Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan

PERILAKU EKO
EKONOMI NELAYAN IKAN TUNA
A DALAM
DA
KERANGKA
NGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN
ANAN

ARIF RACHMAN

DEPARTEMEN SAINS
NS KOM
KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
ANGAN M
MASYARAKAT
FAK
FAKULTAS
EKOLOGI MANUSIA
INS
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi
Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Arif Rachman
NIM: I34090010

ABSTRAK
ARIF RACHMAN. Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka

Industrialisasi Perikanan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku ekonomi nelayan
ikan tuna dalam kerangka industrialisasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk
melihat hubungan antara karakteristik responden, karakteristik usaha nelayan, dan
intervensi pihak luar, dengan perilaku ekonomi nelayan. Penelitian dilakukan
menggunakan metode kuantitatif dengan didukung metode kualitatif. Secara
umum, perilaku ekonomi nelayan tuna Desa Tambakrejo sudah tergolong cukup
baik, mulai dari kemampuan menjaga mutu hasil tangkapan, penggunaan
teknologi yang cukup modern, pembinaan hubungan sosial dengan sesama, dan
pola ketenagakerjaan yang baik. Pada pengujian karakteristik individu dengan
perilaku ekonomi, hubungan paling signifikan ditunjukkan oleh variabel jumlah
tanggungan. Hal tersebut berarti bahwa semakin banyak jumlah tanggungan yang
dimiliki nelayan, maka perilaku ekonominya akan semakin tinggi. Pada pengujian
intervensi pihak luar, hubungan signifikan ditunjukkan oleh variabel bantuan
modal. Hal ini berarti bahwa semakin banyak bantuan modal yang diberikan pihak
luar, maka dapat membuat perilaku ekonomi yang dilakukan nelayan semakin
baik. Terakhir, pada pengujian karteristik usaha dengan perilaku ekonomi,
hubungan paling signifikan ditunjukkan oleh variabel modal melaut. Hal ini juga
berarti bahwa semakin besar modal melaut yang digunakan, maka perilaku
ekonomi nelayan tersebut akan semakin tinggi.

Kata kunci: perilaku ekonomi, nelayan, industrialisasi perikanan

ABSTRACT
ARIF RACHMAN. Economic Behavior of Tuna Fishers in Supporting Fisheries
Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA.
This study aimed to analyze the economic behavior of tuna fisher in
fisheries industrialization. The study also aimed to examine the relationship
among characteristics of respondents, fisher’s business, and external’s
intervention to fisher’s economic behavior. The research used the quantitative
method with qualitative method support. Overall, the economic behavior of
fishers in Tambakrejo Village was quite good, such as the ability to maintain
quality of the catch, the use of modern technology, the build of social relationship,
and ability to employ the family members. In the test between individual
characteristic and economic behavior, the most significant relationship is shown
by number of family member variable. This means that the more the number of
family member in fisher’s family, the economic behavior will be higher. Thus, the
most significant relationship between intervention and economic behavior is
capital support variable. This means that higher capital support given by external,
the economic behavior will be higher. The final showed that the most significant


relationship of fisher’s business characteristic is shown by business capital
variable. This means that the more number of business capital will make the
economic behavior getting higher.
Key words: economic behavior, fisher, fisheries industrialization

vi

PERILAKU EKONOMI NELAYAN TUNA DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN

ARIF RACHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka
Industrialisasi Perikanan
: Arif Rachman
: I34090010

Disetujui oleh

Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: ________________

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis
yang dimulai sejak bulan Februari 2013 ini berjudul Perilaku Ekonomi Nelayan
Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Arif Satria, SP MSi,
selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi
selama proses penulisan karya tulis ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih
kepada Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA dan Ir Sutisna Riyanto, MSi, sebagai dosen
penguji skripsi. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh warga Desa
Tambakrejo, khususnya Dusun Sendang Biru. Tidak lupa penulis menyampaikan
hormat dan rasa terima kasih kepada keluarga tercinta, Ibunda Siti Hawa, Ayahanda
Muhammad Nur, Kakakku Novi Rahmawati, dan Adik-adikku Fitri
Rachmadinyah dan Anisa Nusya’bani yang dengan segenap jiwa dan raganya
selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis.
Terima kasih kepada Kak Alfian Helmi yang senantiasa membantu penulis

dalam mengembangkan ide-ide baru. Terima kasih kepada teman sekaligus tutor
yang sangat luar biasa Tiara Pridatika, Anggi Indriani Tami, Agustin, Hilda
Nurul, Jajang Somantri, dan M. Septiadi atas bantuannya dalam penyelesaian
karya tulis ini. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Lulu Hanifah, Indra
Setiyadi, Faris Budiman Annas, Rizka Andini, Hamdani Pramono, Ai Nurasiah
Zhakiyah, Bahari Ilmawan, Oki Wanarijki, Fadil Afrianto, Nadia Zabila, M. Iyos
Rosyid, Ajeng Intan, Yandra Azhari, Syifa Selvia Sulistyoningrum, Fajrina Nissa
Utami, Siska Oktavia, Rizka Amalia, Elbie Yudha Pratama, Anandita Rostu, Ratu
Sarah Indah, Lidya Agustina, Iqbaludin Akbar atas persahabatan luar biasa yang
kalian berikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman
seperjuanganku Faiza Libby Shabira Lubis dan Nina Lucellia atas bantuan dan
motivasinya selama ini. Serta untuk Aulia Rizki Andini, untuk selalu memotivasi,
mendukung, dan mendengarkan keluh kesah penulis.
Terima kasih sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Keluarga
Besar HIMASIERA 2011-2012, yang selalu memacu penulis untuk memunculkan
ide-ide baru dan menularkan semangat baru. Keluarga Besar Mahasiswa
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan
46 yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa menerima penulis apa
adanya menjadi bagian dari mereka. Serta semua pihak yang telah memberikan
dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja samanya selama ini.

