Perilaku Ekonomi Nelayan Rajungan dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan

PERILAKU EKONOMI NELAYAN RAJUNGAN DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN

FAIZA LIBBY SHABIRA LUBIS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi
Nelayan Rajungan dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Faiza Libby Shabira Lubis
NIM I34090061

ABSTRAK
FAIZA LIBBY SHABIRA LUBIS. Perilaku Ekonomi Nelayan Rajungan dalam
Kerangka Industrialisasi Perikanan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku ekonomi nelayan rajungan
dalam kerangka industrialisasi dan melihat hubungan antara karakteristik individu
nelayan, karakteristik usaha nelayan dan intervensi pihak luar dengan perilaku
ekonomi nelayan rajungan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang
didukung dengan metode kualitatif. Secara umum, perilaku ekonomi nelayan
rajungan tergolong kurang baik, seperti kurangnya perhatian nelayan terhadap mutu
rajungan, penggunaan teknologi yang masih sederhana dan tradisional, pengeluaran
uang untuk konsumsi masih cukup besar dan alokasi tenaga kerja yang belum
maksimal. Dari hasil pengujian variabel, terdapat beberapa variabel yang memiliki
hubungan dengan perilaku ekonomi. Uji hubungan yang dilakukan pada
karakteristik individu dengan perilaku ekonomi, terdapat hubungan signifikan yang
negatif pada variabel umur dengan perilaku konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin rendah umur nelayan, maka semakin tinggi perilaku konsumsinya.
Hubungan signifikan yang positif terdapat pada variabel tingkat pendapatan dengan
alokasi tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan
nelayan, maka semakin tinggi alokasi tenaga kerja. Variabel yang menunjukkan
hubungan signifikan positif adalah tingkat pengetahuan dengan orientasi mutu. Hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan nelayan, maka semakin
tinggi orientasi mutu nelayan. Uji hubungan antara karakteristik usaha dan
intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan tidak melihatkan adanya
hubungan signifikan.
Kata kunci: perilaku ekonomi, nelayan rajungan, industrialisasi perikanan

ABSTRACT
FAIZA LIBBY SHABIRA LUBIS. Economic Behavior of Rajungan Fishers in
Supporting Fisheries Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA
This research is aimed to analyze the economic behavior of rajungan fisher in
fisheries industrialization and to examine the relationship between individual
characteristics of respondents, fisher’s business and external’s intervention to
fisher’s economic behavior. The research used the quantitative method supported by
the qualitative method. Overall, the economic behavior of fishers was poor,
indicated by their low awareness to rajungan’s quality, traditional technology, high

consumption, and ineffective allocation of labor. The result of variable test shows
that few variables have a correlation with economic behavior. There is a negative
correlation between age and consumption behavior. This means that the lower age
of rajungan fishers, the higher consumption behavior. The positive correlation is
shown by level of income with allocation of labor, which means that the higher
income of rajungan fishers, the higher allocation of labor. The positive correlation
is shown by level of knowledge with orientation of quality, which means that the
higher knowledge of rajungan fishers, the higher orientation of quality. The

correlation between fisher’s business characteristics and external’s intervention is
significantly high.
Key words: economic behavior, rajungan fisher, fisheries industrialization

PERILAKU EKONOMI NELAYAN RAJUNGAN DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN

FAIZA LIBBY SHABIRA LUBIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Perilaku Ekonomi Nelayan Rajungan dalam Kerangka Industrialisasi
Perikanan
Nama
NIM

: Faiza Libby Shabira Lubis
: I34090061

Disetujui oleh


Dr Arif Satria, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
“Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan” dengan judul “Perilaku
Ekonomi Nelayan Rajungan dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan” dengan
baik sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Arif Satria, SP MSi
selaku pembimbing yang memberikan saran, kritik dan motivasi selama penulisan

karya tulis ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga Bapak Caskiat dan seluruh warga Desa Gebang Mekar, khususnya warga
RT 17 RW 06 Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayahanda Drs H
Ilhamsyah Lubis, SH, ibunda Dra Hj Nurbaity Bakaruddin, adik-adikku Fady Noor
Ilmi Lubis, Fathy Noor Haq Lubis dan Fariza Noor Ilhamy Lubis serta seluruh
keluarga penulis atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan
terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada Mahardika Rizqi Himawan yang
selalu memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Selain itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Arif Rachman dan Nina Lucellia selaku rekan
satu bimbingan yang telah menemani berdiskusi, selalu memberikan informasi, dan
saling memberikan semangat serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi. Ucapan
terimakasih juga penulis ucapkan kepada Tiara Anja, Oki W, Siska, Nadia Zabila,
Endah S, Nadya Elsa, Wenny Tiara, Farah H, Suci A, Nisa Kyo, Chatrina
Sihombing, Keluarga Forum Indonesia Muda, Putra Sunda dan teman-teman KPM
angkatan 46. Terakhir, penulis ucapkan terimakasih atas bantuan dan dukungan
seluruh teman-teman maupun pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran dalam
mengetahui fenomena sosial yang terjadi di lapangan serta dapat menjadi saran bagi
pemerintah dan pihak berkepentingan, baik hulu maupun hilir, yang berhubungan

dengan industri perikanan terutama komoditas rajungan. Penulis menyadari bahwa
karya ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Juni 2013
Faiza Libby Shabira Lubis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiii

DAFTAR GAMBAR

xiii


DAFTAR LAMPIRAN

xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Kegunaan Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

5

Nelayan Rajungan

5

Industrialisasi Perikanan

7

Perilaku Ekonomi Nelayan
KERANGKA PEMIKIRAN

11

15

Hipotesis

16

Definisi Konseptual

16

Definisi Operasional

17

PENDEKATAN LAPANG

21

Metode Penelitian


21

Lokasi dan Waktu

21

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

23

Teknik Pengumpulan Data

23

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

23

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

27

Profil Umum

27

Kondisi Perikanan

29

Kondisi Ekologi

31

Gambaran Umum RT 017

32

KARAKTERISTIK INDIVIDU, KARAKTERISTIK USAHA, DAN
INTERVENSI PIHAK LUAR

33

Karakteristik Individu

33

Karakteristik Usaha

38

Intervensi Pihak Luar

44

PERILAKU EKONOMI NELAYAN RAJUNGAN DALAM KERANGKA
INDUSTRIALISASI PERIKANAN
47
Perilaku Produksi Nelayan Rajungan Gebang Mekar

