garam
Tipologi Petani Garam
Karakteristik petani garam
Perilaku produksi petani garam
Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat
Penggunaan lahan Desa Tasikharjo
Jumlah penduduk menurut kelompok usia tahun 2012
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Produksi dan Luas Lahan Garam Rakyat Kabupaten Rembang
Tahun 2007-2012
Jumlah dan persentase usia responden di Desa Tasikharjo,
Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase pengalaman kerja responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase pendapatan responden di Desa Tasikharjo,
Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013
Jumlah dan persentase tingkat pengetahuan responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan teknologi di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan biaya produki di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kuantitas di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyuluhan di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
6
6
8
9
10
11
13
23
24
24
25
26
31
32
32
33
33
34
35
35
36
36
x
23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bantuan modal di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
24 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
25 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan adaptasi teknologi
di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang,
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
26 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan hubungan sosial di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
27 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan alokasi
ketenagakerjaan di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten
Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
28 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
29 Nilai korelasi dan probabilitas antara usia responden dengan perilaku
ekonomi
30 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendidikan responden
dengan perilaku ekonomi
31 Nilai korelasi dan probabilitas antara pengalaman kerja dengan
perilaku ekonomi
32 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendapatan responden
dengan perilaku ekonomi
33 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku
ekonomi
34 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku
ekonomi
35 Nilai korelasi dan probabilitas antara biaya produksi responden
dengan perilaku ekonomi
36 Nilai korelasi dan probabilitas antara teknologi responden dengan
perilaku ekonomi
37 Nilai korelasi dan probabilitas antara luas lahan responden dengan
perilaku ekonomi
38 Nilai korelasi dan probabilitas antara kuantitas hasil produksi
responden dengan perilaku ekonomi
36
39
40
41
41
42
43
45
47
49
53
55
57
59
60
62
xi
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Desain alur mina tambak
3 Design teknologi ulir filter
14
28
29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Dokumentasi penelitian
3 Crosstabulation
69
70
71
0
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri maritim yang memiliki potensi sumberdaya
perikanan dan kelautan yang begitu besar. Industrialisasi kelautan dan perikanan
saat ini berada dalam proses perubahan yang mengarah pada kebijakan
pengelolaan aset dalam rangka meningkatkan nilai tambah secara efisien dan
berdaya saing tinggi. Beberapa strategi untuk mendukung industrialisasi
perikanan antara lain adalah dengan meningkatkan mutu bahan baku sesuai
standar, meningkatkan jumlah ketersediaan ikan dalam negeri, meningkatkan nilai
tambah produk hasil perikanan dan mendorong investasi dan meningkatkan
pembiayaan usaha perikanan (untuk pengusaha kelas menengah ke atas). Salah
satu komoditas unggulan yang menjadi implementasi industrialisasi kelautan dan
perikanan tahap pertama yaitu komoditas garam.
Garam merupakan salah satu produk kelautan yang memiliki manfaat besar
dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Garam juga merupakan komoditi
sebagai bahan baku industri dan bahan pangan yang dibutuhkan oleh hampir
semua lapisan masyarakat. Walaupun sebagai negara bahari beriklim tropis
dengan dua pertiga wilayahnya laut dan garis pantai mencapai 81 000 km, namun
produksi garam di Indonesia belum mencapai angka optimal. Hasil produksi
garam di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai angka 2.4 juta ton, hal
tersebut mampu mencapai target produksi garam tahun 2012 yang sebesar 1.32
juta ton (KKP 2012a). Angka tersebut belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhan garam di Indonesia, terutama garam industri. Kebutuhan garam pada
Tahun 2012 di Indonesia senilai 1.44 juta ton untuk garam konsumsi dan 1.8 juta
ton untuk garam industrialisasi. Tahun 2012 garam industri seratus persen diimpor
dari negara lain. Standar kualitas mutu produksi garam yang diproduksi dalam
negeri belum dapat memenuhi kualitas yang diinginkan industri. Hal tersebut
terjadi akibat produktivitas tambak garam Indonesia masih rendah karena
sebagian besar dikelola secara tradisional, harga garam impor umumnya lebih
murah daripada garam nasional, akses usaha produksi garam, serta harga garam
impor umumnya lebih murah daripada garam nasional.
Adanya impor garam memberikan keuntungan bagi pedagang asing,
sebaliknya impor garam menyebabkan menurunnya harga garam produksi lokal.
Pada musim panen garam tahun 2012, harga garam dalam negeri merosot tajam
akibat adanya impor, harga garam di petani mencapai Rp 350 per kg untuk tipe K
1, sementara untuk K 2 dibeli seharga Rp 250 per kg, harga yang sudah ditetapkan
sebelumnya harga dasar garam yang nominalnya di patok adalah Rp 750 per kg
untuk K 1, sementara untuk K 2 dipatok Rp 550 per kg (KKP 2012b). Hal tersebut
tidak meningkatkan semangat petani untuk memperbaiki kualitas produksi garam
rakyat, melainkan menjatuhkan semangat petani yang dapat berdampak semakin
rendahnya kualitas garam yang diproduksi. Selain itu, kemampuan petani garam
untuk meningkatkan harga garam terlalu minim, keterbatasan pengetahuan
mengakibatkan kebergantungan petani garam terhadap makelar penetuan harga
pasar. Hal tersebut dapat mengancam keberlanjutan usaha garam nasional.
2
Kebutuhan garam akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan perkembangan industri pengguna garam. Kondisi usaha
garam yang terjadi di Indonesia tidak mengalami perubahan selama beberapa
tahun. Hal tersebut disebabkan adanya kelemahan dalam industri produksi garam
nasional. Tantangan Indonesia dalam pengembangan industri garam salah satunya
yaitu peningkatan kualitas hasil produksi yang masih relatif rendah serta
ketersediaan lahan. Pengaturan regulasi dan tata niaga garam juga menjadi
tantangan dalam permasalahan garam nasional. Tantangan tersebut menuntut
adanya strategi untuk memperbaiki pola produksi dalam industri garam.
Kondisi garam Indonesia yang masih tidak stabil memberikan dampak
terhadap perilaku petani garam dalam pengembangan usaha produksi garam.
Faktor internal dari dalam diri petani garam dan faktor internal usaha
memengaruhi pengembangan usaha garam di Indonesia. Selain itu, akses pelaku
usaha juga turut memicu kurangnya dukungan dalam pengembangan usaha garam.
Permasalahan tersebut menyatakan bahwa lemahnya sumberdaya manusia
mengembangkan peluang produksi dalam industri usaha garam. Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat perilaku ekonomi petani garam yang dipengaruhi oleh
karakteristik individu dan usaha. Selain itu melihat bagaimana akses dari luar
memberikan pengaruh dalam tantangan industrialisasi kelautan.
Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di bagian latar belakang di atas,
maka peneliti merumuskan masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku
ekonomi petani garam?
2. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam?
3. Bagaimana hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani
garam?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Adapun tujuan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut :
Menganalisis hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku
ekonomi petani garam.
Menganalisis hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam.
Menganalisis hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani
garam.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola
perilaku petani garam dalam kerangka industrilisasi dan faktor apa saja yang dapat
3
memengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:
1. Petani Garam
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi
petani garam sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil
kebijakan (decision maker) dalam menghadapi proses industrialisasi yang
terjadi sehingga tepat dalam menyusun strategi perkembangan usaha garam
nasional. Pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis
antara semua pihak yang terlibat.
3. Swasta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta
mengenai proses industrialisasi kelautan yang sedang berlangsung. Selain itu,
mengingat dalam pencapaian suatu tujuan dibutuhkan adanya kerjasama, pihak
swasta juga diharapkan mampu untuk memahami pola-pola perilaku petani
garam dan membangun hubungan yang baik dengan petani garam.
4. Bagi kalangan akademisi dan peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi akademisi lainnya untuk
melakukan penelitian yang terkait serta mendukung dan menunjang perilaku
petani garam delam kerangka industrialisasi
5. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi
masyarakat mengenai pola perilaku petani garam dalam industri produksi
garam.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Garam di Indonesia
Garam merupakan bahan yang mudah ditemui sehari-hari dalam kehidupan
manusia. Secara garis besar kegunaan garam adalah sebagai bahan baku
konsumsi, bahan pengawetan, serta sebagai bahan baku industri. Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa garam merupakan salah satu
produk komoditas penting yang menjadi kebutuhan bahan pangan dan juga
industri. Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang belum ada
subsitusinya atau bahan penggantinya. Jika dillihat secara fisik, garam berupa
padatan putih berbentuk kristal yang mengandung senyawa-senyawa kimia dan
bersifat mudah menyerap air (PT Garam 2001).
Dalam Peraturan Pemerintah (Permen) Perdagangan Republik Indonesia
(RI) No. 58/M-DAG/PER/9/2012 dinyatakan bahwa garam merupakan senyawa
kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (NaCl), dan
mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan
yodium. Berdasarakan kegunaannya garam dikelompokkan menjadi garam
industri dan garam konsumsi. Garam industri merupakan garam yang digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri. Sedangkan
garam konsumsi memiliki kegunaan sebagai bahan konsumsi atau bahan pangan.
Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag) (2001), setiap jenis garam
memiliki standar kualitas mutu yang telah disahkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI). Kualitas mutu garam dipengaruhi oleh kualitas air laut, struktur
lahan, kondisi iklim, teknologi dalam proses produksi, waktu produksi
(penguapan), serta faktor sumberdaya masyarakat (SDM). Jenis garam
berdasarkan kualitasnya dikelompokkan menjadi K1 dan K2, yang memengaruhi
penentuan harga penjualan. Produk garam bahan baku industri yang terdapat di
pasar Indonesia terbagi menjadi dua tipe, yaitu garam sebagai bahan baku soda
serta garam sebagai bahan penolong industri tekstil, kertas, plastik, alumunium.
Sedangkan produk garam konsumsi terbagi dalam garam halus, garam kasar, serta
garam sodium rendah. Pengelola garam di Indonesia selama ini dipegang oleh
pihak PT. Garam yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
selain itu juga ada petani garam Indonesia sebagai penghasil garam rakyat.
Mengacu ke dalam SNI 01-4435-2000, dinyatakan syarat mutu garam bahan
baku untuk industri garam beryodium seperti yang dipaparkan dalam Tabel 1.
6
Tabel 1 Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium
No.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1. Keadaan
Bau
Normal
Asin
Rasa
Putih
normal
Warna
2. Natrium Klorida (NaCL)
% (b/b) adbk
Min. 94.7
3. Air (H2O)
% (b/b)
Maks. 7
4. Bagian yang tidak larut dalam air
% (b/b) adbk
Maks. 0.5
5. Cemaran logam :
mg/kg
Maks. 10.0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 10.0
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10.0
Raksa (Hg)
6. Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0.1
Catatan : (1) b/b = bobot/bobo t
Sumber : Badan Standar Nasional. (2000).