Penulis berharap proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat
banyak kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan.

Bogor, Mei 2013
Arif Rachman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Masalah Penelitian

3

Tujuan Penelitian

3

Kegunaan Penelitian

4


TINJAUAN PUSTAKA

5

Industrialisasi Perikanan

5

Karakteristik dan Tipologi Nelayan

6

Masyarakat Pesisir dan Kemiskinan

11

Perikanan Tuna di Indonesia

12


Kondisi Perikanan Tuna di Indonesia

12

Alat Tangkap Ikan Tuna

15

Penanganan Ikan Tuna

16

Perilaku Ekonomi Nelayan dan Industrialisasi

18

Strategi Menghadapi Industrialisasi Perikanan

20

KERANGKA PEMIKIRAN

23

Hipotesis

24

Definisi Konseptual

24

Definisi Operasional

25

PENDEKATAN LAPANG

29

Metode Penelitian

29

Lokasi dan Waktu

29

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

30

Teknik Pengumpulan Data

30

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

31

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

33

Letak Geografis dan Kondisi Alam

33

Penduduk dan Mata Pencaharian

33

Sarana dan Prasarana

35

Kondisi Perikanan

36

vi

Kondisi Ekologi

40

Gambaran Umum RW

40

KARAKTERISTIK RESPONDEN, KARAKTERISTIK USAHA
RESPONDEN, DAN INTERVENSI PIHAK LUAR

43

Karakteristik Responden

43

Usia Responden

43

Tingkat Pendidikan

43

Pengalaman Sebagai Nelayan

44

Jumlah Tanggungan

45

Tingkat Pendapatan

46

Tingkat Pengetahuan

47

Intervensi Pihak Luar
Bantuan Modal
Karakteristik Usaha Nelayan

48
48
48

Ukuran Kapal

48

Modal Melaut

49

Jumlah Tangkapan

50

PERILAKU EKONOMI NELAYAN IKAN TUNA DALAM KERANGKA
INDUSTRIALISASI PERIKANAN

53

Perilaku Orientasi Mutu Nelayan Tuna Sendang Biru

53

Perilaku Adaptasi Teknologi Nelayan Tuna Sendang Biru

57

Perilaku Hubungan Sosial Nelayan Tuna Sendang Biru

61

Perilaku Ketenagakerjaan Nelayan Tuna Sendang Biru

63

Perilaku Konsumsi Nelayan Tuna Sendang Biru

65

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
PERILAKU EKONOMI NELAYAN
Hubungan Usia dengan Perilaku Ekonomi

69
69

Hubungan Usia dengan Orientasi Mutu

70

Hubungan Usia dengan Adaptasi Teknologi

70

Hubungan Usia dengan Hubungan Sosial

70

Hubungan Usia dengan Ketenagakerjaan

71

Hubungan Usia dengan Perilaku Konsumsi

71

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ekonomi

71

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Orientasi Mutu

72

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Adaptasi Teknologi

73

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Hubungan Sosial

73

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Ketenagakerjaan

73

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi

73

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Ekonomi

73

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Orientasi Mutu

74

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Adaptasi Teknologi 75
Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Hubungan Sosial

75

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Ketenagakerjaan

75

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Konsumsi

75

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Perilaku Ekonomi

76

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Orientasi Mutu

76

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Adaptasi Teknologi

77

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Hubungan Sosial

77

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Ketenagakerjaan

78

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Perilaku Konsumsi

78

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Ekonomi

78

Hubungan Tingkat Pendapatan Nelayan dengan Orientasi Mutu

79

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Adaptasi Teknologi

79

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Hubungan Sosial

80

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Ketenagakerjaan

80

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Konsumsi

80

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ekonomi

80

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Orientasi Mutu

81

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Adaptasi Teknologi

82

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Hubungan Sosial

82

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Ketenagakerjaan

82

Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi

82

ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN
PERILAKU EKONOMI NELAYAN

83

Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi
Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Orientasi Mutu

83
84

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Adaptasi Teknologi 84
Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Hubungan Sosial

84

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Ketenagakerjaan

85

Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Konsumsi

85

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA NELAYAN
DENGAN PERILAKU EKONOMI NELAYAN

87

viii

Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Ekonomi

87

Hubungan Ukuran Kapal dengan Orientasi Mutu

88

Hubungan Ukuran Kapal dengan Adaptasi Teknologi

88

Hubungan Ukuran Kapal dengan Hubungan Sosial

88

Hubungan Ukuran Kapal dengan Ketenagakerjaan

89

Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Konsumsi

89

Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Ekonomi

89

Hubungan Modal Melaut dengan Orientasi Mutu

90

Hubungan Modal Melaut dengan Adaptasi Teknologi

90

Hubungan Modal Melaut dengan Hubungan Sosial

91

Hubungan Modal Melaut dengan Ketenagakerjaan

91

Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Konsumsi

91

Hubungan Hasil Tangkapan dengan Perilaku Ekonomi

91

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Orientasi Mutu

92

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Adaptasi Teknologi

93

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Hubungan Sosial

93

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Ketenagakerjaan

93

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Perilaku Konsumsi

93

PENUTUP

95

Kesimpulan

95

Saran

96

DAFTAR PUSTAKA

99

LAMPIRAN

103

RIWAYAT HIDUP

119

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 7
Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17

