Characterization lytic Phage of Salmonella sp. FR38, FR19, and FR84

KARAKTERISASI FAGE LITIK Salmonella sp. FR38, FR19,
dan FR84

SANG AYU PUTU LISTYA ASTRININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

KARAKTERISASI FAGE LITIK Salmonella sp. FR38, FR19,
dan FR84

SANG AYU PUTU LISTYA ASTRININGSIH

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Tesis
Nama
NIM

: Karakterisasi Fage Litik Salmonella sp. FR38, FR19, dan FR84
: Sang Ayu Putu Listya Astriningsih
: G351100061

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. dr. Sri Budiarti
Ketua komisi

Dr. Ir. Iman Rusmana
Anggota


Diketahui

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah pascasarjana

Dr. Ir. Gayuh Rahayu

Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2012

Tanggal Lulus:

ABSTRACT

SANG AYU PUTU LISTYA. Characterization lytic Phage of Salmonella sp.
FR38, FR19, and FR84. Under direction of SRI BUDIARTI and IMAN

RUSMANA.
The ability of bacteriophage to survive under unfavorable conditions is
different depend on the strains. Various external physical and chemical factors
such as pH, temperature, and buffer can inactivate a phage. The aim of this
research was to characterized lytic phage Salmonella FR38, such as: analyze the
stability of lytic phage of Salmonella sp. FR38, FR19, and FR84 i.e: stability of
lytic activity of phage on different conditions of pH, temperature, buffers, and
morphological structure. Phage FR38, FR19, and FR84 could survive at various
pH conditions. A temperature above 60°C was found to be deleterious for survival
of the phages. Phage FR38 had the highest stability in various conditions. The
best performance buffer for storage of phage was SM buffer at pH 7 and
temperature of 27°C. Phage stored in buffer at low temperatures (4°C) showed
that the number of plaque was not different to that of at room temperature.
Transmission electron microscopy analysis showed that phage FR38 had an
icosahedral head 73.3 ± 0.21 nm in diameter and noncontractile tail of 93.7 ±
0.21 nm in length and 17.3 ± 0.07 nm in diameter. Phage FR19 had an
icosahedral head with 68.96 ± 0.014 nm in diameter and noncontractile tail of
52.41 ± 0,014 nm in length and 16.55 ± 0.02 nm in diameter. While phage FR84
had an icosahedral head 47,53 ± 0.028 nm in diameter and noncontractile tail of
15.69 ± 0.06 nm in length and 9.64 ± 0.042 nm in diameter. The proteins of

FR38, FR19, and FR84 had molecular weights of 16.48 – 120.49 kDa, 16.48 –
42.28 kDa, and 12.68 – 57.88 kDa respectively.

Keywords : lytic fage, Salmonella sp., pH, temperature, buffer

RINGKASAN

SANG AYU PUTU LISTYA. Karakterisasi Fage Litik Salmonella sp. FR38,
FR19, dan FR84. Dibimbing oleh SRI BUDIARTI dan IMAN RUSMANA.
Penyakit infeksi di Indonesia masih menduduki peringkat pertama. Infeksi
ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, akan tetapi terjadi pula di negara
maju. Sebagai contoh yang sering terjadi di Eropa dan Amerika Serikat adalah
kasus penyakit yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis yang ditularkan
melalui daging ayam, telur, dan produk olahannya. Beberapa bakteri patogen
seperti E. coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, dan Campylobacter
sp. juga dapat mencemari makanan. Dari 18 kasus keracunan makanan yang
terjadi pada tahun 2003, sebesar 83,30% disebabkan oleh bakteri patogen, dan
pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan 72,20% dari 53
kasus. Antibiotik telah digunakan untuk terapi akibat infeksi bakteri patogen
tersebut, akan tetapi pada saat ini penggunaan antibiotik menjadi tidak efektif

karena munculnya resistensi dan akumulasi residu bagi pengkonsumsinya.
Fage litik Salmonella sp FR38, FR19, dan FR84 adalah fage yang diisolasi
dari limbah cair rumah tangga (LCRT) di daerah Babakan, Darmaga. Pada
penelitian tersebut dilaporkan fage litik ini dapat melisiskan Salmonella sp.
resisten antibiotik yang diisolasi dari feses penderita diare di Puskesmas Sindang
Barang Bogor.
Dalam penelitian ini kestabilan fage terhadap kondisi pH ditentukan
dengan cara memeriksa fage pada berbagai kondisi pH (4-11). Ketiga fage FR38,
FR19, dan FR84 memiliki kondisi optimum pada pH, hal ini dapat dilihat dari
jumlah plak. Fage FR38 memiliki kestabilan terbaik terhadap pH dibandingkan
dengan fage FR19 dan FR84. Fage FR38 cenderung stabil pada kondisi asam, hal
ini dapat terlihat dari penurunan jumlah plak pada pH 5 dan pH 4 sebesar 24.23%
dan 32.7%. Pada kondisi basa, yaitu pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah
plak yang lebih besar yaitu sebesar 35% dan 64.6%. Fage FR19 dan FR84
memiliki karakteristik yang sama dengan fage FR38. Kedua fage tersebut
cenderung stabil pada kondisi asam. Pada FR19 terjadi penurunan jumlah plak

pada pH 5 dan pH 4 sebesar 27.7% dan 48.8%, sedangkan dalam kondisi basa,
yaitu pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah plak yang lebih besar yaitu 52.3%
dan 73.3%. Fage FR 19 memiliki kestabilan terendah dibandingkan dengan FR38

dan FR19. Pada FR84 terjadi penurunan jumlah plak pada pH 5 dan pH 4 sebesar
42.7% dan 62.7%, serta dalam pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah plak
yang lebih besar yaitu 46.7% dan 77.3%.
Fage FR38, FR19, dan FR84 cenderung stabil pada suhu 27°C dan 37°C.
Pada Fage FR38 yang diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27°C jumlah plak
lebih kecil dibandingkan dengan fage yang diinkubasi selama 30 menit pada suhu
37°C, tetapi jumlah plak tetap stabil setelah diinkubasi selama 60 dan 90 menit.
Jumlah plak tertinggi terjadi pada suhu 37°C setelah inkubasi 30 menit, akan
tetapi jumlah plak tidak stabil setelah inkubasi 60 dan 90 menit. Terjadi
penurunan plak sebesar 7.5% setelah inkubasi 90 menit. Fage FR38 tidak stabil
pada suhu 45°C, dan 55°C, dan 60°C. Ketidakstabilan fage terlihat dari penurunan
jumlah plak atau sama sekali tidak terbentuk plak. Fage FR19 dan FR84 memiliki
karakteristik yang sama dengan fage FR38 yaitu tidak stabil pada suhu 45°C,
55°C, dan 60°C.
Pengujian efek bufer terhadap stabilitas bakteriofage bertujuan untuk
mengetahui

bufer

terbaik


untuk

penyimpanan

bakteriofage.