(2) adbk = atas dasar bahan kering
Sedangkan kualitas garam konsumsi beryodium mengacu pada SNI 3556-2010
dengan rincian syarat mutu seperti yang disajikan dalam Tabel 2.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 2 Syarat mutu garam konsumsi beryodium
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Kadar Air (H2O) (b/b)
%
Maks. 7
Kadar
Natrium
Klorida
(NaCL) dihitung dari jumlah
%
Min. 94
klorida (Cr) (b/b) adbk
Bagian yang tidak larut dalam
%
Maks. 0.5
air( b/b) adbk
Yodium dihitung sebagai
mg/kg
Min. 30
kalium iodat (KlO2) adbk
Cemaran logam :
mg/kg
Maks. 10.0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0.5
Kadmium (Cd)
mg/kg
Maks. 0.1
Raksa (Hg)
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0.1
Catatan : (1) b/b = bobot/bobot
Sumber : Badan Standar Nasional. (2010).
(2) adbk = atas dasar bahan kering
Sumber garam berasal dari air laut atau air danau asin, tambang garam atau
deposit dalam tanah, serta sumber air dari dalam tanah. Umumnya garam di
Indonesia bersumber dari air laut yang diproses secara tradisional tanpa adanya
inovasi dan penerapan teknologi (Hernanto dan Kwartatmono 2001). Secara
spesifik Rachman (2011) memaparkan bahwa proses produksi garam merupakan
proses menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai baik dengan sinar
matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi garam dengan air laut pada
prinsipnya terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah proses pemekatan (dengan
menguapkan airnya) dan yang kedua adalah proses pemisahan garamnya (melalui
7
proses kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses akhir akan diperoleh produk
garam.
Kandungan dalam garam memiliki peran penting dalam tubuh manusia.
Garam NaCl berfungsi menjaga pengaturan volume dan tekanan darah, menjaga
kontraksi otot dan transmisi sel saraf, serta membantu keseimbangan air, asam
dan basa dalam tubuh. Selain itu garam secara efektif dan efisien mampu
mengatasi masalah kekurangan yodium. Konsumsi garam berlebih dapat memicu
tekanan darah tinggi dalam tubuh. Berbeda populasi berbeda pula kebutuhan
konsumsi garam perhari, setiap negara memiliki variasi dalam mengkonsumsi
garam. Rata-rata orang Jepang mengkonsumsi 6.9 gram garam perhari, sedangkan
orang Amerika Serikat cukup hanya 3.5 hingga 3.9 gram perhari. Konsumsi
garam tertinggi berada di Indonesia senilai 9.4 gram perorang perhari (Hartoyo
2011).
Permasalahan Garam di Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang nomor dua
di dunia memiliki potensi lahan garam yang sangat besar. Sejauh ini produksi
garam rakyat di Indonesia masih dinyatakan tergolong rendah yaitu dengan ratarata produksi 60 ton/hektar/musim. Kenyataannya data produksi garam tahun
2012 menunjukkan bahwa angka produksi di Indonesia sudah mencapai 2.4 juta
ton dan melampaui target produksi yang sebesar 1.32 juta ton (KKP 2012a).
Produksi garam rakyat tertinggi di Indonesia diproduksi oleh Kabupaten
Sampang dengan angka produksi 314 586.10 ton. Produktivitas terbaik di tahun
2012 berada di Kabupaten Aceh Utara dengan angka produktivitas sebesar 276.71
ton. Angka-angka tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat Indonesia, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan industri yang ada.
Hingga tahun 2012 kebutuhan garam industri di Indonesia masih seratus
persen diimpor dari luar, dan garam konsumsi sudah seratus persen dapat dipenuhi
oleh produksi garam rakyat. Menurut Rochwulaningsih (2008), garam industri
menuntut kualitas yang tinggi, sehingga produksi garam rakyat tidak mampu
memenuhi standar kualitas tersebut. Oleh karena itu kebutuhan garam industri
hingga saat ini harus diimpor karena teknologi garam rakyat tidak mampu
memproduksi garam industri yang berkualitas dengan standar yang tinggi.
Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001), kualitas maupun kuantitas
hasil produksi garam rakyat yang diproduksi melalui cara tradisional dipengaruhi
oleh faktor sumberdaya alam secara dominan. Lokasi menjadi salah satu faktor
yang memengaruhi penyediaan air laut yang berdampak pada kualitas ataupun
kuantitas garam. Selain itu kualitas dan kuantitas garam juga dipengaruhi juga
oleh kondisi lahan, kondisi iklim, serta sumberdaya manusia. Produktivitas lahan
garam dipengaruhi oleh kualitas tanah, topografi tanah, kelembaban udara
kecepatan angin, serta sistem teknologi yang digunakan.
Berdasarkan beberapa studi literatur, diketahui permasalahan apa saja yang
memengaruhi hasil produksi garam. Hal tersebut disajikan dalam Tabel 3.
8
Tabel 3 Identifikasi permasalahan dalam usaha garam
Aspek
Indikator
Permasalahan
Produktivitas
Kurangnya teknologi (KKP 2012bc; Izzaty dan Permana
2011; Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Masalah SDM (KKP 2012b; Manadiyanto dan Nasution
2010; Hernanto dan Kwartatmono 2001)
Infrastruktur (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011;
Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Perubahan iklim (Izzaty dan Permana 2011; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Penyimpanan garam (Izzaty dan Permana 2011)
Kondisi air laut (Hernanto dan Kwartatmono 2001)
Pemasaran
Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman 2011;
KKP 2012b)
Permainan harga oleh pedagang asing (Izzaty dan Permana
2011)
Tidak ada harga dasar dan tata niaga garam (Manadiyanto
dan Nasution 2010; KKP 2012bc)
Rendahnya pengetahuan (Izzaty dan Permana 2011)
Permodalan
Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011)
Lahan
Mutu lahan (KKP 2012b; Mandiyanto dan Nasution 2010)
Produktivitas lahan (Izzaty dan Permana 2011)
Perubahan fungsi lahan (KKP 2012b)
Kelembagaan
Kebijakan (KKP 2012b; Izzaty danPermana, 2011;
Manadiyanto dan Nasution 2010)
Tidak berfungsinya kelembagaan formal (Manadiyanto dan
Nasution 2010)
Karakteristik Petani Garam di Indonesia
Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam selalu membutuhkan aktor yang
terlibat dalam pengolahan produksi sumberdaya, utamanya produsen yang
merupakan individu dan/atau badan usaha yang memproduksi, mengedarkan, dan
memperdagangkan sumberdaya. Demikian pula dalam pengelolaan sumberdaya
garam, terdapat aktor yang memproduksi atau menyediakan produk dalam
pemenuhan kebutuhan garam. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bima Nomor 3 Tahun 2009 disebutkan bahwa petani pengumpul garam adalah
individu atau kelompok yang melakukan pengambilan dan pengumpulan garam
secara tradisional untuk kemudian disetorkan kepada pengepul.
Masyarakat petani garam
menurut pernyataan Scott (1981) dalam
Rochwulaningsih (2008) tidak jauh berbeda dengan petani pada umumnya, yaitu
masyarakat miskin yang kehidupannya tidak menetap dengan pendapatan tebatas
untuk bertahan hidup. Petani garam di Indonesia merupakan petani tradisional
9
yang memanfaatkan potensi alam dalam proses produksi. Petani garam rakyat
adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi
pada musim kemarau saja (Rachman 2011). Hingga saat ini, petani garam masih
tetap menggunakan cahaya matahari untuk proses penguapan dalam proses
produksi.
Dalam proses produksi garam, lahan merupakan alat produksi yang sangat
penting bagi petani garam karena dengan adanya lahan garam akan menentukan
aksesibilitas petani garam terhadap surplus atas produksinya (Rochwulaningsih
2008). Petani garam lahan sempit dan petani tidak memiliki lahan, akses terhadap
surplus dari produksinya rendah hingga ada kemungkinan tidak memperoleh
surplus. Sebaliknya petani yang menguasai lahan luas memiliki akses untuk dapat
menikmati surplus dari produksi garam cukup besar. Berdasarkan beberapa studi
literatur, petani garam dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek.
Pengategorian garam tersaji dalam Tabel 4.
Aspek Kategori
Lahan
Sistem Produksi
Hasil
Tabel 4 Tipologi Petani Garam
Pembagian
Petani Pemilik (Rachman 2011; Rochwulaningsih 2008)
Petani Penyewa (Rachman 2011)
Petani Bagi Hasil (Rachman 2011)
Petani Buruh (Rochwulaningsih, 2008)
Petani garam tradisional (Aisyah et. al 2011; Rachman
2011)
Petani garam industri (Aisyah et. al 2011)
Petani garam beryodium (YLKI 2001)
Petani garam baku (Perda Kab. Bima No. 3/2009)
Petani garam konsumsi (KKP 2012b)
Petani garam industri (Aisyah et. al 2011)
PT. APROGAKOB dalam Forum Pasar Indonesia (2001) menyatakan sifat
petani dalam pemanfaatan lahan dimana fungsi lahan dapat berubah sementara
ketika terjadi perubahan harga garam. Fungsi lahan garam akan berubah fungsi
menjadi lahan tambak ketika harga garam tidak menguntungkan, sebaliknya
fungsi lahan tambak dapat berubah menjadi lahan garam apabila harga garam
sedang dalam posisi menguntungkan. Hal tersebut terjadi dipengaruhi oleh sistem
produksi yang digunakan petani garam masih tradisional, yaitu bergantung pada
keadaan alam.
Selain bergantung pada keadaan alam, melihat hasil monitoring KKP (2012)
petani garam juga memiliki ketergantungan tinggi terhadap tengkulak. Minimnya
pengetahuan petani menyebabkan ketergantungannya terhadap tengkulak yang
diakibatkan dari ketidakmampuan petani dalam menetapkan harga penjualan
garam. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh para tengkulak untuk
mempermainkan harga pasar, sehingga berdampak merugikan petani garam.
Melihat permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani garam, dapat
dianalisis bagaimana karakteristik petani garam di Indonesia. Petani garam
Indonesia pada umumnya tidak terlalu jauh berbeda dengan karakteristik nelayan
di Indonesia.