Matriks karakteristik nelayan
Matriks tipologi nelayan berdasarkan berbagai aspek
Perbandingan kondisi ikan
Perilaku ekonomi nelayan
Strategi pendorong transformasi nelayan
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan golongan umur
Produksi perikanan laut Pelabuhan Sendang Biru
Korelasi antara usia responden dengan perilaku ekonomi
Korelasi antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku
ekonomi
Korelasi antara pengalaman sebagai nelayan dengan perilaku
ekonomi
Korelasi antara jumlah tanggungan responden dengan perilaku
ekonomi
Korelasi antara tingkat pendapatan responden dengan perilaku
ekonomi
Korelasi antara tingkat pengetahuan responden dengan
perilaku ekonomi
Korelasi antara bantuan modal dengan perilaku ekonomi
Korelasi antara ukuran kapal dengan perilaku ekonomi
Korelasi antara modal melaut dengan perilaku ekonomi
Korelasi antara jumlah tangkapan dengan perilaku ekonomi

8
10
17
19
21
34
37
69
72
74
76
79
81
83
87
90
92

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5

Penampakan ikan tuna
Kerangka pemikiran
Sebaran jumlah penduduk berdasarkan pekerjan
Grafik hasil tangkapan ikan tuna dan baby tuna tahun 2012
Persentase responden berdasarkan usia di Desa Tambakrejo,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi
Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan
di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan,
Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Gambar 8 Persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
responden di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013

13
24
35
38

43

44

45

46

x

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

Gambar 12

Gambar 13

Gambar 14

Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18
Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23

Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan bantuan modal di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan ukuran kapal di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan modal melaut di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan jumlah tangkapan di Desa
Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013
Persentase tingkat perilaku orientasi mutu
Penampakan TPI Pondokdadap
Persentase tingkat perilaku adaptasi teknologi
Rumpon laut dalam (3 000–6 000 m) nelayan sekoci PPP
Pondokdadap Sendang Biru.
Umpan ikan dari bahan benang, sendok, dan plastik
Kapal sekoci nelayan tuna Sendang Biru
Persentase Tingkat Perilaku Hubungan Sosial
Persentase tingkat perilaku ketenagakerjaan
Persentase tingkat perilaku konsumsi

46

47

48

49

50

50
55
56
57
58
60
60
61
64
65

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6

Kebutuhan data, metode, jenis data, dan sumber data
Rencana kegiatan penelitian
Denah lokasi penelitian
Daftar nama kerangka sampling dan responden penelitian
Dokumentasi penelitian
Hasil Crosstab (Tabulasi Silang dengan SPSS 16.0)

103
104
105
106
107
109

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri atas 17 504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95 181 km dan luas laut
sekitar 5.8 juta km² (0.8 juta km² perairan teritorial; 2.3 juta km² perairan
nusantara; dan 2.7 juta km2 perairan ZEE) yang memiliki potensi sumber daya
perikanan dan kelautan yang sangat melimpah. Namun sayangnya, dengan potensi
yang demikian besar, sektor perikanan baru mampu memberikan sumbangsih
untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 3.46 persen (KKP 2012b). Ada
banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya proses industrialisasi
di sektor kelautan dan perikanan.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) (2012), industrialisasi
kelautan dan perikanan adalah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir
untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya
kelautan dan perikanan, melalui modernisasi yang didukung dengan arah
kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan
infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dan
sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat. Dipandang melalui aspek yang
lebih luas, Satria (2009) mengemukakan bahwa bidang perikanan sendiri telah
mengalami begitu banyak perubahan yang diakibatkan oleh adanya globalisasi
dan industrialisasi perikanan. Hal ini terjadi dalam aspek produksi, pengelolaan
sumber daya perikanan, dan juga proses perdagangan.
Industrialisasi perikanan memberikan beberapa manfaat, terutama terkait
dengan ketersediaan ikan untuk jangka panjang, peningkatan pola distribusi yang
semakin baik, maupun peningkatan kualitas ikan itu sendiri (Satria 2012). Namun
seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan masyarakat yang semakin
modern, ada banyak hal lainnya yang turut berubah. Hal-hal tersebut seperti
kondisi laut yang makin menurun, stok ikan yang semakin berkurang, hingga
permintaan pasar ikan yang semakin meningkat. Selain itu, seiring
berkembangnya zaman juga membuat permintaan ikan dengan mutu yang
semakin baik juga turut meningkat (Satria 2012). Ditambah lagi, sudah banyak
lembaga atau negara tujuan ekspor yang menyaratkan ikan-ikan yang ditangkap
harus melalui tahap-tahap yang ramah lingkungan (KKP 2012).
Berbicara mengenai industrialisasi, tentunya kita tidak terlepas dari
pengaruh global. Melihat kondisi Indonesia sekarang, menurut FAO dalam KKP
(2012b) negara kita menempati posisi ke-3 dalam jumlah produksi perikanan
tangkap setelah Cina dan Peru di tahun 2011, yaitu sebesar 5.3 juta ton. Dapat
dikatakan bahwa Indonesia memiliki prestasi yang cukup baik. Namun hal yang
sangat disayangkan, dengan jumlah hasil tangkapan yang demikian besar,
Indonesia hanya menempati posisi ke-12 dari segi nilai ekspor hasil perikanan
tangkap di tahun 2011 yaitu hanya sebesar US$ 3.52 milyar (KKP 2011). Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tangkapan ikan yang demikian besar,
tampaknya belum diikuti oleh orientasi pada pasar ekspor dunia. Banyak hal yang
mungkin saja menyebabkan kondisi tersebut, mengingat dewasa ini masyarakat
dunia semakin tanggap dengan hasil perikanan yang memiliki mutu dan kualitas

