Effectiveness of Shigella sp. lytic phage

EFEKTIVITAS ISOLAT FAGE LITIK Shigella sp.

ISWADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Efektivitas Isolat Fage Litik
Shigella sp. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Iswadi

NIM G351090101

ABSTRACT

ISWADI. Effectiveness of Shigella sp. lytic phage.

Under supervision of

SRI

BUDIARTI and IMAN RUSMANA.
Shigella sp. is the causative agent of shigellosis transmitted through food and
water. Bacteriophages are considered as an alternative agent to control this bacterial
infection and contamination. The aim of this research is to analyze the effectiveness
of lytic phage against Shigella sp. Lytic phages were isolated from household
wastewaters of Sindang Barang, Cibeureum and Babakan Darmaga Kabupaten
Bogor. One specific phage of Shigella sp. (phage FY51-X) isolated from household
wastewaters performed plaque with rounded shape with 1.22 mm in diameter.
Number of lytic phage infecting Shigella sp. cells was 1.84 x 108 PFU mL-1. This
phage only infected Shigella sp. 51-X of 14 tested bacterial isolates. Phage FY51-X

was stable after storage at 20 and 37 °C, but its lytic activity was lost after storage at
60 oC for 60 minutes. Additionaly activity of the phage was lost after incubation for
24 hours in acidic and alkaline conditions. Alkaline condition was more sensitive than
acidic condition. Virion of the phage consisted of 8 proteins with molecular weight
ranging from 19.65 to 86.18 kDa. Lytic activity of the phage against Shigella sp. 51X was shown after 4 hours of incubation, however the number of bacterial cells was
significantly decreased at 12 hours of incubation.
Keywords: Shigella sp., lytic phage, shigellosis

RINGKASAN
ISWADI. Efektivitas Isolat Fage Litik Shigella sp. Dibimbing oleh SRI BUDIARTI
dan IMAN RUSMANA.

Shigellosis merupakan salah satu permasalahan kesehatan bagi masyarakat di
negara berkembang yang disebabkan oleh Shigella sp. Penyakit gastroenteritis ini
bersifat akut dan menjadi salah satu penyebab paling umum sakit dan kematian pada
anak-anak di negara berkembang serta menjadi penyebab signifikan menurunnya
produktivitas ekonomi. Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui makanan atau air
yang terkontaminasi. Penanganan terhadap penyakit shigellosis umumnya
menggunakan terapi antibiotik. Beberapa studi di Indonesia melaporkan hasil
pengujian pola resistensi Shigella terhadap beberapa jenis antibiotik yang dilakukan

secara in vitro dengan hasil yang menunjukkan bakteri ini telah mengalami resistensi
terhadap berbagai jenis antibiotik. Peningkatan resistensi bakteri terhadap berbagai
jenis antibiotik mendorong aplikasi fage sebagai biokontrol untuk mereduksi bakteri
patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kisaran inang dan efektivitas fage
litik dalam melisis biakan bakteri Shigella sp., serta diharapkan dapat digunakan
sebagai biokontrol pencemaran air dan makanan sehingga dapat mencegah
penyebaran penyakit shigellosis. Pemanfaatan fage sebagai biokontrol patogen
membutuhkan pemahaman yang baik mengenai efek faktor lingkungan terhadap
aktivitas fage.
Bakteri yang digunakan untuk isolasi fage dalam penelitian ini ialah Shigella
51-X, sedangkan untuk pengujian kisaran inang digunakan Salmonella p15, p19, p38,
p84, dan E. coli nonpatogen yang merupakan koleksi Dr. dr. Sri Budiarti. Fage
diisolasi dari limbah cair rumah tangga Kelurahan Sindang Barang, Cibeureum dan
Babakan Darmaga Kabupaten Bogor. Fage hasil isolasi dimurnikan dan dibiakkan,
selanjutnya dilakukan penentuan kisaran inang, pengujian stabilitas terhadap suhu dan
pH, pengujian berat molekul protein dan diuji efektivitas lisis terhadap sel Shigella sp.
Pada penelitian ini diperoleh satu isolat fage, yaitu fage FY51-X dengan bentuk
plak bulat, berdiameter 1,22 mm, dan bersifat spesifik inang. Perkiraan jumlah fage yang
menginfeksi dan melisis sel inang diukur dengan menghitung jumlah plak yang terbentuk
(plaque forming units). Jumlah fage FY51-X yang menginfeksi dan melisis sel inang

diperkirakan mencapai 1,84 x 108 PFU mL-1. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian
stabilitas fage terhadap dua faktor lingkungan, yaitu suhu dan pH. Keduanya
merupakan parameter fisik yang memiliki peranan penting dalam mekanisme
fisiologi makhluk hidup. Fage FY51-X relatif stabil pada suhu 20 dan 37 °C pada
semua durasi waktu uji. Hal ini menunjukkan bahwa fage ini stabil pada suhu
optimum pertumbuhan Shigella, yaitu 37 °C. Fage mengalami penurunan aktivitas
dan bahkan sama sekali tidak memperlihatkan aktivitas yang ditandai oleh tidak
adanya plak pada suhu 60 °C. Fage ini juga stabil pada pH 7 dan lebih toleran
terhadap kondisi asam dibandingkan kondisi basa. Ketidakstabilan fage terhadap suhu
dan pH diperlihatkan dengan penurunan jumlah plak atau sama sekali tidak terbentuk
plak. Suhu dan pH mempengaruhi stabilitas protein. Sehingga berpengaruh terhadap
struktur dan kesesuaian protein, serta interaksi antara protein dengan protein yang
berfungsi sebagai sensor pada fage.

Pengujian berat molekul protein fage FY51-X menggunakan sodium dodecyl
sulfate-polyacrylamide gel electrophoresis memperlihatkan 8 pita protein pada gel
pemisah dengan berat molekul masing-masing 86,18; 58,80; 54,47; 44,42; 38,12;
31,09; 22,89; dan 19,65 kDa. Molekul protein dengan berat tertentu menunjukkan
bahwa protein tersebut merupakan penyusun bagian tertentu dari fage seperti kepala,
ekor dan serabut ekor. Bagian tertentu dari fage tidak hanya disusun oleh satu

molekul protein saja, tetapi dapat tersusun oleh beberapa molekul protein sekaligus.
Pengujian efektivitas lisis fage FY51-X terhadap sel Shigella sp. menunjukkan bahwa
fage ini efektif melisis bakteri inang 4 jam setelah masa inkubasi dan menjadi waktu
optimal dalam melisis inang. Waktu lisis ini relatif lambat jika dibandingkan dengan
fage λ dengan waktu lisis optimal 29,3 – 68 menit. Waktu lisis sel inang dipengaruhi
oleh laju adsorbsi fage itu sendiri. Fage dengan laju adsorbsi tinggi akan memiliki
rata-rata waktu lisis pendek (cepat), demikian juga sebaliknya.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

EFEKTIVITAS ISOLAT FAGE LITIK Shigella sp.


ISWADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Sri Murtini, M.Si.

Judul Tesis
Nama
NRP

: Efektivitas Isolat Fage Litik Shigella sp.
: Iswadi

: G351090101

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Iman Rusmana, MSi
Anggota

Dr. dr. Sri Budiarti
Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi
Mikrobiologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Gayuh Rahayu


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian : 24 Juli 2012

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah menurunkan AlQur’an yang suci dan mulia sebagai penerang dan petunjuk bagi seluruh umat
manusia. Shalawat dan salam kepada pembawa risalah kebenaran al-Islam, Rasul
Muhammad SAW, juga kepada keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga
akhir zaman. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia Allah, penulis dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul Efektivitas Isolat Fage Litik Shigella sp.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Hibah Penelitian TIM Pascasarjana
(HPTP) 2010 yang membiayai penelitian ini melalui Dr. dr. Sri Budiarti sebagai
ketua TIM peneliti. Terimakasih juga kepada Ibu Dr. dr. Sri Budiarti dan Bapak Dr.
Ir. Iman Rusmana, M,Si. atas bimbingan, saran dan arahan mulai dari penulisan
proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyempurnaan penulisan ini. Ibu Dr. Ir.
Gayuh Rahayu selaku ketua program studi dan Ibu Dr. Nisa Rachmania, M.Si. yang

telah berkontribusi dalam penyelarasan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Rektor Universitas Syiah Kuala, Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala atas izin dan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor serta terimakasih kepada Direktur
Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS dan kepada Pemerintah Daerah
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) atas beasiswa NAD selama mengikuti pendidikan
S2 di IPB. Ibu Dewi selaku teknisi di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan
Biomedis, PPSHB, IPB. Bapak Dr. Djufri, M.Si., Dr. M. Ali S, M.Si., Drs.
Hasanuddin, M.Si., Dr. Samingan, M.Si., Drs. Supriatno, M.Si., Dr. M. Sayuthi
M.Si., Wardiah M.Sc., dan seluruh staf program studi pendidikan biologi FKIP
Unsyiah atas motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Magister di
IPB.
Penghargaan yang setulusnya kepada ayahanda M.Yusuf Abdullah (Alm) dan
ibunda Bariah Bugeh atas kasih sayang dan doa restunya, serta kepada yang tercinta
istri Ida Rasyidah, S.Pd., ananda Jihan Jalila, adik-adikku: Murdahri dan Rosmalinda
atas kasih sayang, kesabaran, pengorbanan dan dorongannya telah mengantar penulis
hingga bisa menyelesaikan studi S2. Terimakasih kepada sahabatku Sesep Abdul
Rosyid (Alm) yang telah berkenan menjadi teman belajar yang siap diajak bertukar
pendapat hingga akhir hayatnya. Teman-teman Mikrotropisian2009, FORKUB dan
IKAMAPA di Bogor, serta kepada berbagai pihak atas bantuan dan kerjasamanya

selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Semoga Allah memberi rahmat bagi kita
semua. Amiin
Bogor, Juli 2012
Iswadi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pidie pada tanggal 28 Maret 1978 sebagai anak kedua
dari lima bersaudara, dari pasangan M. Yusuf Abdullah (Alm) dan Bariah Bugeh.
Pendidikan Sarjana Pendidikan ditempuh di Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala melalui jalur UMPTN, lulus pada tahun 2001. Pada tahun
2009 penulis diterima di Program Studi Mikrobiologi pada program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
Magister pada Program Studi Mikrobiologi program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sejak tahun 2006.

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL .. ..........................................................................................

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................
Tujuan Penelitian...................................................................................
Manfaat Penelitian.................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Bakteri Shigella ...............................................................
Shigellosis .. ..........................................................................................
Definisi dan Karakteristik Bakteriofage ................................................

5
6
7

METODE
Alur Penelitian.......................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................
Peremajaan Bakteri Shigella sp .............................................................
Isolasi Fage . ..........................................................................................
Penentuan Kisaran Inang Fage ..............................................................
Stabilitas Fage terhadap Suhu dan pH...................................................
Penentuan Berat Molekul Protein Fage .................................................
Efektivitas Lisis Sel Shigella oleh Fage ................................................

13
14
14
14
15
16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Fage . ..........................................................................................
Kisaran Inang Fage................................................................................
Stabilitas Fage terhadap Suhu dan pH...................................................
Penentuan Berat Molekul Protein .........................................................
Efektivitas Lisis Sel Bakteri Shigella sp. oleh Fage..............................

19
21
23
27
28

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ..........................................................................................
Saran ........ ..........................................................................................

31
31

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

33

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Beberapa bentuk morfologi fage dari famili (A dan B) Podoviridae,
(C) Siphoviridae, (D dan E) Myoviridae ......................................................

8

2

Diagram alir tahapan metode penelitian ......................................................

13

3

Isolasi fage dengan menggunakan metode dua lapis agar, memperlihatkan
(A) pembentukan plak akibat lisisnya sel inang oleh fage, (B) perlakuan –
kontrol (tanpa infeksi fage) tidak memperlihatkan pembentukan plak .......

19

1

4

Stabilitas fage FY51-X terhadap suhu inkubasi 20, 37, 43 dan 50 (perlakuan
suhu 60 °C tidak menunjukkan aktivitas lisis) selama 10, 30 dan 60 menit........
24

5

Stabilitas fage FY51-X terhadap pH 3, 4, 5, 7, 8, 9 dan 10; masing-masing
Diinkubasi selama 30, 60, 120 menit dan 24 jam ........................................

25

Profil SDS-PAGE fage FY51-X memperlihatkan 8 pita protein, dengan berat molekulberkisar 19,65 sampai 86,18 kDa ............................................

28

Efektivitas lisis sel Shigella oleh fage FY51-X ...........................................

29

6
7

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Beberapa laporan penemuan fage dari berbagai sumber ............................

10

2

Kisaran inang fage FY51-X terhadap beberapa galur bakteri......................

