Efek Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus Jacquin) Terhdadap Sifat Fisik Tanah Serta Pertumbuhan Bibit Markisa Kuning (Passiflora Edulis Var. Flavicarpa Degner)

EFEK KOMPOS LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus
ostreatus Jacquin) TERHADAP SIFAT FISIK TANAH SERTA
PERTUMBUHAN BIBIT MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. Flavicarpa
Degner)

DEDE SULAEMAN
A14070049

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PETANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ABSTRAK
DEDE SULAEMAN. Efek Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus Jacquin) Terhadap Sifat Fisik Tanah Serta Pertumbuhan
Bibit Markisa Kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degner). Dibimbing oleh
Oteng Haridjaja dan Rahayu Widyastuti.

Selama ini sebagian besar masyarakat atau industri masih memandang limbah

baglog jamur sebagai barang sisa yang tidak berguna. Penelitian ini bertujuan untuk
memanfaatkan limbah baglog jamur tiram putih dengan dijadikan kompos dan
mengetahui kualitasnya, serta mempelajari pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah dan
pertumbuhan bibit markisa kuning.
Penelitian ini dilaksanakan pada akhir bulan Januari sampai Agustus 2011.
Pembuatan kompos dilakukan di Desa Munjul, Kec. Megamendung, Kab. Bogor. Uji
kualitas kompos dan pengaruh kompos terhadap sifat fisik tanah dilakukan di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB. Penanaman bibit
markisa dilakukan di greenhouse University Farm IPB. Penelitian ini dilaksanakan
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang selanjutnya dilakukan uji
statistik ANOVA dan uji lanjut Duncan pada taraf 5% serta pengujian dalam bentuk
persamaan regresi. Dilakukan pula uji statistik t-student untuk membandingkan
metode Alhricks dan pF 2,54.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar parameter kualitas
kompos telah memenuhi SNI. Kompos dengan waktu pengomposan 60 hari memiliki
kualitas terbaik. Waktu pengomposan dan dosis kompos serta interaksi keduanya
berpengaruh sangat nyata terhadap sifat fisik tanah (bobot isi, permeabilitas,
kemampuan memegang air pada keadaan kapasitas lapang metode Alhricks dan pF
2,54). Nilai kadar air yang dihasilkan metode Alhricks dan pF 2,54 berbeda nyata.
Waktu pengomposan dan dosis kompos serta interaksi keduanya tidak berpengaruh

nyata terhadap pertumbuhan bibit markisa kuning.

Kata Kunci: kompos, limbah baglog, markisa kuning, sifat fisik tanah

ABSTRACT
DEDE SULAEMAN. Effect of Compost Made From Waste of White
Oyster Mushrooms (Pleurotus ostreatus Jacquin) Baglog on The Physical
Properties of Soil and The Growth of Yellow Passion Fruit Seedling (Passiflora
edulis var. Flavicarpa Degner). Supervised by Oteng Haridjaja and Rahayu
Widyastuti.
Most of people or industry still consider the waste of mushrooms baglog as a
useless material. This study aims to utilize the waste of white oyster mushrooms
baglog with composting and to study their quality, and studying its effect on the
physical properties of soil and the growth of yellow passion fruit seedling.
The research was carried out on January to August 2011. The composting
process was done in the village of Munjul, district of Megamendung, Bogor. The
quality test of compost and its effects on the physical properties of soil was conducted
in the Laboratory of the Department of Soil Science and Land Resources. The
planting of passion fruit seedling was done in the greenhouse of University Farm IPB.
The research was carried out with the Completely Randomized Design (CRD)

factorial and followed by the statistical test performed with ANOVA and the
Duncan’s test at the 5% level and a test in the form of regression equations. The tstudent statistical test was also used to compare the Alhricks and pF 2,54 methods.
The results showed that most of the parameters have a compliance with SNI
of compost quality. Compost with composting time of 60 days has the best quality.
The composting time and the compost dosage and the interactions of both have very
significant effect on the physical properties of soil (bulk density, permeability, and
water holding capacity at field capacity used Alhricks and pF 2,54 methods). The
value of water content resulted from Ahlrichs and pF 2,54 methods was significantly
different. The composting time and the compost dosage and the interactions of both
do not have significant affect to the growth of yellow passion fruit seedling.
Keywords: compost, physical properties of soil, waste baglog, yellow passion fruit

ii

EFEK KOMPOS LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus
ostreatus Jacquin) TERHADAP SIFAT FISIK TANAH SERTA
PERTUMBUHAN BIBIT MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. Flavicarpa
Degner)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

DEDE SULAEMAN
(A14070049)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMAN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PETANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

i

Judul Penelitian

:

EFEK KOMPOS LIMBAH BAGLOG JAMUR TIRAM PUTIH

(Pleurotus ostreatus Jacquin) TERHDADAP SIFAT FISIK
TANAH

SERTA

PERTUMBUHAN

BIBIT

MARKISA

KUNING (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degner)
Nama

:

Dede Sulaeman

NRP


:

A14070049

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Oteng Haridjaja, MSc.

Dr. Rahayu Widyastuti, MSc.

NIP. 19490106 1974031 002

NIP. 19610607 1990022 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan


Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc.
NIP. 19621113 1987031 003

Tanggal Lulus :

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Dede Sulaeman yang merupakan putera ketujuh dari
tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Daim dan Ibu Sa'diyah. Penulis dilahirkan
pada tanggal 21 April 1990 dan tumbuh berkembang di sebuah desa yang mayoritas
penduduknya sebagai petani yaitu Desa Kedung Krisik Utara, Kota Cirebon.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Kedung Krisik Kota
Cirebon pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah di SMPN 9
Kota Cirebon dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 9
Kota Cirebon dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).