2

yang tinggi (Satria et al. 2009). Selain itu, jika dibandingkan dengan negaranegara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Thailand, dari segi hasil
produksi perikanan, kedua negara tersebut jauh di bawah Indonesia. Namun data
FAO juga memaparkan bahwa kedua negara tersebut ternyata di tahun 2011
memiliki nilai ekspor yang jauh di atas Indonesia, yaitu Thailand sebesar US$
7.01 milyar dan Vietnam sebesar US$ 6.2 milyar. Hal ini tentunya membuktikan
bahwa tantangan dan persaingan global dalam konteks industrialisasi perikanan
akan semakin ketat, bahkan di kancah Asia Tenggara sendiri.
Salah satu industri perikanan yang cukup menjadi sorotan adalah industri
perikanan tuna. Industri ini bagi Indonesia merupakan salah satu industri strategis
yang melibatkan kepentingan banyak pihak, baik pada level lokal, nasional,
maupun internasional. Secara global, kontribusi tuna Indonesia mencapai 15–20
persen dari total produksi tuna global yang biasanya diikuti Filipina, Cina, Jepang,
Korea, Taiwan, dan Spanyol (SFP 2011 dalam KKP 2012b). Namun, nilai ekspor
tuna Indonesia hanya berkontribusi sebesar 4 persen total ekspor dunia. Hal ini
disebabkan beberapa alasan. Pertama, isu-isu terkait dengan kualitas produk
masih menjadi hal yang utama. Tuna menduduki peringkat tertinggi penolakan
FDA yaitu sebesar 37 persen dari total penolakan. Hal ini dikarenakan kandungan
salmonella yang dianggap melebihi ambang batas toleransi (Sugandhi 2012 dalam
KKP 2012b). Secara tersirat, ini juga membuktikan bahwa penanganan terkait
kualitas mutu dari pihak nelayan maupun penyalur masih kurang. Kedua, isu
lingkungan dan kebijakan-kebijakan internasional juga menjadi faktor yang
berpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya negara-negara tujuan ekspor
yang menyaratkan tuna yang diekspor ditangkap dengan cara-cara yang ramah
lingkungan. Selain itu kebijakan-kebijakan nasional dan internasional yang ada,
terkadang membatasi nelayan dalam upaya penangkapan ikan tuna.
Pemaparan di atas menyatakan bahwa industri perikanan tuna yang ada di
Indonesia dapat dikatakan belum berjalan secara maksimal. Masih banyak
berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangannya. Salah satu
faktor penting yang memengaruhi hasil tangkapan tuna adalah nelayan tuna itu
sendiri. Pemahaman nelayan mengenai konsep industrialisasi menjadi hal yang
penting, mengingat nelayanlah yang bekerja langsung dalam penangkapan ikan
tuna di laut. Menilik kondisi di Indonesia, pada tahun 2011, jumlah nelayan yang
ada di Indonesia ada sekitar 2 265 213 jiwa (KKP 2011). Angka tersebut
merupakan jumlah yang sangat banyak, mengingat Indonesia sendiri merupakan
Negara Maritim. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas nelayan
Indonesia masih tergolong dalam kategori nelayan miskin dan tradisional. Hal ini
dapat kita lihat dari segi armada kapal yang digunakan nelayan Indonesia. Pada
tahun 2011, dari 589 424 kapal ikan Indonesia, hanya 4 310 unit kapal (kurang
dari 1%) yang tergolong modern (kapal motor berukuran di atas 30 GT).
Sedangkan kapal motor yang beroperasi sebanyak 192 700 unit (32%).
Selebihnya, 225 786 unit (38%) berupa perahu motor tempel (outboard motor)
dan 170 938 unit (29%) berupa perahu tanpa motor yang hanya menggunakan
layar dan dayung (KKP 2012). Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa
mayoritas nelayan Indonesia, termasuk nelayan tuna mayoritasnya adalah nelayan
tradisional yang hanya mengandalkan perahu tempel dalam melaut.
Berdasarkan pemaparan mengenai industrialisasi dan kondisi nelayan tuna
di Indonesia, sepertinya ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Di satu sisi,

3

adanya industrialisasi perikanan tuna membuat tingkat kebutuhan ikan untuk
masyarakat terus meningkat, baik dari jumlah, maupun mutu dari hasil tangkapan.
Namun di sisi lain, mayoritas nelayan tuna yang ada di Indonesia masih tergolong
ke dalam nelayan tradisional (Satria 2012). Jangankan untuk memikirkan jumlah
dan mutu tangkapan, untuk memikirkan urusan kebutuhan pangan sehari-hari saja
mereka masih harus bekerja ekstra keras. Belum lagi kurangnya pendidikan dan
pengetahuan nelayan turut membuat keadaan nelayan makin buruk (Muflikhati
2010). Faktor-faktor di atas tersebut yang diduga melandasi mengapa masih
banyak nelayan belum mampu berperilaku sesuai dengan konteks industrialisasi
dan mengapa industrialisasi perikanan tuna di Indonesia belum berjalan dengan
semestinya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing
Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang sangat
strategis untuk usaha penangkapan ikan, khususnya tuna. Tentunya, daerah ini
juga memiliki jumlah nelayan tuna yang cukup banyak. Adanya proses
industrialisasi baik secara global maupun nasional tentunya memberikan implikasi
bagi para nelayan tuna di Desa Tambakrejo. Berdasarkan realitas tersebut, akan
sangat menarik untuk dianalisa lebih lanjut mengenai bagaimana perilaku
ekonomi nelayan tuna di sekitar Desa Tambakrejo dalam kerangka industrialisasi
perikanan.
Masalah Penelitian
Industrialisasi perikanan tuna global yang terjadi menuntut adanya hasil
tangkapan tuna dalam kuantitas besar dan kualitas yang tinggi. Negara Indonesia
sendiri memiliki hasil tangkapan dengan kuantitas yang cukup banyak, namun
sayangnya belum diikuti oleh kualitas yang mumpuni. Hal tersebut tentunya tidak
lepas dari peranan nelayan yang menangkap tuna di laut. Berbagai keterbatasan
yang dimiliki nelayan seperti pengetahuan, penguasaan teknologi, modal, dan
kapal yang digunakan, diduga menjadi alasan sulitnya nelayan menyesuaikan diri
dengan industrialisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam menyesuaikan diri
dengan proses industrialisasi?
2. Bagaimana hubungan antara karakteristik nelayan ikan tuna dengan perilaku
ekonomi nelayan ikan tuna?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik usaha nelayan ikan tuna dengan
perilaku ekonomi nelayan ikan tuna?
4. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
nelayan ikan tuna?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui,
mengidentifikasi, dan menganalisis:
1. Perilaku-perilaku ekonomi yang dilakukan oleh nelayan ikan tuna
2. Hubungan antara karakteristik nelayan ikan tuna dengan perilaku ekonomi
nelayan ikan tuna

4

3.
4.