21

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Shigellosis merupakan salah satu permasalahan kesehatan bagi masyarakat di
negara berkembang yang disebabkan oleh Shigella sp. Penyakit gastroenteritis ini
bersifat akut dan menjadi salah satu penyebab paling umum tingginya angka
kesakitan dan kematian pada anak-anak di negara berkembang. Hosseini et al (2007)
melaporkan dari 165 juta kasus yang terjadi di seluruh dunia, sekitar 1,1 juta jiwa
meninggal per tahun, dengan korban terbanyak berasal dari kelompok anak-anak usia
di bawah 5 tahun.
Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. Gejala awal ditandai dengan timbulnya demam, nyeri abdomen dan
diare cair tanpa darah, serta secara umum setelah 3 – 5 hari baru ditemukan adanya
darah di dalam feses. Lamanya gejala pada orang dewasa rata-rata adalah 7 hari, pada
kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu (Zein et al. 2004). Kasus
dehidrasi berat pada penyakit diare ini relatif sedikit ditemukan yakni sebesar 10%,
sedangkan 90% lainnya tidak mengalami dehidrasi tetapi diperlukan terapi antibiotik.
Antibiotik

terpilih

untuk

Shigella

adalah

ampisilin,

kloramphenicol

dan

sulfametoxazol-trimetoprim (Triatmodjo 1993).
Hasil pengujian pola resistensi Shigella terhadap beberapa jenis antibiotik
secara in vitro di wilayah Jakarta dan Jawa Barat oleh Triatmodjo (1993),
menunjukkan bahwa kanamisin dan kotrimoxazol masih efektif. Di Jakarta tingkat
efektivitas kanamisin dan kotrimoxazol seimbang yaitu sebesar 6,2%. Di Jawa Barat
kanamisin lebih efektif dari kotrimoxazol, disini tingkat resistensi Shigella terhadap
kanamisin 7,1%, sedangkan terhadap kotrimoxazol 14,2%. Ampisilin, tetrasiklin dan
kloramfenikol efektivitasnya di bawah kanamisin dan kotrimoxazol. Di Jakarta
tingkat resistensi terhadap ketiga jenis antibiotik tersebut berkisar antara 30%-50%,
sedangkan di Jawa Barat lebih tinggi lagi yaitu antara 57%-85% (Triatmodjo 1993).
Hasil survey ICDDR,B (2004) di Dhaka menujukkan bahwa secara historis
Shigella rentan terhadap tetrasiklin, khloramfenikol dan obat-obatan yang umum
digunakan lainnya. Namun, tahun 1984 ditemukan 98% dari isolat Shigella Sd1
resisten terhadap tetrasiklin, 84% terhadap trimetoprim-sulphamethoxazol (TMP-

SMX), 84% terhadap kloramfenikol, dan 10% terhadap ampisilin. Selanjutnya
resistensi terhadap ampisilin meningkat menjadi 52% pada tahun 1985. Pada tahun
1993, semua (100%) isolat Shigella Sd1 resisten terhadap asam nalidixic, 98%
terhadap TMP-SMX, dan 95% terhadap ampisilin. Khusus untuk asam nalidixic
resistensi meningkat dari 5% pada 1986 menjadi 80% pada tahun 1990, dan 100%
pada tahun 1993. Resistensi S. flexneri

juga mengalami peningkatan, terutama

terhadap asam nalidixic mengalami peningkatan dari 4% pada 1986 menjadi 66%
pada tahun 2003.
Peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik mendorong aplikasi fage
sebagai biokontrol untuk mereduksi bakteri patogen.

Beberapa fage telah

diaplikasikan sebagai biokontrol pencemaran makanan, diantaranya fage spesifik E.
coli O157 yang diaplikasikan pada permukaan daging (Flynn et al. 2004), fage
spesifik Salmonella dan Campylobacter yang diaplikasikan pada kulit ayam (Goode
et al. 2003), fage spesifik Lactococcus garviae dan Pseudomonas plecoglossicida
yang diaplikasikan pada pakan mampu menurunkan tingkat kematian ikan secara
signifikan (Park et al. 2000; Park & Nakai 2003). Sedangkan terhadap sanitasi air, di
Bangladesh telah diaplikasikan fage spesifik E. coli patogen dalam bentuk tablet pada
air minum (Ochman & Selander 1984).
Fage litik adalah suatu metode alami dan non toksik untuk mereduksi dan
mengontrol pertumbuhan bakteri patogen manusia, karena fage adalah bagian dari
gastrointestinal dan ekosistem lingkungan. Fage dapat diisolasi dari limbah, tinja,
tanah, air, jaringan tubuh yang terserang penyakit atau produk dari pabrik susu.
Sumber fage yang paling baik dan paling umum digunakan untuk mereduksi bakteri
patogen adalah fage yang berasal dari habitat inangnya. Berdasarkan laporan
Ongunseitan et al (1992), fage umum ditemukan di lingkungan terutama pada sampel
limbah cair, yaitu sebesar 3,16x106 fage dalam 1 mL air. Limbah merupakan habitat
bakteri fekal (coliform) dan diduga di dalam limbah mengandung banyak galur fage
bakteri koliform yang beragam. Beberapa fage telah diaplikasikan sebagai biokontrol
pencemaran air dan makanan, namun sebagai biokontrol Shigella sp. belum banyak
dilakukan, terutama di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menguji kisaran inang, stabilitas
terhadap suhu dan pH, serta efektivitas fage litik dalam melisis biakan bakteri
Shigella sp.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai biokontrol
pencemaran air dan makanan sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit
shigellosis.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Bakteri Shigella
Shigella dikelompokkan ke dalam kelompok bakteri Gram negatif, berbentuk
batang, tidak berspora, respirasi aerob atau fakultatif anaerob, non motil, dan
berkerabat dekat dengan E. coli. Berdasarkan antigen-O dan karakteristik
biokimianya, bakteri ini diklasifikasikan ke dalam empat spesies yaitu: Shigella
dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii dan Shigella sonnei (Yang et al. 2005).
Semua spesies Shigella adalah penyebab shigellosis dan menjadi permasalahan
kesehatan bagi masyarakat di negara berkembang akibat kemiskinan, sanitasi buruk,
rendahnya tingkat kebersihan pribadi dan permasalahan suplai air bersih (Srinivasa et
al. 2009). Shigella dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. Salah satu vektor yang menyebabkan kontaminasi pada makanan
adalah lalat.
Patogenesitas Shigella ditentukan oleh kemampuannya menginfeksi dan
mengkolonisasi jaringan epitel usus manusia. Patogenesitas merupakan proses multi
tahapan yang tergantung pada kemampuan bakteri dalam melintasi mukosa usus
melalui sel M yang berasosiasi dengan jaringan gastrointestinal associated lymphoid
(GALT). Bakteri menginfeksi sel epitel dan mempunyai kapasitas untuk
memprogram ulang sel tersebut sehingga menghasilkan mediator pro-inflamasi,
seperti interleukin 8 yang berperan memfasilitasi kuatnya inflamasi untuk invasi
bakteri lebih lanjut (Torres 2004). Sebelum masuk ke sel epitel, bakteri terlebih
dahulu harus menempel pada sel target dan masuk dengan perantaraan reseptor.
Patogenesis Shigella dapat dilihat sebagai proses terganggunya keseimbangan
homeostatik usus yang melindungi dirinya sendiri terhadap peradangan dengan
kehadiran komensal flora (Sansonetti 2006).
Shigella dysenteriae merupakan spesies dominan di daerah tropis dan
menyebabkan disentri paling parah, sedangkan S. flexneri ditemukan di negara-negara
maju dan daerah tropis dalam jumlah yang signifikan. S. boydii jarang terisolasi
kecuali di India, dan beberapa kasus di Eropa (Milliotis & Bier 2003). Berdasarkan
hasil penelitian selama 5 tahun sejak Januari 2000 – Desember 2004 di Perancis
memperlihatkan bahwa S. sonnei merupakan spesies yang paling banyak terisolasi