Perlakuan

penyimpanan fage dilakukan pada tiga bufer yang berbeda, yaitu: SM (NaCl,
MgSO4.7H2O, Gelatin, Tris-Cl), Ringer (NaCl, KCl, CaCl2, MgCl2.6H2O,
NaH2PO4, dan glukosa), dan PBS (NaCl, KCl, NaH2PO4, dan KH2PO4) pada dua
suhu yang berbeda, yaitu: suhu ruang (27°C) dan suhu dingin (4°C). Penyimpanan
fage di dalam Nutrient Broth (NB) dijadikan sebagai kontrol. Kestabilan terbaik
terdapat pada fage yang disimpan dalam bufer SM ( 275×107 pfu/ml ) dan diikuti
secara berturut-turut pada bufer Ringer ( 120×107 pfu/ml ), dan PBS ( 100×107
pfu/ml ).
Analisis morfologi dengan menggunakan TEM pada Fage FR 38
menunjukkan


kepala

fage

yang

berbentuk

heksagonal

ikosahedral.

Diameter kepala fage sebesar 73.3 ± 0.21 nm dengan panjang ekor sebesar 93.7 ±
0.21 nm dan lebar ekor sebesar 17.3 ± 0.07 nm. Morfologi fage FR19 dan 84 lebih
kecil dibandingkan dengan fage FR38. Diameter kepala fage FR19 sebesar 68.96

± 0.014 nm dengan panjang ekor sebesar 52.41 ± 0.014 nm dan lebar ekor sebesar
16.55 ± 0.02 nm. Fage FR84 menunjukkan diameter kepala fage sebesar 47.53 ±
0.028 nm dengan panjang ekor sebesar 15.69 ± 0.06 nm dan lebar ekor sebesar
9.64 ± 0.042 nm.

Kadar protein masing-masing fage berbeda satu sama lain. Fage FR38
memiliki konsentrasi protein yang paling tinggi, yaitu sebesar 305 µg/ml dan
dikuti secara berturut-turut oleh FR19, dan FR84 yaitu sebesar 268 µg/ml dan 230
µg/ml.

Setelah

dilihat

dengan

SDS-PAGE,

hasil

analisis

fage

FR38


memperlihatkan ada 5 pita protein, dengan berat molekul 120; 105.6; 60.99;
27.82; dan 16.48 kDa. Fage FR19 memperlihatkan ada 3 pita protein, dengan
berat molekul 42.28; 30.88; dan 16.48 kDa. Fage FR84 memperlihatkan ada 2 pita
protein 57.88 dan 12.68.

Kata kunci: fage litik, Salmonella sp., suhu, pH, bufer.

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakterisasi Fage Litik Salmonella sp.
FR38, FR19, dan FR84 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 28 Agustus 2012


Sang Ayu Putu Listya A
NIM G351100061

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala
karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2011 hingga Maret 2012
ini ialah Karakterisasi Fage Litik Salmonella sp. FR38, FR19, dan FR84. Judul ini
dipilih karena untuk memproduksi fage litik perlu diketahui kondisi optimal untuk
pertumbuhan dan karakteristik morfologinya. Faktor lingkungan seperti pH, suhu,
dan bufer diduga berpengaruh terhadap kerusakan struktur elemen seperti kepala,
ekor, protein, dan perubahan struktur DNA sehingga mempengaruhi produksi
bakteriofage.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr. dr. Sri Budiarti; selaku ketua komisi pembimbing, yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran, nasihat, masukan, arahan, dan dana
penelitian.
2. Bapak Dr. Ir. Iman Rusmana; selaku anggota komisi pembimbing, yang
telah memberikan bimbingan, arahan, masukan.
3. Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia melalui Program
Desentralisasi Hibah Penelitian TIM Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, proyek nomor 41/13.24.4/SPP/PHPS/2011 tanggal 28 Maret 2011;
atas dana penelitian yang diberikan kepada penulis melalui koordinator Dr.
dr. Sri Budiarti.
4. Ibu Dr. drh. Sri Murtiningsih M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian
tesis.
5. Ibu Dr. Nisa Rachmania Mubarik selaku perwakilan dari Program Studi
Mikrobiologi Pascasarjana.
6. Mbak Dewi; selaku teknisi di laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis, PPSHB IPB Darmaga.
7. Mbak Ita; selaku asisten peneliti di laboratorium TEM dan Histologi,
Lembaga Eijkman.
8. Teman-teman satu program studi, beda program studi, dan satu tempat
penelitian yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Selaksa cinta dan terima kasih penulis persembahkan untuk Aji, Ibu, Wedana,
adik atas perhatian, dukungan, dan doa yang senantiasa diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
Sang Ayu Putu Listya

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta 2 Desember 1986 sebagai anak pertama dari
dua bersaudara pasangan Dr. Ir. Ngakan Timur Antara dan Dra. Desak Ketut
Sumiati. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus tahun 2010. Pada tahun 2010,
penulis diterima di Program Studi Mikrobiologi pada Program Pascasarjana IPB.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Sri Murtini, M.Si.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………... vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................
1
Tujuan.................................................................................................. 3
Manfaat Penelitian………………………………………………….. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteriofage………………………………………………………… 4
Bakteriofage Sebagai Agen Biokontrol Biologi……………………. 6
Kestabilan Bakteriofage……………………………………………. 8
METODE
Metode Penelitian…………………………………………………… 9
Waktu dan Tempat………………………………………………….. 10
Bahan dan Alat……………………………………………………… 10
Peremajaan Isolat Bakteri…………………………………………… 11
Perbanyakan Bakteriofage…………………………………………… 11
Kuantifikasi Bakteriofage dengan Plaque Forming Units (PFU/ml)..
11
Pemurnian Bakteriofage……………………………………………… 11
Efek pH terhadap Kestabilan Bakteriofage………………………….. 12
Efek Suhu terhadap Kestabilan Bakteriofage……………………….. 12
Efek Bufer terhadap Kestabilan Bakteriofage……………………….. 12
Pengamatan Morfologi Fage dengan Transmission Electron
Microscope (TEM)………………………………………………........ 13
Karakterisasi Protein…………………………………………………. 13
HASIL
Efek pH terhadap Kestabilan Bakteriofage………………………….. 15
Efek Suhu terhadap Kestabilan Bakteriofage……………………….. 16
Efek Bufer terhadap Kestabilan Bakteriofage………………………. 17
Hasil Pengamatan Morfologi Fage dengan Transmission Electron
Microscope (TEM)………………………………………………….. 20
Karakteristik Protein………………………………………………… 21
PEMBAHASAN…………………………………………………………… 23
SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………... 28
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………….. 29
LAMPIRAN……………………………………………………………….... 32

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Diagram alir tahapan metode penelitian…………………………….

3

2. Kestabilan fage FR38, FR19, dan FR84 terhadap pH inkubasi
4, 5, 7, 9, dan 11……………………………………………………. 15
3. Kestabilan fage FR38, FR19, dan FR84 terhadap suhu 27, 37, 45, 55,
dan 60°C masing-masing diinkubasi selama 30, 60, dan 90 menit…. 16
4. Efek bufer terhadap kestabilan bakteriofage FR38………………...... 18
5. Efek bufer terhadap kestabilan bakteriofage FR19………………...... 18
6. Efek bufer terhapat kestabilan bakteriofage FR84…………............... 19
7. Morfologi fage FR39, FR19, dan FR84……………………………… 21
8. Kisaran berat molekul protein fage pada SDS-PAGE……………….. 22

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Komposisi bufer…………………………………………………….