Selama masa kuliah, penulis pernah aktif di kepengurusan HMIT (Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah) tahun kepengurusan 2009-2010 pada divisi Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Berawal dari situ, penulis aktif dalam kegiatan mengenai
pengomposan dan menjadi ketua kelompok mahasiswa Laskar Hijau, suatu kelompok
mahasiswa yang bergerak di bidang lingkungan hidup khususnya pengomposan.
Memasuki semester lima, penulis sempat menjadi asisten praktikum mata kuliah
Agrogeologi (TSL 202). Selebihnya penulis aktif di kepengurusan Majelis Tal'lim Al
Furqon (Forum Kajian Islam Mahasiswa IPB).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhaanahu wa ta'aala atas
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Efek Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus
Jacquin) Terhadap Sifat Fisik Tanah Serta Pertumbuhan Bibit Markisa Kuning
(Passiflora edulis var. Flavicarpa Degner)”.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Agustus 2011. Tujuan
penelitian ini adalah memanfaatkan limbah baglog dengan dijadikan kompos dan
mempelajari kualitasnya, serta mempelajari pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah
dan pertumbuhan bibit markisa kuning. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

Waktu pengomposan dan dosis kompos serta interaksi keduanya berpengaruh sangat
nyata terhadap sifat fisik tanah (bobot isi, permeabilitas, kemampuan memegang air
pada keadaan kapasitas lapang metode Alhricks dan pF 2,54), namun tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit markisa kuning.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir.
Oteng Haridjaja, M.Sc dan Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc atas bimbingan, pengarahan,
dan saran yang telah diberikan kepada penulis; keluarga tercinta atas do’a dan
dukungannya; PT. Surya Miranti Mandiri yang telah memfasilitasi penelitian ini; Staf
Laboratorium Konservasi Tanah dan Air; Staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan
Tanah; kawan-kawan Wisma Al-Furqon dan At-Tauhid; serta seluruh sahabat
Soilscaper 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berharap agar hasil penelitian ini berguna bagi dunia ilmu tanah dan
bidang-bidang lain yang terkait dengan penelitian ini.

Bogor, Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL........................................................................................

vi

Teks .....................................................................................................

vi

Lampiran .............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

ix

Teks .....................................................................................................

ix


Lampiran .............................................................................................

x

PENDAHULUAN ......................................................................................

1

Latar Belakang ....................................................................................

1

Tujuan .................................................................................................

2

Manfaat Penelitian ..............................................................................

2

Hipotesis Penelitian.............................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

3

Jamur Tiram Putih ...............................................................................

3

Media Tanam Jamur .........................................................................
Limbah Baglog ................................................................................
Pengomposan ......................................................................................

3
5
6

Kompos ............................................................................................
Bahan Baku Kompos .......................................................................
Karakteristik Kompos ......................................................................
Sifat Fisik Tanah .................................................................................

6
6
7
11

Bobot Isi Tanah ................................................................................
Permeabilitas....................................................................................
Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity) .................
Karakteristik Tanaman Markisa ..........................................................

11
12
12
13

BAHAN DAN METODE ...........................................................................

14

Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................

14

Alat dan Bahan ....................................................................................

14

Alat ..................................................................................................
Bahan ...............................................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................

14
14
16

Pengambilan Contoh Tanah .............................................................
Pembuatan Kompos .........................................................................
Penyemaian dan Pembibitan Markisa ..............................................

16
16
18

v

Analisis Kimia Kompos ...................................................................
Analisis Tanah Setelah Perlakuan ....................................................
Analisis Data .......................................................................................

19
19
21

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

24

Analisis Awal Tanah ............................................................................

24

Analisis Awal Limbah Baglog Jamur Tiram Putih ..............................

25

Pengomposan Limbah Baglog Jamur Tiram Putih .............................

26

Kandungan C-org (%), N-total (%), dan Rasio C/N ........................
Suhu .................................................................................................
Tingkat Kemasaman (pH) ................................................................
Penurunan Volume Bahan Kompos .................................................
Kapasitas Tukar Kation....................................................................
Warna Kompos ................................................................................
Hasil Analisis Kompos Setelah Panen dan Setelah Masa Penyimpanan
Pengaruh Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih Terhadap Sifat
Fisik Tanah ..........................................................................................

26
28
30
30
31
32
33
38

Bobot Isi...........................................................................................
39
Permeabilitas....................................................................................
42
Kemampuan Menahan Air (Water Holding Capacity) ....................
45
Perbandingan Metode Alhricks dan Metode pF 2,54 ......................
52
Pengaruh Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih Terhadap pH Tanah 54
Pengaruh Kompos Limbah Baglog Jamur Tiram Putih Terhadap
Pertumbuhan Bibit Markisa Kuning (Passiflora edulis var.Flavicarpa
Degner)................................................................................................

58

Penambahan Tinggi Tanaman ..........................................................
Jumlah Daun Sejati ..........................................................................
Biomassa Tanaman ..........................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

59
59
60
61

Kesimpulan .........................................................................................

61

Saran....................................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

62

LAMPIRAN ................................................................................................

67

vi

DAFTAR TABEL

Teks
Nomor

Halaman

1.

Rata-rata komposisi kimia kayu ...........................................................

4

2.

Metode analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian .................

15

3.

Hasil analisis fisik dan kimia tanah latosol Megamendung .................

24

4. Kandungan unsur hara, rasio C/N, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK)
limbah baglog jamur tiram putih .........................................................

25

5. Kandungan C-org (%), N-total, dan rasio C/N kompos dengan
perlakuan waktu pengomposan 30, 45, dan 60 hari .............................
6. Tingkat kemasaman (pH) kompos dengan

26

perlakuan waktu

pengomposan 30, 45, dan 60 hari ........................................................

30

7. Penurunan volume kompos pada perlakuan waktu pengomposan 30,
45, dan 60 hari......................................................................................

31

8. Kapasitas tukar kation kompos pada perlakuan waktu pengomposan
30, 45, dan 60 hari................................................................................

31

9. Warna kompos 30, 45, dan 60 hari pada keadaan kering udara dan
kapasitas lapang

32

10. Hasil analisis kimia dan fisik kompos pada perlakuan waktu
pengomposan 30 hari ...........................................................................

34

11. Hasil analisis kimia dan fisik kompos pada perlakuan waktu
pengomposan 45 hari ...........................................................................