47

Perilaku Konsumsi Nelayan Rajungan Gebang Mekar

50

Alokasi Tenaga Kerja Nelayan Rajungan Gebang Mekar

51

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
PERILAKU EKONOMI NELAYAN RAJUNGAN

53

Hubungan Umur dengan Perilaku Ekonomi

53

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Ekonomi

55

Hubungan Pengalaman Menjadi Nelayan dengan Perilaku Ekonomi

56

Hubungan Waktu Kerja Nelayan dengan Perilaku Ekonomi

58

Hubungan Tingkat Pendapatan Responden dengan Perilaku Ekonomi

59

Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Perilaku Ekonomi

60

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA DENGAN PERILAKU
EKONOMI NELAYAN
63
Hubungan Ukuran Mesin Perahu dengan Perilaku Ekonomi

63

Hubungan Jenis Alat Tangkap dengan Perilaku Ekonomi

64

Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Ekonomi

66

Hubungan Kuantitas Hasil Tangkapan dengan Perilaku Ekonomi

67

Hubungan Kualitas Hasil Tangkapan dengan Perilaku Ekonomi

69

ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN PERILAKU
EKONOMI NELAYAN
71
Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi
SIMPULAN DAN SARAN

71
73

Simpulan

73

Saran

74

DAFTAR PUSTAKA

75

LAMPIRAN

79

RIWAYAT HIDUP

91

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Matriks Karakterakteristik Masyarakat Nelayan-Petani
6
Matriks Tipologi Nelayan Berdasarkan Karakteristik
7
Matriks Perilaku Ekonomi Nelayan Rajungan
12
Waktu Penelitian
22
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
27
Matriks perbandingan orientasi mutu rajungan berdasarkan alat tangkap yang
digunakan
48
Korelasi antara umur responden dengan perilaku ekonomi
53
Korelasi tingkat pendidikan dengan perilaku ekonomi
55
Korelasi pengalaman menjadi nelayan dengan perilaku ekonomi
57
Korelasi waktu kerja nelayan dengan perilaku ekonomi
58
Korelasi tingkat pendapatan dengan perilaku ekonomi
59
Korelasi tingkat pengetahuan dengan perilaku ekonomi
61
Korelasi ukuran mesin armada dengan perilaku ekonomi
63
Korelasi jenis alat tangkap dengan perilaku ekonomi
65
Korelasi modal melaut dengan perilaku ekonomi
66
Korelasi kuantitas hasil tangkapan dengan perilaku ekonomi
68
Korelasi kualitas hasil tangkapan dengan perilaku ekonomi
69
Korelasi bantuan modal dengan perilaku ekonomi
71

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Rajungan (Portunus pelagicus)
Kerangka Penelitian
Pengkategorian menggunakan kurva sebaran normal
Alokasi Ketenagakerjaan Masyarakat Desa Gebang Mekar 2012
Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan
Alur pendistribusi rajungan dari nelayan ke perusahaan di desa gebang
mekar
7 Sebaran penggunaan lahan Desa Gebang Mekar 2012
8 Persentase responden berdasarkan umur di Desa Gebang Mekar,
Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013
9 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
10 Persentase responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan di Desa
Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013
11 Persentase responden berdasarkan waktu kerja nelayan di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
12 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan responden di Desa
Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013

5
15
25
28
28
31
32
33

34

35

36

36

13

14

15

16
17
18
19
20

21

22
23
24

25

26

Persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden di Desa
Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan ukuran mesin perahu di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan ukuran mesin perahu di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
Penangkapan Menggunakan Jaring
Penangkapan Menggunakan Bubu
Penangkapan Menggunakan Garok (Trawl)
Persentase responden berdasarkan modal melaut di Desa Gebang Mekar,
Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan kuantitas hasil tangkapan di Desa
Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan kualitas hasil tangkapan di Desa
Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan bantuan modal di Desa Gebang Mekar,
Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan orientasi mutu di Desa Gebang Mekar,
Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan adaptasi teknologi di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan perilaku konsumsi di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013
Persentase responden berdasarkan alokasi tenaga kerja di Desa Gebang
Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013

38

38

40
40
41
41
42

43

43
45
49

50

51

52

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6

Kebutuhan Data, Metode, Jenis Data dan Sumber Data
Lokasi Penelitian
Kerangka Sampling
Foto Dokumentasi Penelitian
Kuesioner Penelitian
Panduan Wawancara

79
80
81
82
85
89

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang
kedua di dunia setelah Kanada yaitu kurang lebih 95 181 km, 17 504 pulau dan
memiliki laut yang luasnya mencapai sekitar 5.8 juta m2 (BPS 2011). Indonesia
memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah dan kaya akan keanekaragaman
hayati yang dapat dimanfaatkan, seperti halnya pada sektor industri pangan. Salah
satu sumberdaya tersebut adalah rajungan.
Rajungan (Portunus sp) merupakan salah satu komoditas dengan nilai ekspor
yang setiap tahunnya mengalami peningkatan permintaan. Salah satu wilayah
tujuan ekspor rajungan terbesar adalah Benua Amerika yang pada tahun 2011
mengekspor rajungan sebanyak 2 234 344 kg dengan nilai $44 059 481 (KKP
2012). Selain itu, rajungan dalam bentuk segar diekspor ke berbagai negara seperti
Singapura dan Jepang, sedangkan bentuk olahan dalam kaleng diekspor ke
Belanda (Yulia 2006). Komoditas ini merupakan komoditas ekspor urutan ketiga
dalam arti jumlah setelah udang dan ikan, sehingga usaha dengan komoditas
rajungan menjadi peluang usaha yang sangat baik untuk masyarakat pesisir dan
perusahaan industri perikanan. KKP (2012) mendata volume dan nilai ekspor
komoditi perikanan menurut komoditi utama, kepiting dan rajungan memiliki
peningkatan dari tahun 2010 memiliki volume 21 537 ton dan $208 424 000 untuk
nilai ekspor sedangkan pada tahun 2011 rajungan dan kepiting mencapai 23 089
ton untuk volume dan $262 321 000 untuk nilai ekspor. Data tersebut
menunjukkan bahwa rajungan memiliki potensi serta peluang yang besar untuk
dijadikan komoditas andalan.
Nelayan perikanan tangkap di Indonesia berjumlah sekitar 2 730 510 orang
yang digolongkan menjadi dua kelompok subsektor perikanan tangkap (KKP
2012), yaitu nelayan perikanan tangkap di laut dan nelayan perikanan tangkap di
perairan umum. Melihat keadaan laut Indonesia yang memiliki sumber daya laut
yang melimpah, nelayan memiliki peluang untuk hidup sejahtera. Data sarana dan
prasarana perikanan (KKP 2012) yang terdiri dari perahu tanpa motor, perahu
motor tempel, kapal motor dan ukuran kapal motor, menunjukkan bahwa sarana
dan prasarana yang dimiliki nelayan semakin menurun dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2010, sarana dan prasarana yang dimiliki nelayan berjumlah 570 140 buah,
namun menurun pada tahun 2011 sebesar 557 140 buah. Sarana dan prasarana
yang dimiliki nelayan didominasi dengan perahu tempel yaitu sebesar 232 390
buah. Jika membandingkan jumlah nelayan dengan sarana dan prasarana yang
dimiliki nelayan sangatlah jauh tertinggal. Hal ini diperkuat oleh Satria (2009)
tentang masalah yang dimiliki nelayan sebagai pelaku ekonomi salah satunya
adalah teknologi dan modal.
Industrialisasi perikanan dan sumberdaya laut yang berada di sekitar nelayan
dapat dimanfaatkan untuk menambah perekonomian masyarakat nelayan, salah
satu sumberdaya laut yang dapat dimanfaatkan dan menguntungkan baik untuk
nelayan maupun pihak industri adalah rajungan dan salah satu daerah yang
mengembangkan penangkapan rajungan serta memiliki hubungan dengan industri
adalah Desa Gebang Mekar, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, Provinsi
Jawa Barat. Sebagai sebuah desa yang terletak di daerah pesisir, mata pencaharian
penduduk setempat sebagian besar bertumpu pada sektor perikanan yang

