Pemanfaatan Pektin Yang Dimodifikasi Dari Kulit Markisa Kuning (Passiflora edulis flavicarpa) Untuk Menyerap Logam Pb(II)

(1)

PEMANFAATAN PEKTIN YANG DIMODIFIKASI

DARI KULIT MARKISA KUNING (Passiflora edulis

flavicarpa) UNTUK MENYERAP LOGAM Pb(II)

SKRIPSI

Oleh

YUSRO ALHUSNA

100405005

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2015


(2)

PEMANFAATAN PEKTIN YANG DIMODIFIKASI

DARI KULIT MARKISA KUNING (Passiflora edulis

flavicarpa) UNTUK MENYERAP LOGAM Pb(II)

SKRIPSI

Oleh

YUSRO ALHUSNA

100405005

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SEPTEMBER 2015


(3)

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PEMANFAATAN PEKTIN YANG DIMODIFIKASI DARI KULIT MARKISA KUNING (Passiflora edulis flavicarpa) UNTUK MENYERAP LOGAM Pb(II)

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, September 2015

Yusro Alhusna NIM 100405005


(4)

(5)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi

dengan judul “Pemanfaatan Pektin Yang Dimodifikasi Dari Kulit Markisa Kuning

(Passiflora edulis flavicarpa) Untuk Menyerap Logam Pb(II)”, berdasarkan hasil

penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada dunia industri tentang pembuatan biosorben dari limbah kulit buah markisa untuk menyerap limbah logam Pb.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi, MS dan Bapak Dr. Eng. Rondang Tambun,

ST, MT, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, MT., selaku ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Renita Manurung, MT., selaku koordinator penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2015 Penulis


(6)

iv

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini untuk kedua orang tua penulis, Alm. Drs. Khairil Anwar, M.AP dan Hj. Ir. Nurmita Permata Farma, Atuk H. Fakhruddin, BA dan Nenek Hj. Rosma, Atuk H. Muhammad Aminuddin dan Nenek Hj. Usmah Rais, serta seluruh keluarga besar H. Fakhruddin dan H. Muhammad Aminuddin yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.


(7)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Yusro Alhusna NIM: 100405005

Tempat/Tanggal Lahir: Bangkinang / 25 Maret 1993 Nama Orang Tua: Hj. Ir. Nurmita Permata Farma Alamat Orang Tua: Kec. Bangkinang, Kab. Kampar, Riau

Asal Sekolah

TK ABA Melati Medan tahun 1997 – 1998 SD Muhammadiyah 30 Medan tahun 1998 – 2004 SMP Negeri 1 Bangkinang tahun 2004 – 2007 SMA Negeri 1 Bangkinang tahun 2007 – 2010 Pengalaman Organisasi / Kerja

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2010 – 2011 sebagai Anggota PA Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2011 – 2012 sebagai Anggota PA Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2012 – 2013 sebagai Wakil Bendahara Umum

Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Kampar Sumatera Utara (IPMK-SU) periode 2012 – 2013 sebagai Sekretaris Umum

Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) periode 2013 – 2014 sebagai Sekretaris Bidang HUMAS

Kerja Praktek di PT. Ciliandra Perkasa, First Resources Group Kebun Sei Batang Ulak


(8)

vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi biosorben dari pektin yang dimodifikasi pada proses biosorpsi logam Pb(II) dengan massa, ukuran partikel, dan waktu kontak yang paling baik. Bahan-bahan yang digunakan antara lain timbal (II) sulfat, kulit markisa kuning, asam klorida, etanol 96%, natrium hidroksida, aseton,

dan aquadest. Variabel-variabel yang diamati antara lain waktu kontak dengan pektin

non-modifikasi dan pektin modifikasi, serta bobot dan ukuran partikel pada pektin modifikasi pada proses biosorpsi logam Pb(II). Ekstraksi kulit markisa kuning dilakukan dengan HCl 0,5 N dan aquadest dengan perbandingan 1:15 (w/v) pada pH 2 dan suhu 60 – 70oC selama 2 jam. Pektin diendapkan dengan alkohol 96 %. Setelah itu dilanjutkan dengan pencucian pektin dengan alkohol asam, alkohol 70% dan terakhir alkohol 96%. Setelah itu pektin dikeringkan dalam oven 40oC selama 24 jam. Proses modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan NaOH 3 N, HCl 3 N dan pengendapan dengan alkohol 96%. Lalu dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 25oC selama 8 jam dan diayak menggunakan ayakan 60 dan 100 mesh. Hasil analisa gugus fungsi dengan menggunakan spektrofotometri FTIR menunjukkan adsorben mempunyai gugus karboksil yang dapat menyerap logam. Pektin tanpa modifikasi dan dengan modifikasi di kontakkan dengan larutan tunggal dengan cara mengontakkan 1 gr pektin dengan 50 ml larutan tunggal Pb(II) dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu kontak selama 30, 60, 90 dan 120 menit. Waktu kontak terbaik digunakan sebagai acuan waktu pada variabel bobot 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 gram. Waktu kontak terbaik dan bobot terbaik digunakan sebagai acuan untuk variasi ukuran partikel 60 dan 100 mesh. Waktu kontak terbaik pada biosorpsi logam Pb(II) pada pektin tanpa modifikasi adalah 120 menit (99,52%) dan dengan modifikasi adalah 90 menit (99.92%), bobot terbaik adalah 1 gram (99.92%) dan ukuran terbaik adalah 100 mesh (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pektin dari kulit markisa kuning yang dimodifikasi sebagai biosorben sangat efektif dalam menurunkan konsentrasi Pb(II).

Kata kunci: biosorben, kulit markisa kuning, pektin modifikasi, efisiensi penyerapan, logam Pb(II).


(9)

vii

ABSTRACT

The purpose of this research is to study efficiency of biosorbent from modified pectin at biosorption of Pb(II) by the best parameter of biosorbent weight, particle size, and contact time. Materials that use in this research are lead (II) sulfide, yellow passion fruit peel, hydrocholric acid, 95% ethanol, sodium hydroxide, acetone, and aquadest. Observed variables are contact time of non-modified pectin and modified pectin, biosorbent weight and particle size of modified pectin at biosorption of Pb(II). Yellow passion fruit rind was extracted with HCl 0,5 N and water with solid-liquid ratio 1 : 15 at pH 2 and temperature 60-70oC for 2 hours. Pectin was precipitated using 96% alcohol. Then pectin was washed with acidified alcohol, 70% alcohol, and last 96% alcohol. Pectin was dried in oven at 40oC for 24 hours. Modified pectin was done with NaOH 3N, HCl 3N and precipitated with 96% alcohol. Then pectin was dried in vacuum oven at 25oC for 8 hours and sieved at 60 and 100 mesh. The result of FTIR analysis indicate that pectin has a carboxyl group to absorb metal. Non-modified pectin and Non-modified pectin were compared with single solution by means 1 gr pectin was compared with 50 ml of Pb(II) single solution and stirred using magnetic stirrer 200 rpm for contact time 30, 60, 90, and 120 minutes. The optimum condition of contact time is used as reference on variable of weight 0,25; 0,5; 0,75; and 1 gram. The optimum condition of contact time and weight is used as reference on variable of particle size 60 and 100 mesh. The optimum condition for non-modified pectin as biosorbent of Pb(II) is at 120 minutes (99,52%) and non-modified pectin is at 90 minutes (99,92%), optimum weight condition for modified pectin is at 1 gram (99,92%) and optimum particle size condition is at 100 mesh (100%). The result show that modified pectin from passion fruit peel pectin as biosorbent is effective to decrease concentration of Pb(II).

Keywords: biosorbent, yellow passion fruit peel, modified pectin, biosorption efficiency, Pb(II) metal


(10)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 MARKISA KUNING (Passiflora edulis flavicarpa) 5

2.2 PEKTIN 6

2.3 EKSTRAKSI PEKTIN 8

2.4 BIOSORPSI 9

2.5 LOGAM BERAT 10

2.5.1 Timbal (Pb) 10

2.6 ISOTERM ADSORPSI 11

2.6.1 Isoterm Freundlich 12


(11)

ix

2.7 ANALISA EKONOMI 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 16

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 16

3.2.1 Bahan Penelitian 16

3.2.2 Peralatan Penelitian 16

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 17

3.3.1 Persiapan Analisis dan Kimia 17

3.3.2 Ekstraksi Pektin 17

3.3.3 Modifikasi Pektin 18

3.3.4 Penentuan Waktu Optimum 18

3.3.5 Pengaruh Bobot Biosorben 19

3.3.6 Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben 19 3.3.7 Analisa Isoterm Adsorpsi Freundlich dan Langmuir 20 3.3.8 Analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red) 20 3.3.9 Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin 20

3.4 FLOWCHART PENELITIAN 22

3.4.1 Persiapan Analisis dan Kimia 22 3.4.2 Flowchart Ekstraksi Pektin 23 3.4.3 Flowchart Modifikasi Pektin 24 3.4.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum 25 3.4.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben 26 3.4.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben 27 3.4.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich 28 3.4.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 30

4.1 EKSTRAKSI PEKTIN 30

4.2 MODIFIKASI PEKTIN 31

4.3 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM 32

4.4 PENGARUH BOBOT BIOSORBEN 34

4.5 PENGARUH UKURAN BIOSORBEN 35


(12)

x

4.7 ANALISA FTIR 39

4.8 ANALISA PENENTUAN DERAJAT ESTERIFIKASI

PEKTIN MODIFIKASI DAN NONMODIFIKASI 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44

5.1 KESIMPULAN 44

5.2 SARAN 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 1 52

LAMPIRAN 2 57


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Buah Markisa 6

Gambar 2.2 Rantai Molekul Pektin 7

Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Analisis dan Kimia 22 Gambar 3.2 Flowchart Ekstraksi Pektin 23 Gambar 3.3 Flowchart Modifikasi Pektin 24 Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum 25 Gambar 3.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben 26 Gambar 3.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben 27 Gambar 3.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich 28 Gambar 3.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin 29 Gambar 4.1 Hasil Ekstraksi Pektin Kulit Buah Markisa 30 Gambar 4.2 Hasil Modifikasi Pektin Kulit Buah Markisa 31 Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Optimum Biosorpsi Pb(II) Terhadap

Persentase Penyerapan 33

Gambar 4.4 Pengaruh Bobot Biosorben Terhadap Persentase

Penyerapan Pb(II) 34

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Biosorben Terhadap Persentase