dari pasien penderita diare (50%), dan secara berurutan diikuti oleh S.flexneri (35 %),
S. boydii (5 %) dan S. dysenteriae (4 %) (Grimont et al. 2007). Di Indonesia, Agtini
et al. (2005) melaporkan bahwa S. flexneri merupakan spesies yang banyak terisolasi
dari penderita diare yaitu 73% dari keseluruhan isolat yang diisolasi. Herwana et al.
(2010) menempatkan S. flexneri diurutan pertama (63,2%) sebagai spesies yang
terbanyak menginfeksi penderita diare, diikuti oleh S. sonnei (22,8%). Selanjutnya,
Subekti et al (2001) juga menyebutkan bahwa S. flexneri merupakan penyebab utama
diare endemik di banyak negara berkembang dan umumnya terkait dengan durasi
infeksi yang panjang sehinga ditemukan darah dalam tinja.

Shigellosis
Shigellosis atau bacillary dysentery adalah penyakit yang ditularkan melalui
makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan
menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, shigellosis timbul dengan gejala awal terdiri dari demam, nyeri
abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari.
Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih
parah menetap selama 3 – 4 minggu (Zein et al. 2004).
Milliotis & Bier (2003) menjelaskan bahwa shigellosis sering kali diawali
oleh diare cair, yang merupakan gejala awal disentri yang khas dan merupakan suatu
tahapan gejala yang disebabkan oleh produksi enterotoksin saat bakteri menginfeksi
usus halus dan memblokir penyerapan elektrolit dan glukosa. Demam, sakit perut
parah, dan kram disertai dengan tinja berdarah dan berlendir adalah gejala lanjutan
setelah diare dan berkorelasi dengan peluruhan mukosa usus besar akibat
penghambatan sintesis protein yang menyebabkan sel mati. Shigella menembus ke
dalam sel epitel yang melapisi usus besar, berkembang biak di dalam sel, dan
menyebar dari sel ke sel melalui mukosa. Sel-sel mati akan luruh dan dikeluarkan
dalam tinja bersama dengan lendir dan sejumlah besar bakteri. Kehadiran leukosit
didalam tinja juga merupakan penampakan dari sifat inflamasi akibat disentri.
Shigellosis merupakan penyakit gastroenteritis akut yang menjadi salah satu
penyebab paling umum dari morbiditas dan kematian pada anak-anak di negara
berkembang. Sekitar 70% kasus penyakit ini disebabkan oleh makanan yang

terkontaminasi (Widyastuti 2005). Shigella merupakan spesies bakteri patogen paling
penting yang bertanggung jawab terhadap wabah penyakit ini. Hosseini et al (2007)
melaporkan bahwa dari 165 juta kasus yang terjadi di seluruh dunia, sekitar 1,1 juta
jiwa meninggal per tahun, dua per tiga korbannya adalah anak-anak usia di bawah 5
tahun. Di India, penyakit ini umumnya menyerang anak-anak 2-5 tahun dengan
persentase mencapai 61,3% dari keseluruhan pasien yang dijadikan sampel (Taneja
2007). Di Iran kasus infeksi ini menyerang masyarakat secara merata dari usia di
bawah 5 tahun sampai dengan 65 tahun (Najafi et al. 2008).

Mayoritas kasus

shigellosis yang menyerang anak-anak juga dilaporkan terjadi di California (Al-Nimri
et al. 2009). Sebesar 40% isolat S. sonnei terdeteksi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan 60% terdeteksi pada anak usia 5-18 tahun. Isolat S. flexneri terdeteksi lebih
merata pada semua kelompok umur yaitu 20% pada anak-anak di bawah 5 tahun,
40% pada anak usia 5-18 tahun, dan 40% pada orang dewasa. Di Indonesia sendiri
kasus shigellosis paling banyak diteliti di wilayah Jakarta, dampak shigellosis akut
umumnya diderita oleh anak-anak berusia 1-2 tahun dengan perbandingan 32/1000
anak/tahun (Agtini et al. 2005).

Definisi dan Karakteristik Bakteriofage
Bakteriofage atau fage adalah nama yang berasal dari bahasa Yunani yaitu
“bacteria” dan “fagein” yang bermakna “makan” atau “menelan”. Secara lengkap
fage diartikan sebagai virus yang menyerang bakteri dengan cara menginfeksi sel
bakteri, mengganggu kegiatan metabolisme dan akhirnya sel bakteri akan lisis
(Sulakvelidze et al. 2001). Fage adalah virus yang menginfeksi bakteri dan dapat
menghancurkan secara langsung sel bakteri, atau memadukan DNA-nya ke dalam
kromosom bakteri (Madigan et al. 1997; Budzik 2000). DNA fage yang terintegrasi
ke dalam kromosom sel inang dan tinggal di dalamnya tanpa membahayakan inang
dinamakan siklus lisogeni. Disisi lain fage juga dapat melisis sel inang setelah
bereproduksi dan keluar dengan sejumlah progeni melalui siklus litik (Watson et al.
1987; Budzik 2000).
Partikel fage memiliki asam nukleat yang diselubungi oleh kapsid. Asam
nukleat dapat berupa RNA utas tunggal, RNA utas ganda, DNA utas tunggal atau
DNA utas ganda. Secara umum fage memiliki bentuk batang, bulat, atau bentuk

kompleks dengan kepala dan ekor (Birge 2006). Umumnya fage dikelompokkan ke
dalam ordo Caudovirales dengan DNA utas ganda dan 96% merupakan fage berekor.
Fage Caudovirales memiliki kapsid berbentuk ikosahedral dan serabut ekor untuk
berinteraksi dengan inang. Fage juga diklasifikasikan ke dalam fage berekor dan fage
polyhedral, filamentous, pleomorfik (PFP). Fage berekor dengan genus terbanyak
dikelopokkan ke dalam tiga famili yaitu: Siphoviridae dengan serabut ekor panjang
non kontraktil; Myoviridae dengan serabut ekor panjang kontraktil; dan Podoviridae
dengan serabut ekor pendek non kontraktil (Gambar 1). Fage PFP dikelompokkan ke
dalam kelompok kecil yang hanya terdiri dari 10 famili. Fage polyhedral meliputi
famili: Microviridae, Corticoviridae, Tectiviridae, Leviviridae, dan Cystoviridae.
Fage berserabut meliputi famili: Inoviridae, Lipothrixviridae, dan Rudiviridae. Fage
pleomorfik meliputi famili: Plasmoviridae dan Fuselloviridae (Ackermann 2003).