33

2. Pembuatan pereaksi Bradford untuk pengukuran konsentrasi
protein…………………………………………………………………

34

3. Komposisi bahan untuk membuat gel pengumpul dan gel pemisah…

34

4. Prosedur pewarnaan silver stain………………………………………

35

5. Kurva standar protein untuk penentuan konsentrasi sampel………....

36

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Diameter kepala, panjang ekor, dan diameter ekor fage
FR38, FR19, dan FR84……………………………………………….

20

2. Konsentrasi protein dari hasil ekstrasi kultur fage……………………

21

3. Berat molekul fage FR19, FR38, dan FR84…….……….................

22

4. Perbandingan morfologi fage FR38, FR19, dan FR84 dengan
Turki et al. (2012)…………………………………………………….

27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih menduduki peringkat pertama. Infeksi
ini tidak hanya terjadi di negara berkembang, akan tetapi terjadi pula di negara
maju. Sebagai contoh yang sering terjadi di Eropa dan Amerika Serikat adalah
kasus penyakit yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis yang ditularkan
melalui daging ayam, telur, dan produk olahannya (Higgins et al. 2005). Beberapa
bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, dan
Campylobacter sp. juga dapat mencemari makanan. Dari 18 kasus keracunan
makanan yang terjadi pada tahun 2003, sebesar 83,30% disebabkan oleh bakteri
patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan
72,20% dari 53 kasus (Djaafar et al. 2007).
Bakteri patogen tidak hanya menyerang manusia, akan tetapi dapat juga
menginfeksi hewan, produk peternakan, dan tanaman penting lainnya. Serangan
ini mengakibatkan berkurangnya nilai ekonomis. Penggunaaan antibiotik pada
saat ini menjadi tidak efektif dikarenakan munculnya mekanisme resisten.
Berdasarkan penelitian Oliveira et al. (2006) menunjukkan beberapa isolat
Salmonella yang berasal dari isolasi karkas ayam multiresisten terhadap enam
jenis antibiotik secara invitro yakni: kanamisin, enrofloxacin, neomisin,
fosfomisin, sulphonamides dan nitrofurantoin. Tingkat resistensinya sebesar
1.25% terhadap kanamisin, 3.75% terhadap enrofloxacin, 20% terhadap
fosfomisin, 86.25% terhadap sulphonamides, dan 90% terhadap nitrofurantoin.
Munculnya bakteri-bakteri resisten terhadap antibiotik mendorong para ilmuan
untuk mencari biokontrol alami yang ramah lingkungan untuk mengatasi bakteri
patogen ini.
Bakteriofage adalah virus yang menginfeksi bakteri dan hanya dapat
bereplikasi di dalam sel bakteri. Fage memiliki 2 tipe reproduksi, yaitu: litik dan
lisogeni. Fage litik yang menginfeksi bakteri dapat membuat sel inang pecah dan
akan menginfeksi sel inang lainnya (Pelczar et al. 2006). Fage litik Salmonella sp
FR38, FR19, dan FR84 adalah fage yang diisolasi dari limbah cair rumah tangga

(LCRT) di daerah Babakan, Darmaga (Sunarti 2011). Pada penelitian tersebut
dilaporkan fage litik ini dapat melisiskan Salmonella sp. resisten antibiotik yang
diisolasi dari feses penderita diare di Puskesmas Sindang Barang Bogor.
Bakteriofage telah digunakan sebagai biokontrol pencemaran makanan
oleh Bielke et al. (2007). Pada penelitian tersebut dilaporkan bakteriofage
memiliki kemampuan untuk mereduksi Salmonella pada produk pakan ayam.
Atterbury et al. (2003) telah melaporkan bahwa bakteriofage dapat mereduksi
Campylobacter jejuni pada permukaan kulit ayam. Ronnest et al. (2008)
melakukan isolasi bakteriofage yang berasal dari perairan Scandinavia. Fage
tersebut

dapat

dijadikan

sebagai

biokontrol

terhadap

Flavobacterium

psychrophilum yang merupakan patogen terhadap ikan salmon dan dapat
menyebabkan kematian.
Fage litik yang akan diproduksi dan diperbanyak perlu diketahui kondisi
optimal pertumbuhannya. Faktor lingkungan seperti pH, suhu, dan bufer diduga
berpengaruh terhadap kerusakan struktur elemen seperti kepala, ekor, protein, dan
perubahan struktur DNA sehingga mempengaruhi produksi bakteriofage.
Berdasarkan penelitian Chandra et al. (2011) kemampuan fage dalam menginfeksi
inangnya tergantung dari lingkungan (suhu dan pH). Suhu merupakan faktor kritis
pada ketahanan bakteriofage. Yang et al. (2010) melaporkan bahwa pada suhu
50°C dengan pH 6 sebanyak 73.2% dapat bertahan, hal ini berbeda dengan
kondisi suhu yang dinaikkan menjadi 80°C. Pada suhu tersebut, sebanyak 99%
fage kehilangan kemampuan infeksinya. Phumkhachorn et al (2010) mengisolasi
bakteriofage spesifik Vibrio harveyi PW2 yang berasal dari kolam udang di
Thailand. Hasil penelitian menunjukkan stabilitas fage PW2 dipengaruhi suhu,
dimana fage PW2 inaktif pada suhu 90°C. Berdasarkan penelitian Rode et al.
(2011) bakteriofage spesifik enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
kehilangan kemampuan infeksinya pada suhu 60°C. Fage tersebut juga tidak tahan
pada kondisi lingkungan asam, dimana fage kehilangan kemampuan infeksinya
pada pH 3.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi fage litik
Salmonella sp. FR38, FR19, dan FR84 dengan cara menganalisis kestabilan fage
FR38, FR19, dan FR84 pada berbagai pH, suhu, dan bufer, serta karakteristik
morfologinya.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai biokontrol
makanan dan air.