35

12. Hasil analisis kimia dan fisk kompos pada perlakuan waktu
pengomposan 60 hari ...........................................................................

36

13. Pengaruh jenis dan dosis kompos serta interaksi keduanya tehadap
sifat fisik tanah .....................................................................................

38

14. Perbandingan nilai kadar air metode Alhricks dan metode pF 2,54 ....

53

15. Pengaruh jenis dan dosis kompos serta interaksi keduanya tehadap
pH tanah ...............................................................................................

55

vii

Lampiran
1.

Hasil pengamatan kandungan C-org, N-total, C/N rasio, Kadar abu,
dan bahan organik kompos pada kompos 30, 45, dan 60 hari. ............

2.

Hasil pengamatan kadar air kompos dengan perlakuan waktu
pengomposan 30, 45, dan 60 hari. .......................................................

3.

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos

71

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta
interaksi keduanya terhadap KAKL metode Alhricks (%) ..................

9.

71

serta

interaksi keduanya terhadap bobot isi standar (g/cm3) ........................
8.

70

Hasil pengamatan penurunan volume kompos pada perlakuan waktu
pengomposan 30, 45, dan 60 hari ........................................................

7.

68

Hasil pengamatan suhu kompos pada perlakuan waktu pengomposan
60 hari ..................................................................................................

6.

68

Hasil pengamatan suhu kompos pada perlakuan waktu pengomposan
45 hari ..................................................................................................

5.

67

Hasil pengamatan suhu kompos pada perlakuan waktu pengomposan
30 hari ..................................................................................................

4.

67

72

Rekapitulasisidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta
interaksi keduanya terhadap KAKL metode pF 2,54 (%) ....................

72

10. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta
interaksi keduanya terhadap permeabilitas tanah (cm3/jam)................

72

11. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta
interaksi keduanya terhadap pH tanah .................................................

72

12. Perbedaan metode Alhricks dan pF 2,54 dalam menentukan kadar air
kemampuan memegang air tanah pada keadaan kapasitas lapang .......

73

13. Analisis sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta interaksi
keduanya terhadap penambahan tinggi tanaman (cm) .........................

74

14. Analisis sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta interaksi
keduanya terhadap jumlah daun sejati .................................................

74

viii

15. Analisis sidik ragam pengaruh jenis dan dosis kompos serta interaksi
keduanya terhadap biomassa bibit markisa (gram) ..............................

75

16. Hasil pengamatan pengaruh jenis dan dosis komposlimbah baglog
jamur tiram putih terhadap sifat fisik tanah .........................................

75

17. Hasil pengamatan pengaruh jenis dan dosis kompos limbah baglog
jamur tiram putih serta interaksi keduanya terhadap penambahan
tinggi (cm) ............................................................................................

77

18. Hasil pengamatan pengaruh jenis dan dosis kompos limbah baglog
jamur tiram putih terhadap bobot biomassa tanaman (gram) ..............

78

19. Kriteria penilaian hasil analisis tanah unsur mikro DTPA Balai
Penelitian Tanah 2005 ..........................................................................

79

20. Kriteria penilaian hasil analisis tanah Balai Penelitian Tanah 2005 ....

80

21. Kriteria penilaian hasil analisis tanah unsur makro dan mikro morgan
Balai Penelitian Tanah 2005.................................................................

80

22. Kriteria penilaian hasil analisis pH tanah Balai Penelitian Tanah
2005......................................................................................................

80

23. Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004) tentang spesifikasi
kompos dari sampah organik domestik Balai Penelitian Tanah 2005..

81

DAFTAR GAMBAR

Teks
Nomor

Halaman

1.

Baglog tua (a) dan baglog terkontaminasi (b)......................................

6

2.

Hubungan antara waktu pengomposan dan suhu kompos 30 hari .......

28

3.

Hubungan antara waktu pengomposan dan suhu kompos 45 hari .......

29

4.

Hubungan antara waktu pengomposan dan suhu kompos 60 hari .......

30

5.

Hubungan antara dosis kompos 30 hari dan bobot isi (g/cm3) ............

39

3

6.

Hubungan antara dosis kompos 45 hari dan bobot isi (g/cm ) ............

40

7.

Hubungan antara dosis kompos 60 hari dan bobot isi (g/cm3) ............

41

8.

Hubungan antara dosis kompos 30 hari dan permeabilitas tanah
(cm/jam) ...............................................................................................

9.

43

Hubungan antara dosis kompos 45 hari dan permeabilitas tanah
(cm/jam) ...............................................................................................

44

10. Hubungan antara dosis kompos 60 hari dan permeabilitas tanah
(cm/jam) ...............................................................................................

45

11. Hubungan antara dosis kompos 30 hari dan KAKL metode Alhricks
(%)........................................................................................................

46

12. Hubungan antara dosis kompos 45 hari dan KAKL metode Alhricks
(%)........................................................................................................

47

13. Hubungan antara dosis kompos 60 hari dan KAKL metode Alhricks
(%)........................................................................................................

48

14. Hubungan antara dosis kompos 30 hari dan KAKL metode pF 2,54
(%)........................................................................................................

50

15. Hubungan antara dosis kompos 45 hari dan KAKL metode pF 2,54
(%)........................................................................................................

51

16. Hubungan antara dosis kompos 60 hari dan KAKL metode pF 2,54
(%)........................................................................................................
17. Hubungan antara penambahan dosis kompos 30 hari dengan pH tanah

52
56

x

18. Hubungan antara penambahan dosis kompos 45 hari dengan pH tanah

57

19. Hubungan antara penambahan dosis kompos 60 hari dengan pH tanah

58

Lampiran
1.

Desain tata letak perlakuan penelitian..................................................

82

2.

Mengumpulkan bahan kompos...............................................................

82

3.

Melembabkan bahan kompos..................................................................

83

4.

Menumpuk bahan kompos......................................................................

82

5.

Menutup kotak kompos ........................................................................

83

6.

Membalik kompos...................................................................................

82

7.

Mengukur suhu ....................................................................................

83

8.