Hubungan antara karakteristik usaha nelayan ikan tuna dengan perilaku
ekonomi nelayan ikan tuna
Hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan ikan
tuna
Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola
perilaku nelayan dalam kerangka industrialisasi dan faktor apa saja yang dapat
memengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:
1. Bagi masyarakat Desa Tambakrejo
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberi gambaran mengenai
Desa Tambakrejo dan usaha perikanan yang ada di dalamnya dari sudut
pandang yang berbeda. Kemudian, dengan adanya penelitian ini juga
diharapkan mampu untuk menjadi referensi bagi desa-desa lain pada
umumnya dan Desa Tambakrejo pada khususnya untuk bisa mengembangkan
berbagai potensi yang dimiliki.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para
pengambil kebijakan (decision maker) dalam menghadapi proses
industrialisasi yang terjadi. Hal ini tentunya ditujukan untuk semua kalangan
pemerintahan, mulai dari pemerintah desa, hingga pemerintah nasional. Pihak
pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis antara
semua pihak yang terlibat, termasuk pihak swasta dan nelayan. Selain itu,
diharapkan agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam
memberdayakan nelayan, sesuai dengan karakteristik dan perilaku dari
masing-masing nelayan.
3. Bagi swasta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak
swasta mengenai proses industrialisasi perikanan yang sedang berlangsung,
terutama di Desa Tambakrejo. Selain itu, mengingat dalam pencapaian suatu
tujuan dibutuhkan adanya kerja sama, pihak swasta juga diharapkan mampu
untuk memahami pola-pola perilaku nelayan dan membangun hubungan yang
baik dengan nelayan.
4. Bagi kalangan akademisi dan peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka mengenai
pengaruh industrialisasi terhadap perilaku ekonomi nelayan dan apa saja
strategi yang dapat dilakukan, terutama oleh akademisi dan peneliti untuk
mendukung para nelayan.
5. Bagi masyarakat umum
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat
mengenai perilaku ekonomi nelayan dalam kerangka industrialisasi
perikanan.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Industrialisasi Perikanan
Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan mencapai
kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan adanya pertumbuhan ekonomi. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya adalah melalui pembangunan
pertanian. Menurut Garis Besar Haluan Negara tahun 1993, yang dimaksud
dengan pembangunan pertanian adalah seluruh upaya untuk memanfaatkan
kekayaan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan, sumber daya
manusia, modal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan
produksi pertanian dan bahan baku primer industri. Salah satu bentuk
pembangunan yang terjadi sekarang ini adalah proses industrialisasi pertanian.
Menurut Arifin (2004) dalam Haryono (2008) definisi industrialisasi
pertanian tidak hanya sesempit sekedar mekanisasi pertanian atau pengelolaan
hasil pertanian oleh sektor industri, tetapi lebih luas dari itu karena mencakup
proses peningkatan nilai tambah, sampai koordinasi dan integrasi vertikal antar
sektor hulu dan hilir. Secara umum industrialisasi pertanian tidak hanya terbatas
pada sektor pertanian dalam arti sempit, melainkan dapat diartikan sebagai
pertanian secara luas. Salah satu sektor pertanian yang memiliki potensi yang
besar adalah sektor perikanan.
Menurut Kusumaatmadja (2000) dalam Pancasati (2008) sektor perikanan
memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor perikanan
menjadi salah satu sektor andalan karena beberapa alasan antara lain:
1. Sumber daya perikanan, baik ikan, sumber daya perairan, dan lahan tambak
masih cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan, walaupun masih relatif kecil
kontribusinya, akan tetapi menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat dan bahkan peningkatannya tertinggi dibandingkan dengan sektor
yang lainnya.
3. Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang
semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
tingginya tingkat pendidikan, sedangkan kemampuan pasok dari negara
penghasil ikan dunia semakin berkurang, karena terbatasnya sumber daya
yang dimilikinya.
4. Pola hidup masyarakat dunia pada saat ini dicirikan dengan semakin
selektifnya makanan yang disajikan dengan memenuhi kriteria gizi yang
tinggi, mudah disajikan, dan menjangkau masyarakat.
5. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan mencapai lebih
dari 200 juta orang merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk
perikanan.
Industrialisasi, apabila diartikan secara sederhana menurut Lauer (1989)
dalam Haryono (2008) adalah pembangunan ekonomi melalui transformasi
sumber daya dan kualitas energi yang digunakan. Realitas menunjukkan bahwa
kebanyakan masyarakat agraris, tenaga manusia, dan hewan merupakan sumber
energi utama. Diharapkan dengan adanya industrialisasi maka ada pembangunan