Penyerapan Pb(II) 35

Gambar 4.6 Pola Isoterm Adsorpsi Pektin Kulit Buah Markisa

Terhadap Ion Logam Pb(II) 36

Gambar 4.7 Kurva Isoterm Langmuir Pektin Kulit Buah Markisa

Terhadap Ion Logam Pb(II) 38

Gambar 4.8 Kurva Isoterm Freundlich Pektin Kulit Buah Markisa

Terhadap Ion Logam Pb (II) 38

Gambar 4.9 Hasil Spektrum FTIR Untuk Pektin Non-Modifikasi 40 Gambar 4.10 Hasil Spektrum FTIR Untuk Pektin Modifikasi 41 Gambar L1.1 Hasil Uji FTIR Pektin Non-Modifikasi 53 Gambar L1.2 Hasil Uji FTIR Pektin Modifikasi 54


(14)

xii

Gambar L2.1 Kurva Isoterm Adsorpsi Langmuir Pektin Kulit Buah

Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+ 58

Gambar L2.2 Kurva Isoterm Adsorpsi Freundlich Pektin Kulit Buah

Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+ 59

Gambar L3.1 Kulit Markisa Kuning Kering 61 Gambar L3.2 Ekstraksi Kulit Markisa Kuning 61

Gambar L3.3 Penyaringan Filtrat Pektin 62

Gambar L3.4 Hasil Penyaringan Filtrat Pektin 62

Gambar L3.5 Pengendapan Pektin 62

Gambar L3.6 Penyaringan Gel Pektin 63

Gambar L3.7 Pencucian Gel Pektin 63

Gambar L3.8 Gel Pektin 63

Gambar L3.9 Pektin Kering 64

Gambar L3.10 Hasil Pelarutan Pektin dan Pengaturan pH 64 Gambar L3.11 Pengendapan Dengan Etanol 95% 64 Gambar L3.12 Peninkubasian Pektin Dengan Es Batu 65

Gambar L3.13 Penyaringan Pektin 65

Gambar L3.14 Pencucian Pektin Dengan Aseton 66

Gambar L3.15 Pektin Hasil Penyaringan 66

Gambar L3.16 Pektin Kering 66

Gambar L3.17 Proses Pengkontakan Pektin Dengan Logam 67 Gambar L3.18 Penyaringan Pektin dan Endapan Pengotor 67 Gambar L3.19 Hasil Larutan Logam yang Telah Diadsorpsi 68

Gambar L3.20 Alat Analisa Uji AAS 68


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Standar Mutu Pektin Berdasarkan Standar Mutu

International Pectin Producers Association 8

Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Pembelian Bahan Baku 14 Tabel 2.3 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik 14 Tabel L1.1 Data Hasil Percobaan Penentuan Waktu Optimum 52 Tabel L1.2 Data Hasil Percobaan Pengaruh Bobot Biosorben 52 Tabel L1.3 Data Hasil Percobaan Pengaruh Ukuran Biosorben 53 Tabel L1.4 Data Hasil Percobaan Analisa Isoterm Adsorpsi 53 Tabel L1.5 Data Hasil Analisa Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin 54 Tabel L1.6 Data Hasil Perhitungan Penentuan Waktu Optimum 55 Tabel L1.7 Data Hasil Perhitungan Pengaruh Bobot Biosorben 55 Tabel L1.8 Data Hasil Perhitungan Pengaruh Ukuran Biosorben 55 Tabel L1.9 Data Hasil Perhitungan Analisa Isoterm Adsorpsi 56 Tabel L1.10 Data Hasil Perhitungan Analisa Penentuan Derajat

Esterifikasi Pektin 56


(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN 52

L1.1 DATA HASIL PERCOBAAN 52

L1.1.1 Data Hasil Percobaan Penentuan Waktu

Optimum 52

L1.1.2 Data Hasil Percobaan Pengaruh Bobot

Biosorben 52

L1.1.3 Data Hasil Percobaan Pengaruh Ukuran

Biosorben 53

L1.1.4 Data Hasil Percobaan Analisa Isoterm

Adsorpsi 53

L1.1.5 Data Hasil Analisa FTIR (Fourier

Transform Infra Red) 53

L1.1.6 Data Hasil Analisa Penentuan Derajat

EsterifikasiPektin 54

L1.2 DATA HASIL PERHITUNGAN 55

L1.2.1 Data Hasil Perhitungan Penentuan Waktu

Optimum 55

L1.2.2 Data Hasil Perhitungan Pengaruh Bobot

Biosorben 55

L1.2.3 Data Hasil Perhitungan Pengaruh Ukuran

Biosorben 55

L1.2.4 Data Hasil Perhitungan Analisa Isoterm

Adsorpsi 56

L1.2.5 Data Hasil Perhitungan Analisa Derajat

Esterifikasi 56

LAMPIRAN 2 CONTOH HASIL PERHITUNGAN 57

L2.1 PERHITUNGAN PERSENTASE PENYERAPAN 57 L2.2 PERHITUNGAN ISOTERM ADSORPSI 57


(17)

xv

L2.3 PERHITUNGAN DERAJAT ESTERIFIKASI 60

LAMPIRAN 3 FOTO HASIL PERCOBAAN 61

L3.1 EKSTRAKSI PEKTIN 61

L3.2 MODIFIKASI PEKTIN 64

L3.3 PROSES BIOSORPSI DENGAN LOGAM Pb 67


(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

HMP High Methoxyl Pectin

LMP Low Methoxyl Pectin

DE Degree of Esterification

HG Homogalaturonat

pH power of Hydrogen

AAS Atomic Absorption Spechtrophotometry

FTIR Fourier Transform Infra Red

ppm part per million


(19)

xvii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

Pb Timbal / Plumbum NaOH Natrium Hidroksida HCl Asam Klorida C3H6O Aseton

Pb2SO4 Timbal (II) Sulfat

% Efisiensi Efisiensi logam Pb(II) yang terserap %

C1 Konsentrasi larutan Pb(II) awal ppm

C2 Konsentrasi larutan Pb(II) akhir ppm

R2 Koefisien korelasi

Ce Konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa

cair mg/L

qm Kapasitas adsorpsi optimum mg/g

bqm Konstanta kesetimbangan isotherm Langmuir

T Temperatur K

k Konstanta adsorpsi untuk isotherm Freundlich n Konstanta adsorpsi


(20)

vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi biosorben dari pektin yang dimodifikasi pada proses biosorpsi logam Pb(II) dengan massa, ukuran partikel, dan waktu kontak yang paling baik. Bahan-bahan yang digunakan antara lain timbal (II) sulfat, kulit markisa kuning, asam klorida, etanol 96%, natrium hidroksida, aseton,

dan aquadest. Variabel-variabel yang diamati antara lain waktu kontak dengan pektin

non-modifikasi dan pektin modifikasi, serta bobot dan ukuran partikel pada pektin modifikasi pada proses biosorpsi logam Pb(II). Ekstraksi kulit markisa kuning dilakukan dengan HCl 0,5 N dan aquadest dengan perbandingan 1:15 (w/v) pada pH 2 dan suhu 60 – 70oC selama 2 jam. Pektin diendapkan dengan alkohol 96 %. Setelah itu dilanjutkan dengan pencucian pektin dengan alkohol asam, alkohol 70% dan terakhir alkohol 96%. Setelah itu pektin dikeringkan dalam oven 40oC selama 24 jam. Proses modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan NaOH 3 N, HCl 3 N dan pengendapan dengan alkohol 96%. Lalu dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 25oC selama 8 jam dan diayak menggunakan ayakan 60 dan 100 mesh. Hasil analisa gugus fungsi dengan menggunakan spektrofotometri FTIR menunjukkan adsorben mempunyai gugus karboksil yang dapat menyerap logam. Pektin tanpa modifikasi dan dengan modifikasi di kontakkan dengan larutan tunggal dengan cara mengontakkan 1 gr pektin dengan 50 ml larutan tunggal Pb(II) dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu kontak selama 30, 60, 90 dan 120 menit. Waktu kontak terbaik digunakan sebagai acuan waktu pada variabel bobot 0,25; 0,5; 0,75 dan 1 gram. Waktu kontak terbaik dan bobot terbaik digunakan sebagai acuan untuk variasi ukuran partikel 60 dan 100 mesh. Waktu kontak terbaik pada biosorpsi logam Pb(II) pada pektin tanpa modifikasi adalah 120 menit (99,52%) dan dengan modifikasi adalah 90 menit (99.92%), bobot terbaik adalah 1 gram (99.92%) dan ukuran terbaik adalah 100 mesh (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pektin dari kulit markisa kuning yang dimodifikasi sebagai biosorben sangat efektif dalam menurunkan konsentrasi Pb(II).

Kata kunci: biosorben, kulit markisa kuning, pektin modifikasi, efisiensi penyerapan, logam Pb(II).


(21)

vii

ABSTRACT

The purpose of this research is to study efficiency of biosorbent from modified pectin at biosorption of Pb(II) by the best parameter of biosorbent weight, particle size, and contact time. Materials that use in this research are lead (II) sulfide, yellow passion fruit peel, hydrocholric acid, 95% ethanol, sodium hydroxide, acetone, and aquadest. Observed variables are contact time of non-modified pectin and modified pectin, biosorbent weight and particle size of modified pectin at biosorption of Pb(II). Yellow passion fruit rind was extracted with HCl 0,5 N and water with solid-liquid ratio 1 : 15 at pH 2 and temperature 60-70oC for 2 hours. Pectin was precipitated using 96% alcohol. Then pectin was washed with acidified alcohol, 70% alcohol, and last 96% alcohol. Pectin was dried in oven at 40oC for 24 hours. Modified pectin was done with NaOH 3N, HCl 3N and precipitated with 96% alcohol. Then pectin was dried in vacuum oven at 25oC for 8 hours and sieved at 60 and 100 mesh. The result of FTIR analysis indicate that pectin has a carboxyl group to absorb metal. Non-modified pectin and Non-modified pectin were compared with single solution by means 1 gr pectin was compared with 50 ml of Pb(II) single solution and stirred using magnetic stirrer 200 rpm for contact time 30, 60, 90, and 120 minutes. The optimum condition of contact time is used as reference on variable of weight 0,25; 0,5; 0,75; and 1 gram. The optimum condition of contact time and weight is used as reference on variable of particle size 60 and 100 mesh. The optimum condition for non-modified pectin as biosorbent of Pb(II) is at 120 minutes (99,52%) and non-modified pectin is at 90 minutes (99,92%), optimum weight condition for modified pectin is at 1 gram (99,92%) and optimum particle size condition is at 100 mesh (100%). The result show that modified pectin from passion fruit peel pectin as biosorbent is effective to decrease concentration of Pb(II).