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteriofage
Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara
terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix
d’Herelle di Institut Pasteur di Paris pada tahun 1917. Twort mengamati bahwa
koloni-koloni bakteri kadang-kadang mengalami lisis (menjadi larut dan lenyap)
dan bahwa efek litik ini dapat ditularkan dari satu koloni ke koloni lainnya. Filtrat
koloni yang diencerkan dan difiltrasi dengan membran filter tetap saja dapat
melisiskan koloni, akan tetapi bila filtrat ini dipanaskan maka sifat litiknya rusak.
Twort berkesimpulan bahwa agen penyebab lisis ialah virus. D’Herelle
menemukan hal yang sama pada tahun 1917, sehingga diberi nama fenomena
Twort-d’Herella (Pelczar et al. 2006).
Bakteriofage merupakan virus spesifik yang hanya menyerang bakteri
target saja dan tidak dapat menginfeksi manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.
Fage merupakan parasit obligat intraselular yang dapat menggandakan diri di
dalam sel bakteri dengan menggunakan beberapa atau semua mesin biosintetik sel
inang. Seperti halnya semua virus, fage mengandung asam nukleat DNA atau
RNA yang diliputi selubung protein atau kapsid. Kapsid ini tersusun atas subunitsubunit morfologis yang disebut kapsomer, sedangkan kapsomer terdiri atas
sejumlah subunit atau molekul protein yang disebut protomer. Untuk bereplikasi
virus perlu menginfeksi sel inang untuk mensintesis komponen virion baru.
Komponen kemudian dirakit membentuk virion baru lalu melepaskan diri dari sel
inang dan menginfeksi sel lain. Fage merupakan virus yang menginfeksi bakteri,
memiliki 2 tipe yaitu litik dan lisogeni. Cara reproduksi bakteriofage litik terdiri
atas beberapa tahap, yaitu: adsorpsi, tahap penetrasi, tahap sintesis, tahap
pematangan, dan tahap lisis. Fage litik yang menginfeksi sel bakteri akan
mengakibatkan fage bereplikasi di dalam sel inang dan membentuk sejumlah fage
baru, kemudian akan membuat sel inang pecah dan akan menginfeksi sel inang

lainnya. Pada tahap adsorpsi, ujung ekor fage melekat pada dinding sel melalui
reseptor khusus pada permukaan sel. Proses pelekatan ini bersifat spesifik yang
berarti bahwa reseptor dan fage bersifat seperti pasangan. Reseptor dapat berupa
lipopolisakarida, flagella, pili, karbohidrat, atau protein membran dinding sel.
Tanpa reseptor spesifik, virus tidak dapat mangadsorpsi dan menginfeksi, apabila
situs reseptor berubah karena mutasi maka inang menjadi resisten terhadap infeksi
virus namun mutan virus dapat melekat pada inang yang resisten. Pelekatan virus
pada sel dapat mengakibatkan perubahan pada virus dan atau sel inang yang
mengakibatkan terjadinya penetrasi. Penetrasi fage ke dalam sel inang bersifat
mekanis. Proses ini dimudahkan oleh adanya suatu enzim yaitu lisozim, yang
dibawa pada ekor fage. Aktivitas enzim ini dapat membuat lubang kecil pada
peptidoglikan (Madigan et al. 2000). Pada tahap penetrasi asam nukleat virus
masuk ke dalam sel inang. Tahap transkripsi fage terjadi dalam beberapa tahap
melalui gen yang disebut sebagai: 1) protein awal, 2) protein tengah, dan 3)
protein akhir. Protein awal dan protein tengah merupakan enzim primer yang
terlibat dalam replikasi DNA dan transkripsi, sedangkan protein akhir merupakan
protein kepala dan ekor serta enzim yang terlibat dalam pelepasan partikel fage
matang (Snyder et al. 2003).
Beberapa menit setelah menginfeksi, virus memasuki fase eklips, yaitu
periode asam nukleat terpisah dari selubung protein dan virion bukan merupakan
komponen yang utuh. Pada periode pematangan diawali dengan pengemasan asam
nukleat yang baru diseintesis di dalam selubung protein. Pada fase ini titer virus
yang aktif di dalam sel meningkat secara drastis meskipun virion belum terlihat
berada di luar sel. Fase antara eklips dan pematangan disebut periode laten. Pada
akhir fase pematangan, virion matang keluar dengan mengakibatkan lisis sel
inang. Jumlah virion yang dilepaskan disebut ukuran ledakan (burn size). Siklus
replikasi pada fage dapat berlangsung selama 20-60 menit (Madigan et al. 2000).
Mikroskop elektron telah memungkinkan ditentukan ciri-ciri struktural
virus bakterial. Semua fage mempunyai inti asam nukleat yang ditutupi oleh
selubung protein atau kapsid. Virus bakteri dapat dikelompokkan ke dalam enam
tipe morfologis yaitu : 1) Tipe A adalah tipe yang paling rumit. Fage mempunyai
kepala heksagonal, ekor, yang kaku dengan seludang kontraktil, dan serabut ekor.

2) Tipe B serupa dengan tipe A, tipe ini mempunyai kepala heksagonal, tetapi
tidak mempunyai seludang kontraktil, ekornya kaku, dan mengenai serabut ekor,
ada yang mempunyai dan ada yang tidak. 3) Tipe C adalah tipe yang dicirikan
dengan sebuah kepala heksagonal dan sebuah ekor yang lebih pendek dari
kepalanya. Ekornya ini tidak mempunyai seludang kontraktil dan mengenai
serabut ekor, ada yang mempunya dan ada yang tidak, 4) Tipe D adalah tipe yang
memiliki sebuah kepala tanpa ekor, dan kepalanya tersusun dari kapsomerkapsomer besar. 5) Tipe E adalah tipe fage yang memiliki sebuah kepala tanpa
ekor, dan kepalanya tersusun dari kapsomer-kapsomer kecil, dan 6) Tipe F adalah
tipe yang berbentuk filamen (Pelczar et al. 2006).

Bakteriofage Sebagai Agen Biokontrol Biologi
Pada tahun 1980-an, Smith melakukan berbagai percobaan terapi fage.
Berdasarkan hasil penelitian Smith et al. (1987) menunjukkan bahwa fage
memiliki potensi yang cukup potensial untuk mengendalikan penyakit infeksi E.
coli pada ternak. Bielke et al. (2007) meneliti bahwa bakteriofage dapat
mengendalikan Salmonella dan Klebsiella oxytoca pada produk peternakan.
Penelitian ini didasari oleh keprihatinan para peneliti di Amerika bahwa produk
peternakan tercemar oleh Salmonella yang membahayakan bagi kesehatan
manusia apabila produk peternakan tersebut dikonsumsi. Penelitian diawali
dengan mengisolasi bakteriofage dari limbah buangan air, kemudian dilanjutkan
dengan uji kisaran inang dengan menggunakan beberapa bakteri seperti:
Escherichia, Citrobacter, Klebsiella, Kluyvera, dan Salmonella, dilanjutkan
dengan amplifikasi bakteriofage dan bakteri Salmonella, dan yang terakhir adalah
menginokulasikan Salmonella dan bakteriofage pada produk hasil peternakan
ayam. Higgins et al. (2005) telah mengisolasi bakteriofage dari limbah buangan
air. Fage ini dapat mereduksi Salmonella enteritidis pada ayam. Beberapa
penelitian lainnya yang menggunakan bakteriofage sebagai biokontrol pada
produk pangan telah dilakukan oleh Flyn et al., 2004; Fiorentin et al (2005). Pada
tahun 2004, Flynn et al. telah menyeleksi bakteriofage yang dapat mereduksi
jumlah E. coli O157:H7 pada daging. Produk fage yang telah dikomersialkan dan

penggunaanya telah diizinkan oleh Food Drug Association (FDA) adalah
LISTEXTM

P100. Produk ini telah diaplikasikan di Netherland, Eropa, dan

Amerika Serikat pada produk makanan keju, daging unggas, ikan, sayuran,
mentega, serta produk lainnya. Soni et al. (2010) menggunakan LISTEXTM P100
untuk mereduksi Listeria monocytogenes pada ikan salmon.