6

(diversifikasi) pekerjaan masyarakat nelayan agar tidak semata-mata
mengandalkan penghasilan dari kegiatan menangkap ikan.
Keberhasilan pencapaian proses industrialisasi perikanan yang sempurna
tentunya tidak serta merta akan berhasil tanpa strategi dan perencanaan yang
matang. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Peningkatan keunggulan kompetitif produk perikanan
Menurut Murdjijo (1997) dalam Kusyanto (2006) menyatakan bahwa
hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan
dan pengelolaan faktor produksi, distribusi, dan pemasaran hasil. Kusyanto
(2006) juga menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri
secara lebih luas, pihak nelayan dan industri perikanan di masa mendatang
harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan
yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi
bahan baku, keamanan mengonsumsi, aspek lingkungan hidup, bahkan aspek
hak asasi manusia (pengeksplorasian buruh).
2. Penyerapan dan pengembangan tenaga kerja yang maksimal
Menurut Hadiyanto (2004) dengan mengemban prinsip tersebut,
perkembangan industri nantinya harus mampu untuk mengenalkan dan
mendorong masyarakat perikanan untuk berkembang. Berlandaskan dengan
prinsip saling memengaruhi, peningkatan kondisi nelayan akan berjalan
selaras dengan keberhasilan industrialisasi.
3. Pembuatan lingkungan industri yang mendukung
Kinerja industri perikanan saat ini diduga belum optimal sebagai akibat
lingkungan eksternal industri, seperti keterbatasan pasokan bahan baku ikan
dan keterbatasan suplai sarana produksi berupa bahan dan alat penangkapan.
Oleh karena itu butuh penanganan khusus untuk menciptakan lingkungan
yang sesuai (Kusyanto 2006)
Salah satu contoh proses industrialisasi perikanan yang cukup terlihat
hasilnya yaitu seperti dikemukakan Islam (2009) dalam penelitiannya yang
mengkaji industrialisasi perikanan di Desa Balongdowo, Sidoarjo. Sektor industri
memiliki peranan yang penting dalam membangun desa ini. Sektor industri inilah
yang dipandang menjadi faktor paling dominan terjadinya perubahan sosial
ekonomi masyarakat nelayan desa ini sampai tahun 2008. Dalam tempo yang
cukup singkat yaitu sekitar tahun 1984 dengan meningkatnya hasil tangkapan ikan
di laut karena menggunakan perahu motor, maka muncul industri-industri kecil
kurang lebih 60 buah. Dari industri-industri yang terus berkembang inilah
akhirnya turut memengaruhi penyerapan tenaga kerja dan pada akhirnya juga
memengaruhi perekonomian nelayan di sana.
Karakteristik dan Tipologi Nelayan
Menurut Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan
adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Menurut
Imron (2003) dalam Mulyadi (2007), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya bergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara
melakukan penangkapan ataupun budidaya. Nelayan pada umumnya tinggal di
pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya. Hasil penelitian Bangda Depdagri dan PKSPL IPB (1998) dalam

7

Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa nelayan memiliki sifat unik yang
berkaitan dengan usaha perikanan tersebut. Hal ini disebabkan usaha perikanan
sangat bergantung pada lingkungan, musim, dan pasar. Hal tersebut dijelaskan
sebagai berikut.
1. Ketergantungan pada kondisi lingkungan
Salah satu sifat usaha yang ada di wilayah pesisir (seperti perikanan
tangkap dan budidaya) yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan
atau keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan
khususnya perairan dan sangat rentan pada kerusakan khususnya pencemaran
atau degradasi kualitas lingkungan.
2. Ketergantungan pada musim
Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar khususnya pada
nelayan kecil. Pada musim penangkapan nelayan sangat sibuk, sementara
pada musim paceklik nelayan mencari kegiatan ekonomi lain atau
menganggur.
3. Ketergantungan pada pasar
Karakteristik usaha nelayan adalah bergantung pada pasar. Hal ini
disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual.
Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat
nelayan sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil
apapun sangat memengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.
Melihat dari faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik nelayan di atas,
serta didasarkan pada hasil penelitian dari berbagai literatur, karakteristik nelayan
dapat dijelaskan dalam Tabel 1.
Menurut Soekanto (1990) dalam Prameswari (2004), penempatan posisi
nelayan pada lapisan tertentu memiliki dua kriteria yaitu: 1) Kepemilikan
kekayaan atau sumber daya mencakup kepemilikan perahu dan alat tangkap serta
luas tambak yang dikuasai; dan 2) Pengaruh kekuasaan atau hubungan dengan
masyarakat lain.
Nelayan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain
berdasarkan:
1) Kepemilikan alat tangkap (Mulyadi 2007):
a. Nelayan buruh
Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik
orang lain.
b. Nelayan juragan
Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang
dioperasikan oleh orang lain.
c. Nelayan perorangan
Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap
sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
2) Daya jangkau armada perikanan dan lokasi penangkapan (Widodo 2008):
a. Nelayan pantai atau biasa
Nelayan pantai atau biasa disebut perikanan pantai untuk usaha perikanan
skala kecil dengan armada yang didominasi oleh perahu tanpa motor atau
kapal motor tempel.

8

b. Nelayan perikanan lepas pantai
Nelayan perikanan lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas perahu
rata-rata 30 GT.
c. Nelayan perikanan samudera
Nelayan perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100
GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna.
Tabel 1 Matriks karakteristik nelayan
Aspek Karakteristik
Karakter

Penjelasan
• Keras, tegas, dan terbuka (Herdian 2003)

Tipe komunitas

• Desa Petani dan Desa Terisolasi (Redfield dalam
Satria 2002)

Sikap terhadap alam

• Tunduk dan selaras dengan alam (Kluckhon dalam
Satria 2002)

Hakikat hubungan
antar sesama

• Orientasi kolateral dengan rasa ketergantungan pada
sesama (Kluckhon dalam Satria 2002)

Jenis solidaritas

• Solidaritas mekanik (Durkheim dalam Satria 2002)

Sistem pengetahuan

• Berdasar pada warisan atau pengalaman empirik
(Satria 2000)

Sistem kepercayaan

• Laut memiliki kekuatan magis (Satria 2002; Dahuri
2000 dalam Herdian 2003); Percaya pada tradisi dan
pantangan (Mugni 2006)

Peran wanita

• Ranah domestik dan ekonomi, terkadang juga pada
ranah sosial (Rochmadi 2010)