Gambar 1 Beberapa bentuk morfologi fage dari famili (A dan B) Podoviridae, (C)
Siphoviridae, (D dan E) Myoviridae (Sabour & Griffiths 2010).
Bakteri inang untuk masing-masing fage sangat spesifik. Kemampuan partikel
fage menginfeksi sel inang sangat tergantung pada keragaman reseptor penyusun
permukaan sel, seperti adanya polisakarida (lipopolisakarida pada bakteri Gram
negatif, teichoic acid pada bakteri Gram positif), kehadiran flagel atau pili dan
ekspresi berbagai jenis molekul permukaan sel yang terkait penyerapan protein.
Setelah berhasil menembus sel bakteri, replikasi fage untuk melisis sel dan
pengembangan plak masih dapat dihambat oleh berbagai mekanisme di dalam sel

inang, seperti kehadiran profage di dalam sel, sistem modifikasi restriksi DNA dan
berbagai gen spesifik penghambat fage (Laskin et al. 2006).
Siklus infeksi fage terhadap bakteri inang dimulai dengan tahap adsorbsi.
Serabut ekor menempel pada permukaan molekul spesifik atau kapsul sel bakteri
inang. Pada bakteri Gram negatif, komponen membran luar yang dapat digunakan
sebagai tempat penempelan dapat berupa protein, oligosakarida, dan lipopolisakarida.
Murein kompleks pada bakteri Gram positif menghasilkan situs penempelan berbeda
bagi fage. Setelah penempelan, untuk menginjeksi genom fage harus melewati dua
atau tiga lapisan pembatas seperti: membran luar, peptidoglikan, dan membran dalam
pada bakteri Gram positif atau negatif. Umumnya, pada ujung serabut ekor fage
terdapat enzim pendegradasi peptidoglikan sehingga dapat merusak struktur
permukaan sel inang. Genom fage diinjeksikan ke dalam sel inang melibatkan energi
seperti ATP atau potensial membran. Gen-gen awal fage mulai ditranskripsi setelah
RNA polymerase inang mengenali promotor genom fage, selanjutnya seluruh
aktivitas metabolisme inang diambil alih oleh fage. Replikasi genom fage dimulai
pada saat kondisi metabolisme inang mencapai optimal untuk memproduksi
komponen dan enzim fage. Pada akhir siklus replikasi, partikel fage baru keluar dari
sel inang untuk menginfeksi inang lain. Parikel fage dapat keluar setelah sel inang
mengalami lisis. Selama infeksi fage, endolisin terakumulasi di dalam sel inang.
Endolisin akan mendegradasi peptidoglikan sehingga tidak mampu lagi menahan
tekanan osmotik internal sel. Sel pecah, partikel fage dilepaskan ke lingkungan
(Sabour & Griffiths 2010).
Pola resistensi bakteri terhadap antibiotik terus meningkat setiap tahun dan
diperlukan metode terapi alternatif selain antibiotik yang tidak memberikan efek
samping. Aplikasi fage merupakan salah satu alternatif yang dianggap tepat sebagai
biokontrol pengganti antibiotik untuk mereduksi bakteri patogen. Fage spesifik
bakteri dapat ditemukan di hábitat inangnya tumbuh dan berkembang dengan baik,
seperti limbah, tinja, tanah atau bahkan di sumber mata air. Dibandingkan dengan
antibiotik, terapi fage memiliki beberapa kelebihan (Lorch 1999). Pertama dapat
ditinjau dari aspek pengaruh yang terbatas; fage akan bereplikasi selama inangnya
tersedia dalam jumlah memadai untuk mendukung reproduksinya dan jumlahnya
akan berkurang ketika jumlah inang menurun. Kedua, perkembangan resistensi inang

terhadap fage terbatas; bakteri inang juga akan mengalami resistensi terhadap fage
sebagai implikasi dari pertahanan diri, namun fage memiliki kemampuan yang tinggi
untuk bermutasi mengimbangi laju mutasi inang sehingga dapat membatasi
perkembangan resistensi inang. Kelebihan lainnya adalah spesifisitas target; fage
memiliki kisaran inang terbatas sehingga tidak menyebabkan gangguan terhadap
keberadaan flora normal usus.
Ongunseitan et al (1992) melaporkan bahwa fage umum ditemukan di
lingkungan, terutama pada sampel limbah cair. Limbah merupakan habitat bakteri
fekal (coliform) dan diduga di dalam limbah mengandung banyak galur fage bakteri
koliform yang beragam (Tabel 1).

Tabel 1 Beberapa laporan penemuan fage dari berbagai sumber
Isolat fage
GAP
CT
SF-9
SP15 & PP17

Campylobacter
bacteriophage
ФS T , Ф38:1 &
Ф40:1
WHR8 & WHR10
F14; F198; F341;
F346; F287; F325;
F326 & F336
F267; F268; F207 &
F303
KT-1; KT-2; KT-3;
KT-4 & KT-5
PAK-P1
CEV2 & CBA65
PSaT-1 & PSaT-2
AB1
ФSboM-AG3

Sumber
Tanah
Plak gigi manusia
Air sungai

Inang
Arthrobacter
Actynomyces
Shigella dysenteriae
type-1
Instalasi
pengolahan E.coli O157:H7
limbah cair dan feces
babi
Usus ayam
Campylobacter
jejuni
Air laut
Cellulophaga báltica
(Flavobacteriaceae)
Instalasi
pengolahan Salmonella
limbah cair perkotaan
enteretidis
Usus unggas (ayam & Campylobacter
itik)
Limbah
unggas
Whey

rumah

potong Campylobacter
Lactococcus

Pseudomonas
aeruginosa
Limbah feces domba dan E.coli O157:H7
sapi
Jeroan ikan
Streptococcus
agalactiae
Sedimen laut
Acinetobacter
baumannii
Instalasi
pengolahan Shigella boydii
limbah cair perkotaan
Limbah cair

Referensi
Germida & Casida 1981
Tylenda et al. 1985
Faruque et al. 2003
Yoichi et al. 2004

Atterbury et al. 2005
Holmfeldt et al. 2007
Bielke et al. 2007
Hansen et al. 2007

Hansen et al. 2007
Hussain et al. 2008
Debarbieux et al. 2010
Viazis et al. 2010
Lusiastuti et al. 2010
Yang et al. 2010
Anany et al. 2011