Kestabilan Bakteriofage
Beberapa faktor fisik dan kimia seperti, suhu, pH, dan ion diduga
berpengaruh terhadap kestabilan bakteriofage. Berdasarkan penelitian Olson et al.
(2004), Yates et al. (1985) suhu merupakan faktor penting yang berperan terhadap
kestabilan bakteriofage. Penelitian kestabilan fage terhadap suhu telah banyak
dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa peneliti tersebut diantaranya adalah
Atamer et al. (2008). Pada penelitian tersebut, sebanyak 40% fage Lactococcus
lactic dapat bertahan selama pemanasan pada suhu 80°C dalam suspensi susu,
akan tetapi hampir semua fage menjadi tidak aktif ketika suhu dinaikkan menjadi
95°C. Suhu selama penyimpanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
kestabilan fage. Jepson et al. (2004) meneliti pengaruh waktu penyimpanan fage λ
terhadap suhu yang berbeda. Mereka melihat tidak aktifnya fage yang disimpan
dalam bufer SM pada suhu 42°C setelah 84 hari. Fage tersebut lebih stabil pada
suhu penyimpanan 4°C selama 6 bulan.
Faktor lainnya yang ikut berpengaruh terhadap kestabilan bakteriofage
adalah pH lingkungan. Beberapa penelitian efek pH terhadap kestabilan fage
sudah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian Yang et al. (2010) fage litik AB1
yang menginfeksi Acinetobacter baumannii dapat stabil pada kisaran pH 5-9.
Fage tersebut lebih stabil pada suasana pH asam dibandingkan dengan pH basa.
Verthe et al. (2004) melakukan penelitian terhadap fage litik yang menginfeksi
Enterobacter aerogenes mengalami penurunan jumlah fage secara signifikan
ketika diinkubasi pada pH 2. Hal ini menandakan fage sangat tidak stabil pada
lingkungan asam. Berdasarkan penelitian Carrillo et al. (2006) fage litik yang
menginfeksi Campylobacter jejuni stabil pada kisaran pH antara 4 hingga 9, akan
tetapi kehilangan aktifitasnya pada pH 2.2.

Faktor kimia seperti ion yang terkandung di dalam bufer berpengaruh
terhadap kestabilan fage. Mylon et al. (2009) meneliti kestabilan fage MS2 pada
cairan dari LiCl, NaCl, KCl, dan CaCl2 pada kisaran 0.01 hingga 1.0 mol/L.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa garam monovalen tidak
berpengaruh terhadap perkembangan fage, hal ini berbeda dengan garam kalsium
yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan fage.

METODE
Metode Penelitian
Alur penelitian dan metode yang digunakan dalam penelitian ini terdapat
pada gambar 1. Metode tersebut terdiri atas 9 tahapan.
Peremajaan Isolat Salmonella sp. 38, 19, dan 84

Perbanyakan Fage Litik Salmonella sp. FR38, FR19, dan FR84

Kuantifikasi Bakteriofage dengan Plaque Forming Units
(PFU/ml)

Pemurnian Bakteriofage

Efek Kondisi pH terhadap Kestabilan Bakteriofage

Efek Kondisi Suhu terhadap Kestabilan Bakteriofage

Efek Bufer terhadap Kestabilan Bakteriofage

Pengamatan Morfologi Fage dengan Transmission Electron
Microscope (TEM)

Karakterisasi Protein

Gambar 1 Diagram alir tahapan metode penelitian.

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan April
2012, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hewan, IPB Darmaga dan
Laboratorium TEM Eijkman Jakarta.
Bahan
Bakteri yang digunakan ialah Salmonella sp. 38, 19, dan 84 yang
merupakan koleksi Dr. dr. Sri Budiarti. Bakteriofage yang digunakan ialah fage
litik Salmonella sp FR38, FR19, dan FR84 yang diisolasi dari limbah cair rumah
tangga (LCRT) di daerah Babakan, Darmaga (Sunarti 2011).
Peremajaan Isolat Bakteri
Bakteri Salmonella nomer 38, 19, dan 84 resisten antibiotik hasil isolasi
dari feses penderita diare di Puskesmas Sindang Barang Bogor ditumbuhkan
dengan metode kuadran pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni tunggal yang terbentuk diambil
dan ditumbuhkan pada media agar-agar miring SSA lalu diinkubasi pada suhu
37°C selama 12 jam. Hasil biakan disimpan untuk digunakan sebagai stok bakteri.
Perbanyakan Bakteriofage
Sebanyak 10 ml kultur bakteri Salmonella 38 OD600=1 ditumbuhkan pada
media Nutrient Broth (NB) dengan jumlah bakteri Salmonella sp. 108 CFU/ml.
Kultur disentrifugasi pada kecepatan 1052 × g, suhu 4°C selama 20 menit. Pelet
yang terbentuk diinfeksikan dengan 100 µl fage FR38, campuran diinkubasi
selama 30 menit pada suhu ruang, lalu campuran tersebut ditambahkan 10 ml
media Nutrient Broth (NB), dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.
Sebanyak 3 ml supernatan diambil dengan syringe dan difiltrasi dengan membran
filter 0,22 µm. Supernatan yang telah difiltrasi dimasukkan ke dalam tabung steril.
Hal yang sama pun dilakukan untuk bakteri Salmonella 19 dan 84.

Kuantifikasi Bakteriofage dengan Plaque Forming Units (PFU/ml).
Plaque Forming Units (PFU) ditentukan berdasarkan metode Foschino et
al. (1995), yaitu 100 µl larutan fage ditambahkan dengan 100 µl kultur
Salmonella yang telah diinkubasi selama 4-5 jam pada media Nutrient Broth
(NB). Suspensi diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang kemudian
dicampurkan dengan 6 ml molten top agar yang masih bersuhu 45°C, setelah itu
suspensi dituang ke atas permukaan media cawan agar-agar. Inkubasi dilakukan
pada suhu 37°C, plak-plak yang terbentuk dihitung setelah diinkubasi semalam.
Pemurnian Bakteriofage
Pemurnian fage dilakukan dengan memindahkan plak yang terisolasi
dengan baik menggunakan pipet Pasteur, kemudian plak tersebut dicampurkan
dengan 2-3 ml 25% pelarut Ringers. Suspensi fage dikocok dengan vortex dan
dibiarkan selama 5-10 menit pada suhu ruang kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 1052 × g suhu 4°C sebanyak 3 kali ulangan. Suspensi tersebut
kemudian difiltrasi menggunakan membran filter milipore 0,45 µl. Supernatan
hasil sentrifugasi yang mengandung fage disaring kembali dengan filter milipore
0,22 µl. Filtrat diambil dan disimpan untuk bahan produksi (Goodridge et al.
2003).
Efek Kondisi pH terhadap Kestabilan Bakteriofage
Filtrat fage (106 pfu/ml) diinkubasi selama 30 menit pada media Nutrient
Broth (NB) dengan pH 4, 5, 7, 9, dan 11 dan suhu 37°C. Sebanyak 100 µl fage
diambil dari masing-masih pH yang berbeda dan diinfeksikan dengan 100 µl
bakteri Salmonella, lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian
diperiksa PFU (Plaque Forming Units) menggunakan Double Layer Plaque
Technique.