Benih markisa hasil ekstraksi .....................................................................

83

9.

Penyemaian benih markisa ...................................................................

84

10. Umur bibit 0 MST..................................................................................

83

11. Desain tata letak penelitian ..................................................................

84

12. Umur bibit 6 MST ................................................................................

84

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring dengan tumbuhnya usaha budidaya jamur di Indonesia, maka limbah
yang dihasilkan berupa baglog atau media tanam jamur juga semakin meningkat.
Sebuah baglog memiliki berat 1,2 kg dengan masa produksi selama tiga sampai
empat bulan. PT Surya Miranti Mandiri memiliki usaha budidaya jamur dengan
kapasitas 10.000 baglog. Hal ini berarti perusahaan tersebut dapat menghasilkan
limbah baglog sekitar 12 ton dalam empat bulan (3 ton/bulan).
Selama ini sebagian besar masyarakat atau industri masih memandang limbah
tersebut sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang
dapat dimanfaatkan. Untuk menanggulangi permasalahan mengenai limbah tersebut,
maka limbah-limbah yang dihasilkan harus dikelola secara baik dengan menggunakan
teknologi yang tepat. Namun, masih banyak yang mengelola limbah dengan
pendekatan akhir yaitu dengan membuang langsung limbah ke lingkungan.
Paradigma pengelolaan limbah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah
saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan limbah.
Paradigma baru memandang limbah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai
ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun
untuk bahan baku industri.
Pengelolaan

limbah

seharusnya

dilakukan

dengan

pendekatan

yang

komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi
menjadi limbah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga
menjadi limbah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Baglog jamur merupakan salah satu limbah yang berpotensi menimbulkan
permasalahan lingkungan di sekitar kita. Salah satu cara memanfaatkan limbah ini
adalah dengan cara mengomposkannya dan dijadikan sebagai pupuk organik yang
dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman.

2

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.

Mempelajari pengaruh waktu pengomposan terhadap kualitas kompos yang
dihasilkan.

2.

Mempelajari pengaruh waktu pengomposan dan dosis kompos terhadap sifat fisik
tanah serta pertumbuhan bibit markisa kuning.

Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya manfaat kompos berbahan dasar limbah baglog jamur
terhadap sifat fisik tanah dan pembibitan tanaman markisa, maka diharapkan hal
tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan petani jamur
pada khususnya, serta lingkungan. Manfaat yang dapat diperoleh masyarakat pada
umumnya dan petani jamur pada khususnya, yaitu diperolehnya informasi mengenai
pemanfaatan limbah ini yang dapat dilakukan secara mandiri serta mendapatkan
alternatif pemanfaatan limbah baglog jamur. Manfaat bagi lingkungan, dengan
dimanfaatkannya limbah hasil usaha budidaya jamur berupa baglog, maka
pencemaran lingkungan akibat limbah ini dapat diatasi sehingga tercipta lingkungan
yang bersih dan indah.

Hipotesis Penelitian
1.

Semakin lama waktu pengomposan maka kualitas kompos yang dihasilkan akan
semakin baik.

2.

Semakin lama waktu pengomposan dan semakin banyak dosis yang diberikan
pada tanah maka sifat fisik tanah dan pertumbuhan bibit markisa kuning akan
semakin baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Jamur Tiram Putih
Jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yang
menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur yang merugikan antara lain karena
bersifat patogen yaitu dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan maupun
tumbuhan. Diantara jamur yang menguntungkan manusia misalnya : penicillium yang
menghasilkan antibiotik penisilin, jamur-jamur yang berperan dalam proses
fermentasi makanan seperti kecap, tempe, tape, tauco dan lain-lain. Bahkan banyak
jenis jamur yang dapat dikonsumsi (dimakan) antara lain jamur kuping, jamur tiram,
jamur shiitake, jamur agaricus (campignon) dan jamur merang.
Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang sekarang telah
banyak dibudidayakan orang. Media tanam atau substratnya yang sudah umum
digunakan adalah gergajian kayu alba (sengon), tetapi sembarang gergajian kayu
sebetulnya dapat digunakan, tentunya kayu yang tidak beracun, kemudian di campur
dengan bahan-bahan yang lain dengan perbandingan tertentu (Anonima, 2011).

Media Tanam Jamur
Limbah industri penggergajian kayu dengan potensi 7,8 juta m3 per tahun
belum banyak dimanfaatkan (Roliadi dan Pasaribu, 2011). Limbah serbuk gergaji
dapat dimafaatkan menjadi berbagai olahan limbah yang sangat bermanfaat. Serbuk
kayu yang dihasilkan dari limbah penggergajian kayu dapat dimanfaatkan menjadi
briket arang, arang aktif, komposit kayu plastik (Setyawati, 2003), pot organik
sebagai pengganti polybag (Cahyono, 2000), sebagai media tanam jamur (Sariyono,
2000) dan bentuk-bentuk lainnya, misalnya untuk energi, kompos, pupuk ataupun
untuk bahan baku industri.
Susunan kimia serbuk gergaji berbeda menurut jenis kayunya, berikut ini
merupakan rata-rata komposisi kimia kayu :

4

Tabel 1. Rata-rata komposisi kimia kayu
Komponen
Karbon (C)
Hidrogen (H)
Oksigen (O)
Nitrogen (N)
Sulfur (S)

Kandungan (% berat kering)
45-50
6,0-6,5
38-42
0,1-0,5
0,05

Sumber : Anonimb (2011)