10
Tabel 5 Karakteristik petani garam
Aspek
Karakteristik
Karakter
Sikap
Terhadap
Alam
Hakikat Hubungan
Antar Sesama
Sistem
Pengetahuan
Peran Wanita
Indikator
Keras tetapi mudah putus asa (Rochwulaningsih 2008)
Bergantung pada alam (Aisyah et. al 2011)
Tingginya ketergantungan terhadap tengkulak (KKP
2012b)
Berdasar pada warisan (Rochwulaningsih 2007)
Posisi Sosial dan
Ekonomi
Pendidikan
dan
Penguasaan
Teknologi
Pengelolaan uang
Terlibat sebagai tenaga kerja produksi garam (Hasan
2011)
Rendah (Hasan 2011 )
Pendidikan rendah (Hasan 2011; Izzaty dan Permana
2011; Manadiyanto dan Nasution 2011)
Kurangnya keterampilan untuk mengadopsi teknologi
baru (Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto dan
Nasution 2011)
Belum dikatakan baik (Hasan 2011)
Menurut Manadiyanto dan Nasution (2010), dalam masyarakat petani garam
terdapat kelembagaan yang dapat membantu mengurangi dan memudahkan
penanganan oleh pemerintah atau pihak lain. Beberapa lembaga yang terdapat di
Indonesia, yaitu Asosiasi Petani Garam Rakyat (APEGAR), Asosiasi Produksi
Garam Beryodium (APRO GAB), Aliansi Petani Garam Rakyat Indonesia
(A2PGRI).
Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan
Menurut KKP (2012), industrialisasi kelautan dan perikanan merupakan
proses perubahan sistem produksi
hulu dan hilir sebagai upaya dalam
meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya
kelautan dan perikanan. KKP (2012) mengharapkan Industrialisasi kelautan
khususnya garam dapat mendorong pencepatan peningkatan produksi garam
konsumsi dan industri untuk mencukupi kebutuhan garam nasional sekaligus
meningkatkan taraf hidup pembudidaya garam.
Dalam Perpres No.28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
dinyatakan bahwa Industri garam merupakan salah satu dari 35 industri yang
diprioritaskan. Hanya saja hingga saat ini hasil produksi garam rata-rata di
Indonesia hanya mencapai 60 ton/hektar/musim dengan luas lahan 26 975.42
hektar (KKP 2012a). Jika dikalkulasikan, Indonesia hanya mampu menghasilkan
1 618 525.2 ton/tahun, sedangkan kebutuhan garam Indonesia mencapai 3 251
691 ton/tahun.
11
Rendahnya produksi garam di Indonesia diakibatkan oleh sistem produksi
yang digunakan oleh para petani garam masih tradisional. Perkembangan ilmu
pengetahuan dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Berbeda dengan negara-negara lain yang sudah menggunakan ilmu pengetahuan
ke dalam sistem produksinya, masyarakat di Indonesia masih sulit untuk
melakukannya. Menganalisis perbandingan hasil produksi garam lokal dengan
produksi garam di luar negeri seperti USA, Cina, dan Australia dimana negaranegara tersebut telah menerapkan IPTEK ke dalam bagian proses produksinya.
Hasilnya dengan potensi alam yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia, negara
tersebut dapat menghasilkan garam dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik
Rachman (2011) menyatakan bahwa proses industrialisasi merupakan
kelanjutan dari tahapan pembangunan ekonomi setelah sektor pertanian
berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif
dalam memaksimumkan pembangunan. Pembangunan ekonomi tidak pernah
lepas dari pola perilaku pelaku ekonomi yang berperan di dalamnya. Perilaku
ekonomi merupakan respon produsen atau konsumen yang ditunjukkan akibat
terjadinya perubahan kekuatan pasar, dimana respon tersebut memiliki tujuan
kepuasaan individu atau kelompok (Fariyanti 2008). Perilaku ekonomi juga
ditunjang oleh pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi.
Perilaku konsumen digunakan dalam kegiatan konsumsi, sedangkan perilaku
produsen memiliki pengaruh terhadap respon di dalam kegiatan produksi.
Tabel 6 Perilaku produksi petani garam
Bentuk Perilaku
Perilaku Produksi
Orientasi Mutu
Kurang memedulikan kondisi lahan (Roosita et al.
2011)
Proses penyimpanan (Roosita et al. 2011)
Adaptasi Teknologi Diversifikasi lahan (PT Aprogakob 2001)
Sistem produksi masih tradisional (Aisyah et al. 2011)
Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana
2011)
Tenaga Kerja
Diversifikasi pekerjaan (PT Aprogakob)
Terlibatnya keluarga sebagai tenaga kerja (Hasan
2011)
Hubungan Sosial
Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman
2011; Roosita et al. 2011)
Tabel 6 terlihat bahwa ada pengaruh langsung ataupun tidak langsung dalam
perilaku ekonomi petani garam. Secara garis besar permasalahan utama yang
memengaruhi perilaku ekonomi petani garam disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh terbatasnya pengetahuan dan
keterampilan (KKP 2012b; Hasan 2011; Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto
dan Nasution 2011). Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi alam,
terutama perubahan iklim (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011)
12
Perilaku konsumsi petani garam yaitu menggunakan pendapatan untuk
membeli bahan baku produksi (Parulian 2008) serta menghabiskan sebagian besar
pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga termasuk pangan
(Rachman 2011).
Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam
Sektor industri pengolahan menjadi salah satu sektor andalan pembangunan
nasional yang terus mengalami perkembangan secara signifikan dari tahun ke
tahun (Parulian 2008). Produk Industri pengolahan di Indonesia meliputi industri
besar, industri sedang, industri kecil, dan industri kerajinan rumah tangga.
Demikian juga dengan industrialisasi kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun
berupaya mencapai target dan rencana jangka panjang. Industrialisasi kelautan
dan perikanan bertujuan meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah
produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar.
Selain itu menurut KKP (2012) tujuan industrialisasi kelautan dan perikanan yaitu
mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui
modernisasi sistem produksi dan manajemen. Lebih jauh lagi, hal ini diharapkan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Industrialisasi kelautan dan perikanan memiliki landasan konseptual berupa
peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing, penguatan pelaku industri
perikanan, berkelanjutan, transformasi formal, serta modernisasi sistem produksi
hulu dan hilir. Selain itu masih terdapat landasan berbasis komoditas, wilayah dan
sistem manajemen kawasan (KKP 2012d).
Menurut KKP (2012) dalam upaya mengatasi masalah kebutuhan garam,
Indonesia melakukan swasembada garam melalui perbaikan inovasi teknologi dan
rekayasa kelembagaan. Kebijakan-kebijakan pemerintah muncul dalam upaya
mendukung keberhasilan swasembada garam, salah satunya yaitu kebijakan
pemerintah tentang pemberdayaan dan pengembangan garam. KKP melaksanakan
program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) serta Kelompok Usaha
Garam Rakyat (KUGAR). Kebijakan yang lain adalah Kemendag RI menetapkan
Permen Perdagangan RI No. 58/M-DAG/PER/9/2012 mengenai ketentuan impor
garam yang mendukung pengaturan pemenuhan kebutuhan garam, tetapi di lain
pihak petani garam juga terlindungi. Untuk mencapai keberhasilan upaya tersebut
perlu didukung juga dengan strategi-strategi dalam pengembangan industrialisasi
garam, seperti yang tertera pada Tabel 7.
13
Tabel 7 Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat
Fokus Strategi
Bentuk Strategi
Teknologi
Inovasi teknologi (Roosita et al. 2011)
Optimalisasi pemanfaatan sumber kekayaan alam
(Hartono 2011)
Produksi garam berkualitas melalui proses pengolahan
dan kristalisasi bertingkat (Roosita et al. 2011)
Sarana-Prasarana
Intensifikasi lahan penggaraman (Roosita et al. 2011;
Setiono 2011)
Ekstensifikasi lahan penggaraman (Setiono 2011;
Hartono 2011)
Revitalisasi penyediaan sarana dan prasarana (Roosita
et al. 2011)
Membangun infrastruktur sebagai pendorong kemajuan
petani (Roosita et al. 2011)
Pengetahuan dan
Peningkatan sistem manajemen produksi garam
Keterampilan
(Roosita et al. 2011)
Melaksanakan pelatihan untuk menunjang kemampuan
petani (KKP 2012cd)
Ekonomi
Penetapan harga dasar dan tata-niaga usaha garam
(KKP 2012b)
Kelembagaan
Penegakan hukum secara konsisten terhadap garam
yang tidak sesuai syarat SNI (Hartono 2011)
Mengembangkan jaringan dalam bidang IPTEK (PD
Sumatraco 2001)
14
Kerangka Pemikiran
Hasil studi literatur sebelumnya menunjukkan beberapa faktor diduga
memengaruhi perilaku ekonomi petani garam, diantaranya adalah karakteristik
individu, karakteristik usaha, dan intervensi pihak luar. Karakteristik individu
terdiri atas usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, tingkat pendapatan, dan
tingkat pengetahuan. Selanjutnya, karakteristik usaha dapat dilihat berdasarkan
teknologi yang digunakan, biaya produksi, luas lahan, serta kuantitas. Intervensi
pihak luar dapat dianalisis berdasarkan adanya bantuan-bantuan modal serta
penyuluhan yang diterima petani garam.
Karakteristik individu, karakteristik usaha, dan intervensi pihak luar, dilihat
seberapa besar hubungannya dengan perilaku ekonomi yang dilakukan petani
garam. Perilaku ekonomi dikaji berdasarkan adaptasi teknologi, orientasi mutu,
hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku konsumsi. Secara
kualitatif juga akan dianalisis bagaimana strategi petani garam dalam pencapaian
yang sesuai dengan industrialisasi kelautan. Alur kerangka pemikiran dijelaskan
dalam Gambar 1 berikut.
Intervensi
Pihak Luar
Bantuan
Modal
Penyuluhan
Karakteristik Petani
Garam
Usia
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pendapatan
Pengalaman kerja
Karakteristik Usaha
Teknologi
Biaya produksi
Luas lahan
Kuantitas hasil
produksi
Perilaku Ekonomi
- Orientasi Mutu
- Adaptasi Teknologi
- Hubungan Sosial
- Ketenagakerjaan
- Perilaku Konsumtif
Keterangan
: Hubungan
Industrialisasi Kelautan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis
1) Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
2) Terdapat hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
3) Terdapat hubungan antara karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
Definisi Konseptual
1) Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan produksi hulu
dan hilir dalam rangka peningkatan nilai tambah, produktivitas, dan skala
produksi sumberdaya kelautan dan perikanan.