Efek Kondisi Suhu terhadap Kestabilan Bakteriofage
Filtrat fage (106 pfu/ml) diinkubasi masing-masing pada suhu 27°C, 37°C,
45°C, 55°C, dan 60°C pada media NB. Setelah diinkubasi masing-masing selama
30, 60, dan 90 menit sebanyak 100 µl fage diambil dan diinfeksikan dengan 100
µl bakteri Salmonella dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian
diperiksa PFU (Plaque Forming Units) menggunakan Double Layer Plaque
Technique.
Efek Bufer terhadap Kestabilan Bakteriofage
Plak fage yang terbentuk dimurnikan dengan cara memindahkan plak yang
terisolasi dengan baik menggunakan pipet Pasteur, kemudian plak tersebut
dicampurkan dengan 2-3 ml 25% bufer Ringer. Hal yang sama pun dilakukan
dengan menggunakan bufer SM dan Phosphate Buffer Saline (PBS). Media
Nutrient Broth (NB) digunakan sebagai kontrol. Suspensi fage divortex dan
dibiarkan selama 5-10 menit pada suhu ruang. Suspensi tersebut kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 1052 × g suhu 4°C, kemudian difiltrasi
menggunakan membran filter milipore 0,45 µl (Phumkhachorn et al 2010).
Supernatan hasil sentrifugasi yang mengandung fage (106 pfu/ml) diambil dan
difiltrasi kembali menggunakan membran filter milipore 0,22 µl. Stabilitas Fage
terhadap bufer dilihat tiap minggunya menggunakan Double Layer Plaque
Technique.
Pengamatan Morfologi Fage dengan Transmission Electron Microscope
(TEM)
Preparasi untuk pengamatan sampel dengan menggunakan TEM dilakukan
berdasarkan metode Carey et al. (2006) dengan modifikasi. Stok fage diteteskan
sebanyak 10 µl pada grid menggunakan mikropipet, ditunggu selama 30 detik,
selanjutnya dikeringkan dengan kertas saring. Sebanyak 5µl uranil asetat 2%
diteteskan ke atas grid, ditunggu selama 1 menit. Grid dikeringkan dengan
menggunakan kertas saring dan dibiarkan ± 60 menit agar benar-benar kering.

Grid-grid EM diletakkan pada holder, dibiarkan kering selama beberapa jam,
setelah spesimen kering, diperiksa dengan menggunakan Mikroskop Elektron
Transmisi model JEOL JEM-1010 yang dioperasikan 80kV pada perbesaran
80000x-100000x.
Karakterisasi Protein
Stok fage diukur kadar proteinnya dengan menggunakan metode Bradford
(1976). Langkah awal untuk menentukan konsentrasi protein sampel ialah
membuat serial konsentrasi standar Bovine Serum Albumin (BSA) dari 0.1 hingga
1.0 mg/ml. Masing-masing konsentrasi standar protein dan sampel diambil
sebanyak 200 µl dan ditempatkan pada tabung reaksi. Masing-masing tabung
ditambahkan 2 ml pereaksi Bradford (Lampiran 2). Campuran dihomogenkan dan
diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit kemudian diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada λ 595 nm.
Nilai absorbansi dan konsentrasi protein dari standard BSA diplotkan pada
grafik cartesius dengan konsentrasi protein sebagai absis (sumbu x) dan
absorbansi sebagai ordinat (sumbu y), kemudian ditentukan persamaan garis
regresinya. Kurva yang terbentuk dijadikan sebagai kurva standar untuk
menentukan konsentrasi protein sampel (Lampiran 5).
Berat molekul protein fage yang diperoleh dianalisis dengan Sodium
Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) (Laemmli 1970).
Marker yang digunakan adalah Spectra

TM

Multicolor Broad Range Protein

Ladder dengan berat molekul berurut-turut adalah 10, 15, 25, 35, 40, 50, 70,100,
140, dan 260 kDa.
Konsentrasi gel pemisah sebesar 12% poliakrilamida yang ditempatkan
pada bagian bawah. Konsentrasi gel pengumpul sebesar 7.5% poliakrilamida yang
diletakkan di bagian atas setelah gel pemisah sudah menjadi benar-benar padat.
Komposisi bahan untuk membuat gel pemisah maupun gel pengumpul tertera
pada Lampiran 3.
Stok fage dan molecular weight marker, masing-masing dicampurkan
dengan bufer sampel dengan perbandingan 4:1 (4 bagian sampel dan 1 bagian
buffer sampel). Campuran disentrifugasi dengan sentrifuse ukuran kecil pada

kecepatan 1000 rpm, suhu ruang, selama 20 menit dan dipanaskan dalam air
mendidih selama 5-10 menit, dimasukkan ke dalam sumur gel dengan volume
45µl. Elektroforesis dijalankan dengan arus 20 mA dan tegangan 65 volt selama
3,5 jam. Elektroforesis diakhiri pada saat pewarna sampel mencapai batas 0.5 cm
hingga 1 cm dari bagian bawah gel. Setelah elektroforesis berakhir, gel diangkat
dari lempengan kaca dan dilakukan pewarnaan perak (silver stain). Bahan dan
prosedur untuk pewarnaan silver stain dapat dilihat pada Lampiran 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Efek pH terhadap Kestabilan Bakteriofage
Kestabilan fage terhadap pH ditentukan dengan cara memeriksa fage pada
berbagai kondisi pH (4-11). Ketiga fage FR38, FR19, dan FR84 memiliki kondisi
optimum pada pH 7 (Gambar 2), hal ini dapat dilihat dari jumlah plak. Fage FR38
memiliki kestabilan terbaik terhadap pH dibandingkan dengan fage FR19 dan
FR84. Fage FR38 cenderung stabil pada kondisi asam, hal ini dapat terlihat dari
penurunan jumlah plak pada pH 5 dan pH 4 sebesar 24.23% dan 32.7%. Pada
kondisi basa, yaitu pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah plak yang lebih
besar yaitu sebesar 35% dan 64.6%.
Fage FR19 dan FR84 memiliki karakteristik yang sama dengan fage FR
38. Kedua fage tersebut cenderung stabil pada kondisi asam. Pada FR19 terjadi
penurunan jumlah plak pada pH 5 dan pH 4 sebesar 27.7% dan 48.8%, sedangkan
pada kondisi basa, yaitu pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah plak yang lebih
besar yaitu 52.3% dan 73.3%.
Fage FR 19 memiliki kestabilan terendah dibandingkan dengan FR38 dan
FR19. Pada FR84 terjadi penurunan jumlah plak pada pH 5 dan pH 4 sebesar
42.7% dan 62.7%, serta pada pH 9 dan pH 11 terjadi penurunan jumlah plak yang
lebih besar yaitu 46.7% dan 77.3%.