Beberapa fage telah diaplikasikan sebagai biokontrol pencemaran makanan,
seperti fage spesifik E. coli O157 (Flynn et al. 2004), fage spesifik Salmonella dan
Campylobacter (Goode et al. 2003), fage spesifik Yersinia enterocolitica (Strauch et
al. 2001a), fage spesifik Lactococcus garviae dan Pseudomonas plecoglossicida
(Park et al. 2000; Park & Nakai 2003). Sedangkan terhadap sanitasi air, di
Bangladesh telah diaplikasikan fage spesifik E. coli patogen dalam bentuk tablet pada
air minum (Ochman & Selander 1984). Dalam penanganan berbagai penyakit, fage
juga telah banyak dipergunakan. Penggunaan fage telah terbukti dapat mencegah dan
mengobati infeksi paru-paru yang diakibatkan oleh Pseudomonas aeruginosa
(Debarbieux et al. 2010). Pada dasarnya penggunaan fage untuk terapi pada manusia
telah dilaporkan oleh Slopek et al. sejak tahun 1983 – 1987, fage efektif mengatasi
infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti Staphylococci,
Pseudomonas, Escherichia, Klebsiella, dan Salmonella termasuk yang resisten
terhadap antibiotik (Sulakvelidze et al. 2001). Terapi menggunakan fage terhadap
pasien dilakukan dengan cara per oral, olesan pada bagian yang terbuka (luka) dan
sebagai obat tetes. Terapi yang dilakukan memiliki tingkat keberhasilan sekitar 75 –
100%, dengan durasi waktu terapi 1 – 16 minggu.
Fage juga telah mendapatkan izin untuk dipergunakan sebagai bahan
tambahan makanan. Hal ini telah berlaku di Amerika Serikat, pada tahun 2006 FDA
telah menyetujui penggunaan fage sebagai bahan tambahan makanan untuk
mengontrol dan mencegah Listeria monocytogenes pada produk daging dan unggas
siap saji. Otoritas keamanan pangan Eropa (EFSA) pada tahun 2009 juga merilis
rekomendasi untuk mendorong penelitian mengenai pemanfaatan fage sebagai bahan
tambahan makanan untuk mereduksi bakteri patogen.

METODE
Alur Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertahap dan terdiri dari 6 tahapan. Tahapan-tahapan
tersebut yaitu: peremajaan bakteri inang Shigella sp., isolasi fage, penentuan kisaran
inang, stabilitas fage terhadap suhu dan pH, penentuan berat molekul dengan SDSPAGE, dan efektivitas lisis sel Shigella oleh fage (Gambar 2).

Peremajaan Shigella sp.

Isolasi Fage
a. Pengambilan dan Filtrasi
Sampel
b. Plak Assay
c. Pemurnian Fage
d. Preparasi Persediaan Fage
e. Kuantifikasi Fage

Penentuan Kisaran Inang

Stabilitas Fage Terhadap Suhu
dan pH

Penentuan Berat Molekul
dengan SDS-PAGE

Efektivitas Lisis Sel Shigella oleh Fage
Gambar 2 Diagram alir tahapan metode penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Februari
2012. Pengambilan sampel limbah cair rumah tangga dilakukan di Kelurahan Sindang
Barang, Cibeureum dan Babakan Darmaga Kabupaten Bogor. Tahapan penelitian
lainnya di lakukan di Laboratorium Bioteknologi Hewan dan Biomedis, Pusat
Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB.

Peremajaan Bakteri Shigella sp.
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Shigella 51-X, Salmonella
p15, p19, p38, p84, dan E. coli non patogen merupakan koleksi Dr. dr. Sri Budiarti.
Peremajaan dilakukan secara berkala pada media SS dengan durasi waktu satu atau
dua bulan. Sebanyak satu lup bakteri Shigella 51-X digoreskan pada media agar
miring SS secara aseptik, kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam,
disimpan pada suhu ruang dan diremajakan setiap dua bulan.

Isolasi Fage
Pengambilan dan Filtrasi Sampel. Sampel untuk isolasi fage dikumpulkan
dari limbah cair rumah tangga Kelurahan Sindang Barang, Cibeureum dan Babakan
Darmaga Kabupaten Bogor yang disentrifugasi pada kecepatan 1052 x g selama 25
menit dan diulang dua kali. Shigella 51-X digunakan sebagai detektor keberadaan
fage spesifik untuk Shigella. Sebanyak 5 mL dari sel pada fase logaritmik dari
bakteri yang dibiakkan di dalam Nutrient Broth (NB), 10 mL sampel air dan 50 mL
NB dicampurkan. Campuran tersebut diinkubasi di dalam inkubator yang diatur pada
suhu 37 °C selama 48 jam. Setelah masa inkubasi berakhir, suspensi dijernihkan
dengan sentrifugasi 1052 x g selama 25 menit dan dua ulangan. Selanjutnya disaring
menggunakan

membran selulosa dengan ukuran pori 0,22 µm. Suspensi yang

diperkirakan mengandung fage disimpan pada suhu 4 °C.
Asai Fage. Uji plak dua lapis agar (Adams 1959) dilaksanakan sebagai
berikut. Sebanyak 100 µL suspensi fage ditambahkan ke dalam 100 µL kultur
Shigella 51-X yang telah diinkubasi satu malam pada NB dan dicampur dengan 7 mL
agar lembut (NB yang mengandung 0,7 % agar). Campuran agar lembut tersebut

dituang ke atas lempengan Nutrient Agar (NA) dan kemudian diinkubasi satu malam
pada suhu 37 °C dan diamati pembentukan plak.
Pemurnian Fage. Pemurnian fage dilakukan dengan mengadopsi metode
Goodridge et al (2003). Plak tunggal dengan ciri-ciri tersendiri yang berasal dari plak
assay dipindahkan dengan menggunakan pipet Pasteur ke dalam tabung, kemudian
dicampurkan dengan 2–3 mL pelarut Ringers konsentrasi 25%. Suspensi fage
dihomogenkan dan dibiarkan selama 5–10 menit pada suhu ruang. Suspensi tersebut
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1052 x g, suhu 4 °C selama 25 menit dan
diulang dua kali. Supernatan difiltrasi menggunakan dengan filter berpori 0,22 µm, untuk
selanjutnya disimpan sebagai stok fage.
Preparasi Persediaan Fage. Sebanyak 10 µL kultur Shigella 51-X (108 CFU
mL-1) umur satu malam dan 100 µL fage (108 PFU mL-1) dicampur dengan 50 mL
NB dan diinkubasi di dalam inkubator pengocok yang diatur pada kecepatan 120 rpm,
suhu 37 °C selama 9 jam. Suspensi diinkubasi dengan tambahan waktu 10 menit dan
dikocok pada suhu 37 °C. Suspensi kemudian disentrifugasi pada 1052 x g selama 25
menit dan diulang dua kali. Supernatannya disaring dengan saringan berpori 0,22 µm.
Suspensi fage disimpan pada suhu 4 °C (Goodrigde et al. 2003).
Kuantifikasi Fage. Kuantifikasi fage diukur dengan cara menghitung jumlah
plak yang terbentuk (PFU mL-1), penentuannya dilakukan berdasarkan metode
Foschino et al. (1995). Stok fage diencerkan sampai dengan 1010, kemudian dari
masing-masing pengenceran tersebut diambil 100 µL ditambahkan dengan 100 µL
kultur bakteri Shigella 51-X yang telah diinkubasi selama 9 jam pada media NB.
Suspensi diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 °C. Sebanyak 7 mL soft agar
bersuhu 42 °C dicampurkan, selanjutnya dituang ke media NA, diinkubasi pada 37 °C
selama 24 jam, diamati pembentukan plak dan dihitung jumlahnya.