Keywords: biosorbent, yellow passion fruit peel, modified pectin, biosorption efficiency, Pb(II) metal


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kontaminasi logam berat merupakan masalah serius yang dihadapi saat ini karena logam berat merupakan unsur logam yang sangat berbahaya. Jika tanah terkontaminasi oleh logam berat dengan kadar yang tinggi, maka akan merusak rantai makanan dan pada akhirnya akan membahayakan kehidupan manusia [1].

Penggunaan logam Pb yang cukup luas saat ini seperti pengaplikasian pada baterai, bensin, cat, dan lain-lain menyebabkan tingginya kemungkinan terjadinya pencemaran oleh logam Pb. Logam timbal bersifat beracun pada sistem syaraf, hometologic, dan mampu mempengaruhi kinerja ginjal [2].

Untuk mengontrol pencemaran lingkungan oleh logam berat, perlu dibatasi kandungan maksimum logam dalam suatu limbah yang boleh dibuang ke lingkungan. Dari Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri, kandungan timbal yang diizinkan yaitu dengan kadar maksimum 1 mg/L [3].

Dikarenakan efek logam yang sangat berbahaya bagi manusia, maka dilakukan beberapa penelitian untuk mengembangkan berbagai metode alternatif dalam penanganan limbah. Beberapa proses pengambilan logam berat yang telah ada diantaranya adalah pengendapan secara kimia, ion exchange, pemisahan dengan membran, elektrolisa dan ekstraksi dengan solvent [4]. Namun, proses- proses tersebut memiliki kelemahan, diantaranya adalah efisiensi yang rendah, kondisi operasi yang sensitif, dan limbah lumpur yang tinggi [5]. Selain itu, proses-proses diatas umumnya memerlukan biaya tinggi serta kurang efektif bila diaplikasikan pada konsentrasi limbah yang rendah [6].

Terdapat beberapa bahan-bahan biologis yang dapat diaplikasikan sebagai alternatif bahan baku biosorben, diantaranya adalah alga, fungi dan bakteri. Namun penggunaan organisme hidup sebagai biosorben memiliki beberapa kendala diantaranya adalah perlunya pemberian nutrisi tambahan dan terdapat kontaminan-kontaminan dalam konsentrasi tinggi [7].


(23)

2

Selain mikroorganisme, bahan baku biosorben dapat diperoleh dari limbah pertanian. Limbah pertanian merupakan limbah organik yang dapat ditemukan dalam jumlah besar. Keuntungan penggunaan limbah pertanian ini adalah selain mampu mengurangi volume limbah juga dapat memberdayakan limbah sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan adalah jerami padi, kentang, kulit buah-buahan serta daun dan ranting tanaman-tanaman tertentu [8].

Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentral produksi markisa

(Passiflora edulis) di Indonesia. Limbah yang dihasilkan oleh industri pengolahan

buah markisa adalah berupa kulit buah markisa dengan produksi limbah kulit buah markisa sebanyak 2,5–4 ton per hari [9].

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari, dkk [8] pektin dapat digunakan sebagai salah satu alternatif sumber biosorben karena banyak mengandung gugus aktif. Namun pektin yang terdapat pada limbah organik umumnya adalah jenis HMP (High Methoxyl Pectin) sehingga untuk dapat diaplikasikan sebagai logam berat, pektin harus didemetilasi atau dimodifikasi terlebih dahulu.

Pektin merupakan campuran polisakarida dengan komponen utama polimer

α-D-asam galakturonat yang mengandung gugus metal ester pada konfigurasi atom C-2 [10]. Beberapa kelompok karboksilat dari molekul asam galakturonat dalam rantai pektin adalah metil esterifikasi dan persentase kelompok teresterifikasi dinyatakan sebagai DE (Degree of Esterification). Tergantung pada derajat metoksilasi, pektin dibagi menjadi dua kelompok besar: pektin dengan kadar metoksil tinggi, dengan DE 50 – 80% dan pektin dengan kadar metoksil rendah, dengan DE 25 – 50% [11].

Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengembangkan berbagai bahan baku yang dapat digunakan. Wong, dkk. [12] menggunakan pektin durian termodifikasi dapat menghilangkan logam Pb dengan persentase penghilangan logam 57,86%. Penelitian lain tentang penggunaan pektin sebagai biosorben logam berat dilakukan oleh Mata, dkk. [13] dengan menggunakan pektin dari pulpa gula bit. Pektin digunakan untuk biosorpsi logam Cu(II), Cd(II) dan Pb(II) dalam larutan. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa laju biosorpsi


(24)

3

logam berat dengan pektin mengikuti susunan ; Cu>Pb>Cd. Penelitian oleh Rajawane [14] memperlihatkan bahwa kulit buah kakao yang mengandung pektin dan selulosa berpotensi sebagai adsorben logam Pb(II) dari limbah industri aki

dengan kapasitas adsorpsi 724.90 μg/g adsorben. Penelitian lain juga dilakukan oleh Balaria dan Silke [15] menggunakan citrus pectin untuk menyerap logam Pb(II). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa LMP dan HMP dapat menghilangkan Pb hampir 90% pada jumlah pektin 0,1 g/L dan konsentrasi Pb 0,1 mM. Penelitian oleh Pavan, dkk. [16] menggunakan pektin dari ponkan peel untuk menyerap logam Pb(II). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pH optimum pektin adalah 5, waktu rata-rata yang penyerapan logam yang paling cepat adalah pada 60 menit, dan maksimum kapasitas penyerapan logam oleh ponkan peel adalah pada 112,1 mg/g.

Oleh karena kulit buah markisa mengandung pektin yang cukup tinggi yakni 27,8% basis kering [17] dan juga ketersediaan bahan baku yang cukup tinggi, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit buah markisa yang telah dimodifikasi yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap ion logam berat timbal (Pb).

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh massa, ukuran, dan waktu biosorben dari pektin yang dimodifikasi terhadap adsorpsi ion logam Pb(II).

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi biosorben dari pektin yang dimodifikasi (massa, ukuran partikel, dan waktu) terhadap adsorpsi ion logam Pb(II).

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh informasi mengenai pemanfaatan pektin dari kulit markisa sebagai biosorben.


(25)

4

2. Untuk memberikan informasi dasar kelayakan penggunaan pektin dari kulit markisa sebagai adsorben logam berat.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Bahan baku yang digunakan sebagai biosorben adalah pektin dari kulit markisa.

2. Ekstraksi dilakukan pada pH 2 dan suhu 60 – 70oC selama 2 jam [18-19] 3. Modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan modifikasi pH dan

temperatur. pH pektin ditingkatkan menjadi basa hingga pH 10 dengan menggunakan NaOH, didinginkan hingga temperatur kamar dan diasamkan kembali dengan menggunakan HCl hingga pH 3 [12].

4. Sampel limbah yang digunakan sebagai aplikasi biosorben adalah logam tunggal Pb(II).

5. Metode adsorpsi dilangsungkan dengan memvariasikan tiga variabel sebagai berikut:

- Waktu adsorpsi: 30, 60, 90, dan 120 menit [20]

- Bobot biosorben: 0,25; 0,50; 0,75; dan 1 gr untuk 50 ml larutan tunggal Pb (II) [20]

- Ukuran partikel adsorben: 60 dan 100 mesh [20] 6. Analisa yang dilakukan adalah:

- Analisa isotherm adsorpsi Freundlich dan Langmuir dengan variasi konsentrasi logam 15, 18, 21, 24 dan 27 ppm.

- Analisa FTIR pada rentang gelombang 500 – 4000 cm-1.

- Analisa derajat esterifikasi pektin menggunakan cara titrasi dengan NaOH 0,1 N dan indikator phenoftalein [18]


(26)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MARKISA KUNING (Passiflora edulis flavicarpa)

Markisa kuning merupakan salah satu kelompok markisa asam tergolong dalam famili Passifloraceae atau disebut buah Rola (Yellow Passion Fruit). Markisa kuning dapat dibudidayakan di daerah dataran rendah hingga pada ketinggian 600 m dpl., curah hujan antara 2.000 – 3.000 mm/tahun, dan suhu 22 – 32oC Berikut adalah ciri-ciri markisa kuning:

1. Merupakan tanaman herba atau berkayu, dan memiliki sulur.

2. Ruas batang lebih panjang dari pada markisa ungu 7-10 cm dengan sulur muda berwarna kecoklatan.

3. Bentuk daun menjari dengan ukuran daun lebih besar dan lebih tebal daripada markisa ungu, panjang daun 10 – 13 cm, dan lebar 9 – 12 cm, daun muda berwarna hijau, sedangkan tangkai berwarna hijau kecoklatan.

4. Ukuran bunga besar dengan mahkota tambahan berbentuk benang dan memencar berwarna ungu dengan ujung putih.

5. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah masak berwarna kuning muda dengan kulit yang tebal dan agak keras. Buah berbentuk bulat agak lonjong atau oval dengan sari buah berwarna kuning, rasanya asam manis dengan aroma seperti jambu biji [21].

Penelitian invitro di University of Florida menemukan bahwa ekstrak buah markisa kuning banyak mengandungsenyawa kimia yang mampu membunuh sel kanker. Kandungan senyawa kimia tersebut antara lain polifenol dan karotenoid. Sedangkan kandungan gizinyaantara lain: lemak, protein, serat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, karoten, tiamin, riboflavin, niasin, asam askorbat, dan asam sitrat [22]. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk buah markisa kuning.


(27)

6

Gambar 2.1 Buah Markisa [23]

Klasifikasi markisa kuning menurut Rukmana [23] adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Passiflorae Famili : Passifloraceae Genus : Passiflora

Spesies : Passiflora edulis var. flavicarpa

Dalam proses pengolahan markisa untuk menghasilkan sari buah markisa, juga dihasilkan limbah. Makin meningkatnya produksi pengolahan markisa berarti akan meningkat pula limbah yang dihasilkan. Bila dikaitkan dengan produksi markisa Indonesia pada tahun 2010 dan 51% dari buah markisa terdiri dari kulit, maka terdapat limbah kulit markisa sebanyak 67.314 ton yang belum dimanfaatkan. Padahal kulit markisa mengandung pektin yang tinggi yaitu sebesar 14% [24].