250
200
150
100
50
0

80

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

300

70
60
50
40
30
20
10
0

4 5 7 9 11

4 5 7 9 11

4 5 7 9 11

pH

pH

pH

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 Kestabilan fage FR38 (a), FR19 (b), dan FR84 (c) terhadap pH inkubasi
4, 5, 7, 9, dan 11.
Efek Suhu terhadap Kestabilan Bakteriofage
Fage FR38, FR19, dan FR84 cenderung stabil pada suhu 27°C dan 37°C.
Pada Fage FR38 yang diinkubasi selama 30 menit pada suhu 27°C jumlah plak
lebih kecil dibandingkan dengan fage yang diinkubasi selama 30 menit pada suhu
37°C, akan tetapi jumlah plak tetap stabil setelah diinkubasi selama 60 dan 90
menit. Jumlah plak tertinggi terjadi pada suhu 37°C setelah inkubasi 30 menit,
tetapi jumlah plak tidak stabil setelah inkubasi 60 dan 90 menit. Terjadi
penurunan plak sebesar 7.5% setelah inkubasi 90 menit. Fage FR38 tidak stabil
pada suhu 45°C, dan 55°C, dan 60°C. Ketidakstabilan fage terlihat dari penurunan
jumlah plak atau sama sekali tidak terbentuk plak. Fage FR19 dan FR84 memiliki
karakteristik yang sama dengan fage FR38 yaitu tidak stabil pada suhu 45°C,
55°C, dan 60°C (Gambar 3).

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

300
250
200
150
100
50
0
27

37

45

55

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

60

27

Suhu ( C)

37

45

55

60

Suhu ( C)

(a)

(b)

Jumlah Fage ( 108 pfu/ml)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
27

37

45

55

60

Suhu ( C)

(c)
Gambar 3 Kestabilan fage FR38 (a), FR19 (b), dan FR84 (c) terhadap suhu
inkubasi 27, 37, 45, 55, dan 60°C, masing-masing diinkubasi selama 30
(■), 60 (■), dan 90 (■) menit.
Efek Bufer terhadap Kestabilan Bakteriofage
Pengujian efek bufer terhadap stabilitas bakteriofage bertujuan untuk
mengetahui

bufer

terbaik

untuk

penyimpanan

bakteriofage.

Perlakuan

penyimpanan fage dilakukan pada tiga bufer yang berbeda, yaitu: SM (NaCl,

MgSO4.7H2O, Gelatin, Tris-Cl), Ringer (NaCl, KCl, CaCl2, MgCl2.6H2O,
NaH2PO4, dan glukosa), dan PBS (NaCl, KCl, NaH2PO4, dan KH2PO4) pada dua
suhu yang berbeda, yaitu: suhu ruang (27°C) dan suhu dingin (4°C). Penyimpanan
fage di dalam Nutrient Broth (NB) dijadikan sebagai kontrol. Kestabilan terbaik
terdapat pada fage yang disimpan dalam bufer SM dan diikuti secara berturutturut pada bufer Ringer, dan PBS.
Fage FR38 menunjukkan kestabilan terbaik dalam penyimpanan bufer SM
pada suhu 27°C maupun 4°C, hal ini terlihat dari hanya terjadi penurunan jumlah
plak masing-masing sebesar 10,2% setelah penyimpanan selama 8 minggu
(Gambar 4). Pada Fage FR38 yang disimpan di dalam bufer Ringer pada suhu
27°C maupun suhu 4°C menunjukkan penurunan plak yang sama, yaitu sebesar
11,9% pada minggu ke 8. Penurunan jumlah plak pada penyimpanan bufer Ringer
masih relatif kecil dibandingkan pada penyimpanan dalam bufer PBS. Fage FR38
yang disimpan di dalam bufer PBS pada suhu 27°C maupun suhu 4°C selama 8
minggu terjadi penurunan jumlah plak sebesar 32,2%. Pada Fage FR38 yang
disimpan di dalam NB pada suhu 27°C, terjadi penurunan jumlah plak sebesar
76,3% pada minggu pertama, sedangkan fage FR38 yang disimpan dalam media
NB pada suhu 4°C terjadi penurunan jumlah plak yang lebih tinggi, yaitu sebesar
81,3%.
Fage FR19 dan FR84 memiliki kestabilan yang lebih rendah dibandingkan
dengan fage FR38. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya plak setelah
penyimpanan selama 6 minggu. Fage FR 19 dan 84 menunjukkan kestabilan
terbaik dalam penyimpanan dengan bufer SM pada suhu ruang dan diikuti secara
berturut-turut pada penyimpanan di dalam bufer Ringer, dan PBS (Gambar 5,6).

Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

350
300
250
200
150
100
50
0
0

1

2

3

4

5

6

7

350
300
250
200
150
100
50
0

8

0

Waktu Inkubasi ( minggu)

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Inkubasi (minggu)

(a)

(b)

Gambar 4 Efek bufer terhadap kestabilan bakteriofage FR38. (a) pada suhu ruang
(27°C). (b) pada suhu dingin (4°C). ■ Fage dalam bufer PBS, ▲ Fage

140
Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

dalam bufer SM , ♦ Fage dalam bufer Ringer, × Fage dalam media NB.

120
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

6

7

Waktu Inkubasi (minggu)

(a)

8

140
120
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Inkubasi (minggu)

(b)

Gambar 5 Efek bufer terhadap kestabilan bakteriofage FR19. (a) pada suhu ruang
(27°C). (b) pada suhu dingin (4°C). ■ Fage dalam bufer PBS, ▲ Fage
dalam bufer SM, ♦ Fage dalam bufer Ringer, × Fage dalam media
NB.

Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

Jumlah Fage ( 107 pfu/ml)

120
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Inkubasi (minggu)

120
100
80
60
40
20
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu Inkubasi (minggu)

(a)

(b)

Gambar 6 Efek bufer terhadap kestabilan bakteriofage 84. (a) pada suhu ruang
(27°C). (b) pada suhu dingin (4°C). ■ Fage dalam bufer PBS, ▲ Fage
dalam bufer SM, ♦ Fage dalam bufer Ringer, × Fage dalam media
NB.
Hasil Pengamatan Morfologi Fage dengan TEM
Analisis morfologi dengan menggunakan TEM pada Fage FR38
menunjukkan kepala fage yang berbentuk heksagonal ikosahedral. Morfologi fage
FR38 lebih besar dibandingkan dengan FR19 dan FR84 (Tabel 1).
Tabel 1 Diameter kepala, panjang ekor, dan diameter ekor fage FR38, FR19, dan
FR84
Nama Fage

Diameter Kepala Fage

Panjang Ekor Fage

Diameter Ekor Fage

(nm)

(nm)

(nm)

FR38

73.3 ± 0.21

93.7 ± 0.21

17.3 ± 0.07

FR19

68.96 ± 0.014

52.41 ± 0.014

16.55 ± 0.02

FR84

47.53 ± 0.028

15.69 ± 0.06

9.64 ± 0.042

Dengan menggunakan dua perbesaran yang berbeda pada TEM yaitu
80000 dan 100000 dapat terlihat morfologi fage FR38, FR19, dan FR84. Fage
FR38 (Gambar 7a) dan FR19 (Gambar 7b) dapat dilihat dengan perbesaran 80000,
sedangkan FR84 dapat terlihat jelas dengan menggunakkan perbesaran 100000
(Gambar 7c).