Penyakit dan hama sering timbul pada baglog (media tanam jamur) dan jamur
karena kurangnya ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan penanganan
produksi, salah satunya proses pemeliharaan. Hal tersebut menimbulkan pekerjaan
baru karena penyakit dan hama yang menyerang harus segera ditangani. Hama dan
penyakit seperti spora jamur pengkontaminasi, bakteri pengganggu, ataupun virus
dapat menyebar dengan mudah melalui aliran udara. Bahkan hama serangga dapat
menyebar dengan cara terbang melawan aliran udara. Demikian pula dengan air,
tanah, manusia, dan bibit dapat membawa sumber penyakit yang sama seperti udara.
Penyakit pada jamur tiram biasanya disebabkan oleh fungi, kapang, bakteri
ataupun virus. Jamur tiram atau baglog yang terserang penyakit biasanya ditandai
dengan timbulnya noda-noda berwarna, berlendir, atau kerusakan fisik tubuh buah
jamur tiram sehingga tidak dapat dipanen. Secara umum, timbulnya penyakit pada
jamur ini disebabkan karena kurang sterilnya proses produksi mulai dari pembibitan
hingga inkubasi.
Beberapa jenis penyakit yang umum terdapat pada jamur tiram diantaranya :
1. Trichoderma spp.
Trichoderma dapat menyebar melalui udara atau terbawa oleh pekerja. Ciriciri kontaminasi yang disebabkan oleh jamur ini adalah timbulnya bintik-bintik atau
noda hijau pada media baglog jamur tiram sehingga pertumbuhan miselium jamur
tiram menjadi terhambat. Trichoderma biasanya banyak terdapat pada media log
jamur yang telah mati atau pada permukaan tanah. Cara mengatasi masalah ini adalah
dengan segera membuang media log jamur tiram yang telah terkontaminasi,

5

sedangkan pencegahannya dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi/desinfektasi
tenaga kerja dan peralatan yang digunakan untuk perawatan kumbung.
2. Mucor spp.
Kontaminasi Mucor ditandai dengan timbulnya noda hitam pada permukaan
media baglog. Kontaminasi ini menyebabkan adanya persaingan pertumbuhan Mucor
dengan miselium jamur tiram. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi
jumlah susunan baglog jamur dan mengatur atau menurunkan suhu ruangan dengan
membuka dan mengatur sirkulasi udara.
3. Neurospora spp.
Neurospora dapat menghambat pertumbuhan miselium dan tubuh buah.
Neurospora menimbulkan tepung “orange” pada permukaan kapas penyumbat
baglog. Pencegahan dilakukan dengan melakukan sterilisasi media baglog dengan
sempurna dan mengurangi jumlah susunan baglog jamur tiram.
4. Penicillium spp.
Kontaminasi Penicillium ditandai dengan tumbuhnya miselium berwarna
coklat atau merah tua. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan
ruang inkubasi, sedangkan untuk mengatasi agar serangan Penicillium tidak
menyebar adalah dengan membuang media baglog yang terkontaminasi (Sritopo,
1999).
Limbah Baglog
Baglog merupakan istilah lain dari media tanam jamur. Terdapat dua macam
baglog yang berpotensi menjadi limbah bagi lingkungan, yaitu baglog tua dan baglog
terkontaminasi. Baglog tua berasal dari baglog yang sudah tidak produktif lagi atau
sudah tidak menghasilkan jamur. Baglog tua biasanya baglog yang telah berumur
lebih dari tiga bulan. Baglog terkontaminasi disebabkan karena sebelum baglog
ditumbuhi jamur, baglog mengalami masa inkubasi, yaitu masa penumbuhan
mycellium hingga baglog full grown. Pada masa inkubasi terdapat baglog yang
terkontaminasi atau gagal tumbuh. Baglog yang terkontaminasi dikeluarkan dari
bedeng dan menjadi limbah (Maonah, 2010).

6

a

b

Gambar 1. Baglog tua (a) dan baglog terkontaminasi (b)

Pengomposan
Kompos
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikrob pengurai (Novizan, 2007). Pengomposan didefinisikan sebagai
proses biokimiawi yang melibatkan mikrob sebagai agnesia (perantara) yang
merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus. Hasil
perombakan tersebut disebut kompos. Kompos memiliki keunggulan-keunggulan lain
yang tidak dapat digantikan oleh pupuk kimiawi, yaitu kompos mampu:
a. Mengurangi kepadatan tanah, sehingga memudahkan perkembangan akar dan
kemampuannya dalam penyerapan hara.
b. Meningkatkan kemampuan tanah dalam mengikat air, sehingga tanah dapat
menyimpan air lebih lama dan mencegah terjadinya kekeringan pada tanah.
c. Menahan erosi tanah, sehingga mengurangi pencucian hara.
d. Menciptakan kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan jasad penghuni tanah
seperti cacing dan mikrob tanah yang sangat berguna bagi kesuburan tanah
(Aminah, Soedarsono, dan Sastro, 2003).

Bahan Baku Kompos
Bahan dasar pupuk organik, baik dalam bentuk kompos maupun pupuk
kandang dapat berasal dari limbah pertanian, seperti: jerami dan sekam padi, kulit

7

kacang tanah, ampas tebu, belotong, batang jagung, dan bahan hijauan lainnya;
sedangkan kotoran ternak yang banyak dimanfaatkan adalah kotoran sapi, kerbau,
kambing, ayam, dan itik. Dengan berkembangnya permukiman, perkotaan, dan
industri, maka bahan dasar kompos semakin beraneka ragam. Bahan yang banyak
dimanfaatkan diantaranya adalah limbah cair, sampah kota dan sampah permukiman
(Sutantoa, 2002).
Limbah media tanam jamur (baglog) yang dihasilkan dari industri budidaya
jamur dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan kompos. Pemanfaatan
limbah baglog jamur tiram diantaranya untuk didaurulang lagi sebagai media baglog,
dibuat pupuk kompos, dan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses steamer
baglog (Anonima, 2010).