Penentuan Kisaran Inang Fage
Penentuan kisaran inang fage dilakukan dengan menguji suspensi fage
melawan galur bakteri Shigella sp. lain, Salmonella p15, p19, p38, p84; dan E. coli
non patogen. Uji penentuan kisaran inang dilaksanakan berdasarkan modifikasi
teknik dua lapis agar dari Hansen et al (2007). Uji ini dilakukan di atas cawan petri
berdiameter 9 cm. Lapisan atas medium terdiri dari NB yang mengandung 0,7% agar.

Sebanyak 7 mL media untuk lapisan atas dipanaskan selama 10 menit agar mencair
dan selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu 47 °C. Sebanyak 100 µL suspensi
fage (108 PFU mL-1) ditambahkan ke dalam 100 µL bakteri yang berumur satu malam
dan diinkubasi 30 menit, selanjutnya ditambahkan 7 mL agar lembut dan diaduk
dengan vortex mixer dan dituang ke cawan yang berisikan NA. Media lapisan atas
dibiarkan mengeras pada suhu kamar. Cawan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu
37 °C selama satu malam dan respon positif ditunjukkan dengan terbentuknya plak
pada media agar.

Stabilitas Fage terhadap Suhu dan pH
Teknik dua lapis plak

(double layer plaque technique) digunakan untuk

mempelajari kestabilan fage spesifik Shigella (Rode et al. 2011). Pengukuran
kestabilan fage terhadap suhu dan pH menggunakan filtrat fage (108 PFU mL-1) yang
dilarutkan dalam NB dengan perbandingan 1:10. Stabilitas fage terhadap suhu
dilakukan dengan menggunakan suhu yang divariasikan yaitu 20, 37, 43, 50, dan 60
°C. Masing-masing diinkubasi selama 10, 30 dan 60 menit di dalam NB dengan pH
7,0. Stabilitas fage terhadap pH dilakukan dengan menginkubasi suspensi fage di
dalam NB dengan kisaran pH 3, 4, 5, 7, 8, 9, dan 10. Masing-masing diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 10, 30, dan 120 menit, serta 24 jam. Teknik dua lapis plak
dilakukan untuk menentukan kestabilan fage dan dihitung plak forming unit.

Penentuan Berat Molekul Protein Fage
Penentuan berat molekul dilakukan dengan mengadopsi metode Anany et al
(2011). Sebanyak 200 µL partikel fage dilisis dengan metode boiling menggunakan buffer
sampel Laemmli (4% SDS, 20% gliserol, 10% 2-mercaptoethanol, 0,004% bromophenol
blue, 0,125 M Tris HCl) dan dididihkan selama 5 menit. Protein terlarut selanjutnya
dipisahkan dengan 12,5% SDS-polyacrylamide gel electrophoresis, dan diwarnai dengan
pewarna Coomassie Blue dan pewarna Silver.

Efektivitas Lisis Sel Shigella oleh Fage
Efektivitas lisis sel Shigella oleh fage dilakukan berdasarkan modifikasi
metode Atterbury et al (2007). Sebanyak 100 mL kultur bakteri Shigella 51-X yang
telah ditumbuhkan di media NB sampai OD 600nm =1 dengan jumlah bakteri Shigella
108 CFU mL-1 dibagi kedalam dua tabung sentrifus masing-masing 50 mL dan
disentrifugasi pada 1052 x g, suhu 4 °C selama 25 menit dengan tiga kali ulangan.
Supernatan dibuang, kemudian dibuat dua perlakuan yaitu kontrol (pelet tanpa
penambahan fage) dan perlakuan pelet dengan penambahan 1 mL fage.

Keduanya

diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 °C. Selanjutnya masing-masing
ditambahkan 50 mL media NB yang baru, dihomogenkan, dan dipindahkan ke dalam
erlenmeyer serta diinkubasi dalam inkubator bergoyang dengan suhu 37 °C. Masingmasing kultur diukur nilai optical density (OD) setiap satu jam, mulai dari 0 jam
sampai terjadi penurunan nilai OD. Penghitungan jumlah fage juga dilakukan dengan
cara pencawanan pada media dua lapis agar untuk mengetahui jumlah Plaque
Forming Units (PFU) setiap jam pengamatannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Fage
Tiga wilayah di Kabupaten Bogor menjadi lokasi pengambilan sampel limbah
cair rumah tangga yaitu: Kelurahan Sindang Barang, Cibeureum dan Babakan Darmaga.
Satu fage spesifik Shigella sp. berhasil diisolasi hanya dari sampel limbah cair rumah
tangga Babakan Darmaga dengan inang Shigella 51-X. Hal ini menandakan bahwa di
dalam cairan limbah mengandung Shigella 51-X yang merupakan inang bagi fage.
Keberhasilan isolasi diperlihatkan dengan terbentuknya plak. Plak mulai dapat teramati
setelah masa inkubasi selama 12,5 jam, namun pengamatan setelah masa inkubasi 48 jam
pada suhu 37 °C memperlihatkan dampak lisis (plak) lebih jelas (Gambar 3). Morfologi
plak memiliki batas yang jelas, tidak disertai pembentukan zona lisis sekunder berupa
bayangan. Sel inang mengalami lisis diakhir siklus replikasi fage ketika virion harus
keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang baru (Catalao et al. 2011). Fage yang
terisolasi seragam, berukuran kecil dengan bentuk bulat dan rata-rata berdiameter 1,22
mm. Ukuran tersebut tidak jauh berbeda dengan delapan fage spesifik Pseudomonas
plecoglossisida yang merupakan patogen terhadap ikan hasil isolasi Park et al (2000)
dengan rata-rata diameter plak 1,4 mm. Fage SF-9 spesifik Shigella dysentriae type 1
juga menghasilkan plak berukuran tidak jauh berbeda, yaitu dengan diameter rata-rata 1
mm (Faruque et al. 2003).

A
B
Gambar 3 Isolasi fage dengan menggunakan metode dua lapis agar, memperlihatkan;
(A) pembentukan plak akibat lisisnya sel inang oleh fage, (B) perlakuan
kontrol (tanpa infeksi fage) tidak memperlihatkan pembentukan plak.