Definisi Operasional
1) Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi
usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumahtangga, dan
tingkat
pendapatan.
a) Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada
saat dilaksanakan penelitian. Usia diukur menggunakan skala ordinal
yang dikelompokkan berdasarkaan rataan dari lapangan.
i) Muda (< 42 tahun)
ii) Tua (≥ 42 tahun)
b) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah formal tertinggi
yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan diukur dengan
menggunakan skala nominal yang akan dokonversikan menjadi skala
ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:
i) Rendah < tamat SMP)
ii) Tinggi (≥ tamat SMP)
c) Pengalaman kerja adalah waktu yang telah dijalani reponden sebagai
petani garam. Pengalaman kerja diukur menggunakan skala ordinal yang
dikelompokkan menjadi:
i) Rendah (< 19.3 tahun)
ii) Tinggi (≥ 19.3 tahun)
d) Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan dan informasi yang diterima
petani garam. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban
tidak, akan diberi skor “1”.
i) Rendah (jika skor antara 9 hingga 13)
ii) Tinggi (jika skor antar 14 hingga 18)
e) Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara
keseluruhan, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam satu
bulan. Tingkat pendapatan diukur dengan menggunakan skala rasio yang
disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
i) Rendah (< Rp1 240 000)
ii) Tinggi (≥ Rp1 240 000)
2) Intervensi pihak luar adalah peranan pihak luar dalam mepengaruhi ataupun
mendukung peningkatan aktivitas petani garam, terutama dalam konteks
16
industrialisasi. Intervensi pihak luar dapat diukur dengan mengunakan skala
ordinal.
a) Bantuan modal adalah bantuan yang diberikan oleh pihak luar dalam
upaya mendukung usaha petani garam. Penggolongan tingkatan bantuan
modal akan dilakukan berdasarkan rataan bantuan modal dari seluruh
responden. Pengukuran akan diambil dari hasil data yang didapatkan di
lapangan. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban tidak,
akan diberi skor “1”.
i) Rendah (jika petani garam tidak menerima bantuan modal)
ii) Tinggi (Jika petani garam menerima bantuan modal)
b) Penyuluhan merupakan informasi pengetahuan yang didapatkan petani
garam dari pihak lain. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika
jawaban tidak, akan diberi skor “1”.
i) Rendah (Petani garam tidak mendapat penyuluhan)
ii) Tinggi (Petani garam mndapat penyuluhan)
3) Karakteristik usaha petani garam adalah faktor-faktor yang memengaruhi
proses petani garam dalam menjalankan usahanya.
a) Teknologi produksi adalah teknologi yang digunakan petani garam dalam
memproduksi garam. Penggolongan tingkatan penggunaan teknologi
akan disesuaikan dengan data di lapangan yang dapat diukur
menggunakan skala ordinal.
i) Rendah (teknologi tidak lengkap)
ii) Tinggi (teknologi lengkap)
b) Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan petani garam
untuk memproduksi garam dalam sekali produksi. Biaya produksi dapat
diukur dengan menggunakan skala ordinal. Penggolongan tingkatan
biaya produksi akan disesuaikan dengan rataan data di lapangan.
i) Rendah (< Rp181 500)
ii) Tinggi (≥ Rp181 500)
c) Luas lahan merupakan luas tambak yang dimiliki dan dikelola petani
garam. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan disesuaikan
dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur menggunakan skala
rasio
i) Rendah (< 1.325 Ha)
ii) Tinggi (≥ 1.325 Ha)
d) Kuantitas hasil produksi adalah jumlah garam yang dihasilkan dalam
sekali produksi. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan
disesuaikan dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur
menggunakan skala rasio.
i) Rendah (< 3.6 ton)
ii) Tinggi (≥ 3.6 ton)
4) Perilaku ekonomi adalah perilaku yang menunjukkan respon individu sebagai
produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi,
yang dilandasi dengan tujuan maksimalisasi kepuasan individu ataupun
kelompok. Perilaku ekonomi petani garam diukur berdasarkan orientasi mutu,
adaptasi teknologi, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku
konsumsi. Perilaku ekonomi dapat diukur dengan menggunakan skala
ordinal.
17
a) Orientasi mutu adalah perilaku petani garam dalam memandang dan
melakukan tindakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan (2 jika ya, 1
jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 5 hingga 7)
(2) Tinggi (jika skor antara 8 hingga 10)
b) Adaptasi teknologi adalah perilaku petani garam dalam penyediaan
sarana prasarana usaha garam (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 10 hingga 15)
(2) Tinggi (jika skor antara 16 hingga 20)
c) Hubungan sosial adalah perilaku petani garam dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
d) Alokasi Ketenagakerjaan adalah perilaku petani garam dalam mengatur
strategi pola kerja dan tenaga kerja (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
e) Perilaku konsumtif adalah perilaku yang dilakukan petani garam dalam
membelanjakan uangnya untuk kebutuhan hidup (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
18
19
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif didukung pendekatan
kualitatif. Metode kuantitatif diperoleh dari hasil survei melalui instrumen
kuesioner untuk mengetahui karakteristik petani garam dan industrialisasi
kelautan. Variabel yang diteliti terdiri karakteristik petani garam (usia, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat pendapatan), intervensi pihak luar
(bantuan modal, dan penyuluhan), karakteristik usaha (teknologi, biaya produksi,
luas lahan dan kuantitas hasil produksi), dan perilaku ekonomi petani garam
(adaptasi teknologi, orientasi mutu, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan,
serta perilaku konsumsi).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan untuk
menguatkan data kuantitaif. Metode kualitatif munggunakan instrumen
wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi literatur. Variabel yang
diukur menggunakan pendekatan kualitatif yaitu strategi petani garam dan
industrialisasi kelautan. Selain itu, metode kualitatif ini juga digunakan untuk
mengetahui lebih jauh kehidupan ekonomi petani garam dan aktivitas-aktivitas
petani garam.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngelak, Desa Tasikharjo, Kecamatan
Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi tersebut
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, diantaranya karena
Desa Tasikharjo memiliki luas tambak yang lebih besar dibandingkan luas
pemukimannya, yaitu mencapai 103.6 Ha. Selain itu karena Desa Tasikharjo
memiliki hasil produksi garam pada tahun 2012 mencapai 1 890 ton. Lokasi desa
yang strategis di pinggir jalan utama penghubung antar provinsi dan berbatasan
dengan laut Jawa juga menjadi alasan dalam pemilihan lokasi.Waktu pengambilan
data dilaksanakan pada bulan April 2013.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petani garam di Dusun Ngelak,
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Unit
penelitian yang diteliti adalah individu yang berprofesi sebagai petani garam
penggarap. Responden dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebanyak
40 orang. Responden sulit ditemui karena waktu pengambilan data tidak
bertepatan dengan musim produksi garam, sehingga banyak petani garam yang
sedang tidak berada di lokasi. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner
yang telah disusun.
Jumlah informan dalam penelitian ini dipilih setelah peneliti mendapatkan
data lengkap mengenai populasi penelitian. Pemilihan informan dalam penelitian
ini dilakukan secara sengaja (purposive). Informan dalam penelitian ini adalah
20
orang yang memahami dan memiliki banyak pengalaman dalam usaha produksi
garam rakyat. Selain itu, informan yang dipilih adalah para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam usaha produksi garam di Desa Tasikharjo.
Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti melalui
pengamatan langsung. Data primer dapat berupa hasil wawancara dengan
responden/informan dan hasil pengukuran peneliti sendiri. D
KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN
NINA LUCELLIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi
Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi Kelautan adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Nina Lucellia
NIM: I34090033
ABSTRAK
NINA LUCELLIA. Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka
Industrialisasi Kelautan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.
Kualitas mutu garam rakyat masih belum memenuhi syarat mutu yang
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Perilaku ekonomi petani garam belum
mampu menghasilkan garam yang sesuai dengan kebutuhan industri. Adanya
industrialisasi kelautan diharapkan mampu mendorong pengembangan industri
usaha garam. Tujuan penelitian ini menganalisis hubungan antara karakteristik
individu petani garam dengan perilaku ekonomi petani garam serta menganalisis
hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi petani garam.
Selain itu, penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan karakteristik usaha
dengan perilaku ekonomi petani garam, dan menganalisis hubungan perilaku
ekonomi petani garam terhadap produksi garam yang sesuai dengan kebutuhan
industri. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
karakteristik individu dengan perilaku ekonomi pada variabel tingkat pendidikan
dan orientasi mutu. Hubungan signifikan juga terdapat antara perilaku ekonomi
dengan kedua variabel intervensi pihak luar. Variabel teknologi dari karakteristik
usaha juga memiliki hubungan signifikan dengan perilaku ekonomi.
Kata kunci: petani garam, perilaku ekonomi, industrialisasi
ABSTRACT
NINA LUCELLIA. Economic Behavior of Salt Producersin Supporting Marine
Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA.
One of critical issues of traditional salt is low quality according to Indonesia
National Standar. Economic behavior of salt farmers haven't been able to produce
salt in accordance with industry needs. The industrialization of marine is expected
to encourage industrial development efforts of salt. The purpose of this research is
to analyze the relationship between the individual characteristics with economic
behavior of salt producers, to analyze the relationship between intervention from
outside with economic behavior of salt producers, to analyze the relationship
characteritics salt produvtion with economic behavior of salt producers. The study
results showed a significant relationship between behavioral economics to the
characteristics of the individual. There are also significant relationships between
economic behavior with both the intervention variables outside parties. The
characteristics of business also has a significant relationship with behavioral
economics.
Key words: salt, economic behavior, industrialization
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI KELAUTAN
NINA LUCELLIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi
Kelautan
: Nina Lucellia
: 134090033
Disetujui oleh
」Oセ@
Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing
セ
Tanggal Lulus:
.. DilCet
_D_4⦅ セ ⦅ ZM ゥ I ⦅ ] ⦅ ] QS ⦅@
ui oleh
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Perilaku Ekonomi Petani Garam dalam Kerangka Industrialisasi
Kelautan
: Nina Lucellia
: I34090033
Disetujui oleh
Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perilaku Ekonomi Petani Garam Dalam Kerangka
Industrialisasi Kelautan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Arif Satria, SP, MSi sebagai dosen
pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik dan motivasi selama
proses penyusunan skripsi ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ir.