Karakteristik Kompos
Rasio C/N. Setiap bahan organik mengandung unsur C (karbon) dan N
(nitrogen) dengan perbandingan (komposisi) yang berbeda-beda antara bahan yang
satu dengan yang lainnya. Perbandingan unsur C dan N dalam suatu bahan
dinyatakan dengan rasio C/N. Kompos matang biasanya dilihat dari hasil uji rasio
C/N (Isroia, 2008). Suatu bahan yang mengandung unsur C tinggi maka nilai C/N
rasionya akan tinggi, sebaliknya bahan yang mengandung unsur N yang tinggi nilai
C/N rasionya akan rendah. Nilai rasio C/N tersebut akan berpengaruh terhadap proses
pengomposan. Semakin tinggi rasio C/N suatu bahan maka semakin lambat untuk
diubah menjadi kompos; sebaliknya bahan dengan rasio C/N rendah akan
mempercepat proses pengomposan, tetapi apabila nilai rasio C/N terlalu rendah maka
proses pengomposan akan menghasilkan produk sampingan yaitu gas amoniak yang
berbau busuk.
Idealnya bahan-bahan yang akan dikomposkan bernilai rasio C/N 30:1. Pada
nilai tersebut diperlukan lebih kurang satu bulan untuk mengubah bahan menjadi
kompos. Namun demikian, di alam tidaklah begitu mudah memperoleh bahan yang
memiliki rasio C/N 30:1. Untuk memperoleh bahan-bahan dengan rasio C/N
mendekati angka tersebut, disarankan mencampur beberapa bahan. Bahan-bahan

8

yang mengandung C tinggi dicampur dengan bahan-bahan yang mengandung N
tinggi sehingga diperoleh campuran bahan yang nilai C/N rasionya mendekati 30:1.
Dengan demikian diharapkan proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat.
Sebagai contoh, untuk mempercepat pengomposan dedaunan dapat ditambahkan
kotoran hewan atau pupuk urea ke dalam campuran (Aminah et al., 2003).
Bahan kompos, seperti sekam, jerami padi, batang jagung, dan serbuk gergaji,
memiliki C/N rasio antara 50-100. Daun segar memiliki rasio C/N sekitar 10-20.
Proses pembuatan kompos akan menurunkan rasio C/N hingga menjadi 12-15.
Tahapan proses pembuatan kompos sebagai berikut:
Kondisi kelembaban dan bahan dasar kompos menentukan rasio C/N dan nilai
pupuk kompos. Hasil akhir pupuk kompos harus mengandung antara 30-60% bahan
organik. Pengujian kimiawi termasuk pengukuran C, N dan rasio C/N merupakan
indikator kematangan kompos. Apabila rasio C/N kompos 20 atau lebih kecil berarti
kompos tersebut siap digunakan. Akan tetapi, rasio C/N bahan kompos yang baik
dapat berkisar antara 5 dan 20 (Sutantob, 2002). Jika rasio C/N telah mencapai angka
12-20 berarti unsur hara yang terikat pada humus telah dilepaskan melalui proses
mineralisasi sehingga dapat digunakan oleh tanaman (Novizan, 2007).
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
rasio C/N bahan tersebut tidak sesuai dengan rasio C/N tanah. Penggunaan bahan
organik segar (belum mengalami proses dekomposisi) dengan nilai C/N>25 yang
dicampur/dibenam di dalam tanah akan mengalami proses penguraian secara aerob
(pemberian bahan organik di lahan kering) atau anaerob (pemberian bahan organik di
lahan sawah) lebih dahulu. Hal ini menyebabkan ketersediaan N, P, dan K tanah
menurun, karena diserap dan digunakan oleh mikroba dekomposer untuk aktivitas
peruraian bahan organik. Akibatnya terjadi persaingan antara tanaman dengan mikrob
dekomposer dalam pengambilan unsur N, P, dan K. Selain terjadi persaingan dalam
pengambilan hara, proses peruraian aerob juga menghasilkan energi/suhu sehingga
suhu tanah meningkat. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan tanaman kekurangan
hara (pertumbuhan tanaman terhambat) atau bahkan tanaman mati, oleh karena itu
penggunaan bahan organik yang mempunyai kadar C tinggi tetapi kadar N, P, dan K

9

rendah, sebaiknya sebelum digunakan diproses lebih dahulu sampai bahan organik
tersebut menjadi kompos. Pada bahan organik yang telah terdekomposisi (menjadi
kompos) telah terjadi proses mineralisasi unsur hara dan terbentuk humus yang
sangat bermanfaat bagi kesuburan dan kesehatan tanah (Sutantoa, 2002).
Ukuran Bahan yang Dikomposkan. Semakin kecil ukuran bahan organik
yang dikomposkan maka proses pengomposan akan berlangsung lebih cepat, sebab
semakin kecil ukuran bahan maka semakin luas pula permukaan yang dapat dirombak
oleh mikroba pengurai. Oleh sebab itu, untuk menyiasati agar proses pengomposan
berlangsung lebih cepat maka sebaiknya bahan dicacah menjadi potongan-potongan
kecil.
Aerasi. Proses pengomposan dapat berlangsung dalam suasana aerob dan
anaerob. Dalam aktivitasnya merombak bahan organik pada suasana aerob, mikrob
aerobik memerlukan oksigen, sedangkan mikrob anaerobik tidak memerlukan
oksigen. Proses pengomposan yang berlangsung tanpa oksigen (anaerob), biasanya
akan menimbulkan bau busuk yang disebabkan terlepasnya gas-gas seperti amonia.
Selain itu waktunya pun lebih lama.
Untuk memberikan cukup aerasi dalam proses pengomposan dapat dilakukan
dengan cara menyediakan celah-celah kosong di bagian bawah tumpukan bahan
untuk memudahkan sirkulasi udara. Cara lainnya adalah dengan membalik tumpukan
secara berkala, setiap seminggu sekali sampai kompos terbentuk.
Kelembaban. Keadaan lingkungan yang lembab sangat diperlukan dalam
aktivitas mikrob pengurai, sehingga mengatur kelembaban perlu dilakukan dalam
pembuatan kompos. Bahan yang kering akan menghentikan aktivitas mikrob yang
akan menghambat proses dekomposisi. Bahan yang terlalu basah akan menghambat
aerasi yang pada akhirnya juga akan menghambat proses penguraian oleh mikrob.
Kelembaban optimal yang disarankan adalah 40-60%. Jika bahan terlalu kering, air
perlu ditambahkan, tetapi jika ternyata bahan-bahan yang dikompos banyak