Pertumbuhan inang sangat mempengaruhi pembentukan plak, apabila
pertumbuhan inang tidak merata akan mempengaruhi kemampuan infeksi fage dari
satu sel ke sel lainnya. Pembentukan plak tidak dapat berlangsung jika hanya
beberapa sel terdekat saja dapat diinfeksi. Penggunaan media pendukung
pertumbuhan bakteri yang lambat dapat menyebabkan penurunan ukuran ledakan sel
yang terinfeksi, sehingga plak yang terbentuk juga akan berukuran kecil (Los et al.
2008). Hal ini berkaitan dengan kemampuan fage dalam bereplikasi, fage akan
bereplikasi dengan baik pada saat sel inang berada dalam kondisi pertumbuhan yang
optimal yaitu pada fase eksponensial. Kondisi pertumbuhan optimal akan dicapai oleh
inang jika nutrisi yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah cukup.
Pengukuran konsentrasi fage di dalam suatu sampel dilakukan melalui
prosedur plak assay. Terbentuknya sejumlah plak mencerminkan jumlah fage yang
menginfeksi dan melisis sel inang. Perkiraan jumlah fage FY51-X yang menginfeksi
dan melisis sel inang adalah 1,84 x 108 PFU mL-1. Hasil tersebut menunjukkan
kisaran normal yang dibutuhkan untuk melakukan plak assay bagi jenis fage litik
dengan menggunakan metode dua lapis agar. Perkiraan jumlah fage yang menginfeksi
dan melisis sel bakteri sebelumnya juga telah dilaporkan oleh Clokie dan Kropinski
(2009), yaitu 106 – 1011 PFU mL-1 untuk metode dua lapis agar; 108 – 1010 PFU mL-1
untuk pencawanan langsung; dan 106 – 1011 PFU mL-1 untuk small drop plaque assay
system.
Fage merupakan virus yang menginfeksi bakteri dan hanya akan bereplikasi
ketika menginfeksi inangnya. Infeksi dimulai ketika genom fage mulai memasuki sel
inang dan mengendalikannya untuk membuat salinan asam nukleat serta
memproduksi protein fage. Secara umum dapat dikatakan bahwa fage mengalihkan
sumberdaya inang untuk memproduksi kebutuhannya. Asam nukleat dan kapsomer
diproduksi serta dirakit kembali, maka siklus reproduksi fage dapat dikatakan selesai
dan fage siap keluar dengan melisis sel inang. Lisis sel inang dapat diidentifikasi
dengan pembentukan plak dan dijadikan standar keberhasilan dalam isolasi dan
karakterisasi fage. Kemampuan fage melisis sel bakteri inanngnya dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan bakteri-bakteri patogen, termasuk Shigella sp.
Pengendalian bakteri patogen dengan menggunakan fage telah sering dipergunakan,

karena fage dianggap sebagai agen alternatif yang tepat untuk mengendalikan bakteri
(Yang et al. 2010).

Kisaran Inang Fage
Kisaran inang berkaitan dengan spesifisitas inang yang ditandai oleh
pelekatan dan penetrasi fage pada protein luar inang yang berperan sebagai reseptor.
Setiap fage memiliki kisaran inang berbeda-beda. Fage yang terisolasi dalam
penelitian ini memiliki kisaran inang sempit, hanya menginfeksi Shigella 51-X
(Tabel 2). Hal ini menandakan bahwa fage FY51-X memiliki protein sensor yang
hanya dapat mengenali protein reseptor pada Shigella 51-X saja, dengan demikian
hanya inang ini saja yang bersifat permisif terhadap fage FY51-X dan dapat
dipastikan bahwa diantara semua bakteri uji tidak ada yang memiliki homologi
reseptor dengan Shigella 51-X. Kaitan ini dapat dijelaskan karena kisaran inang
dipengaruhi oleh spesifisitas dan homologi reseptor yang dimiliki masing-masing
inang. Reseptor yang dapat dikenali oleh fage terdapat pada komponen penyusun
dinding sel inang, dapat berupa protein; karbohidrat; glikoprotein; lipid; dan
lipoprotein.

Fage menginfeksi inang menggunakan protein spesifik yang akan

ditempelkan pada reseptor di membran luar inangnya (Flores et al. 2011) dengan
komponen yang berbeda-beda sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Fage
memiliki satu atau lebih protein permukaan yang dapat berinteraksi dengan
komponen reseptor, sehingga fage memiliki kemungkinan untuk menempel pada
beberapa reseptor spesifik pada dinding sel inang.
Tabel 2 Kisaran inang fage FY51-X terhadap beberapa galur bakteri
Galur inang
Reaksi
Galur inang
Shigella 68
Shigella 25
Shigella 26
Shigella 50
Shigella 42
Shigella 51-M
Shigella 98









Shigella 70
Shigella 51-X
Salmonella p19
Salmonella p15
Salmonella p38
Salmonella p84
E. coli non patogen

(+): positif membentuk plak; (−): tidak ada pembentukan plak

Reaksi

+






Fage hanya dapat bereproduksi di dalam sel inang yang sesuai. Hal ini dapat
dikaitkan dengan sifat umum virus yang merupakan parasit intraseluler obligat. Kondisi
seperti ini diperkirakan karena fage tidak memiliki perangkat untuk mesintesis protein
untuk dirinya sendiri. Inang fage ditentukan oleh sistem pengenalan fage itu sendiri,
sehingga fage hanya dapat meginfeksi satu atau beberapa inang tertentu saja. Identifikasi
sel inang fage menggunakan kesesuaian antara protein pada bagian luar fage sebagai
sensor dengan molekul-molekul reseptor spesifik pada permukaan sel inang. Reseptor
tersebut merupakan molekul yang berperan untuk menjalankan fungsi normal tertentu
bagi inang. Reseptor untuk fage spesifik bakteri Shigella diduga merupakan protein yang
berperan dalam transport besi untuk keperluan metabolisme sel Shigella (Payne 2006),
sama halnya dengan reseptor untuk fage T1 dan T5 yang juga merupakan protein
transport besi (Langenscheid et al. 2004). Berbeda dengan fage spesifik Shigella serta
fage T1 dan T5, reseptor untuk fage lambda adalah protein yang berperan dalam
transport maltose (Moldovan 2005). Tanpa reseptor spesifik fage tidak dapat
mengadsorbsi dan menginfeksi inang. Perubahan situs reseptor karena mutasi akan
menghasilkan inang resisten terhadap infeksi virus, akan tetapi fage juga dapat dengan
cepat bermutasi mengimbangi mutasi inang sehingga tetap dapat melekat pada inang
yang resisten.
Fage merupakan entitas biologi yang memiliki kemampuan untuk bereplikasi
dan tumbuh, serta menginfeksi bakteri inang dengan kisaran relatif sempit.
Kemampuan ini tidak dimiliki oleh antibiotik. Potensi yang dimiliki tersebut menjadi
keunggulan dan se