2.2 PEKTIN

Pektin adalah polimer linier dari asam D-galakturonat yang berikatan dengan ikatan 1,4-α-glikosidik [25] [26]. Polisakarida, homogalakturonat, i-ramnogalakturonat adalah 3 jenis pektin yang terdapat pada dinding sel tanaman. Homogalakturonat (HG) adalah rantai linier dari ikatan 1,4-α-glikosidik, yang beberapa dari gugus karboksilnya adalah metil teresterifikasi [27]. Gambar 2.2 menunjukkan bentuk struktur rantai molekul pektin.


(28)

7 O H OH H OH COOH H O H OH H OH COOCH3 H O O O H OH H OH COOCH3 H O O H OH H OH COOH H O O

Gambar 2.2 Rantai Molekul Pektin [10]

Pektin pertama kali diisolasi tahun 1825 oleh Heneri Bracannot. Kegunaan utamanya adalah sebagai gelling agent dan stabilizer pada berbagai industri pangan [28]. Selain dibidang pangan, pektin juga banyak digunakan pada bidang farmasi dan kedokteran misalnya sebagai penggumpal pada terapi darah [29].

Senyawa penyusun pektin yaitu:

1. Asam pektat, adalah pektin yang tidak mengandung gugus metil ester. Senyawa ini biasanya terdapat pada sayuran dan buah yang busuk atau yang terlalu matang.

2. Asam pektina (pektin), adalah asam poligalakturonat, yaitu asam yang mengandung gugus metil ester, dapat terikat dengan air membentuk jelly dan gula dalam suasana asam.

3. Protopektin, adalah komponen yang tidak larut dalam air, dapat dihirolisa dan terdispersi menjadi pektin dan pektinat [30].

Hasil ekstraksi pektin adalah berbentuk bubuk berwarna putih hingga coklat terang. Pada proses ekstraksi, sebagian gugus karboksil pada polimer pektin akan mengalami metilasi menjadi gugus metoksil. Senyawa hasil ekstraksi inilah yang disebut dengan asam pektinat (pektin). Nilai derajat metilasi menentukan suhu pembentukan gel, yakni semakin tinggi derajat metilasi maka suhu pembentukan gelnya juga akan semakin tinggi [31].

Sifat fisik pektin tergantung pada karakteristik kimianya. Pada pektin dengan kadar metoksil rendah, kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Namun sebaliknya, pektin dengan kadar metoksil rendah ini justru mampu membentuk gel dengan penambahan ion kalsium. Sedangkan pada pektin dengan kadar metoksil tinggi, pembentukan gelnya terjadi melalui ikatan hidrogen diantara gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil [32].


(29)

8

Tabel 2.1 menunjukkan standar mutu pektin berdasarkan standar mutu

International Pectin Producers Association.

Tabel 2.1 Standar Mutu Pektin Berdasarkan Standar Mutu Internasional Pectin

Producers Association [33]

Faktor Mutu Kandungan

Kekuatan gel, grade min 150

Kandungan metoksil:

Pektin metoksil tinggi, % Pektin metoksil rendah, %

>7,12 2,5 – 7,12

Kadar asam galakturonat, % min 35

Kadar air, % maks 12

Kadar abu, % maks 10

Derajat esterifikasi untuk:

Pektin ester tinggi, % min Pektin ester rendah, % maks

50 50

Bilangan asetil, % 0,15 – 0,45

Berat ekivalen 600 - 800

2.3 EKSTRAKSI PEKTIN

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan satu atau beberapa bahan dari satu padatan atau cairan, dengan menggunakan bahan pelarut pada suhu tertentu. Pada proses ekstraksi pektin, bahan baku dipanaskan dalam larutan asam encer untuk menghidrolisa protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut [34].

Kondisi ekstraksi pektin berpengaruh terhadap karakteristik pectin, dan sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin. Jika waktu ekstraksi pektin terlalu lama maka akan menyebabkan terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam galakturonat [35] [36].

Beberapa perlakukan selama proses ekstraksi mempengaruhi hasil pektin yang diperoleh. Lama waktu ekstraksi mempengaruhi berat pektin yang didapat, yakni semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin besar pula berat pektin yang diperoleh. Kenaikan berat pektin tersebut juga sejalan dengan peningkatan


(30)

9

suhu selama proses ekstraksi. Sedangkan untuk proses pencucian pektin, pencucian dengan alkohol tidak mempengaruhi banyaknya jumlah pektin yang diperoleh, namun akan memberikan warna yang lebih baik yaitu putih kekuningan [37].

Pektin yang lebih mudah larut dalam air dapat diperoleh dengan memodifikasi pH dan suhu pada metode ekstraksi. Pektin yang diperoleh dengan cara ini memiliki rantai lebih pendek dan tidak bercabang sehingga akan lebih mudah larut dibandingkan pektin yang memiliki rantai yang lebih panjang [12].

2.4 BIOSORPSI

Proses penyerapan yang menggunakan material biologi (biomaterial) sebagai sorben disebut biosorpsi. Biosorpsi didefenisikan sebagai proses penggunaan bahan alami untuk mengikat logam berat [38]. Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion dimana ion monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah pembentukan kompleks antara ion-ion logam berat dengan fungsional grup seperti karbonilm amini, thiol, hidroksi, posfat, dan hidroksi-karboksil yang berada pada dinding sel [39].

Proses biosorpsi logam berat dengan adsorben hayati merupakan proses yang kompleks dan mekanismenya bisa bervariasi tergantung bahan baku adsorbennya. Bila bahan baku biosorpsi adalah dari limbah pertanian, maka mekanisme yang mungkin adalah yang tidak tergantung pada metabolisme sel. Mekanisme biosorpsi pada bahan-bahan ini umumnya didasarkan pada interaksi kimia fisika antara ion logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan sel. [40].

Tahap perpindahan yang terjadi adalah:

1. Perpindahan ion logam dari bagian larutan ke film pembatas yang ada di sekitar dinding sel.

2. Perpindahan ion logam dari film pembatas ke permukaan sel. 3. Perpindahan ion logam sel ke sisi aktif biomaterial.


(31)

10

4. Fase penyerapan yang terdiri dari pengikatan, pengompleksan, dan pengendapan didalam membran biomaterial [41].

2.5 LOGAM BERAT

Logam berat merupakan komponen alami tanah yang tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat menjadi berbahaya dikarenakan sistem bioakumulasi, yaitu adanya peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup [42]. Beberapa jenis logam berat yang sering menimbulkan pencemaran adalah mercuri (Hg), khrom (Cr), kadmium (Cd), timbal (Pb) dan arsen (As) [1].

Logam berat umumnya bersifat racun, walaupun ada beberapa diantaranya dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat kecil. Logam berat mampu terdistribusi ke bagian tubuh manusia melalui udara, makanan, dan air yang terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi logam berat dalam jangka waktu yang panjang dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia [43].

2.5.1 Timbal (Pb)

Timbal sering juga disebut sebagai timah hitam atau plumbum yang disimbolkan dengan Pb. Timbal pada tabel periodik unsur kimia termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A dengan nomor atom (NA) 82 dan berat atom (BA) 207,2. Timbal merupakan suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik leleh 327oC dan titik didih 1.725oC. Pada suhu 550 – 600oC timbal menguap dan membentuk oksigen dalam udara lalu membentuk timbal oksida. [44].

Timbal biasanya ditemukan di dalam batu - batuan, tanah, tumbuhan dan hewan. Timbal 95% bersifat anorganik yang tersedia dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut dalam air dan selebihnya berbentuk timbal organik. Timbal organik dapat ditemukan dalam bentuk senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML). Kedua jenis senyawa ini hampir tidak larut dalam air, namun dapat dengan mudah larut dalam pelarut organik misalnya lipid [45].


(32)

11

Timbal pernah diaplikasikan sebagai tambahan pada bahan bakar yang bertujuan untuk meningkatkan nilai oktan dari suatu bahan bakar karena harga timbal relatif lebih murah. Jenis timbal yang digunakan adalah TEL yang dipercaya mampu menjaga dudukan katup mobil dari keausan sehingga lebih awet dan tahan lama. Namun kemudian ditemukan fakta bahwa penggunaan timbal pada bahan bakar dapat menjadi racun sehingga semakin lama penggunaannya semakin berkurang [46].

Timbal menyebabkan racun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic, dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 μg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 μg/kg berat badan. Depkes RI membatasi kandungan Pb maksimum dalam makanan adalah 4 ppm, dan FAO membatasi maksimum 2 ppm. Gejala keracunan kronis timbal ditandai dengan rasa mual, anemia, sakit di sekitar perut dan dapat menyebabkan kelumpuhan. [47].

2.6 ISOTERM ADSORPSI

Hubungan kesetimbangan antara potensial kimia adsorbat dalam gas atau cairan dan potensial kimia adsorbat di permukaan adsorben pada suhu tetap dikatakan sebagai isoterm adsorpsi. Kesetimbangan tercapai jika laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya [48].

2.6.1 Isoterm Freundlich

Isoterm Freundlich mengasumsikan suatu permukaan adsorpsi yang heterogen dan perbedaan energi pada tapak aktif [48]. Selain itu model isoterm ini juga mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu lapisan permukaan (multilayer) [47].

Persamaan Freundlich adalah sebagai berikut [50]:

(2.1)


(33)

12 dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

k = konstanta kesetimbangan n = konstanta kesetimbangan

2.6.2 Isoterm Langmuir

Model Isoterm Langmuir menunjukkan bahwa kesetimbangan terjadi apabila kecepatan adsorpsi sama dengan kecepatan desorpsi [51]. Menurut Ribeiro, et al [52], isoterm Langmuir mengasumsikan bahwa setiap tapak adsorpsi adalah ekuivalen dan kemampuan partikel untuk terikat di tapak tersebut tidak bergantung pada ditempati atau tidak ditempatinya tempat yang berdekatan. Dengan kata lain, permukaan adsorpsi digambarkan homogen.

Model kinetika Langmuir dapat ditunjukkan sebagai berikut [53]:

= ( ) Ce + (2.3)

dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

1/qm = kemiringan atau sensitifitas

qm = kapasitas adsorpsi optimum (mg/g)

1/(bqm) = intersep

bqm = konstanta kesetimbangan

2.7 ANALISA EKONOMI

Produksi biosorben guna penyerapan logam berat akan meningkat seiring dengan meningkatnya aplikasi penggunaan logam berat dengan menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Kulit buah markisa adalah limbah yang dihasilkan dari limbah industri pangan serta limbah rumah tangga. Limbah kulit buah markisa yang dibuang memiliki nilai ekonomis yang rendah karena tidak dapat lagi digunakan dalam industri pengolahan pangan. Salah satu solusi untuk


(34)

13

menangani limbah kulit buah markisa adalah dengan cara mengubahnya menjadi suatu produk yang lebih berharga dengan proses yang efektif dan efisien.