10

mengandung air, maka perlu diupayakan drainase yaitu dengan cara menempatkan
bahan pada dasar yang miring.
Karena mikrob hanya dapat menyerap hara tanaman dalam bentuk larutan,
maka kelembaban yang sesuai diperlukan selama proses dekomposisi berlangsung.
Kelembaban paling sedikit 25-30% berat kering bahan. Di bawah kadar air 20%,
proses dekomposisi praktis berhenti.
Kandungan air limbah organik bervariasi antara 30 dan 75%. Makin banyak
yang didekomposisi maka bahan menjadi padat. Ruang pori diisi air dan penghawaan
menjadi menurun sehingga terjadi kekahatan oksigen. Kandungan air yang optimum
paling sedikit 50-60%. Jumlah air maksimum yang diperbolehkan tergantung pada air
yang dikandung bahan dasar dan besarnya air yang dapat diserap tanpa menyebabkan
terjadinya perubahan struktur. Di wilayah tropika dan sub tropika perhatian yang
lebih besar harus diberikan untuk meningkatkan kandungan air secara optimal selama
proses dekomposisi berlangsung.
Dalam kondisi yang lembab, maka kelembaban meningkat sangat tinggi
karena aliran air rembesan, proses kondensasi dan genangan yang terjadi akibat
lapisan tanah yang mampat dan bersifat impermeabel di bawah timbunan kompos.
Kondisi anaerob ditunjukkan terjadinya proses peruraian yang menimbulkan bau.
Komposisi substratum mempengaruhi kandungan air timbunan kompos.
Penambahan bahan yang kasar dan kering dalam jumlah banyak dan disertai
pembalikan kompos selama proses dekomposisi berlangsung akan memperbaiki
pertukaran gas dan menekan kandungan air. Apabila fraksi tertentu harus dikeringkan
di bawah terik matahari, cara ini akan menyebakan kehilangan hara tertentu.
(Sutantoa, 2002).
Suhu. Proses dekomposisi bahan organik menghasilkan panas sebagai akibat
dari terjadinya metabolisme pada mikrob pengurai. Pada awal pengomposan suhu
tumpukan bahan akan berada pada kisaran 320C dan akan terus naik sampai 600C
bahkan 780C. Tinggi rendahnya suhu tergantung dari bahan yang dikomposkan.
Bahan dengan rasio C/N tinggi akan sulit mencapai suhu tinggi, sebaliknya bahanbahan dengan rasio C/N rendah akan cepat mencapai suhu tinggi. Semakin tinggi

11

suhu yang bisa dicapai akan semakin cepat pula proses pengomposan.
Kecenderungan tersebut digunakan untuk menyiasati agar proses pengomposan dapat
berlangsung lebih cepat yaitu dengan cara menutup bahan yang dikomposkan dengan
terpal sehingga panas yang dihasilkan tidak keluar tetapi bertahan di dalam. Dalam
suhu yang stabil mikrob pengurai akan bekerja dengan lebih cepat. Pengomposan
akan berlangsung efisien jika dapat mencapai suhu sekurang-kurangnya 600C.
Proses pembuatan kompos dapat berlangsung dari enam bulan sampai dua
tahun, namun dengan melakukan pengelolaan terhadap lima faktor tersebut di atas,
kompos dapat disiapkan dalam satu bulan, bahkan dua minggu untuk kompos dari
bahan sampah pasar. Ciri-ciri keberhasilan pembuatan kompos adalah selama proses
pengomposan tidak menimbulkan bau busuk dan kompos yang dihasilkan berwarna
cokelat kehitaman seperti warna tanah (humus) yang lembab (Aminah et al., 2003)

Sifat Fisik Tanah
Bobot Isi Tanah
Bobot is tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling sering
ditentukan, karena keterkaitannya yang erat dengan kemudahan penetrasi akar di
dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta sifat fisik tanah lainnya. Seperti sifat
tanah yang lainnya, bobot isi mempunyai variabilitas spasial (ruang) dan temporal
(waktu). Nilai bobot isi bervariasi antara satu tanah dengan tanah yang lain
disebabkan oleh variasi kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman
perakaran, struktur tanah, jenis fauna, dan lain-lain. Nilai bobot isi sangat dipengaruhi
oleh pengelolaan yang dilakukan terhadap tanah. Nilai bobot isi terendah biasanya
didapatkan di permukaan tanah sesudah pengolahan tanah.
Pada tanah yang mudah mengembang dan mengkerut, bobot isi berubah-ubah
seiring berubahnya kadar air tanah. Oleh sebab itu, untuk tanah yang mengembang
dan mengkerut, nilai bobot isi perlu disertai dengan data kadar air. Tanah dengan
bahan organik yang tinggi mempunyai bobot isi yang relatif rendah. Tanah dengan
ruang pori total tinggi, seperti tanah liat, cenderung mempunyai bobot isi lebih

12

rendah. Sebaliknya, tanah dengan tekstur kasar, walaupun ukuran porinya lebih besar,
namun total ruang porinya lebih kecil, mempunyai bobot isi yang lebih tinggi.
Komposisi mineral tanah, seperti dominannya mineral dengan berat jenis partikel
tinggi di dalam tanah, menyebabkan bobot isi tanah menjadi lebih tinggi pula
(Grossman dan Reinsch, 2002 dalam Kurnia, Agus, Adimihardja, dan Dariah, 2006).
Permeabilitas
Pergerakan air di dalam tanah merupakan aspek penting dalam hubungannya
dengan bidang pertanian. Beberapa proses penting, seperti masuknya air ke dalam
tanah, pergerakan air ke zona perakaran, keluarnya air lebih (excess eater) atau
drainase, aliran permukaan dan evaporasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanah
untuk melewatkan air (Kurnia et al., 2006). Parameter atau ukuran yang dapat
menggambarkan kemampuan tanah dalam melewatkan air disebut sebagai
konduktivitas hidrolik (hydraulic conductivity) (Klute dan Dirksen, 1986 dalam
Kurnia et al., 2006). Secara kuantitatif permeabilitas tanah diartikan sebagai
kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh.
Dalam hal ini sebagai cairan adalah air, dan sebagai media berpori adalah tanah.
Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity)
Tidak semua tanah mempunyai kemampuan memegang air yang sama.
Kemampuan memegang air setiap jenis tanah ditentukan oleh agregasi tanah, yang
sangat tergantung pada tekstur dan kandungan bahan organik dalam tanah. Untuk
tanah-tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai kemampuan memegang air yang
lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur halus (liat). Demikian juga,
untuk tanah-tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, kemampuan
memegang airnya lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang mempunyai
kandungan bahan organik tinggi. Agar tanah tetap mempunyai kemampuan
memegang air yang tinggi diperlukan suatu bahan yang dapat meningkatkan agregasi
tanah, yang berfungsi sebagai comenting agent, yang disebut bahan pembenah tanah
atau soil conditioner. Soil conditioner dapat berupa bahan kimia (buatan) seperti PVA