Posisi sosial dan
ekonomi nelayan

• Relatif rendah (Satria 2002; Mugni 2006; Purba
2009)

Pendidikan dan
penguasaan teknologi

• Relatif rendah (Rochmadi 2010)

Pengelolaan uang

• Kurang begitu cermat dalam mengatur pendapatan
rumah tangga (Sihombing 2003)

3) Jenis perahu, alat tangkap, dan etnis (Sumarti dan Saharudin 2003):
a. Lapisan atas merupakan lapisan pertama yang didominasi oleh etnis Cina,
Bugis, dan Jawa dengan kriteria memiliki perahu berkapasitas besar
dengan jenis alat tangkap yang bervariasi dapat digunakan menurut
perubahan musim. Ciri lain yang melekat pada lapisan ini yaitu mereka
mempekerjakan para tekong dan anak buah kapal (ABK) untuk
mendukung usaha penangkapan mereka.
b. Lapisan kedua adalah kalangan mayoritas Bugis dan Jawa dan sedikit etnis
Melayu, memiliki kapal seperti pompong dan rubin serta memiliki lahan
secukupnya yang biasanya digunakan untuk pertanian sawah.

9

c. Lapisan ketiga diisi oleh mayoritas suku Melayu dengan kriteria memiliki
perahu dan alat tangkap yang merupakan warisan generasi sebelumnya
seperti togok, jermal, dan belat.
4) Respon untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian (Satria et al.
2002):
a. Nelayan besar (large scale fishermen)
Nelayan skala besar dicirikan dengan besarnya kapasitas teknologi
penangkapan maupun jumlah armada. Berorientasi pada keuntungan dan
melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan
organisasi kerja yang kompleks.
b. Nelayan kecil (small scale fishermen)
Nelayan kecil yang beroperasi di daerah kecil yang bertumpang tindih
dengan kegiatan budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga
dapat dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun
budaya yang keduanya sangat terkait satu sama lain. Selain itu, ciri lain
dari nelayan kecil adalah ketiadaan kemampuan untuk memberi pengaruh
pada kebijakan publik karena nelayan selalu dalam posisi dependen dan
marjinal.
5) Kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan
karakteristik hubungan produksi (Satria 2002):
a. Peasant fisher yang biasanya hanya berorientasi kepada pemenuhan
kebutuhan sendiri. Umumnya, mereka masih menggunakan alat tangkap
tradisional dayung maupun sampan tidak bermotor dan masih melibatkan
anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.
b. Post-peasant fisher yaitu nelayan yang menggunakan teknologi
penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor
dan tenaga kerjanya tidak bergantung pada anggota keluarga saja.
c. Commercial fisher yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan
keuntungan. Skala usahanya sudah besar dan dicirikan dengan banyaknya
jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh sampai
manajer.
d. Industrial fisher, ciri nelayan industri menurut Pollnac (1988) dalam Satria
(2002) adalah:
a) Diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan
argoindustri di negara-negara maju
b) Secara relatif lebih padat modal
c) Memberi pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan sederhana,
baik untuk pemilik maupun awak kapal
d) Menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi
ekspor.
Hasil studi literatur menunjukkan tampaknya jenis nelayan masih memiliki
beberapa aspek lain dalam pengklasifikasiannya. Rangkuman hasil penelitian
mengenai pengkategorian jenis nelayan yang disajikan dalam Tabel 2.
Salah satu contoh kasus yang menggambarkan pengkategorian nelayan
dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan Islam (2009) di Desa Balongdowo,
Sidoarjo dan Irnawati (2008) di kawasan Karimun Jawa. Penelitian tersebut
mengklasifikasikan nelayan menurut aspek kepemilikan modal dan alat tangkap.
Pertama yaitu nelayan miskin atau pandega yang biasanya melakukan usaha

10

penangkapan ikan di laut. Pada umumnya dapat dilihat rumah-rumah mereka yang
berdinding anyaman bambu, berlantai tanah berpasir, beratap daun rumbia, dan
keterbatasan perabotan rumah tangga (Islam 2009). Umumnya mereka yang
digolongkan ke dalam nelayan miskin adalah para nelayan tradisional dan nelayan
buruh atau nelayan penggarap. Kemudian yang dimaksud dengan nelayan kaya
atau nelayan juragan adalah orang-orang yang memiliki alat tangkap dan kapal
penangkapan ikan. Umumnya rumah-rumah mereka adalah rumah yang megah
dengan fasilitas yang memadai. Biasanya mereka ini merupakan para nelayan
pemilik perahu, pedagang perantara, ataupun pedagang ikan berskala besar.
Tabel 2 Matriks tipologi nelayan berdasarkan berbagai aspek
Aspek Kategori
Lokasi kerja

Pembagian
• Nelayan Pedalaman dan Nelayan Laut (Satria
2000)

Sumbangan terhadap
ekonomi rumah tangga

• Nelayan Penuh dan Nelayan Sambilan (Herdian
2003)

Daerah penangkapan

• Pantai, Lepas Pantai, dan Laut Lepas (Sayogyo
1996 dalam Herdian 2003)

Kepemilikan alat tangkap
dan modal

• Nelayan Juragan, Nelayan Menengah, dan
Nelayan Pandega (Mubyarto 1984 dalam
Herdian 2003)
• Nelayan Juragan dan Nelayan Pandega (Islam
2009; Irnawati 2008)
• Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh
(Sihombing 2003)
• Nelayan Buruh, Nelayan Juragan, dan Nelayan
Perorangan (Mulyadi 2007 dalam Helmi 2011)

Teknologi yang digunakan

• Nelayan Modern dan Nelayan Tradisional
(Koentjoroningrat 2001 dalam Herdian 2003)