2
bersumber dari hasil laut. Salah satu hasil laut yang utama dari desa ini adalah
rajungan, dimana pada tahun 2011 memproduksi rajungan sebesar 210 879.50 ton
dengan nilai produksi Rp6 326 385 000. Namun, pada tahun 2012 terjadi
penurunan drastis untuk rajungan, yaitu 1 387.40 ton dan dengan nilai produksi
Rp41 622 000 (DKP 2012).
Proses industrialisasi yang sedang berjalan, baik secara global maupun
nasional, tentunya memberikan implikasi bagi para nelayan penangkap rajungan
di daerah Desa Gebang Mekar. Realitas tersebut menjadi sangat menarik untuk
dianalisa lebih lanjut khususnya mengenai bagaimana perilaku ekonomi nelayan
penangkap rajungan di Desa Gebang Mekar dalam kerangka industrialisasi
perikanan.
Perumusan Masalah
Peningkatan volume ekspor dan produksi rajungan menyebabkan munculnya
perusahaan yang bergerak pada industri pengalengan rajungan berbahan baku
daging rajungan. Bahan baku yang diperlukan industri pengalengan rajungan
diperoleh dari nelayan penangkap rajungan yang merupakan pemasok utama
dalam pengadaan bahan baku. Sebagai pemasok, nelayan perlu memerhatikan
kualitas, kuantitas serta kontinuitas rajungan yang dipengaruhi fluktuasi musim.
Hal inilah yang menjadi acuan bagi nelayan untuk menyesuaikan diri dengan
industri. Namun, untuk menyesuaikan diri dengan industri, nelayan juga perlu
mengatur manajemen usaha agar tidak terdapat hambatan dalam pemasokan bahan
baku untuk industri. Salah satu yang mempengaruhi manajemen usaha adalah
perilaku ekonomi nelayan.
Latar belakang yang telah dikemukakan di atas, menghasilkan rumusan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi
nelayan penangkap rajungan?
2. Bagaimana hubungan antara karakteristik usaha yang dimiliki nelayan
penangkap rajungan dengan perilaku ekonomi nelayan penangkap rajungan?
3. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
nelayan penangkap rajungan?
4. Bagaimana perilaku ekonomi yang dimiliki nelayan penangkap rajungan
dalam menyesuaikan diri dengan industrialisasi?
Tujuan Penelitian
Rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, menghasilkan beberapa tujuan penelitian yang menjawab rumusan
masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, antara lain untuk mengetahui,
mengidentifikasi dan menganalisis:
1. Hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi nelayan
penangkap rajungan.
2. Hubungan antara karakteristik usaha yang dimiliki nelayan penangkap
rajungan dengan perilaku ekonomi nelayan penangkap rajungan.
3. Hubungan intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan penangkap
rajungan.
4. Perilaku ekonomi nelayan penangkap rajungan dalam menyesuaikan diri
dengan industrialisasi rajungan.

3
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain:
1. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk
penelitian selanjutnya yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai perilaku
ekonomi nelayan rajungan dan industrialisasi perikanan.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan menambah rujukan
bagi para pengambil kebijakan dalam mengelola dan memanfaatkan rajungan
sebagai salah satu sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi dan wawasan
masyarakat mengenai perilaku ekonomi serta strategi nelayan penangkap
rajungan dalam menghadapi industrialisasi perikanan.
4. Bagi swasta
Penelitian ini diharapkan swasta mempelajari perilaku nelayan penangkap
rajungan sehingga dapat membangun kerjasama dengan nelayan sebagai
pemasok utama bahan baku pada industri pengalengan rajungan.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Nelayan Rajungan
Rajungan
Hatna (2007) mengutarakan perbedaan antara rajungan dengan kepiting bakau
(Scylla serrata). Rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih
ramping dengan capit yang lebih panjang dan warna yang menarik pada
karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih
runcing. Warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, dapat dengan
mudah membedakan dengan kepiting bakau. Saanin (1984) mengklasifikasikan
rajungan (Portunus pelagicus) sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Kelas : Crustacea
Sub kelas : Malacostraca
Ordo : Eucaridae
Famili : Portunidae
Genus : Potunus
Species : Portunus pelagicus