13

(poly vinyl acid) atau yang bersifat alami yang berupa bahan organik seperti pupuk
kandang atau kompos (Kurnia et al., 2006).

Karakteristik Tanaman Markisa
Markisa tergolong ke dalam tanaman genus Passiflora sp., berasal dari daerah
tropis dan sub tropis di Amerika. Di Indonesia terdapat dua jenis markisa, yaitu
markisa ungu (Passiflora edulis Sims) yang tumbuh di dataran tinggi, dan markisa
kuning (Passiflora edulis var. Flavicarpa Degner) yang tumbuh di dataran rendah.
Sementara itu, ada pula varian markisa yang tumbuh di daerah Sumatera Barat yang
disebut sebagai markisa manis (Passiflora edulis forma flavicarpa) (Anonimb, 2010).
Tanaman markisa biasanya tumbuh dari biji. Untuk memperoleh bibit yang
baik dari biji, diperlukan buah yang matang di pohon dengan ciri-ciri kulit buah
berwarna keungu-unguan atau kira-kira 75 % ungu (jenis Passiflora edulis Sims),
berwarna kekuning-kuningan atau kira-kira 60 % kuning untuk jenis Passiflora edulis
var. Flavicarva Degner. Buah tersebut dipetik langsung dari pohon kemudian
disimpan selama satu atau dua minggu sampai buah berkeriput dan matang sempurna
sebelum bijinya dikeluarkan. Bila biji segera disemaikan, maka akan berkecambah
Selama 2-3 minggu. Bila lendir yang melekat pada biji dibersihkan dan disimpan
akan menurunkan daya kecambah (Anonimc, 2010).
Jenis markisa yang umum ada dikembangkan di Indonesia ada tiga, yaitu
markisa ungu, markisa kuning serta markisa manis. Ketiga jenis markisa ini hidup di
dataran yang berbeda, markisa ungu biasanya tumbuh di daerah dataran tinggi,
markisa kuning tumbuh di dataran rendah sementara markisa manis khusus tumbuh di
daerah Sumatra Barat. Budidaya markisa tidak susah namun karena markisa
merupakan jenis tanaman subtropis sehingga untuk hasil maksimal disarankan untuk
ditanam pada daerah dengan ketinggian 800-1500 meter diatas permukaan laut
dengan suhu sekitar 20-30 derajat celcius. Kemudahan lainnya karena markisa tidak
bermasalah dengan jenis tanah apapun asalkan unsur hara serta bahan organiknya
cukup. Satu hal lagi, seperti halnya tumbuhan yang lain, markisa akan tumbuh
dengan baik dengan mendapatkan air yang cukup (Anonimc, 2011).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan, yaitu: 1.) pembuatan
kompos, 2.) uji kualitas kompos, dan 3.) uji kompos pada sifat fisik tanah serta
pertumbuhan bibit markisa. Pembuatan kompos dilaksanakan di PT. Surya Miranti
Mandiri yang beralamat di Desa Sukaresmi, Kampung Munjul, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sementara itu, uji kualitas kompos
dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan, sedangkan uji kompos terhadap
sifat fisik tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah,
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Uji kompos pada tanaman markisa dilaksanakan di Rumah Kaca
Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Penelitian
ini berlangsung mulai tanggal 28 Januari 2011 sampai dengan 23 Agustus 2011.

Alat dan Bahan
Alat
Peralatan yang digunakan di lapangan untuk membuat kompos diantaranya
adalah bambu, paku, dan palu untuk membuat kotak kompos, cangkul, ember,
termometer, plastik hitam sebagai penutup kotak kompos, karung, serta papan.
Sementara itu, peralatan yang digunakan untuk pembibitan markisa diantaranya
adalah tray (bak penyemaian), gelas piala 50 ml, dan polybag. Detail perlatan yang
digunakan dalam penelitian ini tersaji pada Tabel 2.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengomposan adalah limbah
baglog

jamur tiram yang terkontaminasi, pupuk kandang, air, urea, SP-18, dan

larutan gula. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembibitan markisa diantaranya
adalah bibit mar

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

Pemanfaatan Pektin Yang Dimodifikasi Dari Kulit Markisa Kuning (Passiflora edulis flavicarpa) Untuk Menyerap Logam Pb(II)

4 75 90

Sifat fisik dan daya simpan buah markisa kuning (Passiflora flavicarpa) yang dilapisi kitosan

5 21 165

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

0 3 14

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleorotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Batang Dan Tongkol Jagung.

1 3 14

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Pertanian Jerami Padi Dan Batang Jagung.

0 1 15

PERTUMBUHAN dan PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA DENGAN PENAMBAHAN Pertumbuhan Dan Produktivitas Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Dengan Penambahan Limbah Pertanian Jerami Padi Dan Batang Jagung.

0 1 14

ISOLASI BAKTERI ASAM LAKTAT DARI FERMENTASI BUAH MARKISA KUNING (Passiflora edulis var. flavicarpa) DAN PENENTUAN AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA.

0 2 6

Sintesis karboksimetil selulosa dari sisa baglog jamur tiram (Pleurotus ostreatus)

0 1 11

PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus Ostreatus) HASIL BIAKAN DARI LIMBAH AGROINDUSTRI

0 0 8