Melani Abdulkadir Sunito, MSc dan Ratri Virianita, S.Sos, MSi sebagai dosen
penguji skripsi. Terima kasih juga diucapkan kepada keluarga-keluarga di
Rembang, Bapak Mustain, Bapak Pungki, Bapak Sucipto, Ibu Agus, Mbak Fila
dan petani garam Desa Tasikharjo, yang telah memberikan bantuan kepada
penulis selama proses penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih untuk Bapak Agus Dwi Wahyudi
beserta Ibu Sugiati, sebagai orangtua yang senantiasa mendoakan dan
melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terima
kasih kepada Arif Rachman dan Faiza Libby S.L, teman satu bimbingan yang
turut membantu dan memberikan motivasi. Tidak lupa juga terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman, terutama para sahabat yang
selalu mendukung, memotivasi, membantu hingga mendampingi penulis dalam
proses penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2013
Nina Lucellia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
XI
DAFTAR LAMPIRAN
XI
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
5
Sumberdaya Garam di Indonesia
5
Permasalahan Garam di Indonesia
7
Karakteristik Petani Garam di Indonesia
8
Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan
10
Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam
12
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis
15
Definisi Konseptual
15
Definisi Operasional
15
PENDEKATAN LAPANG
19
Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu
19
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
19
Pengumpulan Data
20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN, KARAKTERISTIK
USAHA RESPONDEN, DAN INTERVENSI PIHAK LUAR
31
Karakteristik Individu
31
Karakteristik Usaha
34
Intervensi Pihak Luar
36
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM DALAM KERANGKA
INDUSTRIALISASI KELAUTAN
39
Orientasi Mutu
39
Adaptasi Teknologi
40
vi
Hubungan Sosial
40
Alokasi Ketenagakerjaan
41
Perilaku Konsumsi
42
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
43
Hubungan Usia dengan Perilaku Ekonomi
43
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ekonomi
45
Hubungan Pengalaman Kerja dengan Perilaku Ekonomi
47
Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Ekonomi
49
Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ekonomi
50
ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
53
Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi
53
Hubungan Penyuluhan dengan Perilaku Ekonomi
55
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA DENGAN
PERILAKU EKONOMI PETANI GARAM
57
Hubungan Biaya Produksi dengan Perilaku Ekonomi
57
Hubungan Teknologi dengan Perilaku Ekonomi
58
Hubungan Luas Lahan dengan Perilaku Ekonomi
60
Hubungan Kuantitas Hasil Produksi dengan Perilaku Ekonomi
62
SIMPULAN DAN SARAN
65
Simpulan
65
Saran
65
DAFTAR PUSTAKA
67
LAMPIRAN
69
RIWAYAT HIDUP
83
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium
Syarat mutu garam konsumsi beryodium
Identifikasi permasalahan dalam usaha garam
Tipologi Petani Garam
Karakteristik petani garam
Perilaku produksi petani garam
Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat
Penggunaan lahan Desa Tasikharjo
Jumlah penduduk menurut kelompok usia tahun 2012
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan tahun 2012
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian
Produksi dan Luas Lahan Garam Rakyat Kabupaten Rembang
Tahun 2007-2012
Jumlah dan persentase usia responden di Desa Tasikharjo,
Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013
Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase pengalaman kerja responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase pendapatan responden di Desa Tasikharjo,
Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013
Jumlah dan persentase tingkat pengetahuan responden di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan teknologi di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan biaya produki di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kuantitas di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyuluhan di Desa
Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2013
6
6
8
9
10
11
13
23
24
24
25
26
31
32
32
33
33
34
35
35
36
36
x
23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan bantuan modal di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
24 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
25 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan adaptasi teknologi
di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang,
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
26 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan hubungan sosial di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
27 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan alokasi
ketenagakerjaan di Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten
Rembang, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
28 Jumlah dan persentase petani garam berdasarkan orientasi mutu di
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2013
29 Nilai korelasi dan probabilitas antara usia responden dengan perilaku
ekonomi
30 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendidikan responden
dengan perilaku ekonomi
31 Nilai korelasi dan probabilitas antara pengalaman kerja dengan
perilaku ekonomi
32 Nilai korelasi dan probabilitas antara tingkat pendapatan responden
dengan perilaku ekonomi
33 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku
ekonomi
34 Nilai korelasi dan probabilitas antara bantuan modal dengan perilaku
ekonomi
35 Nilai korelasi dan probabilitas antara biaya produksi responden
dengan perilaku ekonomi
36 Nilai korelasi dan probabilitas antara teknologi responden dengan
perilaku ekonomi
37 Nilai korelasi dan probabilitas antara luas lahan responden dengan
perilaku ekonomi
38 Nilai korelasi dan probabilitas antara kuantitas hasil produksi
responden dengan perilaku ekonomi
36
39
40
41
41
42
43
45
47
49
53
55
57
59
60
62
xi
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Desain alur mina tambak
3 Design teknologi ulir filter
14
28
29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian
2 Dokumentasi penelitian
3 Crosstabulation
69
70
71
0
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri maritim yang memiliki potensi sumberdaya
perikanan dan kelautan yang begitu besar. Industrialisasi kelautan dan perikanan
saat ini berada dalam proses perubahan yang mengarah pada kebijakan
pengelolaan aset dalam rangka meningkatkan nilai tambah secara efisien dan
berdaya saing tinggi. Beberapa strategi untuk mendukung industrialisasi
perikanan antara lain adalah dengan meningkatkan mutu bahan baku sesuai
standar, meningkatkan jumlah ketersediaan ikan dalam negeri, meningkatkan nilai
tambah produk hasil perikanan dan mendorong investasi dan meningkatkan
pembiayaan usaha perikanan (untuk pengusaha kelas menengah ke atas). Salah
satu komoditas unggulan yang menjadi implementasi industrialisasi kelautan dan
perikanan tahap pertama yaitu komoditas garam.
Garam merupakan salah satu produk kelautan yang memiliki manfaat besar
dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Garam juga merupakan komoditi
sebagai bahan baku industri dan bahan pangan yang dibutuhkan oleh hampir
semua lapisan masyarakat. Walaupun sebagai negara bahari beriklim tropis
dengan dua pertiga wilayahnya laut dan garis pantai mencapai 81 000 km, namun
produksi garam di Indonesia belum mencapai angka optimal. Hasil produksi
garam di Indonesia pada tahun 2012 telah mencapai angka 2.4 juta ton, hal
tersebut mampu mencapai target produksi garam tahun 2012 yang sebesar 1.32
juta ton (KKP 2012a). Angka tersebut belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhan garam di Indonesia, terutama garam industri. Kebutuhan garam pada
Tahun 2012 di Indonesia senilai 1.44 juta ton untuk garam konsumsi dan 1.8 juta
ton untuk garam industrialisasi. Tahun 2012 garam industri seratus persen diimpor
dari negara lain. Standar kualitas mutu produksi garam yang diproduksi dalam
negeri belum dapat memenuhi kualitas yang diinginkan industri. Hal tersebut
terjadi akibat produktivitas tambak garam Indonesia masih rendah karena
sebagian besar dikelola secara tradisional, harga garam impor umumnya lebih
murah daripada garam nasional, akses usaha produksi garam, serta harga garam
impor umumnya lebih murah daripada garam nasional.
Adanya impor garam memberikan keuntungan bagi pedagang asing,
sebaliknya impor garam menyebabkan menurunnya harga garam produksi lokal.
Pada musim panen garam tahun 2012, harga garam dalam negeri merosot tajam
akibat adanya impor, harga garam di petani mencapai Rp 350 per kg untuk tipe K
1, sementara untuk K 2 dibeli seharga Rp 250 per kg, harga yang sudah ditetapkan
sebelumnya harga dasar garam yang nominalnya di patok adalah Rp 750 per kg
untuk K 1, sementara untuk K 2 dipatok Rp 550 per kg (KKP 2012b). Hal tersebut
tidak meningkatkan semangat petani untuk memperbaiki kualitas produksi garam
rakyat, melainkan menjatuhkan semangat petani yang dapat berdampak semakin
rendahnya kualitas garam yang diproduksi. Selain itu, kemampuan petani garam
untuk meningkatkan harga garam terlalu minim, keterbatasan pengetahuan
mengakibatkan kebergantungan petani garam terhadap makelar penetuan harga
pasar. Hal tersebut dapat mengancam keberlanjutan usaha garam nasional.
2
Kebutuhan garam akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah penduduk dan perkembangan industri pengguna garam. Kondisi usaha
garam yang terjadi di Indonesia tidak mengalami perubahan selama beberapa
tahun. Hal tersebut disebabkan adanya kelemahan dalam industri produksi garam
nasional. Tantangan Indonesia dalam pengembangan industri garam salah satunya
yaitu peningkatan kualitas hasil produksi yang masih relatif rendah serta
ketersediaan lahan. Pengaturan regulasi dan tata niaga garam juga menjadi
tantangan dalam permasalahan garam nasional. Tantangan tersebut menuntut
adanya strategi untuk memperbaiki pola produksi dalam industri garam.
Kondisi garam Indonesia yang masih tidak stabil memberikan dampak
terhadap perilaku petani garam dalam pengembangan usaha produksi garam.
Faktor internal dari dalam diri petani garam dan faktor internal usaha
memengaruhi pengembangan usaha garam di Indonesia. Selain itu, akses pelaku
usaha juga turut memicu kurangnya dukungan dalam pengembangan usaha garam.
Permasalahan tersebut menyatakan bahwa lemahnya sumberdaya manusia
mengembangkan peluang produksi dalam industri usaha garam. Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat perilaku ekonomi petani garam yang dipengaruhi oleh
karakteristik individu dan usaha. Selain itu melihat bagaimana akses dari luar
memberikan pengaruh dalam tantangan industrialisasi kelautan.
Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di bagian latar belakang di atas,
maka peneliti merumuskan masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku
ekonomi petani garam?
2. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam?
3. Bagaimana hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani
garam?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
Adapun tujuan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut :
Menganalisis hubungan antara karakteristik petani garam dengan perilaku
ekonomi petani garam.
Menganalisis hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam.
Menganalisis hubungan karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi petani
garam.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola
perilaku petani garam dalam kerangka industrilisasi dan faktor apa saja yang dapat
3
memengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:
1. Petani Garam
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi
petani garam sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
2. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil
kebijakan (decision maker) dalam menghadapi proses industrialisasi yang
terjadi sehingga tepat dalam menyusun strategi perkembangan usaha garam
nasional. Pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis
antara semua pihak yang terlibat.
3. Swasta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta
mengenai proses industrialisasi kelautan yang sedang berlangsung. Selain itu,
mengingat dalam pencapaian suatu tujuan dibutuhkan adanya kerjasama, pihak
swasta juga diharapkan mampu untuk memahami pola-pola perilaku petani
garam dan membangun hubungan yang baik dengan petani garam.
4. Bagi kalangan akademisi dan peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi akademisi lainnya untuk
melakukan penelitian yang terkait serta mendukung dan menunjang perilaku
petani garam delam kerangka industrialisasi
5. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan informasi
masyarakat mengenai pola perilaku petani garam dalam industri produksi
garam.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Garam di Indonesia
Garam merupakan bahan yang mudah ditemui sehari-hari dalam kehidupan
manusia. Secara garis besar kegunaan garam adalah sebagai bahan baku
konsumsi, bahan pengawetan, serta sebagai bahan baku industri. Kementerian
Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa garam merupakan salah satu
produk komoditas penting yang menjadi kebutuhan bahan pangan dan juga
industri. Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang belum ada
subsitusinya atau bahan penggantinya. Jika dillihat secara fisik, garam berupa
padatan putih berbentuk kristal yang mengandung senyawa-senyawa kimia dan
bersifat mudah menyerap air (PT Garam 2001).