Sumber : Superindo.go.id

Gambar 1 Rajungan (Portunus pelagicus)
Rajungan dapat berukuran hingga 18 cm, capitnya kokoh, dan panjang berduri.
Terdapat perbedaan menyolok antara rajungan jantan dan betina. Rajungan jantan
mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar, capitnya pun lebih panjang daripada
betina. Warna dasar pada jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercah putih
terang, sedangkan pada betina berwarna dasar kehijau-hijauan dengan bercakbercak keputih-putihan agak suram. Rajungan ini hidup pada habitat yang
beraneka ragam: pantai dengan dasar berpasir, pasir lumpur dan di laut terbuka.
Biasanya rajungan hidup berdiam diri di dasar laut sampai kedalaman lebih dari
65 meter, tetapi sesekali terlihat berenang dekat permukaan laut (Kordi 1997).
SNI 01-6929.1-2010 yang dikeluarkan oleh BSN (2010) merupakan peraturan
yang berisikan spesifikasi daging rajungan pasteurisasi dalam kaleng. Pengertian
daging rajungan pasteurisasi dalam kaleng adalah produk olahan hasil perikanan
dengan bahan baku rajungan yang dikemas dalam suatu wadah kondisi hampa
ruang dengan perlakuan pengolahan untuk menjamin kondisi bebas bakteri yang
bernilai niaga tinggi. Hatna (2007) berpendapat bahwa ketersediaan bahan baku
daging rajungan tergantung dari alam, bersifat musiman, serta mengandalkan
kegiatan penangkapan di laut sehingga supply bahan baku untuk kegiatan

6
produksi perusahaan mengalami fluktuasi. Beberapa daerah potensial
penangkapan rajungan di Indonesia adalah Medan, Lampung, Teluk Jakarta,
Cirebon, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Gilimanuk (Pantai Utara Bali),
Pengambenan (Pantai Selatan Bali), Muncar (Pantai Selatan Jawa Timur) dan
Pasuruan (Pantai Utara Jawa Timur).
Pengertian Nelayan
Karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik yang dimiliki
oleh masyarakat petani. Hal ini diperjelas oleh pendapat Satria (2002) bahwa
masyarakat nelayan memiliki karakter yang keras, tegas dan terbuka, karena
masyarakat pesisir menghadapi sumberdaya yang bersifat open access. Sifat
sumberdaya tersebut memungkinkan semua orang dapat mengeksploitasinya
sehingga beban resiko yang harus ditanggung oleh nelayan menjadi sangat tinggi.
Sebaliknya, masyarakat petani berhadapan dengan sumberdaya yang relatif
terkontrol. Namun, keduanya menggunakan pola-pola adaptasi yaitu pembagian
resiko dalam bentuk hubungan patronase aktivitas kerja. Perbandingan
karakteristik yang dimiliki masyarakat nelayan dan petani dapat dilihat pada
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Matriks Karakterakteristik Masyarakat Nelayan-Petani
Karakteristik
Sumberdaya yang
dihadapi
(Satria 2002)

Mobilitas (Satria 2002)

Adaptasi dan Institusi
Sosial Ekonomi
(Masyhuri dan Nadjib
2000)

Nelayan

Petani

Ketergantungan pada
produktivitas laut
Sulit untuk diperkirakan
Resiko tinggi
Common property

Ketergantungan pada
lahan
Dapat diperkirakan
Resiko kecil
Sifatnya permanen
Private proverty
Tinggi karena mengarungi Rendah karena
laut dari satu daerah ke
sumberdaya alam yang
daerah lain untuk
dihadapi permanen.
mendapatkan hasil
tangkapan yang
maksimal.
Pola kepemilikan
Mengutamakan
kelompok, sistem bagi
kepastiaan, gotong
hasil, dan lain-lain.
royong, lumbung desa,
arisan dan lain-lain.

Pengertian nelayan sesuai yang tercantum pada Undang-Undang No 31 Tahun
2004 telah yang diperbarui menjadi Undang-Undang No. 45 Tahun 2009
merupakan orang yang bermata pencaharian utamanya dari usaha menangkap ikan
di laut. Kusnadi (2010) memahami konstruksi masyarakat nelayan lebih dalam
lagi, yaitu konstruksi masyarakat yang kehidupan sosial budayanya dipengaruhi
oleh eksistensi kelompok sosial yang bergantung pada usaha pemanfaatan sumber
daya kelautan dan pesisir. Masyarakat nelayan memiliki identitas kebudayaan
yang spesifik dan terbangun melalui proses evaluasi yang panjang. Ciri-ciri
kebudayaannya seperti sistem gender, relasi patron-klien, pola-pola perilaku

7
dalam mengeksploitasi sumber daya perikanan, serta kepemimpinan sosial
tumbuh karena pengaruh kondisi-kondisi dan karakteristik-karakteristik yang
terdapat di lingkungannya.
Tipologi Nelayan
Pada dasarnya, nelayan memiliki karakteristik yang khas sesuai dengan pola
adaptasi dengan lingkungannya. Hal ini diperkuat dengan pendapat Satria et al.
(2002), dalam konteks masyarakat pesisir, stratifikasi memiliki arti penting untuk
memahami kelompok superior dan kelompok inferior dalam aspek ekonomi dan
politik. Hal ini diduga merupakan akibat dari kehidupan laut yang keras dan
dialami sepanjang hidupnya.
Nelayan memiliki kelompok sesuai dengan curahan waktu penangkapan,
respon mengantisipasi tingginya resiko dan ketidakpastian, kepemilikan alat
tangkap, tujuan penangkapan sumberdaya perikanan, daya jangkau armada
perikanan dan lokasi penangkapan, kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada),
orientasi pasar, hubungan produksi serta karakteristik usaha yang dimiliki.
Adapun penggolongan tentang nelayan menjadi beberapa kelompok, seperti yang
tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Matriks Tipologi Nelayan Berdasarkan Karakteristik
Aspek Kategori
Curahan waktu penangkapan
Kepemilikan alat tangkap
Tujuan penangkapan
sumberdaya perikanan

Pembagian
Nelayan tetap, Nelayan sambilan (Tampubolon et al.
2011).
Nelayan buruh, Nelayan juragan, Nelayan perseorangan
(Mulyadi 2007).
Subsistence fishers, Nattive/ indigenous/ aborogional
fishers, Recreational fishers, Commercial fishers
(Charles 2001 dalam Nugraha 2011).

Daya jangkau armada
Nelayan pantai/biasa, Nelayan lepas pantai, Nelayan
perikanan dan lokasi
perikanan samudera (Widodo 2008 dalam Helmi 2011).
penangkapan
Kapasitas teknologi (alat
Peasant-fisher, Post-peasant fisher, Commercial fishers,
tangkap dan armada), orientasi Industrial fisher (Satria 2002).
pasar dan hubungan produksi
Karakteristik usaha

Usaha tradisional, Usaha post-traditional, Usaha
komersial, Usaha industri (Satria 2002).