Salah satu cara untuk meningkatnya nilai yang tinggi pada limbah kulit buah markisa adalah dengan membuat biosorben dari kulit buah markisa. Biosorben ini nantinya dapat diaplikasikan guna penyerapan dan penurunan konsentrasi limbah logam berat cair.

Produksi biosorben dari limbah kulit buah markisa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mengeringkan kulit buah markisa lalu memperkecil ukuran untuk mempermudah proses ekstraksi.

2. Penambahan aquadest dengan perbandingan 1 : 15 (w/v), lalu pH diubah menjadi 2 dengan penambahan HCl 0,5 N.

3. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan larutan pada suhu 60 – 70oC sambil diaduk selama 2 jam

4. Penyaringan filtrat dan pendinginan filtrat sampai suhu kamar

5. Pengendapan filtrat pektin dengan menggunakan alkohol 1 : 2 (v/v) selama 16 jam.

6. Penyaringan gel pektin.

7. Pencucian gel pektin dengan alkohol asam, etanol 70% sampai pH netral, dan terakhir dengan etanol 96%.

8. Pengeringan untuk memperoleh pektin kering.

Pada penelitian ini dilakukan pemodifikasian hasil pektin yang diperoleh guna meningkatkan kemampuan dalam penyerapan logam berat. Proses modifikasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pektin kering dilarutkan dalam aquadest sampai 1,5%.

2. pH pektin ditingkatkan menjadi 10 dengan NaOH 3N dan dilakukan inkubasi pada suhu 50 – 60oC selama 1 jam.

3. Larutan didinginkan hingga temperatur kamar, kemudian pH diturunkan menjadi 3 dengan 3N HCl dan disimpan semalaman.

4. Pengendapan pektin menggunakan etanol 95% dan diinkubasi dalam wadah berisi es batu selama 2 jam.


(35)

14

6. Pengeringan pektin untuk memperoleh pektin kering.

Berikut merupakan rincian biaya pembuatan bisorben dari limbah kulit buah markisa yang telah dilakukan selama penelitian. Perhitungan analisis ekonomi dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3 dibawah ini

Tabel 2.2 Perhitungan Biaya Pembelian Bahan Baku No. Biaya bahan baku Harga

(Rp) Satuan Kebutuhan Biaya (Rp)

1. Kulit markisa kuning 0 1 kg 80 gr 0

2. Asam klorida 500.000 1 L 65 ml 32.500

3. Natrium hidroksida 481.000 1 kg 12 gr 5.772 4. Alkohol 96% 20.000 1 L 1160 ml 23.200

5. Aseton 100 1 ml 100 ml 10.000

6. Air biasa 0 1 L 1300 ml 0

Total Rp. 71.472

Tabel 2.3 Perhitungan Biaya Kebutuhan Listrik No. Alat Harga/ kWh Kebutuhan

(kW) Waktu Biaya (Rp)

1. Blender Rp.1.352 0,18 5 menit 20,28

2. Hot plate Rp.1.352 0,50 3 jam 2.028

3. Oven Rp.1.352 1,40 4 jam 7.571

Total Rp. 9.619, 48

- Total biaya produksi = Biaya pembelian bahan baku + kebutuhan listrik + biaya transportasi + biaya lain-lain

= Rp. 71.472 + Rp. 9.619,48 + Rp. 30.000,00 + Rp. 9.000,00

= Rp 120.091,48

- Harga jual pektin modifikasi =

(Rp 120.091,48/2 ) = Rp 60.045,74 / gram


(36)

15

Berdasarkan proses yang dilakukan pada penelitian ini didapat pektin sebanyak 2 gram dengan biaya produksi Rp. 120.091,48. Sehingga dapat diestimasi harga jual pektin seharga Rp. 60.045,74 / gram.

Nilai ekonomi yang dimiliki pektin cukup tinggi. Indonesia masih mengimpor pektin dengan harga eceran tepung pektin berkisar antara Rp 200.000

– Rp 300.000/kg [36]. Jika dibandingkan harga penjualan pektin kulit markisa kuning modifikasi ini dengan harga jual jual karbon aktif di pasaran, harga jual pektin dari proses ini lebih mahal. Namun pembuatan pektin modifikasi dengan proses ini layak dipertimbangkan, mengingat dengan proses ini dapat mengurangi limbah kulit markisa kuning dan dapat menghasilkan efisiensi penyerapan yang cukup tinggi.

Adapun keuntungan penggunaan biosorben pektin dari limbah kulit buah markisa antara lain:

1. Mengurangi pencemaran limbah pertanian 2. Meningkatkan nilai jual limbah pertanian.

3. Dapat mengurangi efek pencemaran lingkungan akibat limbah logam berat.

4. Mampu menghilangkan kadar limbah dengan efisiensi penyerapan yang cukup tinggi


(37)

16

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 8 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah:

1. Kulit markisa kuning dari beberapa pasar buah di Medan, Sibolangit dan Berastagi

2. Asam klorida (HCl) 3. Aquadest

4. Etanol 96%

5. Natrium hidroksida (NaOH) 6. Aseton (C3H6O)

7. Timbal (II) Sulfat (PbSO4)

3.2.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Oven

2. Ayakan 60 dan 100 mesh

3. Alumunium foil

4. Erlenmeyer

5. Neraca digital 6. Gelas ukur

7. Magnetic stirrer

8. Beaker glass


(38)

17 10. Termometer

11. Batang pengaduk 12. Kertas saring

13. Hot plate

14. Corong gelas 15. pH meter 16. Pipet tetes

17. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

18. Fourier Transform Infra Red (FTIR)

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1 Persiapan Analisis dan Kimia

a. Buah markisa dicuci dan dipisahkan dari dagingnya. b. Kulit buah markisa dikeringkan dengan oven pada 105oC. c. Kulit kering lalu diblender sampai halus.

3.3.2 Ekstraksi Pektin

Prosedur ekstraksi pektin diadopsi dari prosedur yang dilakukan Liew, dkk. [18] dan Simmaky dan Jaanaki [19] dengan sedikit modifikasi :

1. Tepung kulit markisa kering yang telah diperoleh ini kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 15 (w/v) lalu campuran diaduk.

2. Campuran ditambahkan HCl 0,5 N sampai pH 2.

3. Campuran tersebut di panaskan diatas magnetic stirer pada kisaran suhu 60 – 70 oC selama 2 jam.

4. Campuran disaring dengan kain saring dan filtrat dibiarkan dingin sampai temperatur kamar.

5. Setelah itu ditambahkan alkohol 96 % dengan perbandingan 1 : 2 (v/v) dan dibiarkan selama 16 jam.

6. Campuran di saring dan didapatkan pektin basah.

7. Dicuci pertama dengan alkohol asam yang dibuat dengan cara 960 ml alkohol 96% ditambah HCl 4N sampai volumenya 1000 ml, lalu pencucian kedua dilakukan dengan alkohol 70 % dan terakhir dengan alkohol 96%.


(39)

18

8. Pektin kemudian dikeringkan dalam oven 40oC selama 24 jam, lalu di ayak 60 mesh.

3.3.3 Modifikasi Pektin

Prosedur modifikasi pektin diambil dari Wong, dkk. [12] dengan prosedur sebagai berikut:

1. Pektin dilarutkan dalam air suling sampai 1,5%.

2. pH ditingkatkan menjadi 10,0 dengan NaOH (3N) lalu diinkubasi pada 50 – 60oC selama 1 jam.

3. Lalu didinginkan hingga temperatur kamar.

4. pH disesuaikan menjadi 3 dengan 3N HCl dan disimpan semalaman.

5. Sampel diendapkan dengan 95% etanol dan diinkubasi dengan es batu selama 2 jam

6. Lalu disaring dan dicuci dengan aseton.

7. Dikeringkan pada oven vakum pada 25oC selama 8 jam. 8. Lalu diayak untuk mendapatkan ukuran 60 dan 100 mesh. 9. Selanjutnya ini diberi nama pektin dengan modifikasi.

3.3.4 Penentuan Waktu Optimum

Prosedur penentuan jumlah logam Pb(II) yang terjerap dalam biosorben dengan variasi waktu pengadukan dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:

1. 1 gr biosorben dimasukkan dalam 50 ml larutan tunggal Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm.

2. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu tertentu (30, 60, 90, dan 120 menit).

3. Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm. 4. Efisiensi Pb(II) yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

% 100 x C C C Efisiensi % 1 2 1 (3.1)


(40)

19 Keterangan :

% Efisiensi = Efisiensi logam Pb(II) yang terjerap (%) C1 = konsentrasi larutan Pb(II) awal (ppm)

C2 = konsentrasi larutan Pb(II) akhir (ppm)

3.3.5Pengaruh Bobot Biosorben

Prosedur penentuan jumlah logam Pb(II) yang terjerap dalam biosorben dengan variasi bobot biosorben dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:

1. Sejumlah massa (0,25; 0,50; 0,75 dan 1 gr) biosorben dimasukkan dalam 50 ml tunggal Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm.

2. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum. 3. Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm. 4. Efisiensi Pb(II) yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan

rumus sebagai berikut:

% 100 x C C C Efisiensi % 1 2 1 (3.2) Keterangan :

% Efisiensi = Efisiensi logam Pb(II) yang terjerap (%) C1 = konsentrasi larutan Pb(II) awal (ppm)

C2 = konsentrasi larutan Pb(II) akhir (ppm)

3.3.6 Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben

Prosedur penentuan jumlah logam Pb(II) yang terjerap dalam biosorben dengan variasi ukuran partikel biosorben dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Sunarya [20] yaitu:

1. 1 gr biosorben dengan ukuran partikel yang berbeda (60 dan 100 mesh) masing-masing dimasukkan dalam 50 ml tunggal Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm.

2. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum. 3. Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.