Dalam Peraturan Pemerintah (Permen) Perdagangan Republik Indonesia
(RI) No. 58/M-DAG/PER/9/2012 dinyatakan bahwa garam merupakan senyawa
kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (NaCl), dan
mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan
yodium. Berdasarakan kegunaannya garam dikelompokkan menjadi garam
industri dan garam konsumsi. Garam industri merupakan garam yang digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri. Sedangkan
garam konsumsi memiliki kegunaan sebagai bahan konsumsi atau bahan pangan.
Menurut Kementerian Perdagangan (Kemendag) (2001), setiap jenis garam
memiliki standar kualitas mutu yang telah disahkan oleh Standar Nasional
Indonesia (SNI). Kualitas mutu garam dipengaruhi oleh kualitas air laut, struktur
lahan, kondisi iklim, teknologi dalam proses produksi, waktu produksi
(penguapan), serta faktor sumberdaya masyarakat (SDM). Jenis garam
berdasarkan kualitasnya dikelompokkan menjadi K1 dan K2, yang memengaruhi
penentuan harga penjualan. Produk garam bahan baku industri yang terdapat di
pasar Indonesia terbagi menjadi dua tipe, yaitu garam sebagai bahan baku soda
serta garam sebagai bahan penolong industri tekstil, kertas, plastik, alumunium.
Sedangkan produk garam konsumsi terbagi dalam garam halus, garam kasar, serta
garam sodium rendah. Pengelola garam di Indonesia selama ini dipegang oleh
pihak PT. Garam yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
selain itu juga ada petani garam Indonesia sebagai penghasil garam rakyat.
Mengacu ke dalam SNI 01-4435-2000, dinyatakan syarat mutu garam bahan
baku untuk industri garam beryodium seperti yang dipaparkan dalam Tabel 1.
6
Tabel 1 Syarat mutu garam bahan baku untuk industri garam beryodium
No.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1. Keadaan
Bau
Normal
Asin
Rasa
Putih
normal
Warna
2. Natrium Klorida (NaCL)
% (b/b) adbk
Min. 94.7
3. Air (H2O)
% (b/b)
Maks. 7
4. Bagian yang tidak larut dalam air
% (b/b) adbk
Maks. 0.5
5. Cemaran logam :
mg/kg
Maks. 10.0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 10.0
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10.0
Raksa (Hg)
6. Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0.1
Catatan : (1) b/b = bobot/bobo t
Sumber : Badan Standar Nasional. (2000).
(2) adbk = atas dasar bahan kering
Sedangkan kualitas garam konsumsi beryodium mengacu pada SNI 3556-2010
dengan rincian syarat mutu seperti yang disajikan dalam Tabel 2.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 2 Syarat mutu garam konsumsi beryodium
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Kadar Air (H2O) (b/b)
%
Maks. 7
Kadar
Natrium
Klorida
(NaCL) dihitung dari jumlah
%
Min. 94
klorida (Cr) (b/b) adbk
Bagian yang tidak larut dalam
%
Maks. 0.5
air( b/b) adbk
Yodium dihitung sebagai
mg/kg
Min. 30
kalium iodat (KlO2) adbk
Cemaran logam :
mg/kg
Maks. 10.0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0.5
Kadmium (Cd)
mg/kg
Maks. 0.1
Raksa (Hg)
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0.1
Catatan : (1) b/b = bobot/bobot
Sumber : Badan Standar Nasional. (2010).
(2) adbk = atas dasar bahan kering
Sumber garam berasal dari air laut atau air danau asin, tambang garam atau
deposit dalam tanah, serta sumber air dari dalam tanah. Umumnya garam di
Indonesia bersumber dari air laut yang diproses secara tradisional tanpa adanya
inovasi dan penerapan teknologi (Hernanto dan Kwartatmono 2001). Secara
spesifik Rachman (2011) memaparkan bahwa proses produksi garam merupakan
proses menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai baik dengan sinar
matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi garam dengan air laut pada
prinsipnya terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah proses pemekatan (dengan
menguapkan airnya) dan yang kedua adalah proses pemisahan garamnya (melalui
7
proses kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses akhir akan diperoleh produk
garam.
Kandungan dalam garam memiliki peran penting dalam tubuh manusia.
Garam NaCl berfungsi menjaga pengaturan volume dan tekanan darah, menjaga
kontraksi otot dan transmisi sel saraf, serta membantu keseimbangan air, asam
dan basa dalam tubuh. Selain itu garam secara efektif dan efisien mampu
mengatasi masalah kekurangan yodium. Konsumsi garam berlebih dapat memicu
tekanan darah tinggi dalam tubuh. Berbeda populasi berbeda pula kebutuhan
konsumsi garam perhari, setiap negara memiliki variasi dalam mengkonsumsi
garam. Rata-rata orang Jepang mengkonsumsi 6.9 gram garam perhari, sedangkan
orang Amerika Serikat cukup hanya 3.5 hingga 3.9 gram perhari. Konsumsi
garam tertinggi berada di Indonesia senilai 9.4 gram perorang perhari (Hartoyo
2011).
Permasalahan Garam di Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan panjang garis pantai terpanjang nomor dua
di dunia memiliki potensi lahan garam yang sangat besar. Sejauh ini produksi
garam rakyat di Indonesia masih dinyatakan tergolong rendah yaitu dengan ratarata produksi 60 ton/hektar/musim. Kenyataannya data produksi garam tahun
2012 menunjukkan bahwa angka produksi di Indonesia sudah mencapai 2.4 juta
ton dan melampaui target produksi yang sebesar 1.32 juta ton (KKP 2012a).
Produksi garam rakyat tertinggi di Indonesia diproduksi oleh Kabupaten
Sampang dengan angka produksi 314 586.10 ton. Produktivitas terbaik di tahun
2012 berada di Kabupaten Aceh Utara dengan angka produktivitas sebesar 276.71
ton. Angka-angka tersebut hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat Indonesia, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan industri yang ada.
Hingga tahun 2012 kebutuhan garam industri di Indonesia masih seratus
persen diimpor dari luar, dan garam konsumsi sudah seratus persen dapat dipenuhi
oleh produksi garam rakyat. Menurut Rochwulaningsih (2008), garam industri
menuntut kualitas yang tinggi, sehingga produksi garam rakyat tidak mampu
memenuhi standar kualitas tersebut. Oleh karena itu kebutuhan garam industri
hingga saat ini harus diimpor karena teknologi garam rakyat tidak mampu
memproduksi garam industri yang berkualitas dengan standar yang tinggi.
Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001), kualitas maupun kuantitas
hasil produksi garam rakyat yang diproduksi melalui cara tradisional dipengaruhi
oleh faktor sumberdaya alam secara dominan. Lokasi menjadi salah satu faktor
yang memengaruhi penyediaan air laut yang berdampak pada kualitas ataupun
kuantitas garam. Selain itu kualitas dan kuantitas garam juga dipengaruhi juga
oleh kondisi lahan, kondisi iklim, serta sumberdaya manusia. Produktivitas lahan
garam dipengaruhi oleh kualitas tanah, topografi tanah, kelembaban udara
kecepatan angin, serta sistem teknologi yang digunakan.
Berdasarkan beberapa studi literatur, diketahui permasalahan apa saja yang
memengaruhi hasil produksi garam. Hal tersebut disajikan dalam Tabel 3.
8
Tabel 3 Identifikasi permasalahan dalam usaha garam
Aspek
Indikator
Permasalahan
Produktivitas
Kurangnya teknologi (KKP 2012bc; Izzaty dan Permana
2011; Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Masalah SDM (KKP 2012b; Manadiyanto dan Nasution
2010; Hernanto dan Kwartatmono 2001)
Infrastruktur (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011;
Manadiyanto dan Nasution 2010; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Perubahan iklim (Izzaty dan Permana 2011; Hernanto dan
Kwartatmono 2001)
Penyimpanan garam (Izzaty dan Permana 2011)
Kondisi air laut (Hernanto dan Kwartatmono 2001)
Pemasaran
Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman 2011;
KKP 2012b)
Permainan harga oleh pedagang asing (Izzaty dan Permana
2011)
Tidak ada harga dasar dan tata niaga garam (Manadiyanto
dan Nasution 2010; KKP 2012bc)
Rendahnya pengetahuan (Izzaty dan Permana 2011)
Permodalan
Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011)
Lahan
Mutu lahan (KKP 2012b; Mandiyanto dan Nasution 2010)
Produktivitas lahan (Izzaty dan Permana 2011)
Perubahan fungsi lahan (KKP 2012b)
Kelembagaan
Kebijakan (KKP 2012b; Izzaty danPermana, 2011;
Manadiyanto dan Nasution 2010)
Tidak berfungsinya kelembagaan formal (Manadiyanto dan
Nasution 2010)
Karakteristik Petani Garam di Indonesia
Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam selalu membutuhkan aktor yang
terlibat dalam pengolahan produksi sumberdaya, utamanya produsen yang
merupakan individu dan/atau badan usaha yang memproduksi, mengedarkan, dan
memperdagangkan sumberdaya. Demikian pula dalam pengelolaan sumberdaya
garam, terdapat aktor yang memproduksi atau menyediakan produk dalam
pemenuhan kebutuhan garam. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bima Nomor 3 Tahun 2009 disebutkan bahwa petani pengumpul garam adalah
individu atau kelompok yang melakukan pengambilan dan pengumpulan garam
secara tradisional untuk kemudian disetorkan kepada pengepul.
Masyarakat petani garam
menurut pernyataan Scott (1981) dalam
Rochwulaningsih (2008) tidak jauh berbeda dengan petani pada umumnya, yaitu
masyarakat miskin yang kehidupannya tidak menetap dengan pendapatan tebatas
untuk bertahan hidup. Petani garam di Indonesia merupakan petani tradisional
9
yang memanfaatkan potensi alam dalam proses produksi. Petani garam rakyat
adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi
pada musim kemarau saja (Rachman 2011). Hingga saat ini, petani garam masih
tetap menggunakan cahaya matahari untuk proses penguapan dalam proses
produksi.
Dalam proses produksi garam, lahan merupakan alat produksi yang sangat
penting bagi petani garam karena dengan adanya lahan garam akan menentukan
aksesibilitas petani garam terhadap surplus atas produksinya (Rochwulaningsih
2008). Petani garam lahan sempit dan petani tidak memiliki lahan, akses terhadap
surplus dari produksinya rendah hingga ada kemungkinan tidak memperoleh
surplus. Sebaliknya petani yang menguasai lahan luas memiliki akses untuk dapat
menikmati surplus dari produksi garam cukup besar. Berdasarkan beberapa studi
literatur, petani garam dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek.
Pengategorian garam tersaji dalam Tabel 4.