Industrialisasi Perikanan
Salah satu industri yang berkembang di Indonesia adalah industri yang
berbasis pada perikanan tangkap. Nugraha (2011) mengartikan industri perikanan
tangkap sebagai industri sumber daya yang memiliki akses terbuka (open access)
sehingga dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Sifat perikanan yang terbuka
tersebut mengakibatkan tidak adanya hambatan bagi pelaku usaha untuk
mengeksploitasi sebanyak mungkin sumber daya perikanan yang tersedia. Selain
itu, sumber daya perikanan merupakan sumber daya terbarukan, sehingga jumlah
stok ikan di laut sebenarnya akan terus berkembang hingga batas daya dukung

8
lingkungannya. Selain itu, industrialisasi perikanan diharapkan dapat mendorong
diversifikasi pekerjaan masyarakat nelayan agar tidak hanya mengandalkan
penghasilan dari kegiatan menangkap ikan, dan dapat membantu nelayan
mengatasi belitan kemiskinan yang dihadapi (Islam 2009).
Industrialisasi perikanan berarti mengindustrikan perikanan melalui
transformasi sosial-ekonomi dan budaya perikanan dengan nilai-nilai industrial.
Industrialisasi perikanan tidak semata-mata pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) saja,
tetapi juga aktivitas hulu, baik penangkapan maupun budi daya (Satria 2012a).
Pendapat tersebut didukung oleh Sihombing (2003) menyatakan untuk
membangun suatu daerah perikanan maka harus disesuaikan dengan kondisi
wilayah dan keadaan sosial penduduknya yang bersifat fisik seperti sarana dan
prasarana perikanan dan bersifat psikis seperti kesejahteraan masyarakat itu
sendiri. Lubis (1983) dalam Jusuf (2005) menyatakan bahwa pembangunan
perikanan diarahkan untuk mencapai lima sasaran pokok yang harus diusahakan
untuk dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu;
1. Meningkatkan kesejahteraan nelayan melalui peningkatan pendapatan;
2. Meningkatkan produksi dan produktivitas usaha nelayan sebagai sarana
mencapai peningkatan pendapatan;
3. Meningkatkan konsumsi ikan, terutama masyarakat pedesaan dalam
rangka perbaikan gizi makanan rakyat dan menunjang pemasaran hasil
perikanan, melalui program masyarakat makan ikan;
4. Meningkatkan sektor perikanan sebagai penghasil devisa negara dari
komoditi non-migas dengan meningkatkan ekspor dan mengurangi
impor komoditi hasil perikanan; dan,
5. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan kegiatan perikanan untuk
mengurangi kegiatan-kegiatan yang merugikan kepentingan sektor
perikanan.
Industrialisasi perikanan tentu tidak berarti terjadi transformasi nelayan
tradisional menjadi nelayan industrial. Satria (2012b) mengatakan bahwa yang
terpenting adalah produktivitas dan mutu produk. Industrialisasi perikanan
dimaknai sebagai upaya transformasi budaya yang membawa perubahan dari
sekadar produksi menjadi produksi dengan mutu produk yang baik, memiliki nilai
ekonomi, memerhatikan keamanan pangan, serta keberlanjutan sumber daya.
Alasan itulah yang menjadikan nelayan tetap didorong untuk meningkatkan
produksi sesuai daya dukung sumber daya. Hal ini penting untuk memenuhi
kebutuhan pasar konsumsi maupun industri pengolahan.
Abdullah dan Sudwikatmono (1993) menyebutkan pembangunan perikanan
merupakan bagian pembangunan nasional dalam: 1) meningkatkan produksi
perikanan (baik kuantitas maupun kualitasnya) untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi masyarakat dan industri di dalam negeri serta meningkatkan ekspor; 2)
meningkatkan produktifitas usaha perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan
pendapatan petani nelayan; 3) memperluas lapangan kerja dan kesempatan serta
pembangunan daerah; dan 4) meningkatkan kelestarian sumber daya perikanan
dan lingkungan hidup.
Kegiatan industri perikanan tangkap yang perlu diperhatikan adalah
pengolahan hasil perikanan. Hal ini dianggap penting karena dapat meningkatkan
keuntungan yang didapat oleh industri. Hartarto (1993) mengutarakan industri
pengolahan hasil perikanan (marine based industry) adalah salah satu bagian dari
agroindustri yang diharapkan berdaya saing kuat dan bertahan dalam jangka

9
waktu yang lama. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi operasional yang tepat
untuk mewujudkan industri perikanan yang baik dan berdaya saing tinggi.
Salah satu hasil tangkapan laut Indonesia yang berdaya saing tinggi,
berpotensi dan dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor adalah rajungan.
Rajungan (Potunus pelagicus) merupakan salah satu hasil perikanan tangkap yang
populer dikonsumsi, baik dalam bentuk segar maupun olahan dan memiliki harga
yang cukup mahal. Selain itu, rajungan berpotensi dalam industri perikanan
Indonesia terutama sebagai komoditas sumberdaya perikanan ekspor, sehingga
komoditas perikanan memiliki nilai ekonomi tinggi untuk ekspor (Nugraha 2011).
Beberapa penelitian tentang daging rajungan disimpulkan oleh Harianja
(2009)1 bahwa daging rajungan merupakan komoditas agribisnis yang memiliki
permasalahan. Saat ini, pengolahan daging rajungan mengalami perkembangan.
Rajungan yang diproduksi perusahaan biasanya diantarkan nelayan (penjual) ke
tempat, tetapi jika rajungan sedang sulit diperoleh, perusahaan yang mencari
sumber rajungan dan diangkut sendiri ke tempat produksi. Oleh karena itu, dalam
memperoleh bahan bakunya, perusahaan perlu menjalin kerja sama dengan
beberapa pemasok, tidak hanya terikat dengan satu pemasok saja. Selain itu,
kualitas bahan baku rajungan segar sangat memengaruhi kualitas daging rajungan
yang akan dihasilkan dan rajungan yang segar pun tidak dapat bertahan lama.
Keadaan sulitnya mendapatkan bahan baku ini menguatkan posisi pemasok untuk
menjual rajungan segarnya. Penjelasan tersebut mengatakan bahwa kekuatan
tawar-menawar pemasok terhadap perusahaan dapat dikatakan kuat.
Bahan baku yang diperlukan oleh industri dapat dipenuhi oleh nelayan
penangkap rajungan. Undang-Undang Perikanan Nomor 31 tahun 2004 dalam
pasal 63 mengungkapkan bahwa pengusaha perikanan mendorong kemitraan
usaha yang saling menguntungkan dengan kelompok nelayan kecil atau
pembudidaya ikan dalam kegiatan usaha perikanan. Jika mengacu pada
penggolongan nelayan menurut Pollnac (1988) dalam Satria (2002), nelayan
penangkap rajungan dalam kerangka industrialisasi tergolong sebagai nelayan
industri. Berikut ciri-ciri nelayan industri yang berkaitan dengan keberlangsungan
stok bahan baku pada perusahaan agroindustri perikanan yaitu: 1) diorganisasi
dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agroindustri di negara-negara
maju; 2) lebih padat modal; 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada
perikanan sederhana; dan 4) menghasilkan untuk kaleng dan ikan beku yang
berorientasi ekspor.
Ciri-ciri yang telah diungkapkan oleh Pollnac (1988) dalam Satria
(2002), pada poin keempat berkaitan dengan pendapat Hatna (2007). Pemenuhan
kebutuhan bahan baku berupa daging rajungan, perusahaan pengalengan rajungan
biasanya menjalin kerjasama dengan beberapa pemasok (plant) yang
mengumpulkan bahan baku dari nelayan atau pengumpul. Kekuatan pemasok
lebih dominan dalam industri pengalengan rajungan. Upaya yang dilakukan oleh
perusahaan pengalengan rajungan dalam memertahankan pemasok, seperti 1)
memberi pinjaman modal usaha kepada mini plant; 2) melakukan investasi berupa
fasilitas produksi di mini plant (peralatan produksi dan bangunan); serta, 3)
melakukan bimbingan untuk menjaga kualitas bahan baku sehingga kerugian dari
bahan baku yang berkualitas rendah dapat ditekan. Kekuatan penawaran pemasok
1