(41)

20

4. Efisiensi Pb(II) yang terjerap oleh setiap gram sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% 100 x C C C Efisiensi % 1 2 1 (3.3) Keterangan :

% Efisiensi = Efisiensi logam Pb(II) yang terjerap (%) C1 = konsentrasi larutan Pb(II) awal (ppm)

C2 = konsentrasi larutan Pb(II) akhir (ppm)

3.3.7 Analisa Isoterm Adsorpsi Freundlich dan Langmuir

Analisa isoterm adsorpsi dilakukan dengan menggunakan persamaan-persamaan yang berlaku pada isoterm adsorpsi Freundlich dan Langmuir. Analisa dilakukan dengan menvariasikan konsentrasi yaitu 15, 18, 21, 24, dan 27 ppm dan diuji dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm.

3.3.8 Analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Analisa FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada pektin modifikasi dan dilakukan perbandingan dengan pektin non-modifikasi.

3.3.9 Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin

Prosedur derajat esterifikasi pektin dilakukan dengan mengadopsi prosedur yang dilakukan oleh Liew, dkk. [18] yaitu:

1. 0,2 gram pektin kering di basahi dengan etanol dan dilarutkan dengan aquades dan diaduk sampai larut sepenuhnya.

2. Lalu campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hasil titrasi dicatat dan di sebut dengan initial titration.

3. Lalu sampel ditambahkan 10 ml 0,1 N NaOH untuk menetralkan

polygalacturonic acid dan sampel sampel dikocok kuat, setelah itu didiamkan

sselama 2 jam pada temperatur kamar untuk de-esterify.

4. Setelah itu sampel ditambahkan HCl 0,1 N untuk menetralkan natrium hidroksida dan di kocok sampai warna pink sampel hilang.


(42)

21

5. Lalu sampel ditambahkan 3 tetes phenoftalein lagi dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N dicatat volume yang digunakan dan disebut dengan final titration.

6. Berat jenis (densitas) adsorben dapat dihitung dengan rumus:

DE = (3.4)

Keterangan :

DE = Derajat Esterifikasi (%) Final Titration = jumlah NaOH yang digunakan pada titrasi terakhir (ml)


(43)

22 3.4 FLOWCHART PENELITIAN 3.4.1 Persiapan Analisis dan Kimia

Gambar 3.1 menunjukkan flowchart persiapan analisis dan kimia kulit markisa.

Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Analisis dan Kimia Mulai

Buah markisa dicuci dan dipisahkan dari dagingnya.

Kulit dikeringkan dengan oven pada 105oC

Kulit kering lalu diblender


(44)

23 3.4.2 Flowchart Ekstraksi Pektin

Gambar 3.2 menunjukkan flowchart ekstraksi pektin.

Gambar 3.2 Flowchart Ekstraksi Pektin Mulai

Sejumlah massa kering ditambah air dengan perbandingan 1 : 15 (w/v)

pH dijadikan 2 dengan penambahan HCl 0,5 N

Dipanaskan sampai suhu 60 – 70oC sambil diaduk selama 2 jam

Disaring dengan kain saring

Filtrat dibiarkan dingin sampai temperatur kamar

Campuran di saring dan dicuci dengan alkohol asam

Dicuci dengan etanol 70% sampai pH netral

Dicuci dengan etanol 96%

Dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40oC selama 24 jam

Diblender dan diayak 60 mesh

Selesai

Filtrat ditambahkan alkohol 96 % dengan perbandingan 1 : 2 (v/v) dan dibiarkan


(45)

24 3.4.3 Flowchart Modifikasi Pektin

Gambar 3.3 menunjukkan flowchart modifikasi pektin.

Gambar 3.3 Flowchart Modifikasi Pektin Mulai

Pektin dilarutkan dalam aquadest sampai 1,5%

pH ditingkatkan menjadi 10,0 dengan NaOH 3N

Diinkubasi pada 50 – 60oC selama 1 jam Didinginkan hingga temperatur kamar

pH disesuaikan menjadi 3 dengan HCl 3N

Disimpan semalaman

Sampel diendapkan dengan 95% etanol

Diinkubasi pada 20oC selama 2 jam

Endapan disaring dan dicuci dengan aseton

Dikeringkan pada oven vakum pada 25oC selama 8 jam

Diayak 60 mesh


(46)

25 3.4.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum

Gambar 3.4 menunjukkan flowchart penentuan waktu optimum dengan variasi waktu pengadukan 30, 60, 90, dan 120 menit.

Gambar 3.4 Flowchart Penentuan Waktu Optimum Mulai

1 gr biosorben dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 50 ml larutan kerja Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm

Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu 30,

60, 90, dan 120 menit

Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm


(47)

26 3.4.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben

Gambar 3.5 menunjukkan flowchart pengaruh bobot biosorben dengan variasi bobot 0,25; 0,50; 0,75; dan 1 gr.

Gambar 3.5 Flowchart Pengaruh Bobot Biosorben Mulai

0,25; 0,50; 0,75 dan 1 gr biosorben dimasukkan

masing-masing ke dalam erlenmeyer

Ditambahkan 50 ml larutan kerja Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm

Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama waktu optimum

Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm


(48)

27

3.4.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben

Gambar 3.6 menunjukkan flowchart pengaruh ukuran partikel biosorben dengan variasi ukuran 60 dan 100 mesh.

Gambar 3.6 Flowchart Pengaruh Ukuran Partikel Biosorben Mulai

Ditambahkan 50 ml larutan kerja Pb(II) dengan konsentrasi 15 ppm

Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm

Selesai

Diaduk dengan magnetic stirrer 200 rpm selama selang waktu optimum 1 gr biosorben dengan ukuran

yang berbeda (60 dan 100 mesh) masing-masing dimasukkan ke


(49)

28

3.4.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich

Gambar 3.7 menunjukkan flowchart analisa isoterm Langmuir dan Freundlich dengan variasi konsentrasi logam 15, 18, 21, 24, dan 27 ppm.

Gambar 3.7 Flowchart Analisa Isoterm Langmuir dan Freundlich Mulai

1 gr biosorben dimasukkan ke dalam erlenmeyer

Disaring dan dianalisa dengan AAS pada panjang gelombang 283,3 nm

Selesai

Ditambahkan 50 ml larutan kerja Pb(II) dengan konsentrasi masing-masing 15, 18, 21, 24 dan 27 ppm


(50)

29

3.4.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin

Gambar 3.8 menunjukkan flowchart penentuan derajat esterifikasi pektin.

Gambar 3.8 Flowchart Penentuan Derajat Esterifikasi Pektin Mulai

0,2 gram pektin di basahi dengan etanol dan dilarutkan dengan

aquades

Campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan

NaOH 0,1 N

Hasil titrasi dicatat dan disebut Initial Titration

Sampel ditambahkan 10 ml NaOH 0,1 N

Sampel Dikocok kuat dan didiamkan 2 jam pada temperatur kamar

Selesai

Sampel ditambahkan 10 ml HCl 0,1 N dan dikocok sampe bening

Campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan

NaOH 0,1 N


(51)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 EKSTRAKSI PEKTIN

Albido dari kulit buah markisa dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC lalu diblender sampai halus. Tepung kulit markisa ini ditambahkan air dengan perbandingan 1 : 15 (w/v), kemudian pH larutan diatur menjadi 2 dengan HCl 0,5 N. Ekstraksi dilakukan untuk mengambil kandungan pektin yang terdapat di dalam kulit, yang dilakukan pada suhu 60 – 70oC selama 2 jam. Hasil ekstraksi pektin kemudian disaring untuk diambil filtratnya. Filtrat kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Pengendapan pektin dilakukan dengan menambahkan alkohol 96% dengan perbandingan 1 : 2 (v/v) lalu didiamkan selama 16 jam. Hasil pengendapan disaring untuk diambil gelnya. Kemudian gel pektin dicuci pertama dengan alkohol asam yang dibuat dengan cara 960 ml alkohol 96% ditambah HCl 4N sampai volumenya 1000 ml, lalu pencucian kedua dilakukan dengan alkohol 70% dan terakhir dengan alkohol 96%. Pektin kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 40oC selama 24 jam dan diayak 60 mesh.

Gambar 4.1 menunjukkan hasil yang diperoleh dari ekstraksi pektin dari kulit buah markisa.


(52)

31

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil ekstraksi pektin diperoleh gel berwarna kuning keputihan. Sedangkan hasil pengeringan diperoleh pektin kering sebanyak 1,5 – 2,5 gr. Menurut Akhmalludin dan Arie [37], pencucian pektin dengan alkohol tidak mempengaruhi banyaknya pektin yang dihasilkan, namun pektin yang dihasilkan memberikan warna yang lebih baik yaitu kuning keputihan.

4.2 MODIFIKASI PEKTIN

Pektin kering yang diperoleh dari hasil ekstraksi lalu dimodifikasi yang berguna untuk meningkatkan kemampuan pektin dalam menyerap logam. Modifikasi pektin dilakukan dengan menggunakan modifikasi pH dan temperatur. pH pektin ditingkatkan menjadi basa hingga pH 10 dengan menggunakan NaOH, didinginkan hingga temperatur kamar dan diasamkan kembali dengan menggunakan HCl hingga pH 3. Hasil modifikasi ini nantinya diharapkan akan menghasilkan pektin dengan kadar metoksil yang lebih rendah.

Gambar 4.2 menunjukkan hasil yang diperoleh dari modifikasi pektin kulit buah markisa.


(53)

32

Hasil pektin yang diperoleh dari modifikasi adalah pektin berwarna coklat dan tidak terbentuk gel. Dapat dilihat perbedaan hasil banyak gel pektin yang diperoleh dari pektin non modifikasi dan pektin modifikasi. Pektin modifikasi memiliki gel yang lebih sedikit bahkan hampir tidak terlihat sama sekali dibandingkan dengan pektin non modifikasi. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah pektin dengan derajat esterifikasi kurang dari 50%. Kekuatan pembentukan gel suatu senyawa akan lebih tinggi bila residu asam galakturonatnya dalam molekul juga besar, atau dengan kata lain pektin dengan kadar metoksil yang tinggi akan menghasilkan gel yang lebih banyak dibandingkan dengan pektin metoksil rendah [54]. Hal ini diperkuat oleh Kurniasari, dkk. [8] bahwa semakin rendah kadar metoksil pektin maka sifat pembentukan jellinya akan semakin berkurang.

Pektin bekerja pada pH 2 – 5 untuk menyerap logam. Jika pH lebih dari 5, maka banyaknya jumlah ion logam yang diserap akan menurun [55]. Modifikasi pektin dengan menggunakan alkali dan asam pernah diteliti oleh Annadurai, dkk. [56] dengan menggunakan HNO3 dan NaOH untuk menyerap logam Pb2+.