Aspek Kategori
Lahan
Sistem Produksi
Hasil
Tabel 4 Tipologi Petani Garam
Pembagian
Petani Pemilik (Rachman 2011; Rochwulaningsih 2008)
Petani Penyewa (Rachman 2011)
Petani Bagi Hasil (Rachman 2011)
Petani Buruh (Rochwulaningsih, 2008)
Petani garam tradisional (Aisyah et. al 2011; Rachman
2011)
Petani garam industri (Aisyah et. al 2011)
Petani garam beryodium (YLKI 2001)
Petani garam baku (Perda Kab. Bima No. 3/2009)
Petani garam konsumsi (KKP 2012b)
Petani garam industri (Aisyah et. al 2011)
PT. APROGAKOB dalam Forum Pasar Indonesia (2001) menyatakan sifat
petani dalam pemanfaatan lahan dimana fungsi lahan dapat berubah sementara
ketika terjadi perubahan harga garam. Fungsi lahan garam akan berubah fungsi
menjadi lahan tambak ketika harga garam tidak menguntungkan, sebaliknya
fungsi lahan tambak dapat berubah menjadi lahan garam apabila harga garam
sedang dalam posisi menguntungkan. Hal tersebut terjadi dipengaruhi oleh sistem
produksi yang digunakan petani garam masih tradisional, yaitu bergantung pada
keadaan alam.
Selain bergantung pada keadaan alam, melihat hasil monitoring KKP (2012)
petani garam juga memiliki ketergantungan tinggi terhadap tengkulak. Minimnya
pengetahuan petani menyebabkan ketergantungannya terhadap tengkulak yang
diakibatkan dari ketidakmampuan petani dalam menetapkan harga penjualan
garam. Hal tersebut sering dimanfaatkan oleh para tengkulak untuk
mempermainkan harga pasar, sehingga berdampak merugikan petani garam.
Melihat permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani garam, dapat
dianalisis bagaimana karakteristik petani garam di Indonesia. Petani garam
Indonesia pada umumnya tidak terlalu jauh berbeda dengan karakteristik nelayan
di Indonesia.
10
Tabel 5 Karakteristik petani garam
Aspek
Karakteristik
Karakter
Sikap
Terhadap
Alam
Hakikat Hubungan
Antar Sesama
Sistem
Pengetahuan
Peran Wanita
Indikator
Keras tetapi mudah putus asa (Rochwulaningsih 2008)
Bergantung pada alam (Aisyah et. al 2011)
Tingginya ketergantungan terhadap tengkulak (KKP
2012b)
Berdasar pada warisan (Rochwulaningsih 2007)
Posisi Sosial dan
Ekonomi
Pendidikan
dan
Penguasaan
Teknologi
Pengelolaan uang
Terlibat sebagai tenaga kerja produksi garam (Hasan
2011)
Rendah (Hasan 2011 )
Pendidikan rendah (Hasan 2011; Izzaty dan Permana
2011; Manadiyanto dan Nasution 2011)
Kurangnya keterampilan untuk mengadopsi teknologi
baru (Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto dan
Nasution 2011)
Belum dikatakan baik (Hasan 2011)
Menurut Manadiyanto dan Nasution (2010), dalam masyarakat petani garam
terdapat kelembagaan yang dapat membantu mengurangi dan memudahkan
penanganan oleh pemerintah atau pihak lain. Beberapa lembaga yang terdapat di
Indonesia, yaitu Asosiasi Petani Garam Rakyat (APEGAR), Asosiasi Produksi
Garam Beryodium (APRO GAB), Aliansi Petani Garam Rakyat Indonesia
(A2PGRI).
Perilaku Ekonomi Petani Garam dan Industrialisasi Kelautan
Menurut KKP (2012), industrialisasi kelautan dan perikanan merupakan
proses perubahan sistem produksi
hulu dan hilir sebagai upaya dalam
meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumberdaya
kelautan dan perikanan. KKP (2012) mengharapkan Industrialisasi kelautan
khususnya garam dapat mendorong pencepatan peningkatan produksi garam
konsumsi dan industri untuk mencukupi kebutuhan garam nasional sekaligus
meningkatkan taraf hidup pembudidaya garam.
Dalam Perpres No.28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional
dinyatakan bahwa Industri garam merupakan salah satu dari 35 industri yang
diprioritaskan. Hanya saja hingga saat ini hasil produksi garam rata-rata di
Indonesia hanya mencapai 60 ton/hektar/musim dengan luas lahan 26 975.42
hektar (KKP 2012a). Jika dikalkulasikan, Indonesia hanya mampu menghasilkan
1 618 525.2 ton/tahun, sedangkan kebutuhan garam Indonesia mencapai 3 251
691 ton/tahun.
11
Rendahnya produksi garam di Indonesia diakibatkan oleh sistem produksi
yang digunakan oleh para petani garam masih tradisional. Perkembangan ilmu
pengetahuan dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
Berbeda dengan negara-negara lain yang sudah menggunakan ilmu pengetahuan
ke dalam sistem produksinya, masyarakat di Indonesia masih sulit untuk
melakukannya. Menganalisis perbandingan hasil produksi garam lokal dengan
produksi garam di luar negeri seperti USA, Cina, dan Australia dimana negaranegara tersebut telah menerapkan IPTEK ke dalam bagian proses produksinya.
Hasilnya dengan potensi alam yang lebih sedikit dibandingkan Indonesia, negara
tersebut dapat menghasilkan garam dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik
Rachman (2011) menyatakan bahwa proses industrialisasi merupakan
kelanjutan dari tahapan pembangunan ekonomi setelah sektor pertanian
berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif
dalam memaksimumkan pembangunan. Pembangunan ekonomi tidak pernah
lepas dari pola perilaku pelaku ekonomi yang berperan di dalamnya. Perilaku
ekonomi merupakan respon produsen atau konsumen yang ditunjukkan akibat
terjadinya perubahan kekuatan pasar, dimana respon tersebut memiliki tujuan
kepuasaan individu atau kelompok (Fariyanti 2008). Perilaku ekonomi juga
ditunjang oleh pola perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi.
Perilaku konsumen digunakan dalam kegiatan konsumsi, sedangkan perilaku
produsen memiliki pengaruh terhadap respon di dalam kegiatan produksi.
Tabel 6 Perilaku produksi petani garam
Bentuk Perilaku
Perilaku Produksi
Orientasi Mutu
Kurang memedulikan kondisi lahan (Roosita et al.
2011)
Proses penyimpanan (Roosita et al. 2011)
Adaptasi Teknologi Diversifikasi lahan (PT Aprogakob 2001)
Sistem produksi masih tradisional (Aisyah et al. 2011)
Keterbatasan aset (KKP 2012b; Izzaty dan Permana
2011)
Tenaga Kerja
Diversifikasi pekerjaan (PT Aprogakob)
Terlibatnya keluarga sebagai tenaga kerja (Hasan
2011)
Hubungan Sosial
Ketergantungan petani terhadap tengkulak (Rachman
2011; Roosita et al. 2011)
Tabel 6 terlihat bahwa ada pengaruh langsung ataupun tidak langsung dalam
perilaku ekonomi petani garam. Secara garis besar permasalahan utama yang
memengaruhi perilaku ekonomi petani garam disebabkan oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal dipengaruhi oleh terbatasnya pengetahuan dan
keterampilan (KKP 2012b; Hasan 2011; Izzaty dan Permana 2011; Manadiyanto
dan Nasution 2011). Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi alam,
terutama perubahan iklim (KKP 2012b; Izzaty dan Permana 2011)
12
Perilaku konsumsi petani garam yaitu menggunakan pendapatan untuk
membeli bahan baku produksi (Parulian 2008) serta menghabiskan sebagian besar
pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga termasuk pangan
(Rachman 2011).
Strategi Menuju Industrialisasi Usaha Garam
Sektor industri pengolahan menjadi salah satu sektor andalan pembangunan
nasional yang terus mengalami perkembangan secara signifikan dari tahun ke
tahun (Parulian 2008). Produk Industri pengolahan di Indonesia meliputi industri
besar, industri sedang, industri kecil, dan industri kerajinan rumah tangga.
Demikian juga dengan industrialisasi kelautan dan perikanan dari tahun ke tahun
berupaya mencapai target dan rencana jangka panjang. Industrialisasi kelautan
dan perikanan bertujuan meningkatkan produksi, produktivitas, dan nilai tambah
produk kelautan dan perikanan yang berdaya saing tinggi berorientasi pasar.
Selain itu menurut KKP (2012) tujuan industrialisasi kelautan dan perikanan yaitu
mempercepat pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan melalui
modernisasi sistem produksi dan manajemen. Lebih jauh lagi, hal ini diharapkan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.
Industrialisasi kelautan dan perikanan memiliki landasan konseptual berupa
peningkatan nilai tambah, peningkatan daya saing, penguatan pelaku industri
perikanan, berkelanjutan, transformasi formal, serta modernisasi sistem produksi
hulu dan hilir. Selain itu masih terdapat landasan berbasis komoditas, wilayah dan
sistem manajemen kawasan (KKP 2012d).
Menurut KKP (2012) dalam upaya mengatasi masalah kebutuhan garam,
Indonesia melakukan swasembada garam melalui perbaikan inovasi teknologi dan
rekayasa kelembagaan. Kebijakan-kebijakan pemerintah muncul dalam upaya
mendukung keberhasilan swasembada garam, salah satunya yaitu kebijakan
pemerintah tentang pemberdayaan dan pengembangan garam. KKP melaksanakan
program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) serta Kelompok Usaha
Garam Rakyat (KUGAR). Kebijakan yang lain adalah Kemendag RI menetapkan
Permen Perdagangan RI No. 58/M-DAG/PER/9/2012 mengenai ketentuan impor
garam yang mendukung pengaturan pemenuhan kebutuhan garam, tetapi di lain
pihak petani garam juga terlindungi. Untuk mencapai keberhasilan upaya tersebut
perlu didukung juga dengan strategi-strategi dalam pengembangan industrialisasi
garam, seperti yang tertera pada Tabel 7.