(a)

(b)

100 nm

100 nm

(c)

50 nm

Gambar 7 Morfologi (a) fage FR38 perbesaran 80000×, (b) fage FR19 perbesaran
80000×, (c) fage FR84 perbesaran 100000× (c). Tanda ({)
menunjukkan kepala fage. Tanda (←) menunjukkan ekor fage.
Karakteristik Protein
Kadar protein masing-masing fage berbeda satu sama lain. Fage FR38
memiliki konsentrasi protein yang paling tinggi dan dikuti secara berturut-turut
oleh FR19, dan FR84 (Tabel 2).

Tabel 2 Konsentrasi protein dari hasil ekstrasi kultur fage
Fage Litik

Konsentrasi Protein (µg/ml)

FR38

305

FR19

268

FR84

230

Hasil analisis bobot molekul protein fage dengan menggunakan Sodium
Dodecyl Sulphate-Poly Acrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) terlihat
pada (Gambar 8).

1

2

3

4

260 kDa

50 kDa

10 kDa

Gambar 8 Kisaran berat molekul protein fage pada SDS-PAGE. 1) Marker. 2)
fage FR84. 3) fage FR38. 4) fage FR19.

Hasil analisis Fage FR84 memperlihatkan ada 2 pita protein, fage FR19
memperlihatkan ada 3 pita protein, dan fage FR38 memperlihatkan ada 5 pita
protein (Tabel 3).

Tabel 3 Berat molekul fage FR19, FR38, dan FR84
Nama Fage

Berat Molekul
(kDa)

FR84

57.88; dan 12.68

FR19

42.28; 30.88; dan 16.48

FR38

120; 105.6; 60.99; 27.82; dan 16.48

Pembahasan
Faktor

lingkungan

seperti

pH

berpengaruh

terhadap

kestabilan

bakteriofage. Berdasarkan penelitian Chandra et al. (2011) bakteriofage spesifik
Salmonella dublin dapat stabil pada berbagai kisaran pH 4-10. Terdapat
penurunan jumlah plak pada kondisi diluar pH optimum 7, akan tetapi fage tidak
kehilangan aktivitasnya. Kestabilan fage dapat dilihat dari jumlah plak. Cara
perhitungan ini adalah yang paling mudah dan dapat disamakan dengan
perhitungan bakteri hidup. Plak yang terbentuk dari suatu kultur bakteri yang
ditumbuhkan di cawan petri dapat dijadikan suatu parameter penting dari adanya
fage pada siklus litik. Plak tersebut terlihat bening yang menandakan adanya zona
kerusakan sel. Setiap plak berasal dari satu partikel fage. Satu plak berasal dari
satu partikel virus sehingga partikel virus yang terdapat pada plak tersebut
seharusnya juga memiliki sifat genetik yang sama. Pada saat terbentuknya plak,
bakteri yang tidak terkena infeksi tersebar di tempat lain di dalam agar cawan dan
menghasilkan suatu background yang keruh. Proses isolasi plak fage dilakukan
secara hati-hati sampai dengan pemurnian untuk memastikan suatu populasi fage
yang murni tanpa adanya beberapa bakteri termasuk inang bakteri yang tahan
fage.
Pertumbuhan fage dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu absorbsi fage
terhadap bakteri; pertumbuhan ketika atau di dalam bakteri (periode laten); dan
pelepasan fage (terjadi proses lisis) (Madigan et al. 2000). Pada penelitian Yoon
et al. (2007), yang meneliti fage litik yang menginfeksi Pediococcus diperoleh
periode eclipse dan latent terjadi pada 29 menit dan 34 menit secara berturutturut. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan intraselular dimulai tidak lama
setelah infeksi terjadi. Pada fage litik AB1 yang menginfeksi Acinetobacter
baumannii diperoleh satu tahap kurva pertumbuhan fage yang memperlihatkan
periode latent pada menit ke 18 dan periode rise pada 30 menit (Yang et al.
2010). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, pertumbuhan fage litik
Salmonella sp. FR38, FR19, dan FR84 juga diperkirakan memiliki suatu periode
latent pada kisaran waktu antara 18-30 menit.
Hasil kuantifikasi atau perhitungan plak yang terbentuk akibat efek pH
terhadap stabilitas fage dilakukan dalam proporsi yang sama (100 µl kultur

Salmonella sp. diinfeksikan dengan 100 µl fage yang diinkubasi pada pH 4-10)
menunjukkan ketiga fage FR38, FR19, dan FR84 memiliki kondisi optimum pada
pH 7 dan cendrung tahan pada suasana pH asam dibandingkan dengan pH basa.
Kestabilan fage pada kondisi asam dibandingkan dengan basa kemungkinan
dikarenakan pada pH basa dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein fage.
Berdasarkan penelitian Siang et al. (2004) adanya perubahan pH dapat merubah
struktur dari Peptide Binding Site yang terdapat di luar permukaan virus.
Perubahan struktur protein ini mempengaruhi kestabilan interaksi antara fage
dengan inang.
Suhu memegang peranan penting terhadap kestabilan protein fage.
Beberapa protein dapat terdenaturasi pada suhu tinggi, bahkan pada suhu sedikit
di atas suhu optimum (Siang et al. 2004). Ketiga fage FR38, FR19, dan FR84
stabil pada suhu 27°C dan 37°C, akan tetapi menjadi tidak stabil apabila suhu
dinaikkan menjadi 45°C, 55°C, dan 60°C. Karakteristik fage FR39, FR19, dan
FR84 sama dengan bakteriofage FBp-AMP1 yang menginfeksi Burkholderia
pseudomallei. Fage tersebut tidak stabil pada suhu 60°C (Gatedee et al. 2011).
Jumlah plak terbesar didapat pada inkubasi suhu 37°C selama 30 menit, akan
tetapi jumlah plak ini terus menurun seiring dengan penambahan waktu inkubasi
yaitu selama 60 dan 90 menit. Karakteristik ini berbeda dengan fage yang
diinkubasi pada suhu 27°C. Pada suhu tersebut jumlah plak cenderung stabil
hingga waktu inkubasi selama 60 dan 90 menit. Ketidakstabilan fage pada suhu
yang cenderung tinggi dikarenakan pada suhu tersebut terjadi kerusakan beberapa
partikel fage (Jończyk et al. 2011).
Beberapa faktor fisik dan kimia seperti suhu, pH, dan ion menentukan
viabilitas fage. Penyimpanan yang tida