Respon dalam mengantisipasi
resiko dan ketidakpastian

• Nelayan Besar (large scale fisherman) dan
Nelayan Kecil (small scale fisherman) (Pollnac
1998 dalam Satria et al. 2002)

Status

• Juragan Darat, Juragan Darat-Laut, Juragan
Laut, Buruh, dan Anggota Kelompok
(Hermanto 1986 dalam Purnomo 1999)

Kapasitas teknologi, orientasi
pasar, dan karakteristik
hubungan produksi
Daya jangkau armada

• Peasant-fisher,
Post-peasant
fisher,
Commercial fisher, dan Industrial Fisher
(Satria 2002)
• Nelayan Pantai, Nelayan Perikanan Lepas
Pantai, dan Nelayan Perikanan Samudera
(Widodo 2009)

11

Masyarakat Pesisir dan Kemiskinan
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Sementara sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di sini mencakup sumber
daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa
lingkungan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun,
mangrove, dan biota laut lain. Sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut,
mineral dasar laut. Sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait
dengan kelautan dan perikanan. Sementara jasa-jasa lingkungan berupa keindahan
alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan
kelautan dan perikanan, serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah
pesisir.
Horton et al. (1991) dalam (Satria 2002) mendefinisikan masyarakat
sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup
bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan
melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Berkaitan
dengan definisi masyarakat tersebut, Satria (2009) mengartikan masyarakat pesisir
sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama dan mendiami wilayah
pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan
ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
Dewasa ini, walaupun kondisi perikanan di Indonesia dapat dikatakan
sudah lebih maju daripada kondisi terdahulu, namun tetap saja mayoritas
nelayannya belum bisa lepas dari jeratan kemiskinan. Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (2004) mengartikan kemiskinan sebagai situasi serba
kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh “si miskin”, melainkan
karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Kemiskinan ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan keadaan
yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan
untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil
produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
Kemiskinan nelayan menurut Béné (2003) dalam Muflikhati (2010) dapat
dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu yang menganut paradigma lama yang
menyatakan bahwa kemiskinan nelayan terkait dengan sumber daya alam dan
paradigma baru yang melihat kemiskinan nelayan dari berbagai sisi
(multidimensi). Nelayan dianggap sebagai kelompok masyarakat yang termiskin
dari yang miskin (the poorest of the poor). Dikatakan oleh Bailey (1988) dalam
Muflikhati (2010), bahwa mereka miskin karena mereka nelayan atau dikenal
dengan kemiskinan endemik, artinya apapun yang dikerjakan oleh nelayan,
mereka tetap miskin.
Melihat dari kemiskinan dan faktor-faktor penyebabnya, Satria (2009)
menyatakan bahwa kemiskinan masyarakat pesisir dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan
alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh
struktur ekonomi, struktur sosial, dan struktur politik yang tidak kondusif bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Kemiskinan kultural merupakan

12

kemiskinan yang disebabkan faktor budaya, seperti kemalasan, cara berfikir
fatalistik, dan rendahnya etos kewirausahaan. Sementara itu kemiskinan alamiah
terjadi karena kondisi sumber daya alam yang serba terbatas untuk dimanfaatkan
untuk kepentingan produksi.
Indraningsih et al. (1995) mengadakan studi mengenai identifikasi
kemiskinan di Jawa Timur dengan menggunakan model rumah tangga nelayan di
agroekosistem pantai mengatakan bahwa indikator kemiskinan rumah tangga yang
digunakan: (1) penguasaan aset produksi nelayan, yakni berdasarkan pemilikan
alat tangkap, (2) pola pengeluaran rumah tangga, dimana pendapatan suatu rumah
tangga dapat diproduksi dari tingkat pengeluaran rumah tangga baik pangan
maupun non pangan, (3) sumber pendapatan, dimana perolehan sumber
pendapatan rumah tangga nelayan pada agroekosistem pantai adalah dari hasil
tangkapan ikan atau usaha di dalam perikanan (sekitar 60 persen) dan usaha non
perikanan (sekitar 23 persen), dan (4) aktivitas perikanan dan non perikanan,
dimana nelayan di agroekosistem pantai masih sangat bergantung pada aktivitas
sektor perikanan karena tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan yang
sangat terbatas, serta tidak adanya penguasaan modal menyebabkan diversifikasi
usaha sulit dilakukan rumah tangga nelayan.
Perikanan Tuna di Indonesia
Kondisi Perikanan Tuna di Indonesia
Dunia usaha perikanan di Indonesia memiliki beberapa ciri khas yang secara
intrinsik menuntut peran aktif pemerintah dalam mengatasi berbagai
permasalahan melalui perumusan dan implementasi kebijakannya, sehingga usaha
perikanan tersebut dapat berkembang dengan baik dan sesuai dengan yang
diharapkan. Pertama, sumber daya perikanan merupakan “milik bersama“
(common resources) dan akses eksploitasi terbuka bagi banyak orang (open
access) sehingga rentan terhadap masalah over eksploitasi sebagai akibat entry
nelayan yang terlalu banyak (over crowded). Kedua, sumber daya perikanan
umumnya dapat pulih sampai tingkat eksploitasi maksimum tertentu (maximum
sustainable harvest). Intensitas panen yang terlalu tinggi dapat mengancam
keberlanjutan stok sumber daya perikanan. Ketiga, usaha di bidang perikanan
mengandung eksternalitas, sehingga kegiatan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan perikanan dapat memengaruhi profitabilitas perusahaan lainnya atau
kualitas lingkungan alam sekitarnya (Purnomo dan Suryawati 2007).
Menurut Purnomo dan Suryawati (2007) pada tataran operasional, kegiatan
usaha perikanan, baik tangkap, budidaya, maupun pengolahan akan sangat
berkaitan dengan permasalahan yang bersifat internal maupun eksternal.
Permasalahan secara internal akan lebih didominasi oleh masalah-masalah yang
be