13
Tabel 7 Strategi pengembangan industrialisasi usaha garam rakyat
Fokus Strategi
Bentuk Strategi
Teknologi
Inovasi teknologi (Roosita et al. 2011)
Optimalisasi pemanfaatan sumber kekayaan alam
(Hartono 2011)
Produksi garam berkualitas melalui proses pengolahan
dan kristalisasi bertingkat (Roosita et al. 2011)
Sarana-Prasarana
Intensifikasi lahan penggaraman (Roosita et al. 2011;
Setiono 2011)
Ekstensifikasi lahan penggaraman (Setiono 2011;
Hartono 2011)
Revitalisasi penyediaan sarana dan prasarana (Roosita
et al. 2011)
Membangun infrastruktur sebagai pendorong kemajuan
petani (Roosita et al. 2011)
Pengetahuan dan
Peningkatan sistem manajemen produksi garam
Keterampilan
(Roosita et al. 2011)
Melaksanakan pelatihan untuk menunjang kemampuan
petani (KKP 2012cd)
Ekonomi
Penetapan harga dasar dan tata-niaga usaha garam
(KKP 2012b)
Kelembagaan
Penegakan hukum secara konsisten terhadap garam
yang tidak sesuai syarat SNI (Hartono 2011)
Mengembangkan jaringan dalam bidang IPTEK (PD
Sumatraco 2001)
14
Kerangka Pemikiran
Hasil studi literatur sebelumnya menunjukkan beberapa faktor diduga
memengaruhi perilaku ekonomi petani garam, diantaranya adalah karakteristik
individu, karakteristik usaha, dan intervensi pihak luar. Karakteristik individu
terdiri atas usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, tingkat pendapatan, dan
tingkat pengetahuan. Selanjutnya, karakteristik usaha dapat dilihat berdasarkan
teknologi yang digunakan, biaya produksi, luas lahan, serta kuantitas. Intervensi
pihak luar dapat dianalisis berdasarkan adanya bantuan-bantuan modal serta
penyuluhan yang diterima petani garam.
Karakteristik individu, karakteristik usaha, dan intervensi pihak luar, dilihat
seberapa besar hubungannya dengan perilaku ekonomi yang dilakukan petani
garam. Perilaku ekonomi dikaji berdasarkan adaptasi teknologi, orientasi mutu,
hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku konsumsi. Secara
kualitatif juga akan dianalisis bagaimana strategi petani garam dalam pencapaian
yang sesuai dengan industrialisasi kelautan. Alur kerangka pemikiran dijelaskan
dalam Gambar 1 berikut.
Intervensi
Pihak Luar
Bantuan
Modal
Penyuluhan
Karakteristik Petani
Garam
Usia
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pendapatan
Pengalaman kerja
Karakteristik Usaha
Teknologi
Biaya produksi
Luas lahan
Kuantitas hasil
produksi
Perilaku Ekonomi
- Orientasi Mutu
- Adaptasi Teknologi
- Hubungan Sosial
- Ketenagakerjaan
- Perilaku Konsumtif
Keterangan
: Hubungan
Industrialisasi Kelautan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis
1) Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
2) Terdapat hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
3) Terdapat hubungan antara karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi
petani garam dalam kerangka industrialisasi.
Definisi Konseptual
1) Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan produksi hulu
dan hilir dalam rangka peningkatan nilai tambah, produktivitas, dan skala
produksi sumberdaya kelautan dan perikanan.
Definisi Operasional
1) Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada individu meliputi
usia, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumahtangga, dan
tingkat
pendapatan.
a) Usia adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada
saat dilaksanakan penelitian. Usia diukur menggunakan skala ordinal
yang dikelompokkan berdasarkaan rataan dari lapangan.
i) Muda (< 42 tahun)
ii) Tua (≥ 42 tahun)
b) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah formal tertinggi
yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan diukur dengan
menggunakan skala nominal yang akan dokonversikan menjadi skala
ordinal yang dikategorikan sebagai berikut:
i) Rendah < tamat SMP)
ii) Tinggi (≥ tamat SMP)
c) Pengalaman kerja adalah waktu yang telah dijalani reponden sebagai
petani garam. Pengalaman kerja diukur menggunakan skala ordinal yang
dikelompokkan menjadi:
i) Rendah (< 19.3 tahun)
ii) Tinggi (≥ 19.3 tahun)
d) Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan dan informasi yang diterima
petani garam. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban
tidak, akan diberi skor “1”.
i) Rendah (jika skor antara 9 hingga 13)
ii) Tinggi (jika skor antar 14 hingga 18)
e) Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara
keseluruhan, termasuk penghasilan sampingan yang diperoleh dalam satu
bulan. Tingkat pendapatan diukur dengan menggunakan skala rasio yang
disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
i) Rendah (< Rp1 240 000)
ii) Tinggi (≥ Rp1 240 000)
2) Intervensi pihak luar adalah peranan pihak luar dalam mepengaruhi ataupun
mendukung peningkatan aktivitas petani garam, terutama dalam konteks
16
industrialisasi. Intervensi pihak luar dapat diukur dengan mengunakan skala
ordinal.
a) Bantuan modal adalah bantuan yang diberikan oleh pihak luar dalam
upaya mendukung usaha petani garam. Penggolongan tingkatan bantuan
modal akan dilakukan berdasarkan rataan bantuan modal dari seluruh
responden. Pengukuran akan diambil dari hasil data yang didapatkan di
lapangan. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika jawaban tidak,
akan diberi skor “1”.
i) Rendah (jika petani garam tidak menerima bantuan modal)
ii) Tinggi (Jika petani garam menerima bantuan modal)
b) Penyuluhan merupakan informasi pengetahuan yang didapatkan petani
garam dari pihak lain. Jika jawaban ya, akan diberi skor “2” dan jika
jawaban tidak, akan diberi skor “1”.
i) Rendah (Petani garam tidak mendapat penyuluhan)
ii) Tinggi (Petani garam mndapat penyuluhan)
3) Karakteristik usaha petani garam adalah faktor-faktor yang memengaruhi
proses petani garam dalam menjalankan usahanya.
a) Teknologi produksi adalah teknologi yang digunakan petani garam dalam
memproduksi garam. Penggolongan tingkatan penggunaan teknologi
akan disesuaikan dengan data di lapangan yang dapat diukur
menggunakan skala ordinal.
i) Rendah (teknologi tidak lengkap)
ii) Tinggi (teknologi lengkap)
b) Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan petani garam
untuk memproduksi garam dalam sekali produksi. Biaya produksi dapat
diukur dengan menggunakan skala ordinal. Penggolongan tingkatan
biaya produksi akan disesuaikan dengan rataan data di lapangan.
i) Rendah (< Rp181 500)
ii) Tinggi (≥ Rp181 500)
c) Luas lahan merupakan luas tambak yang dimiliki dan dikelola petani
garam. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan disesuaikan
dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur menggunakan skala
rasio
i) Rendah (< 1.325 Ha)
ii) Tinggi (≥ 1.325 Ha)
d) Kuantitas hasil produksi adalah jumlah garam yang dihasilkan dalam
sekali produksi. Penggolongan tingkatan kuantitas hasil produksi akan
disesuaikan dengan rataan data di lapangan yang dapat diukur
menggunakan skala rasio.
i) Rendah (< 3.6 ton)
ii) Tinggi (≥ 3.6 ton)
4) Perilaku ekonomi adalah perilaku yang menunjukkan respon individu sebagai
produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi,
yang dilandasi dengan tujuan maksimalisasi kepuasan individu ataupun
kelompok. Perilaku ekonomi petani garam diukur berdasarkan orientasi mutu,
adaptasi teknologi, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan, serta perilaku
konsumsi. Perilaku ekonomi dapat diukur dengan menggunakan skala
ordinal.
17
a) Orientasi mutu adalah perilaku petani garam dalam memandang dan
melakukan tindakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan (2 jika ya, 1
jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 5 hingga 7)
(2) Tinggi (jika skor antara 8 hingga 10)
b) Adaptasi teknologi adalah perilaku petani garam dalam penyediaan
sarana prasarana usaha garam (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 10 hingga 15)
(2) Tinggi (jika skor antara 16 hingga 20)
c) Hubungan sosial adalah perilaku petani garam dalam berinteraksi dengan
lingkungan sekitar (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
d) Alokasi Ketenagakerjaan adalah perilaku petani garam dalam mengatur
strategi pola kerja dan tenaga kerja (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
e) Perilaku konsumtif adalah perilaku yang dilakukan petani garam dalam
membelanjakan uangnya untuk kebutuhan hidup (2 jika ya, 1 jika tidak).
(1) Rendah (jika skor antara 3 hingga 4)
(2) Tinggi (jika skor antara 5 hingga 6)
18
19
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif didukung pendekatan
kualitatif. Metode kuantitatif diperoleh dari hasil survei melalui instrumen
kuesioner untuk mengetahui karakteristik petani garam dan industrialisasi
kelautan. Variabel yang diteliti terdiri karakteristik petani garam (usia, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, dan tingkat pendapatan), intervensi pihak luar
(bantuan modal, dan penyuluhan), karakteristik usaha (teknologi, biaya produksi,
luas lahan dan kuantitas hasil produksi), dan perilaku ekonomi petani garam
(adaptasi teknologi, orientasi mutu, hubungan sosial, alokasi ketenagakerjaan,
serta perilaku konsumsi).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan untuk
menguatkan data kuantitaif. Metode kualitatif munggunakan instrumen
wawancara mendalam, observasi langsung, dan studi literatur. Variabel yang
diukur menggunakan pendekatan kualitatif yaitu strategi petani garam dan
industrialisasi kelautan. Selain itu, metode kualitatif ini juga digunakan untuk
mengetahui lebih jauh kehidupan ekonomi petani garam dan aktivitas-aktivitas
petani garam.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Dusun Ngelak, Desa Tasikharjo, Kecamatan
Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi tersebut
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, diantaranya karena
Desa Tasikharjo memiliki luas tambak yang lebih besar dibandingkan luas
pemukimannya, yaitu mencapai 103.6 Ha. Selain itu karena Desa Tasikharjo
memiliki hasil produksi garam pada tahun 2012 mencapai 1 890 ton. Lokasi desa
yang strategis di pinggir jalan utama penghubung antar provinsi dan berbatasan
dengan laut Jawa juga menjadi alasan dalam pemilihan lokasi.Waktu pengambilan
data dilaksanakan pada bulan April 2013.
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh petani garam di Dusun Ngelak,
Desa Tasikharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Unit
penelitian yang diteliti adalah individu yang berprofesi sebagai petani garam
penggarap. Responden dipilih secara sengaja (purposive) oleh peneliti sebanyak
40 orang. Responden sulit ditemui karena waktu pengambilan data tidak
bertepatan dengan musim produksi garam, sehingga banyak petani garam yang
sedang tidak berada di lokasi. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner
yang telah disusun.
Jumlah informan dalam penelitian ini dipilih setelah peneliti mendapatkan
data lengkap mengenai populasi penelitian. Pemilihan informan dalam penelitian
ini dilakukan secara sengaja (purposive). Informan dalam penelitian ini adalah
20
orang yang memahami dan memiliki banyak pengalaman dalam usaha produksi
garam rakyat. Selain itu, informan yang dipilih adalah para pemangku
kepentingan yang terlibat dalam usaha produksi garam di Desa Tasikharjo.
Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan sendiri oleh peneliti melalui
pengamatan langsung. Data primer dapat berupa hasil wawancara dengan
responden/informan dan hasil pengukuran peneliti sendiri. D