Desy Dameria Harianja. 2009. Strategi Pengembangan Usaha Daging Rajungan CV.Mutiara Laut
Kabupaten Serang Propinsi Banten. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

10
sangat memengaruhi tingkat persaingan dalam suatu industri pengalengan
rajungan yang hanya mengandalkan bahan baku dari pemasok. Selain itu,
ketersediaan rajungan yang bersifat musiman dan hanya mengandalkan dari usaha
penangkapan di laut dapat meningkatkan kekuatan penawaran pemasok bahan
baku daging rajungan.
Abdullah dan Sudwikatmono (1993) berpendapat bahwa perdagangan hasilhasil perikanan di pasaran internasional, aspek mutu merupakan hal yang sangat
penting dan menentukan. Konsumen hasil perikanan dalam perdagangan
internasional adalah negara-negara maju yang tingkat kepekaan pada segi mutu
dan keamanan makanan tergolong tinggi. Dari sisi kebijakan pemerintah dalam
mengembangkan ekspor hasil perikanan bertumpu pada 2 (dua) aspek
pengembangan yakni, pertama adalah kebijakan pengembangan produk dan pasar
yang berorientasi pada market based development melalui diversifikasi produk
dan pasar, kemudian yang kedua adalah kebijakan pengembangan mutu. Hal
tersebut telah tercantum pada Peraturan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri
Kesehatan Nomor 31/Kpts/UM/I/75 (BPHN 1975a) dan Nomor 32/IKab/B.U./75
(BPHN 1975b) tentang Pembinaan Mutu Hasil perikanan.
Perusahaan industri pengalengan rajungan bertujuan menjual ke pasar ekspor
harus menaati standar-standar yang telah dibuat oleh Badan Standar Nasional.
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 06-6929.2-2010 memberi keterangan
tentang daging rajungan (Poeurisasirtunnus pelagicus) pasteurisasi dalam kaleng,
bahan baku yang digunakan dalam industri pengalengan rajungan adalah rajungan
yang bersih, bebas dari tanda dekomposisi dari pemalsuan, bebas dari sifat-sifat
alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Secara organoleptik, bahan baku berupa rajungan mempunyai karakteristik
kesegaran bentuk daging sekurang-kurangnya seperti kenampakan yang bersih
dan cemerlang; bau yang segar spesifik jenis serta tekstur padat dan kompak,
sedangkan untuk bentuk utuh, kenampakan yang utuh; bersih; cemerlang; antar
ruas kokoh dan kuat serta bau segar spesifik jenis.
Terlihat jelas dari pemaparan sebelumnya, bahwa rajungan yang ditangkap
nelayan sebagai bahan baku untuk industri pengalengan rajungan akan digunakan
dalam proses produksi, sehingga diperlukan kesesuaian karakteristik rajungan
dengan standar bahan baku yang dibutuhkan oleh industri. Nelayan sebagai
pemasok utama rajungan perlu mendapatkan pengajaran serta pembimbingan,
tentang standar karakteristik rajungan sebagai bahan baku yang berkualitas, agar
sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak industri.
Pekerjaan sebagai nelayan secara mendasar banyak mengandung resiko dan
ketidakpastian. Adanya resiko dan ketidakpastian ini disarankan untuk disiasati
dengan mengembangkan pola-pola adaptasi berupa perilaku ekonomi yang
berpengaruh pada pihak-pihak terkait dalam kegiatan usaha nelayan (Mulyadi
2007), salah satu pranata ekonomi yang erat hubungannya adalah nelayan
penangkap rajungan dengan industrialisasi perikanan. Satria (2011) menuliskan
dua perspektif industrialisasi perikanan. Pertama, industrialisasi perikanan dalam
arti sempit adalah membangun pabrik-pabrik pengolahan yang bertujuan
meningkatkan produksi olahan, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kedua,
industrialisasi perikanan dalam arti luas, yakni transformasi ke arah perikanan
yang bernilai tambah untuk meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal.
Bagian terpenting adalah transformasi pelaku di hulu ataupun hilir sehingga
nelayan juga menjadi bagian penting dalam proses ini. Industrialisasi tak sekadar
membangun pabrik, tetapi lebih pada terciptanya sistem yang menjamin