Hasilnya menunjukkan bahwa perlakukan asam menunjukkan kapasitas adsorpsi yang lebih baik jika diikuti dengan perlakuan alkali dan air diawal treatment. Oleh karena itu modifikasi pektin dilakukan dengan perlakuan asam menggunakan HCl yang diikuti dengan perlakuan alkali diawal treatment. pH akhir pektin adalah 3 karena pektin bekerja pada pH asam yakni 2 – 5.

4.3 PENENTUAN WAKTU OPTIMUM

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml dan ukuran partikel biosorben adalah 60 mesh sebanyak 1 gr. Sedangkan variasi waktu pengadukan yang digunakan untuk menentukan waktu optimum adalah 30, 60, 90, dan 120 menit.

Waktu kontak optimum dicari untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam proses adsorpsi ion Pb2+ oleh biosorben hingga tercapai titik maksimum dan mencapai titik kesetimbangan. Selain itu waktu kontak juga digunakan sebagai acuan untuk mengetahui kapan biosorben mencapai titik jenuh sehingga


(54)

33

tidak lagi mampu menyerap ion logam Pb2+ [57]. Pada saat persentase penyerapan logam mencapai nilai optimum, maka lama proses biosorpsi tersebut diambil sebagai waktu optimum biosorpsi.

Gambar 4.3 menunjukkan grafik pengaruh waktu biosorpsi terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Optimum Biosorpsi Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.3 dapat dilihat bahwa untuk pektin modifikasi selama selang waktu 30, 60, dan 90 menit terjadi peningkatan persentase penyerapan. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyak gugus dari biosorben yang belum berinteraksi secara optimum dengan biosorbat. Pada menit ke 90 persentase penyerapan diperoleh sebesar 99,92%. Selanjutnya terjadi penurunan pada waktu 120 menit yang menunjukkan bahwa biosorben sudah mengalami titik kejenuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu 90 menit telah terjadi kondisi kesetimbangan antara ion logam yang terlepas dan terikat kembali [57].

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa waktu optimum biosorpsi logam Pb2+ oleh modifikasi pektin kulit buah markisa adalah 90 menit. Sedangkan untuk pektin nonmodifikasi peningkatan persentase penyerapan terus terjadi hingga menit ke 120. Pada menit ke 120 persentase penyerapan adalah 99,52% sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu optimum untuk pektin nonmodifikasi adalah pada waktu 120 menit.


(55)

34 4.4 PENGARUH BOBOT BIOSORBEN

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml, ukuran partikel biosorben adalah 60 mesh, dan waktu pengadukan diambil dari waktu optimum yakni 90 menit. Sedangkan variasi bobot biosorben yang digunakan adalah 0,25;0,50;0,75; dan 1 gr

Gambar 4.4 menunjukkan grafik pengaruh bobot biosorben terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.4 Pengaruh Bobot Biosorben Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar bobot biosorben maka persentase penyerapannya akan semakin besar.

Jika bobot biosorben dinaikkan, sedangkan waktu kontak dan konsentrasi biosorbat tetap, peningkatan jumlah tapak aktif akan meningkatkan penyebaran biosorbat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kesetimbangan lebih lama. Oleh sebab itu, kapasitas biosorpsi semakin rendah dengan meningkatnya bobot biosorben [58]. Hal ini juga diperkuat oleh Junior, dkk. [59] yang menyatakan bahwa pada saat ada sebuah peningkatan bobot biosorben, maka ada peningkatan persentase penyerapan dan penurunan kapasitas biosorpsi.


(56)

35 4.5 PENGARUH UKURAN BIOSORBEN

Biosorben pektin dari kulit buah markisa digunakan untuk mengadsorpsi larutan tunggal Pb(II). Konsentrasi larutan tunggal yang digunakan adalah 15 ppm sebanyak 50 ml, dan waktu pengadukan diambil dari waktu optimum yakni 90 menit. Ukuran partikel yang digunakan 60 mesh dan 100 mesh, dimana ukuran 60 mesh adalah hasil ayakan yang lolos pada ukuran 60 mesh tetapi tertahan pada ukuran 80 mesh dan ukuran 100 mesh merupakan hasil ayakan yang lolos pada ukuran 100 mesh tetapi tertahan pada ayakan 140 mesh.

Gambar 4.5 menunjukkan grafik pengaruh ukuran biosorben terhadap persentase penyerapan ion logam Pb2+.

Gambar 4.5 Pengaruh Ukuran Biosorben Terhadap Persentase Penyerapan Pb(II)

Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin kecil ukuran biosorben maka persentase penyerapannya juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran partikel per satuan volume bisorben, maka semakin luas permukaannya, sehingga ion-ion akan lebih banyak terserap pada permukaan biosorben tersebut [20]. Pada grafik juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu jauh berbeda antara 60 mesh dan 100 mesh yakni 99,92% dan 100%. Hal ini mungkin disebabkan pada saat pengayakan jenis partikel yang lolos yang digunakan untuk percobaan pada variabel 60 dan 100 mesh terdapat ukuran partikel yang sama sehingga diperoleh hasil yang tidak terlalu jauh berbeda.


(57)

36 4.6 ANALISA ISOTERM ADSORPSI

Kelayakan dan efisiensi suatu proses biosorpsi tidak hanya bergantung pada sifat biosorben, tetapi juga pada konsentrasi larutan ion logam [60]. Setiap adsorben yang menyerap suatu zat satu dengan zat lain mempunyai pola isoterm adsorpsi yang berbeda. Hal ini dikarenakan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara lain yaitu jenis adsorben, jenis zat yang diserap, luas permukaan adsorben, konsentrasi zat yang diadsorpsi dan suhu. [61].

Data kesetimbangan biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan model terhadap kurva isoterm dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm berupa kapasitas, afinitas, selektifitas serta mekanisme interaksi adsorpsi [62].

Gambar 4.6 menunjukkan grafik pola isoterm adsorpsi terhadap logam ion Pb.

Gambar 4.6 Pola Isoterm Adsorpsi Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Model isoterm adsorpsi Langmuir dan Freudlich umum digunakan untuk menentukan parameter adsorpsi pada adsorpsi cairan dengan konsentrasi rendah. Model isoterm Langmuir dibuat berdasarkan asumsi bahwa binding sites terdistribusi secara homogen di seluruh permukaan adsorben, dimana adsorpsi terjadi pada satu lapisan (single layer). Sedangkan isoterm Freundlich dibuat


(58)

37

berdasarkan asumsi bahwa ada permukaan heterogen dengan beberapa tipe pusat adsorpsi yang aktif. Model ini sering digunakan untuk menggambarkan adsorpsi senyawa organik dan inorganik dalam larutan. [63].

Model kinetika Langmuir dapat ditunjukkan sebagai berikut [53]: = ( ) Ce +

dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

1/qm = kemiringan atau sensitifitas

qm = kapasitas adsorpsi optimum (mg/g)

1/(bqm) = intersep

bqm = konstanta kesetimbangan

Model kinetika Freundlich dapat ditunjukkan sebagai berikut [50]:

dimana:

Ce = konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan pada fasa cair (mg/L)

qe = konsentrasi adsorbat pada fasa padat/adsorben (mg/s)

k = konstanta kesetimbangan n = konstanta kesetimbangan


(59)

38

Gambar 4.7 menunjukkan kurva isoterm Langmuir pektin kulit buah markisa terhadap ion logam Pb2+.

Gambar 4.7 Kurva Isoterm Langmuir Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Dari gambar 4.7 dapat dilihat bahwa persamaan Langmuir yang diperoleh adalah y = 0,7181x + 0,0319. Dari persamaan ini diperoleh nilai bqm (konstanta

kesetimbangan) sebesar 31,348 dan qm (kapasitas adsorpsi optimum) sebesar


(60)

39

Gambar 4.8 menunjukkan kurva isoterm Freundlich pektin kulit buah markisa terhadap ion logam Pb2+.

Gambar 4.8 Kurva Isoterm Freundlich Pektin Kulit Buah Markisa Terhadap Ion Logam Pb2+

Dari gambar 4.8 dapat dilihat bahwa persamaan Freundich yang diperoleh adalah y = 0,1472 x + 0,1393. Dari persamaan ini diperoleh nilai k (konstanta adsorben) sebesar 1,3782 dan n (konstanta adsorben) sebesar 7,0077. Nilai R2 diperoleh sebesar 0,8243.

Berdasarkan nilai R2 yang diperoleh menunjukkan bahwa model isoterm Langmuir yang paling sesuai untuk biosorpsi logam ion Pb oleh pektin yang dari kulit buah markisa. Langmuir mengindikasikan proses biosorpsi ion logam memiliki cakupan lapis tunggal (monolayer) pada pektin. Dengan kata lain, biosorpsi ion logam Pb(II) pada pektin terjadi pada gugus fungsi pada permukaan pektin yang dianggap sebagai adsorpsi lapis tunggal.

4.7 ANALISA FTIR

Hasil pengukuran spektrum FTIR menunjukkan kelompok gugus fungsi dan memberikan informasi struktural pektin modifikasi dari bahan baku kulit buah markisa. Spektrum FTIR pektin modifikasi dibandingkan dengan spektrum FTIR pektin non-modifikasi. Rentang bilangan gelombang yang digunakan adalah 500 – 4000 cm-1.


(61)

40

Gugus fungsional utama pada pektin biasanya terletak pada area bilangan gelombang 1000 – 2000 cm-1 [64]. Ikatan karboksil berada pada 1630 – 1650 cm-1 untuk kelompok karboksil bebas [65] dan 1730 – 1760 cm-1 untuk kelompok karboksil teresterifikasi [66].

Gambar 4.9 menunjukkan hasil spektrum FTIR untuk pektin non-modifikasi.

1141,86 cm-1 Gugus C-O eter 2877,79 cm-1 Gugus C-H (Aldehid) 1431,18 cm-1 Gugus NO2 2997,38 cm-1 Gugus O-H (Asam

Karboksilat) 1631,78 cm-1 Gugus keton amida 3398,57 cm-1 Gugus N-H 1732,08 cm-1 Gugus Ester (C=O)


(62)

41

Gambar 4.10 menunjukkan hasil spektrum FTIR untuk pektin modifikasi.