11
meningkatnya mutu produk perikanan nelayan, berkelanjutan, dan
menyejahterakan. Industri tak semata teknologi, tetapi orientasi nilai budaya baru.
Perilaku Ekonomi Nelayan
Pancasasti (2008) mengutarakan bahwa rumahtangga nelayan menghadapi
persoalan kompleks dalam hubungannya dengan produksi, konsumsi, dan alokasi
tenaga kerja. Hal ini menyebabkan analisis yang hanya melihat dari satu sisi untuk
melihat tingkah laku ekonomi mereka sangatlah lemah. Jika membahas tentang
perekonomian nelayan akan berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran,
karena perekonomian nelayan memiliki keeratan dengan pendapatan dan
pengeluaran rumahtangga nelayan, dan perilaku ekonomi dapat diintegrasikan
dengan keputusan produksi, konsumsi dan tenaga kerja serta memasukkan unsur
resiko produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usaha (Fariyanti 2008).
Resiko yang dimiliki nelayan adalah pengeluaran nelayan yang mengandung
ketidakpastian dan pendapatan nelayan yang bergantung pada banyaknya hasil
tangkapan tidak menentu. Hal ini berhubungan dengan kemiskinan masyarakat
nelayan.
Kemiskinan selalu merujuk pada sebuah kondisi yang serba kekurangan.
Soekanto (2002) dalam Listianingsih (2008) beranggapan bahwa kemiskinan
adalah suatu keadaan seseorang tidak dapat memelihara dirinya sendiri sesuai
dengan taraf hidup kelompok di sekitarnya dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Kemiskinan juga
diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat di bawah suatu sistem
pemerintahan yang menyebabkan mereka berada pada posisi yang sangat lemah
dan tereksploitasi. Pengertian yang terakhir ini lebih dikenal sebagai kemiskinan
struktural. Pendapat tersebut didukung oleh Satria (2002) tentang pengategorisasi
kemiskinan yang dilakukan berdasarkan faktor-faktor penyebab kemiskinan. Ada
dua aliran besar yang melihat faktor-faktor penyebab kemiskinan. Pertama, aliran
modernisasi yang selalu menganggap persoalan kemiskinan disebabkan faktor
internal masyarakat, yaitu faktor budaya (kemalasan), keterbatasan modal dan
teknologi, keterbatasan manajemen, serta kondisi sumber daya alam. Kedua,
aliran struktural yang selalu menganggap faktor eksternal sebagai penyebab
kemiskinan nelayan.
Kusnadi (2002) dalam Mugni (2006) mengatakan ciri umum yang dapat
dilihat dari kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan
masyarakat nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas
pemukiman. Kampung-kampung nelayan miskin akan mudah diketahui dari
kondisi rumah. Selain gambaran fisik, kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari
tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola konsumsi sehari-hari dan tingkat
pendapatannya. Tingkat pendapatan nelayan yang dinilai rendah, maka logis jika
tingkat pendidikan anak-anaknya juga rendah. Banyak anak nelayan yang harus
berhenti sebelum lulus sekolah dasar atau kalaupun lulus, ia tidak akan
melanjutkan pendidikannya ke sekolah lanjutan pertama. Di samping itu,
kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi rumahtangga nelayan miskin adalah
pemenuhan kebutuhan pangan. Kebutuhan dasar yang lain, seperti kelayakan
perumahan dan sandang dijadikan sebagai kebutuhan sekunder. Kebutuhan akan
pangan merupakan prasyarat utama agar rumahtangga nelayan dapat bertahan.

12
Ekonomi nelayan yang banyak bergantung dengan laut berhubungan dengan
ekonomi kelautan seperti yang dijelaskan Colgan (2003) dalam Sapanli (2009)
mengartikan ekonomi kelautan adalah kegiatan yang memanfaatkan semua atau
sebagian input sumberdaya dari laut atau perairan yang luas sebagai kegiatan
ekonomi. Kegiatan ekonomi ini mencakup dari kegiatan industri maupun secara
geografis berada di pesisir dan lautan.
Industrialisasi pada suatu masyarakat menurut Dharmawan (1986) berarti
adanya pergantian teknik produksi dari yang tradisional ke modern. Dalam hal ini
terjadi proses transformasi yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala segi
kehidupan. Setiap kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat secara
langsung ataupun tidak, pasti membawa pengaruh terhadap kehidupan. Setiap
kejadian yang terjadi dalam suatu perusahaan akan dirasakan oleh masyarakat di
lingkungan perusahaan itu berada. Hal ini memiliki hubungan dengan model
ekonomi rumahtangga yang memandang pengambilan keputusan dalam kegiatan
produksi dan konsumsi serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan
pada rumahtangga (Becker 1981 dalam Pancasasti 2008). Perilaku ekonomi yang
dilakukan oleh nelayan rajungan dalam kerangka industrialisasi perikanan
terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Matriks Perilaku Ekonomi Nelayan Rajungan
Perilaku

Produksi

Bentuk Kegiatan

Orientasi mutu

Adaptasi teknologi

Konsumsi

Alokasi
tenaga kerja

Keterangan
Jarang membawa es saat melaut karena
terbatasnya ruang di kapal (Sihombing 2003)
Lebih mementingkan kuantitas daripada
kualitas hasil tangkapan (Mugni 2006;
Sihombing 2003)
Menggunakan jaring kejer (jaring insang),
pukat rajungan, bubu dan trawl (Ariyanti 2007)

Membeli merokok dan jajan di warung bersama teman sesama
nelayan (Muflikhati et al. 2010; Listianingsih 2008)
Menghabiskan uang untuk kegiatan hiburan seperti dangdutan, arisan
(Mugni 2006; Islam 2009), minum-minuman keras, berjudi dan
“main” perempuan (Listianingsih 2008)
Diversifikasi pekerjaan, terutama saat musim paceklik tiba
(Muflikhati et al. 2010; Islam 2009; Mugni 2006; Pancasasti 2009)
Melibatkan istri atau anggota keluarga lainnya dalam bidang
produksi (Kusnadi 2003; Mulyadi 2007; Islam 2009; Pancasasti
2009)

Nawawi dan Hadari (1990) dalam Islam (2009) menyatakan perilaku
produksi harus memiliki tingkat pencapaian target yang dihasilkan sebagai
keluaran yang telah direncanakan pada jangka waktu tertentu. Target tersebut
tercapai bila upaya yang berbentuk aktivitas-aktivitas dinilai produktif.
Pencapaian target harus memerhatikan tingkat efektivitas melaut, waktu melaut,
motivasi melaut, penyisihan sebagian penghasilan, tingkat kerusakan lingkungan
laut, diversifikasi pekerjaan, maupun diversifikasi produksi hasil tangkapan laut.
Perilaku produktif dapat juga meliputi
1. Relative advantage (keuntungan relatif),
2. Trialability (pencobaan) yaitu kemauan masyarakat nelayan untuk
mencoba mengaplikasikan ide baru dalam bentuk skala kecil,

13
3. Motivasi kebutuhan yaitu dorongan untuk pemenuhan kebutuhan
hidup,
4. Waktu yaitu kesempatan dimiliki masyarakat dalam membuat dan
mengkreasi sendiri hasil laut,
5. Pembuatan keputusan dalam mengadopsi ide baru serta
6. mengembangkannya dengan skala yang cukup luas.
Perilaku produksi adalah perhatian nelayan dalam menjaga mutu hasil
perikanan, dimana hasil perikanan mudah rusak, memerlukan penanganan yang
memadai baik di atas kapal, saat pendaratan, maupun di Tempat Pelelangan Ikan
atau sebelum mencapai konsumen. Banyak produk perikanan yang nilainya
menjadi sangat rendah karena kurang baik dalam penanganan hasil. Kesegaran
ataupun penurunan mutu produk perikanan dapat terjadi karena faktor internal
akibat reaksi enzimatik maupun faktor eksternal akibat serangan parasit maupun
bakteri (Widodo dan Suadi 2008). Selain perhatian nelayan dalam segi mutu, ciri
menonjol dari hampir semua perikanan modern adalah terjadinya perubahan pada
teknologi yang diadaptasi oleh nelayan, misalnya kapal-kapal dengan mesin lebih
kuat dan ukuran lebih besar dan rumit. Sementara itu, berbagai perlengkapan
elektronik serta alat bantu lainnya, seperti echo-sounder, sonar, netsonde pada
jaring trawl, perlengkapan navigasi yang canggih (GPS), memungkinkan nelayan
mendapatkan ikan lebih mudah dan memusatkan diri pada daerah-daerah
penangkapan yang berlimpah (Widodo dan Suadi 2008).
Perilaku konsumsi adalah perilaku nelayan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari yang bergantung pada usaha perikanan yang dijalani. Ketika musim
panen datang, terjadi peningkatan pendapatan nelayan, namun ketika musim
paceklik datang maka tidak ada atau sedikit pemasukan nelayan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Kondisi inilah yang memicu nelayan untuk mendapatkan
uang dari pinjaman tengkulak (Mulyadi 2007). Hal ini berhubungan dengan pola
kerja yang dilakukan nelayan dalam mendapatkan pemasukan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Alokasi tenaga kerja sangat dibutuhkan dalam mencapai
kesejahteraan pada nelayan maupun keluarga nelayan. Pengaturan pola
ketenagakerjaan dalam keluarga merupakan salah satu peran penting untuk
menjaga stabilitas perekonomian nelayan (Pancasati 2009).

14

15

KERANGKA PEMIKIRAN
Perilaku ekonomi adalah perilaku nelayan yang diintegrasikan pada
pengambilan keputusan dalam produksi, konsumsi dan alokasi tenaga kerja. Pada
nelayan, perilaku ekonomi berhubungan dengan pendapatan dan pengeluaran
nelayan yang tidak pasti sehingga dianggap sebagai resiko krusial dalam
perekonomian nelayan. Hasil literatur yang telah dilakukan sebelumnya
menunjukkan bahwa banyak faktor yang diduga memengaruhi perilaku ekonomi
nelayan rajungan, diantaranya adalah karakteristik individu, karakteristik usaha
dan intervensi pihak luar. Karakteristik individu terdiri atas umur, tingkat
pendidikan, pengalaman menjadi nelayan, waktu kerja, tingkat pendapatan serta
tingkat pengetahuan. Karakteristik usaha nelayan dilihat berdasarkan ukuran
mesin perahu, jenis alat tangkap, modal melaut, kuantitas hasil tangkapan dan
kualitas hasil tangkapan.Berikutnya adalah intervensi pihak luar, dilihat dari
bantuan modal dari pihak lain untuk meningkatkan kegiatan usaha nelayan.
Pada penelitian ini akan dilihat seberapa besar hubungan antara karakteristik
individu, karakteristik usaha dan intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
nelayan yang akan dilihat berdasarkan perilaku produksi, perilaku konsumsi dan
alokasi tenaga kerja. Alur kerangka pemikiran dijelaskan dalam Gambar 2.
Karakteristik Individu
Umur
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Menjadi Nelayan
Waktu Kerja
Tingkat Pendapatan
Tingkat Pengetahuan

Karakteristik Usaha
Ukuran Mesin Perahu
Jenis Alat Tangkap
Modal Melaut
Kuantitas Hasil
Tangkapan
Kualitas Hasil
Tangkapan

Perilaku Ekonomi
Perilaku Produksi
- Orientasi Mutu
- Adaptasi
Teknologi
Perilaku Konsumsi
Alokasi Tenaga Kerja

Industrialisasi Perikanan

Gambar 2 Kerangka Penelitian
Keterangan:
: Berhubungan

Intervensi
Pihak Luar
Bantuan Modal

16
Hipotesis
1) Terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku ekonomi
nelayan dalam kerangka industrialisasi perikanan.
2) Terdapat hubungan antara karakteristik usaha dengan perilaku ekonomi
nelayan dalam kerangka industrialisasi perikanan.
3) Terdapat hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi
nelayan dalam kerangka industrialisasi perikanan.
Definisi Konseptual
1. Industrialisasi perikanan tangkap merupakan industri dengan sumber daya
perikanan laut yang memiliki akses terbuka (open access) sehingga dapat
dimanfaatkan oleh siapa saja.
2. Industri rajungan adalah industri skala ekspor yang menggunakan rajungan
sebagai bahan baku, sehingga memerhatikan kualitas dan kuantitas mutu
rajungan yang ditangkap oleh nelayan.
3. Mini plant adalah pengumpul daging rajungan yang dibeli dari nelayan
sebagai produsen dan menjualnya kepada perusahaan pengekspor daging
rajungan.
4. Bakul adalah pengumpul rajungan yang berbentuk utuh hasil tangkapan
nelayan. Rajungan dibeli dari nelayan yang kemudian direbus dan dikupas,
sehingga menghasilkan daging rajungan.
5. Nelayan adalah orang yang bermata pencaharian utamanya dari usaha
menangkap ikan di laut.
6. Nelayan rajungan adalah individu yang mencari nafkah dengan hanya
memiliki pekerjaan menangkap rajungan di laut sebagai sumber
penghasilan untuk menghidupi kebutuhan rumahtangganya.
7. Rajungan adalah hewan air yang memiliki bentuk tubuh yang lebih
ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna
yang menarik pada karapasnya. Selain itu, rajungan merupaka