1141,86 cm-1 Gugus C-O eter 1747,51 cm-1 Gugus Ester (C=O) 1219,01 cm-1 Gugus C-N (Amina

Alifatik)

2881,65 cm-1 Gugus C-H (Aldehid)

1431,18 cm-1 Gugus NO2 2997,38 cm-1 Gugus O-H (Asam

Karboksilat) 1496,76 cm-1 Gugus Arene 3417,86 cm-1 Gugus N-H 1631,78 cm-1 Gugus Keton Amida

Gambar 4.10 Hasil Spektrum FTIR untuk Pektin Modifikasi

Dalam proses penyerapan logam oleh pektin, salah satu gugus yang berpengaruh adalah gugus karboksil. Kandungan gugus inilah yang merupakan kunci utama didalam pengikatan logam berat oleh pektin [68]. Pada hasil uji gugus pektin dapat dilihat bahwa panjang gelombang grup karboksil pada pektin adalah 1732,08 cm-1 untuk pektin non-modifikasi dan 1747,51 cm-1 pada pektin modifikasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pektin non-modifikasi dan pektin modifikasi mampu menyerap logam karena keduanya mengandung gugus karboksil.

Perbandingan hasil uji FTIR pektin jenis HMP dan LMP juga pernah dilakukan oleh Balaria dan Silke [15] menggunakan pektin dari kulit jeruk untuk


(63)

42

penyerapan logam Pb. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pektin jenis HMP dan LMP mengandung gugus grup karboksil dengan panjang gelombang 1627,06 cm-1 untuk HMP dan 1624,19 cm-1 untuk LMP. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa pengikatan logam berat Pb oleh pektin jenis HMP dan LMP dipengaruhi oleh adanya gugus karboksil pada pektin.

Pada gambar 4.9 dan 4.10 menunjukkan bahwa proses modifikasi mengubah struktur kerangka dari biosorben pektin, yang ditandai dengan adanya perubahan di sudut fraksi pada keduanya dan juga peningkatan nilai persen transmitansi cahaya infrared, dimana persen transmitansi pada pektin non-modifikasi lebih kecil daripada pektin non-modifikasi. Menurut Sherman [67], nilai absorbansi berbanding terbalik dengan transmitansi. Sehingga jika transmitansi besar, maka nilai absorbansinya kecil. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai absorbansi pektin modifikasi lebih kecil daripada pektin non-modifikasi.

4.8 ANALISA PENENTUAN DERAJAT ESTERIFIKASI PEKTIN MODIFIKASI DAN NON-MODIFIKASI

Pada penelitian ini derajat esterifikasi pektin dilakukan untuk melihat penurunan derajat esterifikasi pektin markisa setelah dimodifikasi. Sebanyak 0,2 gram pektin kering di basahi dengan etanol dan dilarutkan dengan aquades dan diaduk sampai larut sepenuhnya. Lalu campuran ditambahkan 3 tetes phenoftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Hasil titrasi dicatat dan di sebut dengan initial

titration. Initial titration menunjukkan jumlah group korboksil bebas. Lalu sampel

ditambahkan 10 ml 0,1 N NaOH untuk menetralkan polygalacturonic acid dan sampel sampel dikocok kuat, setelah itu didiamkan sselama 2 jam pada temperatur kamar untuk de-esterify pectin. Setelah itu sampel ditambahkan HCl 0,1 N untuk menetralkan natrium hidroksida dan di kocok sampai warna pink sampel hilang. Lalu sampel ditambahkan 3 tetes phenoftalein lagi dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Dicatat volume NaOH yang digunakan dan di sebut final titration. Final

titration menunjukkan jumlah group karboksil teresterifikasi.

Tabel 4.1 menunjukkan hasil perhitungan derajat esterifikasi pektin non-modifikasi dan pektin non-modifikasi.


(64)

43

Tabel 4.1 Tabel Hasil Perhitungan Derajat Esterifikasi Pektin Non-Modifikasi Dan Pektin Modifikasi

Jenis Pektin

Initial Titration

(ml)

Final Titration

(ml)

Derajat Esterifikasi (%)

Pektin Markisa Non Modif 2,5 2,8 52,83

Pektin Markisa Modif 4,1 3,6 46,75

Tabel 4.1 menunjukkan data hasil penentuan derajat esterifikasi pektin non-modifikasi dan non-modifikasi, dimana diperoleh melalui hasil perhitungan dengan menggunakan rumus :

DE = (4.1)

Keterangan:

DE = Degree of Esterification (%)

Final Titration = jumlah NaOH yang digunakan pada titrasi terakhir (ml)

Initial Titration = jumlah NaOH yang digunakan pada titrasi awal (ml)

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa derajat esterifikasi pektin non-modifikasi lebih besar dari pada pektin modifikasi. Menurut Garnier, dkk. [69] yang dikutip oleh Dobies, dkk. [70] menyebutkan bahwa HMP (High Methoxyl Pectin) memiliki DE (Degree of Esterification) sebesar 50 – 80% dan LMP (Low Methoxyl Pectin) memiliki DE (Degree of

Esterification) sebesar 25 – 50%. Sehingga dapat disimpulkan nilai derajat

esterifikasi pektin non-modifikasi sebesar 52,83% menunjukkan bahwa pektin yang diperoleh adalah pektin jenis HMP (High Methoxyl Pectin) dan derajat esterifikasi pektin modifikasi sebesar 46,75% menunjukkan bahwa pektin hasil modifikasi adalah pektin jenis LMP (Low Methoxyl Pectin).


(65)

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Pada pektin tanpa modifikasi waktu optimal adalah 120 menit, bobot 1 gram dan ukuran partikel 60 mesh dengan efisiensi penyerapan logam Pb(II) 99,52%. Sedangkan pektin modifikasi waktu optimal adalah 90 menit, bobot 1 gram dan ukuran partikel 100 mesh dengan efisiensi penyerapan logam Pb(II) 100%.

2. Modifikasi pektin menambah panjang gelombang gugus grup karboksil yang merupakan kunci utama yang berpengaruh didalam pengikatan logam berat oleh pektin.

3. Dari hasil penentuan derajat esterifikasi pektin diketahui terjadinya penurunan derajat esterifikasi dari jenis HMP (High Metoksil Pektin DE>50) ke jenis LMP (Low Metoksil Pektin DE<50).

5.2` SARAN

Setelah dilakukan penelitian ini maka telah diketahui kemampuan penyerapan pektin dari kulit markisa kuning terhadap logam Pb(II). Namun perlu dilakukan beberapa penelitian lebih lanjut terhadap pektin untuk penyerapan logam Pb(II). Ada beberapa hal yang perlu dilakukan penelitian lanjutan seperti: 1. Perlu dilakukan variasi waktu pemanasan pada proses ekstraksi pektin untuk

melihat pengaruh lamanya waktu ekstraksi terhadap banyaknya jumlah pektin yang diperoleh.

2. Perlu dilakukan pencirian lebih lanjut biosorben pektin dari kulit markisa dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) serta penentuan nilai entalpi dan energi aktivasi untuk mengetahui mekanisme biosorpsi yang terjadi. 3. Perlu dilakukan aplikasi langsung terhadap limbah cair industri dikarenakan

hasil penelitian yang diperoleh terhadap aplikasi untuk logam tunggal Pb(II) sangat baik.


(66)

45

DAFTAR PUSTAKA

[1] Misbachul Moenir. “Kajian Fitoremediasi Sebagai Alternatif Pemulihan Tanah Tercemar Logam Berat”. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan dan

Pencemaran Industri, Vol. 1 No. 2 : 115 – 123, 2010, Hal: 116.

[2] Nana Dyah Siswati, Tenti Indrawati dan Meliya Rahmah. “Biosorpsi Logam Berat Plumbum (Pb) Menggunakan Biomassa Phanerochaete Chrisosporium”.

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vol. 1 No. 2, 2009, Hal: 68.

[3] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. “Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri”. Nomor 3, 2010.

[4] Nilanjana Das, P. Karthika, R. Vimala, dan V. Vinodhini. “Use of Natural Products as Biosorbent of Heavy Metals: An Overview”. Natural Product

Radiance, Vol. 7(2) : 133-138, 2008, Hal: 113.

[5] A. G. Devi Prasad dan Mohammed Abdulsalam Abdullah. “Biosorption of Fe(II) from Aqueous Solution Using Tamarind Bark and Potato Peel Waste: Equilibrium and Kinetic Studies”. Journal of Applied Sciences in Environmental

Sanitation, 4(3): 273-282, 2009, Hal. 274.

[6] Muhammad Aqeel Ashraf, Mohd. Jamil Maah, dan Ismail Yusoff. “Study of Banana peel (Musa sapientum) as a Cationic Biosorben”. American-Eurasian J.

Agric & Environ, Sci 8(1): 7-17, ISSN: 1818-6769, 2010, Hal: 7.

[7] J. L. Gardea Torresday, G. de la Rosa, dan J. L Peralta-Videa. “Use of Phytofiltration Technologies in The Removal of Heavy Metals: A Review”. Pure

Appl. Chem, Vol. 76, No. 4: 801-813, 2004, Hal: 802.

[8] L. Kurniasari, I. Riwayati, dan Suwardiyono. “Pektin Sebagai Alternatif Bahan Baku Biosorben Logam Berat”. Momentum, Vol. 8, No. 1: 1- 5, 2012, Hal: 1 – 2, 4.

[9] Yusuf Aprinando Sagala. “Kecernaan Kulit Buah Markisa (Pasiflora edulis

sims F. edulis) Difermentasi Phanerochaete chrysosporium Pada Domba Lokal

Fase Pertumbuhan”. Skripsi, Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2010, Hal: 4.

[10] Hesti Meilina dan Illah Sailah. “Produksi Pektin Dari Kulit Jeruk Lemon

(Citrus Medica)”. Prosiding Simposium Nasional Polimer V, ISSN: 1410-8720,

2005, Hal: 118 – 119.

[11] B. R. Thakur, R. K. Singh, dan A. K. Handa. “Chemistry and Uses of Pectin


(1)

64

Gambar L3.9 Pektin Kering

L3.2 MODIFIKASI PEKTIN

Gambar L3.10 Hasil Pelarutan Pektin dan Pengaturan pH


(2)

65

Gambar L3.12 Penikubasian Pektin Dengan Es Batu


(3)

66

Gambar L3.14 Pencucian Pektin Dengan Aseton

Gambar L3.15 Pektin Hasil Penyaringan


(4)

67

L3.3 PROSES BIOSORPSI DENGAN LOGAM Pb

Gambar L3.17 Proses Pengkontakan Pektin dengan Logam


(5)

68

Gambar L3.19 Hasil Larutan Logam yang Telah Diadsorpsi

L3.4 ALAT ANALISA PEKTIN


(6)

69